Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem adhesif dalam kedokteran gigi telah dipakai selama 30 tahun terakhir.
Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat
18

diandalkan dan bertahan lebih lama. Sistem adhesif yang lebih baru menghasilkan
kekuatan perlekatan yang tinggi pada dentin yang lembab dan kering, dengan
pembuangan smear layer secara keseluruhan ataupun sebagian. Akan tetapi, kekuatan
perlekatan dapat bervariasi tergantung pada kelembaban intrinsik dentin, daerah yang
dietsa, dan bahan adhesifnya.

19

Perkembangan teknologi adhesif dibidang kedokteran gigi berkaitan erat dengan


konsep minimal invasive dentistry, yaitu tindakan perawatan dengan mengutamakan
konservasi jaringan gigi yang sehat serta mengurangi intervensi yang tidak diperlukan (
Shahdad dan Kennedy, 1998; Setien et al., 2001). Salah satu perkembangan material
yang mendukung konsep tersebut adalah ditemukannya resin komposit sebagai material
restorasi yang bersifat adhesif dengan preparasi kavitas minimal (Devigus, 2011) dan
mempunyai unsur estetik yang tinggi karena berbagai pilihan warna yang sesuai dengan
warna natural dari gigi yang berbeda untuk setiap individu (Gordan et al., 2003).
1. Sistem Adhesif
Kata adhesif berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti melekatkan.
Secara terminologi, adhesi adalah suatu proses interaksi zat padat maupun cair dari
suatu bahan (adhesive atau adherent) dengan bahan yang lain (adherend) pada sebuah
interface. Dental adhesion biasanya disebut juga dengan dental bonding. Kebanyakan
Universitas Sumatera Utara

keadaan yang berhubungan dengan dental adhesion akan melibatkan adhesive joint.
Adhesive joint adalah hasil interaksi lapisan bahan intermediet (adhesive atau
adherent) dengan dua permukaan (adherend) menghasilkan dua buah adhesive
interface. Enamel bonding agent yang melekat di antara enamel yang dietsa dan
2

bahan resin komposit, merupakan dental adhesive joint yang klasik.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1.

Skema adhesi dan adhesive


2
joint dental

Perlekatan yang kuat bahan tumpatan pada dentin sulit didapatkan bila
dibandingkan ke permukaan enamel meskipun telah dilakukan pengetsaan asam. Hal
ini disebabkan adanya komponen tertentu yang dimiliki dentin seperti struktur
tubulus dentin, kelembaban intrinsik dentin dan bersifat lebih hidrofilik dibanding
20

enamel. Beberapa faktor yang memberikan pengaruh pada perlekatan dentin antara
lain komposisi dari dentin (dentin mengandung air lebih banyak 12%, kolagen 18%
dan hidroksiapatit 70%), adanya cairan di dalam tubulus dentin, prosesus odontoblast
yang terdapat pada tubulus dentin, jumlah dan lokasi dari tubulus dentin, serta
keberadaan smear layer. Smear layer tersebut dapat menutup tubulus dentin dan
berperan sebagai barrier difusi sehingga mengurangi permeabilitas dentin.

18

Permukaan dentin yang telah dietsa dapat dikeringkan dengan dua cara yaitu
teknik wet-bonding dan dry-bonding. Teknik wet-bonding yaitu permukaan dentin
dikeringkan dengan cara blotting sehingga permukaan dentin dalam kondisi lembab.
Teknik dry-bonding yaitu permukaan dentin dikeringkan dengan semprotan udara
10

yang menghasilkan permukaan dentin yang benar-benar kering.

Teknik wet-bonding mencegah perubahan yang timbul (kolapsnya kolagen)


saat pengeringan dentin yang terdemineralisasi. Penggunaan bahan adhesif pada
dentin yang lembab dimungkinkan oleh penggabungan solvent organik aseton atau
etanol dalam primer atau adhesif. Karena solvent dapat menggantikan air dari
permukaan dentin dan kolagen yang lembab, hal tersebut mendukung infiltrasi
monomer resin ke dalam kolagen. Teknik wet-bonding meningkatkan kekuatan
9

perlekatan karena air mempertahankan porositas kolagen untuk difusi monomer.

Penelitian in vitro yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kondisi dentin yang
basah dapat memberi pengaruh buruk dan dapat mengurangi kekuatan perlekatan
bahan adhesif pada dentin, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kanca
menunjukkan kekuatan perlekatan bahan adhesif dengan pelarut aseton secara
signifikan lebih tinggi pada permukaan dentin yang basah daripada permukaan dentin
yang kering. Tay et al menyebutkan bahwa bahan adhesif yang menggunakan primer
berpelarut air pada permukaan dentin yang basah akan menimbulkan fenomena
10

over-wet.

Banyak praktisi masih mengeringkan gigi yang telah dietsa untuk memeriksa
enamel yang teretsa. Karena tidak mungkin mengeringkan enamel tanpa

mengeringkan

dentin,

kolagen

dentin

kolaps

selama

pengeringan

udara,

menyebabkan penutupan celah mikro dalam kolagen. Jika dilakukan pengeringan


udara pada dentin yang demineralisasi maka dapat mengakibatkan kolapsnya kolagen
14

dan mencegah infiltrasi resin. Adanya air dalam komposisi beberapa bahan adhesif
dapat membasahkan serat kolagen sehingga membuka celah untuk infiltrasi resin
primer. Oleh karena itu, adanya solvent organik dan air dapat menjadi dasar untuk
infiltrasi beberapa adhesif ke dalam dentin yang terdemineralisasi.

Kanca cit. Yesilyurt membagi sistem adhesif menjadi dua jenis ditinjau dari
19

tekniknya, yaitu sistem total-etching dan sistem self-etching. Van Merbeek B et al.
cit. Purnama Dewi membagi bahan adhesif berdasarkan jumlah tahap-tahap dalam
aplikasi klinisnya yaitu total-etching three-step adhesive (generasi keempat), totaletching two-step adhesive (generasi kelima), self-etching two-step adhesive (generasi
10

keenam) dan self-etching one-step adhesive (generasi ketujuh).

Perbedaan dari

generasi-generasi bahan adhesif yang telah ada terletak pada perlakuan yang
21

diberikan terhadap smear layer.

Self-etching telah diperkenalkan untuk mengurangi sensitivitas teknik dengan


22

menyederhanakan langkah bonding , yaitu menggabungkan langkah conditioning


dengan langkah infiltrasi monomer hidrofilik (priming). Demineralisasi jaringan
keras gigi terbatas pada daerah infiltrasi monomer. Monomer self-etching yang lemah
dengan pH 2 atau self-etching yang kuat dengan pH 0.8 sudah tersedia saat ini.
Beberapa produk mengandung semua substansi yang digunakan untuk adhesi dalam
23

satu kemasan (one-bottle system).

Keuntungan dan kerugian primer dengan


7

bermacam solvent dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PRIMER DENGAN BERMACAM


SOLVENT
Keuntungan

Solvent

Kerugian

Aseton

Cepat kering

Etanol/air

Lebih lama menguap,


kurang sensitif pada
kelembaban dentin
Lambat menguap, tidak
sensitif pada kelembaban
dentin
Tidak diperlukan
pengeringan, diperlukan
satu lapisan

Air
Tanpa solvent

Menguap dengan cepat setelah


dikeluarkan, dapat menguap dari
kemasan; sensitif pada kelembaban
dentin; diperlukan lapisan yang
multipel; menimbulkan bau
Diperlukan waktu pengeringan yang
lebih lama
Diperlukan waktu pengeringan yang
lama; air dapat menghalangi adhesif
jika tidak dihilangkan
Ketebalan lebih tinggi

Sistem adhesif generasi ke-7 menggunakan sistem self-etching sebagai


karakteristik utamanya, yaitu sistem one-step self-etching. Sistem adhesif ini disebut
10

juga dengan all-in-one adhesive system,

ketiga langkah etsa, priming, dan

bonding
resin telah digabung,

16,22

dalam satu kemasan dengan air, etanol atau aseton.

16

Aplikasi dari asam primer menyebabkan demineralisasi dentin dan penetrasi


22

adhesif.

Air dan monomer hidrofilik merupakan komponen penting yang akan

menghasilkan ion hidrogen yang diperlukan untuk melarutkan dan mendemineralisasi


16

22

gigi. Etanol dan/atau aseton juga mendukung kelarutan monomer resin.

Untuk mendapatkan perlekatan ke dentin yang stabil, sistem adhesif self-etch


harus berpenetrasi melewati smear layer ke dalam dentin. Sistem adhesif one-step
self-etching mengandalkan demineralisasi sebagian dari permukaan dentin oleh
monomer asam untuk menghilangkan smear layer serta mengekspos serat kolagen

untuk penetrasi monomer resin. Efek pengetsaan sistem adhesif one-step self-etching
berhubungan dengan interaksi monomer fungsional asam dengan komponen mineral
substrat gigi, dan membentuk kesatuan antara permukaan gigi dan adhesif oleh
demineralisasi yang simultan dan penetrasi resin. Sistem adhesif one-step self-etching
harus mengandung air serta monomer hidrofilik yang larut terhadap air seperti 2hidroksietil metakrilat (HEMA), sehingga monomer asam dapat penetrasi ke dalam
dentin yang hidrofilik. Kedalaman demineralisasi selama aplikasi adhesif tergantung
pada tipe monomer asam, konsentrasinya, dan lamanya aplikasi serta komposisi
dentin.

24

Gambar 2 : Bonding resin pada dentin dengan teknik self9


etch
Sistem adhesif one-step self-etching adalah alternatif sistem adhesif yang
menguntungkan untuk restorasi karena dapat digunakan dengan mudah dan dirancang
25,26

untuk digunakan pada dentin yang kering

Walaupun tidak bisa mendapatkan


25

dentin yang kering, permukaan dentin dapat dikeringkan setelah preparasi kavitas.

Tujuan aplikasi bahan adhesif one-step self-etching adalah untuk memudahkan


prosedur restorasi dengan mengurangi langkah-langkah yang dibutuhkan dalam
prosedur bahan adhesif.

26

Keuntungan lain dari sistem adhesif one-step self-etching

yaitu sistem adhesif ini tidak teretsa terlalu jauh ke dalam dentin di bawah smear
25

layer.

Pada sistem ini, smear layer tidak disingkirkan sehingga sensitivitas post-

operative, yang disebabkan infiltrasi resin yang tidak sempurna pada tubulus dentin,
25,26

dapat dikurangi.

Secara klinis, sistem one-step self-etching ini tidak hanya

mengurangi jumlah tahap aplikasi, tetapi juga menghilangkan beberapa sensitivitas


26

teknik dari sistem total-etching.

Meskipun lapisan hybrid dangkal, kekuatan

perlekatan resin ke dentin sangat tinggi.

25

Pada umumnya sistem adhesif one-step self-etching atau sistem all-in-one


memiliki kemampuan perlekatan yang lebih lemah dibandingkan sistem adhesif lain.
Hal ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, asam, monomer hidrofilik dan
hidrofobik, solvent organik, dan air digabung bersama dalam satu atau dua botol ini
mempengaruhi fungsi dan efisiensi komponen ini menjadi buruk. Kedua, konsentrasi
solvent yang tinggi. Ketiga, kadar air yang tinggi dan viskositas yang rendah
menyebabkan lapisan adhesif yang tebal selama light cured. Keempat, kemungkinan
beberapa solvent yang tersisa (air),

mengganggu polimerisasi resin. Kelima, sifat

hidrofilik yang tinggi setelah polimerisasi, membuatnya berperan seperti membran


yang permeabel.

22

Pada sistem adhesif one-step self-etching, solvent dan monomer fungsional


biasanya 50% dari adhesif. Maka konsentrasi monomer hidrofobik cross-linking
berkurang drastis. Oleh karena kekuatan mekanis bahan adhesif diberikan oleh

polimerisasi monomer cross-linking, monomer hidrofobik yang lebih sedikit terdapat


pada permukaan gigi setelah aplikasi bahan adhesif ini mengganggu kekuatan
22

perlekatan.

Tokuyama Bond Force memiliki pH sebesar 2,3 sehingga dikelompokkan


sebagai self-etch yang ringan. Kemampuan self-etch yang lebih ringan untuk bereaksi
secara

kimia

dengan

kristal

hidroksiapatit

di

dalam

smear

layer

yang

terdemineralisasi sebagian dapat dipertimbangkan. Di samping itu, monomer selfreinforcing Bond Force diperlukan untuk memberikan lapisan adhesif yang lebih kuat
27

yang dapat menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi.

Reis et al cit. Shafiei et al melaporkan bahwa pengurangan kekuatan


perlekatan secara signifikan pada dentin terjadi dengan pembuangan solvent organik
(etanol atau aseton) pada dua macam sistem adhesif. Berkurangnya kekuatan
perlekatan ini ditandai dengan penetrasi monomer yang tidak sempurna ke dalam
dentin yang terdemineralisasi dan penggantian air mungkin mengakibatkan
pengenceran komponen resin, yang mengurangi derajat polimerisasi serta kekuatan
22

perlekatan.

Pengetsaan pada ujung enamel rod menghasilkan keuntungan yang besar.


Desain margin enamel dengan bevel 45 derajat merupakan desain yang paling umum
digunakan. Desain ini melindungi struktur gigi yang banyak dan mengekspos ujung
enamel rod. Jika dibandingkan dengan desain 90 derajat, desain dengan bevel 45
6

derajat memberikan penutupan yang lebih baik untuk enamel.

Penelitian terdahulu pernah mengevaluasi efek dari aplikasi multipel dari selfetching atau self-priming adhesives. Meskipun dianjurkan teknik aplikasi double dari

bahan adhesif untuk menambah kemampuan perlekatannya, tidak ada keuntungan


signifikan yang dilaporkan dari teknik aplikasi ini. Efek dari ketebalan lapisan adhesif
26

terhadap kekuatan perlekatan tergantung pada bahan adhesif itu sendiri. Meskipun
ketebalan lapisan adhesif mempengaruhi kekuatan perlekatan, namun hal ini dapat
ditanggulangi dengan memperpanjang waktu pengeringan udara pada bahan
17

adhesif.

Agitasi yang lemah dari bahan adhesif dapat meningkatkan difusi ke dentin
yang terdemineralisasi, terutama bahan adhesif dengan viskositas yang lebih tinggi.
Agitasi yang kuat harus dihindari karena solvent yang tersisa akan berperan sebagai
28

penghambat dan memberi efek buruk pada perlekatan.

IIjima et al menyatakan

bahwa bertambahnya waktu aplikasi dan agitasi tidak menambah shear bond strength
secara signifikan. Miyazaki et al cit IIjima et al meneliti shear bond strength pada
enamel jika self-etching bonding diaplikasikan dengan dan tanpa agitasi, dan
melaporkan bahwa kekuatan perlekatan ke enamel bertambah dengan agitasi pada
Imperva Fluorobond, MacBond II dan Unifil Bond. Tetapi, tidak ditemukan adanya
29

perbedaan signifikan untuk Clearfil SE Bond. Shah et al menyatakan bahwa agitasi


tidak menambah shear bond strength secara signifikan pada enamel yang kering tapi
memberikan pengaruh pada dentin yang basah.

30

Bianco et al menyatakan bahwa

pada dentin yang kering kekuatan perlekatan paling tinggi didapatkan ketika
dilakukan agitasi yang kuat pada dentin. Ketika dentin dalam keadaan lembab, agitasi
31

yang lemah dan kuat menghasilkan kekuatan perlekatan yang tinggi.

Ostby et al cit. IIjima et al melaporkan bahwa bertambahnya waktu aplikasi


dari Transbond Plus self-etching primer dari 3 detik menjadi 16 detik tidak

menambah shear bond strength secara signifikan. Velasquez et al cit IIjima et al


menyatakan bahwa shear bond strength dengan waktu aplikasi self-etching primer
untuk 30 detik secara signifikan lebih tinggi dari 10 detik.

29

Di samping pentingnya metode aplikasi yang berpengaruh pada kekuatan


perlekatan adhesif, faktor yang membedakan kekuatan perlekatan antara bahan
adhesif self-etching yang berbeda-beda seperti penggunaan monomer yang berbeda
dengan sifat yang berbeda, keasaman, stabilitas hidrolitik dan kapasitas interaksi
secara kimia. Faktanya, varian utama di antara bahan adhesif yang menentukan
tingkat penguapan air dan solvent seperti konsentrasi air/HEMA, adanya campuran
fotoinisiator dalam primer dan adanya etanol. Kekuatan perlekatan yang berkurang
dengan waktu pengeringan yang singkat disebabkan oleh solvent yang tersisa seperti
air dan etanol, yang berperan sebagai inhibitor penetrasi monomer dan polimerisasi.
Penemuan yang baru menunjukkan bahwa dengan penambahan 30% etanol pada
bahan adhesif yang diteliti dapat menghasilkan perubahan kekuatan perlekatan. Pada
penelitian yang sama, penambahan 50% etanol mengganggu polimerisasi resin.

13

Dalam penelitian ini, akan diuji shear bond strength bahan adhesif one-step
self-etching dengan waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik pada bahan
adhesif.
2.2. Resin Komposit
Resin komposit didefinisikan sebagai bahan tumpatan sewarna gigi yang
mempunyai kombinasi dari tiga dimensi dari sekurang-kurangnya dua bahan kimia
yang berbeda dengan suatu komponen pemisah yang berada di antara keduanya.

1,32

Bahan resin komposit diperkenalkan dalam profesi kedokteran gigi pada awal tahun
1

1960. Bahan ini pada dasarnya merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh R.
Bowen.

32

Resin komposit digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang


7

dan memodifikasi warna dan kontur gigi, serta menambah estetik.

Resin komposit yang pertama kali diciptakan adalah bahan yang sifatnya
autopolimerisasi

(swa-polimer),

sedangkan

berikutnya

adalah

bahan

yang

polimerisasinya dibantu dengan sinar. Resin ini berbahan dasar BIS-GMA, yang saat
ini banyak digunakan, merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi
antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat.

34

Resin komposit adalah monomer dimetakrilat, bahan ini mengeras melalui


mekanisme tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal bebas ini dapat
32

diperoleh melalui aktivasi kimia atau energi dari luar (panas dan penyinaran). Pada
resin komposit aktivasi sinar, pengkerutan terjadi ke arah sumber sinar. Pada resin
komposit aktivasi kimiawi, pengkerutan terjadi ke arah tengah dari massa resin.
Pengkerutan polimerisasi berhubungan dengan c-factor (faktor konfigurasi). C-factor
merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang
bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya pengkerutan
polimerisasi.

33

Hal ini dapat menyebabkan stress pada struktur gigi sehingga

menimbulkan sensitivitas post operative, fraktur gigi, kebocoran mikro dan resiko
33

terjadinya karies sekunder.

Dengan memperkecil tekanan interfasial selama peletakan restorasi penting


untuk mendapatkan perlekatan interfasial. Tekanan yang dihasilkan oleh pengerutan
polimerisasi menjadi perhatian utama. Peletakan resin komposit secara incremental

28

telah menjadi strategi yang efektif untuk hal ini. Pada teknik insersi incremental,
lapisan pertama resin komposit diletakkan pada gingival floor, lapisan kedua serta
ketiga ditempatkan secara diagonal, dan lapisan terakhir digunakan untuk
35

menyelesaikan tumpatan di bagian oklusal. Seperti yang dikatakan oleh beberapa


peneliti, salah satu keuntungan dari teknik incremental adalah pengurangan volume
dari setiap lapisan dapat diimbangi dengan lapisan berikutnya. Penelitian saat ini
mengindikasikan bahwa penggunaan teknik incremental mungkin efektif pada ukuran
kavitas yang besar. Teknik incremental dianjurkan pada kavitas klas I untuk
mengurangi c-factor sehingga memperkecil efek dari tekanan yang merugikan pada
perlekatan adhesif. Beberapa studi menunjukkan bahwa teknik incremental dapat
36

menambah kekuatan perlekatan pada kavitas klas I dan klas II.

Resin komposit yang beredar sekarang ini, polimerisasinya dibantu dengan


sinar tampak yang mengandung fotoinisiator champoroquinone yang peka dengan
panjang gelombang 460-470nm, sumber sinar harus diperiksa secara teratur dengan
2

intensitas 400 mW/cm dan membutuhkan sistem bonding untuk meningkatkan


kekuatan perlekatan (adhesi) pada struktur gigi.

1,33

Resin komposit diklasifikasikan berdasarkan viskositasnya, yaitu:


1. Resin komposit flowable
Resin komposit ini memiliki ukuran filler yang berkisar antara 0.04-1 m dan
1

persentase komposisi atau muatan fillernya berkurang hingga 44-54%. Resin


komposit flowable memiliki modulus elastisitas yang rendah, sehingga dapat
digunakan pada bagian servikal. Oleh karena kandungan filler yang rendah, resin
komposit ini menunjukkan tingginya pengerutan selama polimerisasi, daya tahan

2,5,7,8

pemakaian yang rendah, dan viskositas yang rendah.

Kelebihannya yaitu mudah


5,6

diadaptasikan, lebih fleksibel, radiopak, dan tersedia dalam warna yang berbeda.

Resin komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih rendah dapat digunakan
untuk pit dan fisur sealant atau restorasi anterior yang kecil, sedangkan resin
komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih tinggi dapat digunakan untuk
2

restorasi klas I, II, III, IV, dan V.

2. Resin komposit packable


Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable atau resin
4

komposit condensable. Resin komposit packable memiliki ukuran partikel filler


5,6

yang tinggi,

berkisar antara 0.7-2 m dan persentase komposisi atau muatan


1

fillernya berkisar antara 48-65% volume. Komposisi filler yang tinggi dapat
menyebabkan kekentalan atau viskositas bahan menjadi meningkat sehingga sulit
untuk mengisi celah kavitas yang kecil. Tetapi dengan semakin besarnya komposisi
filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi,
memiliki koefisien thermal yang hampir sama dengan struktur gigi, dan adanya
perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal. Resin komposit ini juga diharapkan
dapat menunjukkan sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik karena memiliki
4

kandungan filler yang tinggi. Kelebihan dari resin komposit packable yaitu mudah
dirapikan, mudah mendapatkan kontak yang bagus, dan mudah membentuk anatomi
oklusal, sedangkan kekurangannya yaitu sulit beradaptasi antara satu lapisan dengan
5,6

lapisan lainnya, sulitnya penanganan, dan estetis yang kurang.

Resin komposit ini

diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II dengan luas kavitas yang kecil, klas V,
dan MOD.

2,4,7

Pada penelitian ini akan dilakukan penumpatan pada klas I restorasi resin
komposit. Resin komposit jenis packable memiliki viskositas yang tinggi sehingga
memiliki kekuatan fisik dan mekanis yang tinggi. Resin komposit jenis packable juga
diindikasikan pada restorasi klas I. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipakai resin
komposit jenis packable untuk penumpatan klas I.
2.3. Waktu pengeringan terhadap bahan adhesif one-step self-etching
Sistem adhesif one-step self-etching menggabungkan self-etching primer dan
16,17

bonding dalam satu aplikasi.

Fase pencucian, yang diperlukan untuk

menghilangkan hidroksiapatit yang terlarut dan smear plug pada substrat yang
14

teretsa, dihilangkan pada sistem adhesif self-etching.

Dentin primer mengandung

monomer hidrofilik untuk menambah kelembaban dan infiltrasi monomer resin yang
hidrofobik ke dalam matriks demineralisasi pada permukaan dentin yang teretsa.

17

Sistem adhesif one-step self-etching mengandung konsentrasi solvent yang lebih


tinggi dan lebih hidrofilik.

13,14

Sifat hidrofilik tersebut mengakibatkan sistem adhesif

ini sangat permeabel dan mengurangi kemampuannya untuk menutup dentin secara
hermetis.

14

Sejak diperkenalkan sistem self-etching, pengeringan udara yang lemah


umumnya dianjurkan untuk menghilangkan solvent yang tersisa. Umumnya
pengeringan udara yang lemah harus dilakukan untuk mendapatkan kekuatan
perlekatan yang lebih tinggi. Dengan pengeringan udara yang kuat, air pada
13

permukaan interfasial dapat dihilangkan sehingga menambah efektivitas bonding.

Chiba et al melakukan penelitian tentang efek waktu pengeringan terhadap


bahan adhesif self-etching selama 0, 5 dan 10 detik. Hasil penelitian diperoleh waktu
pengeringan yang optimal adalah 5 detik. Pada penelitian tersebut juga dikemukakan
bahwa ketika pengeringan tidak digunakan (0 detik), solvent seperti air dan etanol
menghambat polimerisasi komponen resin dalam bahan adhesif. Kemungkinan waktu
pengeringan yang lebih lama dapat juga memberikan efek yang kurang baik pada
kekuatan perlekatan.

16

Sadr et al melakukan penelitian tentang efek waktu pengeringan solvent


terhadap bahan adhesif one-step self-etching dan two-step self-etching selama 2, 5
dan 10 detik. Hasil penelitian diperoleh micro-shear bond strength paling rendah
dengan waktu pengeringan 2 detik. Dengan waktu pengeringan 10 detik, bahan
adhesif two-step self-etching menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih baik
daripada bahan adhesif one-step self-etching. Pada bahan adhesif two-step selfetching, waktu pengeringan 10 detik telah dapat menghilangkan bahan primer yang
berlebihan dari permukaan dentin, sedangkan pada bahan adhesif one-step selfetching, waktu pengeringan yang baik adalah 5 detik karena telah tercapai konsentrasi
filler yang optimal. Penelitian terdahulu menunjukkan konsentrasi filler yang lebih
17

tinggi dari level optimal tidak menambah sifat-sifat dari resin.

Garcia et al melakukan penelitian tentang pengaruh waktu dan temperatur


pengeringan terhadap kekuatan perlekatan bahan adhesif ke dentin. Pada penelitian
ini digunakan waktu pengeringan selama 5, 20, 30 atau 40 detik dengan temperatur
o

21 C atau 38 C. Hasil penelitian diperoleh bahan adhesif two-step self-etching


menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih baik pada waktu pengeringan 20 detik

dan temperatur 38 C. Bahan adhesif one-step self-etching menunjukkan kekuatan


perlekatan yang lebih baik pada waktu pengeringan 30 detik dan 40 detik dengan
o

temperatur 38 C.

13

Mathews et al melakukan penelitian yang membandingkan cara untuk


menghilangkan air pada bahan adhesif self-etching dengan radiasi panas dan pengeringan
udara dan menyatakan bahwa pengeringan dengan udara pada gigi yang telah dilakukan
bonding direkomendasikan untuk menghilangkan air yang berlebihan.

14

Ikeda et al melakukan penelitian tentang efek pengeringan udara dan


penguapan solvent pada kekuatan bahan adhesif one-step yang kaya HEMA dengan yang
tanpa HEMA. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa waktu pengeringan udara
yang lebih lama menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi secara signifikan
untuk bahan adhesif yang kaya HEMA, tetapi tidak ada perbedaan signifikan pada bahan
adhesif yang tanpa HEMA.

37

Instruksi yang diberikan pada saat dilakukan pengeringan udara di mulut


pasien terlihat sulit dikarenakan variabel yang membatasi seperti bentuk atau konfigurasi kavitas,
posisi gigi di mulut, sensitivitas dentin terhadap tekanan udara yang besar pada gigi vital, dan
tekanan udara yang bervariasi dari semprotan udara yang berbeda
Mekanisme Terjadinya Adhesi
Setiap material restorasi membutuhkan retensi dengan berbagai sistem koneksi
atau perlekatan (attachement).
Adhesi atau bonding adalah fenomena yang terjadi bila dua substansi yang
berbeda bergabung menjdi satu, berkontak dengan karena adanya gaya tarikmenartik
diantara keduanya.
Adhesif : material yang digunakan untuk menghasilkan adhesi
Istilah bonding digunaskan untuk adhesi atau attachement.
Bonding dapat terjadi bila cairan masuk ke dalam porus atau celah permukaan
material. Karena adanya mechanical interlocking yang terjadi ketika cairan tersebut
mengeras, akan berbentuk ikatan (bond) yang kuat.
Adhesi = bonding
Universitas Gadjah Mada
17

Prinsip adhesi :
Terjadi apabila dua substansi bergabung atau berkontak karena adanya gaya
tank menarik antara keduanya. Material adhesif adalah material yang digunakan untuk
menghasilkan adhesi, sedangkan adheren adalah tempat dilekatkannya material
adhesif. Kualitas adhesi tergantung pada sifat permukaan dan material adhesif. Adhesi
yang baik dapat diperoleh apabila permukaan struktur gigi cukup kasar secara
mikroskopis dan makroskopis, serta bersih dari debris.
Agar diperoleh suatu perlekatan yang baik maka hendaknya :
1. Permukaan substrat harus bersih
2. Material adhesif dapat membasahai subsrat dengan baik, mempunyai sudut
kontak kecil, dan mengalir ke seluruh permukaan
3. Adaptasi dari substrat menghasilkan perelekatan material tanpa adanya udara
yang terperangkap.
4. Interface mempunya sifat fisik, mekanik yang cukup atau kekuatan mekanik yang
dapat menahan kekuatan debonding (pelepasan)
5. Adhesif hams bisa sempurna dibawah kondisi yang direkomendasikan dalam
penggunaannya

Mekanisme debonding :

Universitas Gadjah Mada


18

Debonding : terjadi oleh karena proses dari terbentuknya keretakan dan perambatan
keretakan

yang

menyebabkan

kegagalan

perlekatan.Berbagai

macam

tes

dapat

dikembangkan untuk mengukur kekuatan ikatan anatara dua material. Contoh : semen
dengan metal, porselin dengan metal (lab), atau bahan adhesive dengan email atau dentin
gigi.
Contoh pemakaian bonding :
Adhesi komposit pada email yang dietsa antara 20 sampai 24 Mpa.
7.2. Sifat Bahan Bonding
Adhesi merupakan hasil dari retensi mekanikal dari polimer matrik agent
bonding ke dalam permukaan etsa yang kasar dari enamel. Kegagalan bisa terjadi
dalam komposit, menggambnarkan kekuatan tensile. Bonding terbentuk antara agent
polimer mempunyai viskositas rendah dan permukaan email. Kekuatan tergantung pada
penetrasi resin ke dalam permukan email yang irreguler. Untuk memperoleh kekuatan
ikatan yang optimum, permukaan harus diperlakukan dengan etsa. Biasanya asam
phosphat 35 sampai 50 %. Etsa permukan email akan menambah luas area untuk
bonding, menaikan surface energi untuk memudahkan wetting, Bonding yang adekuat
tergantung pada permukaan etsa yang kering, sehingga harus dijaga dari kontaminasi
saliva.
7.3. Bonding Email dan Dentin
Modifikasi email dan dentin :
Berbagai surface treatment telah diuji coba untuk meningkatkan perlekatan
material pada email dan dentin, yaitu dengan menggunakan enzim, chelating agent,
asam dan alkali.
Teknik etsa asam merupakan teknik yang banyak digunakan untuk memodifikasi
email. Etsa asam akan menghasilkan :
1. Menghilangkan debris dari permukaan email
2. Membentuk pori-pori pada email
3. Meningkatkan energi bebas permukaan email
4. Memperluas area permukaan email.
Email dan dentin bonding agent untuk direct komposit
Bonding agent modern berisi 3 komposisi utama yaitu :
(etsa asam, primer dan adhesif) dapat dikemas sendiri-sendiri atau kombinasi.
Sekarang telah Nadir bonding agent generasi 4, 5 dan 6
Komposisi :
Etchants

1. (Maleic, tartaric, citric, EDTA, monomer asam)


2. Asam poliakrilat (polyacrylic acid)

3. Mineral (asam hidroklorik, asam nitra dan asam hydrofluorik)


Tetapi asam phosphat baik dalam bentuk cairan maupun dalam bentuk gel (37 %, 35 %
serta 10 %) memperlihatkan hasil etsa yang baik. Etsa asam juga disebut conditioners.
Primers :
Monomer hidrofilik biasanya tercampur dalam pelarut (solvent). Asam primer yang
berisis kelompok karbosiklik digunakan dalam bonding self-etchant. Solven yang
digunakan adala : aceton, ethanol-air atau air saja. Dalam beberapa pimers, solvent bisa
mencapai 90 % tetapi untuk bonding generasi 4 dan 5 tidak mengandung solvent.
Primers mempunyai perbedaan dalam : derajad penguapan, pola penegingan, dan
karakteristik penetrasi yang semua ini akan berpengaruh dalam perlekatan.
Tabel keuntungan dan kerugian berbagai macam solvent
Solvent

Keuntungan

Kerugian

Acetone

Cepat mengering

Dapat

menguap

sensitif dalam
dentin,

dalam kemasan,

keadaan basah dari

diperlukan

pengolesan

berulang, bau tajam


Etahanol/air

Mengering tidak begitu


cepat, kurang
dalam

Dibutuhkan waktu untuk penguapan

sensitif

kondisi

basah

dentin
Air

Menguap lambat, tidak


sensitif

terhadap mempengaruhi

keadaan basah dentin


Solvent-free

Waktu penguapan lama, air dapat


dihillangkan

Tidak menguap, lapisan Ketebalan tinggi


Tunggal

adjesif

bila

tidak

Adhesif
Pada umumnya bersifat hidropob, oligomer dimethakrilat yang kompatibel
dengan monomer yang digunakan dalam polimers maupun komposit.
Inisiator dan accelerator
Sebagian

besar

bonding

mrnggunakan sistem

polimerisasai

dan berisi

champoroquinome dan anime organik. Dengan sistem dual-cure bonding agent


menggunakan katalis untuk self-curing.
Fillers
Sebagian besar bonding tidak mengandung filler, tetapi ada sebaian produk yang
menggunakan filler anorganik yang bevariasi 0,5

sampai 40 % berat. Partikel

filler adalah mikrofiller, juga disebut nanofillers dan sub-micron glass. Filler dalam
material bonding cenderung untuk mengahsilkan perlekatan in vitro yang lebih tinggi.
Kandungan lain
Bonding mungkin mengandung fluoride atau material antimikroba. Salah satunya
mengandung glutaraldehyde sebagai desensitizer.
Sifat-sifat material bonding :
Sifat laboratories :
Kekuatan perlekatan
Sebagian menghasilkan kekuatan perlekatan dengan email dan dentin
superfidsial sebesar 15 sampai 35 Mpa. Pada dentin yang lebi dalam kekuatan ini akan
cnederung menurun, atau lebih kecil dianding pada dentn superfisial.
Kekuatan fatigue :
Merupakan kombinasi dari kekuatan meknikal dan stress dari thermal cycling,
dapat menghasilkan sekitar satu jenis juta cyles pada interface sebanyak I jta
pertahun.kekuatan dalaminterface yang Leah akan menyebabkan debonding dan terjadi
mikroleakage cairan mengalir. Selanjutnya menyebabkan sakit.
Sifat biologi
Solvent dan monomer dalam bonding mempunyai sifat mengiritasi kulit yang
ringan sepertti matral 2-hyroxyethylmetacrylate(HEMA), tidak sekompatibel monomer.
Material bonding mungkin menyebabkan reaksi lokal dan sistematik pada dokter gigi
atau perawat gigi. Untuk mengatasi hal tersebut dianjurkan menggunakan sarung

tangan, menyipan botol dalam tutupan yang rapat, penggantian udara. Tetapi apabila
material sudah terpolimerisasi, efeknya akan berkurang.
Sifat klinik
Bonding email akan suskses apabila email teretsa dengan baik, terbentuk
mikrotag material terpolimerisasi dengan baik.
Ukuran keberhasilan bonding adalah :
1. Sensitifitas setelah penumpatan
2. Pewarnaan interfasial
3. Sekunder karies
4. Retensi atau fraktur setelah 18 bulan
7.4. Bonding Untuk Bahan lain
Amalgam
Sistem ini digunakan untuk adhesi amalgam dengan struktur gigi, amalgam
dengan amalgam atau amalgam dengan logam lain. Sistem ini membutuhkan dua
karakteristik untuk mendapatkan pembasahan yang optimal, karena amalgam hidropob
dan email hidrofilik. Monomer 4-META sexing digunakan sebagai amalgam bonding.
Komposit
Bonding meliputi dua material yaitu struktur gigi dan bagian bawah restorasi
komposit indirek. Biasanya digunakan semen resin komposit. Untuk menambah
kekuatan biasanya dilakukan blasting (microetching) menggunakan aluminium oxide,
asam hidrofluide gel atau menggunakan primers. Sandblaasting akan mengasarkan
permukaan, etsa akan menghilangkan smear layer dan sedikit melarutkan partikel filler.
Sedangkan primers akan menghasilkan pembasahan yang baik dan perlekatan kimiawi.
Primers yang dihasilkan pabrik biasanya mengandung kombinasi silanemonomer. Bonding semen komposit umumnya menghasilkan kekuatan perlekatan 20-35
MPa.
Ceramik
Restorasi ceramik dilekatkan pada email dan dentin menggunakan sistem
bonding. Pada bagian permukaan dalam/bawah ceramik (onlay, inlay mahkota atau
jembatan) dietsa dengan asam hidrofluorik gel 5 sampai 9 %. PH gel bivasanya sangant
rendah dan dapat menghilangkan smear layer. Kecuali pada ceramik dengan
kandungan aluminium atau circonia.

Cara lain adalah dengan menggunakan blasting (micro etsa) permukaaan


dengan 50 gm partyikel aluminium oxide.
Setelah permukaan ceramik di preparasi kemudian diikuti dengan aplikasi silane
untuk menambah wettingh clan ikatan kimia.
Fungsi silane :
1.

Mampu bereaksi dengan hidroksil pada phase silikat sepanjang permukaan

restorasi
2.

Kopolimerisasi dengan semen komposit resin

Bonding semen komposit biasanya menggunakan sistem light cured tetapi lebih sering
dual cured atau self-cured. Besarnya kekuatan perlekatan berkisar 20-40 MPa.
Composite bonded to cast alloy
Kadang diperlukan perlekatan resin komposit pada alloy. Secara tradisional
retensi dibuat secara makromekanikal. Kemudian dikenalkan cars "Silicoating". Yaitu
suatu metode untuk menghasilkan permukaan yang mampu berikatan secara kimia.
Teknik ini dipergunakan pada alloi emas, kobalt-kromium, silver paladium, dan titanium.
Caranya dengan mengasarkan permukaan alloi menggunakan sandblasting 250 gm
A1203, dibersihkan dan dicoating dengan silika, diberi silane, primed dan material
bonding komposit.
Sekarang menggunakan cairan primers yang berisi monomer thiphosphate.
Material ini sangat bagus dalam menghasilkan ikatan antara komposit dengan metal,
sekiatar 18-30 MPa.
Memperbaiki (Repair) restorasi : Komposit, ceramik dan porcelin-fused to metal
Penyebab kerusakan :
1. Pemakaian yang lama
2. Memperbaiki warn
3. Kerusakan permukaan restorasi
Diperbaiki dengan veneer ini menggunakan resin komposit. Kerusakan
dihilangkan, diperluas sampai email, tepi dikasarkan dan dietsa, primer diaplikasikan
pada email. Bonding agent diaplikasikan dan terakhir material restorasi ditambahkan
dan dikurang. Akan dihasilkan reparasi yang bagus dengan kekuatan perlekatan 20-35
MPa.

DAFTAR PUSTAKA
Combe EC. 1981. Notes on Dental Materials. 9th ed. Churchill Livingstone, Edinburgh.
Ferracane JL. 2001. Materials Dentistry, Principals and Applications. 2nd ed.
Lippincot
Williams & Wilkins. A Walter Kluwer Co., Philadelphia
Phillips RW. 1991. Science of Dental Materials. 9th ed. WB Saunders Co., Harcourt
Barce Jovanovich Inc., Philadelphia
Shalaby SW. 1995. Non-Blood-Interfacing Implants for Soft Tissue. The Biomedical
Engineering . Bronzino JD (edit). CRC Press & IEEE Press, A CRC
Handbook Pub., In Corporation with IEEE Press, Boca Raton Florida
Craig RW. Dan Powers JM. 2002. Restorative Dental Materials. 11th ed. Mosby.
Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai