Anda di halaman 1dari 2

Bagi mereka yang mengaku pernah atau menjunjung tinggi SUporternya LOyola

COllege anda akan bisa memuaskan dahaga sastra anda dengan feature yang saya tulis
dalam dua jam untuk diikutsertakan dalam penilaian tugas akhir jurnalistik ini. Dan
kalau anda memang Sulocoers sejati anda wajib REVIEW!! (I’m a whore for
reviews). Selamat membaca!!

SULOCO, MENGUAK SINGA PERKASA LOYOLA

Seluruh Keluarga Besar Kolese Loyola atau yang disingkat KBKL, pasti mengenal
apa yang disebut SULOCO. Singkatan dari ‘Suporternya Loyola College’, SULOCO
merupakan salah satu organisasi paling terkenal dengan animo anggota terbanyak di
SMA Kolese Loyola Semarang, yaitu seluruh KBKL itu sendiri. Bernuansa hitam-
hitam, SULOCO tak pernah absen menggetarkan stadion dengan dukungannya,
membesarkan hati petarung kita, menciutkan nyali lawan. Sungguh, SULOCO adalah
salah satu aset Loyola yang paling dibanggakan. Mengaku anak Loyola, setidaknya
harus pernah ikut bernyanyi bersama SULOCO. Organisasi ini adalah metafora yang
melambangkan SMA Loyola di luar sana. Banyak yang bisa diceritakan tentang
SULOCO. Setiap anak Loyola pasti bisa bicara tentang SULOCO secara menggebu-
gebu sampai tidak termuat dalam dua halaman ini saja. Namun, tahukah anda kisah di
balik jubah hitam SULOCO? Kisah di balik nyanyiannya, getarannya, masa lalunya?
Di sini, kita akan menguak kelahiran singa ini, mengintip bagaimana pertama kalinya
SULOCO memperdengarkan aumannya… Berdasarkan wawancara eksklusif dengan
KEKL yang terkenal aktif di SULOCO yaitu Bintang, Adi dan Ganes di Universitas
Sanata Dharma Jogjakarta, RELOAD berhasil menguak sejarah masa lalu SULOCO.
Sebenarnya, SULOCO sudah ada sejak zaman dahulu kala, yaitu sekitar tahun 1989-
an. Namun, saat itu mereka belum diakui sebagai organisasi, melainkan hanyalah
sekumpulan anak-anak yang mencintai Loyola dan ingin bersorak untuk kejayaannya.
SULOCO pada awal-awal tahun itu, menurut cerita Bintang, juga menyanyi seperti
yang kita lakukan sekarang hanya saja lebih banyak berantemnya. Ditambah lagi, dulu
SULOCO sangat sederhana, modalnya hanya pita suara saja. Drum dan segala macam
inovasi lainnya baru muncul di sekitar tahun 2005. Ketika itu, Bintang yang masih
kelas 1 diajak anak kelas 3 SOS untuk menonton basket. Dari situlah, Bintang
mendapat ilham untuk membawa drum dari rumah untuk memeriahkan suasana. Lalu
untuk tambahan, bersama-sama anak-anak kelas 3 SOS, mereka membuat banyak lagu
dan mengeprintnya untuk dibagikan pada anak-anak Loyola yang lain, dengan catatan
”Latihan di rumah! Kita akan buat sensasi!” Dan sensasilah yang mereka ciptakan.
Pada masa itu, yang namanya suporter dengan orang nonton tidak ada bedanya.
SULOCO yang pertama kali bersorak-sorak bak singa memperdengarkan aumannya,
diiringi instrumen bermacam-macam, sampai ada dresscode untuk pertama kalinya,
yang waktu itu berwarna biru. Bintang bercerita sambil menerawang tentang
bagaimana SULOCO waktu itu memenangkan UNIKA cup, matanya yang berwarna
gelap mencerminkan kerinduan akan masa-masa gemilang yang hanya bisa dialami
bersama SULOCO. Bintang juga menceritakan tradisi mereka berkumpul di sekolah
sebelum berangkat, kurang lebih sama dengan yang terjadi sekarang. Dahulu
diceritakan tim basket Loyola tangguh, tembus kejuaraan sampai ke Jogja. SULOCO
tak mau kalah, nekat ikut sampai bolos sekolah dengan cara kongkalikong dengan
Mas Jun, seniornya Mas Ngatiman. Mereka berangkat ke Jogja dengan modal
seadanya, sampai menginap di rumah anak DeBritto. Dan hal itu bukan hanya terjadi
sekali. Bintang mengakui bahwa mereka sudah beberapa kali cabut sampai ke Jogja
untuk mensupport Loyola tercinta. Walaupun didominasi pria, namun bukannya tidak
ada kaum hawa dalam grup suporter dinamis ini. Para cewek Loyola juga ikut,
berbaur di tengah gelombang pria ini, turut bersorak bahkan sampai melemparkan
sandal. Tiada lagi batas dalam SULOCO. Yang ada hanya satu: LOYOLA!! Berbicara
tentang SULOCO, tentunya tidak lepas dari warta yang menjadi pijakan semua
Sulocoers sejati; ATTENKSIONK. Warta selembar yang seringkali hanya berupa
halaman yang difotokopi ini ternyata jauh lebih diminati anak-anak Loyola daripada
buku Fisika karya Marthen Kanginan yang kondang itu. Setiap kali lembaran-
lembaran fotokopian ini dibagikan, anak-anak berebut membacanya. Disajikan dengan
bahasa yang lugas, kritis, dan kadang-kadang menggelitik, Attenksionk merupakan
satu lagi daya tarik eksklusif yang hanya terdapat di satu tempat di dunia; SMA
Kolese Loyola. Menurut kisah Bintang, sejarah Attenksionk dimulai sekitar tahun
2005. Leluhur dari Attenksionk adalah forum bernama ”Curhat KBKL”, yang kini
sudah punah oleh zaman. SULOCO, oh SULOCO. Hanya dengan enam huruf dan tiga
suku kata ini engkau sudah mampu menggetarkan hati segenap insan di Loyola. Di
balik jubah hitam dan aumanmu yang garang kami bergandengan tangan. Bintang
mengucapkan dengan yakin bahwa walaupun dicap vulgar terutama oleh lawan,
SULOCO adalah ajang persatuan. Keunikan yang tidak dapat ditemukan di sekolah
lain. Pernah melihat tiga perempat stadion dipenuhi ’penonton’ dengan atribut hitam-
hitam sampai membludak ke area jembatan? Saat itulah, anda berhadapan dengan
yang namanya SULOCO; kebanggaan, trademark, metafora SMA Kolese Loyola. 

Anda mungkin juga menyukai