Anda di halaman 1dari 16

Proses Pembelajaran Mata Kuliah Pengendalian Limbah Industri

dengan Model Proporsi Diskusi- Kasus 75 Persen

Wagiman dan Ag. Suryando


Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP-UGM, 7 halaman, 2005

Abstrak

Pengendalian Limbah Industri merupakan mata kulah wajib di Jurusan


Teknologi Industri Pertanian, FTP, UGM dengan perserta berkisar 60-100 mahasiswa.
Luaran yang diharapkan adalah penguasaan berbagai teknologi pengendalian limbah
dan mahasiswa mampu menyelesaikan berbagai problema limbah secara sistemik.
Untuk mencapai maksud tersebut mahasiswa harus dibekali kemampuan keilmuan,
interaksi dan komunikasi, pemanfaatan berbagai sumber informasi, menyelesaikan
problema secara bersama-sama. Kendala yang dihadapi adalah kelas besar sehingga
membutuhkan suatu desain pembelajaran yang berbeda, tidak hanya dengan model
ceramah.
Proses pembelajaran dengan Model Proporsi Diskusi- Kasus 75 persen
dirancang untuk mencapai tujuan di atas dengan memperhatikan ukran kelas yang
besar. Kelas dibagi menjadi kelompok limbah cair, limbah padat, dan limbah gas.
Setiap kelompok dibagi lagi menjadi sub kelompok sesuai kasus yang dihadapi.
Diskusi dilakukan secara berjenjang dari tingkat sub kelompok, kelompok, dan panel.
Problema yang didiskusikan diambil langsung dari industri pertanian yang dikunjungi.
Model ini masih mengakomodasi sistem ceramah dengan tujuan memberikan
penjelasan kerangka umum pengendalian limbah industri.
Hasil implementasi model ini menunjukkan bahwa aktivitas mahasiswa di dalam
kelas tidak hanya mendengarkan tetapi juga menyampaikan pendapat (47 %). Sistem
pembelajaran ini mampu mendorong mahasiswa untuk mencari sumber pembelajaran
(55 %). Dengan mengangkat kasus, keingintahuan mahasiswa menjadi sangat tinggi
terbukti hamper 90 % mahasiswa menggunakan kesempatan bertanya secara tertulis.
Namun demikian, model ini perlu terus diperbaiki dan disosialisasikan agar mahasiswa
tidak merasa asing dengan diskusi.

Kata kunci : limbah industri, diskusi, pembelajaran


PENDAHULUAN

Mata kuliah pengendlaian limbah industri (2 SKS) merupakan mata kuliah wajib
bagi mahasiswa S1 Jurusan Teknologi Industri Pertanian (TIP). Mahasiswa yang
mengambil mata kuliah ini berkisar antara 60 sampai dengan 100 sehingga kualitas
belajar mengajar kurang efektif dan efisien. Pembelajaran sekarang yang dipakai
hampir 90 % ceramah, sedangkan sisanya dalam bentuk diskusi untuk mengklarifikasi
materi, kuis, pembuatan makalah, dan pekerjaan rumah. Taggapan langsung hanya
berkisar 4 %, sedangkan kelemahan tugas adalah mahasiswa bersifat responsif.
Dengan cara tersebut, beberapa value atau attitude tidak tumbuh dalam diri
mahasiswa. Dampak pada lulusan yang dihasilkan seperti hasil tracer study baik
tingkat universitas, fakultas maupun jurusan yaitu alumni sangat lemah pada sisi
software.
Limbah industri merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
industri dan merupakan permasalahan kompleks dan rumit. Dengan demikin,
pemahaman yang ditanamkan ke mahasiswa juga harus terintegrasi serta bersudut
pandang sistem. Mahasiswa tidak cukup dengan memahami makna dari materi kuliah
limbah industri, tetapi lebih penting dari hal tersebut adalah membangkitkan sikap
tanggap terhadap persoalan limbah industri.
Sikap tanggap dan pemecahan masalah limbah industri membutuhkan sebuah
team work dengan anggota yang memiliki latar belakang keilmuan atau pengalaman
berbeda. Setiap anggota team work dituntut memiliki kemampuan mengemukakan
pendapat sesuai keahlian atau pengalamannya, memadukan pendapatnya dengan
pendapat orang lain, mampu memimpin tim, dan tanggap terhadap persoalan limbah
industri secara global.
Karakter di atas, secara umum, memang belum muncul pada lulusan UGM
termasuk alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Orientasi mahasiswa masih
terpaku pada slogan lulus cepat-IP tinggi dengan mengabaikan faktor lain yang sangat
diperlukan pada pengembangan diri di dunia kerja. Faktor lain tersebut antara lain
sikap mental dan etika profesi, pengetahuan, ketrampilan, kreativitas serta
kepemimpinan (Santoso, 2004). Bahkan Attitude sudah menjadi Basic Professional
Culture and Behavior dan menjadi salah satu kompetensi dasar keinsyinyuran di
Indonesia (Budiono, 2004).
Ada kesenjangan yang nyata antara tuntutan dan hasil yang sudah dicapai
sehingga perguruan tinggi harus segera mereformasi tidak hanya administrasi dan
kebijakan saja, lebih penting adalah aktivitas teknis yang ada di tingkat grass root yaitu
belajar mengajar di kelas.

MEKANISME DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI

Proses belajar mata kuliah ini dibagi menajdi dua yaitu proses belajar primer
dan proses belajar sekuder. Proses belajar primer mengikuti model ceramah dengan
25 % dari total kuliah selama satu semsester. Proporsi terbesar yaitu 75 % diberikan
pada proses belajar sekunder berupa diskusi kelompok dan diskusi panel. Diskusi ini
dipandu oleh dosen dan setiap kelompok didampingi oleh asisten yaitu mahasiswa
yang pernah mengambil mata kuliah bersangkutan. Setelah diskusi kelompok
dilanjutkan dengan diskusi panel serta diakhiri dengan resume oleh dosen pengampu.
Untuk membantu mahasiswa dalam menyampaikan pendapat atau tanggapan
baik dalam kuliah ceramah maupun diskusi digunakan perangkat tipe tanggapan
sebagai berikut :
Tipe I : tanggapan yang dikemukan secara lisan dan langsung
Tipe II : tanggapan secara lisan dengan menulisnya lebih dahulu
Tipe III : tanggapan secara lisan, tanggapan tersebut milik orang lain
Tipe IV : tanggapan tertulis
Kelas dibagi menjadi grup dengan tingkatan sub kelompok, kelompok dan
panel dengan materi yang diambil dari industri. Ada tiga kelompk sesuai dengan isi
mata kuliah ini yaitu kelompok limbah cair, kelompok limbah padat, dan limbah
kelompok gas. Masing-masing kelompok tersebut dibagi lagi menjadi sub kelompok
yang terdiri dari 8-10 mahasiswa. Sub kelompok mendiskusikan kasus sejak formulasi
sampai solusi masalah limbah yang ditemukan di industri yang dikunjungi. Pada tingkat
kelompok dilakukan diskusi antar kasus untuk mencari solusi yang lebih general,
sedangkan diskusi panel dimaksudkan untuk saling tukar informasi masalah dan
solusinnya antar kelompok.
Industri yang digunakan sebagai tempat pengambilan kasus yaitu industri tahu,
industri tempe, industri rumah pemotongan ayam (RPA), industri gula, dan industri
kacang atom. Implementasi metode pembelajaran ini akan dilakukan pada semseter
kedua tahun ajaran 2004-2005 yaitu bulan Januari samapai dengan Juli 2005.
Evaluasi dilakukan dengan tiga cara yaitu rekapitulasi tanggapan tipe I dan IV,
ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS), dan kuesioner.
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sistem Pembelajaran
Sebagian besar mahasiswa yaitu 72,84 % menghendaki agar sistem
pembelajaran yang selama ini dipakai diubah dan hanya 8,64 % yang ingin
mempertahankan sistem lama. Bentuk diskusi merupakan model yang tepat untuk
diterapkan di perguruan tinggi (74,07 %), tetapi proporsi 75 % dianggap berlebihan.
Namun demikian sistem yang diujicobakan didukung untuk diterapkan pada mata
kuliah pengendalian limbah industri ini (79,01 %) meskipun dengan perubahan. Di
dalam menyampaikan tanggapan dengan cara lisan maupun tertulis mempunyai
kekuatan hampir sama.
Ditinjau dari aspek kelengkapan materi, inovasi metode perkuliahan
berpengaruh nyata terhadap pengayaan dan pendalaman materi. Mahasiswa
terdorong untuk mencari materi yang relevan di luar perkuliahan melalui pencarian
buku referensi di perpustakaan, internet, jurnal dan media lainnya. Upaya mandiri dari
mahasiswa ini memungkinkan mereka mendapatkan materi tambahan yang lebih up to
date yang tidak bisa diberikan di perkuliahan formal. Metode pembelajaran ini terbukti
memberikan dorongan kepada sebagian besar mahasiswa (55,56 %) untuk mencari
sumber belajar secara mandiri. Hasil pencarian tersebut kemudian didiskusikan
dengan dosen pengampu maupun asisten sehingga pemahaman mahasiswa
bertambah luas dan mendalam. Frekuensi konsultasi mahasiswa dengan dosen
maupun asisten sudah baik yaitu sekitar 5 kali per semester, tetapi jumlah konsultasi
masih sangat rendah sekali yaitu 12,30 %.
Sebagian mahasiswa (44,44%) belum terdorong untuk mencari sumber belajar.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu dari internal mahasiswa sendiri maupun
faktor eksternal lingkungan akademik. Hal-hal yang termasuk faktor internal adalah
kesibukan mahasiswa yang selain mengambil mata kuliah ini juga disibukkan dengan
tugas-tugas dari mata kuliah lain, kegiatan praktikum maupun aktivitas organisasi.
Faktor eksternal meliputi kelengkapan referensi yang masih kurang di perpustakaan
fakultas, fasilitas internet yang masih minim selain belum terbiasanya mahasiswa
memanfaatkan internet sebagai sumber belajar.
Capaian di atas tentu menggembirakan tetapi masih mungkin ditingkatkan
dengan memperbaiki desain dan manajemen kelas karena belum baik ditinjau dari
parameter yang diberikan. Tujuan pembelajaran belum sepenuhnya dipahami oleh
mahasiswa terbukti dengan skor yang diberikan yaitu 5,61 untuk kejelasan dan 5,47
untuk daya gunanya. Demikian juga alur topik pembelajaran yang belum runut,
pembagian perhatian yang sangat rendah (skor 4,73). Hal ini tentu karena mahasiswa
masih terbawa kebiasaan lama dengan dosen menjelaskan secara urut per topik dan
menjadi centre of learning. Aturan kelas juga dinilai rendah karena dengan sistem
diskusi terutama diskusi kelompok seakan-akan mahasiswa dilepaskan dalam
berekspresi. Dari sisi konsep Student Centre Learning (SCL), fenomena tersebut lebih
baik sehingga yang diperlukan adalah sosialisasi.

6.00
5.00
Keterangan :
4.00 1. Kejelasan tujaun pembelajaran
2. Dampak tujuan pembelajaran
Nilai

3.00
3. Alur topik
2.00 4. Pembagian perhatian
5. Kejelasan aturan kelas
1.00 6. Fleksibilatas aturan kelas
0.00
1 2 3 4 5 6
Pertanyaan ke-

Gambar 1. Desain dan manajemen kelas


Gambar 1 di atas menunujukkan bahwa tujuan pembelajaran cukup memotivasi
mahasiswa sehingga berpengaruh pada kehadirannya dalam kelas, keaktifan mencari
referensi, keaktifan dalam diskusi kelompok dan keaktifan dalam bertanya atau
berkomentar pada dosen. Namun demikian, bentuk diskusi yang besar menyulitkan
mahasiswa untuk menangkap alur topik pembelajaran. Aturan kelas juga tidak secara
jelas mengatur hak dan kewajiban di dalam kelas dan terdapat kebingungan karena
mahasiswa terbiasa dengan bentuk kuliah monologis.
Aturan kelas yang telah dibuat baru menyangkut sistem penilaian, kedatangan
dalam kelas, hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses belajar.
Beberapa aturan yang seharusnya ada tetapi belum dibuat antara lain mekanisme
diskusi dan tata cara evaluasi. Dengan cara diskusi, pembelajaran bergeser pada
mahasiswa sehingga peran dosen dianggap kurang. Fenomena tersebut tentu tidak
lepas dari sistem pembelajaran yang umumnya masih berlaku yaitu ilmu mengalir satu
arah dari dosen ke mahasiswa.
Alur topik memang masih perlu disempurnakan sehingga tidak terjadi
kesimpangsiuran. Dalam implementasi model pembelajaran ini sudah dilakukan
pemanduan alur topik dengan pemberian kisi-kisi pada setiap diskusi. Namun
demikian, cara tersebut dianggap belum cukup sehingga diperlukan pengembangan
lebih lanjut.
2. Strategi dan materi pembelajaran
Pada aspek strategi pembelajaran mayoritas siswa berpendapat bahwa materi
perkuliahan telah diberikan secara interaktif dan cara penyampaian materi menarik.
Ketertarikan ini disebabkan pemilihan dan penggunaan media ajar yang tepat dan
memadai untuk kebutuhan perkuliahan. Mahasiswa juga setuju dengan porsi diskusi
yang lebih besar (meskipun tidak harus 75 %) terlihat dari pendapat yang menyatakan
bahwa alokasi waktu pembelajaran telah sesuai.
Startegi memotivasi yang dilakukan kurang memadai sehingga waktu
konsultasi yang diberikan dosen di luar jam perkuliahan kurang dimanfaatkan.
Keuntungan proporsi diskusi yang besar menyebabkan interaksi antar mahasiswa
menjadi lebih intensif dan memberikan kesempatan bertanya yang lebih besar pada
mahasiswa. Interaksi tersebut telah mendorong mahasiswa untuk berani
mengemukakan pendapat (59,26 %) dan ada keinginan untuk bertanya yang besar
yaitu 55,56 %. Fenomena ini menunjukkan ada peningkatan jiwa kepemimpinan dalam
diri mahasiswa.

8.00
Keterangan :
7.00
1. Cara penyampaian materi
6.00 2. Daya tarik penyampaian materi
5.00 3. Pemilihan media ajar
4. Penggunaan media ajar
Nilai

4.00 5. Alokasi waktu


3.00 6. Penjelasan yang diberikan
7. Strategi memotivasi siswa
2.00 8. Interaksi dengan siswa
1.00 9. Kesempatan bertanya
10. Jawaban yang diberikan
0.00
11. Kesempatan berdiskusi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pertanyaan ke-
Gambar 2. Grafik penilaian terhadap strategi pembelajaran
Inovasi yang dilakukan pada perkuliahan ini, dapat dilihat pada beberapa fakta
berikut. Dalam perkuliahan satu semester, acara diskusi biasanya hanya merupakan
pelengkap dari kegiatan perkuliahan yang lain (ceramah). Sebagai pelengkap proporsi
diskusi ini biasanya lebih kecil daripada ceramah. Pada perkuliahan kali ini proporsi
diskusi lebih besar daripada ceramah. Tema-tema diskusi juga diangkat dari
permasalahan nyata di dunia industri pertanian. Dalam diskusi mahasiswa dituntut
untuk memformulasikan masalah dan mecari solusinya berdasarkan bekal ilmu yang
dipelajari di perkuliahan.

Selain strategi pembelajaran, keberhasilan proses belajar mahasiswa juga


ditentukan oleh materi yang dirancang dan tertuang dalam RPKPS. Penilaian terhadap
materi yang diberikan mencakup 3 hal yaitu tingkat kebaruan, kemanfaatan dan daya
tarik.

Hasil penilaian terhadap materi pembelajaran mengindikasikan bahwa


sebenarnya materi yang diberikan sudah mencukupi. Dari 3 hal yang ditanyakan
mengenai materi yang diberikan nilai terbaik berturut-turut adalah kemanfaatan, tingkat
kebaruan dan daya tarik. Kemanfaatan mendapatkan nilai tertinggi yaitu 7,08 yang
berarti materi yang diberikan bermanfaat dan dan relevan dengan misi Jurusan
Teknologi Industri Pertanian.
Tingkat kebaruan juga mendapatkan nilai yang cukup yaitu 6,50 sehingga
sejalan dengan metode belajar – mengajar yang diharpkan selalu memberikan
perkembangan terbaru dalam proses pengendalian limbah industri. Materi yang
diberikan sudah lebih banyak, jika dibandingkan dengan materi pada tahun
sebelumnya. Selain itu, metode belajar – mengajar yang menuntut mahasiswa untuk
secara mandiri aktif mencari detail materi yang telah diberikan akan semakin
memberikan tingkat kebaruan yang lebih tinggi karena materi mengenai proses
pengendalian limbah lebih banyak dan lebih mudah didapat melalui internet, yang tentu
saja selalu menyajikan data-data terbaru.
8.00
6.00
Keterangan :
4.00
Nilai

1. Kebaruan materi
2. Kemanfaatan materi
2.00 3. Daya tarik materi
0.00
1 2 3
Pertanyaan ke-

Gambar 3. Grafik penilaian terhadap materi pembelajaran


Daya tarik materi memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dengan 2
lainnya yaitu 5,97 tetapi masih termasuk dalam kategori cukup. Penyebab penilaian
tersebut adalah masih ada anggapan bahwa materi yang diberikan terlalu idealis dan
kecil kemungkinannya untuk bisa secara mudah diterapkan dalam dunia nyata
(industri). Penyebab lainnya adalah industri yang digunakan sebagai sampel belum
memiliki sistem pengendalian limbah yang memadai, bahkan untuk industri kecil tidak
mempunyai kemampuan untuk mengendalikan limbah.

3. Aktivitas kelas
Aktivitas di dalam kelas yang paling banyak dilakukan adalah diskusi (46,36 %)
sesuai desain pembelajaran yang menginginkan keaktifan mahasiswa untuk
mendiskusikan materi-materi pengendalian limbah. Membaca textbook menempati
peringkat kedua (12,47 %) aktivitas dalam kelas yang seharusnya, lebih kecil karena
aktivitas ini lebih diharapkan dilakukan oleh mahasiswa di luar kelas. Urutan berikutnya
adalah presentasi dua arah dan searah. Presentasi dua arah yang diharapkan adalah
lebih dari penilaian yang telah dilakukan oleh mahasiswa karena aktivitas ini dapat
memacu keaktifan mahasiswa untuk saling berinteraksi di dalam kelas. Ceramah,
penayangan video dan permainan/simulasi mendapatkan proporsi yang kecil.
50
45
Keterangan :
40
1. Membaca textbook
35 2. Presentasi searah
Persentase

30 3. Presentasi dua arah


25 4. Diskusi
20 5. Ceramah
15 6. Permainan/simulasi
10 7. Penayangan video/slide
8. lain-lain
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Aktivitas ke-

Gambar 4. Aktivitas pembelajaran di dalam kelas


Gambar 4 tersebut membuktikan bahwa model pembelajaran yang dirancang
dapat berjalan dengan baik. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kativitas di dalam
kelas sudah didominasi dengan kegiatan diskusi atau yang mendukungnya. Apabila
kegiatan 1, 2, 3, 4, 6, dan 8 dikategorikan dalam bagaian kegiatan diskusi maka telah
mencapai 83,27 % (di atas 75 %).

4. Hasil pembelajaran
Hasil pembelajaran merupakan dampak dari implementasi proses
pembelajaran yang berbeda dengan sistem sebelumnya. Hasil pembelajaran ini dilihat
dari pergeseseran nilai kelas tahun ajaran implentasi (2004/2005) dibandingkan tahun
sebelumnya (2003/2004). Luaran juga dilihat dari tingkat tanggapan mahasiswa di
dalam pelaksanaan pembelajaran.
Perbandingan antara capaian nilai mahasiswa pada tahun ajaran 2003/2004
dan 2004/2005 dapat dilahat pada Gambar 5, dan selengkapnya tercantum pada buku
2.
Hasil Pembelajaran

60

Persentase
40 2004
20 2005
0
A B C D E
Nilai Huruf

Gambar 5. Perbandingan sebaran nilai dalam huruf


Pergeseran nilai terjadi sangat mencolok dari nilai C ke B, berarti ada perbaikan
kualitas hasil pembelajaran. Nilai B naik dari 30,16 % menjadi 49,38 %, sedangkan
nilai C turun dari 46,03 % menjadi 24,69 %. Penurunan signifikan juga terjadi pada nilai
D, dan niali A juga turun tetapi tidak besar. Sementara nilai E naik dari 1,59 % menjadi
11,11 % yang disebabkan oleh :
1. Mahasiswa tersebut tidak ikut kuliah dan hanya mengikuti ujian sehingga
komponen nilai yang berupa aktivitas kelas menjadi jatuh.
2. Sebagian mahasiswa yang mendapat nilai nilai E karena tidak mengikuti ujian
tengah semester atau ujian akhir semester.
Jika dilakukan pembandingan dengan target semula yaitu peningkatan nilai A
dan penurunan nilai C, sistem ini berhasil meskipun nilai baik baru muncul pada tingkat
B. Secara umum, komposisi nilai di atas sudah sangat baik karena sebagian besar
mahasiswa berada pada kisaran nilai baik.
Metode perkuliahan juga memberikan “rangsangan” bagi tumbuhnya benih-
benih kepemimpinan di kalangan mahasiswa. Kesempatan bertanya yang lebih besar
yang diberikan pada mahasiswa selain bertujuan meningkatkan pemahaman materi
bertujuan juga melatih mahasiswa untuk lebih berani mengungkapkan pendapat.
Tanggapan Tipe I

100,00
80,00
Jumlah

60,00 Penanya
40,00 Pertanyaan
20,00
0,00
Ceramah Diskusi Diskusi
Kelompok Panel
Aktivitas

Gambar 6. Perbandingan tanggapan Tipe I

Kesempatan bertanya yang besar ini dimanfaatkan dengan baik oleh


mahasiswa terlihat pada Gambar 6, bahwa rerata jumlah pertanyaan yang diberikan
dalam sekali pertemuan jauh lebih banyak daripada tahun lalu yang berkisar 2 – 3
dalam sekali pertemuan. Tabel ini juga menunjukkan bahwa kelas yang kecil lebih
mendorong mereka untuk aktif bertanya daripada ketika mereka berada di kelas yang
besar. Hal ini terlihat dari lebih banyaknya pertanyaan yang diberikan pada diskusi
kelompok dibanding pada saat diskusi panel.
Pada Gambar 7 dapat pula dilihat bahwa mahasiswa sebenarnya memiliki
keingintahuan tinggi namun masih takut untuk menyampaikannya secara langsung dan
lebih memilih menulisnya sebagai Tipe Tanggapan IV. Hampir 95 % mahasiswa
menggunakan kesempatan bertanya secara tertulis dengan rata-rata 2 pertanyaan per
mahasiswa.
Tanggapan II dan III dibatalkan karena keterbatasan waktu yang dialokasikan
untuk setiap pertemuan. Berdasarkan evaluasi dalam 2 kali pertemuan Tipe II dan III
ini kurang mendapatkan tanggapan positif karena mahasiswa merasa lebih baik
bertanya langsung atau hanya menuliskan pertanyaan saja jika malu bertanya secara
langsung.
Rasa ingin tahu mahasiswa terlihat pula dari ketidakpuasan mereka atas
jawaban pertanyaan yang diberikan. Meski demikian mayoritas berpendapat bahwa
kesempatan berdiskusi yang diberikan cukup memadai sebagai saran untuk
melakukan konfirmasi materi. Dengan demikian target pembelajaran yaitu jumlah
mahasiswa yang memberi tanggapan meningkat 4 % dan jumlah tanggapan naik 6 %
telah tercapai.
Selain perkuliahan dengan sistem ceramah mahasiswa dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil diskusi. Dalam kelas diskusi kelompok ini setiap mahasiswa dituntut
untuk secara aktif berpendapat. Pada diskusi materi-materi yang diberikan dalam
kuliah dibahas oleh mahasiswa secara mandiri. Dosen dan asisten hanya berperan
memantau jalannya diskusi dan memastikan diskusi berjalan sesuai dengan alokasi
waktu yang ditentukan tanpa mengintervensi materi diskusi. Pemilihan moderator
ataupun notulen dilakukan sendiri oleh mahasiswa. Resume diskusi yang dibuat
mahasiswa menunjukkan bahwa terdapat minat dan upaya yang kuat mahasiswa
untuk mencari refensi dari buku-buku teks, jurnal maupun internet yang terlihat dari
beragamnya referensi yang dicantumkan.
Pada perkuliahan kali ini juga dilakukan kunjungan langsung ke industri
pertanian skala kecil dan menengah yang dilakukan secara kelompok maupun-klasikal
yang bertujuan melihat secara langsung penerapan materi kuliah di masyarakat
(industri). Industri yang dikunjungi antara lain PPG Madu Baru, RPA Aneka Usaha dan
Industri Tempe Murni “Pak Muchlar”, dan PT ASA. Kunjungan ini bertujuan juga
menghimpun data lapangan untuk dijadikan bahan kajian dalam diskusi kelompok.

5. Keberlanjutan dan adopsi


Metode pembelajaran dengan proporsi diskusi 75 % akan digunakan terus
mengingat matakuliah pengendalian limbah industri bersifat wajib bagi mahasiswa
jurusan Teknologi Industri Pertanian. Sarana prasarana diperlukan dapat lebih
disederhanakan tanpa mengurangi kualitas pembelajaran, misalnya LCD diganti
dengan OHP. Pada implementasi tahun 2005 asisten diberi honor, sedangkan untuk
tahun-tahun berikutnya honor tetap diberikan jika diperoleh sumber pendanaan baru.
Alternatif pengganti asisten adalah mahasiswa yang mengulang dengan reward
perbaikan nilai.
Sesuai dengan hasil evaluasi, metode ini memang masih memerlukan
penyempurnaan terutama teknik penyampaian dan alokasi waktu. Demikian juga,
penyiapan asisten dan penjelasan kepada mahasiswa (sosialisasi) sistem
pembelajaran perlu dilakukan di awal kuliah.
Modifikasi juga dilakukan pada jenjang diskusi sub kelompok, kelompok, dan
panel (Gambar 7 dan Gambar 8). Pada sistem yang sudah diimplentasikan,
mahasiswa mengambil topik diskusi/kasus dari industri yang berbeda-beda kemudian
mencari solusi general. Ada dua kelemahan didalam cara ini yaitu :
1. Terbentru prosedur perijinan yang membutuhkan waktu agak lama sehingga dapat
mengganggu jadwal pembelajaran
2. Mahasiswa tidak mendapat gambaran cara penyelesaian limbah secara terintegrasi
Untuk memperbaiki sistem tersebut maka pada tahun-tahun berikutnya akan dilakukan
modifikasi dengan mengmbil kasus dari satu industri saja. Dari problema yang
ditemukan di industri, kemudian dipecah menjadi sub problema untuk didiskusikan
pada tingkat sub kelompok dan kelompok. Pengintegrasian solusi dilakukan pada saat
diskusi panel.

Indust Indust Indust Indust Industri


ri ri ri ri Kacan
tahu tahu RPA gula g

Sub Sub Sub Sub Sub


kelompok kelompok kelompok kelompok kelompok

Kelompok Kelompok Kelompok


Limbah cari Limbah Limbah
padat gas

DISKUSI PANEL

Gambar 7. Model diskusi yang sudah diimplentasikan


Industr
i
X

Kelompok Kelompok Kelompok


Limbah cari Limbah Limbah
padat gas

Sub Sub Sub Sub Sub Sub


kelompok kelompok kelompok kelompok kelompok kelompok

Kelompok Kelompok Kelompok


Limbah cari Limbah Limbah
padat gas

DISKUSI PANEL

Gambar 8. Model diskusi yang sudah dimodifikasi

Pada penerapan tahun 2005, pola diskusi mengacu pada Gambar 7, dimana
industri yang digunakan jumlahnya lebih dari satu dan masing-masing industri
didskusikan langsung sub kelompok. Hasil diskusi kelompok kecil didiskusikan dalam
kelompok, untuk mendapatkan gambaran umum permasalahan limbah di industri
bersangkutan. Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh hasil diskusi kelompok
limbah cair, padat dan gas dibahas dalam forum diskusi panel.
Modifikasi yang dilakukan mengacu pada Gambar 8 di atas. Observasi
permasalahan dilakukan pada satu industri yang memiliki limbah cair, padat dan gas.
Problema yang ditemukan dari observasi diformulasikan dalam diskusi kelompok.
Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih spesifik dan merumuskan
solusinya, Problema dipecah dan didiskusikan pad tingkat sub kelompok. Hasil
pembahasan di sub kelompok dibahas dalam kelompok kembali sehingga diperoleh
gambaran komprehensif solusi permasalahan limbah industri. Hasil diskusi kelompok
tersebut dibahas dalam diskusi panel agar setiap peserta kuliah memahamii
permasalahan limbah industri secara menyeluruh.
Mata kuliah yang bersifat aplikatif dan terkait dengan aktivitas manusia yang
sedang berlangsung dapat mengadopsi sistem pembelajaran ini. Di dalam mengadopsi
tentu harus ada penyesuaian meskipun proporsi diskusi besar (tidak harus 75 %) perlu
dipertahankan. Modifikasi dapat dilkukan misalnya model tanggapan, untuk kelas kecil
cocok dengan Tipe I, sedangkan diskusi panel cocok dengan Tipe IV.

F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Sistem pembelajaran diskusi dengan mengangkat kasus nyata dapat
membantu mahasiswa dalam mentransfer pengetahuannya ke dunia yang akan
ditekuni. Dengan sistem ini, nilai-nilai kepemimpinan dapat tertanam dalam diri
mahasiswa tanpa mengganggu penguasaan ilmu dan prestasi akademiknya.

2. Saran
Aplikasi sistem pembelajaran dengan proporsi diskusi kasus sebaiknya
diterapkan untuk mata kuliah yang terkait dengan kasus-kasus yang banyak ditemukan
dimasyarakat. Adopsi sistem pembelajaran ini hendaknya dilakukan dengan hati-hati
dengan memperhatikan kesiapan mahasiswa, asisten, maupun dosen bersangkutan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Disampaikan ucapan terima kasih yang kepada duelike yang telah mendanai inovasi
ini melalui Inno-Sinno Grant, Program Peningkatan Pertumbuhan Kepemimpinan tahun
2005

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiono M, T. 2004. Peranan Asosiasi Profesi dalam Proses Sertifikasi


Kompetensi Lulusan Perguruan Tuinggi. Lokakarya Research Based Learning
tanggal 16 September 2004, FTP UGM, Jogjakarta.

2. harsono. 2005. Konsep Dasar Tentang Pembelajaran Berpusat Mahasiswa


(Student-Centered Learning). Pelatihan Student-Centered Learning (SCL) 12-14
Juli 2005, FTP UGM, Jogjakarta.
3. Himam, F. 2003. Situated Learning dan Strategi Transfer Kepemimpinan
(strategi mentransfer nilai-nilai kepemimpinan di perguruan tinggi). Workshop
Kepemimpinan : Mencari format ideal transfer kepemimpinan di perguruan
tinggi). Fakultas Teknik, UGM, Jogjakarta.

4. Munandar. 2003. Nilai-nilai Kepemimpinan yang Perlu Dikembangkan di


Perguruan Tinggi. Workshop Kepemimpinan : Mencari format ideal transfer
kepemimpinan di perguruan tinggi). Fakultas Teknik, UGM, Jogjakarta.

5. White, H.B. 1996. Dan Tries Problem-Based Learning : A case Study.


Departement of Chemistry and Biochemistry, University of Delaware, Newark.
www.udel.edu/pbl/dancase3.html, diakses

Anda mungkin juga menyukai