LapKas Hematemesis Melena Ec Gastritis Akut Erosif PDF
LapKas Hematemesis Melena Ec Gastritis Akut Erosif PDF
HEMATEMESIS MELE
A
EC GASTRITIS AKUT EROSIF
Oleh
ur Rahmat Wibowo
I11106029
Pembimbing
dr. Bambang S
, Sp. PD
KEPA
ITERAA
KLI
IK ILMU GERIATRI
FAKULTAS KEDOKTERA
DA
ILMU KESEHATA
PROGRAM STUDI PE
DIDIKA
DOKTER
U
IVERSITAS TA
JU
GPURA
RSU DOKTER SOEDARSO
PO
TIA
AK
201
1
BAB I
PE
YAJIA
KASUS
DATA DASAR PASIE
A. IDE
TITAS
Nama
: Ny. F
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 61 th
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: IRT
Alamat
Status perkawinan
: kawin
B. A
AM
ESIS
Keluhan Utama
Muntah darah
Keluhan Sistemik
a. Kulit
b. Kepala
c. Mata
d. Telinga
e. Hidung
f. Mulut
terasa pahit
g. Tenggorok
h. Leher
i. Respirasi
j. Kardiovaskuler :
berdebar-debar
k. Gastrointestinal :
l. Genitourinaria
keluhan.
m. Ekstremitas
n. Fungsi geriatri
C. PEMERIKSAA
FISIK
1. Kesan umum
Kesadaran
2. Tanda Vital :
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Laju respirasi
Suhu
: 36,4oC
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Dada
Paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kardiovaskuler :
a. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Muskuloskeletal
Ekstremitas
Neurologik
D.
Status Lokalis : -
E.
Status Geriatri :
Status Fungsional
Asesmen aktivitas sehari-hari (activity of daily living)
Untuk melakukan aktivitas fisik seperti mandi, berpakaian, buang air
besar (toilet), bergerak, makan, berjalan, pasien tidak dapat melakukan
sendiri ( dibantu orang lain).
Keterbatasan fungsional
Tidak ada keterbatasan dalam melakukan pekerjaan ringan (misalnya
menggeser meja, mengangkat barang belanjaan); dan melakukan
pekerjaan ringan di rumah yang biasa dilakukan; seperti memasak.
Penapisan Depresi
Kadang-kadang OS merasa kesehatannya menghalangi kegiatannya. OS
jarang sekali merasa sedih selama bulan lalu. OS merasa tidak pernah
tidak diperhatikan oleh keluarga. OS tidak pernah selama bulan lalu
merasa bahwa hidup sudah tidak ada gunanya lagi.
Berdasarkan hal-hal tersebut, curiga adanya depresi pada OS dapat
disingkirkan.
Data Penunjang
Laboratorium ( hasil pemeriksaan tgl 21 Maret 2010)
Hb
: 6,7 g/dL
Jumlah leukosit
: 8100./L
Jumlah trombosit
: 178.000/L
Hematokrit
: 20,8%
Ureum
: 38 mg/dL
Kreatinin
: 1,1 mg/dL
Gula darah
: 98 mg/dl
F.
DIAG
OSA SEME
TARA
Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut Erosif
G.
DIAG
OSA BA
DI
G
Hematemesis Melena et causa Tukak Peptikum
Hematemesis Melena et causa Varises Esofagus
H.
PEMERIKSAA
PE
U
JA
G
1. Patologi Klinis
perdarahan, pembekuan,
I.
TERAPI
1.
Suportif
- Tirah baring
- Infus RL 30 tts/menit, ganti dengan NaCl 0,9% apabila akan
dilakukan transfusi darah
- Transfusi PRC hingga Hb mencapai di atas 10 g/dl
2. Simptomatis
- Metoklorpramid 3x 10 mg drip iv
- Asam Traneksamat 3 x 1 g bolus iv
3. Nutrisi
- Makan- makanan yang lunak dalam porsi kecil sedikit-sedikit
b. Medikamentosa
- Lansoprazole 2 x 30 mg bolus iv
- Ranitidine 2 x 150 mg bolus iv
- Antasid 3 x 1 sdt
- Vitamin K 3 x 1 amp
c. Operasi (-)
5. Rehabilitasi Medik
BAB II
PEMBAHASA
Dari anamnesis diperoleh data bahwa Sejak 3 hari yang lalu OS mengeluh
muntah darah. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan
jumlah kurang lebih 4 gelas. Sehari sebelumnya OS mengkonsumsi jamu
untuk meredakan pegel linu sebelum tidur. Sekitar pagi hari sebelum masuk
rumah sakit, OS merasa mual-mual terus menerus dan sakit pada daerah ulu
hati, sakitnya terasa pedih dan kemudian muntah beberapa kali sebelum
akhirnya memuntahkan darah. Malamnya setelah masuk rumah sakit, OS
mengeluhkan BAB warna hitam ter. OS baru pertama kali mengalami
keluhan BAB warna hitam dan muntah darah seperti ini.
Sejak 2 bulan terakhir, OS mengaku sering merasa sakit pada ulu hati, terasa
pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan. Cepat
merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung.
Sejak usia 40-an tahun, OS sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan pegel
linu, dan masih dikonsumsi hingga sekarang.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada epigastrium, dan
konjungtiva pucat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa
sementara yaitu Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif. Terdapat
tanda-tanda fisis pada pasien yang mengarahkan diagnosa pada Hematemesis
Melena et causa Gastritis erosif yaitu muntah darah yang berwarna hitam
pekat seperti kopi, BAB yang berwarna hitam seperti ter, mual dan muntah,
nyeri tekan epigastrium , pernah mengalami riwayat gastritis sebelumnya,
serta terdapat riwayat pemakaian obat-obatan dan jamu untuk mengurangi
pegel-pegel dalam jangka waktu yang lama.
Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi diakibatkan oleh
perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang
telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah terganung pada jumlah
asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat
berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau merah
gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam lambung atau
enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami proses oksidasi menjadi
hematin. BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh
tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru
dijumpai apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL.
Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai
hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran
cerna yang cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di
daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir dan
hilang timbul. Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang
bila pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa
kenyang dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini
disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah
inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa
dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan
keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan
oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung maupun
stress. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori.
Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat riwayat
pemakaian obat-obat maupun jamu pereda pegel linu. Umumnya obat-obatan
tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan perangsangan
asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta mengganggu dari
fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam lambung sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung. Kandungan obat-obatan
tersebut diantaranya yang terbanyak adalah NSAIDs (Asam mefenamat) dan
berbagai jenis steroid (prednisone, deksametason dll).
10
Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek
samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAIDs merusak
mukosa lambung malalui 2 mekanisme yakni : tropikal dan sistemik.
Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAIDs bersifat asam dan
lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan
menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAIDs tampaknya lebih penting
yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun,
NSAIDs secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui
prostaglandin merupakan substansi sitiprotektif yang amat penting bagi
mukosa lambung. Efek sitiproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran
darah mukosa, meningkatkan sekresi mukus, dan ion bikarbonat dan
meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun
menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel pembuluh darah mukosa dan
memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang
dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung.
Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk mendapatkan
efek samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs adalah digunakan
secara bersama-sama dengan steroid, usia lanjut > 60 tahun, dan masih
mengkonsumsi obat-obatan tersebut walaupun telah menderita penyakit
gastritis sebelumnya tanpa diberikan obat-obatan pelindung untuk mukosa
lambung.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erosif.
Namun untuk menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan
pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti
mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan
kecil-kecil.
Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah penting
karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-tanda
gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat pemeriksaan ,
11
dan apabila
12
dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada daerah sebelah
kanan garis tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak lambung timbul
setelah makan., dan terjadi pada daerah sebelah kiri dari garis tengah perut
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat
penghambat pompa proton seperti Lansoprazole. Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir
enzim
K+H+ATP
ase
yang
akan
memecah
K+H+ATP
13
boleh
dilakukan
secara
bersama-sama.
Apabila
kita
14
BAB III.
TI
JAUA
PUSTAKA
A. DEFI
ISI
Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna hitam yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter
yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran
cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum
Treitz, mulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.
B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh persen dari
angka kematian akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis
hati dan hepatoma.
Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya, dari
1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah 76,9% pecahnya
varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptikum, 0,6% kanker
lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di
Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan
SCBA sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan laporan dari RS
Pemerintah di Ujung Pandang menyebutkan tukak peptikum menempati
urutan pertama penyebab SCBA. Laporan kasus di RS Swasta yakni RS
Darmo Surabaya perdarahan karena tukak peptikum 51,2%, gastritis erosif
11,7%, varises esofagus 10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom
Mallori-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, dan penyebab-penyebab lain 2,7%.
15
C. DIAG
OSIS
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi sebagai
hematemesis, melena atau keduanya.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah : 1). Sejak kapan terjadinya
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan
sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4). Ada tidaknya
perdarahan di bagian tubuh lain, 5). Riwayat penggunaan obat-obatan
NSAIDs dan anti koagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari
kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid,
gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8).
Riwayat transfusi sebelumnya.
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan stigmata penyebab perdarahan,
seperti stigmata sirosis, anemia, akral dingin dan sebagainya. Status
hemodinamik saat masuk ditentukan dan dipantau karena hal ini akan
mempengaruhi prognosis.
untuk keperluan klinik, maka harus dibedakan apakah perdarahan beeasal dari
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.
Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal dari saluran cerna
bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu sebagai berikut.
Hematemesis
Perdarahan SCBB
Hematokesia
dan/melena
Berdarah
jernih
Meningkat > 35
< 35
16
Aukultasi usus
Hiperaktif
Normal
D. SARA
A DIAG
OSTIK
Sarana diagnostik yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran cerna
ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan
anguografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan saluran cerna
bagian atas atau yang asal perdarahannya masih meragukan pemeriksaan
endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan. Dengan pemeriksan ini
sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan. Selain
itu dengan endoskopi bisa juga dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan
masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit dididentifikasi perlu
pertimbangan pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang sekaligus
bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan.
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan tukak peptikum atas dasar temuan endoskopi yang
bernmanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.3
Kriteri Endoskopis
Perdarahan merembes
sisa-sisa perdarahan
Terapi endoskopi dibagi atas modalitas, yaitu terapi topikal, terapi mekanik,
terapi injeksi, dan terapi termal. Pada terapi mekanik digunakan hemoklip
untuk menjepit tempat perdarahan atau melalui kabel elektrokauter. Teknik
17
E. PE
ATALAKSA
AA
18
Di
samping
itu
terdapat
obat-obatan
yang
bersifat
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastroamoro, S dkk., 2007., Panduan Pelayanan Medis Departemen
Penyakit Dalam RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo., Jakarta
2. Mansjoer, A dkk., 2001., Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ketiga Jilid I., Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Media Aesculapius hal.634-636
3. Adi, P., 2006., Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV., Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia., Jakarta., hal.289-292
4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008., ISO Farmakoterapi., PT.ISFI :
Jakarta.
5. Mubin, AH., 2006., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2 :
Diagnosis dan Terapi, EGC : Jakarta
6. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC., 2001., Farmakologi Ulasan
Bergambar Edisi 2., Widya Medika : Jakarta
20