Anda di halaman 1dari 20

Di Balik Tirai Kematian

Kearifan seorang muslim ditandai dengan bagaimana dia memandang hidup di dunia ini. Begitu banyaknya ayat-ayat dalam Al-Quran yang mengisyaratkan betapa tiada berartinya hidup di dunia jika dibandingkan dengan kehidupan abadi di akherat. Pandangan yang mengedepankan materi bukanlah yang diajarkan oleh Islam, sekalipun seorang muslim tidak juga dibenarkan untuk mengabaikan kehidupan duniawi yang dijalaninya. Tatkala mendengar berita kematian tiba-tiba yang menimpa seorang sahabat, kita pun jadi tercengang-cengang seolah tak dapat berbicara. Biasanya, ucapan-ucapan seperti tidak percaya, baru sejam lalu saya bercakap-cakap dengan dia, barangkali beritanya salah, dan lain sebagainya terdengar dimana-mana. Sebenarnya orang tidak perlu terheran-heran karena kematian mendadak. Cara mati memang bisa beraneka macamnya, namun yang dapat didefinisikan sebagai suatu kematian ya itu itu juga. Allah memiliki kekuasaan mutlak untuk mengakhiri perjalanan hidup setiap orang dan tiada suatu kekuatan apa pun juga yang mampu menentang kekuasaan ini. Adapun kematian tiba-tiba yang menimpa seseorang karena gagalnya salah satu organ tubuh seperti serangan jantung hanyalah satu diantara sekian banyak cara. Yang seharusnya membuat setiap muslim terpana dan merenungi kematian seperti dikatakan diatas adalah hikmah dan isyarat Allah dibaliknya. Kematian mendadak yang pada suatu kali menimpa sahabat kita, bisa juga terjadi pada setiap orang termasuk diri kita sendiri. Kemudian timbullah pertanyaan, sudahkah kiranya kita berbenah diri menghadapinya? Sudahkah kita siap menempuh perjalanan panjang ini? Di dalam kehidupan manusia di dunia ini, Allah memberikan berbagai macam contoh dan perbandingan. Contoh-contoh dan perbandingan ini diciptakan Allah agar manusia mengambil hikmah dan belajar, untuk kemudian melangkah meniti hidupnya sesuai dengan ridho dan amanah yang dibebankan Allah kepadanya. Tak satu pun dari contoh dan perbandinganperbandingan ini yang sia-sia karena memang tak ada ciptaan Allah yang demikian. Berakhirnya kehidupan seseorang secara tiba-tiba adalah satu dari sekian banyak contoh atau itibar yang diciptakan Allah bagi manusia yang lain. Tujuannya agar kita menjadi waspada dan berhati-hati. Tujuannya agar kita juga tahu bahwa kematian tidak selalu relevan dengan usia muda dan kondisi kesehatan seseorang. Sayangnya, tidak banyak orang yang pandai melihat sisi ini. Umumnya orang cuma termangu dan terkejut. Orang kemudian menangis dan bercerita panjang lebar tentang kisah perjalanan sahabat kita itu semasa hidupnya. Kita lupa bahwa

hakikat dari peristiwa ini sama sekali bukanlah semua itu. Diatas saya katakan bahwa menjadi seorang muslim, kita harus arif mempersepsi hidup ini. Kearifan dan kebijakan hendaknya terwujud dan teraplikasikan dalam perilaku kita sendiri. Menunda-nunda kebajikan dan amal saleh adalah pertanda ketidak-arifan. Menyia-nyiakan kesempatan, usia dan waktu yang diberikan Allah kepada kita hari ini adalah sikap yang tidak bijaksana. Lihatlah bagaimana hampir setiap orang berusaha mempersiapkan dan menata hari depannya sebaik dan secermat yang ia bisa. Manusia senantiasa dibayangi oleh kecemasan dan kegelisahan hari esok. Alfin Toffler menulis sebuah buku berjudul Future Shocks karena menurut dia masamasa mendatang akan penuh dengan kejutan. Orang berusaha menabung karena khawatir akan masa tua dan hari-hari mendatang. Padahal, sebagai muslim, kita juga selalu diingatkan bahwa hari depan sebenarnya yang perlu dipersiapkan sebaik-baiknya adalah hari depan akhirat yang tiada akhirnya. Di dalam surat Al-Hasyr ayat 18 Allah mengingatkan kita untuk bertakwa kepadaNya dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Islam mengatur kehidupan manusia di dunia dengan proporsi yang seimbang. Kehidupan duniawi harus diperjuangkan dan ditempuh dengan sebaik-baiknya. Untuk mempertahankan dan melestarikan misi manusia di dunia, orang perlu berusaha dan bekerja keras. Islam memandang kemiskinan dan kebodohan sebagai penyakit yang harus dikikis sebab kemajuan dan perkembangan suatu umat sangat ditentukan oleh kesejahteraan dan pendidikan. Namun disisi yang lain, Al-Quran senantiasa mengingatkan kita, betapa rapuh dan penuhnya kehidupan duniawi ini dengan tipu daya dan senda gurau. Banyak petunjuk Allah dalam Al-Quran yang mengisyaratkan betapa jauhnya perbandingan kehidupan di dunia yang serba fana ini dengan rona kehidupan akhirat yang abadi dan tak pernah ada akhirnya. Maka beruntunglah mereka yang dapat memanfaatkan setiap helaan napas yang diberikan Allah kepadanya untuk meningkatkan amal saleh dan baktinya kepada Sang Pencipta. Beruntunglah mereka yang tidak menyia-nyiakan usia muda, kesehatan, kesenggangan dan umurnya untuk mempersiapkan kehidupan berikutnya, sebelum dijemput oleh ketuaan, sakit, kesibukan dan kematian. Diatas saya mengatakan bahwa seorang muslim yang arif adalah mereka yang tidak menunda apa yang dia bisa lakukan hari ini. Menunda kebajikan di dalam hidup kita, tak ubahnya bagai menunda suatu kemenangan di depan mata. Menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Allah, adalah laksana menanti kekalahan yang akan disusul oleh penyesalan berkepanjangan. Tengoklah betapa cermatnya petunjuk Al-Quran yang difirmankan Allah dalam Ali Imran 133 : Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Amati dengan baik penggunaan kata saariu dalam ayat ini yang menandakan perlunya kita bersegera diri meraih ampunan Allah dan memperoleh tempat di surga yang luasnya sama dengan luas langit dan bumi dipadu jadi satu. Surga yang demikian tiada berbatas dan penuh dengan segala kenikmatan, disediakan Allah bagi mereka yang bertakwa. Tadi saya mengatakan bahwa di dalam kehidupan manusia di dunia ini, Allah menciptakan berbagai contoh dan perbandingan untuk menjadi bahan kajian. Dari sekian banyak contoh yang ada dalam Al-Quran, saya ingin mengajak pembaca menelaah firman Allah dalam surat Ali Imran 188 yang kira-kira maknanya begini : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Diriwayatkan oleh At-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa suatu kali orang-orang Quraisy datang kepada orang-orang Yahudi menanyakan mujizat yang dibawa Musa kepada mereka. Orang-orang Yahudi pun menjawab, Tongkat dan tangannya yang putih bercahaya. Setelah itu mereka pun bertanya kepada orang-orang Nasrani tentang mujizat yang telah dibawa Isa bagi kaum Nasrani. Jawabannya adalah, Isa dapat menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan bahkan menghidupkan orang mati. Ketika orang-orang ini kemudian menghadap Rasul dan minta Rasul berdoa agar gunung Shafa menjadi emas, maka turunlah ayat diatas. Ayat ini mengisyaratkan agar mereka memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang-orang yang bisa menggunakan akalnya. Kematian secara tiba-tiba yang menimpa seseorang kiranya juga merupakan satu dari sekian banyak ayat Allah di dalam perjalanan hidup manusia di dunia. Mereka yang tidak jeli membaca dan merenungkan ayat ini akan terkejut, terbingung-bingung tapi kemudian melewatkannya begitu saja. Namun orang-orang yang mampu membacanya dengan arif dan seksama, akan menjadikan ayat ini sebagai petunjuk dan sekaligus peringatan berbenah diri tanpa harus terlalu terkejut. Tak ada satu pun makhluk di permukaan bumi ini yang menghendaki kematian. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 94 Allah menantang dengan firmanNya yang berbunyi : Katakanlah, jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (mu) jika kamu memang benar. Kalau saja orang berpotensi menentukan pilihan, kiranya setiap orang akan memilih hidup selamanya. Orang memandang kematian sebagai pungkasan dari semua kebahagiaan dan kemilau dunia. Kematian berarti berakhirnya semua kekuasaan, kepopuleran, kekayaan dan semua atribut yang senantiasa menjadi kejaran manusia. Namun manusia memang tak kuasa menentukan pilihan hidup dan mati. Kematian adalah suatu proses yang harus dialami setiap orang sekalipun ia berusaha berlindung di benteng berlapis. Mengapa setiap orang harus melewati proses ini ? sebab hidup ini laksana hamparan ruang ujian sementara kematian adalah pintu menuju penentuan lulus dan tidak. Renungkan petunjuk Allah di awal surat Al-Mulk : Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Tanpa proses kematian tentu tak akan ada yudisium penentuan lulus dan tidak. Tanpa pintu kematian, tak akan ada ketetapan siapa yang berhasil atau gagal melewati misi manusia sebagai wakil Allah di permukaan bumi. Kematian mendadak yang menimpa seseorang sudah barang tentu akan direspon keluarganya dengan penuh duka cita. Siapa yang tak akan terperanjat dan tersentak ketika tiba-tiba seseorang yang begitu dekat dengan kita mendadak harus pergi untuk selama-lamanya. Namun, coba kita renungkan, alangkah beruntungnya orang yang harus berpisah dengan dunia ini tanpa harus mengalami penderitaan yang panjang. Banyak diantara kita yang sudah menyaksikan penderitaan panjang orang sebelum akhirnya harus meninggal juga. Bayangkan rasa sakit, kekesalan dan putus asa yang harus diderita orangorang dengan penyakit tertentu. Bayangkan pula kesulitan membiayai semua ini terutama bagi mereka yang tidak berkantong tebal. Saya justru melihat ada sisi istimewa dari seorang muslim yang mendapat kesempatan mati tanpa sakit, penderitaan dan beban menyusahkan orang lain. Boleh jadi, di hadapan Allah, orang-orang seperti ini menyimpan kebajikan tersendiri sehinga dibalas Allah dengan kenikmatan trakhir di

dunia seperti ini. Saya tahu, ketika saya menggunakan kata kenikmatan, banyak diantara kita akan bertanyatanya. Sebelum pertanyaan dilontarkan, ijinkan saya bertanya terlebih dahulu Adakah diantara kita, yang karena enggan kepada kematian, lebih suka menjalani penderitaanpenderitaan panjang yang saya gambarkan tadi sebelum akhirnya harus mati juga . ?

Tabarruk dalam Ajaran Islam

Dalam dunia pesantren di tanah air ini, kita sering menjumpai pemandangan di mana para santri saling berebut untuk bisa menghabiskan kopi atau teh dari cangkir sisa gurunya. Fenomena itu lebih dikenal sebagai ngalap berkah. Ngalap berkah adalah salah satu nilai yang diajarkan dalam agama Islam dan bukanlah hal baru, sebab generasi sahabat dan para salaf telah meneladankan tradisi tersebut.

Telah kita ketahui bersama dalam kitab-kitab sirah nabawiyah bagaimana para sahabat berebut untuk mendapatkan tetesan wudhu Baginda Nabi SAW. Beliau SAW tak sekalipun melarang perbuatan itu. Berkah itu sesungguhnya ada, dan bisa diraih lewat perantara orang-orang yang sangat dekat dengan Allah SWT. Secara harfiah, berkah bermakna bertambah atau berkembang. Sedangkan dalam terminologi bahasa berkah berarti bertambahnya kebaikan. Jadi ngalap berkah atau tabarruk adalah mengharap tambahan kebaikan dari Allah SWT dengan perantara ruang, waktu, makhluk hidup dan bahkan benda mati. TABARRUK RASULULLAH dengan tempat mulia Bertabarruk (mencari berkah) bisa dilakukan dengan perantara tempat-tempat yang mulia, sebagai dalam firman Allah SWT berikut : 96: ) ) Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (Q.S. ali Imron : 96) Dalam hadits panjang tentang perjalanan Isra Jibril mengajak Rasulullah SAW singgah di beberapa

tempat untuk bertabarruk dengan mengerjakan shalat dua rakaat seperti di Bait Lahm tempat kelahiran Nabi Isa a.s., di bukit Thurisina, tempat Nabi Musa ber-mukalamah dengan Allah SWT, dan lain-lain. Sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik berikut :

Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Didatangkan kepadaku kendaraan Buraq, lebih besar dari keledai, dan lebih kecil dari baghal (peranakan kuda dan keledai), langkahnya sejauh pandangannya. Lalu aku menaikinya dan berangkat bersama Jibril a.s. Tiba-tiba Jibril berkata kepadaku, Turunlah dan shalatlah. Aku pun mengerjakannya. Kemudian Jibril berkata Tahukah engkau di mana engkau shalat, engkau tadi shalat di Tayyibah (Madinah) yang akan menjadi tujuanmu hijrah. Kemudian Jibril berkata: Turunlah dan shalatlah! , aku pun mengerjakannya, lalu dia berkata: Tahukah engkau di mana shalatmu tadi, engkau shalat ada di Thurisina tempat Allah ber-mukalamah dengan Musa a.s. Lalu berangkat lagi dan Jibril berkata: Turunlah dan shalatlah! , maka aku pun mengerjakannya, lalu dia bertanya: Tahukah engkau di mana engkau shalat, engkau shalat ada di Bait Lahm, tempat kelahiran Nabi Isa a.s., kemudian aku masuk ke Baitil Maqdis, di sana telah berkumpul para nabi, lalu Jibril memintaku untuk menjadi imam shalat mereka. (H. R. An-Nasa i) BERTABARRUK DENGAN WAKTU Allah memberi kelebihan dan keberkahan pada waktu-waktu tertentu, seperti dalam firman Allah SWT:

Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur an) pada suatu malam yang diberkahi (malam lailatul qadr) dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (Q.S. ad-Dukhan:3) Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Tuhan kalian di hari-hari kalian memiliki anugerah-anugerah, maka carilah augerah itu, mungkin kiranya salah satu diantara kalian mendapatkannya, maka tidak akan celaka selamanya. (H.R Thabrani) TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN BEKAS-BEKAS RASULULLAH SAW Sahabat Anas r.a. menceritakan bagaimana para sahabat bertabarruk dengan rambut Rasulullah SAW:

Aku melihat tukang cukur sedang mencukur Rasulullah SAW dan para sahabat mengitarinya. Tidaklah mereka kehendaki satu helai pun dari rambut beliau terjatuh kecuali telah berada di tangan seseorang. (H.R Muslim, Ahmad dan Baihaqi)

Aun bin Abi juhaifah menceritakan dari ayahnya para sahabat yang bertabarruk dengan air sisa wudhu Rasulullah :

Aku mendatangi Rasulullah sewaktu beliau ada di kubah hamra dari Adam, aku juga melihat Bilal membawa air bekas wudhu Rasulullah dan orang-orang berebut mendapatkannya. Orang yang mendapatkannya air bekas wudhu itu mengusapkannya ke tubuhnya, sedangkan yang tidak mendapatkannya, mengambil dari tangan temannya yang basah (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad) Dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa para sahabat bertabarruk dengan keringat Rasulullah SAW. Berkata Anas bin Malik :

Rasulullah SAW masuk rumah Umi Sulaim dan tidur di ranjangnya sewaktu Umi Sulaim tidak ada di rumah, lalu di hari yang lain Beliau datang lagi, lalu Umi Sulaim di beri kabar bahwa Rasulullah tidur di rumahnya di ranjangnya. Maka datanglah Umi Sulaim dan mendapati Nabi berkeringat hingga mengumpul di alas ranjang yang terbuat dari kulit, lalu Umi Sulaim membuka kotaknya dan mengelap keringat Nabi lalu memerasnya dan memasukkan keringat beliau ke dalam botol, Nabi pun terbangun: Apa yang kau perbuat wahai Umi Sulaim , tanyanya. Ya Rasulullah, kami mengharapkan berkahnya untuk anak-anak kami, jawab Umi Sulaim. Rasulullah berkata: Engkau benar (H.R. Muslim dan Ahmad) BERTABARRUK DENGAN RAMBUT RASULULLAH SAW : . Dari Abdul hamid bin Jakfar berkata : bahwa Khalid bin Walid kehilangan kopyah ketika peperangan Yarmuk, lalu berkata : Carilah!, namun tidak ditemukan, dia meminta untuk mencarinya lagi, dan ternyata didapati berupa kopyah usang, lalu Khalid berkata : Sewaktu Rasulullah SAW umrah, beliau mencukur rambut kepalanya, maka orang-orang berebut rambut beliau, dan aku bisa mendahului dan mendapat rambut ubun-ubun beliau. Lalu kutaruh rambut itu di kopyah ini. Tidaklah aku menghadiri peperangan dengan membawa kopyah ini kecuali pasti aku menang TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN CANGKIR NABI Hajjaj ibn Hassan berkata: Kami berada di rumah Anas dan dia membawa cangkir Nabi SAW dari suatu kantong hitam. Dia (Anas) menyuruh agar cangkir itu diisi air dan kami minum air dari situ dan menuangkan sedikit ke atas kepala kami dan juga ke muka kami dan mengirimkan solawat kepada Nabi

: :

SAW. [Hadits riwayat Ahmad, dan Ibn Katsir]. Asim berkata: Aku melihat cangkir itu dan aku minum pula darinya. [Hadits Riwayat Bukhari] TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN MIMBAR NABI Ibnu Umar r.a. sering memegang tempat duduk Nabi SAW di mimbar dan menempelkan wajahnya untuk barokah. [al-Mughni 3:559; al-Shifa' 2:54, Ibn Sa'd, Tabaqat 1:13; Mawsu'at Fiqh 'Abdullah ibn 'Umar halaman. 52] TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN UANG YANG DIBERIKAN OLEH RASULULLAH Jabir menjual seekor unta ke Nabi SAW dan beliau SAW memerintahkan Bilal untuk menambahkan seqirat (1/12 dirham) atas harga yang disepakati. Jabir berkata: Tambahan yang diberikan Nabi SAW tidak akan pernah meninggalkanku, dan dia menyimpannya setelah peristiwa itu. [Hadits riwayat Bukhari]. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN TONGKAT RASULULLAH Ketika Abdullah bin Anis kembali dari suatu peperangan setelah membunuh Khalid ibn Sufyan ibn Nabih, Rasulullah SAW memberi hadiah kepadanya berupa sebuah tongkat dan bersabda kepadanya: Itu akan menjadi tanda di antara kau dan aku di hari kebangkitan. Setelah itu, Abdullah ibn Anis tidak pernah berpisah dari tongkat itu dan tongkat itu dikubur dengannya setelah wafatnya. [Hadits riwayat Ahmad 3:496, al-Waqidi 2:533]. TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN BAJU RASULULLAH Jabir berkata: Nabi SAW datang setelah Abdullah bin Ubay dikuburkan dalam makamnya. Beliau SAW memerintahkan agar mayatnya diangkat lagi. Beliau SAW menaruh kedua tangannya pada kedua lutut Abdullah, bernafas atasnya dan mencampurnya dengan air liurnya serta mengenakan pakaian beliau padanya. [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim] TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN JUBAH RASULULLAH Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Sahihnya Bab al-Libaas pernah bahwa Asma binti Abu Bakr pernah menunjukkan pada Abdulah, bekas budaknya jubah Rasulullah yang terbuat dari kain Persia dengan kain leher dari kain brokat, dan lengannya juga dibordir dengan kain brokat seraya berkata Ini adalah jubah Rasulullah SAW yang disimpan Aisyah hingga wafatnya lalu aku menyimpannya. Nabi SAW dulu biasa memakainya, dan kami mencucinya untuk orang yang sakit hingga mereka dapat sembuh karenanya. Imam Nawawi mengomentari hadits ini dalam Syarah Sahih Muslim, karya beliau, juz 37 bab 2,

Hadits ini adalah bukti dianjurkannya mencari barokah lewat bekas dari orang-orang saleh dan pakaian mereka Dalam kitab yang sama Imam Nawawi menulis setidaknya 11 kali anjuran untuk mencari berkah dari bekas orang-orang Saleh. Ini adalah dalil akurat bahwa tabarruk tidak terbatas pada masa hidup Rasulullah dan dianjurkannya bertabarruk dengan orang-orang saleh. Hal ini juga dilalakukan Imam Syafii dengan bertabarruk pada gamis Imam Ahmad sebagaimana dalam kitab Tarikh Dimasyqi : : : . : : : : : ( ) : : : : : : : : . Berkata Rabi : Sesungguhnya Imam Syafi i pergi ke Mesir bersamaku, lalu berkata kepadaku: Wahai Rabi , ambil surat ini dan serahkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, selanjutnya datanglah kepadaku dengan membawa jawabannya! , Ketika memasuki kota Baghdad kutemui Imam Ahmad sedang shalat subuh, maka aku pun shalat di belakang beliau. Setelah beliau hendak beranjak dari mihrab, aku serahkan surat itu, Ini surat dari saudaramu Imam Syafi i di Mesir, kataku. Kau telah membukanya? tanya Imam Ahmad. Tidak, wahai Imam Beliau membuka dan membaca isi surat itu, sejenak kemudian kulihat beliau berlinang air mata. Apa isi surat itu wahai Imam? tanyaku. Isinya menceritakan bahwa Imam Syafi i bermimpi Rasulullah SAW, Beliau berkata: Tulislah surat kepada Ahmad bin Hanbal dan sampaikan salamku kepadanya. Kabarkan padanya bahwa dia akan mendapatkan cobaan, yaitu dipaksa mengakui bahwa al-Qur an adalah mahluk, maka janganlah diikuti, Allah akan meninggikan benderanya hingga hari kiamat, tutur Imam Ahmad Ini suatu kabar gembira, kataku. Lalu beliau menuliskan surat balasan seraya memberikan padaku qamis yang melekat di kulitnya. Aku pun mengambil surat itu dan menyerahkannya kepada Imam Syafi i. Apa yang diberikan Imam Ahmad padamu? tanya Imam Syafi i. Gamis yang melekat dengan kulit beliau, jawabku. Kami tidak akan merisaukanmu, tapi basahi gamis ini dengan air, lalu berikan kepadaku air itu untuk bertabarruk dengannya, kata beliau. BERTABARRUK DENGAN BENDA MATI Bertabarruk terkadang bisa dilakukan dengan benda mati yang pernah dipakai atau disentuh orang saleh sebagaimana kisah Bani Israil, mereka selalu menang dalam peperangan berkat tabut di tangan mereka. Hal ini dijelaskan Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wan-Nihayah juz 2 hal 6 : :

Berkata Imam Ibnu Jarir: Bani Israil jika berperang dengan para musuhnya selalu membawa tabut yang ada di qubah zaman, mereka selalu mendapat pertolongan dan kemenangan dengan berkat Tabut itu dan dengan apa yang Allah jadikan di dalamnya berupa ketentraman dan warisan yang ditinggalkan oleh keluarga Musa a.s. dan keluarga Harun a.s. Berkata Imam al-Baghawi dalam tafsirnya saat menafsiri firman Allah berikut: { } Dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun.

Peninggalan Musa dan Harun berupa dua papan Taurat, pecahan papan, tongkat dan sandal Nabin Musa, imamah dan tongkat Nabi Harun, serta satu keranjang dari Manna yang diturunkan kepada Bani israil. .Selain itu, jika di Bani Israil ada permasalahan, maka tabut itu -dengan kehendak Allah- berbicara dan menjadi hakim diantara mereka. Jika berperang mereka letakkan tabut di depan mereka dan mereka pun mendapatkan kemenangan atas musuh mereka (Lihat Tafsir al-Baghawi juz 1 hal. 667) Dari paparan keterangan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa bertabarruk sangat dianjurkan guna meraih kebaikan dunia dan akhirat. Berkah bukanlah pepesan kosong belaka, namun benar-benar ada dan bisa kita rasakan. Jangan sekali-kali mengingkari manfaat tabarruk. Ingatlah satu peristiwa yang terjadi di zaman kekhalifahan Sayidina Utsman bin Affan yang diriwayatkan Qadi Iyad dalam kitab asySyifa . Ketika itu seorang bernama Jihja al-Ghiffari mengambil tongkat Nabi SAW dari tangan Utsman bin Affan. Jihja kemudian berusaha mematahkan tongkat itu dengan lututnya. Upaya itu gagal. Malah kaki Jihjah belakangan mengalami infeksi pada bagian lutut dan harus diamputasi. Dan ia pun akhirnya mati sebelum akhir tahun itu. Sungguh fatal akibat dari perbuatan Jihja itu. Bagaimana pula dengan perbuatan-perbuatan mereka yang telah membumihanguskan peninggalan-peninggalan Rasulullah SAW?

Pengantar Memahami Thoriqoh

Thoriqoh adalah jalan menuju kepada Allah Swt. Setelah kita mengetahui tentang prinsip (aqidah), sehingga kita mengetahui mana yang wajib mana yang mustahil dan mana yang jaiz bagi Allah. Dan bisa mengetahui serta bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang halal dan mana yang haram. Serta mengetahui kewajiban-kewajiban individu kepada TuhanNya. Seperti Sholat khususnyadengan syarat-syaratnya. Walaupun cara mempelajarinya tidak semudah yang kita harapkan, secara sempurna. Namun paling tidak sudah melangkah sesuai ketentuan (hukum) dan sesuai dengan ilmu. Apabila telah mempelajari itu secukupnya, alangkah baiknya segera untuk mempelajari atau masuk kedalam thoriqoh yang sehingga bisa mengantarkan hati dalam menemukan kekhusyuan dalam menjalankan sholatnya. Dari itu akan tambah disanubarinya; merasa dilihat dan di dengar oleh Allah Swt. Hal yang demikian tidak hanya dalam sholat belaka tetapi akan menjadi bekal hidup, untuk sehari-harinya. Akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan ke-khusyuan. Merasa dilihat dan didengar oleh Allah. Dan mensosialisasikan, khususnya untuk pribadi. Karena itu sesuai dengan sabda Nabi Saw; setiap manusia dalam tubuhnya terdapat segumpal daging yang disebut mudhoh, bila segumpal darah itu baik, bersih, semuanya akan berpengaruh baik dalam pola pikir dan lain sebagainya. Lalu sahabat bertanya; apakah mudhgoh itu wahai Rasulullah Saw. Di jawab oleh baginda Nabi Saw; mudhgoh itu adalah hati. Sumber segala penyakit, seperti takabur, sombong, dengki, hasud, pelupa kepada yang Maha Kuasa dan penyakit hati yang lainnya, sumbernya ada dihati itu sendiri. Kalau kita mandi, wudhu, cuci muka, jelas alatnya; pembersih tersebut adalah air. Bahkan ada yang menambah dengan farfum. Tidak cukup dengan air saja maka ditambah dengan farfum, selain itu memakai alat pembersih seperti sabun. Sehingga selain badan kita bersih juga harum. Kita jarang berfikir, kalau kita mandi, cuci muka atau wudhu sehari berapa kali, seminggu berapa kali, pernahkah kita mewudhui, mencuci atau memandikan hati kita. Kita sadar atau tidak kalau daki-daki yang ada dalam badan kita kita bersihkan, kita gosok. Lalu kapan kita bersihkan hati kita, dan kita gosok hati kita, supaya karat-karat yang ada dalam hati, bersih. Sehingga seandainya hati bersih, bilamana karat-karatnya hilang, cahaya besi yang putih mengkilat itu akan Nampak. Karat-karat tersebut saya umpamakan seperti penyakit hati, seperti takabur tersebut diatas. Apabila kita menyadari, terkadang kotoran hati itu sendiri mendorong kita berbuat satu kesyirikan yang kita sendiri tidak mengetahui. Lain daripada itu, kita banyak tertipu dengan peranan nafsu. Nafsu itu bagaikan anak kecil, nangisnya membuat hati kita iba, tertawanya

membuat hati kita lega atau terhibur. Sadar atau tidak anak itu akan tumbuh besar. Bilamana kita tidak mengawasinya, mungkin akan kencing seenaknya. Berbeda pada waktu kencing masa bayi. Dari sinilah Thoriqoh berperan untuk membersihkan segala penyakit hati. Kalau mandi mempunyai alat; air, sabun dan farfum. Sedangkan dalam membersihkan hati alatnya adalah dengan dzikir. Sebagaiama firman Allah: Ala bidzikrillah tathmainna al qulub, ketahuilah hanya dengan berdzikir pada Allah hati kita akan menjadi tentram. Itulah diantaranya yang bisa membersihkan hati kita. Bilamana karatan-karatan ini terkikis sedikit demi sedikit dengan bidzikrillah akan membuka sedikit demi sedikit pancaran cahaya iman yang telah tumbuh di hati kita yang tadinya banyak terhalang dengan karatan-karatan yang ada dihati. Bilamana cahaya keimanan yang didukung dengan bidzikrillah itu mulai terpancar, maka akan mewarnai pandangan pola pikir, pandangan mata, telinga kita sampai pada perilakuperilaku kita, yang jauh dari perbuatan-perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah Swt dan RasulNya. Itulah Thoriqoh, mengantrar setiap individu manusia sehingga sampai kepada Allah Swt. Sadar bahwa dirinya selaku hamba, sadar kewajiban hamba pada Tuhannya. (tobe continu[Tsi])

Peran Thoriqoh Dalam Membersihkan Hati

Bila kita mau melihat lebih jauh tentang filosofis atau makna Al Mudghoh yang di sebutkan pada bahasan sebelumnya (( ]( ]). Hati sering digunakan dengan maksud makna jiwa, dan hati yang bermakna liver. Untuk menggambarkan betapa pentingnya menjaga hati yang bermakna jiwa manusia saya akan menguraikan mudhgoh atau hati dalam hadis tersebut dengan makna liver. Ini analog saja untuk memudahkan pemahaman pada tujuan dari pembahasan kita ini. Mudghoh atau hati letaknya di dalam tubuh manusia. Tubuh manusia membutuhkan perhatian yang serius. Perlu kita ketahui bahwa penyakit-penyakit manusia bersumberkan dari hati . baik dan tidaknya metabolism tubuh seseorang tergantung pada baik dan tidaknya darah darah orang tersebut. Dan darah itu akan menjadi baik dan tidak tergantung dua hal: Pertama; apa yang dimakan dan yang dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Apa yang dimakan adalah harus sehat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging-dagingan yang memperkuat stamina. Kemudian darimana yang kita makan atau bagaimana cara mendapatkan makanan itu. Yang jelas makanannya harus halal, halal disini sudak mencakup pengertian makanan itu diperoleh dengan cara yang benar.

Kedua darah itu baik dan tidaknya adalah bersumber dari pencernaan. Pencernaan yang berfungsi dengan baik akan membuat darah baik dan begitu juga sebaliknya; jika pencernaannya tidak berfungsi dengan baik maka darah yang dihasilkannya juga tidak baik. Upaya untuk membantu memperbaiki pencernaan biasa kita lakukan paling tidak satu tahun sekali; yaitu puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diantara manfaatnya adalah membersihkan semua organ-organ manusia. Panasnya pencernaan orang-orang yang berpuasa akan membakar hal-hal yang negative dalam pencernaan seperti bachsil dan bakteri. Dan lain sebagainya. Dengan demikian pencernaan dapat kita analogikan seperti bejana yang kita gunakan untuk memasakn segala sesuatu. Kita bayangkan seandainya bejana itu tidak pernah dicuci. Setalah kita gunakan untuk memasak ikan laut, kita gunakan untuk memasak telur, terus demikian silih beganti sehingga menimbulkan kerak pada bejana itu. Demikian pula pencernaan, kerak-kerak, imbas daripada yang kita makan lambat atau cepat mempengaruhi proses kerja perncernaan atas makanan yang kita konsumsi. Sangat jelas sekali bahwa pencernaan tidak bisa bekerja sendiri. Hasil proses pencernaan dilimpahkan ke ginjal, pancreas sampai pada liver. Dari kerja sama yang kompak menghasilkan beberapa hal, diantaranya darah putih, darah merah, sperma, keringat, air kencing dan kotoran. Dari hasil kerja sama yang baik antara organ tubuh manusia tersebut akan menghasilkan lima hal di atas yang baik pula. Bila akibat proses kerja pencernaan yang kurang baik sehingga terjadi darah kotor dalam tubuh manusia, maka sangat diperlukan sekali pembersih. Yang pertama untuk membersihkan pencernaan yang menjadi sumber pengelola makanan dalam tubuh. Kedua membersihkan apa yang telah di olah. Tugas liver adalah menjatah atau menyalurkan darah ke jantung, ke otak kecil. Apakah tidak mungkin apabila darah atau kotoran akan mempengaruhi fisik otak manusia serta sarafnya. Sehingga kurang mampu untuk berfikir baik, membuka wawasan, dan pandangan yang jauh. Apalagi jelas kita tidak menginginkan pola fikir-pola fikir yang kurang baik. Yang tidak menguntungkan bagi pribadi kita, baik dalam urusan dunia dan maupun akhirat kita. Dengan hasil darah yang baik, sehat, akan sangat membantu dalam kecerdasan; dari kecerdasan hati sampai kecrdasan akal. Sehingga menumbuhkan pola fikir dan wawasan serta pandangan yan jernih. Bisa memilah mana yang menguntungkan dalam dunia dan akhiratnya. Dan mana yang merugikan dalam kedua hal tersebut. Secara fisik saja sangat memerlukan kesehatan dan kebersihan. Hati adalah bagian tubuh manusia yang sangat berperan dalam memberikan atau dalam mensuport pola fikir, wawasan dan pandangan manusia, karena hati adalah tempatnya iman dan tempatnya nafsu. Lalu apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai alat untuk membersihkannya. Kita harus memberikan makanan hati serta pembersihnya seperti ilmu marifat dan lain sebagainya, yang terkait dengan keimanan serta pertumbuhannya. Paling tidak kita bisa memilih mana yang di dorong oleh imannya dan mana yang didorong oleh nafsunya. Seperti masalah pencernaah diatas bukan sesuatu hal yang mustahil bilamana kita mendiamkan kotoran-kotoran hati maka akan mempengaruhi pola fikir yang pada dasarnya akan merugikan diri sendiri. (tobe continu [Tsi])

Kesaksian Allah Swt. atas Risalah dan Keistimewaan Nabi Muhammad Saw

Allah Swt. memberikan dasar kepada kita; kaum beriman: al Quran dan sunah Nabi. Yang dibawa oleh Jibril As, disebut al Quran al Adzim. Kemudian sunah atau hadis nabi dibagi menjadi dua, ada yang disebut hadis ada pula yang disebut hadis qudsi. Keduanya banyak di pakai untuk menguatkan kedudukan al Quran al Karim. Sementara hadis qudsi mempunyai keistimewaan lain, yaitu untuk menunjukan bagaimana hubungan Rasulullah Saw. dengan Allah Swt. Jadi Al Quran maupun hadis qudsi sama-sama menunjukan istimewanya kedudukan Nabi Muhammad Saw. disisi Allah Swt. Al Quran al Adzhim mempunyai dua fungsi. Pertama fungsinya sebagai dasar-dasar ajaran. Fungsi pertama ini mencakup beberapa hal penting: pertama adalah hukum, masalah perintah dan lain sebagainya, ini terangkum dalam Fiqh; selanjutnya akidah atau tauhid; kemudian tasawuf dan terakhir sejarah (tarikh). Fungsi kedua al Quran adalah sebagai dasar dari keyakinan kebenaran Islam. Atau dapat dikatakan juga sebagai syahadah, kesaksian, bukti dari Allah Swt. atas kebenaran Rasulullah Saw. atas semua yang dibawanya dan disampaikan olehnya. Serta sebagai bukti istimewanya kedudukan Nabi Saw. disisi Allah Swt. Semisal kesaksian Allah Swt. bahwa Nabi Muhammad adalah benar-benar Rasul Allah Swt. Kesaksian-kesaksian Allah Swt. pada Nabi Muhammad diantaranya kesaksian akan sipat, karakter dan fisiknya; Laqod jaakum Rasulun min anfusikum 'Azizun alaihi ma anittum harishun alaikum bil mu'minina Ro'ufurrohim (QS: at Taubat: 128). Allah Taala yang menugaskan Nabi sebagai utusan tidak sekedar memerintah, tetapi juga Allah Swt. menerangkan kedudukan yang di perintah. Mulai dari fisiknya, karakternya, pribadinya dan lain sebagainya, sebagaimana tergambar dalam ayat tersebut. Bukan sekedar memerintah, seperti kebiasaan kita memerintah. Allah Ta'ala menguatkan kedudukan yang di perintah, dari segi fisik anatominya sampai

disebutkan semua dalam al Quran al Adzim. Allah Ta'ala yang menciptakan, menyaksikan, membuktikan kebesaran, keutamaan ciptaan-Nya. Untuk siapa kesaksian Allah Swt. tersebut? Untuk umat. Supaya dengan mudah umat dapat menerima ajaran-ajaran yang dibawanya. Kita bisa mengatakan; yang menciptakan saja menyaksikan, mengakui kebesarannya, kalau kita yang termasuk ciptaanNya tidak mau menyaksikan kebesaran Nabi Muhammad Saw., keterlaluan. "Laqod jaakum Rasulum min anfusikum", sungguh kami telah mendatangkan kepada kalian manusia, Rasulun, seorang utusan. Utusan yang bagaimana? Allah Ta'ala disini menekankan dengan mengatakan:"min anfusikum", dari kalian jenis manusia. Bukan manusia biasa, tapi manusia luar biasa. Di buktikan dengan keluarbiasaan Rasulullah apa? Azizun alaihi ma annitum, menanggungkan derita umat, yang pertama. kedua Harisun alaikum , rasa cinta pada umat. Yang ketiga bilmuminina Roufurrohim, rasa kasih sayang pada kaum beriman. Tiga sipat itu seharusnya dimiliki seorang mubaligh. Keberhasilan seorang mubaligh bergantung sebarapa besar rasa azizun alaihi ma annitum dalam dirinya. Sebab, itulah dasar pertama untuk mengajak kejalan Allah. Mubaligh harus pula membawa misi Harishun alaikum, dan tentu saja, Bil mukminina Roufurrohim. Bila mubaligh bisa membawa ini, dalam amar maruf nahi munkar yang dilakukannya, dia tidak akan mendahulukan hawa nafsu. Perumpamaan 'bilmukminina roufurrohim', seperti kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Kerasnya orang tua terhadap anak bukan berarti kebencian, kerasnya orang tua terhadap anak bukan berarti kekejaman, kerasnya orang tua terhadap anak walaupun lahirnya kelihatan keras tapi penuh arti kasih sayang. Seperti anak kecil yang digandeng orang tuanya ketika menyebrang jalan, kendaraan hilir mudik tak beraturan, apakah ketika anak lari akan dibiarkan begitu saja, karena orang tua kesal, semisal. Anak kemudian ditarik oleh orang tuanya dengan keras. Karena apa? Kalau kamu lari, pasti tertabrak mobil atau paling tidak tertabrak sepeda. Tarikan keras yang dilakukan orang tua pada anaknya dalam kondisi seperti itu, bukan karena marah bukan pula karena dendam. Tapi karena sayang. Kalau dendam atau marah sewaktu-waktu kesal, akan dibiarkan. Itu dendam. Akhirnya masa bodoh; mau hidup atau mati terserah. Bukankah begitu. Orang tua terhadap anak, tidak ada istilah masa bodoh, karena apa? Karena rasa sayang atau dalam al Quran disebut sebagaiBilmu'minina roufurrohim. Ini sifat Rasul Saw., ini tidak dimiliki oleh siapapun secara sempurna. Maka bila kita amar ma'ruf nahi munkar, prinsip bilmu'minina roufurrohim, harus kita pegang betul. Sebab nahi munkar dengan mendahulukan nafsu mana mungkin akan berhasil. Sesaat mungkin orang takut. Seperti kasus minuman keras. Dalam amar maruf atas kasus ini kita selalu menitik beratkan kemunkaran itu hanya pada apa yang diminum, khomr. Lalu kita hancurkan, pabriknya di robohkan. Apa dengan membrantas minuman keras itu mereka pasti sembuh atau spontan dengan itu mereka akan sembuh. Orangnya yang seharusnya anda tuju, bukan justru minuman keras yang anda habisi. Bagaimana kita menyembuhkan si peminum, si pecandu itu? Itulah tugas kita. Kalau kita tidak penuh kasih sayang pada mereka dalam menanganinya, tidak mungkin mereka akan sembuh. Dan kalau kita mendahulukan hawa nafsu, mana mungkin mereka akan mengerti kalau di sayangi. Ini pula yang banyak menyebabkan dakwah kita tidak berhasil.

Nah Rasulullah Saw. telah di didik betul sehingga betul-betul memiliki tiga sifat itu. Hal yang demikian membuahkan wainaka laala Khuluqin adzim, sungguh engkau Muhammad memiliki pekerti yang sungguh mulia (QS: al Qalam: 4). Sehingga ayat-ayat:"Azizun alaihii ma annitum, harishun alaikum, bilmukminina roufurrohim, hadis "Umirtu liutamimma makairal akhlak", lebih memperkuat 'Wainnaka laala kulukin adzim', sempurnanya pekerti yang dimiliki oleh Rasulullah Saw. Kesaksian Allah Taala terhadap kerasulan diantarnya adalah Yasiin. Wal Quranul hakim. Innaka Laminal mursalin (QS: Yasin: 1-3). Kesaksian itu turun pada saat Rasulullah Saw. merasakan bagaimana beratnya menundukan mereka, supaya mereka beriman. Bukan beratnya menjadi Rasul. Seperti halnya seseorang yang menjadi polisi, beratnya bukan karena statusnya, tapi bagaimana menyadarkan masyarakat, supaya tidak berbuat kejahatan yang merugikan dirinya, merugikan masyarakat. Tanggung jawab itu, lebih berat dari status yang disandangnya. Itu baru tingkat bawah. Kalau Rasul sudah tidak bisa di buat bandingan. Kronologi turunnya ayat tersebut (asbab al wurud) bermula pada waktu itu Rasulullah Saw. memikirkan bagaimana caranya supaya orang-orang kufar jahiliah beriman atas risalah yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Mayoritas dari mereka lari dan tidak beriman, apalagi sampai mau mengakui risalah Rasulullah Saw. Tegas Allah taala menurunkan ayat: Yasiin. Wal Quranul hakim. Innaka Laminal mursalin, wahai Yasin, demi al Quran yang mulia. Sungguh engkau sebenar-benarnya utusan. Seakan-akan Allah Swt berfirman: Andaikata mereka tidak mau mengakui wahai Muhammmad engkau utusanKu Aku yang akan mengakuimu; engkau adalah utusanKu. Engkau sebenar-benar utusan. Sampai pula turun: "arrahman alamal Quran, kholaqol insana allamahul bayan", siapa yang dimaksud dalam ayat ini? Yaitu Rasulullah Saw. Dalam surat al Alaq Allah Swt berfirman: "Iqro bismirobbikaladzi kholaq, kholaqo al insana min alaq, iqro warobbuka al akrom" (QS: al Alaq: 1-3), kepada siapa pertama kali ayat ini ditujukan? Pada Rasulullah Saw. Dalam surat al Hujurat ayat 13, Allah Swt. Berfirman:"Inna akromakum indallahi atqoqum", sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling taqwa diantara kalian. Siapa yang dimaksud dengan'al akram wal atqo dalam ayat tersebut? Rasulullah Saw. Kalau kita ditanya siapa yang paling mulia? Kita harus menjawab Rasulullah Saw. sebab beliaulah orang yang paling taqwa. Oleh sebab itu, kalau ingin menjadi orang yang taqwa. Tidak ada cara selain mengikuti (ittiba) meniru dan mencontoh teladan Sayidina Muhammad Saw., dijamin dia akan termasuk orang yang taqwa. Dari apa yang telah saya uraikan, kita akan mengakui, mengetahui dan meyakini bahwa Rasulullah Saw. adalah orang yang istimewa, dan seorang manusia yang berbeda dari manusia pada umumnya. Sebab itu pula kalau ada orang mengatakan atau minta disamakan dengan Rasulullah Saw., adalah orang yang menghayal. Sama darimana? Dia tidak mendapat penyaksian dari Allah Swt. Sementara Rasulullah Saw. disaksikan: akhlak, susunan antominya, susunan fisiknya dan sebagainya. Yang menciptakannya sendiri yang menyaksikan, Allah Swt. Bukankah lebih

akurat! Darimana bisa-bisanya kita berani menafsirkan Rasulullah manusia biasa. Lalu bagaimana dengan ayat; Qul inama ana basyarum mislukum (QS: al Kahfi: 110)? Maksud ayat itu bahwa pesan-pesan kerasulan Nabi Muhammad Saw. dapat diterima dengan mudah olah manusia. Karena Rasulullah Saw. sendiri adalah manusia. Itulah maksud ayat al Quran diatas. Memberi kesadaran pada umat bahwa Allah Swt. telah mempermudah manusia (litashil al umat) untuk menerima ketentuanNya melalui utusan dari golongan manusia pula. Dan itu merupakan salah satu dari sekian rahmatNya. Basyar, manusia dalam ayat itu bukan berarti menyamakan Rasulullah dengan kedudukan manusia biasa. Tidak! Qul inama ana basyarum mislukum, kami ini sepertis kalian; berbicara, bermata, bertelinga. Manusia, sama-sama manusia, Mistlukum, seperti kalian. Akan tetapi kata mistlukum tidak bisa dikatakan berarti sama sekali sama atau persis sama. Rasul dari kalangan manusia yaitu untuk memudahkan umat. Sebab Seandainya Rasul dari kalangan Jin, akan menyulitkan manusia, sebab jin tidak terlihat. Kalaupun terlihat manusia pasti lari. Sementara malaikat tidak terkena kewajiban: Qu anfusakum wa ahlikum nara(QS: at Tahrim), menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Sebab malaikat tidak punya anak serta tidak punya istri. Lalu siapa yang berperan menjadi utusan atau rasul? Jawabannya adalah manusia. Dan manusia yang menjadi rasul itu adalah Nabi Muhammad Saw. Dalam membahas Ahlu Sunah kita jelaskan terlebih dahulu fungsi al Quran sebagai saksi kerasulan dan keistimewaan Nabi Muhammad Saw. Supaya kita tahu sumber-sumbernya dahulu. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa Rasulullah Saw. Sebagai sumber utama Ahlu Sunah adalah manusia luar biasa yang karakter, fisik dan perjalanan hidupnya di abadikan dalam al Quran.

Tangisan Rasulullah SAW Menggetarkan Arasy


Dikisahkan, bahawasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: Ya Karim! Ya Karim! Rasulullah s.a.w. menirunya membaca Ya Karim! Ya Karim! Orang itu lalu berhenti di salah satu sudut Ka bah, dan berzikir lagi: Ya Karim! Ya Karim! Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikut zikirnya Ya Karim! Ya Karim! Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang lakilaki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu lalu berkata: Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, kerana aku ini adalah orang Arab badwi? Kalaulah bukan kerana ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah. Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya: Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab ? Belum,jawab orang itu. Jadi bagaimana kau

beriman kepadanya ? Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya, kata orang Arab badwi itu pula. Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya: Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat ! Melihat Nabi dihadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya. Tuan ini Nabi Muhammad?! Ya jawab Nabi s.a.w. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w.menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya:Wahai orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan serupa itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada tuannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman, dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya. Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil mahupun yang besar ! Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Maka orang Arab itu pula berkata: Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya !kata orang Arab badwi itu. Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan ? Rasulullah bertanya kepadanya. Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya, jawab orang itu. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawananNya! Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata: Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya kerana tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahawa Allah tidak akan menghisab dirinya,juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah mengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurga nanti ! Betapa sukanya orang Arab badwi itu, apabila mendengar berita tersebut. la lalu menangis kerana tidak berdaya menahan keharuan dirinya. Sumber Sirah Nabawiy>

Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar)


Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam merupakan teladan bagi orang-orang beriman dalam segala hal. Beliau teladan dalam hal dzikrullah (mengingat Allah). Sehingga suatu ketika Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahuanha pernah memberi kesaksian.

Aisyah radhiyallahuanha berkata: Nabi shollallahu alaih wa sallam senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan. (HR Bukhary 558) Lalu dalam hadits yang lain putera Umar bin Khattab radhiyallahuanhuma bersaksi bahwa beliau benar-benar menghitung dalam satu kali duduk dalam suatu majelis Nabi Muhammad shollallahu alaih wa sallam tidak kurang dari seratus kali memohon ampun dan bertaubat kepada Allah. Ibnu Umar radhiyallahuanhuma berkata: Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shollallahu alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang. (HR Abu Dawud 1295) Kebiasaan Rasulullah shollallahu alaih wa sallam berdzikir mengingat Allah dalam setiap keadaan serta memohon ampunan Allah menunjukkan betapa seriusnya beliau dalam upaya menjalin hubungan dengan Allah Rabbul aalamien. Nabi shollallahu alaih wa sallam tidak ingin melewatkan sesaatpun tanpa mengingat Allah dan memohon ampunanNya. Nabi shollallahu alaih wa sallam ingin menunjukkan kepada para pengikutnya bahwa seorang yang mengaku beriman sudah sepatutnya memperbanyak mengingat Allah. Sebab semakin sering mengingat Allah berarti akan semakin tenteram hati seseorang.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingai Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS Ar-Radu ayat 28) Ketenteraman Nabi shollallahu alaih wa sallam dan orang-orang beriman muncul ketika sedang mengingat Allah. Dan Allah menyuruh orang-orang beriman untuk mengingat Allah sebanyak mungkin. Tidak seperti orang-orang munafik yang tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. Mereka tidak merasa perlu untuk sering apalagi banyak mengingat Allah. Mereka mengerjakan sholat dengan kemalasan dan dengan niyat untuk dilihat dan dipuji manusia. Pada hakikatnya

orang-orang munafik kalaupun mengingat Allah, maka mereka hanya dzikir dengan jumlah yang sangat sedikit dan tidak berarti.

Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS Al-Ahzab ayat 41)

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali. (QS AN-Nisa ayat 142) Lalu Nabi shollallahu alaih wa sallam merupakan hamba Allah yang gemar memohon ampunan Allah dan bertaubat kepadaNya. Nabi shollallahu alaih wa sallam ingin mendidik ummatnya agar selalu menghayati bahwa manusia selalu dalam keadaan banyak berbuat dosa. Sehingga manusia selalu membutuhkan ampunan Allah. Manusia selalu dalam keadaan cenderung menyimpang dari jalan yang lurus. Sehingga manusia perlu untuk selalu bertaubat (kembali) kepada Allah dan jalan Allah. Maka Rasulullah shollallahu alaih wa sallam mengajarkan suatu lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Nabi shollallahu alaih wa sallam memotivasi orang-orang beriman melalui lafal doa Sayyidul Istighfar. Barangsiapa yang setiap hari membiasakan dirinya membaca doa tersebut dengan penuh keyakinan, maka Nabi shollallahu alaih wa sallam menjamin pelakunya sebagai penghuni surga di akhirat kelak. Nabi shollallahu alaih wa sallam bersabda: Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani wa ana abduka wa ana ala ahdika wa wadika mastathotu audzubika min syarri ma shonatu abu-u laka binimatika alaiyya wa abuu bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau). Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia

meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga. (HR Bukhary 5831) Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang gemar mengingatMu, gemar memohon ampunanMu dan gemar bertaubat (kembali) ke jalanMu. Amin ya Rabb.-

Anda mungkin juga menyukai