2.1 Pengertian
Menurut Corwin (2009) yang disebut hiportiroidisme adalah suatu penyakit
yang tejadi akibat penurunan kadar hormon tiroid yang bersirkulasi.
Hipotiroidisme adalah suatu kelainan yang relative sering ditemukan degan
ditandai oleh ketidakcukupan produksi hormone tiroid. (Stein, 2001).
Sedangkan menurut Price (2006) Hipotiroid adalah defisiensi produksi
hormon dari kelenjar tiroid.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa hipotiroid
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh penurunan hormon tiroid yang
ditandai dengan ketidakcukupan produksi hormon tiroid karena hormon tiroid
berada di bawah nilai optimal.
2.2 Epidemiologi
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu
kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri . Sebagian besar penderita
hipotiroidisme primer berusia 40 hingga 70 tahun dan biasanya ditemukan
mengalami hipotiroidisme ringan sampai sedang yang telah berjalan lama.
Hipotiroidisme lima kali lebih sering menyerang wanita dibandingkan laki-laki
dan paling sering terjadi pada usia di antara 30 hingga 60 tahun.
2.3 Etiologi
Ada empat penyebab terjadinya hiptiroidisme, yaitu:
A. Malfungsi kelenjar tiroid
Kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan
TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior
dan hipotalamus.
B. Malfungsi hipofisis
4. Kardiorespiratorik
a. Bradikardi, disritmia, hipotensi
b. Curah jantung menurun, gagal jantung
c. Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
d. Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T
mendatar/inverse
e. Penyakit jantung iskemic
f. Hipotensilasi
g. Efusi pleural
h. Dispnea
5. Gastrointestinal
a. Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
b. Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
c. Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa
6. Renalis
a. Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
b. Retensi air (volume plasma berkurang)
c. Hipokalsemia
7. Hematologi
a. Anemia normokrom normositik
b. Anemia mikrositik/makrositik
c. Gangguan koagulasi ringan
8. Sistem endokrin
a. Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa
menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan
hiperprolaktemi
b. Gangguan fertilitas
c. Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis
terhadap insulin akibat hipoglikemi
d. Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
e. Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
3
(RAI)
untuk
merawat
penyakit
Goiter
Tiroiditis
penyembuhan
setelah
Hashimoto,
tiroiditis,
fase
defisiensi
yodium
b. Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi
setelah pemberian yodium radioaktif atau
Hipotiroidisme kelenjar
Sekunder
hipofisis
(pituitari)
jumlah
tiroksin
yang
cukup.
hipofisis,
radiasi
atau
pembedahan
yang
bebas).
Terjadi ketika hipotalamus gagal menghasilkan
tersier
Penyebab
tersering
adalah
tiroiditis
autoimun,
dan
diakibatkan
oleh
Penyebabnya
adanya
adalah
penimbunan
tiroiditis
autoimun,
bahan
pasca
tiroidektomi parsial, pasca terapi iodium radioaktif, dan obat anti tiroid.
Gejala pada hipotiroid jenis ini adalah terjadinya berangsur-angsur. Gejala
ringan dapat berupa edema, dan bradikardi. Keadaan lebih lanjut
menunjukkan gejala-gejala seperti toleransi terhadap dingin menurun,
nafsu makan menurun, berat badan naik, menoragi, parau, lelah,
pendengaran menurun, galaktore, kerotenemia, sulit berkonsentrasi. Pada
keadaan berat terjadi tuli, ptosis, miopati, refleks menurun, psikosis, efusi
sendi, efusi pleura, efusi perikardial, edema anakarsa.
D. Hipotiroidisme Kongenital
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak
adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid,
kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan
(Tim Penyusun FKUI, 2006). Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental
merupakan gejala yang tersering dan dan yang paling dirasakan (Brunner
& Suddarth, 2002). Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang
tampak secara fisik seperti pembesaran kelenjar tiroid atau gondok,
frekuensi buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut
tampak kering, anak tampak pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih
jarang dari anak normal.
2.6 Patofisiologi
2.7 Komplikasi dan Prognosis
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran
hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi
semua gejala (Corwin, 2009).
Ada juga risiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Resiko ini
mencakup
penggantian
hormon
yang
berlebihan,
ansietas,
atrofi
otot,
osteoporosis, dan fibrilasi atrium. Untuk prognosis penyakit ini biasanya respon
terhadap pengobatan umumnya baik sehingga pasien bisa kembali hidup normal
bila terus mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
2.8 Pengobatan
Tujuan
primer
penatalaksanaan
hipotiroidisme
adalah
memulihkan
pada
hipotiroidisme
dewasa
dapat
dilakukan
dengan
b.
c.
2. Pemeriksaan TSH
Pemeriksaan TSH menggunakan uji sensitif merupakan scirining awal
yang direkomendasikan saat dicurigai penyakit tiroid (Rumahorbo, 1999).
Dengan mengetahui kadar TSH, maka dapat dibedakan anatara pasien
hipotiroid,hipertiroid dan orang normal
B. Pemeriksaan Radiologis
1) Ambilain iodium radioaktif dan scan tiroid
8
BAB 3.PATHWAY
Gangguan
kelenjar tiroid
Penyebab lain,
iodium, Hashimoto,
riwayat pengobatan
Gangguan
hipotalamus &
hipofisis
Produksi hormon
tiroid
Kelemahan fisik
Fungsi
Pernafasan
Gangguan Metabolisme
tubuh
Fungsi GI
Motilitas usus &
sekresi hormon
pencernaan
Fungsi syaraf
Fungsi Kardio
Konstipasi
konstipasi
MK:
Intoleransi
aktivitas
Depresi
Pernafasan
Tonus otot
MK:Hipotermia
Bradikardi
10
MK:Pola nafas
tidak efektif
MK:Penurunan
curah jantung
MK:Gangguan
eliminasi:
defekasi
Amenore
Otak
tidak
berfungsi
maksimal
Ketidakefektifan
pola seksual
dapat
secara
Disfungsi seksual
Gangguan
sensori
persepsi
11
Gangguan
proses pikir
12
13
14
Diagnosa Keperawatan
Pola
nafas
tidak
berhubungan
penurunan
pernafasan
Intervensi
dengan pasien
menunjukkan
keefektifan
pola
ditandai
dengan:
DS:
3. RR 20x/menit
DO:
15
untuk
membantu
pasien
memperluas
jalan
napas
Penurunan
berhubungan
hipometabolisme,
sekresi
hormon
tiroid
menurun,
2. Kaji
DS:
toleransi
aktifitas
pasien
dengan
Rasional:
Penurunan
dimanifestasikan
curah
dengan
jantung
adanya
dapat
penurunan
toleransi aktivitas
3. Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas
Rasional: Pembatasan aktivitas dimaksudkan
untuk memaksimalkan kerja jantung sehingga
jantung dapat meningkatkan curah jantung dan
mencukupi kebutuhan sirkulasi dan metabolisme
4. Kolaborasi dengan tim medis terkait pemberian
dan penghentian obat tekanan darah
16
Hipotermia
dengan
2. Kulit dingin
3. Tampak pucat
17
Intoleransi
berhubungan
DS
menyelesaikan aktivitas
2. pasien merasa tidak sesak saat
aktivitas
3. TD normal
saat beraktivitas
2. pasien merasa lelah
ativitas
Rasional:Untuk
memantau
terhadap
kemampuan
DO:
1. Tekanan darah:
2. Bradikardi
beraktivitas
4. Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien
memiliki energi paling banyak
Rasional: Untuk membantu
mengoptimalkan
aktivitas pasien
5
Perubahan
defekasi:konstipasi
pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji mengenai program defekasi, aktivitas,
pasien menunjukkan pola defekasi yang
18
berhubungan
penurunan
usus
bisa BAB
2. Pasien mengeluh tidak
usus
nafsu makan
3. Kolaborasi
DO:
1. Anoreksia
2. Penurunan
dengan
ahli
gizi
terkait
diet
usus
3. Perubahan pola defekasi
pengaruh
program
diet
yang
19
1. Identifikasi
faktor
yang
mempengaruhi
dengan
otot.
penurunan
mengidentifikasi
dan
resiko cedera
kebutuhan
faktor
lingkungan
yang
keamanan
lingkungan
akan
pendidikan
kesehatan
mengenai
diharapkan
pasien
20
memiliki
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
9. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol
2. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
Price A, Sylvia dan Wilson M, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC.
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta : EGC
Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: EGC
Tim Penyusun. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jaka