Anda di halaman 1dari 5

Hubungan Manusia Dengan Agama

Kenyataan ditemukannya berbagai macam agama dalam masyarakat sejak


dahulu hingga kini membuktikan bahwa hidup di bawah sistem keyakinan adalah
tabiat yang merata pada manusia. Susunan jagat raya yang demikian mengaumkan
telah menggiring manusia kepada keberadaaan. Sang Pensipta Yang Maha
Sempurna.
Tidaklah kamu tahu bahwasanya kepada Allah bertasbih apa yang ada di
langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-
masing telah mengetahui (cara) salatnya dan tasbihnya dan Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (An-Nur:41).
Keteraturan seluruh elemen ala mini membangkitkan kesadaran bahwa
kehidupan manusiapun memerlukan keteraturan tersebut. Agama adalah salah satu
bentuk sistem aturan hidup yang kehadirannya berlangsung sejak lama di berbagai
sudut bumi dengan bentuk yang berbeda-beda.
Dimensi pahala dan dosa serta hari pembalasan terdapat pada hamper
semua agama yang ada di dunia. Dimensi ini secara luas diterima manusia bahkan
dalam cara berfikir modern sekalipun.
Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasan berfikir. Oleh
karena itu pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah lepas dari
muka bumi ini. Seiring dengan sifat-sifat mandasar pada diri manusia itu, Al-
Quran dalam sebagian besar ayat-ayatnya menentang kemampuan berfikir
manusia untuk menentukan kebenaran yang sejati sebagaimana yang dibawa
dalam ajaran Islam.
Akibat adanya proses berfikir ini, baik itu merupakan sebuah kemajuan atau
emunduran, terjadilah transformasi agama dalam kehidupan manusia. Tatkala
seseorang merasa gelisah dengan jalan yang dulaluinya kemudian ia menemukan
sebuah pencerahan, maka niscahya ia akan memasuki dunia yang lebih
memuaskan akal dan jiwanya itu. Ketenangan adalah modal dasar dalam upaya
mengarungi kehidupan pribadi. Masyarakat yang tenang, bangsa yang cerah,
sesungguhnya lahir dari keputusan para anggotanya dalam memilih jalan
kehidupan.
Sikap konsisten seseorang terhadap agamanya terletak pada pengakuan hati
nuraninya terhadap agama yang dianutnya. Konsistensi ini akan membekas pada
seluruh aspek kehidupannya membentuk seluruh pandangan hidup. Beberapa
langkah berikyt dalam upaya membentuk sikap yang konsisten, yaitu:
1. Pengenalan
Seseorang harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya sehingga
bias membedakannya dengan agama yang lain. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengetahui cirri-ciri pokok dan cabang yang terdapat dalam sebuah
agama.
2. Pengertian
Seseorang yang mengerti ajaran agamanya akan dengan mudah
mempertahankannya dari upaya-upaya megacuan dari orang lain. Ia juga
dapat menyiarkan agamanya dengan baik dan bergairah.
3. Penghayatan
Dengan penghayatan yang mendalam, seseorang dapat mengamalkan ajaran
agamanya, melahirkan keyakinan yang mendorongnya untuk melaksanakan
agama dengan tulus ikhlas.
4. Pengabdian
Seseorang yang telah memasuki pengabdian yang sempurna, penyerahan diri
secara total kepada Tuhannya, maka kepentingan hidupnya, tujuan
hidupnya, dan warna hidupnya sesuai dengan ajaran agama yang
dupeluknya.
5. Pembelaan
Apabila kecintaan seseorang terhadap agamanya telah demikian tinggi,
maka tak boleh ada lagi yang menghalangi laju jalan agamanya. Rintangan
terhadap agama adalah rintangan terhadap dirinya sendiri sehingga ia akan
segera melakukan pembelaan. Ia rela mengorbankan apa saja yang ada
pada dirinya, harta benda bahkan nyawa, bagi nama baik dan keagungan
agama yang dipeluknya (jihad).
Sejarah mencatat fenomena ini dalam berbagai agama dan ideology yang
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia. Para pahlawan muncul dalam
berbagai bangsa.
Dalam kaitan ini Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah mereka yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah
orang-orang yang benar. (Al-Hujarat : 15)

Hubungan Manusia Dan Alam Semesta

Manusia tidak berbeda dengan binatang dalan kaitan dengan fungsi tubuh
dan fisiologinya. Fungsi-fungsi kebinatangan ditentukan oleh naluri, pola-pola
tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan
syaraf hewan. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen
dasar eksistensinya yang tertent masih tetap sama.
Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apapun.
Tetapi tidak memahami siapa sebenarnya manusia itu? Mungkin anda tidak
mudah menjawab pertanyaan di atas. Para ahli piker (Filosof) berbedapendapat
dalam mendefinisikan manusia. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kenyataan
kekuatan dan peran multidimensional yang dimainkan manusia.
Para penganut teori psiko analisis menyebut manusia sebagai homo valens
(manusia berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang
memiliki prilaku hasil interaksi antara komponen biologis (Id), Psikologis (ego)
dan social (super egoz). Di dalam manusia terdapat unsure animal (hewan),
rasional (akali), dan moral (nilai).
Para penganut behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mechanicus
(manusia mesin). Menurut aliran ini, segala tingkah laku manusia terbentuk
sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan
aspek rasional dan emosional.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo spesies
(manusia berfikir). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang selalu
berusaha memahami lingkungannya..
Para penganut teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens
(manusia bermain). Menurut aliran ini, manusia berprilaku untuk
memeprtahankan, meningkatkan, dan mengaktulisasikan diri. Perdebatan
mengenai manusia di kalangan para ilmuan terus berlangsung dan tidak
menemukan satu kesepakatan yang tuntas.
Sampai saat ini manusia memahami dirinya adalah satu-satunya makhluk
beradab dalam kosmos yang luas dan kosong ini, asal usul manusia dikaitkan
dengan keberadaan alam semesta merupakan topik yang menarik. Kapankah
manusia pertama hadir di muka bumi ini? Makhluk apakah yang menjadi nenek
moyang manusia dan bagaimana prosespenurunan dan perubahannya?
Ramapithecus yang berusia 15 juta tahun dan Oreapithecus yang berusia 12
juta tahun dianggap sebagai manusia tertus. Pengamatan yang teliti menunjukan
bahwa kedua species tersebut lebih layak disebut kera daripada manusia.
Australopithecus sementara ini dianggap sebagai jenis yang paling mewakili
model manusia purba. Jenis ini hidup 4 juta sampai 600000 tahun yang lalu.
Tingginya antara 1,25-1,50 meter dengan volume otak antara 500-550 cc. cirri-
ciri tubuhnya sangat manusiawi, postur berkaki dua, lekukan tulang punggung,
pinggul lebar, tulang paha yang menyesuaikan dengan diri dan postur.
Manusia purba yang dianggap lebih maju adalah Pithecantropus Erectus
yang hidup sekitar 500000 tahun yang lalu. Tingginya antara 1,50-1,78 meter
dengan volume otak rata-rata 900 cc.
Gelombang manusia berikut adalah Neanderthal yang muncul sekitar 10000-
500000 tahun yang lalu. Tengkorak manusia ini lebih berkembang hinggga 130-
160 cc. Para ahli masih bertanya-tanya, apakah manusia Naenderthal melahirkan
homo sapiens ataukah mereka hidup bersama-sama berdampingan.
Walaupun demikian, manusia yang dikenal sebagai manusia modern seperti
sekarang ini dengan cirri-ciri anatomisnya telah ada sekitar 35000-40000 tahun
yang lalu dan dikenal sebagai homo sapiens.
Bangsa primate (kera) dianggap menjadi puncak bagi evolusi di dunia
hewan. Kesenjangan bukti-bukti ilmiah telah melemahkan hipotesis bahwa
manusia adalah perkembangan lebih lanjut dari keluarga primate.
Bagaimana proses penciptaan manusia adalah bagian integral dari alam
semesta. Teori Cosmozoa yang menyatakan bahwa manusia berasal dari luar
angkasa, kenyataannya kurang mendapat tempat di kalangan ilmuan. Sebaliknya
pembahasan semakin mengarahkan bahwa bahan baku manusia berasal dari bumi
tempat manusia itu sendiri berpijak.
Pengetahuan mengenai alam akan menambah kekuatan manusia mengatasi
alam dan memberinya pandangan total tak terhingga yang telah dicari oleh filsafat
tetapi tak didapat. Penglihatan terhadap hakikat alam tanpa kekuatan untuk
memakmurkannya akan dapat memeberikan peningkatan modal, tetapi tidak akan
dapat memberikan kebudayaan yang abadi. Sebaliknya, kekuatan tanpa
penglihatan cenderung untuk menjadi destruktif dan berperikemanusiaan.
Keduanya harus digabungkan agar perluasan rohaniah kemanusiaan dapat
terlaksana. Maka wajarlah jika semakin dalam penetahuan semakin terasa
hubungan saling ketergantungan antara manusia dan alam semesta ini. Manusia
tunduk di bawah hokum-hukum alam fisik dan tak mampu mengubahnya, akan
tetapi mampu mengatasinya.

Anda mungkin juga menyukai