Anda di halaman 1dari 7

Otak dan Perkembangan Kognitif (bagian 1)

Perkembangan otak dan kognitif manusia sangat tergantung pada stimulasi dan makanan
bergizi yang diberikan sejak tahun pertama kelahirannya. Kisah nyata mengenai tidak
berkembangnya otak sebagai akibat kekurangan kedua hal
itu, terjadi pada seorang bocah 5 tahun, Natasha. Natasha
yang berasal dari Chiata, Siberia diasuh oleh sekumpulan
anjing dan kucing. Padahal ia tinggal bersama ayah, kakek
neneknya dan 3 saudara kandungnya. Entah kenapa,
Natasha kecil ini diperlakukan seperti hewan peliharaan.
Para tetangga juga tidak mengetahui jika di apartemen yang
dihuni 3 orang dewasa ini dan 3 orang anak, terdapat
seorang anak kecil berusia 5 tahun.

Akibat perlakuan tidak bertanggung jawab orang dewasa yang tinggal bersama Natasha
tersebut, gadis kecil itu lebih banyak bertingkah seperti anjing dibandingkan seperti manusia
normal. Ia makan seperti anjing, berjalan dengan kedua kaki dan tangannya, serta
berkomunikasi dengan menggonggong. Dan dampak yang paling fatal, si Natasha kecil ini
menunjukkan adanya indikasi keterbelakangan mental sebagai akibat tidak adanya stimulasi
normal dan kurangnya kasih sayang dari orang dewasa sekitarnya.

Untuk ukuran fisik, gadis kecil ini seperti anak berumur 2 tahun padahal ia sudah berusia 5
tahun. Mungkin dikalangan anjing, si Natasha termasuk “anjing” yang pintar karena bisa
berekspresi dibandingkan dengan sesamanya. Namun dikalangan manusia, tentu saja ia
dianggap sangat aneh karena tidak menunjukkan perilaku adaptif sebagai manusia.

Perkembangan Syaraf/neuron
Sebelum membahas mengenai kemampuan berpikir, ada baiknya kita mengetahui mengenai
proses yang terjadi didalam otak manusia. Otak manusia dibagi menjadi 2 kategori fungsi,
yaitu bagian otak yang berfungsi sebagai jalur komunikasi dan bagian otak yang berfungsi
untuk berpikir dan mengatur mekanisme tubuh.

Otak yang berfungsi sebagai komunikasi adalah syaraf, yang bertugas sebagai kabel-kabel
penghubung antar bagian. Proses komunikasi antar bagian otak dikerjakan oleh syaraf/neuron
ini. Otak berkembang dari sel tunggal yang kemudian berkembang menjadi 100 milyar sel
syaraf ketika lahir. Namun pada bayi, antar sel syaraf belum memiliki koneksitas / hubungan
yang memadai. Koneksitas/sambungan antar sel syaraf inilah yang memungkinkan terjadinya
proses kognitif di dalam otak. Sambungan ini sebenarnya berupa celah kecil antar syaraf,
pesan kimia antar syaraf akan “melompati” celah ini sehingga dapat terjadi komunikasi antar
syaraf. Sambungan ini dalam ilmu medis disebut dengan synapse. Otak perlahan-lahan akan
membangun sambungan antar sel syaraf/synapse sejalan dengan kematangan usia anak,
stimulasi yang diberikan dan makanan bergizi yang dimakan.

Pada usia 2-3 tahun setiap syaraf memiliki 15.000 synapses. Jumlah ini melebihi jumlah
synapses yang akan dimiliki oleh anak-anak tersebut ketika berkembang menjadi orang
dewasa. Mengapa terjadi pengurangan jumlah synapses seiring dengan perkembangan usia ?
Hal ini disebabkan adanya proses pruning di dalam otak. Ini merupakan proses alami. Proses
pruning ini merupakan salah satu cara otak untuk mengefektifkan kerja otak.
Proses pruning dapat diibaratkan seperti tukang kebun yang membentuk tanamannya dengan
memotong bagian-bagian tanaman yang tumbuh dengan liar sehingga dapat membentuk
sebuah tanaman dengan bentuk sesuai dengan keinginan. Demikian pula dengan otak, otak
akan memangkas bagian-bagian syaraf yang tidak digunakan atau tidak mendapatkan
stimulasi. Proses pruning ini sebenarnya penting untuk perkembangan proses berpikir. Untuk
memudahkan kita membayangkan proses pruning ini dapat digunakan gambaran sebagai
berikut. Sejak awal bayi dilahirkan, otak bayi mengharapkan adanya stimulasi visual dan
auditori. Jika stimulasi yang berupa cahaya dan suara ini mencukupi diberikan pada bayi
maka otak bayi di bagian visual dan auditori akan berkembang. Namun jika anak dilahirkan
dalam keadaan tuli maka ia tidak akan bisa menerima rangsangan auditori dan sebagai
hasilnya, proses mendengar di dalam otak akan dialihkan ke pengembangan otak di bagian
melihat. Hal yang sama juga akan terjadi pada anak yang buta. Proses perkembangan otak
yang digunakan untuk melihat akan dialihkan ke proses otak yang akan digunakan untuk
mendengar. Itu sebabnya, mengapa anak yang buta biasanya memiliki pendengaran dan
sensori meraba yang bagus sedangkan anak yang tuli biasanya memiliki penglihatan yang
tajam.

Kebutuhan stimulasi otak ini juga terlihat pada kemampuan mempelajari bahasa pada
manusia. Orang yang memiliki bahasa ibu inggris akan kesulitan mengucapkan huruf r
dibandingkan dengan orang indonesia. Hal ini dikarenakan di bagian otak yang mempelajari
pengucapan huruf r telah terjadi proses pruning. Namun, jika orang Inggris ini belajar bahasa
indonesia sejak kecil maka kemampuan untuk mengucapkan huruf r pastilah masih
dimilikinya hingga dewasa.

Proses pruning pada pemelajaran bahasa dapat diatasi dengan belajar secara intensif. Jika
dilakukan latihan dengan giat maka synapses akan terbentuk kembali di dalam otak. Jadi,
proses sambungan/synapses ini selain terbentuk karena stimulasi juga dapat terbentuk karena
proses belajar.

Selain synapses, hal lain yang mempengaruhi


proses berpikir dan belajar dalam otak adalah
myelination. Myelination adalah proses
pembungkusan syaraf dengan lemak yang
disebut myelin sehingga proses perpindahan
pesan kimia menjadi lebih efisien dan cepat
diantara sel syaraf. Proses
myelination/pembungkusan ini terjadi sangat
cepat pada masa anak-anak dan berlanjut
hingga masa remaja. Itu sebabnya mengapa
ukuran otak anak-anak berkembang dengan
cepat pada masa ini.

Pemberian stimulasi pada masa anak-anak


merupakan kegiatan yang sangat penting
sekali. Kekurangan stimulasi pada aspek tertentu akan berakibat fatal yaitu
kekurangmampuan pada aspek perkembangan yang tidak distimulasi, misalnya
perbendaharaan kata yang kurang, motorik yang kurang baik sehingga canggung dalam
bergerak.
Namun, untunglah otak manusia dirancang sangat flexibel dan adaptif untuk berkembang.
Kekurangan pada stimulasi masih dapat dikejar dengan belajar. Tapi, tentu saja kemampuan
otak tetap ada batasnya. Faktor gizi saat di kandungan, racun-racun yang terserap ketika masa
hamil maupun masa anak juga dapat mempengaruhi perkembangan otak. Jika hal ini terjadi
pasti akan berdampak buruk pada otak dan mungkin akan terjadi kerusakan otak.

Bagaimana dengan kasus Natasha ? Natasha yang berusia 5 tahun, telah mengalami proses
pruning pada kemampuan berbicaranya serta kemampuan motorik kasar dan halus sebagai
manusia. Itulah sebabnya, Natasha lebih menonjol di bidang-bidang yang membutuhkan
kepekaan pendengaran dan penciumannya. Karena di kedua bidang inilah Natasha
mendapatkan stimulasi dari para anjing, orangtua angkatnya. Pergerakan jari jemarinya juga
kaku untuk digunakan misalnya untuk makan sehingga ia lebih suka menggunakan lidahnya
untuk menjilat makanan yang disediakan baginya. Namun tidak menutup kemungkinan,
proses pruning pada syaraf-syaraf yang tidak digunakan Natasha dikembangkan kembali oleh
otak melalui proses belajar. Tentu saja, hal ini tidaklah semudah jika sejak awal syaraf
tersebut telah distimulasi. Natasha akan membutuhkan waktu lebih lama untuk
menumbuhkan koneksitas antar syaraf untuk membantunya dalam beradaptasi sebagai
manusia.

Perkembangan otak
Pembagian otak yang paling dikenal di lingkungan akademisi adalah pembagian otak
berdasarkan posisinya yaitu Hindbrain, Midbrain, dan Forebrain.

1. Hindbrain adalah bagian otak yang termasuk


o cerebellum (mengatur motorik halus, dan keseimbangan),
o medulla (bertanggungjawab pada fungsi-fungsi tidak sadar seperti pernapasan
dan sirkulasi) dan
o pons (mengatur fungsi tidur dan terjaga).
2. Midbrain adalah bagian dari batang otak yang terletak antara hindbrain dan forebrain.
Fungsi bagian ini adalah mengatur sistem pelepasan zat dopamine yang mengatur
fungsi otak tertinggi. Ada pula reticular formation yang berfungsi untuk pergerakan
refleks otot, bernapas dan persepsi mengenai rasa sakit serta kewaspadaan.
3. Forebrain adalah bagian terbesar otak dan paling kompleks. Di dalamnya termasuk
o thalamus (mengatur keluar masuknya input stimulus),
o hypothalamus (mengatur kebutuhan dasar tubuh—rasa lapar, rasa haus, dan
kontrol suhu tubuh),
o limbic system (bagian ini merupakan penggabungan dari bagian-bagian kecil
bagian otak lain seperti thalamus, hypothalamus, hippocampus, amygdala,
beberapa struktur yang dekat—bagian ini membutuhkan penelitian lebih
lanjut),
o cerebrum (bagian otak yang berfungsi untuk aktivitas mental termasuk belajar,
mengingat, berpikir dan kesadaran).

Bagian hindbrain dan midbrain merupakan bagian otak yang bekerja secara tidak sadar
misalnya bernapas maupun gerakan refleks seperti berkedip. Sedangkan forebrain inilah
bagian otak yang paling terkenal di kalangan masyarakat karena mengatur kemampuan
sensori (penglihatan dan pendengaran), kemampuan berpikir dan emosi manusia.

Bagian forebrain ini memiliki urutan perkembangan yang sama pada tiap manusia. Bagian
otak yang mengatur gerakan fisik biasanya berkembang lebih dulu. Kemudian diikuti oleh
perkembangan otak yang mengatur penglihatan (visual
cortex), pendengaran (auditory cortex) dan yang terakhir
adalah bagian prefrontal cortex yang mengatur proses
berpikir tingkat tinggi yang berkembang paling lambat.
Sedangkan temporal cortex yang mengatur sebagai besar
proses yang berkaitan dengan emosi dan bahasa tidak
berkembang sempurna sampai dengan usia sekolah
menengah atas bahkan bisa lebih.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bennett Shaywitz


(2004) menunjukkan bahwa otak pada anak-anak
mengalami perkembangan sesuai dengan stimulasi yang
diberikan. Ia mengumpulkan 28 anak, berusia 6-9 tahun,
memiliki kemampuan membaca yang baik dan 49 anak,
dengan usia sama, namun memiliki kemampuan membaca
yang buruk. Dari hasil MRI (Magnetic-Resonance imaging)
menunjukkan adanya perbedaan aktivitas pada otak yang
mengatur kemampuan membaca. Pada kelompok pembaca buruk, otak kiri mereka tidak
digunakan dengan maksimal dan beberapa anak bahkan terlalu aktif menggunakan otak
kanan mereka. Setelah dilakukan pemelajaran membaca intensif 100 jam, terjadi perubahan
fungsi pada otak bagian kiri dan berlangsung hingga tahun-tahun mendatang. Sedangkan
pembaca buruk yang mendapatkan stimulasi membaca sesuai dengan standar sekolah, tidak
menunjukkan perubahan fungsi otak.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa anak dan orang dewasa penderita ADHD memiliki
bagian prefrontal lobes, basal ganglia, dan cerebellums yang lebih kecil dibandingkan dengan
anak dan orang dewasa normal. Padahal bagian tersebut mengatur proses pengendalian diri
dalam perilaku, koordinasi, dan mengontrol motorik.

Itulah sebabnya, mengapa ada perbedaan perilaku pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Hal
ini berkaitan dengan tingkat kematangan otak masing-masing kelompok. Pada usia 2 tahun,
anak-anak kurang dapat mengontrol emosinya sehingga sering terjadi perilaku temper
tantrum dan impulsif. Hal ini disebabkan prefrontal cortex, bagian yang mengatur
kemampuan proses berpikir tingkat tinggi (analisa dan logika), pada anak usia 2 tahun belum
dapat berkembang dengan sempurna. Pematangan bagian prefrontal cortex ini membutuhkan
waktu yang lama. Bahkan pematangan bagian otak ini bisa berlangsung hingga usia SMP dan
SMA. Lebih celaka lagi, bagian otak yang mengatur emosi yaitu amygdala
berkembang/matang lebih cepat dibandingkan dengan prefrontal cortex. Itulah sebabnya
mengapa, remaja lebih banyak berperilaku impulsif, berani menantang bahaya, dan terlibat
pada kenakalan remaja.

Apa yang dapat kita lakukan untuk membantu anak-anak kita yang belum memiliki bagian
otak berpikir yang matang ? Lingkungan, guru maupun orangtua, dapat memfasilitasi remaja
untuk melatih kemampuan kritis dengan cara membimbing mereka untuk memikirkan akibat-
akibat dari setiap keputusannya bagi orang lain dan diri sendiri hingga pada akhirnya
prefrontal cortex mereka dapat mengambil alih tugas ini. Dengan demikian, anak akan
terlatih untuk berpikir lebih panjang mengenai sebab akibat sebelum otak mereka sendiri
matang untuk melakukannya secara mandiri. Bagi anak-anak, orangtua dan guru dapat
membantu mereka untuk memikirkan dampak perbuatan mereka terhadap orang lain, apakah
menyenangkan atau menyakiti orang lain. Proses latihan ini juga sebenarnya bagian dari
proses stimulasi. Ingat bahwa otak berkembang karena stimulasi dan proses belajar yang
dilakukan. Tanpa adanya proses belajar dan stimulasi ini, tidak menutup kemungkinan anak-
anak akan berkembang menjadi pribadi yang tidak peduli terhadap lingkungan dan kurang
mampu berpikir jangka panjang.

Fasilitasi lingkungan untuk membantu perkembangan otak anak.


Apalagi yang dapat kita lakukan untuk membantu anak-anak kita mengembangkan otak
mereka ? Berikut ini akan dirangkum beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk membantu
mereka :

1. Myelination pada bagian otak yang berkaitan dengan koordinasi mata dan tangan akan
berkembang lengkap pada anak usia 4 tahun. Itu sebabnya, mengapa di usia lebih
muda, gambar yang dihasilkan oleh anak-anak masih berupa coretan belum berupa
bentuk yang nyata. Orangtua dapat menstimulasi anak dengan memberikan ia
kebebasan menyalurkan keinginannya untuk mencorat-coret daripada memaksanya
menggambar sebuah bentuk yang bermakna.
2. Myelination pada otak yang berkaitan dengan konsentrasi akan berkembang dengan
lengkap ketika anak berusia 10 tahun. Itu sebabnya, mengapa rentang konsentrasi
anak-anak tergolong rendah dan meningkat sejalan perkembangan usia anak. Namun,
orangtua dapat membantu anak mengembangkan konsentrasinya dengan menciptakan
suatu proses belajar yang menyenangkan sehingga perasaan suka anak inilah yang
akan mendorong anak belajar dengan lebih banyak lagi.
3. Pemberian stimulasi pada anak berupa permainan semenjak anak kecil akan
membantu koneksitas antar syaraf berkembang dengan lebih baik. Stimulasi juga
dapat dilakukan melalui percakapan yang dijalin antara orangtua dan anak.
Percakapan ini akan membantu otak untuk memproses informasi, itu artinya akan
“memaksa” otak untuk membentuk sebuah koneksitas baru.
4. Untuk menyiasati perkembangan bagian otak amydala (emosi) yang berkembang
lebih cepat dibandingkan bagian otak prefrontal cortex (berpikir penalaran—sebab
akibat) maka orangtua dapat melatih anak untuk selalu memikirkan dampak-dampak
dari perilaku yang diputuskan oleh anak. Ajaklah diskusi mengenai kasus-kasus
kenakalan remaja, dongeng mengenai moral, atau teladan dari perilaku sehari-hari
akan sedikit “memaksa” otak prefrontal cortex untuk berkembang.

Perkembangan Kognitif

Perkembangan anak usia 1-2 tahun

Segera setelah anak mampu memberikan respon terhadap bahasa dan telah memahami
kesamaan dari benda-benda yang dilihatnya maka kemampuan anak untuk memahami
konsep-konsep mulai muncul. Perkembangan bahasa anak dan kemampuan kognitifnya
berkembang linear/sejalan. Semakin baik kemampuannya untuk berkata-kata maka
perkembangan kognitifnya juga akan turut berkembang. Begitu pula sebaliknya. Pada usia
ini, kemampuan kognitif anak telah mencapai pemahaman sebab akibat sederhana misalnya :
jika anda memutar kunci dan kenop pintu maka anak tahu pintu akan terbuka. Selain
pemahaman sebab akibat, anak juga dapat mencari jalan keluar sendiri untuk permasalahan
sederhana yang ia hadapi misalnya : jika ia lapar maka ia perlu meminta makan kepada anda.
Menurut Piaget, tokoh perkembangan kognitif anak-anak, tahapan kognitif anak usia ini
disebut tahap praoperasional. Maksudnya, pada masa ini anak dapat berpikir jika ia dapat
melihat, memegang dan merasakan objek/perilaku sebagai alat bantunya dalam berpikir. Jadi
jika anda hendak mengajarkan bagaimana memegang gelas yang benar agar tidak tumpah
maka anda harus menjelaskan dengan memegang gelasnya. Kemudian mintalah anak untuk
menirukan gerakan tangan anda. Anda tidak dapat mengajarkan anak usia ini hanya dengan
teori karena imajinasinya masih sangat terbatas.

Berikut ini beberapa kemampuan kognitif yang dicapai oleh anak usia ini :

1. Mampu mengelompokkan benda berdasarkan warna dan bentuk geometris


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fantz (Santrock, 1995), pada bayi usia 2-3
bulan, mereka tertarik terhadap benda yang memiliki pola daripada warna atau
kecerahan misalnya mereka lebih lama mengamati pada wajah, benda yang tercetak
atau mata sapi jantan daripada piringan berwarna merah, kuning, atau putih. Namun,
banyak juga tokoh lain yang mengatakan bahwa bayi menyukai warna-warna yang
tajam seperti warna kuning dan merah. Mana yang benar ? pemberian keduanya yaitu
pola dan warna tampaknya lebih baik daripada kita membingungkan mana yang lebih
baik dari yang lainnya.

Seiring beranjaknya usia, kesukaan anak terhadap warna menempati urutan kedua. Di
usia 2 tahun ini, anak tertarik terhadap bentuk. Ditambah lagi adanya keterampilan
menjumput dapat menunjang kemampuan anak dalam menggolongkan benda
berdasarkan kesamaan bentuk dan warnanya.

2. Mampu bermain secara khayalan


Sebelum usia ini, anak dapat dilatih memasuki dunia khayal dengan cara dibacakan
buku cerita. Gambar yang ada di buku akan membantu anak membangun
imajinasinya. Kemudian secara bertahap anak memasuki dunia khayalannya.
Misalnya dalam permainan pura-pura mandi dengan sabun kemudian mengeringkan
badan dengan handuk. Permainan pura-pura kemudian meningkat menjadi permainan
menggunakan benda atau orang lain sebagai subjek permainan misalnya memandikan
bonekanya seperti mama memandikan dirinya. Hal ini mulai berkembang bersamaan
dengan penggunaan kalimat yang terdiri subjek predikat dan objek setelah anak usia 2
tahun.

Anda mungkin juga menyukai