Anda di halaman 1dari 31

Nama : Ayunda Intan Wahyuni

NIM : PO7120119014
Tingkat : 1A

 Perbandingan Model Dokumentasi Nanda dan SDKI

A.  Pengertian Model Dokumentasi NANDA (NIC dan NOC)


Model dokumentasi adalah cara menggunakan dokumentasi dalam
penerapan proses asuhan. Berdasarkan penelitian NANDA NIC NOC dalam
proses keperawatan dapat meningkatkan kualitas dokumentasi keperawatan
dimana dapat menyeragamkan bahasa asuhan keperawatan sehingga lebih
memudahkan dalam serah terima pada setiap ship dinas dan tentunya kualitas
pelayanan keperawatan akan meningkat. Namun untuk dapat menguasai NANDA
NIC NOC dalam proses keperawatan memerlukan waktu yang lama, pemahaman
patofisiologi dan disiplin ilmu lain yang baik dan pengembangan yang sistematis.

B. Diagnosa Keperawatan NANDA


Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga
dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan potensial, sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat. Semua diagnosa keperawatan didukung oleh data, dimana
menurut NANDA diartikan sebagai “defenisi karakter”.  Yang dimana defenisi ini
disebut “ tanda dan gejala”, tanda adalah sesuatu yang dapat di observasi dan
gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klinik.
1.    Tujuan Diagnosa Keperawatan
Tujuan diagnosa keperawaran untuk mengidentifikasi :
a.   Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit
b.   Faktor- faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologis)
c.   Kumpulan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
2.    Kategori diagnosa keperawatan
Untuk memudahkan dalam pendokumentasian proses keperawatan, harus
diketahui beberapa tipe diagnosa keperawatan. Tipe diagnosa keperawatan
meliputi tipe aktual, resiko, kemungkinan, sehat dan sejahtera, dan sindrom.

a.    Diagnosa keperawatan aktual


Diagnosa keperawatan aktual memiliki empat komponen diantaranya :
- Label yang merupakan deskripsi tentang defenisi diagnosa dan batasan
karakteristik
- Defenisi merupakan penekanan pada kejelasan, arti yang tepat untuk diagnosa
- Batas karakteristik menentukan karakteristik yang mengacu pada petunjuk
klinis, tanda subjektif, dan objektif.
- Faktor yang berhubungan merupakan etiologi atau faktor penunjang. Faktor
ini dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan. Faktor yang
berhubungan terdiri dari empat komponen yaitu :
- Patofisiologi ( biologis atau psikologis)
- Tindakan yang berhubungan
- Situasional (lingkungan, personal)
- Maturasional.
Penulisan rumusan ini adalah PES (problem + etiologi + simtom).
b. Diagnosa keperawatan resiko dan resiko tinggi
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan resiko adalah keputusan klinis
tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami
masalah dibandingkan individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau
hampir sama.
Diagnosa keperawatan ini mengganti istilah diagnosa keperawatan potensial
dengan menggunakan ”resiko terhadap atau resiko tinggi terhadap”. Validasi
untuk menunjang diagnosa resiko tinggi adalah faktor resiko yang
memperlihatkan keadaan dimana kerentanan meningkat terhadap klien atau
kelompok dan tidak menggunakan batas karakteristik.
Penulisan rumusan diagnosa keperawatan risiko tinggi adalah PE (problem +
etiologi).
c.    Diagnosa keperawatan kemungkinan
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan memungkinkan adalah pernyataan
tentang masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan dengan harapan
masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor
resiko.
d.    Diagnosa keperawatan sejahtera
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis
mengenai individu, kelompok dan masyarakat dalam transisi dari tingkat
kesehatan khusus ketingkat kesehatan yang lebih tinggi. Cara pembuatan diagnosa
ini menggabungkan pernyataan fungsi positif dalam masing- masing pola
kesehatan fungsional sebagai alat pengkajian yang disahkan.
e.    Diagnosa keperawatan sindrom
Menurut NANDA, diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa
keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau
resiko tinggi yang diduga akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
3.    Metode dokumentasi diagnosa keperawatan
Dalam melakukan pencatatan diagnosa keperawatan digunakan pedoman
dokmentasi yaitu :
a. Gunakan format PES untuk semua masalah aktual dan PE untuk masalah
resiko.
b. Catat diagnosa keperawatan resiko dan resiko tinggi kedalam masalah atau
format diagnosa keperawatan.
c. Gunakan istilah diagnosa keperawatan yang dibuat dari daftas NANDA, atau
lain.
d. Mulai pernyataan diagnosa keperawatan yang mengidentifikasi informasi
tentang data untuk diagnosa keperawatan.
e. Masukkan pernyataan diagnosa keperawatan ketika menemukan masalah
perawatan.
f. Gunakan diagnosa keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian,
perencanaan, intervensi, dan evaluasi.
C.    Komponen Diagnosa Keperawatan
1.      Problem (masalah)
Tujuan penulisan pernyataan masalah adalah menjelaskan status kesehatan
atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkatkan mungkin. Karena
pada bagian ini dari diagnose keperawatan mengidentifikasi apa yang tidak
sehat tentang klien dan apa yang harus diubah tentang status kesehatan klien
dan juga memberikan pedoman terhadap tujuan dari asuhan keperawatan.
Dengan menggunakan standar diagnose keperawatan dari  NANDA
mempunyai keuntungan yang signifikan.
a. Membantu perawat untuk berkomunikasi satu dengan yang lainnya
dengan menggunakan istilah yang dimengerti secara umum.
b. Memfasilitasi penggunaan computer dalam keperawatan, Karena perawat
akan mampu mengakses diagnose keperawatan.
c. Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah keperawatan
yang ada dengan masalah medis.
d. Semua perawat dapat bekerja sama dalam menguji dan mendefinisikan
kategori diagnose dalam mengidentifikasi criteria pengkajian dan
intervensi keperawatan dalam meningkatan asuhan keperawatan.
2.    Etiologi (penyebab)
Etiologi (penyebab) adalah factor klinik dan personal yang dapat
merubah status ksehatan atau  mempengaruhi perkembangan masalah.
Etiologi mengidentifikasi fisiologis, psikologis, sosiologis, spiritual dan
factor-faktor lingkungan yang dipercaya berhubungan dengan masalah baik
sebagai penyebab ataupun factor resiko. Karena etiologi mengidentifikasi
factor yang mendukung terhadap masalah kesehatan klien, maka etiologi
sebagai pedoman atau sasaran langsung dari intervensi keperawatan. Jika
terjadi kesalahan dalam menentukan penyebab maka tindakan keperawatan
menjadi tidak efektif dan efisien. Misalnya, klien dengan diabetes mellitus
masuk RS biasanya dengan hiperglikeni dan mempunyai riwayat yang tidak
baik tentang pola makan dan pengobatan (insulin) didiagnosa dengan “
ketidaktaatan”. Katakana lah ketidaktaatan tersebut berhubungan dengan
kuramgnya pengetahuan kien dan tindakan keperawatan diprioritaskan
mengajarkan klien cara mengatasi diabetes melitus dan tidak berhasil, jika
penyebab ketidaktaatan tersebut karena klien putus asa untuk hidup.
Penulisan etiologi dari diagnose keperawatan meliputi unsure PSMM
P          = Patofisiologi dari penyakit
S          = Situational (keadaan lingkungan perawatan)
M         = Medication ( pengobatan yang diberikan)
M         = Maturasi  (tingkat kematangan/kedewasaan klien)
Etiologi, factor penunjang dan resiko, meliputi:
a. Pathofisiologi:
Semua proses penyakit, akut dan kronis, yang dapat menyebabkan atau
mendukung masalah, misalnya masalah “powerlessness”
Penyebab yang umum:
1) ketidakmampuan berkomunikasi  ( CV A, intubation)
2) ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari (CV A, trauma servical,
nyeri, IMA)
3) ketidakmampuan memenuhi tanggungjawabnya (pembedahan, trauma, dan
arthritis)
b. Situasional (personal, enfironment)
Kurangnya pengetahuan, isolasi social, kurangnya penjelasan dari petugas
kesehatan, kurangnya partisipasi klien dalam mengabil keputusan, relokasi,
kekurangmampuan biaya, pelecehan sexual, pemindahan status social, dan
perubahan personal teritori.
c. Medication (treatment-related)
Keterbatasan institusi atau RS: tidak sanggup memberikan perawatan dan
tidak ada kerahasiaan.
d. Maturational
Adolescent: ketergantungan dalam kelompok, independen dari keluarga
Young adult: menikah, hamil, orangtua
Dewasa: tekanan karir,  dan tanda-tanda pubertas
Elderly: kurangnya sensori, motor, kehilangan (uang, factor lain)
e. Sign/symptom (tanda/gejala)
Identifikasi data subjektif dan objektif sebagai tanda dari masalah
keperawatan. Memerlukan kriteria evaluasi, misalnya : bau “pesing”, rambut
tidak pernah di keramas. “saya takut jalan di kamar mandi dan memecahkan
barang”.
D. Keterkaitan NANDA / NOC dan NIC
Suatu kaitan adalah sebuah asosiasi hubungan yang ada antara pasien,
keluarga, atau masalah komunitas (diagnosis keperawatan) dan outcome yang
diinginkan (ketetapan atau perbaikan masalah). Secara umum kaitan
diagnosis dan outcome membantu perawat untuk memilih suatu outcome
untuk masalah pasien yang spesifik berdasarkan definisi masalah, batasan
karakteristik, dan faktor-faktor yang terkait diagnosis. Proses ini
memfasilitasi penilaian kondisi pasien,memperbanyak pengambilan
keputusan klinis, dan memperkuat penalaran diagnostik. Kaitan antara
outcome dengan diagnosis keperawatan diidentifikasi pada bagian ini adalah
pilihan – pilihan yang dapat dipilih perawat selama proses perencanaan
perawatan.
Diagnosis keperawatan dibagi menjadi tiga tipe utama diagnosis yang
disediakan dalam klasifikasi NANDA-I: diagnosisi aktual, diagnosis
keperawatan risiko, diagnosis keperawatan promosi kesehatan . untuk
diagnosis keperawatan aktual, tiga kategori outcome disediakan. Kategori
pertama memberikan outcome untuk mengukur ketetapan dan diagnosis
keperawatan. Kategori kedua memberikan outcome tambahan untuk
mengukur batasan karakteristik yang diidentifikasi untuk diagnosis
keperawatan. Kategori ketiga mengidentifikasi outcome yang berhubungan
dengan faktor-faktor terkait atau outcome menengah. Membagi outcome
dengan komponen masing-masing diagnosis aktual NANDA-I membantu
perawat untuk memilih outcome yang dapat mengukur outcome keseluruhan
serta batasan karakteristik atau dampak dari faktor-faktor yang terkait untuk
setiap diagnosis. Utnuk diagnosis keperawatan risiko kedua kategori outcome
disediakan. Kategori pertama memberikan outcome untuk menilai dan
mengukur kejadian aktual dari diagnosis. Kategori kedua dari outcome
dikaitkn denfan faktor risiko. Hal ini memungkinkan perawat untuk menilai
masalah potensial dan mengukur faktor-faktor risiko, merupakan kunci untuk
seorang pasien yang berisiko untuk mngembangkan diagnosis. Untuk
diagnosis promosi kesehatan hanya satu kategori dari outcome yang
dibutuhkan. Tipe diagnosa ini memberikan hanya batasan karakteristik dalam
klasifikasi NANDA-I. Setiap diagnosis memiliki suatu daftar outcome yang
difokuskan pada pengukuran batasan karakteristik yang diidentifikasi.

E.    Pemilihan Intervensi


a. Hasil yang diinginkan pasien :
Pencapaian hasil pasien harus ditentukan sebelum dilakukan pemilihan
intervensi. Outcome ini berperan sebagai suatu criteria terhadap penilaian
keberhasilan dari intervensi keperawatan yang dilakukan. Pencapaian outcome
menggambarkan perilaku, tanggapan, dan perasaan pasien dalam menanggapi
tindakan perawatan yang diebrikan oleh perawat. Banyak variable yang
mempengaruhi outcome, termasuk diantaranya adalah masalah klinik; intervensi
yang ditentukan oleh penyedia pelayanan kesehatan; penyedia perawatan
kesehatan; lingkungan diman perawatan diterima oleh pasien; motivasi pasien itu
sendiri, struktur genetic, patofisiologi dan orang-orang terdekat pasien(significant
others/SO). Terdapat banyak intervensi atau mediasi variabel dalam setiap situasi,
sehingga pada beberapa kasus, sulit untuk mengetahui hubungan sebab akibat
antaraintervensi keperawatan dan outcome yang dicapai pasien. Perawat harus
mengidentifikasi setiap outcome pasien yang mungkin dapat diharapkan dan dapat
dicapai sebagai hasil dari asuhan keperawatan yang diimplementasikan.
Cara yang paling efektif untuk menentukan outcome adalah dengan
menggunakan Nursing Outcome Classification(NOC).40 NOC terdiri dari 490
hasil pencapaian bagi individu, keluarga dan masyarakat yang mewakili umtuk
semua tatanan dan spesialis klinis. Setiap outcome NOC menggambarkan kondisi
pasien di tingkat koseptual dengan adanya indicator untuk setiap outcome yang
diharapkan berespon terhadap intervensi keperawatan. Indicator untuk setiap
outcome memungkinkan adanya pengukuran outcome dengan menggunakan 5-
poin skala likert dari skala yang paling negative ke skala yang paling positif.
Skala pencapaian yang terus berulang seiring waktu akan menunjukan adanya
perubahan pada kondisi pasien. Sehingga, outcome NOC digunakan dalam rangka
memonitor seberapa besar perkembangan kemajuan pasien, atau justru mungkin
terjadi kemunduran dalam perkembangan pasien selama proses perawatan.
Outcomes NOC dikembangkan sehingga dapat digunakan dalam semua kondisi,
semua area spesialisasi, dan disepanjang proses perawatan pasien. Contoh
outcome NOC pada label “Status Kenyamanan” dapat dilihat dalam kotak 2-1
yang menunjukan adanya label, definisi, indicator, dan skala pengukuran.
Outcomes NOC juga terkait dengan diagnose keperawatan NANDA Internasional
(NANDA-I), dan kaitannya dapat dilihat dibagian belakang buku NOC. Intervensi
NIC juga terkait dengan outcomes NOC dan diagnose keperawatan NANDA-I
dan semua kaitan ini dapat dipelajari di dalam satu buku yang berjudul NOC-NIC
linkages to NANDA-I and clinical conditions: supporting critical reasoning and
quality of care.
b. Karakteristik diagnosa keperawatan :
Outcomes dan intervensi dipilih karena berhubungan dengan diagnose
keperawatan tertentu. Penggunaan bahasa keperawatan yang terstandar/seragam
dimulai pada sekitar awal tahun 1970an, diawali dengan adanya penngembangan
klasifikasi diagnose keperawatan NANDA. Diagnose keperawatan berdasarkan
NANDA-I merupakan “ pertimbangan klinis mengenai pengalaman atau respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap adanya masalah kesehata/ proses
kehidupan baik yang actual maupun potensial” dan NANDA-I juga menyediakan
data dasar dalam pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai outcome
dimana perawat mempunyai tanggung jawab penuh didalamnya41. Elemen
pernyataan diagnosis NANDA-I actual terdiri dari label, faktor yang berhubungan
(penyebab dan faktor yang berhubungan) serta batasan karakteristik (tanda dan
gejala). Intervensi sebaiknya langsung mengarah kepada kerusakan/gangguan
pada faktor penyebab(faktor yang berhubungan dengan) atau penyebab diagnosis.
Jika intervensi yang dilakukan berhasil mengatasi penyebab/etiologi, maka status
pasien diharapkan akan membaik. Namun terkadang faktor penyebab tidak bisa
selalu diubah dan jika hal ini terjadi, maka sangat penting bagi perawat untuk
mengatasi batasan karakteristik(tanda dan gejala).
Untuk membantu memilih intervensi keperawatan yang tepat, bagian enam
dalam buku ini telah menyiapkan daftar intervensi yang utama dan yang
dianjurkan untuk dapat mengatasi diagnose keperawatan NANDA-I. selanjutnya,
buku dengan judul NOC-NIC Linkages to NANDA-I and Clinical Conditions;
Supporting Clibical Reasoning and Quality Care32 yang ada saat ini merupakan
sumber yang penting sebagi refrensi untuk mengidentifkasi outcomes dan
intervensi pada semua diagnose keperawatan NANDA-I maupun 10 kondisi
umum misalnya pada asma, PPOK, kanker kolon dan rectum, depresi, diabetes
mellitus, gagal jantung, hipertensi pneumonia, stroke dan penggantian sendi total;
panggul/lutut.
c. Intervensi berbasis riset
Institute Of Medicine (IOM) dalam laporannya dengan judul Health
Proffesions Education: A Bridge to Quality25 memaparkan beberapa perubahan
yang terjadi pada pendidikan semua bidang kesehatan professional, dimana dalam
proses pendidikannya, semua bidang kesehatan professional harus memasukan
materi penggunaan praktik berbasis bukti ilmiah (evidence based practice/EBP).
Lembaga Riset dan Pelayanan Kesehatan,IOM, dan lembaga pemerintah lainnya
merupakan tempat yang menetap bahwa panduan klinis harus menggunakan EBP
sebagai dasar pemberian perawatan kesehatan.24 lembaga-lembaga ini
memberikan penekanan pada pilihan intervensi yang didukung oleh adanya bukti
ilmiah penelitian yang harapan nya akan meningkatkan outcome pasien dan
praktik pelayanan di tatanan klinis. Pengembangan keterampilan perawat saat ini
dirasa sangat penting, sehingga hal ini menuntut perawat untuk secara terus
menerus melihat kembali apakah pelayanan keperawatan yang diberikan saat ini
adalah merupakan praktik klinis terbaik. Untuk mengetahui apakah praktik
tersebut merupakan praktik terbaik, bukti ilmiah berbasis penelitian harus
diketahui dan dgunakan dalam memilih intervensi. Maka secara tidak langsung,
perawat yang menggunakan intervensi merasa familiar dengan konsep penelitian
itu sendiri. Melalui penelitian, keefetifan intervensi yang dipilih pada berbagai
jenis pasien dapat diketahui. Beberapa intervensi dan aktivitas keperawatan sudah
diteliti dan disusun berdasarkan keilmuan para klinisi yang handal. Buku saku
diagnose keperawatan seperti Ackley dan Ladwig1, menyajikan refrensi penelitian
d. Visibilitas dalam mempraktikan intervensi :
Pertimbangan visibilitas meliputi bagaimana suatu intervensi berkaitan
dengan intervensi yang lain, baik intervensi keperawatan maupun intervensi dari
tenaga kesehatan yang lain. Penting untuk diingatkan disini bahwa perawat
terlibat dalam keseluruhan rencana perawatan pasien. Pertimbangan yang lainnya
adalah biaya yang akan dikeluarkan dan waktu yang diperlukan untuk
mengimplementasikan intervensi tersebut. Dalam pemilihan intervensi
keperawatan yang tepat, perawat juga harus mempertimbangkan intervensi dari
tenaga kesehatan lain, biaya yang dikeluarkan, dan estimasi waktu yang
diperlukan.

e. Penerimaan pasien
Intervensi yang dipilih harus diterima pasien dan keluarga. Perawat sering
merekomendasikan pilihan intervensi dalam rangka membantu pasien mencapai
outcome yang diharapkan. Untuk memfasilitasi pasien dalam memilih intervensi,
pasien harus diberikan informasi yang adekuat mengenai setiap intervensi terkait
dan bagaimana sebaiknya pasien berpartisipasi dalam tindakan tersebut. Hal yang
menjadi paling pertimbangan utama dalam pemilihan intervensi adalah nilai,
kepercayaan, dan kebudayaan pasien harus dipertimbangkan pada saat memilih
intervensi.

f. Kemampuan perawat
Perawat harus mampu memberikan intervensi keperawatan tertentu. Untuk
menjadi perawat yang komponen dalam tindakan keperawatan, perawat harus: (1)
mempunyai ilmu pengetahuan mengenai alas an ilmiah dan rasional untuk setiap
intervensi keperawatan, (2) memiliki kemampuan psikomotor dan interpersonal,
(3) mampu melakukan fungsinya dalam tatanan khusu untuk secara efektif
menggunakan sumber-sumber perawatan kesehatan.9 sangat jelas sekali terlihat,
bahwa dari total 5544 intervensi keperawatan yang disajikan, sangat mustahil jika
hanya dilakukan oleh satu orang perawat.
Keperawatan, seperti cabang ilmu kesehatan lainnya, merupakan sebuah
profesi dimana setiap perawat mempunyai keahlian tertentu dan mampu
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain jika diperlukan.
Setelah mempertimbangkan setiap faktor diatas untuk pasien tertentu, perawat
kemudian akan memilih intervensi. Tahap ini tidak serumit dan tidak Selama yang
dibayanngka. Benner menyatakan bahwa mahasiswa keperawatan dan perawat
pemula harus mencermati hal-hal diatas secara detail dan sistematis. Seiring
berjalannya waktu, perawat akan mampu mensistesis informasi dan menemukan
pola yang sesuai secara cepat. Satu keuntungan dari metode pengklasifikasian
terutama bagi perawat pemula, yakni cara ini dapat memfasilitasi proses belajar
mengajar dalam pengambilan keputusan. Dengan menggunakan bahasa
keperawatan yang seragam/standar dalam menyebutkan intervensi keperawatan,
bukan berarti kita berhenti memberikan perawatan secara personal kepada setiap
individu. Tetapi justru, intervensi keperawatan dibuat untuk beragam individu
dengan mempertimbangkan berbagai pilihan aktivitas dan memodifikasi aktivitas
tersebut berdasarkan usia pasien, status fisik, social, emosional, dan spiritual
pasien dan keluarga. Modifikasi ini dibuat oleh perawat dengan menggunakan
pertimbangan klinis.

F. Dokumentasi Menurut SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan


Indonesia)
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 adalah survei ke
tujuh yang dilaksanakan di Indonesia, dan merupakan bagian dari program
Demograpic Health Survey (DHS). Sejak tahun 2002-03, survei ini mencakup pria
kawin umur 15-54 tahun, dan wanita dan pria remaja belum kawin umur 15-24
tahun. Temuan survei remaja disajikan dalam laporan yang terpisah. Sebagaiman
survei SDKI sebelumnya, responden terdiri dari wanita pernah kawin umur 15-49
tahun, pada SDKI 2012 juga memasukkan wanita belum kawin umur 15-49 tahun.
Selain wanita usia 15-49 tahun, SDKI 2012 juga mewawancarai pria kawin umur
15-54 tahun dan pria belum kawin umur 15-24 tahun. Sama seperti survei SDKI
sebelumnya, SDKI 2012 sampel didesain untuk menghasilkan estimasi tingkat
nasional, perdesaan perkotaan, dan tingkat provinsi. Dalam wawancara rumah
tangga, dihasilkan 47.533 wanita umur 15-49 tahun yang diidentifikasi bisa
diwawancarai secara individu dan dari hasil identifikasi tersebut sebanyak 45.607
wanita selesai diwawancarai dengan hasil respon rate atau pencapaian wawancara
sejumlah 96 persen. Dari sepertiga rumah tangga, dapat diidentifikasi sebanyak
10.086 pria kawin umur 15-54 tahun yang dapat diwawancarai, sebanyak 9.306
pria kawin selesai diwawancarai, dengan respon rate atau tingkat pencapaian
sejumlah 92 persen.

G. Fertilitas

Hasil SDKI 2012 menunjukkan angka fertilitas total (Total Fertility Rate
atau TFR) sebesar 2,6 anak, yang berarti seorang wanita di Indonesia rata-rata
melahirkan 2,6 anak selama masa reproduksinya dalam kurun waktu 2009- 2012.
Angka TFR SDKI 2012 sama dengan angka TFR pada SDKI 2007 dan SDKI
2002-2003. Ada perbedaan kecil pada pola the Age Specific Fertility Rate
(ASFR). Puncak kemampuan reproduksi wanita telah bergeser dari kelompok
umur 20-24 tahun ke 25-29 tahun. Terdapat perbedaan tingkat fertilitas pada
wanita dengan karakteristik yang berbeda. Wanita di perdesaan memiliki tingkat
fertilitas lebih tinggi dibandingkan wanita di perkotaan (masingmasing 2,8 dan 2,4
anak per wanita). Walaupun pola TFR tidak seragam, TFR pada umumnya
menurun menurut tingkat pendidikan wanita; TFR diantara wanita yang
berpendidikan diatas SLTP (2,4 kelahiran per wanita) sekitar setengah kelahiran
lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan tamat SD atau lebih
rendah. Mirip dengan pola menurut pendidkan, status kepemilikan
wanitaberhubungan negatif dengan kedua ukuran fertilitas. Pada wanita di
kelompok kuintil terendah TFR turun dari 3,2 anak menjadi 2,2 anak pada wanita
dari kelompok kuintil paling tinggi.
H. Faktor- Faktor yang Mempengarihi Fertilitas

Jumlah anak dari seorang wanita dipengaruhi oleh beberapa faktor


termasuk tingkat pendidikan (penundaan perkawinan), umur kawin pertama, umur
melahirkan anak pertama, jumlah anak yang diinginkan, dan penggunaan metode
kontrasepsi. Pendidikan. Secara umum wanita usia reproduksi berpendidikan lebih
baik. Persentase wanita yang berpendidikan tamat SD adalah 23 persen, dan 36
persen wanita memiliki pendidikan tamat SLTPke atas. Umur perkawinan.
Median umur kawin pertama diantara wanita umur 25-49 tahun adalah 20,4 tahun,
sementara diantara wanita pernah kawin umur 25-49 tahun adalah 20,1 tahun
meningkat dari median umur kawin pertama wanita hasil SDKI tahun 2007 yaitu
19,8 tahun. Umur melahirkan pertama. Median umur melahirkan anak pertama
pada wanita sedikit meningkat menjadi 22 tahun, sementara diantara wanita
pernah kawin 21,5 tahun pada tahun 2007, dan pada tahun 1991 adalah 20,8 tahun
Selang kelahiran. Wanita di Indonesia umumnya mempunyai selang 60,2 bulan,
meningkat dari 54,6 bulan pada SDKI 2007. Wanita 15-19 tahun mempunyai
median selang kelahiran terpendek, yaitu 18,9 bulan, dan 75,4 bulan pada wanita
40-49 tahun.

Keinginan akan keluarga kecil. Data SDKI 2012 menunjukkan bahwa


keinginan untuk membatasi jumlah anak 50 persen, menurun dari 54 persen pada
SDKI 2007. Perbedaan fertilitas yang diinginkan dan fertilitas sebenarnya. Lebih
dari 80 persen kelahiran yang diinginkan pada waktunya, 7 persen diinginkan
kemudian, dan 7 persen tidak diinginkan. Secara umum angka fertilitas total yang
diinginkan di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan angka fertilitas yang
sebenarnya. Angka fertilitas total yang diinginkan adalah sebesar 2,0 anak per
wanita; jika keinginan mempunyai 2 anak per wanita tersebut semuanya dapat
dicapai, maka keseluruhan TFR dapat mencapai replacement level Indonesia.

Tujuan penyusunan SDKI Bagi Pelayanan Keperawatan

• Menjadi acuan dalam menegakkan diagnosis keperawatan

• Meningkatkan otonomi perawat


• Memudahkan komunikasi intraprofesional

• Meningkatkan mutu asuhan keperawatan

I. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

A.      Definisi Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Perawat diharapkan memiliki rentang perhatian yang luas, baik pada klien
sakit maupun sehat. Respon-respon tersebut merupakan reaksi terhadap masalah
kesehatan dan proses kehidupan yang dialami klien. Masalah kesehatan mengacu
kepada respon klien terhadap kondisi sehat-sakit, sedangkan proses kehidupan
mengacu kepada respon klien terhadap kondisi yang terjadi selama rentang
kehidupannya dimulai dari fase pembuahan hingga menjelang ajal dan meninggal
yang membutuhkan diagnosis keperawatan dan dapat diatasi atau diubah dengan
intervensi keperawatan (Christensen & Kenney, 2009; McFarland & McFarlane,
1997; Seaback, 2006).

B.      Klasifikasi Diagnosis Keperawatan


International Council of Nurses (ICN) sejak tahun 1991 telah
mengembangkan suatu sistem klasifikasi yang disebut dengan International
Nurses Council International Classification for Nursing Practice (ICNP). Sistem
klasifikasi ini tidak hanya mencakup klasifikasi intervensi dan tujuan (outcome)
keperawatan.
Sistem klasifikasi ini disusun untuk mengharmonisasikan terminologi-
terminologi keperawatan yang digunakan di berbagai negara diantaranya seperti
Clinical Care Classification (CCC), North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA), Home Health Care Classification (HHCC), Systematized
Nomenclature of Medicine Clinical Terms (SNOMED CT), International
Classification of Functioning, Disability and Health (ICF), Nursing Diagnostic
System of the Centre for Nursing Development and Research (ZEFP) dan Omaha
System (Hardiker et al, 2011, Muller-Staub et al, 2007; Wake & Coenen, 1998).
ICNP membagi diagnosis keperawatan menjadi lima kategori , yaitu Fisiologis,
Psikologis, Perilaku, Relasional dan Lingkungan (Wake & Coenen, 1998). Kategori dan
subkategori diagnosis keperawatan dapat dilihat pada Skema 3.1.

Skema 3.1. Klasifikasi Diagnosis Keperawatan

C.      Jenis Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Diagnosis Negatif
dan Diagnosis Positif (Lihat Skema 3.1). Diagnosis negatif menunjukkan bahwa klien
dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini
akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan,
pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis
Risiko. Sedangkan Diagnosis Positif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan
dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan
Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015; Standar Praktik Keperawatan Indonesia –
PPNI, 2005)

Skema 3.2. Jenis Diagnosis Keperawatan

Jenis-jenis diagnosis keperawatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut


(Carpenito, 2013; Potter & Perry, 2013)
1.       Diagnosis Aktual
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami masalah kesehatan.
Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien.
2.       Diagnosis Risiko
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien beresiko mengalami masalah
kesehatan. Tidak ditemukan tanda/gejala mayor dan minor pda klien, namun klien
memiliki faktor resiko mengalami masalah kesehatan.
3.       Diagnosis Promosi Kesehatan
Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk
meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang lebih baik atau optimal.

D. Komponen Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu Masalah (Problem)
atau Label Diagnosis dan Indikator Dignostik. Masing-masing komponen
diagnosis diuraikan sebagai berikut:

1.       Masalah (Problem)


Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari
respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya. Label
diagnosis terdiri atas Deskriptor atau penjelas dan Fokus Diagnostik (Lihat
Tabel 3.1).

Deskriptor merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana suatu fokus


diagnosis terjadi. Beberapa deskriptor yang digunakan dalam diagnosis
keperawatan diuraikan pada Tabel 3.2 di bawah ini.
2.       Indikator Diagnostik
Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan faktor risiko dengan
uraian sebagai berikut.
a. Penyebab (Etiology) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan status kesehatan. Etiologi dapat mencakup empat kategori yaitu: a)
Fisiologis, Biologis atau Psikologis; b) Efek Terapi/Tindakan; c) Situasional
(lingkungan atau personal), dan d) Maturasional.
b. Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom). Tanda merupakan data objektif yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan posedur
diagnostik, sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari
hasil anamnesis.
Tanda/gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
-          Mayor: Tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% untuk validasi
diagnosis.
-          Minor: Tanda/gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosis.
c. Faktor Risiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan
kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan


tanda/gejala. Pada diagnosis risiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor risiko. Sedangkan pada diagnosis promosi kesehatan,
hanya memiliki tanda/gejala yang menunjukkan kesiapan klien untuk mencapai
kondisi yang lebih optimal.

E. Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan


Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) atau mendiagnosis merupakan
suatu proses yang sistematis yang terdiri atas tiga tahap, yaitu analisis data,
identifikasi masalah dan perumusan diagnosis.
Pada perawat yang telah berpengalaman, proses ini dapat dilakukan secara
simultan, namun pada perawat yang belum memiliki pengalaman yang memadai
maka perlu melakukan latihan dan pembiasaan untuk melakukan proses
penegakan diagnosis secara sistematis.
Proses penegakan diagnosis diuraikan sebagai berikut.
1. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a.       Bandingkan data dengan nilai normal
Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan dengan nilai-nilai
normal dan identifikasi tanda/gejala yang bermakna (significant cues).
b.      Kelompokkan data
Tanda/gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan berdasarkan pola
kebutuhan dasar yang meliputi respirasi, sirkulasi, nutrisi/cairan, eliminasi,
aktivitas/istirahat, neurosensori, reproduksi/seksualitas, nyeri/kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan/perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan/pembelajaran, interaksi sosial, dan keamanan/proteksi. Proses
pengelompokan data dapat dilakukan baik secara induktif maupun deduktif,
Secara induktif dengan memilah data sehingga membentuk sebuah pola,
sedangkan secara deduktif dengan menggunakan kategori pola kemudian
mengelompokkan data sesuai kategorinya.
2. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama mengidentifikasi
masalah aktual, risiko dan/atau promosi kesehatan. Pernyataan masalah
kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan.
3. Perumusan diagnosis keperawatan
Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis diagnosis
keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis, yaitu:
a. Penulisan Tiga Bagian (Three Part)
Metode penulisan ini terdiri atas Masalah, Penyebab dan Tanda/Gejala.
Metode penulisan ini hanya dilakukan pada diagnosis aktual, dengan
formulasi sebagai berikut:

Frase ‘berhubungan dengan’ dapat disingkat b.d. dan ‘dibuktikan dengan’ dapat
disingkat d.d.

Contoh penulisan:
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dispnea, gelisah.
b.     Penulisan Dua Bagian (Two Part)
Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan diagnosis promosi
kesehatan, dengan formula sebagai berikut:

1) Diagnosis Risiko
Contoh penulisan diagnosis:
Risiko aspirasi dibuktikan dengan tingkat kesadaran menurun.
2)      Diagnosis Promosi Kesehatan

Contoh penulisan diagnosis:


Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan dengan pasien ingin
meningkatkan eliminasi urin, jumlah dan karakteristik urin normal.

Komponen-komponen diagnosis pada masing-masing jenis diagnosis keperawatan


dan metode penulisan diagnosisnya dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.

F.       Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


Diagnosis-diagnosis keperawatan dalam SDKI diuraikan sebagai berikut:
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Respirasi
D.0001 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
D.0002 Gangguan Penyapihan Ventilator
D.0003 Gangguan Pertukaran Gas
D.0004 Gangguan Ventilasi Spontan
D.0005 Pola Napas Tidak Efektif
D.0006 Risiko Aspirasi

Subkategori: Sirkulasi
D.0007 Gangguan Sirkulasi Spontan
D.0008 Penurunan Curah Jantung
D.0009 Perfusi Perifer Tidak Efektif
D.0010 Risiko Gangguan Sirkulasi Spontan
D.0011 Risiko Penurunan Curah Jantung
D.0012 Risiko Perdarahan
D.0013 Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif
D.0014 Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif
D.0015 Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif
D.0016 Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif
D.0017 Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

Subkategori: Nutrisi dan Cairan


D.0018 Berat Badan Lebih
D.0019 Defisit Nutrisi
D.0020 Diare
D.0021 Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
D.0022 Hipervolemia
D.0023 Hipovolemia
D.0024 Ikterik Neonatus
D.0025 Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan
D.0026 Kesiapan Peningkatan Nutrisi
D.0027 Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
D.0028 Menyusui Efektif
D.0029 Menyusui Tidak Efektif
D.0030 Obesitas
D.0031 Risiko Berat Badan Lebih
D.0032 Risiko Defisit Nutrisi
D.0033 Risiko Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
D.0034 Risiko Hipovolemia
D.0035 Risiko Ikterik Neonatus
D.0036 Risiko Ketidakseimbangan Cairan
D.0037 Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
D.0038 Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
D.0039 Risiko Syok

Subkategori: Eliminasi
D.0040 Gangguan Eliminasi Urin
D.0041 Inkontinensia Fekal
D.0042 Inkontinensia Urin Berlanjut
D.0043 Inkontinensia Urin Berlebih
D.0044 Inkontinensia Urin Fungsional
D.0045 Inkontinensia Urin Refleks
D.0046 Inkontinensia Urin Stres
D.0047 Inkontinensia Urin Urgensi
D.0048 Kesiapan Peningkatan Eliminasi Urin
D.0049 Konstipasi
D.0050 Retensi Urin
D.0051 Risiko Inkontinensia Urin Urgensi
D.0052 Risiko Konstipasi

Subkategori: Aktivitas dan Istirahat


D.0053 Disorganisasi Perilaku Bayi
D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik
D.0055 Gangguan Pola Tidur
D.0056 Intoleransi Aktivitas
D.0057 Keletihan
D.0058 Kesiapan Peningkatan Tidur
D.0059 Risiko Disorganisasi Perilaku Bayi
D.0060 Risiko Intoleransi Aktivitas

Subkategori: Neurosensori
D.0061 Disrefleksia Otonom
D.0062 Gangguan Memori
D.0063 Gangguan Menelan
D.0064 Konfusi Akut
D.0065 Konfusi Kronis
D.0066 Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
D.0067 Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer
D.0068 Risiko Konfusi Akut

Subkategori: Reproduksi dan Seksualitas


D.0069 Disfungsi Seksual
D.0070 Kesiapan Persalinan
D.0071 Pola Seksual Tidak Efektif
D.0072 Risiko Disfungsi Seksual
D.0073 Risiko Kehamilan Tidak Dikehendaki

Kategori: Psikologis
Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan
D.0074 Gangguan Rasa Nyaman
D.0075 Ketidaknyamanan Pasca Partum
D.0076 Nausea
D.0077 Nyeri Akut
D.0078 Nyeri Kronis
D.0079 Nyeri Melahirkan

Subkategori: Integritas Ego


D.0080 Ansietas
D.0081 Berduka
D.0082 Distres Spiritual
D.0083 Ganguan Citra Tubuh
D.0084 Gangguan Identitas Diri
D.0085 Gangguan Persepsi Sensori
D.0086 Harga Diri Rendah Kronis
D.0087 Harga Diri Rendah Situasional
D.0088 Keputusasaan
D.0089 Kesiapan Peningkatan Konsep Diri
D.0090 Kesiapan Peningkatan Koping Keluarga
D.0091 Kesiapan Peningkatan Koping Komunitas
D.0092 Ketidakberdayaan
D.0093 Ketidakmampuan Koping Keluarga
D.0094 Koping Defensif
D.0095 Koping Komunitas Tidak Efektif
D.0096 Koping Tidak Efektif
D.0097 Penurunan Koping Keluarga
D.0098 Penyangkalan Tidak Efektif
D.0099 Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko
D.0100 Risiko Distres Spiritual
D.0101 Risiko Harga Diri Rendah Kronis
D.0102 Risiko Harga Diri Rendah Situasional
D.0103 Risiko Ketidakberdayaan
D.0104 Sindrom Pasca Trauma
D.0105 Waham 
Subkategori: Pertumbuhan dan Perkembangan
D.0106 Gangguan Tumbuh Kembang
D.0107 Risiko Gangguan Perkembangan
D.0108 Risiko Gangguan Pertumbuhan
 
Kategori: Perilaku
Subkategori: Kebersihan Diri
D.0109 Defisit Perawatan Diri
Subkategori: Penyuluhan dan Pembelajaran
D.0110 Defisit Kesehatan Komunitas
D.0111 Defisit Pengetahuan
D.0112 Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan
D.0113 Kesiapan Peningkatan Pengetahuan
D.0114 Ketidakpatuhan
D.0115 Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
D.0116 Manajemen Kesehatan Tidak Efektif
D.0117 Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif

Kategori: Relasional
Subkategori: Interaksi Sosial
D.0118 Gangguan Interaksi Sosial
D.0119 Gangguan Komunikasi Verbal
D.0120 Gangguan Proses Keluarga
D.0121 Isolasi Sosial
D.0122 Kesiapan Peningkatan Menjadi Orang Tua
D.0123 Kesiapan Peningkatan Proses Keluarga
D.0124 Ketegangan Peran Pemberi Asuhan
D.0125 Penampilan Peran Tidak Efektif
D.0126 Pencapaian Peran Menjadi Orang Tua
D.0127 Risiko Gangguan Perlekatan
D.0128 Risiko Proses Pengasuhan Tidak Efektif

Kategori: Lingkungan
Subkategori: Keamanan dan Proteksi
D.0129 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
D.0130 Hipertermia
D.0131 Hopotermia
D.0132 Perilaku Kekerasan
D.0133 Perlamabatan Pemulihan Pascabedah
D.0134 Risiko Alergi
D.0135 Risiko Bunuh Diri
D.0136 Risiko Cedera
D.0137 Risiko Cedera pada ibu
D.0138 Risiko Cedera pada Janin
D.0139 Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
D.0140 Risiko Hipotermia
D.0141 Risiko Hipotermia Perioperatif
D.0142 Risiko Infeksi
D.0143 Risiko Jatuh
D.0144 Risiko Luka Tekan
D.0145 Risiko Mutilasi Diri
D.0146 Risiko Perilaku Kekerasan
D.0147 Risiko Perlambatan Pemulihan Pascabedah
D.0148 Risiko Termoregulasi Tidak Efektif
D.0149 Termoregulasi Tidak Efektif

DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, G dkk. 2016. Nursing Interventions Classification, 6th Indonesian
edition. CV. Mocomedia : Yogyakarta
Heather, T.H dan Shigemi Kamitsuru. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. EGC : Jakarta
Hidayat.2009. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.
Jasun. (2006). Aplikasi proses keperawatan dengan pendekatan, Nanda NIC,
NOC dalam sistem informasi manajemen keperawatan .
Moorhead, S dkk. 2016. Nursing Outcome Classification, 5th Indonesia edition.
CV. Mocomedia: Yogyakarta
Nanda.2012. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai