1. PENGKAJIAN
A. PENGERTIAN
B. TUJUAN
C. AKTIVITAS
1. Pengumpulan data
a. Tipe data
b. Sumber-sumber data
1. Klien
1
4. Catatan medis
Wawancara
2. Pengkajian fisik
2
3. Kemampuan menjadi pendengar yang baik
2. DIAGNOSA
A. PENGERTIAN
B. KOPETEN
3
Tujuan : menjelaskan status kesehatan klien atau masalah kesehatan
klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Diagnosis keperawatan
disusun dengan menggunakan standar yang telah disepakati
( NANDA, Doengoes, Carpenito,Gordon,dl), supaya:
d) Maturasional:
4
2.young adult:menikah,hamil,menjadi orang tua
1. perumusan harus jelas dan singkat dari respon klien terhadap situasi
atau keadaan yang dihadapi .
2. spesifi dan akurat (pasti)
3. dapat meripakan pernyataan dari penyebab
4. memberikan arahan pada asuhan keperawatan
5. dapat dilaksanakan oleh perawat
6. mencerminkan keadaan kesehatan klien
5
Pengelompokan data adalah pengelompokan data-data klien atau
keadaan tertentu di manaa klien mengalami permasalahan kesehatan atau
kepperawatan berdasarkan kriteria permasalahanya
2. Mengidentifikasi masalah klien
Masalah klien merupakaan keadaan atau situasi dimana klien perlu
bantuan untuk mempertahankan atau meningkatkan status
kesehatannya,atau meninggal dengan damai yang dapat dilakukan oleh
perawat sesuai dengan kemampuanya daan wewenang yang di milikinya.
Masalah dan pasien yang mempunyai masalah aktual:
a. Menentukan kelebihan klien
b. /Menentukan masalah klien
c. Menentukan masalah yang pernah dialami oleh klien
d. Penentuan keputusan
3. memvalidasi diagnosis keperawatan
4. menyusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritasnya
6
mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada
situasi yang sama atau hampir sama.
3. Diagnosis keperawatan kemungkinan
Merupakan pernyataan tentang masalah yang diduga masih
memerlukan data tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk
memestikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor resiko
5. Diagnosis keperawatan sejahteraan
Diagnosa keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis mengenei
individu, kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat
kesejahtera khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik.
H. MASALAH KOLABORATIF
Masalah kolaboratif adalah masalah yang nyata atau bmasalah
yang nyata atau resiko yang nyata atau resiko yang mungkin terjadi
akibat komplikasi dari penyakit atau dari pemeriksaan akibat pengobatan
yang masalah tersebut hanya bisa dicegah, diatasi dengan tindakan
keperawatan yang bersifat koloboratif.
7
c. Jangan menggunakan istilah yang tidak jelas.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
Menurut Perry, Potter : 2005 intervensi keperawatan adalah
kategori perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien
dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan
dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.
a. Diagnosa Keperawatan
8
b. Kriteria Hasil (Tujuan)
c. Intervensi Keperawatan
9
Perencanaan keperawatan terkadang perlu direvetisi hal ini dikarnakan :
a. intervensi tidak dapat dilakukan
b. pasien tidak mengalami kemajuan dalam mencapai kriterria hasil
yang telah ditetapkan
H. TIPE-TIPE PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Tradisional Narative Care Plan (Perencanaan Keperawatan Narative
Tradisional)
a. Bentuk format terrbuka
b. Pengisian oleh perrawat berdasar texbook, protap atau buku setandar
2. Standar Care Plan (Perencanaan Keperawatan Standard)
a. Bentuk formatnya cek list
b. Efisien dan mebuat perawat baru (belum ad pengalaman)
c. Membantu program peningkatan mutu pelayanan
I. INTERVENSI KEPERAWATAN DALAM CATATAN
PERKEMBANGAN
Macam intervensi keperawatan yang dituliskan dalam catatan
perkembangn dapat berupa:
a. Tindakan keperawatan yang merupakan medikal order (intruksi dokter)
b. Tindakan kepeeawatan yang merupakan nursing order (instruksi
perawat kepada perawat lain)
c. Tindakan keperawatan yang merupakan tindakan kaloborasi dengan tim
kesehatan lain
J. KONTRIBUSI INTERVENSI DAN KRITERRIA HASIL
Dilakukannya pendokumentasian intervensi dan kriteria hasil yang
baikdapat memberikan kontribusi padda :
a. Evaluasi tercapainya tujuan keperawatan
b. Penentuan perkembangan pasien secara langsung
c. kesempatan berkomunikasi bagi semua staf
d. Implementasi keperawatan
e. Menentukanpemberi pelayanan dan penentuan biaya yang dibutuhkan
f. Menentukan pemberi pelayanan dalam rangka proteksi legal
10
g. Data yang baik yang dapat dapat digunakan dalam riset
K. KOMPETEN DALAM CATATAN PERKEMBANGAN KLINIS
Unsur-unsur / urttan yang harus ada dalam catatan perkembangan klinis
harus mereflekkasikan yang mana terdiri dari :
a. Diagnosa keperawatan d. Intervensi keperawatan
b. Apa saja yang telah dikaji e. Tujuan / respon pasien
c. Data klinis pasien f. Rencana lebih lanjut
L. BENTUK PENULISAN CATATAN PERKEMBANGAN
a. SOAPIER (data subjektif, objektif, analisa, planing, implementasi,
evaluasi, revisi)
b. TRADISIONAL NARATIF
c. PIE (problem, intervention, evaluastion)
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
B. TUJUAN
11
c. Fleksibilitas untuk berradaptasi terhadap kebutuhan pasien sambil
mendengarkan dengan teliti laporan penggantian sift
d. Petunjuk pertama tentang dimana akan melalui pada lembar kerja :
catat informasi spesifik
e. Tinjau renpra hasil yang harus dievaluasi selama sift, prosedur rutin,
dan pemberian obat
f. Setelah usai laporan shif : lakukan pengkajian dasar setiap
pasienpetunjuk status fisik secara umum, peralatan yang diperlukan,
dan perhatian mengenai keamanan
g. Dapat mengenali perubahan pada signifikasi atau keparahan masalah
pasien yang dapat mempengaruhi renpra
E. MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN
a. Interrvensi terdiri banyak aktivitas, mulai tugas-tugas sederhana
sampai prosedur kompleks
b. Aktifitas ini memerlukan perawatan yang menggunakan tangan secara
langsung
c. Melatih pasien terdekat mengenai penanganan perawatan dan
mengawasi hasil intervensi
F. DOKUMENTASI
a. Semua tatanan perawatan kesehatan kesehatan secara hukum perlu
mencatat observasi keperawatan, perawatan yang diberikan, dan respon
pasien
b.berfungsi sebagai alat komunikasi dan sumber untuk membantu
menyusun prioritas keperawatan berkesinambungkomunikasi verbal
dengan tim perawatan melaporkan kepada perrawatan lain meninjau
dengan dokter.
c. Sajikan informasi dalam cara subjektif dan akurat
G. LAPORAN PERGANTIAN SHIFT MELIPUTI :
a. Ronmde keperawatan
b. Kerahasiaan pasien sangat penting diperhatikan
c. Tidak melibatkan orang-orang yang tidak terrlibat dalam perawatan.
12
5. EVALUASI KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
a. Manajemen asuhan keperawatan secara optimal
b. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatn
2. Tujuan khusus :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
b. Menyatakn apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
C. MANFAAT
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
b. Untuk menilai efektifitas, efesien dan produktifitas asuhan
keperawatan yang diberikan
c. untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
d. sebagai umpan balik untuk memberikan atau menyusun siklus baru
dalam proses keperawatan
13
e. Menunjang tanggung gugat dan tnggung jawab dalam pelaksanaan
keperawatan
D. KRITERIA
a. Kriteria Proses (evaluasi roses) : memulai jalannya jalannya proses
keperawatan sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan pasien
b. Kriteria keberhasilan (evaluasi hasil/sumatif): menilai hasil asuhan
keperawatan yang diberikan dengan perubahan tingkah laku klien.
E. TEKNIK PENILAIAN
a. Wawancara
b. Pengamatan
c. Studi dokumentasi
F. LANGKAH-LANGKAH EVALUASI
a. Menentukan kriteria, standar danpertanyaan evaluasi
b. Mengumpulkan data baru tentang klien
c. Menafsirkan data baru
d. Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku
e. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
G. MENGUKUR PENCAPAIAN TUJUAN
1. Kognitif mliputi pengetahuan klien terhadap penyakit, mengontrol
gejala, pengobatan, diet, aktifitas, persediaan alat, resiko komplikasi,
gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran dan lainya.
a. interview
b. kertas dan pensil
2. Affektif meliputi tukar menukar perasaan, cemas yang berulang,
kemauan berkomunikasi
3. Pisikomotor : observasi secara langsung apa yang telah dilakukan oleh
klien
4. Perubahan fungsi tubuh dan gejala
H. HASIL EVALUASI
a. Tujuan terrcapai : jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan
setandar yang telah ditetapkan
14
b. Tujuan tercapai sebagaian : jika klien menunjukan perubahan sebagian
dari standar dan kereteria yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai : jika klien tidak menunjukan perrubahan dan
kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan volume cairan dalah suatu keadaan ketika individu beresiko mengalami
penurunan, peningkatan, atau perpindahan cepat dari satu kelainan cairan
intravaskuler, interstisial dan intraseluler. (Carpenito, 2000).
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan
cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan cairan sangat
penting bagi kehidupan makhluk hidup.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum mengenai asuhan keperawatan gangguan
volume cairan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum mempelajari asuhan keperawatn gangguan volume cairan.
a. Mengetahui konsep dasar kekurangan volume cairan
b. Mengetahui asuhan keperawatan kekurangan volume cairan
c. Mengetahui konsep dasar kelebihan volume cairan
d. Mengetahui asuhan keperawatan kelebihan volume cairan.
15
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan
suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk
encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat
disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus.
B. PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari
sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan
yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
16
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan
bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan
yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup),
gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan
jamur terutama canalida.
17
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
18
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada
anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
19
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
20
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
F. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Yang diperiksa
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40
Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
21
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis
22
Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50
Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998),
Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI
(1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat
dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250
Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
23
H. PATHWAYS
Hipersekresi cairan
dan elektrolit
Isi lumen usus ↑
Rangsangan pengeluaran
Hiperperistaltik
Diare
24
I. PENTALAKSANAAN
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan
peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan
kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula
lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung
NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat,
dengan rincian sebagai berikut:
a. Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set
berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset
berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
• 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25
kg
25
• 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d. Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
• Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1
bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
• Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
e. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
f. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan lemak tak jenuh
g. Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi
tim)
h. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam
lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
i. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan
cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya
gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan
26
rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan
penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
a. Data fokus
1) Hidrasi
j. Turgor kulit
k. Membran mukosa
l. Asupan dan haluaran
2) Abdomen
m. Nyeri
n. Kekauan
o. Bising usus
p. Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik
q. Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik
r. Kram
s. Tenesmus
b. Diagnosa keperawatan
- Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara intake dan out put.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi
usus dengan mikroorganisme.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang
disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.
- Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
tidak mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan.
- Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau
kurangnya pengetahuan.
c. Intervensi
1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit
- Pantau cairan IV
27
- Kaji asupan dan keluaran
- Kaji status hidrasi
- Pantau berat badan harian
- Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi
- Melalui mulut
2) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut
- Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut
(misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian
meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti:
pisang, nasi, roti atau asi.
- Hindari memberikan susu produk.
- Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.
3) Cegah iritasi dan kerusakan kulit
- Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.
- Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan
terhadap udara.
- Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses
yang bersifat asam akan mengiritasi kulit).
4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah
penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
- Sediakan mainan sesuai usia.
- Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.
- Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang
sesuai usia.
6) Berikan dukungan emosional keluarga.
- Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.
- Rujuk layanan sosial bila perlu.
- Beri kenyamanan fisik dan psikologis.
7) Rencana pemulangan.
28
- Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan
lingkungan.
- Kuatkan informasi tentang diet.
- Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang
tua.
- Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.
d. Evaluasi
29
III. ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER
DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang
disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) Dengue
Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 ).
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4
serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C.
Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar. Tanda dan gejala
penyakit DHF adalah : meningkatnya suhu tubuh, nyeri pada otot seluruh
tubuh, nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supraorbita, retroorbita,
suara sesak, batuk, epitaksis, disuria, nafsu makan berkurang, mual, muntah.
Klasifikasi DHF menurut WHO: Derajat Demam disertai gejala tidak
khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uji tourniquet positif). Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
Derajat III Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi ). Derajat IV
30
nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur. Pemeriksaan Diagnostik
Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih )
Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang ), Serologi = Uji HI
( hemaaglutinaion Inhibition Test ), Rontgen Thorac = Effusi Pleura
A. DEFINISI
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie
Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong
arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (betina) (Seoparman, 1990).
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie
Effendy, 1995).
B. ETIOLOGI
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal
ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya
perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C.
Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar.
31
C. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan
masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik
timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual,
kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau
berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot
terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan
pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal
demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka
dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak
diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula
besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul
bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki,
kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat
menghilang, bekas bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula
cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia,
purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang
biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7
dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba
dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah
menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
32
D. PATOFISIOLOGI
Virus dengue
Viremia
Anorexia manifestasi
Muntah perdarahan
Resiko -
efusi
Perubahan nutrisi Resti kekurangan kehilangan vol perdarahan
pleura
kurang dari volume cairan cairan
-ascites
kebutuhan
-hemokonstrasi
hipovolemia
resiko syok
hipovolemia
syok
33
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah
pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan
yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
34
baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di
seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
E. DIAGNOSIS
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai
berikut :
1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara
lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2. Manifestasi perdarahan :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekia, purpura, ekimosis
c. Epistaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis, melena.
3. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7
sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai
prognosis buruk.
5. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
F. KLASIFIKASI
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis
dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
1. Derajat 1
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3. Derajat III
35
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari
(tanda-tanda dini renjatan).
4. Dejarat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi
yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau
lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen. Pada pasien
dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan
hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF
dengan tepat. Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau
ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia
timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama
kali.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
36
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan
segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak
tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran
sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan
12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi
sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg,
kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada
perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan
penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter
dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang
tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
1. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
2. Hematokrit yang cenderung mengikat.
I. PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya
kasus DHF.
37
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam
berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa
dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara
penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara
penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-
sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih,
dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10
liter air.
2. Tanpa insektisida
Caranya adalah :
a. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10
hari).
b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
38
pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara,
pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a. Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan
menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas atau demam.
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).
b. Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas
kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF
antara lain :
Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
Hiperemia pada tenggorokan.
Nyeri tekan pada epigastrik.
Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
Ig G dengue positif.
Trombositopenia.
39
Hemoglobin meningkat > 20 %.
Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia,
aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
SGOT/SGPT mungkin meningkat.
Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
Waktu perdarahan memanjang.
Asidosis metabolik.
Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Biodata
2) Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Sitatus Marital : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Suku/ Bangsa : Sunda/ Indonesia
Tanggal Masuk RS : 20 Februari 2011
Tanggal Pengkajian : 22 Februari 2011
No Medrec : 08024966
Diagnosa Medis : Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Alamat : Jl. Terusan Suryani No. 32 RT: 01 RW: 03
Warung muncang bandung kulon
2) Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
40
Klien mengeluh nyeri kepala, mual, dan muntah
b. Riwayat Penyakit sekarang
1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasakan nyeri
kepala, mual, muntah dan diperiksa di puskesmas, kemudian
puskesmas mendiagnosa klien menderita Dengue Haemorhagic
Fever (DHF), sehingga klien di rujuk ke Rumah Sakit Efarina
Etaham Purwakarta.
2) Keluhan Utama Saat Dikaji
Pada saat dikaji tanggal 25 Februari 2011 jam 08.00 WIB klien
mengeluh nyeri kepala, mual,dan muntah. Gejala timbul secara
mendadak kadang-kadang nyeri pada otot dan batuk ringan. Nyeri
pada otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan dengan skala
nyeri 2 dari skala 0-5 (McGill), yaitu nyeri sedang. Sekitar mata
ditemukan pembengkakan dan otot-otot mata terasa pegal.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit klien merasakan pusing,
mual, dan muntah dan dibawa kepuskesmas.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang
mempunyai penyakit yang sama dengan klien dan penyakit
keturunan seperti penyakit jantung,diabetes melitus,hipertensi dan
asma disangkal keluarga.Dan tidak mempunyai riwayat penyakit
menular seperti penyakit hepatitis,HIV,flu burung,dan TBC.
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF
menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
41
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.
f. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan
infus).
h. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 370C), pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3
jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.± 7)
42
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan
yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
43
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan
/dibutuhkan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
44
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena
cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
Tujuan : Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh
pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari
sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami
ketergantungan pada perawat.
45
4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh
pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa bantuan orang lain.
f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan
terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui
tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga
pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen
darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera
mungkin.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
46
Tujuan : Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat
diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
47
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis
yang diberikan.
i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang
memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
4. Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu
perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini
meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai
melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi
sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu
pada kriteria hasil yang diharapkan.
Evaluasi :
48
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
49
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)
50
2. Pathways
51
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis¬
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)¬
Edema periorbital¬
52
Friction rub pericardial¬
Pembesaran vena leher¬
2. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat¬
Kulit kering bersisik¬
Pruritus¬
Ekimosis¬
Kuku tipis dan rapuh¬
Rambut tipis dan kasar¬
3. Pulmoner
Krekels¬
Sputum kental dan liat¬
Nafas dangkal¬
Pernafasan kussmaul¬
4. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan¬
Nafas berbau ammonia¬
Ulserasi dan perdarahan mulut¬
Konstipasi dan diare¬
Perdarahan saluran cerna¬
5. Neurologi
Tidak mampu konsentrasi¬
Kelemahan dan keletihan¬
Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran¬
Disorientasi¬
Kejang¬
Rasa panas pada telapak kaki¬
Perubahan perilaku¬
53
6. Muskuloskeletal
Kram otot¬
Kekuatan otot hilang¬
Kelemahan pada tungkai¬
Fraktur tulang¬
Foot drop¬
2. Reproduktif
Amenore¬
Atrofi testekuler¬
(Smeltzer & Bare, 2001)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht,
Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
o Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP,
TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi
dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
54
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi
obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)
55
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual,
muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biRRRRTYUIP[]\Contoh Format Pengkajian pada pasien Gagal Ginjal
a. Pengumpulan data
1) Biodata
56
a) Identitas Klien
Nama : Ny. A
Umur : 85 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan :S1
No Medrec : 08024968
Kulon.
2.Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang
sebelah kanan.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien Tidak bisa buang air
kecil dan sakit pinggang sebelah kanan, dan 2 hari yang lalu klien
tidak bisa buang air besar kemudian klien menggunakan dulcolax
57
suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.
Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing
tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit.
Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer
keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar
berwarna agak coklat seperti air teh.
urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan
berbau.
bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan. dan 2
hari yang lalu klien tidak bisa buang air besar kemudian klien
58
Keluarga mengatakan dikeluarganya tidak ada yang
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b.Tanda-tanda vital
Suhu : 36,2 0C
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
c. Pengukuran pertumbuhan
TB : 160 cm
BB : 56 Kg
4. Data Penunjang
59
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC lµ : 5,5 x 103 /
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
b.Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas
( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.
c.Terapi Medis
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit
Allopurinol 300mg 1-0-0
Zonidip 10mg 0-0-1
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai
berikut :
60
3. Diagnosa I
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil :
Intervensi
Diagnosa II
61
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
Intervensi
62
Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal
Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
8. Timbang berat badan harian.
Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
Diagnosa III
Intervensi
Diagnosa IV
63
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan
diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang
penykit dan pengobatan.
Kriteria hasil :
Intervensi
1. Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk
membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan
mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana
Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
2. Berikan informasi tentang :
o Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal
kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan
untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
o Pemeriksaan diagnostic termasuk :
Tujuan
Diskripsi singkat
Persiapan yang diperlukan sebelum tes
Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
64
o Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
o Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.
4.Implementasi
Asuhan Keperawatan pada klien dengan kegagalan ginjal kronis.
• Mengusahakan Kenyamanan
1. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis
menurut kebutuhan.
2. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan
dan kaki bawah.
3. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
4. Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
5. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.
65
3. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan
bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
4. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan
obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan
Medikal Bedah, Barbara C. London
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Ed.4 vol. 2. Jakarta, EGC,
2006
66