Anda di halaman 1dari 1

Pagi itu, Ahad 5 September setelah tidur, saur dan shalat shubuh di Masjid Manarul ‘ilmi ITS saya

pulang
ke kost untuk mandi. Walaupun ngantuk karena hanya tidur 3 jam an, semangat untuk mudik
mengalahkan itu semuanya. Mandi pun selesai dilaksanakan, ku starter motor kuning Kawasaki ku
untuk segera menuju ke Pondok Pesantren Mahasiswa Thaybah. Disana sudah menunggu Nursidi yang
akan menamani ku untuk mudik dengan kereta. Perjalanan pun berlanjut, saya dan Nursidi segera
bertolak ke Stasiun Gubeng dianter mas Tris dan mas Hatta.

Sesampainya di Stasiun, loket sudah antre sekitar sepuluhan orang. Tiket seharga 19.500 langsung ku
beli. Ku bergegas berjalan menuju Jalur 1, tempat yang sudah diumumkan berulang ulang oleh petugas
stasiun. Tak lama kemudian suara terompet kereta berbunyi nyaring, kereta berjalan pelan dari arah
utara dan memasuki jalur 1. Segera aku dan Nursidi berlari menuju gerbong paling belakang dengan
harapan ku dapat duduk di kursi yang nyaman. Akan tetapi lari ku berakhir sia-sia, gerbong dari depan
sampai belakang sudah dipenuhi manusia yang tak terhitung jumlahnya. Setelah berdiskusi sebentar
dengan Nursidi, akhirnya diputuskan untuk memakai gerbong barang yang diletakkan tepat di belakang
lokomotiv. Ternyata tak hanya kami berdua yang memutuskan menggunakan gerbong barang. Banyak
penumpang yang sudah masuk ke gerbong itu. Tapi syukur Alhamdulillah masih ada tempat kosong
untuk kami duduki. Dengan bermodal seribu rupiah kami membeli 2 lembar koran untuk alas duduk agar
celana kami tidak kotor.

Jarum jam di Stasiun Gubeng menunjukkan pukul 6 tepat, petugas stasiun segera memberangkatkan KA
Pasundan dengan tujuan akhir stasiun Kiara Condong Bandung. Kereta pun berjalan kadang cepat dan
kadang lambat. Hampir setiap stasiun berhenti untuk menjemput pemudik yang menurut pengamatan
saya sebagian besar dari kalangan menengah ke bawah. Saat berhenti suasana kereta menjadi sangat
panas karena nyaris tak ada hembusan angin dari arah luar. Perut saya pun sempat mules banget
seperti diobok obok. Untungnya ada waktu sekitar 3 menitan untuk melampiaskannya di stasiun Sragen.

Banyak kejadian yang saya anggap menarik pada mudik kali ini. Mulai dari tetap berjualannya pedagang
kopi, rokok serta nasi bungkus walau di bulan ramadhan. Sampai banyaknya penumpang yang makan,
minum, dan merokok (bahkan ada penumpang wanita yang merokok). Suatu hal yang menunjukkan
semangat mudik yang luar biasa sampai rela untuk tidak berpuasa (bukan berarti menyalahkan orang
mudik). Sempat juga saya lihat pedagang asongan dan penumpang yang hampir berantem, mungkin
karena sedikit bersenggollan. Beruntung tidak sampai adu jotos, maklum walaupun situasi panas mereka
sadar tidak akan mengotori kesucian bulan Ramadhan. Di stasiun Madiun juga banyak wartawan yang
meliput situasi mudik lebaran yang tidak ditemui pada hari hari biasanya. Hal yang sangat jarang ditemui
di hari2 biasa.

Akhir kata, selamat menikmati arus mudik dan balik bagi yang merayakan. Buat yang mudik semoga
senang dan bahagia bertemu keluarga. Buat yang balik semoga sukses di perantauan baik sekolahnya
maupun kerjanya.

NB = sekali kali bikin note, kalo ada salah kata tlg dikoreksi.

Anda mungkin juga menyukai