Pendahuluan
Bagaimana kabar TVRI beberapa saat sebelum menjadi Televisi Publik sesuai
amanat Undang-undang Penyiaran no. 32 tahun 2002? Sesuai dengan ketentuan
undang-undang, awal tahun 2006 nanti, status TVRI sudah berubah dari Persero
menjadi TV Publik. Apakah pengelolaan TVRI dilakukan secara profesional dan
akuntabel?
Di usianya yang mencapai kurang lebih 40 tahun, keberadaan institusi ini terus
mengalami mengalami pasang surut. Secara historis TVRI sangat berperan
dalam membuka cakrawala informasi masyarakat Indonesia. Sebagai stasiun
televisi pertama, TVRI merupakan hasil dalam revolusi medium informasi pada
awal umur republik. Dengan kehadirannya, masyarakat indonesia seolah
menjadi bagian dalam setiap peristiwa dunia.
Jasa TVRI boleh dibilang tidak sedikit, prestasinya mulai dirintis sejak tahun
1961 ketika Presiden Soekarno berupaya memasukan program media televisi
kedalam proyek Asian Games di Jakarta. Akhirnya pada Tanggal 24 Agustus
1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung
upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno
pada era 60-an.
Dalam perjalanannya, stasiun televisi yang kini memiliki 395 stasiun pemancar
ini selalu diiringi oleh dinamika politik kekuasaan yang berimplikasi pada status
dan perannya. Selama orde baru, TVRI identik sebagai televisi pemerintah,
khususnya ketika TVRI berada dibawah naungan Departemen Penerangan. Saat
itu, TVRI menjadi corong propaganda Pemerintah, dimana tugas TVRI adalah
untuk menyampaikan policy Pemerintah kepada rakyat. Program penyiaran
sindikasi TVRI terintegrasi pada kebijakan maupun program pembangunan
pemerintah Orde Baru.
1
Hingga kini, TVRI telah beberapa kali mengalami perubahan status. Mulai dari
bentuk Yayasan menjadi perusahaan jawatan (perjan) kemudian Persero hingga
menjadi lembaga penyiaran publik yang secara resmi akan berlaku pada tanggal
28 desember 2005 nanti. Perubahan statuta yang terjadi tentu berpengaruh pada
peran, tanggung jawab dan profesionalitas TVRI sebagai lembaga siaran yang
strategis.
Apakah dalam tiga tahun masa transisi menuju TV publik ini, profesionalitas
dalam hal penyiaran dan manajemen serta akuntabilitas dalam hal manajemen
keuangan TVRI membaik? Ataukah TVRI akan menyusul 15 BUMN lainnya
yang terindikasi korupsi seperti sinyalemen Jaksa Agung Abdul Rahman
Saleh?1. Public Accountability Review yang disusun ICW ini akan menjabarkan
tiga hal sebagai berikut:
1. Kondisi manajemen keuangna yang buruk
2. Dugaan manipulasi keuangan pendapatan iklan
3. Dugaan korupsi dalam pengadaan peralatan siaran tahun 2004.
Perubahan tersebut tentu bukan sekedar konversi status, setiap perubahan selalu
membawa konskuensi. Dengan menyandang predikat televisi publik, lembaga
ini harus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dengan
menyajikan program siaran yang berkualitas dengan nuansa civic education.
Selain itu juga harus diiringi dengan manajemen yang professional dan
pengelolaan keuangan yang bersih, transparan dan akuntabel mengingat
nantinya masyarakat akan ikut serta langsung membiayai TVRI.
Sampai saat ini dengan statusnya sebagai Persero, sumber keuangan TVRI masih
disubsidi oleh Negara. Dalam APBN, subsidi diberikan dalam bentuk Public
Service Obligation (PSO). Pada tahun 2004 besar PSO 275,9 milliar (nota keuangan
RAPBN 2005), sedangkan pada tahun ini sekitar 250 milliar saja (nota keuangan
RAPBN 2006). Selain dari subsidi APBN, TVRI juga melakukan mobilisasi dana
sebagai imbal jasa penyiaran diantaranya pemasukan dari iuran wajib pemilik
pesawat televisi, pendapatan coverage (peliputan berita) dari instansi lain,
1
Media Indonesia Online, Jaksa Agung: 15 BUMN Dipastikan Terjadi Korupsi, 20 mei 2005
2
kerjasama dengan pihak ketiga yang bekerja sama dengan stasiun TVRI Daerah,
serta pemasukan dari sumber iklan2.
Jika dilihat dari sumber pendapatannya, seharusnya TVRI menjadi lembaga
yang mapan dan kompetitif dengan TV swasta lain. Namun sayangnya beberapa
tahun belakangan ini kondisi TVRI justru sangat memprihatinkan, keuangan
selalu merugi bahkan mencapai 300 milliar. Berdasarkan data keuangan TVRI
pada tahun 2001 kerugian operasional sebesar Rp 393 miliar kemudian
meningkat Rp 423 miliar pada 20023.
Terlepas dari itu ada yang menarik jika kita mencermati laporan keuangan yang
disampaikan direksi TVRI ke DPR, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan
dengan laporan keuangan yang diberikan direksi ke Menteri BUMN. Jumlah
kerugian misalnya, menurut laporan keuangan yang disampaikan ke menteri
negara BUMN tercantum bahwa kerugian TVRI pada tahun 2004 sebesar Rp.
23.095.168.785,00 (Dua puluh tiga milliar sembilan puluh lima juta seratus enam
puluh delapan ribu tujuh ratus delapan puluh lima rupiah). Sedangkan kerugian
versi yang dilaporkan ke komisi XI DPR sebesar Rp. 32.929.372.054,00 (Tiga
puluh dua milliar sembilan ratus dua puluh sembilan juta tiga ratus tujuh puluh
dua juta lima puluh empat rupiah). Lantas, laporan manakah yang harus dirujuk
oleh publik? Perbedaan laporan keuangan diatas, mengindikasikan kesemrautan
manajemen keuangan TVRI.
2
Laporan Keuangan PT TVRI ke Menneg BUMN, Bagian III tentang penjelasan Perhitungan
Rugi/Laba Periode 1 Januari s/d 31 Desember 2004, Hal 32-34
3 Tempo Interaktif, Kerugian Operasional TVRI 300 Milliar, 20 April 2005
3
B. Pemasukan Iklan yang tidak jelas
Bisnis media massa sangat terkait dengan industri periklanan. Dalam lima tahun
terakhir bisnis periklanan tumbuh di kisaran 24%-26%. Tahun 2004 pendapatan
iklan cetak dan elektronika naik 34% dari Rp 16,4 milliar menjadi Rp 22,2 milliar
dan tahun ini secara nasional omzet iklan diperkirakan mencapai Rp 26 milliar
atau naik sekitar 20%4.
Sebuah survei menjelaskan bahwa 50% pengeluaran iklan dunia dihasilkan oleh
Amerika Serikat dan televisi memegang peranan yang besar dalam beriklan5. Di
Indonesia sendiri Televisi menyedot pangsa iklan terbesar 60%, diikuti surat
kabar 26%, media luar ruang 5%, majalah 4%, radio 3% dan tabloid 2%6.
Paling tidak ada dua hal yang menyebabkan Pendapatan TVRI melalui iklan
masih minim, Pertama, TVRI baru akhir-akhir ini dapat memasang iklan,
sehingga dalam kompetisi mendapatkan iklan, TVRI adalah pemain baru.
Tercatat sejak keluarnya PP No 9 tahun 2002 tentang perubahan status TVRI dari
perusahaan jawatan menjadi PT Persero, TVRI baru benar-benar serius terjun
dalam kompetisi mendapatkan iklan.
4
Suara merdeka, Omzet iklan 2005 RP 26 milliar, Sabtu, 02 April 2005
5
Hasan Oetomo, http://www.petra.ac.id/dwipekan/edisi07_xxviii/seputar.html
6
Pikiran rakyat, Strategi Radio dalam persaingan, 30 September 2004
4
1. Tiga Versi Laporan Pendapatan Iklan
Ditengah kembang kempisnya perolehan iklan TVRI, tercium aroma tak sedap
tentang adanya indikasi manipulasi pendapatan dari perolehan iklan. Hal ini
bermula ketika Direksi TVRI menyampaikan laporan pertanggungjawaban
keuangan tahun 2003-2004 di hadapan Kepala Stasiun TVRI seluruh Indonesia.
Dalam rapat tersebut Direksi mengungkapkan bahwa pendapatan iklan TVRI
rata-rata sebesar Rp. 4 Miliar/bulan atau adalah 48 milliar/setahun. Jika
berdasarkan grafik pendapatan iklan, total pendapatan dalam tahun 2004
sebesar Rp. 47.840.600.000,00 (Empat puluh tujuh milliar delapan ratus empat
puluh juta enam ratus ribu rupiah) ( Lihat lampiran 1 : Grafik pendapatan iklan )
Tabel 1 : Penerimaan Pemasangan Iklan Stasiun TVRI Periode 1 Januari s/d 31 desember 2004*
No. Nama Stasiun TVRI Jumlah Penerimaan
1. Kantor Pusat Rp. 24.855.150.254,00
2. Nanggroe Aceh Darussalam Rp. 769.515.000,00
3. Sumatera Utara Rp. 535.929.187,00
4. Riau Rp. 178.492.000,00
5. Sumatera Barat Rp. 296.098.384,00
6. Sumatera Selatan Rp. 243.910.728,00
7. Jambi Rp. 324.587.317,00
8. Bengkulu Rp. 350.000,00
9. Lampung Rp. 131.647.090,00
10. Jawa Barat & Banten Rp. 1.136.627.060,00
11. Jawa Tengah Rp. 620.709.189,00
12. Jawa Timur Rp. 2.647.171.227,00
13. Bali Rp. 253.570.127,00
14. Kalimantan Barat Rp. 122.820.095,00
15. Kalimantan Tengah Rp. 337.914.562,00
16. Kalimantan Selatan Rp. 332.212.500,00
17. Kalimantan Timur Rp. 149.212.500,00
18. Sulawesi Selatan Rp. 267.250.000,00
19. Sulawesi Utara Rp. 71.120.600,00
20. Sulawesi Tengah Rp. 77.300.000,00
21. NTT Rp. 70.192.500,00
22. Maluku Rp. 121.870.000,00
23. Papua Rp. 89.227.773,00
Jumlah Rp. 33.632.878.093,00
* Sumber: Laporan Keuangan TVRI ke Menneg BUMN
5
Laporan resmi yang diserahkan ke Menneg BUMN tersebut ternyata juga
berbeda jika dibandingkan dengan laporan yang diserahkan direksi ke komisi XI
DPR RI. Dalam laporan kinerja keuangan TVRI versi Komisi XI selain adanya
perbedaan jumlah kerugian total yang diderita, jumlah pendapatan dari iklan
yang diraih TVRI pada tahun 2004 ternyata lebih menyusut lagi jumlahnya
menjadi Rp. 31.570.681.537,00 (Tiga puluh satu milliar lima ratus tujuh puluh
juta enam ratus delapan satu ribu lima ratus tiga puluh tujuh rupiah)
Jadi secara keseluruhan paling tidak ada tiga versi laporan pendapatan dari iklan
yang berbeda, yaitu versi laporan untuk kepala stasiun TVRI daerah, versi
laporan untuk Menneg BUMN dan versi laporan untuk komisi XI DPR RI.
Seperti halnya laporan kerugian keuangan, perbedaan angka dalam laporan
pendapatan iklan ini menandakan ketidakberesan manajemen keuangan dan
jauh dari awpek akuntabilitas.
Hasil survei tersebut sempat mendorong Serikat Pekerja (SP TVRI) melaporkan
temuan ini salah satunya kepada Menneg BUMN melalui surat No
121/III/VIII/2004 untuk meminta konfirmasi tentang hasil pendapatan iklan
TVRI. Kemudian atas permintaan Roes Aryawijaya Deputi Bidang Usaha
Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi kemudian Direksi
TVRI memberikan klarifikasi yang salah satu intinya bahwa AGB Nielsen Media
Research setiap tahun menerbitkan Advertising Expenditure, dimana semua
iklan yang ditayangkan sebuah stasiun TV dalam satu tahun dikalikan dengan
tarif iklan penuh (Gross Published Rate Card) tanpa memperhatikan discount,
bonus dan harga paket iklan berupa sponshorship yang diberikan stasiun televisi
kepada pemasang iklan.
6
hanya setahun. Ini artinya telah terjadi perubahan dalam atmosfir industri
periklanan yang sudah mempercayai TVRI sebagai media kampaye produk dan
program.
7 Laporan Tahunan 2002 Surya Citra Media, Pembahasan Umum oleh Manajemen hal 29
8 Informasi didapat dari hasil diskusi dengan praktisi periklanan
7
Pemotongan iklan yang diberikan oleh TVRI sebesar lebih dari 95%, jikalaupun
benar, tentu sangat memberatkan TVRI. Karena muali tahun 2006, subsidi dari
APBN kepada TVRI sudah tidak ada sama sekali (nota keuangan RAPBN 2006).
Sehingga, keuangan dan cash-flow TVRI menjadi tidak sehat untuk menjalankan
aktivitas penyiaran. Akan tetapi, jika terdapat manipulasi dalam laporan
keuangan pendapatan iklan, hal ini akan menurunkan kepercayaan publik dan
tentu saja merugikan keuangan negara.
BUMN pun tak luput dari sasaran tembak, setidaknya didalam 15 BUMN
terindikasi adanya korupsi. Beberapa kasus yang kini jelas ditangani KPK antara
lain kasus kredit macet Domba Mas Grup di PT BRI, Tbk yang merugikan negara
Rp745 miliar dan kasus penjualan kapal tanker Very Large Crude Carrier
(VLCC) Pertamina yang merugikan negara antara US$20 juta hingga US$56 juta9.
Bagaimana dengan TVRI ? Layaknya BUMN lain, lembaga ini juga tidak lepas
dari penyakit korupsi. Medio april 2005 lalu Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur
memeriksa pejabat, staf TVRI dan Pemprov Kaltim yang diduga melakukan
korupsi dana APBD sebesar 1,7 Miliar yang sedianya akan digunakan dalam
pengadaan barang serta kegiatan operasional10.
Tahun 2004 BPKP juga telah mengeluarkan laporan hasil audit investigatif
dengan dugaan terjadinya penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Perjan TVRI tahun 2002 dalam angka pengadaan peralatan teknik produksi
divisi II siaran nasional berita dan informasi. Dalam laporan tersebut BPKP
menemukan adanya rekayasa dalam proses pelelangan yang melibatkan
Direktur Utama Perjan TVRI dan mengakibatkan kerugian keuangan negara
sekurang-kurangnya sebesar Rp. 5.210.622.200,00 (Lima miliar dua ratus sepuluh
juta enam ratus duapuluh dua ribu dua ratus rupiah)11.
Temuan BPKP tersebut merupakan fakta bahwa dalam tubuh TVRI terdapat
indikasi kuat terjadinya korupsi. Sayangnya setahun setelah BPKP mengungkap
9 Media Indonesia Online, KPK Bidik Kasus Korupsi di BUMN, Kamis 25 Agustus 2005
10 Kompas Cyber Media, Korupsi di TVRI Kaltim, 11 Diperiksa, 29 April 2005.
11 Laporan Hasil Audit Investigatif Perjan TVRI, 26 Januari 2004
8
temuannya, tidak ada tindak lanjut yang berarti. Penyidikan di kepolisian pun
seolah terhenti.
9
juta dua ratus empat puluh sembilan ribu lima ratus rupiah). Dengan demikian,
terdapat indikasi mark up harga sebesar 69,6% dari total dana yang
dialokasikan atau sekitar Rp. 2.003.750.500,00 (Dua milliar tiga juta tujuh ratus
lima puluh ribu lima ratus rupiah. (Lihat lampiran 2 /Tabel 3).
Pengadaan auditorium ini secara rinci terdiri dari 8 (delapan) item pokok
diantaranya camera system, lensa, portable jimmy jib,lighting system for live
show, sound system dan audio effector, alat tambahan,microphone, cable
connector, wide screen projector, wide screen plasma TV 50” dan material
instalasi dan pelatihan. Total pengadaan dari seluruh item ini bernilai Rp.
12.664.775.000,00 ( Dua belas milliar enam ratus enam puluh lima juta tujuh ratus
tujuh puluh lima ribu rupiah).
D. Kesimpulan
10
Buruknya manajemen dan perilaku koruptif tampaknya menjadi akar masalah di
tubuh TVRI. Buruknya akuntabilitas dan tranparansi dalam corporate governance
ditambah pengawasan yang lemah semakin membuat lembaga ini terperosok.
Akibatnya, program siaran yang kurang berkualitas, hutang yang menumpuk
dan akuntansi keuangan amburadul dan rawan korupsi akibat sistem birokrasi
yang masih sentralistik.
Masalah tersebut hampir terjadi disemua lini termasuk pada wilayah pengadaan
barang dan jasa baik pemenuhan kebutuhan TVRI pusat maupun daerah.
Kegiatan yang masih menggunakan pola sentralistik sangat rentan dengan
korupsi karena kebutuhan untuk daerah justru prosesnya tanpa melibatkan
jaringan TVRI daerah itu sendiri. Misalnya saja, dalam pengadaan peralatan
siaran yang dilakukan pada tahun 2004. Pengadaan dengan nilai total Rp.
16.978.775.000,00 (Enam belas milliar sembilan ratus tujuh puluh delapan juta
tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah), ternyata setelah ditelusuri ICW
hanya menghabiskan dana sebesar Rp. 9.751.309.410,00 (Sembilan milliar tujuh
ratus lima puluh satu juta tiga ratus sembilan ribu empat ratus sepuluh
rupiah) sehingga totalnya terdapat indikasi penggelembungan harga yang
berpotensi merugikan negara sebesar Rp. 7.227.465.590,00 (Tujuh milliar dua
ratus dua puluh tujuh juta empat ratus enam puluh lima ribu lima ratus
sembilan puluh rupiah) atau sebesar 74,1%, dengan rincian :
a. Mark Up Pengadaan Mini DV Camcoder : Rp. 2.003.750.500,00
b. Mark Up Pengadaan peralatan untuk Auditorium : Rp. 5.223.715.090,00
Total Mark Up : Rp. 7.227.465.590,00
11
berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan. HPS ini berguna sebagai
alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk
menetapkan besaran tambahan nilai jaminan.
Segala kasus penyimpangan yang pernah terjadi di PT TVRI selama ini perlu
dikaji ulang baik oleh Menneg BUMN maupun aparat penegak hukum agar
peralihan perusahaan ini menjadi lembaga penyiaran publik berjalan dengan
baik.
E. Rekomendasi
12
Penyusunan harga Perkiraan sendiri, Lampiran 1, Point E, Keppres 80 Tahun 2003.
12