TINJAUAN PUSTAKA
Sistem adhesif dalam kedokteran gigi telah dipakai selama 30 tahun terakhir.
Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat
18
diandalkan dan bertahan lebih lama. Sistem adhesif yang lebih baru menghasilkan
kekuatan perlekatan yang tinggi pada dentin yang lembab dan kering, dengan
pembuangan smear layer secara keseluruhan ataupun sebagian. Akan tetapi, kekuatan
perlekatan dapat bervariasi tergantung pada kelembaban intrinsik dentin, daerah yang
dietsa, dan bahan adhesifnya.
19
keadaan yang berhubungan dengan dental adhesion akan melibatkan adhesive joint.
Adhesive joint adalah hasil interaksi lapisan bahan intermediet (adhesive atau
adherent) dengan dua permukaan (adherend) menghasilkan dua buah adhesive
interface. Enamel bonding agent yang melekat di antara enamel yang dietsa dan
2
Gambar 1.
Perlekatan yang kuat bahan tumpatan pada dentin sulit didapatkan bila
dibandingkan ke permukaan enamel meskipun telah dilakukan pengetsaan asam. Hal
ini disebabkan adanya komponen tertentu yang dimiliki dentin seperti struktur
tubulus dentin, kelembaban intrinsik dentin dan bersifat lebih hidrofilik dibanding
20
enamel. Beberapa faktor yang memberikan pengaruh pada perlekatan dentin antara
lain komposisi dari dentin (dentin mengandung air lebih banyak 12%, kolagen 18%
dan hidroksiapatit 70%), adanya cairan di dalam tubulus dentin, prosesus odontoblast
yang terdapat pada tubulus dentin, jumlah dan lokasi dari tubulus dentin, serta
keberadaan smear layer. Smear layer tersebut dapat menutup tubulus dentin dan
berperan sebagai barrier difusi sehingga mengurangi permeabilitas dentin.
18
Permukaan dentin yang telah dietsa dapat dikeringkan dengan dua cara yaitu
teknik wet-bonding dan dry-bonding. Teknik wet-bonding yaitu permukaan dentin
dikeringkan dengan cara blotting sehingga permukaan dentin dalam kondisi lembab.
Teknik dry-bonding yaitu permukaan dentin dikeringkan dengan semprotan udara
10
Penelitian in vitro yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kondisi dentin yang
basah dapat memberi pengaruh buruk dan dapat mengurangi kekuatan perlekatan
bahan adhesif pada dentin, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kanca
menunjukkan kekuatan perlekatan bahan adhesif dengan pelarut aseton secara
signifikan lebih tinggi pada permukaan dentin yang basah daripada permukaan dentin
yang kering. Tay et al menyebutkan bahwa bahan adhesif yang menggunakan primer
berpelarut air pada permukaan dentin yang basah akan menimbulkan fenomena
10
over-wet.
Banyak praktisi masih mengeringkan gigi yang telah dietsa untuk memeriksa
enamel yang teretsa. Karena tidak mungkin mengeringkan enamel tanpa
mengeringkan
dentin,
kolagen
dentin
kolaps
selama
pengeringan
udara,
dan mencegah infiltrasi resin. Adanya air dalam komposisi beberapa bahan adhesif
dapat membasahkan serat kolagen sehingga membuka celah untuk infiltrasi resin
primer. Oleh karena itu, adanya solvent organik dan air dapat menjadi dasar untuk
infiltrasi beberapa adhesif ke dalam dentin yang terdemineralisasi.
Kanca cit. Yesilyurt membagi sistem adhesif menjadi dua jenis ditinjau dari
19
tekniknya, yaitu sistem total-etching dan sistem self-etching. Van Merbeek B et al.
cit. Purnama Dewi membagi bahan adhesif berdasarkan jumlah tahap-tahap dalam
aplikasi klinisnya yaitu total-etching three-step adhesive (generasi keempat), totaletching two-step adhesive (generasi kelima), self-etching two-step adhesive (generasi
10
Perbedaan dari
generasi-generasi bahan adhesif yang telah ada terletak pada perlakuan yang
21
Solvent
Kerugian
Aseton
Cepat kering
Etanol/air
Air
Tanpa solvent
bonding
resin telah digabung,
16,22
16
adhesif.
22
untuk penetrasi monomer resin. Efek pengetsaan sistem adhesif one-step self-etching
berhubungan dengan interaksi monomer fungsional asam dengan komponen mineral
substrat gigi, dan membentuk kesatuan antara permukaan gigi dan adhesif oleh
demineralisasi yang simultan dan penetrasi resin. Sistem adhesif one-step self-etching
harus mengandung air serta monomer hidrofilik yang larut terhadap air seperti 2hidroksietil metakrilat (HEMA), sehingga monomer asam dapat penetrasi ke dalam
dentin yang hidrofilik. Kedalaman demineralisasi selama aplikasi adhesif tergantung
pada tipe monomer asam, konsentrasinya, dan lamanya aplikasi serta komposisi
dentin.
24
dentin yang kering, permukaan dentin dapat dikeringkan setelah preparasi kavitas.
26
yaitu sistem adhesif ini tidak teretsa terlalu jauh ke dalam dentin di bawah smear
25
layer.
Pada sistem ini, smear layer tidak disingkirkan sehingga sensitivitas post-
operative, yang disebabkan infiltrasi resin yang tidak sempurna pada tubulus dentin,
25,26
dapat dikurangi.
25
22
perlekatan.
kimia
dengan
kristal
hidroksiapatit
di
dalam
smear
layer
yang
terdemineralisasi sebagian dapat dipertimbangkan. Di samping itu, monomer selfreinforcing Bond Force diperlukan untuk memberikan lapisan adhesif yang lebih kuat
27
perlekatan.
Penelitian terdahulu pernah mengevaluasi efek dari aplikasi multipel dari selfetching atau self-priming adhesives. Meskipun dianjurkan teknik aplikasi double dari
terhadap kekuatan perlekatan tergantung pada bahan adhesif itu sendiri. Meskipun
ketebalan lapisan adhesif mempengaruhi kekuatan perlekatan, namun hal ini dapat
ditanggulangi dengan memperpanjang waktu pengeringan udara pada bahan
17
adhesif.
Agitasi yang lemah dari bahan adhesif dapat meningkatkan difusi ke dentin
yang terdemineralisasi, terutama bahan adhesif dengan viskositas yang lebih tinggi.
Agitasi yang kuat harus dihindari karena solvent yang tersisa akan berperan sebagai
28
IIjima et al menyatakan
bahwa bertambahnya waktu aplikasi dan agitasi tidak menambah shear bond strength
secara signifikan. Miyazaki et al cit IIjima et al meneliti shear bond strength pada
enamel jika self-etching bonding diaplikasikan dengan dan tanpa agitasi, dan
melaporkan bahwa kekuatan perlekatan ke enamel bertambah dengan agitasi pada
Imperva Fluorobond, MacBond II dan Unifil Bond. Tetapi, tidak ditemukan adanya
29
30
pada dentin yang kering kekuatan perlekatan paling tinggi didapatkan ketika
dilakukan agitasi yang kuat pada dentin. Ketika dentin dalam keadaan lembab, agitasi
31
29
13
Dalam penelitian ini, akan diuji shear bond strength bahan adhesif one-step
self-etching dengan waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik pada bahan
adhesif.
2.2. Resin Komposit
Resin komposit didefinisikan sebagai bahan tumpatan sewarna gigi yang
mempunyai kombinasi dari tiga dimensi dari sekurang-kurangnya dua bahan kimia
yang berbeda dengan suatu komponen pemisah yang berada di antara keduanya.
1,32
Bahan resin komposit diperkenalkan dalam profesi kedokteran gigi pada awal tahun
1
1960. Bahan ini pada dasarnya merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh R.
Bowen.
32
Resin komposit yang pertama kali diciptakan adalah bahan yang sifatnya
autopolimerisasi
(swa-polimer),
sedangkan
berikutnya
adalah
bahan
yang
polimerisasinya dibantu dengan sinar. Resin ini berbahan dasar BIS-GMA, yang saat
ini banyak digunakan, merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi
antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat.
34
diperoleh melalui aktivasi kimia atau energi dari luar (panas dan penyinaran). Pada
resin komposit aktivasi sinar, pengkerutan terjadi ke arah sumber sinar. Pada resin
komposit aktivasi kimiawi, pengkerutan terjadi ke arah tengah dari massa resin.
Pengkerutan polimerisasi berhubungan dengan c-factor (faktor konfigurasi). C-factor
merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang
bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya pengkerutan
polimerisasi.
33
menimbulkan sensitivitas post operative, fraktur gigi, kebocoran mikro dan resiko
33
28
telah menjadi strategi yang efektif untuk hal ini. Pada teknik insersi incremental,
lapisan pertama resin komposit diletakkan pada gingival floor, lapisan kedua serta
ketiga ditempatkan secara diagonal, dan lapisan terakhir digunakan untuk
35
1,33
2,5,7,8
diadaptasikan, lebih fleksibel, radiopak, dan tersedia dalam warna yang berbeda.
Resin komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih rendah dapat digunakan
untuk pit dan fisur sealant atau restorasi anterior yang kecil, sedangkan resin
komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih tinggi dapat digunakan untuk
2
yang tinggi,
fillernya berkisar antara 48-65% volume. Komposisi filler yang tinggi dapat
menyebabkan kekentalan atau viskositas bahan menjadi meningkat sehingga sulit
untuk mengisi celah kavitas yang kecil. Tetapi dengan semakin besarnya komposisi
filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi,
memiliki koefisien thermal yang hampir sama dengan struktur gigi, dan adanya
perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal. Resin komposit ini juga diharapkan
dapat menunjukkan sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik karena memiliki
4
kandungan filler yang tinggi. Kelebihan dari resin komposit packable yaitu mudah
dirapikan, mudah mendapatkan kontak yang bagus, dan mudah membentuk anatomi
oklusal, sedangkan kekurangannya yaitu sulit beradaptasi antara satu lapisan dengan
5,6
diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II dengan luas kavitas yang kecil, klas V,
dan MOD.
2,4,7
Pada penelitian ini akan dilakukan penumpatan pada klas I restorasi resin
komposit. Resin komposit jenis packable memiliki viskositas yang tinggi sehingga
memiliki kekuatan fisik dan mekanis yang tinggi. Resin komposit jenis packable juga
diindikasikan pada restorasi klas I. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipakai resin
komposit jenis packable untuk penumpatan klas I.
2.3. Waktu pengeringan terhadap bahan adhesif one-step self-etching
Sistem adhesif one-step self-etching menggabungkan self-etching primer dan
16,17
menghilangkan hidroksiapatit yang terlarut dan smear plug pada substrat yang
14
monomer hidrofilik untuk menambah kelembaban dan infiltrasi monomer resin yang
hidrofobik ke dalam matriks demineralisasi pada permukaan dentin yang teretsa.
17
13,14
ini sangat permeabel dan mengurangi kemampuannya untuk menutup dentin secara
hermetis.
14
16
temperatur 38 C.
13
14
37
Prinsip adhesi :
Terjadi apabila dua substansi bergabung atau berkontak karena adanya gaya
tank menarik antara keduanya. Material adhesif adalah material yang digunakan untuk
menghasilkan adhesi, sedangkan adheren adalah tempat dilekatkannya material
adhesif. Kualitas adhesi tergantung pada sifat permukaan dan material adhesif. Adhesi
yang baik dapat diperoleh apabila permukaan struktur gigi cukup kasar secara
mikroskopis dan makroskopis, serta bersih dari debris.
Agar diperoleh suatu perlekatan yang baik maka hendaknya :
1. Permukaan substrat harus bersih
2. Material adhesif dapat membasahai subsrat dengan baik, mempunyai sudut
kontak kecil, dan mengalir ke seluruh permukaan
3. Adaptasi dari substrat menghasilkan perelekatan material tanpa adanya udara
yang terperangkap.
4. Interface mempunya sifat fisik, mekanik yang cukup atau kekuatan mekanik yang
dapat menahan kekuatan debonding (pelepasan)
5. Adhesif hams bisa sempurna dibawah kondisi yang direkomendasikan dalam
penggunaannya
Mekanisme debonding :
Debonding : terjadi oleh karena proses dari terbentuknya keretakan dan perambatan
keretakan
yang
menyebabkan
kegagalan
perlekatan.Berbagai
macam
tes
dapat
dikembangkan untuk mengukur kekuatan ikatan anatara dua material. Contoh : semen
dengan metal, porselin dengan metal (lab), atau bahan adhesive dengan email atau dentin
gigi.
Contoh pemakaian bonding :
Adhesi komposit pada email yang dietsa antara 20 sampai 24 Mpa.
7.2. Sifat Bahan Bonding
Adhesi merupakan hasil dari retensi mekanikal dari polimer matrik agent
bonding ke dalam permukaan etsa yang kasar dari enamel. Kegagalan bisa terjadi
dalam komposit, menggambnarkan kekuatan tensile. Bonding terbentuk antara agent
polimer mempunyai viskositas rendah dan permukaan email. Kekuatan tergantung pada
penetrasi resin ke dalam permukan email yang irreguler. Untuk memperoleh kekuatan
ikatan yang optimum, permukaan harus diperlakukan dengan etsa. Biasanya asam
phosphat 35 sampai 50 %. Etsa permukan email akan menambah luas area untuk
bonding, menaikan surface energi untuk memudahkan wetting, Bonding yang adekuat
tergantung pada permukaan etsa yang kering, sehingga harus dijaga dari kontaminasi
saliva.
7.3. Bonding Email dan Dentin
Modifikasi email dan dentin :
Berbagai surface treatment telah diuji coba untuk meningkatkan perlekatan
material pada email dan dentin, yaitu dengan menggunakan enzim, chelating agent,
asam dan alkali.
Teknik etsa asam merupakan teknik yang banyak digunakan untuk memodifikasi
email. Etsa asam akan menghasilkan :
1. Menghilangkan debris dari permukaan email
2. Membentuk pori-pori pada email
3. Meningkatkan energi bebas permukaan email
4. Memperluas area permukaan email.
Email dan dentin bonding agent untuk direct komposit
Bonding agent modern berisi 3 komposisi utama yaitu :
(etsa asam, primer dan adhesif) dapat dikemas sendiri-sendiri atau kombinasi.
Sekarang telah Nadir bonding agent generasi 4, 5 dan 6
Komposisi :
Etchants
Keuntungan
Kerugian
Acetone
Cepat mengering
Dapat
menguap
sensitif dalam
dentin,
dalam kemasan,
diperlukan
pengolesan
sensitif
kondisi
basah
dentin
Air
terhadap mempengaruhi
adjesif
bila
tidak
Adhesif
Pada umumnya bersifat hidropob, oligomer dimethakrilat yang kompatibel
dengan monomer yang digunakan dalam polimers maupun komposit.
Inisiator dan accelerator
Sebagian
besar
bonding
mrnggunakan sistem
polimerisasai
dan berisi
filler adalah mikrofiller, juga disebut nanofillers dan sub-micron glass. Filler dalam
material bonding cenderung untuk mengahsilkan perlekatan in vitro yang lebih tinggi.
Kandungan lain
Bonding mungkin mengandung fluoride atau material antimikroba. Salah satunya
mengandung glutaraldehyde sebagai desensitizer.
Sifat-sifat material bonding :
Sifat laboratories :
Kekuatan perlekatan
Sebagian menghasilkan kekuatan perlekatan dengan email dan dentin
superfidsial sebesar 15 sampai 35 Mpa. Pada dentin yang lebi dalam kekuatan ini akan
cnederung menurun, atau lebih kecil dianding pada dentn superfisial.
Kekuatan fatigue :
Merupakan kombinasi dari kekuatan meknikal dan stress dari thermal cycling,
dapat menghasilkan sekitar satu jenis juta cyles pada interface sebanyak I jta
pertahun.kekuatan dalaminterface yang Leah akan menyebabkan debonding dan terjadi
mikroleakage cairan mengalir. Selanjutnya menyebabkan sakit.
Sifat biologi
Solvent dan monomer dalam bonding mempunyai sifat mengiritasi kulit yang
ringan sepertti matral 2-hyroxyethylmetacrylate(HEMA), tidak sekompatibel monomer.
Material bonding mungkin menyebabkan reaksi lokal dan sistematik pada dokter gigi
atau perawat gigi. Untuk mengatasi hal tersebut dianjurkan menggunakan sarung
tangan, menyipan botol dalam tutupan yang rapat, penggantian udara. Tetapi apabila
material sudah terpolimerisasi, efeknya akan berkurang.
Sifat klinik
Bonding email akan suskses apabila email teretsa dengan baik, terbentuk
mikrotag material terpolimerisasi dengan baik.
Ukuran keberhasilan bonding adalah :
1. Sensitifitas setelah penumpatan
2. Pewarnaan interfasial
3. Sekunder karies
4. Retensi atau fraktur setelah 18 bulan
7.4. Bonding Untuk Bahan lain
Amalgam
Sistem ini digunakan untuk adhesi amalgam dengan struktur gigi, amalgam
dengan amalgam atau amalgam dengan logam lain. Sistem ini membutuhkan dua
karakteristik untuk mendapatkan pembasahan yang optimal, karena amalgam hidropob
dan email hidrofilik. Monomer 4-META sexing digunakan sebagai amalgam bonding.
Komposit
Bonding meliputi dua material yaitu struktur gigi dan bagian bawah restorasi
komposit indirek. Biasanya digunakan semen resin komposit. Untuk menambah
kekuatan biasanya dilakukan blasting (microetching) menggunakan aluminium oxide,
asam hidrofluide gel atau menggunakan primers. Sandblaasting akan mengasarkan
permukaan, etsa akan menghilangkan smear layer dan sedikit melarutkan partikel filler.
Sedangkan primers akan menghasilkan pembasahan yang baik dan perlekatan kimiawi.
Primers yang dihasilkan pabrik biasanya mengandung kombinasi silanemonomer. Bonding semen komposit umumnya menghasilkan kekuatan perlekatan 20-35
MPa.
Ceramik
Restorasi ceramik dilekatkan pada email dan dentin menggunakan sistem
bonding. Pada bagian permukaan dalam/bawah ceramik (onlay, inlay mahkota atau
jembatan) dietsa dengan asam hidrofluorik gel 5 sampai 9 %. PH gel bivasanya sangant
rendah dan dapat menghilangkan smear layer. Kecuali pada ceramik dengan
kandungan aluminium atau circonia.
restorasi
2.
Bonding semen komposit biasanya menggunakan sistem light cured tetapi lebih sering
dual cured atau self-cured. Besarnya kekuatan perlekatan berkisar 20-40 MPa.
Composite bonded to cast alloy
Kadang diperlukan perlekatan resin komposit pada alloy. Secara tradisional
retensi dibuat secara makromekanikal. Kemudian dikenalkan cars "Silicoating". Yaitu
suatu metode untuk menghasilkan permukaan yang mampu berikatan secara kimia.
Teknik ini dipergunakan pada alloi emas, kobalt-kromium, silver paladium, dan titanium.
Caranya dengan mengasarkan permukaan alloi menggunakan sandblasting 250 gm
A1203, dibersihkan dan dicoating dengan silika, diberi silane, primed dan material
bonding komposit.
Sekarang menggunakan cairan primers yang berisi monomer thiphosphate.
Material ini sangat bagus dalam menghasilkan ikatan antara komposit dengan metal,
sekiatar 18-30 MPa.
Memperbaiki (Repair) restorasi : Komposit, ceramik dan porcelin-fused to metal
Penyebab kerusakan :
1. Pemakaian yang lama
2. Memperbaiki warn
3. Kerusakan permukaan restorasi
Diperbaiki dengan veneer ini menggunakan resin komposit. Kerusakan
dihilangkan, diperluas sampai email, tepi dikasarkan dan dietsa, primer diaplikasikan
pada email. Bonding agent diaplikasikan dan terakhir material restorasi ditambahkan
dan dikurang. Akan dihasilkan reparasi yang bagus dengan kekuatan perlekatan 20-35
MPa.
DAFTAR PUSTAKA
Combe EC. 1981. Notes on Dental Materials. 9th ed. Churchill Livingstone, Edinburgh.
Ferracane JL. 2001. Materials Dentistry, Principals and Applications. 2nd ed.
Lippincot
Williams & Wilkins. A Walter Kluwer Co., Philadelphia
Phillips RW. 1991. Science of Dental Materials. 9th ed. WB Saunders Co., Harcourt
Barce Jovanovich Inc., Philadelphia
Shalaby SW. 1995. Non-Blood-Interfacing Implants for Soft Tissue. The Biomedical
Engineering . Bronzino JD (edit). CRC Press & IEEE Press, A CRC
Handbook Pub., In Corporation with IEEE Press, Boca Raton Florida
Craig RW. Dan Powers JM. 2002. Restorative Dental Materials. 11th ed. Mosby.
Philadelphia