Heryanti
ABSTRAK
Pemerintah dalam rangka melakukan berbagai kegiatan tidak hanya
menggunakan instrument yuridis (Undang-Undang dan Keputusan)
melainkan juga fungsi administrasi yang dimilikinya dapat memberikan
pelayanan dan fungsinya secara maksimal kepada masyarakat.
Pemberian kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah oleh
undang-undang merupakan konsekuensi logis, karena pemerintah bukan
hanya kepada eksekutif melainkan juga sebagai kepala administrasi di
daerah. Hal ini dapat dimengerti karena tugas dan fungsi birokrasi
pemerintah adalah merupakan jembatan penghubung antara
kepentingan Negara dengan kepentingan rakyatnya.
LATAR BELAKANG
Untuk menjalankan system pemerintahan di daerah dengan
mengandalkan para pegawai negeri sipilnya tidak terlepas dari adanya
konsep Good Governance. Dengan adanya konsep tersebut, maka sector
pemerintah tidak dapat lagi sebagai pemain utama untuk melakukan hak
monopoli dalam penentuan kebijakan publik. Hubungan kemitraan
antara pemerintah, swasta dan masyarakat harus dikembangkan jika
paradigma kepemrintahan yang baik benar-benar akan dilaksanakan.
Pemerintah sebagai organisasi adalah suatu alat saling hubungan
satuan-satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang
ditempatkan dalam struktur kewenangan. Dengan demikian pekerjaan
dapat dikoordinasikan oleh pemerintah atasan kepada para bawahan
yang menjangkau dari puncak sampai dasar dari seluruh badan usaha.
Organisasi yang terbesar dimanapun sudag barang tentu
organisasi publik yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan
ruang lingkup Negara. Oleh karena itu organisasi publik mempunyai
kewenangan yang terlegitimasi dibidang politik, administrasi,
pemerintahan dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai
kewajiban melindungi warganya, dan melayani kebutuhannya,
sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta
menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan. Untuk
melaksanakan pemerintahan yang baik, membina hubungan kemitraan
dan saling percaya merupakan kunci utama. Masalahnya sekarang
bagaimana mengembangkan sikap/perilaku saling percaya untuk
membina hubungan kemitraan antara ketiga domain tersebut.
Berkaitan dengan hal ini aparat birokrasi dituntut untuk
menampilkan perilaku yang menumbuhkan kembali kepercayaan
masyarakat yang selama ini menurun. Salah satu upaya untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat adalah mengembangkan
semangat jiwa kewirausahaan “The Enterpreneurial Spirit”. Hal ini
dimaksudkan untuk merubah orientasi perilaku birokrasi yang selama ini
menghabiskan anggaran dengan melakukan markup, kearah
mengembangkan kreativitas untuk mendapatkan dana, anggaran dapat
dihemat dan selanjutnya dipergunakan untuk kepentingan publik dalam
mengembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk kegiatan
pemeberdayaan masyarakat.
Setiap organisasi Pemerintah sebaiknya banyak memberi
kesempatan kepada pegawainya untuk dapat mengembangkan diri,
sehingga dengan adanya kesempatan ini pegawai akan berusaha
meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pekerjaannya. Dengan melihat
bahwa manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan, harapan,
motivasi dan cara berfikir yang berbeda satu dengan yang lainnya serta
menghendaki perlakuan yang adil, maka pimpinan organisasi
pemerintahan berupaya dapat menyelaraskan tujuan individu dengan
tujuan organisasi pemerintahan yang di pimpin, sehingga bawahannya
bersedia melakukan pekerjaan dengan sebaiknya.
Sebagaimana diketahui bahwa warga Negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih dan diangkat
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian, yang dimaksud dengan Pegawai Negara adalah
setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam suatu jabatan Negara, atau diserahi tugas Negara lainnya
dan digaji berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian Pegawai Negara sebagai aparatur Negara, abdi Negara
dan abdi masyarakat yang berfungsi menyelenggarakan pemerintahan
dan pembangunan. Dalam hal ini kedudukan pegawai Nagara sangat
penting, sebab lancar dan tidak lancarnya pemerintahan dan
pembangunan Negara tidak lepas dari peranan dan keikutsertaan
pegawai Negara (Ahmad Ghufron dan Sudarsono, 1991 :4).
Sejalan dengan pemberian hak otonomi kepada daerah tanpa
melepaskan rekrutmen pegawai negeri yang akan menjalankan roda dan
fungsi administrasi adalah telah tepat pemerintah pusat untuk tidak lagi
mencampuri urusan penerimaan pegawai negeri yang akan ditempatkan
di kantor ataupun instansi pemerintah di daerah berdasarkan kebutuhan.
Maka dari itu, eksistensi Kepala Daerah (Gubernur) dengan berbagai
kewenangan yang cukup luas dalam mengeluarkan keputusan
pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran disiplin oleh PNS
adalah suatu keharusan untuk menjaga agar seorang PNS tidak
melupakan tugas kewajibannya secara bertanggungjawab kepada
masyarakat dan Negara.
KESIMPULAN
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999
tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang dimaksud dengan pegawai
Negara adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan serahi tugas dalam suatu jabatan Negara, atau diserahi
tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
Pegawai Negara sebagai aparatur Negara, abdi Negara dan abdi
masyarakat yang berfungsi menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan. Dalam hal ini kedudukan pegawai Negara menjadi sangat
penting, sebab lancar dan tidak lancarnya pemerintahan dan
pembangunan Negara tidak lepas dari peranan dan keikutsertaan
pegawai Negara.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pegawai Negara merupakan tulang
punggung pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan untuk mencapai tujuan pembukaan UUD 1945 yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sebagai abdi masyarakat mempunyai peran yang penting dalam
rangka usaha mencapai tujuan Nasional dan menciptakan masyarakat
madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis makmur,
adil dan bermoral tinggi yang menyelenggarakan pelayanan secara adil
dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh
kesetiaan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pegawai Negeri mempunyai peranan penting sebaba pegawai
negeri merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan
pemerintah dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan Negara
kita, seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpa darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
melaksanakan ketertiban dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmah Ghufron dan Sudarsono, 1991. Hukum Kepegawaian di
Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.
Abdul Latief, 2006. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan
(Beleldsregel) pada pemerintahan Daerah, Ull
Jogyakarta Press, Jogyakarta.
Amiroedin Syarif, 1987. Perundang-undangan, Dasar, Jenis dan
Teknik Pembuatannya, Bina Aksara, Jakarta.
Aos Kuswandi, 2004. Pelaksanaan Fungsi Legislatif dan Dinamika
Politik DPRD, Laboratorium Ilmu Pemerintahan FISIP
Unisma, Jakarta.
A Hamid Attamimi, 1992. Teori Perundang-undangan Indonesia,
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fak Hukum
UI, 25 April, Jakarta.
Anna Erliyana, 2005. Keputusan Presiden Analisis Keppres RI
1987-1998, Program Pasca Sarjana FH UI, Jakarta.
Bagir Manan, 1992. Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia,
Ind.Hill.Co Jakarta.
Bagir Manan, 1994. Pemahaman Mengenal Sistem Hukum
Nasional, Pasca Sarjana UNPAD, Bandung.
Bagir Manan, 1993. Sistem Perundang-undangan Indonesia, BPHn
Dep Kehakiman, Jakarta.
BN. Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2000. Pokok-pokok Hukum dan
Administrasi Negara, Liberty, jogyakarta.
Darama Kusuma, 2002. Merubah Perilaku Birokrasi Pada
Organisasi Pemerintah Daerah, Orasi Ilmiah Dalam
Rangka Dies Natalis XII Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam
Negeri, Jatinangor, Bandung.
E Koswara, 2001. Otonomi Daerah Untuk Demokrasi dan
Kemandirian Rakyat, PT Sembrani Aksara Nusantara,
Jakarta.
Ermaya Suradinata, 1998. Manajemen Pemerintahan dan Otonomi
Daerah, CV Ramadan Bandung.
Hanif Nurcholis, 2007. Teori dan Praktek Pemerintahan dan
Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta.
HAW Widjaja, 2002. Otonomi Daerah dan Otonomi, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Hardijanto, 2000. Pemberdayaan Aparatur Negara Menuju Good
Governance, Makalah di sampaikan pada TOT Pengadaan
barang/Jasa Menuju Good Governance.
Inu Kencana Syafie, 1999. Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipta,
Bandung.
Josef Riwu Kalo, 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara
Republik Indonesia, Identifikasi Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Penyelenggaraannya, Raja Grafindo Pustaka,
Jakarta.
J Salusu, 1996. Pengambilan Keputusan Startejik Untuk
Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, PT
Gramedia, Jakarta.
Philipus M. Hadjo, dkk, 1999. Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gadjah Mada University Press, Jogyakarta.
Sudibyo Triatmodjo. 1983, Hukum Kepegawaian Mengenai
Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Suhadak dan Surajdi. 2003, Administrasi Kepegawaian Negara,
Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III, Jakarta.
Supardan Modeong. 2003, Teknik Perundang-undangan di
Indonesia, Perca, Jakarta.
Solly Lubis, 1995. Landasan dan Teknik Perundang-undangan,
Mandar Maju, Bandung.
Soejono, 2001. Manajemen Pemerintahan Suatu Pemikiran Dalam
Era Supremasi Hukum, Mimbar, Semarang.
Soenobo Wirjosoegito, 2004. Proses dan Perencanaan Peraturan
Perundangan, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1976 Tentang Cuti Pegawai
Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi
Perangkat Daerah.
BAB V
PENUTUP
PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para Kepala
Daerah Provinsi adalah merupakan tuntutan masyarakat yang dapat
terwujud apabila dapat terciptanya suatu sistem pemerintahan yang
baik, dimana secara utuh dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang
memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan
Negara yang efesien dan efektif dengan menjaga sinergi yang
konstruktif di antara pemerintah sektor swasta dan masyarakat yang
bermuara pada terciptanya pemerintahan yang baik.
Oleh karena itu perubahan perilaku birokrasi sangat diperlukan,
karena penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 sejalan dengan konsep Good Governance sebagai
domain pemerintahan yang baik antara lain :
1. Menekankan penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan
pada peraturan perundang-undangan.
2. Kebijakan publik yang transparansi.
3. Adanya partisipasi masyarakat dan akuntabilitas publik.
Paradigma kepemerintahan yang baik, Good Governance
memperhatikan tiga domain yang bersinergi yakni antara sector public,
swasta dan masyarakat. Sesuai dengan paradigma kepemerintahan yang
baik, maka hubungan kerja pada sektor pemerintahan tidak lagi bersifat
hirarkhis (sistem koordinasi dari bawah ke atas ataupun sebaliknya)
tetapi menjadi heterarkhis, artinya penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dengan memperhatikan hubungan dari tiga domain
kepemerintahan yang baik. Untuk dapat mewujudkan pemerintahan
yang baik menurut Hardjianto (2000:2), beberapa prinsip dasar yang
harus diperhatikan antara lain :
1. Prinsip Kepastian Hukum.
a. Sistem hukum yang benar dan adil, meliputi hukum Nasional
hukum adat dan etika kemasyarakatan.
b. Pemberdayaan pranata hukum, meliputi Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan.
c. Desentralisasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan,
pengambilan keputusan public dan lain-lain yang berhubungan
dengan kepentingan masyarakat luas.
d. Pengawasan masyarakat yang dilakukan oleh DPR, dunia pers dan
masyarakat umum secara transparansi, adil dan dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Prinsip Keterbukaan
a. Menumbuhkan iklim yang kondusif bagi terlaksananya asa
desentralisasi dan transparansi.
b. Menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk hidup
layak, hak akan rasa aman dan nyaman, persamaan kedudukan
dalam hukum dan lain-lain.
c. Memberikan informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.
3. Prinsip Akuntabilitas
a. Prosedur dan mekanisme kerja yang jelas, tepat dan benar, yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan
mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
b. Mampu mempertanggungjawabkan hasil kerja, terutama yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum.
c. Memberikan sanksi yang tegas aparat yang melanggar hukum.
4. Prinsip Profesionalisme
a. Sumber daya manusia yang memiliki profesionalitas dan kapabilitas
yang memadai, netral serta dukungan dengan etika dan moral
sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
b. Memiliki kemampuan kompetensi dank ode etik sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Memodernisasi Administrasi Negara dengan mengaplikasikan
teknologi telekomunikasi dan informatika yang tepat guna.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, prinsip penyelenggaraan
pemerintahan yang memenuhi syarat Good Governance yang
dikemukakan oleh Team Work Lapera (2001:93) sebagai berikut :
1. Akuntabilitas, maksudnya adalah bisa dibaca rakyat dan
dipertanggung jawabkan kepada masyarakat melalui indicator
atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh rakyat sendiri.
2. Transparansi, maksudnya segala kegiatan dan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah bersifat terbuka, bisa diketahui atau
diakses oleh masyarakat. Keputusan diambil dengan
melibatkan masyarakat, memungkinkan adanya ide-ide atau
aspirasi masyarakat.
3. Kejujuran, maksudnya adalah adanya kejujuran dari
pemerintah dalam melakukan atau menyelenggarakan
pemerintahan.
4. Kesetaraan, dalam pelayanan non diskriminasi atau tidak
membeda-bedakan dalam proses pelayanannya.
5. Keterlibatan, masyarakat dalam seluruh tahap proses
penyelenggaraan mulai dari perencanaan sampai dengan
distribusi hasil-hasil permbangunan.
6. Konstitusional, berjalan di atas aturan yang ada dan senantiasa
menegakkan hukum.
7. Pengambilan keputusan, mengedepankan musyawarah agar
keputusan yang diambil tidak merugikan masyarakat.
FUNGSI DAN KEDUDUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI
Pengaturan dalam semua undang-undang tentang pemerintahan
daearh membuat peranan kepala daerah sangat strategis, karena kepala
daerah merupakan komponen signifikan bagi keberhasilan pembangunan
nasional, sebab pemerintahan daerah merupakan subsistem dari
pemerintahan nasional atau Negara. Efektifitas pemerintahan Negara
tergantung pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Keberhasilan kepemimpinan di daerah menentukan kesuksesan
kepemimpinan nasional.
Dari tinjauan organisasi dan manajemen kepala daerah merupakan
figure atau menejer yang menentukan efektifitas pencapaian tujuan
organisasi pemerintahan daerah. Proses pemerintahan di daerah secara
sinergis di tentukan oleh sejauh mana efektifitas peran yang di mainkan
oleh kepala daerah. Dalam kata lain, arah dan tujuan organisasi
pemerintahan daerah di tentukan oleh kemampuan, kompetensi dan
akapabilitas kepala daerah dalam melaksanakan fungsi-fungsi
administrasi/manejerial, kepemimpinan, pembinaan dan pelayanan, serta
tugas-tugas lain yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab Kepala
Daerah.
Dalam pendekatan pelayanan, Kepala Daerah juga merupakan
komponen strategi dalam mengupayakan terwujudnya pelayanan yang
berkualitas, baik pelayanan internal dalam organisasi maupun pelayanan
eksternal kepada masyarakat. Kepemimpinan Kepala Daerah yang
menerapkan pola dan strategi mendengarkan, merasakan menanggapi
dan mewujudkan keinginan, aspirasi, tuntutan dan kepentingan
masyarakat dan tuntutan organisasi, merupakan kekuatan dalam upaya
mewujudkan tujuan organisasi dan peningkatan kehidupan serta
kesejahteraan masyarakat.
Kepala daerah sebagai puncak suatu piramida hiearkhi
administrative memiliki peranan dalam menjalankan keseluruhan
peraturan daerah yang dibuat bagi pemerintah daerah yang lebih tinggi
atau badan perwakilan daerah . Dengan demikian ia mempunyai hak dan
kewajiban untuk membuat keputusan yang diperlukan untuk
menjalankan peraturan dari unit pemerintahan yang lebih tinggi.
Begitu strategisnya kedudukan dan peran Kepala Daerah dalam
sistem pemerintahan, sehingga seorang Kepala Daerah harus
menerapkan pola kegiatan yang dinamik, aktif serta komunikatif,
menerapkan pola kekuasaan yang tepat maupun pola perilaku
kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang
dipengaruhi oleh latar belakang individual masing-masing kepala daerah.
Dengan kepemimpinan yang efektif, Kepala Daerah yang diharapkan
dapat menerapkan dan menyesuaikan dengan paradigma baru otonomi
daerah, di tengah-tengah lingkungan strategi yang terus berubah seperti
reinventing government (pemerintahan yang memiliki visi dan misi),
akuntabilitas, serta good governance (pemerintahan yang baik).
Setiap Kepala Daerah yang memimpin organisasi pemerintahan
daerah perlu memahami bahwa otonomi daerah adalah suatu instrument
politik dan instrumen administrasi/manajemen yang digunakan untuk
mengoptimalkan sumber daya local sehingga dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya demi kemajuan masyarakat di daerah terutama
menghadapi tantangan global, mendorong pemberdayaan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dalam kreatifitas, meningkatkan peran serta
masyarakat dan mengembangkan demokrasi maupun sebagai alat
pemerintah daerah. Sebagai alat pemerintah pusat. Kepala Daerah
memegang pimpinan kebijaksanaan politik di daeranya dengan
mengindahkan wewenang yang ada pada pejabat-pejabat sebagaimana
diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai kepala
eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah. Kepala
Daerah Provinsi di sebut Gubernur yang karena jabatannya adalah juga
sebagai Wakil Pemerintah. Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati,
sedangkan Kepala Daerah Kota disebut Walikota. Dalam menjalankan
tugas dan kewenangan selaku kepala daerah,kepala daerah bertanggung
jawab kepada DPRD Kabupaten/kota.
Dalam menjalankan pemerintahan, kepala daerah mempunyai
kewajiban untuk ;
1) Mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai cita-cita proklamasi kemerdekaan
17 Agustus1945.
2) Memegang teguh pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
3) Menghormati kedaulatan rakyat
4) Menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan
5) Meningkatkan taraf kesejahteraan dan ketertiban masyarakat
6) Mengajukan rancangan peraturan daerah dan menetapkannya
sebagai peraturan Daerah bersama DPRD.
Kepala daerah memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya, kepala Daerah bertanggung
jawab kepada DPRD. Kepala daerah wajib menyampaikan laporan atas
penyelenggaraan pemerintah daerah kepada Presiden melalui menteri
dalam negeri dengan tembusan kepada gubernur bagi kepala daerah
kabupaten dan daerah kota,sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun,tetapi jika dipandang perlu oleh kepala daerah apabila di minta
presiden.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tugas dan fungsi kepala
daerah telah diatur dengan peraturan pelaksanaan, yang apabila
diidentifikasi, terdapat 2 kriteria tugas dan kewajiban yaitu (1) tugas
administrasi/manajerial dan (2) tugas manajer public.
Ketentuan yang mengatur mengenai Kepala Daerah telah
dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 25 dan 27, bahwa Kepala Daerah
mempunyai tugas dan kewajiban, antara lain :
Pasal 25, Kepala Daerah mempunyai tugas :
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
2. Mengajukan rancangan perda.
3. Menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama
DPRD.
4. Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBD
kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
5. Mengupayakan daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan
dapat menunjukkan kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
6. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 27 Kepala Daerah mempunyai kewenangan :
1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 serta
memepertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.
5. Mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-
undangan.
6. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah memajukan dan mengembangkan daya
saing daerah.
7. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
8. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan
keuangan daerah.
9. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertical
daerah dan sesuai perangkat daerah.
10. Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan
pemerintahan daerah di hadapan rapat paripurna DPRD.
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BAIK
1). Landasan Filosofis.
Dasar berlakunya secara filosofis (filisofische groundslag)
menurut Bagir Manan (1992:3), jika berlakunya suatu perundang-
undangan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
atau cita hukum menurut penjelasan UUD 1945. Atau Perundang-
undangan itu rumusan atau norma-normanya mendapatkan
pembenaran dikaji secara filosofis. Artinya ia mempunyai alas an
yang dapat dibenarkan apabila dipikirkan secara mendalam.
Peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) di Indonesia
adalah merupakan satu kesatuan system norma yang bersumber dari
berbagi paham dan sisitem hukum yang ada. Indonesia memiliki
system hukum asli yang spesifik yaitu hukum adat dan hukum
kebiasaan yang bersumber dari hukum asing. Setiap bangsa memiliki
system hukum sendiri, bahkan setiap daerah dan kelompok
masyarakat hukumnya, memiliki pula sistem hokum tersendiri.
Dimana ada masyarakat di situ ada hukum (ibi societes ubi ius).
2). Landasan Sosiologis.
Suatu Peraturan perundang-undangan diaktakan mempunyai
landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan
kebutuhan, keyakinan dan kesadaran hukum masyarakat (Amiroedin
Syarif, 1987:92). Hal ini berarti peratruran perundang-undangan
yang dibuat harus dipahami oleh masyarakat sesuai dengan
kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan. Karena membuat
suatu aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, keyakinan dan
kesadaran masyarakat tidak akan ada artinya dan tidak mungkin
dapat diterapkan karena tidak akan dipatuhi atau ditaati.
Dengan demikian, rancangan peraturan tersebut sudah
berorientasi pada kepentingan masa depan seluruh lapisan
masyarakat yang mencapai tujuan daripada hukum yaitu
kesejahteraan, kebahagiaan dan kesentosaan (Supardan Modeong,
2003:53).
Kemudian Bagir Manan (1992:3) menyatakan bahwa dasar
berlakunya secara sosiologis (sociologische groundslag). Suatu
peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai dasar berlaku
secara sosiologis jika berlakunyatidak hanya karena paksaan
penguasa, tetapi juga karena diterima masyarakat, artinya
ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau
kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting agar perundang-
undangan yang dibuat ditaati oleh masyarakat agar tidak menjadi
huruf-huruf yang mati belaka.
3). Landasan Yuridis.
Landasan Yuridis atau landasan hukum yang menjadi landasan
dalam pembuatan peraturan perundang-undangan adalah peraturan
atau sederajat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
menjadi dasar kewenangan. Dari sini akan diketahui apakah seorang
pejabat atau badan mempunyai kewenangan membentuk peraturan
itu atau apakah putusan yang diatur itu berada di bawah
kewenangan mengatur badan itu.
Tanpa disebutkan peraturan perundang-undangan seorang
pejabat atau suatu jabatan atau suatu lembaga adalah tidak
berwenang mengeluarkan peraturan. Bagir Manan (1994: 14-
15), mengemukakan bahwa dasar yuridis sangat penting dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan karena akan
menunjukkan :
a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan
perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-
undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang
berwenang.
b. Keharusan ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan
perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.
c. Keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara
tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan
mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
d. Keharusan tidak bertentangan dengan suatu peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Suatu Undang-undang tidak boleh mengandung kaidah
yang bertentangan dengan UUD 1945.
Lebih lanjut lagi, Bagir Manan (1992:3), menyatakan bahwa
dasar berlakunya secara yuridis (rechtsground). Suatu peraturan
perundang-undangan dikatakan mempunyai dasar berlakunya secara
yuridis jika ada kesesuaian bentuk dan jenis peraturan perundang-
undangan dengan materi yang diatur dapat dibedakan menjadi 2
(dua) macam yaitu :
1. Landasan yuridis yang beraspek formal, adalah
ketentuan-ketentuan hukum yang memberikan
kewenangan kepada badan pembentuknya.
2. Landasan yuridis material, adalah ketentuan-ketentuan
hukum tentang masalah atau persoalan apa yang harus
diatur.
4). Landasan Politis
Hukum sebagai produk politik adalah merupakan anggapan
yang benar. Norma peraturan perundang-undangan harus
berlandaskan pada haluan politik pemerintah yang disebut dengan
garis-garis besar haluan Negara. Sebagai implementasi yuridis dalam
penerapan landasan politis secara kontekstual haruslah
mencantumkan mengenai dasar hukumnya (konsederan mengingat).
Hal ini adalah merupakan landasan politis daripada peraturan
perundang-undangan yang akan dibuat serta menunjukkan lembaga
politik yang memilki kewenangan untuk mengeluarkan ataupun
menyusun daripada suatu perundang-undangan yang mana harus
menuliskan secara utuh maupun keseluruhan dari jenis peraturan
tersebut.
Hal ini juga tidak boleh diabaikan adalah keharusan untuk
senantiasa menuliskan tahun dan nomor pengundangan baik pada
lembaran Negara untuk peraturan perundang-undangan nasional,
amupun lembaran Negara daerah untuk peraturan daerah dan
keputusan kepala daerah yang bersifat mengatur (regeling).