Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN KASUS


HIPOTIROIDISME

2.1 Pengertian
Menurut Corwin (2009) yang disebut hiportiroidisme adalah suatu penyakit
yang tejadi akibat penurunan kadar hormon tiroid yang bersirkulasi.
Hipotiroidisme adalah suatu kelainan yang relative sering ditemukan degan
ditandai oleh ketidakcukupan produksi hormone tiroid. (Stein, 2001).
Sedangkan menurut Price (2006) Hipotiroid adalah defisiensi produksi
hormon dari kelenjar tiroid.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa hipotiroid
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh penurunan hormon tiroid yang
ditandai dengan ketidakcukupan produksi hormon tiroid karena hormon tiroid
berada di bawah nilai optimal.
2.2 Epidemiologi
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu
kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri . Sebagian besar penderita
hipotiroidisme primer berusia 40 hingga 70 tahun dan biasanya ditemukan
mengalami hipotiroidisme ringan sampai sedang yang telah berjalan lama.
Hipotiroidisme lima kali lebih sering menyerang wanita dibandingkan laki-laki
dan paling sering terjadi pada usia di antara 30 hingga 60 tahun.
2.3 Etiologi
Ada empat penyebab terjadinya hiptiroidisme, yaitu:
A. Malfungsi kelenjar tiroid
Kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan
TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior
dan hipotalamus.
B. Malfungsi hipofisis

Malfungsi hipofisis menyebabkan rendahnya kadar TSH yang akan


menurunkan kadar HT dalam darah.
C. Malfungsi hipotalamus
Malfungsi hipotalamus menyebabkan rendahnya kadar TSH, dan TRH
yang akan menurunkan kadar HT dalam darah.
D. Karena sebab lain, seperta farmakologis, defisiensi yodium dll
2.4 Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah manifestasi hipotiroidisme secara umum yaitu
1. Kulit dan rambut
a. Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
b. Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
c. Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk
d. Tidak tahan dingin
e. Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
2. Muskuloskeletal
a. Volume otot bertambah, glossomegali
b. Kejang otot, kaku, paramitoni
c. Artralgia dan efusi synovial
d. Osteoporosis
e. Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
f. Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
g. Kadar fosfatase alkali menurun
3. Neurologik
a. Letargi dan mental menjadi lambat
b. Aliran darah otak menurun
c. Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian
kurang, penurunan reflek tendon)
d. Ataksia (serebelum terkena)
e. Gangguan saraf ( carfal tunnel)
f. Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu
2

4. Kardiorespiratorik
a. Bradikardi, disritmia, hipotensi
b. Curah jantung menurun, gagal jantung
c. Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
d. Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T
mendatar/inverse
e. Penyakit jantung iskemic
f. Hipotensilasi
g. Efusi pleural
h. Dispnea
5. Gastrointestinal
a. Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
b. Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
c. Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa
6. Renalis
a. Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
b. Retensi air (volume plasma berkurang)
c. Hipokalsemia
7. Hematologi
a. Anemia normokrom normositik
b. Anemia mikrositik/makrositik
c. Gangguan koagulasi ringan
8. Sistem endokrin
a. Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa
menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan
hiperprolaktemi
b. Gangguan fertilitas
c. Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis
terhadap insulin akibat hipoglikemi
d. Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
e. Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
3

f. Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri,


perilaku maniak
g. Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bula
(moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal,
sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, dan
ekspresi wajah kosong (Corwin. 2009).
2.5 Tipe Hipotiroid
Terdapat beberapa tipe hipotiroidisme. Tergantung dari timbulnya
permulaan masalah. Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami
hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid
itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis,
hipotalamus atau keduanya disebut hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme
sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis disebut
hipotiroidisme tersier. Penyakit hipotiroid ini dapat diklasifikasikan menjadi:
Jenis
Organ
Keterangan
Hipotiroidisme kelenjar tiroid Paling sering terjadi. Meliputi penyakit Hashimoto
primer

tiroiditis (sejenis penyakit autoimmune) dan terapi


radioiodine

(RAI)

untuk

merawat

penyakit

hipertiroidisme. Hipotiroid ini dibagi menjadi dua


yaitu
a.

Goiter

Tiroiditis

penyembuhan

setelah

Hashimoto,
tiroiditis,

fase

defisiensi

yodium
b. Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi
setelah pemberian yodium radioaktif atau
Hipotiroidisme kelenjar

radiasi eksternal, agenesis, amiodaron.


Terjadi jika kelenjar hipofisis tidak menghasilkan

Sekunder

hipofisis

cukup hormon perangsang tiroid

(pituitari)

(TSH) untuk merangsang kelenjar tiroid untuk


menghasilkan

jumlah

tiroksin

yang

cukup.

Biasanya terjadi apabila terdapat tumor di kelenjar


4

hipofisis,

radiasi

atau

pembedahan

yang

menyebabkan kelenjar tiroid tidak lagi dapat


menghasilkan hormon yang cukup. kegagalan
hipotalamus ( TRH, TSH yang berubah-ubah,
T4 bebas) atau kegagalan pituitari ( TSH, T4
Hipotiroidisme hipotalamus

bebas).
Terjadi ketika hipotalamus gagal menghasilkan

tersier

TRH yang cukup. Biasanya disebut juga disebut


hypothalamic-pituitary-axis hypothyroidism.
Menurut umur mulai terkenanya (onset), hipotiroidisme tebagi menjadi;

A. Hipotiroidisme Infantil (Kreatinisme)


Kreatinisme adalah difisiensi tiroid yang diderita sebelum atau
segera sesudah lahir.
Umur yang mulai terserang adalah bayi, setelah 1-2 minggu setelah
lahir. Penyebab tersering adalah :
1. Ibu meminum obat mengandung iodida waktu hamil.
2. Minum obat antitiroid berlebihan saat hamil.
3. Agenesis tiroid.
4. Dishormogenesis tiroid.
5. Kurang iodium berat di daerah endemik.
6. Kadang-kadang hipofungsi hipotalamik-hipofisis.
Gejala-gejalanya meliputi:
1. Ikterus neonatal berkepanjangan, latergi, sukar minum, kulit kering dan
tebal, pot belly, hernia umbilikalis;
2. Bila tidak lekas diobati akan terjadi gejala-gejala seperti obstipasi, suara
tangisserak, lidah tebal, hipotermia, dan otot-otot lemah.
3. Bila berkelanjutan sampai umur satu tahun, pertumbuhan menjadi
terlambat, meliputi pertumbuhan gigi, kemampuan duduk, merangkak
dan berbicara.
B. Hipotiroidisme juvenil

Mulai terjadinya biasanya pada masa anak-anak (childhood) sampai


pubertas.

Penyebab

tersering

adalah

tiroiditis

autoimun,

dan

pascatiroidectomi parsial. Gejalanya ringan, antara infantil dan deawasa;


tidak ditemukan hambatan mental yang berat, dan gejala khas miksedema.
Dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks. Pada
pemeriksaan ditemukan; penurunan T4 bebas, peningkatan TSH, dan
penurunan ambilan I.
C. Hipotiroidisme Dewasa (Miksedema)
Miksedema
mukopolisakarida.

diakibatkan

oleh

Penyebabnya

adanya

adalah

penimbunan

tiroiditis

autoimun,

bahan
pasca

tiroidektomi parsial, pasca terapi iodium radioaktif, dan obat anti tiroid.
Gejala pada hipotiroid jenis ini adalah terjadinya berangsur-angsur. Gejala
ringan dapat berupa edema, dan bradikardi. Keadaan lebih lanjut
menunjukkan gejala-gejala seperti toleransi terhadap dingin menurun,
nafsu makan menurun, berat badan naik, menoragi, parau, lelah,
pendengaran menurun, galaktore, kerotenemia, sulit berkonsentrasi. Pada
keadaan berat terjadi tuli, ptosis, miopati, refleks menurun, psikosis, efusi
sendi, efusi pleura, efusi perikardial, edema anakarsa.
D. Hipotiroidisme Kongenital
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak
adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid,
kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan
(Tim Penyusun FKUI, 2006). Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental
merupakan gejala yang tersering dan dan yang paling dirasakan (Brunner
& Suddarth, 2002). Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang
tampak secara fisik seperti pembesaran kelenjar tiroid atau gondok,
frekuensi buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut
tampak kering, anak tampak pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih
jarang dari anak normal.

2.6 Patofisiologi
2.7 Komplikasi dan Prognosis
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran
hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi
semua gejala (Corwin, 2009).
Ada juga risiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Resiko ini
mencakup

penggantian

hormon

yang

berlebihan,

ansietas,

atrofi

otot,

osteoporosis, dan fibrilasi atrium. Untuk prognosis penyakit ini biasanya respon
terhadap pengobatan umumnya baik sehingga pasien bisa kembali hidup normal
bila terus mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
2.8 Pengobatan
Tujuan

primer

penatalaksanaan

hipotiroidisme

adalah

memulihkan

metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolik normal dengan cara


mengambil hormon yang hilang. Levitiroksin sintetik (Syntiroid atau levothroid)
merupakan preparat terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme dan supresi penyakit
goiter nontoksis. Dosis terapi penggantian hormonal didasarkan pada konsentrasi
TSH dalam serum pasien. (Brunner & Suddarth, 2002).
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya
dimulai dalam dosis rendah ( 50g/hari ). Khususnya pada pasien yang lebih tua
atau pada pasien dengan miksedema berat, dan setelah beberapa hari atau minggu,
sedikit demi sedikit ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan
maksimal 150g/hari. Pada dewasa muda, dosis pemeliharaan maksimal dapat
dimulai secepatnya.
Pengukuran kadar TSH pada pasien hipotiroidisme primer dapat digunakan
untuk menentukan manfaat terapi pengganti. Kadar ini harus dipertahankan dalam
kisaran normal. Pengobatan yang adekuat pada pasien dengan hipotiroidisme
sekunder sebaiknya dengan mengikuti kadar tiroksin bebas (Price, 2006).
2.9 Pencegahan
7

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit


hipotiroid ini antara lain:
a. Memastikan kebutuhan yodium tubuh tercukupi dengan tepat mulai dini
b. Pemeriksaan fungsi tiroid sejak dini jika pernah melakukan terapi
radioiodium, pembedahan, atau preparat antitiroid.
c. Pada pasien lansia yang mengalami hipotiroidisme ringan hingga sedang,
terapi penggantian hormone tiroid harus dimulai dengan dosisi rendah dan
kemudian ditingkatkan secara perlahan-lahansekali (Brunner & Suddarth:
2002).
d. Pada masa kehamilan hindari penggunaan obat-obatah antitiroid secara
berlebihan, yodium profilaksis pada daerah-daerah endemik, diagnosis
dini melalui pemeriksaan penyaringan pada neonatus.
e. Sedangkan

pada

hipotiroidisme

dewasa

dapat

dilakukan

dengan

pemeriksaan ulang tahunan.


2.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita hipotiroid ini
adalah
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan T3 dan T4 serum
Jika kadar TSH meningkat, maka T4 menurun sehingga terjadi hipotiroid.
a.

T3 serum(0,6 1,85 mg/dl)

b.

T4 serum (4,8 12,0 mg/dl)

c.

TSH (0,4 6,0 mg/dl)

2. Pemeriksaan TSH
Pemeriksaan TSH menggunakan uji sensitif merupakan scirining awal
yang direkomendasikan saat dicurigai penyakit tiroid (Rumahorbo, 1999).
Dengan mengetahui kadar TSH, maka dapat dibedakan anatara pasien
hipotiroid,hipertiroid dan orang normal
B. Pemeriksaan Radiologis
1) Ambilain iodium radioaktif dan scan tiroid
8

Scan harus dilakukan jika terdapat keraguan mengenai nodularitas tiroid.


Scan tiroid bermanfaat untuk mendeteksi kelainan anatomi, jaringan
ektopik (tiroid lingual, tiroid mediastinum, trauma ovarii), tumor
metastatik. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mempelajarai nodul tiroid.
2) Ultrasonografi tiroid sangat bermanfaat untuk memastikan apakah nodul
tiroid, yang nonfungsional pada sidikan isotop, suatu kistik atau padat.
Jika kistik, dilakukan aspirasi dan pemeriksaan sitologisebagai pedoman
keperluan pembedahan.
3) Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme
antara lain kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah, BMR
yang rendah, dan peningkatan kolesterol (Price, 2006).
C. Pemeriksaan Fisik

Bila terdapat kecurigaan adanya hipotiroidisme, penemuan diferensial yang


paling penting pada pemeriksaan fisik adalah ada tidaknya goiter. Riwayat operasi
tiroid yang sebelumnya harus ditanyakan disamping pemeriksaan yang cermat
terhadap tanda-tanda hipotiroidisme termasuk hipotermia, bradikardi, kulit kering,
rambut kasar, bicara lambat, lidah tebal, dan pembengkakan periorbiotal. Tanda
klinis yang paling khusus pada hipotiroidisme adalah fasr relaksasi yang lambat
pada refleks tendon dalam (Stein, 2001).

BAB 3.PATHWAY
Gangguan
kelenjar tiroid

Penyebab lain,
iodium, Hashimoto,
riwayat pengobatan

Gangguan
hipotalamus &
hipofisis

Produksi hormon
tiroid

Produksi ATP &


ADP

Kelemahan fisik

Fungsi
Pernafasan

Gangguan Metabolisme
tubuh

Fungsi GI
Motilitas usus &
sekresi hormon
pencernaan

Fungsi syaraf

Produksi panas tubuh

Fungsi Kardio
Konstipasi
konstipasi

MK:
Intoleransi
aktivitas

Depresi
Pernafasan

Tonus otot

MK:Hipotermia

Bradikardi

10

MK:Pola nafas
tidak efektif

MK: Resiko cedera

MK:Penurunan
curah jantung

MK:Gangguan
eliminasi:
defekasi

Suplai darah ke seluruh


tubuh
Sistem reproduksi

Suplai O2 dan nutrisi ke


otak
Masa
menstruasi
yang memanjang

Amenore

Otak
tidak
berfungsi
maksimal
Ketidakefektifan
pola seksual

dapat
secara

Disfungsi seksual

Gangguan
sensori
persepsi

11

Gangguan
proses pikir

4.1 Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme


4.1.1Pengkajian
1. Identitas klien
a. umur : kebanyakan terjadi pada usia tua yaitu antara umur 30-60 tahun dan
pada bayi pada hipotiroidisme kongenital;
b. jenis kelamin : Hipotiroidisme lima kali lebih banyak diderita oleh
perempuan daripada laki-laki namun tidak menutup kemungkinan dapat
diderita oleh laki-laki;
2. Keluhan utama klien
Keluhan utama klien mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pernapasan : dispneu atau merasa sesak saat beraktivitas, sleep
apneu
b. Sistem pencernaan : Pasien biasanya akan merasa tidak nafsu makan atau
anoreksia dan kesulitan untuk buang air besar (konstipasi)
c. Sistem kardiovaskuler :terjadi bradikardi
d. Sistem musculoskeletal : pasien akan merasakan nyeri otot, kesemutan,
dan gerak otot lambat
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat,
berbicara lambat dan terbata bata dan gangguan memori
f. Metabolik : penurunan metabolism basal yang menyebabkan penurunan
suhu tubuh dan intoleransi terhadap dingin
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
6. Pemeriksaan fisik mencakup:
a. Penampilan secara umum: amati wajah klien terhadap adanya edema
sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah
kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lambat. Kulit
kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Aktivitas atau istirahat : pasien lebih banyak tidur, gerakan melambat,
berkurangnya reflek, kelemahan otot proksimal

12

c. Sirkulasi : bradikardia, gangguan kontraktilitas, penurunan curah jantung,


dan kardiomegali ( paling banyak disebabkan oleh efusi perikard), anemia
d. Eliminasi :Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan cairan dan
hiponatremia, Penurunan peristaltik usus yang menyebabkan konstipasi
e. Makanan / Cairan: Anoreksia, Peningkatan berat badan akibat penurunan
metabolisme
f. Neurosensori: lebih sering mengantuk, penurunan reflek otot, kesemutan,
dan gangguan memori, pusing
g. Pernapasan: sesak dengan aktivitas, gangguan respon ventilasi terhadap
hiperkapnia dan hipoksia, hipoventilasi, sleep apnea, dapat ditemukan
efusi pleura
h. Seksualitas: perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido (Subekti
dan Purnamasari: 2007)
7. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan
lingkungannya, mengurung diri. Keluarga mengeluh klien sangat malas
beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. dapat dikaji bagaimana konsep diri
klien mencakup kelima komponen konsep diri
8. Pemeriksaan penunjang mencakup; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum;
pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat
menurun atau normal).
4.2 Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan fungsi pernafasan.
2.Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipometabolisme, sekresi
.hormon tiroid menurun.
3.Hipotermia berhubungan dengan hipometabolisme tubuh.
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan metabolisme.
5.Gangguan eliminasi: defekasi berhubungan dengan penurunan motilitas
usus.
6.Resiko cedera berhubungan dengan penurunan tonus otot.

13

14

4.3 Intervensi Keperawatan


No
1

Diagnosa Keperawatan
Pola

nafas

tidak

berhubungan
penurunan
pernafasan

Tujuan dan Kriteria hasil

Intervensi

efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan

1. Kaji dan pantau kecepatan, irama, kedalaman,

dengan pasien

dan upaya pernapasan


Rasional: Mengidentifikasi hasil pemeriksaan

menunjukkan

keefektifan

pola

fungsi napas dengan kriteria hasil:


yang

ditandai

dengan:
DS:

dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan


1.Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah
tidak sesak lagi
2. Pasien tampak menunjukkan kepatenan

Rasional: untuk mengoptimalkan pernapasan


3. Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama

Pasien merasa sesak saat jalan napas


beraktivitas

mengevaluasi efektifitas intervensi.


2. Atur posisi pasien: Semifowler

periode gawat napas

3. RR 20x/menit

Rasional: Untuk mengatur pernapasan sehingga

DO:

1. pasien dapat bernapas tetap optimal selama sesak


2. napas.

1.Pasien tampak sesak


2.Takipneu atau Bradipneu
3.RR > 20x/menit

4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait

15

pemberian obat bronkhodilator


Rasional: Sebagai terapi pengobatan

untuk

membantu

pasien

memperluas

jalan

napas

sehingga pasien dapat bernapas dengan optimal


2

Penurunan

curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan

berhubungan

dengan pasien menunjukkan

hipometabolisme,

sekresi

hormon

tiroid

menurun,

yang ditandai dengan:

1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya


sianosis, status pernapasan dan status mental
Rasional: Untuk mengidentifikasi data dasar untuk

dengan kriteria hasil:

menentukan tindakan intervensi selanjutnya

1. TD dalam batas normal

2. Kaji

DS:

toleransi

aktifitas

pasien

dengan

memperhatikan adanya awitan napas pendek,


palpitasi, dan limbung

1. Pasien mengeluh lelah


DO:
1. Bradikardi
2. dispneu
3. Kulit dingin
4. Tekanan Darah:
5. Edema

Rasional:

Penurunan

dimanifestasikan

curah

dengan

jantung

adanya

dapat

penurunan

toleransi aktivitas
3. Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas
Rasional: Pembatasan aktivitas dimaksudkan
untuk memaksimalkan kerja jantung sehingga
jantung dapat meningkatkan curah jantung dan
mencukupi kebutuhan sirkulasi dan metabolisme
4. Kolaborasi dengan tim medis terkait pemberian
dan penghentian obat tekanan darah
16

Rasional: pemberian obat tekanan darah digunakan


untuk membantu meningkatkan curah jantung
pasien
3

Hipotermia
dengan

berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

1. Kaji gejala hipotermia, seperti perubahan warna

hipometabolisme pasien menunjukkan termoregulasi yang

kulit, kelelahan, kelemahan,


Rasional: Mengetahui adanya hipotermian pada

tubuh yang ditandai dengan


DS:
1.Pasien merasa kedinginan
dan menggigil
DO:

normal dengan kriteria hasil:


1. Pasien merasa sudah tidak kedinginan
2.
3.
4.
5.

dan tidak menggigil


pasien tampak tidak menggigil
kulit hangat
Warna kulit normal
Suhu tubuh 36 C

pasien untuk menentukan intervensi selanjutnya


2. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: Perubahan termoregulasi dimanifestasi
kliniskan dengan adanya perubahan tanda-tanda
vital terutama suhu tubuh
3. Untuk pasien lansia: Kaji secara seksama untuk
adanya konfusi dan penurunan tingkat kesadaran

1.Pasien tampak menggigil

Rasional: Pasien lansia mungkin tidak menggigil

2. Kulit dingin

atau mengeluh merasa kedinginan

3. Tampak pucat

4. Berikan pakaian yang hangat, kering, selimut


penghangat, alat-alat pemanas mekanis, suhu

4. Suhu tubuh <36 C

ruangan yang disesuaikan, berendam di air

17

hangat, dan minum air hangat sesuai toleransi


Rasional: untuk membantu mempertahankan dan
meningkatkan termoregulasi pasien
4

Intoleransi
berhubungan

aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan


dengan pasien menunjukkan toleransi aktivitas

kebutuhan aktivitas pasien


2. Pantau respon kardiorespiratori

gangguan metabolism, yang dengan kriteria hasil:


ditandai dengan:

1. Pasien memiliki kemampuan untuk

DS

menyelesaikan aktivitas
2. pasien merasa tidak sesak saat

1. Pasien mengeluh sesak

aktivitas
3. TD normal

saat beraktivitas
2. pasien merasa lelah

1. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas


Rasional: Untuk mengidentifikasi pemenuhan

ativitas
Rasional:Untuk

memantau

terhadap

kemampuan

kardiorespiratori pasien dalam melakukan aktivitas


3. Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Rasional: Mengidentifikasi adanya perubahan
yang signifikan tanda-tanda vital pasien saat

DO:
1. Tekanan darah:
2. Bradikardi

beraktivitas
4. Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien
memiliki energi paling banyak
Rasional: Untuk membantu

mengoptimalkan

aktivitas pasien
5

Perubahan
defekasi:konstipasi

pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji mengenai program defekasi, aktivitas,
pasien menunjukkan pola defekasi yang
18

pengobatan, dan pola kebiasaan pasien

berhubungan
penurunan

dengan normal, dengan kriteria hasil:


motilitas

usus

yang ditandai dengan:


DS:

1. Pasien BAB 1x sehari


2. Feses lunak dan berbentuk
3. pasien melaporkan keluarnya feses
dan pola defekasi yang normal

pola defekasi dari pasien untuk menentukan


interensi selanjutnya
2. Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang
eliminasi defekasi pasien

1. Pasien mengeluh tidak

Rasional:Untuk membantu peningkatan peristaltik

bisa BAB
2. Pasien mengeluh tidak

usus

nafsu makan

3. Kolaborasi

DO:
1. Anoreksia
2. Penurunan

Rasional: untuk mengetahui data dasar mengenai

dengan

ahli

gizi

terkait

diet

pemberian makanan berserat tinggi dan cairan


Rasional: Membantu menentukan program diet
peristaltik

yang tepat untuk mengatasi konstipasi

usus
3. Perubahan pola defekasi

4. Ajarkan kepada pasien tentang efek diet pada


eliminasi
Rasional: memberikan pengetahuan pada pasien
mengenai

pengaruh

program

diet

yang

diberikan terhadap defekasi


6

Resiko cedera berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

19

1. Identifikasi

faktor

yang

mempengaruhi

dengan
otot.

penurunan

tonus resiko cedera akan menurun, dengan


kriteria hasil:

kebutuhan keamanan akan cedera


Rasional:

1. Keamanan pasien terjaga


2. Lingkungan sekitar pasien aman
3. Pasien menunjukkan pengendalian

mengidentifikasi

dan

intervensi yang tepat untuk mengatasi resiko


cedera pasien
2. Identifikasi

resiko cedera

kebutuhan

faktor

lingkungan

yang

memungkinkan resiko jatuh


Rasional:

keamanan

lingkungan

akan

menunjangpenurunan resiko cedera pada pasien


3. Bantu ambulasi pasien jika perlu
Rasional: Membantu aktivitas pasien sehingga
resiko cedera dapt terhindari
4. Lakukan

pendidikan

kesehatan

mengenai

strategi dan tindakan untuk mencegah cedera


Rasional: memberikan pengetahuan mengenai
strategi dan tindakan untuk mencegah cedera
sehingga

diharapkan

pasien

kemandirian dalam pencegahan cedera

20

memiliki

DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
9. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol
2. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.
Price A, Sylvia dan Wilson M, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC.
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta : EGC
Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: EGC
Tim Penyusun. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jaka

Anda mungkin juga menyukai