Anda di halaman 1dari 66

PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
A. PENGERTIAN

Pengkajian keperawatan adalah proses sistimatis dari pengumpulan,


perivikasi dan komunikasi data tentang klien.

B. TUJUAN

Menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan,


pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai dan gaya
hidup yang dilakukan klien.

C. AKTIVITAS

1. Pengumpulan data

a. Tipe data

1) Data subjektif adalah persepsi klien tentang masalah kesehatan


mereka.

2) Data Objektif adalah pengamatan atau pengukuran yang di


buat oleh pengumpulan data.

b. Sumber-sumber data

1. Klien

2. Keluarga dan orang terdekat

3. Anggota tim perawatan kesehatan

1
4. Catatan medis

c. Metode pengumpulan data

Wawancara

Bisa juga disebut dengan anamnesa adalah mennyakan atau tanya


jawab yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan
merupakan suatu komunikasi yang direncanakan.

Macam macam wawancara

1. Auto anamnesa : wawancara dengan klien langsung

2. Allo anamnesa : wawancara dengan keluarga/orang terdekat.

2. Pengkajian fisik

Pemeriksaan fisik adalah mengukur tanda-tanda fital dan


pengukuran lainnya serta pemeriksaan semua bagian tubuh dengan
menggunakan teknik inpeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi.

3. Data diagnostik dan laboratorium

Sumber data pengkajian yang terakhir adalah hasil dari


pemeriksaan diagnostik dan laboratorium. Pemeriksaan ini di
pesankan oleh dokter atau oleh perawat yang prakteknya yang telah
lanjut

D. PENGETAHUAN DAN KEMAMPUAN YANG HARUS DIMILIKI


PERAWAT

Kemampuan yang harus di miliki oleh perawat dapat meliputi :

1. Kemampuan melakukan obserpasi secara sistematis

2. Kemampuan berkomunikasi secara verbal dan non verbal

2
3. Kemampuan menjadi pendengar yang baik

4. Kemampuan dalam menciptakan hubungan saling membantu

5. Kemampuan dalam membangun suatu kepercayaan


6. Kemampuan mengadakan wawancara

7. Kemampuan dalam melakukian pengkajian atau pemeriksaan fisik


keperawatan

2. DIAGNOSA
A. PENGERTIAN

Menurut Nanda (1990) : diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis


tentang individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan
dan proses kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan
memberikan dasar intervensi keperawatan untuk mencapai hasil dimana
perawat bertanggung gugat.

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi


data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa
keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan
klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi,dimana
pemecahannya dapat dilalukan dalam batas wewenang perawat.

B. KOPETEN

Rumusan diagnosis keperawatan mengandung tiga komponen


utama,yaitu:

1. Problem (P/masalah), merupakan gambaran keadaan klien dimana


tindakan keperawtan dapat diberikan. Masalah adalah kesenjangan
atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak
terjadi.

3
Tujuan : menjelaskan status kesehatan klien atau masalah kesehatan
klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Diagnosis keperawatan
disusun dengan menggunakan standar yang telah disepakati
( NANDA, Doengoes, Carpenito,Gordon,dl), supaya:

a) Perawat dapat berkomunikasi dengan istilah yang dimengerti


secara umum memfasilitasi dan mengakses diagnosa keperawatan

b) Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedeaan masalah


keperawatan dengan masalah medis.

c) Meningkatkan kerjasama perawat dalam mengidentifikasi


diagnosis dari data pengkajian dan intervensi keperawatan,
sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan

2. Etiologi (E/Penyebab), keadaan ini menunjukan penyebab keadaan


atau masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi
keperawtan .

Penyebabnya meliputi : prilaku, lingkungan, interaksi antara prilaku


dan lingkungan

Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi:

a) Patofisiologi penyakit : adalah semua proses penyakit, akut atau


kronis yang dapat menyebabkan / mendukung masalah

b) Situasional : personal dan lingkungan ( kurang pengetahuan, isolasi


sosial, dll)

c) Medikasi ( berhubungan dengan program pengobatan / perawatan :


keterbatasan institusi atau rumah sakit, sehingga tidak mampu
memberikan perawatan

d) Maturasional:

1.adolesent:ketergantungan dalam kelompok

4
2.young adult:menikah,hamil,menjadi orang tua

3.dewasa :tekanan karier ,tanda2 pubertas

3. sign dan symtom(S/tanda & gejala)


Adalah ciri tanda atau gejala ,yang merupakan informasi yang
diperlukan untuk merummuskan diagnosis keperawatan.jadi rumus
diagnosis keperawatan adalah: PE/PES

C. PERSYARATAN PENYUSUNAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. perumusan harus jelas dan singkat dari respon klien terhadap situasi
atau keadaan yang dihadapi .
2. spesifi dan akurat (pasti)
3. dapat meripakan pernyataan dari penyebab
4. memberikan arahan pada asuhan keperawatan
5. dapat dilaksanakan oleh perawat
6. mencerminkan keadaan kesehatan klien

D. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENENTUKAN


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Berorientasi kepada klien ,keluarga dan masyarakat
2.bersifat aktual atau potensial
3.dapat diatasi dengan intervensi keperawatan
4.menyatakan masalah kesehatan individu,keluarga dan
masyarakat,serta faktor-faktor peyebab timbulnya masalah tersebut.

E. PROSES PENYUSUNAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN


1. Klasifikasi dan analisis data

5
Pengelompokan data adalah pengelompokan data-data klien atau
keadaan tertentu di manaa klien mengalami permasalahan kesehatan atau
kepperawatan berdasarkan kriteria permasalahanya
2. Mengidentifikasi masalah klien
Masalah klien merupakaan keadaan atau situasi dimana klien perlu
bantuan untuk mempertahankan atau meningkatkan status
kesehatannya,atau meninggal dengan damai yang dapat dilakukan oleh
perawat sesuai dengan kemampuanya daan wewenang yang di milikinya.
Masalah dan pasien yang mempunyai masalah aktual:
a. Menentukan kelebihan klien
b. /Menentukan masalah klien
c. Menentukan masalah yang pernah dialami oleh klien
d. Penentuan keputusan
3. memvalidasi diagnosis keperawatan
4. menyusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritasnya

G. KATEGORI DIAGNOSIS KEPERAWATAN


1. Diagnosis keperawatan aktual dan faktor yang berhubungan:
a. label merupakan deskrifsi tentang deskrifsi diagnosis dan batasan
karakteristik
b. definisi menentukan pada kejelasan, arti tetap untuk diagnosa
c. batasan karakteristik karakterristik yang mengacu pada petunjuk
klinis, tanda subjektif dan ojektif
d. faktor yang berhubungan merupakan etiologi atau faktor menunjang
dan mempengaruhi status kesehatan yang berhubungan dengan 4
komponen : patofisiologis, tindakan yang berhubungan, situasional, dan
maturasional.
2. Diagnosis keperawatan resiko
Diagnosa keperrawatan resiko adalah keputusan klinis tentang
individu, keluarga atau komunitas yang sangat rentan untuk

6
mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada
situasi yang sama atau hampir sama.
3. Diagnosis keperawatan kemungkinan
Merupakan pernyataan tentang masalah yang diduga masih
memerlukan data tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk
memestikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor resiko
5. Diagnosis keperawatan sejahteraan
Diagnosa keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis mengenei
individu, kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat
kesejahtera khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik.

6. Diagnosis keperawatan sindrom

Diagnosa keperawatan sindrom merupakan diagnosis keperawatan


yang terdiri dari sekelompok diagnosis keperawatan aktual atau resiko
yang diduga akan muncul karena satu kejadian atau situasi tertentu.

H. MASALAH KOLABORATIF
Masalah kolaboratif adalah masalah yang nyata atau bmasalah
yang nyata atau resiko yang nyata atau resiko yang mungkin terjadi
akibat komplikasi dari penyakit atau dari pemeriksaan akibat pengobatan
yang masalah tersebut hanya bisa dicegah, diatasi dengan tindakan
keperawatan yang bersifat koloboratif.

I. MENCEGAH KESALAHAN DALAM MEMBUAT DIAGNOSIS


KEPERAWATAN

a. tidak menggunakan istilah medis.

b. tidak merumuskan diagnosa keperawatan sebagai suatu diagnosa


medis.

7
c. Jangan menggunakan istilah yang tidak jelas.

d. Jangan menulis diagnosis keperawatan yang mengulangi instruksi


dokter.

e. Jangan merumuskan dua masalah pada saat yang sama

J. DOKUMENTASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN


a. Gunakan format PES untuk masalah aktual dan PE untuk masalah
resiko
b. catat diagnosis keperawatan resiko ke dalam format diagnosis
keperawatan
c. masukan pernyataan diagnosis keperawatan ke dalam daftar masalah

K. TUJUAN DOKUMENTASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN


a. Mengkomunikasikan masalah klien pada tim kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah utama untuk perkembangan intervensi
keperawatan
c. mendemonstrasikan tanggung jawab dalam identifikasi masalah klien

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
Menurut Perry, Potter : 2005 intervensi keperawatan adalah
kategori perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien
dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan
dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.

B. KOMPETEN RENCANA KEPERAWATAN

a. Diagnosa Keperawatan

8
b. Kriteria Hasil (Tujuan)
c. Intervensi Keperawatan

C. TUJUAN PERENCANAAN KEPERAWATAN


a. Tujuan langsungperawatan dan koordinasi perawat pasien
b. kesinambungan perawatan
c. komunikasi antar perawat
d. dasar pembiayaa perawat yang akan datang
e. ketepatan perawat dan pembiayaan (pembayaran) perawatan

D. PENGGUNAAN PERENCANAAN PERAWATAN PASIEN


a. perencanan umumnya bersifat permanen
b. rencana keperawatan dapat digunakan sebagai sumber informasi
dalam ronde keperawatan, diskusi tim kesehatan, laporan
penggantian sift, danrencana pulang
c. menentukan kebutuhan pasien dan biaya perawatan
E. KARAKTERISTIK RENCANA KEPERAWATAN YANG SUKSES
a. Bersifat individualis dan berfokus pada pasien
b. realistis
c. melibatkan kekuatan dan hambatan pencapaian tujuan
d. kriteria hasil yang ditetapkan dapat diukur, dicapai dan disetujuin
e. merefleksikan prioritas keperawatan.
E. KARAKTERISTIK RENCANA KEPERAWATAN YANG SUKSES

a. Perlu ditulis dengan detail

b. adanya rentang : masalah dapat dibandingkan dengan standar atau


norma-norma yang dapat didefinisikan atau norma pasien yang spesifik

c. mengikut sertakan permintaan pasien atau keluarga

d. melibatkan seluruh tim kesehatan

G. PERENCANAAN YANG DIREVISI

9
Perencanaan keperawatan terkadang perlu direvetisi hal ini dikarnakan :
a. intervensi tidak dapat dilakukan
b. pasien tidak mengalami kemajuan dalam mencapai kriterria hasil
yang telah ditetapkan
H. TIPE-TIPE PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Tradisional Narative Care Plan (Perencanaan Keperawatan Narative
Tradisional)
a. Bentuk format terrbuka
b. Pengisian oleh perrawat berdasar texbook, protap atau buku setandar
2. Standar Care Plan (Perencanaan Keperawatan Standard)
a. Bentuk formatnya cek list
b. Efisien dan mebuat perawat baru (belum ad pengalaman)
c. Membantu program peningkatan mutu pelayanan
I. INTERVENSI KEPERAWATAN DALAM CATATAN
PERKEMBANGAN
Macam intervensi keperawatan yang dituliskan dalam catatan
perkembangn dapat berupa:
a. Tindakan keperawatan yang merupakan medikal order (intruksi dokter)
b. Tindakan kepeeawatan yang merupakan nursing order (instruksi
perawat kepada perawat lain)
c. Tindakan keperawatan yang merupakan tindakan kaloborasi dengan tim
kesehatan lain
J. KONTRIBUSI INTERVENSI DAN KRITERRIA HASIL
Dilakukannya pendokumentasian intervensi dan kriteria hasil yang
baikdapat memberikan kontribusi padda :
a. Evaluasi tercapainya tujuan keperawatan
b. Penentuan perkembangan pasien secara langsung
c. kesempatan berkomunikasi bagi semua staf
d. Implementasi keperawatan
e. Menentukanpemberi pelayanan dan penentuan biaya yang dibutuhkan
f. Menentukan pemberi pelayanan dalam rangka proteksi legal

10
g. Data yang baik yang dapat dapat digunakan dalam riset
K. KOMPETEN DALAM CATATAN PERKEMBANGAN KLINIS
Unsur-unsur / urttan yang harus ada dalam catatan perkembangan klinis
harus mereflekkasikan yang mana terdiri dari :
a. Diagnosa keperawatan d. Intervensi keperawatan
b. Apa saja yang telah dikaji e. Tujuan / respon pasien
c. Data klinis pasien f. Rencana lebih lanjut
L. BENTUK PENULISAN CATATAN PERKEMBANGAN
a. SOAPIER (data subjektif, objektif, analisa, planing, implementasi,
evaluasi, revisi)
b. TRADISIONAL NARATIF
c. PIE (problem, intervention, evaluastion)

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN

Menurut Effendy, 1995 Implementasi adalah pengelolaan dan


perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun padda tahap
perencanaan.

B. TUJUAN

a. Mengidentifikasi prioritas tindakan keperawatan yang diberikan

b. Memberikan asuhan keperawatan

c. Mengkomunikasikan kepada penyediaan perawatan kesehatan lain

d. Mengevaluasi dan merevisi renpra

C. IDENTIFIKASI PRIORITAS PERRAWATAN


a. Segala sesuatu yang akan terjdai setiap hari pada pasien tidak dapat
diberikan dengan pasti
b. pengetahuan, keahlian dan pengenalan rutinitas institusi

11
c. Fleksibilitas untuk berradaptasi terhadap kebutuhan pasien sambil
mendengarkan dengan teliti laporan penggantian sift
d. Petunjuk pertama tentang dimana akan melalui pada lembar kerja :
catat informasi spesifik
e. Tinjau renpra hasil yang harus dievaluasi selama sift, prosedur rutin,
dan pemberian obat
f. Setelah usai laporan shif : lakukan pengkajian dasar setiap
pasienpetunjuk status fisik secara umum, peralatan yang diperlukan,
dan perhatian mengenai keamanan
g. Dapat mengenali perubahan pada signifikasi atau keparahan masalah
pasien yang dapat mempengaruhi renpra
E. MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN
a. Interrvensi terdiri banyak aktivitas, mulai tugas-tugas sederhana
sampai prosedur kompleks
b. Aktifitas ini memerlukan perawatan yang menggunakan tangan secara
langsung
c. Melatih pasien terdekat mengenai penanganan perawatan dan
mengawasi hasil intervensi
F. DOKUMENTASI
a. Semua tatanan perawatan kesehatan kesehatan secara hukum perlu
mencatat observasi keperawatan, perawatan yang diberikan, dan respon
pasien
b.berfungsi sebagai alat komunikasi dan sumber untuk membantu
menyusun prioritas keperawatan berkesinambungkomunikasi verbal
dengan tim perawatan melaporkan kepada perrawatan lain meninjau
dengan dokter.
c. Sajikan informasi dalam cara subjektif dan akurat
G. LAPORAN PERGANTIAN SHIFT MELIPUTI :
a. Ronmde keperawatan
b. Kerahasiaan pasien sangat penting diperhatikan
c. Tidak melibatkan orang-orang yang tidak terrlibat dalam perawatan.

12
5. EVALUASI KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN

Tahap penilaian atau evaluasi dalah perbandingan yang sistematik dan


terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya.

Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana


dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum :
a. Manajemen asuhan keperawatan secara optimal
b. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatn
2. Tujuan khusus :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
b. Menyatakn apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan

d. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan

C. MANFAAT
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
b. Untuk menilai efektifitas, efesien dan produktifitas asuhan
keperawatan yang diberikan
c. untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
d. sebagai umpan balik untuk memberikan atau menyusun siklus baru
dalam proses keperawatan

13
e. Menunjang tanggung gugat dan tnggung jawab dalam pelaksanaan
keperawatan
D. KRITERIA
a. Kriteria Proses (evaluasi roses) : memulai jalannya jalannya proses
keperawatan sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan pasien
b. Kriteria keberhasilan (evaluasi hasil/sumatif): menilai hasil asuhan
keperawatan yang diberikan dengan perubahan tingkah laku klien.
E. TEKNIK PENILAIAN
a. Wawancara
b. Pengamatan
c. Studi dokumentasi
F. LANGKAH-LANGKAH EVALUASI
a. Menentukan kriteria, standar danpertanyaan evaluasi
b. Mengumpulkan data baru tentang klien
c. Menafsirkan data baru
d. Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku
e. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
G. MENGUKUR PENCAPAIAN TUJUAN
1. Kognitif mliputi pengetahuan klien terhadap penyakit, mengontrol
gejala, pengobatan, diet, aktifitas, persediaan alat, resiko komplikasi,
gejala yang harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran dan lainya.
a. interview
b. kertas dan pensil
2. Affektif meliputi tukar menukar perasaan, cemas yang berulang,
kemauan berkomunikasi
3. Pisikomotor : observasi secara langsung apa yang telah dilakukan oleh
klien
4. Perubahan fungsi tubuh dan gejala
H. HASIL EVALUASI
a. Tujuan terrcapai : jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan
setandar yang telah ditetapkan

14
b. Tujuan tercapai sebagaian : jika klien menunjukan perubahan sebagian
dari standar dan kereteria yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai : jika klien tidak menunjukan perrubahan dan
kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan volume cairan dalah suatu keadaan ketika individu beresiko mengalami
penurunan, peningkatan, atau perpindahan cepat dari satu kelainan cairan
intravaskuler, interstisial dan intraseluler. (Carpenito, 2000).
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan
cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan cairan sangat
penting bagi kehidupan makhluk hidup.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum mengenai asuhan keperawatan gangguan
volume cairan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum mempelajari asuhan keperawatn gangguan volume cairan.
a. Mengetahui konsep dasar kekurangan volume cairan
b. Mengetahui asuhan keperawatan kekurangan volume cairan
c. Mengetahui konsep dasar kelebihan volume cairan
d. Mengetahui asuhan keperawatan kelebihan volume cairan.

15
BAB II
PEMBAHASAN

`I. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIARE

A. DEFINISI.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan
suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk
encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat
disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus.

B. PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari
sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan
yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:

16
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan
bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan
yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup),
gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan
jamur terutama canalida.

2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:


a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi
dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi:
infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo
coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit :
cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida
albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.

17
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam

18
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada
anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

D. MANIFESTASI KLINIS DIARE


1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.

19
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus.

20
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
F. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Yang diperiksa
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40

Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat

21
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis

G. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK


Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat
seperti protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran
harus seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan
cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di
gambarkan sebagai berikut :

22
Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50

Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998),
Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI
(1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat
dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250

Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)

23
H. PATHWAYS

Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik

Endotoksin Tekanan osmotik ↑ Hiperperistaltik Hipoperistaltik


merusak mukosa
usus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteri
dan elektrolit ke sempat diserap
lumen usus Endotoksin berlebih

Hipersekresi cairan
dan elektrolit
Isi lumen usus ↑

Rangsangan pengeluaran

Hiperperistaltik

Diare

Gangguan keseimbangan cairan Gangguan keseimbangan elektrolit

Kurang volume cairan (dehidrasi) Hiponatremia


Hipokalemia
Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serum
mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit
kurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin,
ubun-ubun cekung, peningkatan suhu tremor
tubuh, penurunan berat badan kejang, peka rangsang, denyut
jantung cepat dan lemah

24
I. PENTALAKSANAAN
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan
peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan
kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula
lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung
NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat,
dengan rincian sebagai berikut:
a. Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set
berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset
berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
• 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25
kg

25
• 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d. Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
• Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1
bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
• Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
e. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
f. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan lemak tak jenuh
g. Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi
tim)
h. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam
lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
i. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan
cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya
gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan

26
rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan
penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
a. Data fokus
1) Hidrasi
j. Turgor kulit
k. Membran mukosa
l. Asupan dan haluaran
2) Abdomen
m. Nyeri
n. Kekauan
o. Bising usus
p. Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik
q. Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik
r. Kram
s. Tenesmus
b. Diagnosa keperawatan
- Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara intake dan out put.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi
usus dengan mikroorganisme.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang
disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.
- Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
tidak mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan.
- Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau
kurangnya pengetahuan.
c. Intervensi
1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit
- Pantau cairan IV

27
- Kaji asupan dan keluaran
- Kaji status hidrasi
- Pantau berat badan harian
- Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi
- Melalui mulut
2) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut
- Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut
(misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian
meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti:
pisang, nasi, roti atau asi.
- Hindari memberikan susu produk.
- Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.
3) Cegah iritasi dan kerusakan kulit
- Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.
- Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan
terhadap udara.
- Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses
yang bersifat asam akan mengiritasi kulit).
4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah
penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
- Sediakan mainan sesuai usia.
- Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.
- Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang
sesuai usia.
6) Berikan dukungan emosional keluarga.
- Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.
- Rujuk layanan sosial bila perlu.
- Beri kenyamanan fisik dan psikologis.
7) Rencana pemulangan.

28
- Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan
lingkungan.
- Kuatkan informasi tentang diet.
- Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang
tua.
- Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.

d. Evaluasi

1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.

2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.

3. Integritas kulit kembali normal.

4. Rasa nyaman terpenuhi.

5. Pengetahuan kelurga meningkat.

6. Cemas pada klien teratasi.

29
III. ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER

DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang
disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) Dengue
Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 ).
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4
serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C.
Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar. Tanda dan gejala
penyakit DHF adalah : meningkatnya suhu tubuh, nyeri pada otot seluruh
tubuh, nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supraorbita, retroorbita,
suara sesak, batuk, epitaksis, disuria, nafsu makan berkurang, mual, muntah.
Klasifikasi DHF menurut WHO: Derajat Demam disertai gejala tidak
khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uji tourniquet positif). Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
Derajat III Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi ). Derajat IV

30
nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur. Pemeriksaan Diagnostik
Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih )
Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang ), Serologi = Uji HI
( hemaaglutinaion Inhibition Test ), Rontgen Thorac = Effusi Pleura

A. DEFINISI
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie
Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong
arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (betina) (Seoparman, 1990).
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie
Effendy, 1995).

B. ETIOLOGI
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal
ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya
perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C.
Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar.

31
C. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan
masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik
timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual,
kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau
berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot
terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan
pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal
demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka
dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak
diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula
besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul
bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki,
kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat
menghilang, bekas bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula
cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia,
purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang
biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7
dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba
dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah
menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

32
D. PATOFISIOLOGI

Virus dengue

Viremia

Hipertermi Hepatomagali Depresi sumsum Permeabilitas


Tulang kapiler meningkat

Anorexia manifestasi
Muntah perdarahan
Resiko -
efusi
Perubahan nutrisi Resti kekurangan kehilangan vol perdarahan
pleura
kurang dari volume cairan cairan
-ascites
kebutuhan
-hemokonstrasi
hipovolemia

resiko syok
hipovolemia

syok

kematian perubahan perfusi


jaringan

33
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah
pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan
yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan

34
baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di
seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
E. DIAGNOSIS
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai
berikut :
1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara
lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2. Manifestasi perdarahan :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekia, purpura, ekimosis
c. Epistaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis, melena.
3. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7
sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai
prognosis buruk.
5. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

F. KLASIFIKASI
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis
dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
1. Derajat 1
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3. Derajat III

35
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari
(tanda-tanda dini renjatan).
4. Dejarat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi
yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau
lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen. Pada pasien
dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan
hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF
dengan tepat. Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau
ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia
timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama
kali.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

36
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan
segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak
tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran
sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan
12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi
sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg,
kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada
perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan
penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter
dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang
tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
1. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
2. Hematokrit yang cenderung mengikat.

I. PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya
kasus DHF.

37
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam
berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa
dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara
penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara
penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-
sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih,
dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10
liter air.
2. Tanpa insektisida
Caranya adalah :
a. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10
hari).
b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang
dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara

38
pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara,
pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a. Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan
menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas atau demam.
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).
b. Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas
kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF
antara lain :
 Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
 Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
 Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
 Hiperemia pada tenggorokan.
 Nyeri tekan pada epigastrik.
 Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
 Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
 Ig G dengue positif.
 Trombositopenia.

39
 Hemoglobin meningkat > 20 %.
 Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
 Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia,
aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
 SGOT/SGPT mungkin meningkat.
 Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
 Waktu perdarahan memanjang.
 Asidosis metabolik.
 Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Biodata
2) Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Sitatus Marital : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Suku/ Bangsa : Sunda/ Indonesia
Tanggal Masuk RS : 20 Februari 2011
Tanggal Pengkajian : 22 Februari 2011
No Medrec : 08024966
Diagnosa Medis : Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Alamat : Jl. Terusan Suryani No. 32 RT: 01 RW: 03
Warung muncang bandung kulon
2) Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama

40
Klien mengeluh nyeri kepala, mual, dan muntah
b. Riwayat Penyakit sekarang
1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasakan nyeri
kepala, mual, muntah dan diperiksa di puskesmas, kemudian
puskesmas mendiagnosa klien menderita Dengue Haemorhagic
Fever (DHF), sehingga klien di rujuk ke Rumah Sakit Efarina
Etaham Purwakarta.
2) Keluhan Utama Saat Dikaji
Pada saat dikaji tanggal 25 Februari 2011 jam 08.00 WIB klien
mengeluh nyeri kepala, mual,dan muntah. Gejala timbul secara
mendadak kadang-kadang nyeri pada otot dan batuk ringan. Nyeri
pada otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan dengan skala
nyeri 2 dari skala 0-5 (McGill), yaitu nyeri sedang. Sekitar mata
ditemukan pembengkakan dan otot-otot mata terasa pegal.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit klien merasakan pusing,
mual, dan muntah dan dibawa kepuskesmas.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang
mempunyai penyakit yang sama dengan klien dan penyakit
keturunan seperti penyakit jantung,diabetes melitus,hipertensi dan
asma disangkal keluarga.Dan tidak mempunyai riwayat penyakit
menular seperti penyakit hepatitis,HIV,flu burung,dan TBC.
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF
menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.

41
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.
f. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan
infus).
h. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 370C), pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3
jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.± 7)

42
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan
yang mempercepat penurunan suhu tubuh.

5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang


tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai
program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tinggi.

b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.


Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang
tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

43
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan
/dibutuhkan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.

2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.


Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi
nafsu makan pasien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien
setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta
tanda-tanda vital.

44
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena
cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
Tujuan : Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh
pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari
sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada
saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami
ketergantungan pada perawat.

45
4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh
pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa bantuan orang lain.
f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan
kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan
terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui
tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga
pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen
darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera
mungkin.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).

46
Tujuan : Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat
diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.

3. Observasi daerah pemasangan infus.


Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau
penyulit lebih lanjut.
h. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan
dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran
pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan
lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini
mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.

47
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis
yang diberikan.
i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang
memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.

2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.


Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan
dengan baik.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5. Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada
pasien memberikan hasil yang efektif.

4. Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu
perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini
meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai
melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi
sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu
pada kriteria hasil yang diharapkan.

Evaluasi :

a. Suhu tubuh dalam batas normal.


b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.
c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
e. Pengetahuan keluarga bertambah.
f. Shock hopovolemik teratasi

48
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

I. KONSEP GAGAL GINJAL KRONIS


A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini
terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer &
Bare, 2001)

B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)

49
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)

C. PATOFISIOLOGI & PATHWAYS


1. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium
gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang
tersisa dan mencakup :
a. Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi
tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron
yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk
mendeteksi penurunan fungsi
b. Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang
sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic,
menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
c. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan
kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis
dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.
(Corwin, 1994)

50
2. Pathways

51
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis¬
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)¬
Edema periorbital¬

52
Friction rub pericardial¬
Pembesaran vena leher¬
2. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat¬
Kulit kering bersisik¬
Pruritus¬
Ekimosis¬
Kuku tipis dan rapuh¬
Rambut tipis dan kasar¬

3. Pulmoner
Krekels¬
Sputum kental dan liat¬
Nafas dangkal¬
Pernafasan kussmaul¬
4. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan¬
Nafas berbau ammonia¬
Ulserasi dan perdarahan mulut¬
Konstipasi dan diare¬
Perdarahan saluran cerna¬
5. Neurologi
Tidak mampu konsentrasi¬
Kelemahan dan keletihan¬
Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran¬
Disorientasi¬
Kejang¬
Rasa panas pada telapak kaki¬
Perubahan perilaku¬

53
6. Muskuloskeletal
Kram otot¬
Kekuatan otot hilang¬
Kelemahan pada tungkai¬
Fraktur tulang¬
Foot drop¬
2. Reproduktif
Amenore¬
Atrofi testekuler¬
(Smeltzer & Bare, 2001)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht,
Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)

o Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP,
TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi
dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

54
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi
obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)

II. ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIS


B. PENGKAJIAN
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub

55
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual,
muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biRRRRTYUIP[]\Contoh Format Pengkajian pada pasien Gagal Ginjal

a. Pengumpulan data

1) Biodata

56
a) Identitas Klien

Nama : Ny. A

Umur : 85 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Marital : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan :S1

Suku/ Bangsa : Sunda/ Indonesia

Tanggal Masuk RS : 30 Januari 2011


Tanggal Pengkajian : 34 Januari 2011

No Medrec : 08024968

Diagnosa Medis : Gagal Ginjal

Alamat : Jl. Terusan Suryani No.32 Rt:01

Rw:03 Warung Muncang Bandung

Kulon.

2.Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Klien mengeluh Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang
sebelah kanan.
b) Riwayat Penyakit Sekarang

(1) Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit

Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien Tidak bisa buang air
kecil dan sakit pinggang sebelah kanan, dan 2 hari yang lalu klien
tidak bisa buang air besar kemudian klien menggunakan dulcolax

57
suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.
Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing
tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit.
Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer
keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar
berwarna agak coklat seperti air teh.

(2) Keluhan Utama Saat Dikaji

Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus

yang diperoleh: Keadaan umum klien agak lemah, tungkai

bawah lemas,tidak bertenaga, kulit keriput tidak elastis. odema

pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring ditempat tidur,

ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter

urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan

berbau.

(3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien Tidak

bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan. dan 2

hari yang lalu klien tidak bisa buang air besar kemudian klien

menggunakan dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-

turut dan klien bisa BAB. Sehari kemudian klien susah

kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa keluar, lalu

keluarga membawanya ke Rumah Sakit.

(4) Riwayat Kesehatan Keluarga

58
Keluarga mengatakan dikeluarganya tidak ada yang

mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan klien, dan

penyakit keturunan seperti penyakit jantung, diabetes melitus,

hipertensi dan asma disangkal keluarga. Dan tidak mempunyai

riwayat penyakit menular seperti penyakit hepatitis, HIV, flu

burung dan TBC.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

Nilai GCS : 15 (E:4 M:6 V:5)

Penampilan : Klien tampak lemah

b.Tanda-tanda vital

Tekanan darah: 160/ 90 mmHg.

Suhu : 36,2 0C

Nadi : 82 x/menit

Respirasi : 26 x/menit

c. Pengukuran pertumbuhan

TB : 160 cm

BB : 56 Kg

d. Pengkajian Head To Toe

4. Data Penunjang

a. Hasil pemeriksaan Laboratorium


Tgl; 2/5 2005
Ureum : 202,32

59
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC lµ : 5,5 x 103 /
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
b.Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas
( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.

c.Terapi Medis
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit
Allopurinol 300mg 1-0-0
Zonidip 10mg 0-0-1
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai
berikut :

• Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,


diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
• Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane
mukosa mulut.
• Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk
sampah.
• Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.

60
3. Diagnosa I
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil :

• Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang


• Turgor kulit baik
• Membran mukosa lembab
• Berat badan dan tanda vital stabil
• Elektrolit dalam batas normal

Intervensi

1. Kaji status cairan :


o Timbang berat badan harian
o Keseimbangan masukan dan haluaran
o Turgor kulit dan adanya oedema
o Distensi vena leher
o Tekanan darah, denyut dan irama nadi

Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk


memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).

2. Batasi masukan cairan :


Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan
respons terhadap terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2,
Brunner & Suddart, hal 1452).
Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
(Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner &
Suddart, hal 1452).
4. Pantau kreatinin dan BUN serum
Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156).

Diagnosa II

Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,


mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.

61
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :

• Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan


oleh situasi individu.
• Bebas oedema

Intervensi

1. Kaji / catat pemasukan diet


Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi
fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi
pemasukan makanan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E.
Doenges, hal 620).
2. Kaji pola diet nutrisi pasien
o Riwayat diet
o Makanan kesukaan
o Hitung kalori

Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun


menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal
1452).

3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi


o Anoreksia, mual dan muntah
o Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
o Depresi
o Kurang memahami pembatasan diet

Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau


dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.

4. Berikan makan sedikit tapi sering


Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn
E. Doenges, hal 620).
5. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan
dorong terlibat dalam pilihan menu.
Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan
dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana Asuhan
Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
6. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Mendorong peningkatan masukan diet
7. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur,
susu, daging.

62
Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal
Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
8. Timbang berat badan harian.
Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

Diagnosa III

Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk


sampah
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil :

• Berkurangnya keluhan lelah


• Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
• Laporan perasaan lebih berenergi
• Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang
normal setelah penghentian aktifitas.

Intervensi

1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan


o Anemia
o Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
o Retensi produk sampah
o Depresi

Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan


(Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).

2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat


ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi
dan istirahat yang adekuat. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2,
Brunner & Suddart, hal 1454).
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien
sangat melelahkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner &
Suddart, hal 1454).

Diagnosa IV

63
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan
diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang
penykit dan pengobatan.
Kriteria hasil :

• Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan


rencana tindakan.
• Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

Intervensi

1. Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk
membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan
mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana
Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
2. Berikan informasi tentang :
o Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal
kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan
untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
o Pemeriksaan diagnostic termasuk :
 Tujuan
 Diskripsi singkat
 Persiapan yang diperlukan sebelum tes
 Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.

Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan


selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi
mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan
membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian
maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram
hal 159).

o Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk


membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang perubahan
gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki terapi.
Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas.
Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga.
(Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160).

64
o Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan
konsekuensinya.
o Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.

4.Implementasi
Asuhan Keperawatan pada klien dengan kegagalan ginjal kronis.

• Membantu Meraih Tujuan Terapi


1. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang
sudah dipesankan.
2. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat
disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
3. Tenekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
4. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
5. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang
dipesankan.
6. Melindungi pasien dari infeksi.
7. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara
yang seksama.
8. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan
menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.

• Mengusahakan Kenyamanan
1. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis
menurut kebutuhan.
2. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan
dan kaki bawah.
3. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
4. Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
5. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.

• Konsultasi dan Penyuluhan


1. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk
membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
2. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu
terapi.

65
3. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan
bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
4. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan
obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan
Medikal Bedah, Barbara C. London

DAFTAR PUSTAKA

DR.Ratna Sitorus S.Kp, Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.


Jakarta, EGC, 2006

La Ode Jumadi Gaffar S.Kp, Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta, EGC,


1999

Potter & Perry, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Ed.4 vol. 2. Jakarta, EGC,
2006

Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.

66

Anda mungkin juga menyukai