Anda di halaman 1dari 5

BERLATIH PERAN

Oleh : Edi Ahmad

Pendahuluan

Orang suka membagi drama dalam dua bagian, drama sebagai naskah atau karya

sastra drama sebagai pertunjukan. Selama ini dikalangan sekolah kita sering mengajarkan

drama sebagai karya sastra padahal bentuk pengajaran yang benar adalah drama sebagai

pertunjukan,

Drama, draomai (yunani)sama dengan berbuat, beralaku dan bertindak titik

beratnya penokohan atau keaktora, dalam bahasa Indonesia drama sering disebut

sandiwara yang berasal dari kata sandi (pesan) wara (pertunjukan) jadi sandiwara dalam

arti yang sederhana merupakan pertunjukan yang memlliki pesan, di zaman belanda ada

pula pengistilahan toneel yang pengertiannya tidak jauh betbeda dengan sandiwara.

Dalam tulisan saya kali ini, saya akan menitik beratkan pembahasan pada

keaktoran (pemeran) dalam dalam mempertunjukkan drama/teater dan problematik

perlombaan sastra dan teater.

A. Keaktoran

Saya akan memulai dengan beberapa pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan aktor ?

2. Apa yang harus dipelajari untuk menjadi aktor ?

3. Bagaimana teknik menciptakan peran ?

Dua pertanyaan yang sederhana ini akan saya coba ulas pada tulisan singkat ini

ad. 1. Apa yang dimaksud dengan aktor

Aktor merupakan bintang dalam menyampaikan cerita yang ada dalam naskah

drama, aktor juga laku hidup untuk menyampaikan fikitan- fikitan penulis. Seorang oktor

bisa dikatakan behasil apabila dia bisa lebur/ menjiwai bukan menghapal peran yang dia

mainkan
Ad. 2. Persiapan seorang aktor

Untuk menjadi seorang aktor yang baik harus memiliki beberapa persyaratan

antara lain :

- Mimik

- Fisik

- Vocal

- Jiwa atau sukma

- Intelektualitas

Lantas timbul pertanyaan baru bagai mana mempersiapan semua itu ?

Tentu saja dengan latihan yang intens terus menerus. Adapun bentuk latihan yang

bisa dilakukan untuk membentuk seorang aktor adalah:

Mimik yaitu merubah gerak gerik muka, mata, mulut, bibir, hidung dan kening,

bisa dilakukan dengan latihan menirukan wajah orang yang lagi sedih, gembira dan tanda

tanda khusus lainnya yang ada disekitar muka.

Olah tubuh, latihan ini tidak jauh berbeda dengan olah raga tentu dengan tujuan

yang berbeda, latihan olah tubuh bertujuan untuk menciptakan tubuh yang plastis dapat

dibentuk untuk kebutuhan peran yang diinginkan dalam naskah selain untuk kekuatan

fisik seorang calon aktor. Latihan olah tubuh bisa dilakukan dengan menirukan gerak-

gerak yang khusus, misalnya meniru gerak orang pincang, gerak orang buta dan lain

sebagainya

Olah vokal, seorang aktor harus memiliki vokal yang baik, yang dimaksudkan baik

disini adalah volume/ besar dan tekanan , dialeg, artikulasi/ kejelasan ucapan. Untuk

melatih ini bisa dilakukan dengan pengucapan vokal(a,i,u,e,o) atau konsonan, dengan

pengucapan beberapa kata dengan cepat atau dengan mebaca dialosg dan memberikan

tekakan pada bagian tertentu.

Olah Sukma/jiwa. Bertujuan untuk memberi isi pada kata atau dialog sehingga

dialog yang diucapkan aktor terkesan nyata dan terjiwai. Latihan ini bisa dilakukan

dengan cara aktor disuruh mengenang apa saja yang telah dilakukannya dari bangun tidut
sampai datang keruang latihan atau menbangun kenangan sedih delanjutkan dengan

kenangan yang paling menyenangkan yang pernah dialaminya

Intelektualitas. Seorang aktor yang baik bukanlah boneka yang bisa digerakkan

semaunya tanpa alasan. Seorang aktor yang baik adalah seseorang yang mempunyai

pengalaman dan pengetahuan dalam menganalisa peran dan dapat bertindak sesuai

dengan peran yang diinginkan dalam naskah.

Rendra dengan teori jembatan keledainya membagi 11 langkah teknik mencipta

peran (Rendra,1976:69-72). Sebelas langkah itu adalah :

1. Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan sang peran dalam

drama

2. Mengumpulkan sifat-sifat watak sang peran, kemudian dicoba dihubungkan

dengantindakan-tindakan pokok yang harus dikerjakannya, manakah yang harus

ditonjolkan sebagai alasan tindakan tersebut.

3. Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeranan itu harus

ditonjolkan.

4. Mencari dalam naskah, ucapan-ucapan yang harus memiliki makna tersirat untuk

diberi tekanan lebih jelas, hingga maknanya lebih tersembul keluar.

5. menciptakan gerakan-gerakan air muka, sikap dan langkah yang dapat

mengekspresikan watak tersebut

6. Mencipkan timing atau aturan ketepatan waktu yang sempurna, agar gerakan-

gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan.

7. Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan terhadap ucapan serta penekananya,

pada watak-watak sang peran itu .

8. Merancang garis permainan yang sedemikian rupa, sehingga gambaran tiap

perincian watak-watak itu, disajikan dalam tangga menuju puncak, dan tindakan

yang terkuat dihubungkan dengan watak yang kuat pula.

9. mengusahan agar perencanaan tersebut tidak berbenturan dengan encana (konsep)

penyutradaraan.
10. Menetapkan blocking yang sudah ditetapkan sang peran dan diusahakan dihapal

agar menjadi kebiasaan oleh sang peran

11. Menghayati dan menghidupkan peran dengan imajinasi dengan jalan pemusatan

perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan. Proses terakhir ini,

boleh dikatakan proses peleburan diri, dimana terjadi penjiwaan mantap.

B. Problematik Perlombaan

Saya akan memulai tulisan ini dengan sebuah kasus, seorang teman mendatangi

saya dan bertanya mengapa tim saya tidak menang dalam perlombaan ? Saya malah

mengajukan pertanyaan balik, menurut anda apakah anda pantas menjadi pemenang

sesuai dengan kriteria penilaian yang telah kita sepakati ? Kalau pernyataan ini kita akhir

sampai disini tentu ini akan selamanya jadi pertanyan dan malah sang penilai/juri dalam

hal ini bisa saja diangap arogan atau mungkin saja tidak punya kapasitas/ kemampuan.

Untuk itu saya akan mencoba mencarikan solusi dari penyelesaian masalah ini.

Kenapa tim saya tidak menang, sebenarnya pertanyaan ini sepantasnya disampaikan pada

diri kita sendiri/ penggarap/sutradara yang sebelumnya dimulai dengan pertanyaan sudah

seriuskah menyiapkan pertunjukan, sudah seriuskah saya menganalisa naskah, sudah

seriuskah saya mempersiapkan aktor/ pemeran, sudah sudah seriuskah saya menyiapkan

setting, sudah seriuskah saya menyiapkan musik dnn pertanyaan terakhir sudah teramu

dengan baikkah pertujukan ini. Selain itu perlu ditanyakan pada aktor yang membawakan

misi sutradara dan naskah apakah sang aktor sudah:

- Berkreasi sesuai dengan tuntutan naskah dan arahan sutradara

- bermain dengan wajar

- membawakan watak yang sesuai dengan tuntutan naskah

Kalau seorang penggarap/sutradara telah yakin dengan benar dia telah

mempersiapkan garapannya dan aktor bermain dengan wajar jelas juri atau yang

membuat keputusan dalam lomba akan memberikan keputusan yang terbaik dan serius

pula meski penilaian karya seni subjekti tapi penilai itu tetap berangkat dari sesuatu yang
objektif/ karya itu sendiri. Dengan penjelasan di atas tentu pertanyaan tadi tidak perlu lagi

ada.

Saya akhiri semoga tulisan singkat dapat bermanfaat

Daftar Bacaan

Asmara, Adhy.dr…… Apresiasi Drama. ……….: Nur Cahaya

Rendra, W.S. 1976. Tentang Bermain Drama. Jakarta: Pustaka Jaya

Anda mungkin juga menyukai