Anda di halaman 1dari 18

HERMENEUTIKA SEBAGAI METODE ILMU PENGETAHUAN

(Kompilasi: Muzayyin Marzuqi)

Muqoddimah:
Sejak pereode Aguste Comte (pertengehan abad ke19), ilmu alam (natural science) mendominasi perkembangan metode-metode ilmiyah (scientific methods), bahkan diterapkan juga dalam ilmu-ilmu sosial, kemunusiaan (humanity) serta kebudayaan. Di akhir abad ke 19, kesadaran tentang tidak memadainya (unsufficient) metode ilmu alam mulai muncul. Wilhelm Dilthey (1833-1911) memulai menggunakan cara yang baru. Dia adalah seorang yang berusaha membedakan antara (ilmiyah) yang berbeda. Dia memperkenalkan Hermeneutika sebagai metode alternative ilmu kemanusiaan (geistes wissenscaft) dan ilmu alam (natural wissenscaft) guna membuat metode

(alternative method) untuk diterapkan pada ilmu-ilmu kemanusiaan (humanities).

Asal usul kata Hermneutika


Istilah hermenetiuka berasal dari kata Yunani: hermeneuein,

diterjemahkan menafsirkan, kata bendanya hermeneia artinya tafsiran.Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to say), menjelaskan (to explain) dan mnerjemahkan (to translate). Dari tiga makna ini kemudian dalam kata Inggris diekspresikan dengan kata: to interpret. Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok: 1

pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (a reasonable explanation) dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language), atau mengekspresikan1. Menurut istilah, hermeneutika biasa dipahami seabagai: the art and science of interpreting especially authoritative writings, mainly in application to sacred scripture, and equivalent to exegesis (seni dan ilmu menafsirkan khususnya tulisan-ulisan berkewenangan terutama berkenaan dengan kitab suci dan sama sebanding dengan tafsir).2 Istilah hermneutika sering dihubungkan dengan nama Hermes, tokoh dalam mitos Yunani yang bertugas menjadi perantara antara Dewa Zeus dan manusia.3 Dikisahkan, pada suatu saat, yakni ketika harus menyampaikan pesan Zeus kepada manusia , Hermes dihadapakan pada persoalan pelik yaitu: Bagaimana harus menjelaskan bahasa Zeus yang menggunakan bahasa langit agar bisa dimengerti oleh manusia yang menggunakan bahasa bumi. Akhirnya dengan segala kepintaran dan kebiaksanaanya, Hermes menafsirkan dan menerjemahkan bahasa Zeus kedalam bahasa manusia sehingga menjelma menjadi Teks Suci. Kata teks beasal dari bahasa Latin, yang berarti produk tenunan atau pintalan. Dalam hal ini yang dipintal oleh Hermes adalah gagasan dan kata-kata Zeus agar hasilnya bisa menjadi sebuah narasi dalam bahasa manusia yang bisa dipahami.4 Ada juga yang memahami bahwa hermeneutika merupakan sebuah filsatat yang memusatkan bidang kajiannya pada persoalan Undestanding of understanding (pemahaman pada pemahaman) terhadap teks, terutama teks

E.A.Andrew. A Latin Dictionary : Founded on Andrews edition of Freds Latin Dictionary, p 849
2 3

Kurt F.Leidecker, Hermeneutics dalam Dagobet D. Runes, Dictionary of Philosophy p.126. Warner G.Jeanrond, The Teological Hermeneutcs: Development and Significance, p, 1. Viencent Crapanzano, Hermes Dilemma & Hemlets Desire, On the Epistemology of

interpretation, babII.

Kitab Suci, yang datang dari kurun, waktu, tempat, serta situasi sosial yang asing bagi pembacanya.5

Munculnya Filsafat Hermneutika


Kemunculan filsafat hermeneutika dipicu oleh persoalan-persoalan yang terjadi dalam penafsiran Bibel. Awalnya bermula ketika para reformis menolak otoritas penafsiran yang berada dalam genggaman Gereja. Menurut Martin Luter (1483-1546) bukan Gereja dan bukan pula Paus yang dapat menentukan makna Kitab suci,tetapi Kitab suci sendiri yang menjdi satu-satunya sumber final bagi Krisriani. Martin Luther menyimpulkan bahwa Bibel harus menjadi penafsir bagi Bibel itu sendiri. Luther menyatakan:Ini bermakna (Kitab Suci) sendiri oleh dirinya sendiri yang paling dapat diraih, otoritas yang paling dapat dipahami, ianya sendiri adalah penafsir bagi drinya sendiri, yang menguji, menilai, dan mencerahkan segala sesuatunya6. Martin Luhter menyatakan :This means That (Scripture ) its self by it self is the most un equivocal, the most accessible(facillima), the most testing ,judging, and illuminating all things,7

Martin Luther mengeluarkan pernyataan tersebut pada tahun 1519. Kurang lebih pada masa bersamaan (1520) , Hudreich Zwingli (1484- 1531) juga menyetakan, Perkataan Tuhan (The Word of God) menjadi satu-satunya sarana dan sebuah sarana yang efektif dalam kebenarannya sendiri untuk pembaharuan dunia dan Gereja.8 Pernyataan tegas Marten Luther menggugat otoritas Gereja dalam memonopoli penafsiran Bible berkembang luas, dan menjadi prinsip Sola Scriptura (kitab sucisendiri). Prinsip ini tentunya ditolak oleh kalangan Katolik. Pada tahun 1546, Gereja Katolik mengadakan Konsili Trent. Dalam Konsili trsebut Gereja Katolik
5

Muhammad Muslih 2004,Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar,Paradigma dan Kerangka

Teori Ilmu Pengetahuan ,Yogyakarta, BelukaYogyakarta, Belukar, p 152.


6

Adnin Armas, M.A Filsafat Hermeneutika dan DampaknyaTerhadap Studi alQuran,makalah, http://www.hotlinkfiles.com/files/1853009_n2mqy/Hermeneutika.pdf
7

Wemer George Kummel, The New Testament The History of Investigation of its Problems.Penerjemah S. Mc Lean Gilmour dan Howard C Kee ,21-22.
8

ibid, p 21.

menegaskan buku-buku yang tertulis dan tradisi-tradisi yang tidak terulis yang sampai kepada kita diterima oleh para utusan (apostles) dari mulut Kristus sendiri atau berlangsung sebagaimana adanya, dari tangan ke tangan, oleh para utusan dengan dikte dari Ruh Kudus, dan, tulisan Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru serta tradisi oral diterima dan dirujuk oleh Gereja dengan emosi dan penghormatan yang hikmat dan sama,(pari pietatis affect ac reverentia). Oleh sebab itu, Gereja Katolik menyatakan tidak ada kontradiksi antara Kitab Suci dan Gereja Katolik. Oleh sebab itu juga, Kitab Suci saja tidak bisa menjadi sumber yang memadai dari wahyu.9 Menanggapi kritikan dari Gereja Katolik, kalangan Protestan harus membuktikan bahwa Kitab Suci sendiri memadai sebagai sumber wahyu dan sepenuhnya dapat diterangkan, boleh dan dari ianya srendiri. Menolak Konsili Trent, seorang Teolog Protestan menulis Calvic scriptura sacre (Kunci kepada Kitab suci) pada tahun 1567. Dalam karya tersebut Mattheus Flacius membahas kaidah-kaidah dalam menafsirkan Bible. Dalam pandangan Wilhelm Dilthey (1833-1911), hermeneutika baru muncul sebagai sebuah teori dengan terbitnya karya Mattheus Flacius pada tahun 1567. Wilhem Dilthey merupakan penulis awal tentang sejarah Hermeneutika.Pada tahun 1860, Wilhelm Dilthey menulis sebuah artikel dengan judul Verhaltnis der Hermenetik Schleier masher zur Geschichtr der Auslegung in Philosophie und Theologie ( Hubungan Hermeneutika Schleiermacher kepada sejarah penafsiran dalam Filsafat dan Teologi). Pada tahun 1900,Wilhelm Dilthey menulis lagi sebuah artikel dengan judul Die Enstehung der Hermneutick (Kemunculan Hermeneutiuka). Kedua artikel tersebut merupakan tulisan awal yang membahas selik beluk kemuncualan Hermeneutika10.. Jadi heremeneutika pada awalnya digunakan untuk merujuk kepada studi yang terakait dengan pengembangan aturan-aturan dan metode-metode yang dapat

ibid,p 27. Rudolf A.Makkreel, Dilthey Phiosoper of the Human Sstudies, 261

10

membimbing penafsiran Bible11. Meski pada perkembangan selanjutnya Wilhelm Dilthey menawarkannya sebagai metode pendeakatan untuk ilmu-ilmu Huamaniora, khususnya sejarah12. Persoalan dalam menafsirkan Bible yang dipicu oleh kemunculan Protestan, berkembang dan menggiring kepada kajian kritis terhadap teks Bibleitu sendiri. Pada abad ke 17 dan 18, pendekatan kritis kepada teks Bible (Perajanjian Lama dan Perjanian Baru) berkembang.Isaac de la Peyrere (1592-1676), Baruch Spinoza (1632-1677), Richard Simon (1638-1712), dan Jean le Clerc (16541736), misalnya, melakukan studi kritis Perjanjian Lama. Richard Simon (16381712), John Mill (6145-1707), Dr Edward Well (1667-1727), Richaed Bently (1662-1742), Johann Albrecht Bengel (1687-1752), Johann Salomo Semler (17251791), Johann Jacob Griesbach (1745-1812), JohannGottfried Herder (17441803), misalnya, melakukan studi kritis terhadap Perjanjian Baru.13

Determinisme metode kealaman merasuk kepada ilmu kemanusiaan.

metode-metode

Semenjak Agust Comte memperkenalkan Positivisme pada pertengahan abad ke 19 determinisme metode kealaman begitu kuat merasuk kepada metode-metode ilmu kemanusiaan, ilmu sosial dan ilmu budaya. Keyakinan bahwa hanya metode ilmu ke-alam-an (natural science) yang masuk kategori ilmiyah (scientific),karena mengklaim obyektifitas, membuat homogenisasi metode begitu kental . Kecenderungan ini diperkuat ketika ilmu kemanusiaan, ilmu sosial dan ilmu budaya tak kunjung dapat menyelesaikan problem internal , perselisihan metode yang layak disebut ilmiyah.

11

Aref Ali Nayed, Interpretation as the Engagement of Operational Artifact :Operational Hermeneutics,3.
12

IKetutWisarja,Hermeneutika sebagai metode Ilmu Pengetahuan,perspektif Dilthey, Makalah. Jurnal Filsafat Desember 2003,Jild 35 No 3
13

Adnin Armas,Metodologi Orientalis Dalam Studi Al Quran, ISLAMIA 2 No.3 (2005) dan dalam Metodologi Bible dalam Studi Al Quran.

Proses homogenisassi dan determinasi metodologis ini tak lepas dari kesibukan para filsuf untuk selalu berbicara tentang bagaimana seseorang menyadari tentang objek-obyek fisik tersebut, dan sejauh mana unsur-unsur subyektif memasuki dan mempengaruhi pengalaman kita tentang objek fisik tersebut. Seolah-olah obyek pengetahuan yang paling penting hanyalah obyekobjek fisik.Seluruh konsentrasi intelektual hanya tertuju pada objek-objek fsik.14 Upaya Emanuel Kant untuk memberikan basis epistemologis bagi ilmu kealaman melalui kategori-kategori apriorinya menunjukkan betapa pentingnya proyek metodologis ini. Sebagai akibat dari proses ini, maka ilmu-ilmu soial, kemanusiaan atau budaya, banyak menerapkan metode ilmu kealaman, yang menekannakan kuantifikasi seperti : observasi, eksperiment dan statistik. Tak dipungkiri bahwa penerapan metode kealaman yang lebih eksak dan menekankan kuantifikasi ikut menyumbang beberapa bagian penting perkembangan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan ,sosial atau kebudayaan seperti sosiologi, psikhologi juga ekonomi. Dalam perkembangan selanjutnya setelah melalui beberapa refleksi, dan juga perdebatan, oleh kalangan komunitas ilmu sosial, budaya dan kemanusiaan,dirasa ada sesuatu yang kurang dan tidak bisa dijelaskan ketika metode kealaman diterapkan. Ada dimensi tertentu dari peristiwa sosial,sejarah atau budaya yang tidak bisa disentuh oleh metode eksak dan kuantitatif.15. Munculnya kesadaran dikalangan komunitas ilmuwan sosial, kemanusiaan dan budaya, sebenarnya bukanlah kesadaran yang tiba-tiba saja muncul. Proses untuk menyadari problem yang begitu urgen untk diselesaikan ini, sudah muncul lama pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 ketika Wilhelm Dilthey (1833-1911) mencoba membedakan antara dua cabang ilmu pengetahuan yaitu Geistes wissen schaften (ilmu kemanusiaan) dan Natur wissen schaften
14 15

Puspoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya , p. 46.

Melsen A.G.M.van, 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita.(terj. K.Bertens), Jakarta, Gramedia ,p. 21

(ilmu kealaman/ Natural science). Bagi Dilthey dua bidang ini menuntut metode dan pendekatan yang berbeda, karena keduanya mempunyai objek pembahasan yang berbeda. Ilmu kealaman berurusan dengan benda-benda fisik, sementara ilmu kemanusiaan berurusan dengan hidup manusia.16 Dilthey merasakan ancaman saintisme yang begitu meluas. Ia begitu menyadari bahwa ada bidang-bidang yang tidak bisa disentuh dengan metode ilmu kealaman yaitu kekayaan pengalaman yang begitu bergelora dan dinamis dalam kehidupan. Bidang ini tidak bisa disentuh (didekati) dengaan penejelasan (erklaren) sebagai model metodis dala ilmu kealaaman. Bidang ini hanya bisa disentuh dengan pemahaman (Verstehen) dan interpretasi (Hermenetiuka). Dengan kata lain ilmu kealaman memerlukan metode penjelasan (erklaren) atau ekslpanasi sementara kemanusiaan memerlukan metode Verstehen (pemahaman) dan Interpretasi (Hermenetiuka). Maka menelusuri kembali pemikiran Wilhelm Dilthey adalah bagian dari proses penting untuk memahami karakter dasar yang berbeda antara ilmu kealaman dan ilmu kemanusiaan berikut metode hermenetiukanaya. Karena tak dapat dipungkiri bahwa banyak filsuf dan ilmuwan di kemudian hari mengambil inspirasi dari pemikiran Dilthey tentang metode yang ia tawarkan. Pemikir seperti Habermas, Weber, Marx, juga Gadamer atau Paul Recoeur , banyak mengambil inspirasi dari pemikiran Dilthey.

Gelora kehidupan : Pijakan awal filsafat Dilthey


Bagi Dilthey hidup lebih dari sekedar realitas biologis tetapi mencakup realitas yang sangat kompleks. Hidup menunjuk kepada semua keadaan jiwa , proses serta kegiatan baik sadar maupun tidak sadar. Kehidupan terdiridari banyak sekali kehidupan individual dan bersama-sama membentuk kehidupan semua umat manusiasecara sosial dan historis. Semua produk kehidupan seperti

16

Verhaak C.& R Haryono Imam, 1997,Filsafat Ilmu Pengetahuan Telaah Atas kerja Ilmu-ilmu, Jakarta, Gramedia ,p.67

emosi, pikiran, tindakan sampai dengan lembaga sosial, kesenian, agama,ilmu pengetahuan dan filsafat adalah termasuk kehidupan17. Berangkat dari keyakinan seperti itu,Dilthey menolak setiap bentuk penjelasan transendental atau penyempitan realitas seperti dalam positivisme. Pemikiran, penilaian, norma, dan semua aturan berasal dari kehiduapan manusia empiris. Tidak ada standar deduktif yang berasal dari luar kehidupan. Maka Dilthey menolak Kant tentang Thing in it self atau dunia idealnya Plato.Dengan demikian penilaian, pemikiran juga norma tak lepas dari unsur relatifitas18. Dilyhey juga menolak positivisme yang terlalu mendisorsikan realitas sebatas pencerapan-pencerapan dan kesan-kesan inderawi.19 . Bagi Dilthey kenyataan lebih dari itu kompleks dan sangat kaya. Cinta, pengorbanan, perasaan ditinggalkan, harapan dan kecemasan tidak bisa dikembalikan kepada kenyataan inderawi. Kehidupan dapat diibaratkan sebagai aliran yang terus bergelora tanpa henti. Walaupun demikian bukan berarti realitas tidak bisa dipahami,karena realitas pengalaman telah mempunyai struktur yang memungkinkan kebertautan. Dan ini berasal dari proses generalisai empiris dan buakan dari prinsip deduktif transcendental yang berasal dari luar kehidupan. Hidup adalah suatu kontnum dari kenyataan-kenyataan yang terus bergerak dalam sejarah.Kenyataan hidup berlawanan dengan yang serba eksak, tetapi juga berlawanan dengan yang berbau metafisis esensial.Maka bagi Dilthey hidup adalah keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan, tidak berkeping-keping, tetapi arus yang senantiasa mencipta,mencipta nilai baru dan senantiasa bergerak bebas20

17 18

Berten K,1981, Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman. Jakarta, Gramedia,p .88

Bulhof Ilse N, 1980, Wilhelm Dilthey,A Hermeneutic Approach to The Study of history and culture.The Hague/Boston/London, Martinus Nijhoff Publisher,p.2
19 20

ibid,p.:3; Bertens K,1981, Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman. Jakarta, Gramedia,p. 88 Poespoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya ,p. 48

Bila Kant memperkenalkan kategori-kategori apriori, maka Dilthey memperkenalkan kategori hidup. Kategori apiori-nya Kant lebih berorientasi bagaimana menjelasakan kenyataan-kenyataan fisik , sementara kategori hidupnya Dilthey berpretensi untuk memahami hidup dalam pengalaman yang terstuktur. Karegori kategori penting yang ditawarkan oleh Dilthey diantaranya, kategori luar-dalam, kategori maksud, nilai ,makan, kategori keseluruhan bagian. Namun kategori ini bukanlah kategori statis dan tetap, ia semakin bertambah seiring jalannya proses kehidupan itu sendiri.21 Sebagai missal, kategori luar dalam dipergunakan untuk melihat aspek lahir dan aspek batin suatu fenomena tindakan manusia.Kategori nilai memungkinkan kita untuk mengalami waktu sekarang, kategori maksud memungkinkan kita ntuk mengarah masa depan, kategori makna membuat kita bisa menghayati pengalaman masa lampau. Disamping itu kategori keseluruhanbagian memungkinkan kita untuk menasirkan keseluruhan kilasan-kilasan eperistiwa yang terjadi dalam suatu rangkaian22.

Geistes wissen schaften (Ilmu kemanusiaan) dan Natur wissen schaften (Ilmu kealaman)
Setelah menunjukkan betapa kaya dan kompleks relitas hidup tersebu,maka dilthey melihat adanya dua bidang pengetahuan yang selama ini tumpang tindih,padahal memiliki lahan yang berbeda danmenuntut pendekatan dan metodeyang berbeda.Dilthey melihat Sesutu yang kontra produktif, bila cara yang dipakai untuk mendekati Naturwissenschaften (Ilmu kealaman) dipakai untuk mendeksti GeisteswissenSchaften (Ilmu kemanusiaan). Bagi Dilthey dinamika kehidupan jiwa manusia merupakan susunan kompleks tersendiri atas pengetahuan, perasaan, dan kehendak. Hal ini tidak bisa ditundukkan kedalam norma-norma kausalitas mekanistik seperti dalam pola-pola kuantitatif.23
21 22 23

R ickman HP 1979, Wilhelm Dilthey Pioner of The Human Studies, London, Paul Elek ,p. 133 ibid; Poespoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya ,p .50 Poespoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya ,p, 48-49.

Kategori-kategori pemikiran Kant abagi Dilthey, adalah kategori abstrak, atemporal dan statis. Ia berasal dari luar kehidupan sehingga ekstrinksik. Hidup mesti ditangkap berdasar kategori hidup itu sendiri sehingga intrinksik.Kita mengenal diri seniri tidak melalui kategori instrospeksi tetapi melalui sejarah,demikian Dilthey. Maka kritik bagi Dilthey adalah kritik atas nalar historis dan bukan kritik atas akal murni24,. Perbedaan ilmu alam dan ilmu kemanusiaan secara nyata terletakdalam dua hal. Pertama, pada objek,dan kedua pada posisi antara objek dan subjek. Objek pengetahuan Ilmu kemanusiaan adalah manusia berikut kompleksitas jaringan pikiran, kehendak dan tindakannya. Sedangkan posisi subjek dan objek dalam situasi yang saling mempengaruhi. Hal ini sedikit agak berbeda dengan Ilmu alam dimana benda sebagi objek pengetahuan mempunyai karakter yang realatif apasti dan bisa diduga. Posisi objek dalam banyak hal tidak mempengaruhi subjek dan begitu pula sebaliknya. Jika Dilthey membicarakan ilmu kemanusiaan, maka yang dimaksud adalah ilmu sejarah, ekonomi, ilmu hukum, kesusasteraan ,politik, psikologi dan lain-lain.25 Dilthey membedakan secara tajam antara Geiteswissenschaften dan Naturwissenschsften.Semua ilmu yang masuk dalam kategoriilmu alamn seprti biologi,kimia, fisika dan lainnya mempergunakan metode induksi dan eksperiment. Metode ini lebih bersifat erkleren atau menjelaskan daripada verstehen atau memahami. Sedangkan ilmu kemanusiaan menuntut pendekatan yang mampu menembus jantung pengalaman yang hidup dalam setiap objeknya. Dalam kerangka inilah Dilthey menawarkan hermenetiuka sebagai metode bagi ilmukemanusiaan.

Hermeneutika sebagai metode Ilmu Pengetahuan


Dilthey berambisi untuk menyusun sebuah dasar epistimologis bagi ilmu kemanusiaan terutama ilmu seajarah. Tantangan yang dihadapi Dilthey adalah
24 25

Richman HP 1979, Wilhelm Dilthey Pioner of The Human Studies, London, Paul Elek ,p. 33. Bertens K,1981, Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman. Jakarta, Gramedia,p.89.

10

bagaimana menempatkan penyelidikan sejarah supaya sejajar dengan penelitian ilmiyah dalam bidang ilmu alam. Perbedaan objek kedua ilmu ini cukup mencolok. Bila ilmu kemanusian mengenal dimensi eksterior dan interior bagi objeknya, maka ilmu alam hanya mengenal dimensi eksterior26. Dilthey menganjurkan penggunaan hermeneutika, sebab baginya hermeneutika adalah dasar dari Geisteswissenschaften. Berkenaan dengan keterlibatan individu dalam kehidupan masarakat yang hendak dipahaminya, diperlukan bentuk pemahaman yang khusus. Hermeneutikanya Dilthey berkisar pada tiga unsur yaitu verstehen (memahami),erlebnis (dunia pengalaman batin), ausdruck (ekspresi hidup). Ketiga unsur ini saling berkaitan dan saling mengandaikan. Erlebnis adalah kenyataan sadar keberadaan manusia dan merupakan kenyataan dasar hidup dari mana segala kenyataan dieksplisitkan. Dalam erlebnis hidup merupakan realitas fundamental yang teralami secara langsung, sehingga belum memunculkan perbedaan subjek dan objek .Erlebnis adalah basis kenyataan bagi munculnya emaginasi, ingatan dan pikiran. Ia ada sebelum ada refleksi dan sebelum ada pemisaan subjek dan objek.27 Ausdruck atau ekspresi adalah ungkapan kegiatan jiwa .Ekspresi muncul dalam bentuk berbagai tindakan . Ada beberapa bentuk ekspresi : Pertama, ekspresi yang isinya telah tetap dan identik seperti rambu-rambu lalu lintas.Kedua,ekspresi tingkah laku manusia. Tingkah laku ini bisa individual atau searangkaian tindakan yang panjang .Ketiga,ekspresi spontan seperti tersenyum, tertawa, kagum dan seterusnya.Ekspresi ini merupakan ungkapan perasaan yang kadang dangkal dan kadang sangat dalam28.
26

Sumaryono E.1997,Hermeneutik, Sebuah metode Filsafat, Yodyakarta, Kanesius ,p. 47-48.

27

Ankerstmit F.R.1987, Refleksi sejarah, Pendapat-pendapat modern tentang Filsafat Sejarah.

(terj. Dick Hartoko) Jakarta, Gramedia, p.160; Poespoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya ,p. 54.
28

Poespoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya ,p.57.

11

Sementara itu verstehen atau pemahaman adalah suatu proses mengetahui kehidupan kejiwaan lewat ekspresi-ekspresinya yang diberikan pada indera.Memahami adalah mengetahui yang dialami orang lain lewat suatu tiruan pengalamannya. Dengan kata lain Verstehen adalah menghidupkan kembali atau mewujudkan kembali pengalaman seseorang dalam diriku29. Ilmu kemanusaan khususnya sejarah (mianat khusus Dhiltey),tidak akan memperoleh pengetahuan yang dicari tanpa menggunakan Verstehen,atau membedakannya dari ilmu alam. Manusia sebagai objek pegertian dalam ilmu kemanusiaan mempunyai kesadaran. Dan ini memungkinkan bagi penyelidikan tentang alasan-alasan tersembunyi dibalik perbuatannya yang dapat dipahami. Kita dapat memahami perbuatan dengan mengungkap pikiran,perasaan dan keinginannya. Ilmu kemanusiaan tidak hanya mampu mengetahui apa yang telah diperbuat manusia, tetapi juga pengalaman batin (erlebnis), pikiran, ingatan, ekeputusan nilai,dan tujuan yang mendorongnya berbuat30. Perbuatan atau tindaakan merupakan ekspresi jiwa manusia, ide dan arti, yang diharapkan oleh individu maupun masarakat yang berupa kata, sikap karya seni, dan juga lembaga-lembaga sosial.Kita akan memahami ekspresi (ausdruck),dengan menghayati kembali dalam kesadaran kita sendiri, penghayatan yang menimbulkan ekspesi tadi. Peneliti ilmu kemanusiaan harus berusaha seperti hidup dalam objeknya, atau membuat objek hidup dalam dirinya.Dengan penghayatan tersebut akan memudahkan munculnya Verstehen (pemahaman).Dalam konteks ilmu sejarah, dengan menghayati kembali masa lampau, sejarawan akan memperluas dan membuat berkembang kepribadiannya, dengan menggabungkan pada masa lalu kedalam pengalaman masa kini31.
29

Anskersmit F.R.1987, Refleksi sejarah, Pendapat-pendapat modern tentang Filsafat Sejarah. (terj. Dick Hartoko) Jakarta, Gramedia, p.162.
30

Sills David.L. (ed) 1979, International Encyclopedia of Social Sciences, Vol 3 New York, The Mcmilan Company and The Free Press, p. 85.
31

nskersmit F.R.1987, Refleksi sejarah, Pendapat-pendapat modern tentang Filsafat Sejarah.(terj. Dick Hartoko) Jakarta, Gramedia, p.162.

12

Setiap pengalaman baru, demikia Dilthey,menurut isinya ditentukan oleh semua pengalaman yang sampai pada saat itu kita miliki, sebaliknya ,pengalaman baru itu memberikan arti dan penafsiran yang baru kepada pengalamanpengalaman lama. Bila seorang peneliti ingin mengetahui perbuatan pelaku sejarah yang berupa ekspresi-ekspresi (ausdruck),maka ia harus merekonstruksikan kesatuan dan kebersatuannya dengan pengalaman batin (erlebnis).32 Yang dimaksudkan Dilthey adalah bahwa dengan merekonstruksikan pengalaman hidup seorang pelaku sejarah kedalam batin seorang peneliti akan dihasilkan efek yang sama sepertihalnya pelaku sejarah mengalaminya pada waktu itu. Verstehen atau memahami adalah kegiatan memcahkan arti tanda-tanda ekspresi yang merupakan manifestasi hidup atau hasil kegiatan jiwa. Verstehen adalah proses dimana kehidupan mental diketahui lewat ekspresinya yang ditangkap oleh pancaindera. Walaupun demikian ekspresi tersebut lebih dari sekedar kenyataan fisi, karena ia dihasilkan oleh kehidupan jiwa33.

Syarat bagi hermeneutika


Proses memahami dan menginterpretasi seperti yang dikehendaki oleh Dilthey diatas memerlupakan bebrapa persaratan.Bila persaratan ini tidak dipenuhi, menjadi sulit bagi proses pemahaman dan interpretasi.34 .Persyaratan pertama, bahwa peneliti harus membiasakan diri dengan proses proses psikis yang memungkinkan suatu makna. Untuk mengerti tentang, kecemasan, cinta, harapan, dibutuhkan kemampuan pengalaman akan hal tersebut. Untuk itu bagi Dilthey hermeneutika perlu juga dilengkapi dengan studi psikologi diskriptif.

32

Anskersmit F.R.1987, Refleksi sejarah, Pendapat-pendapat modern tentang Filsafat Sejarah. (terj. Dick Hartoko) Jakarta, Gramedia, p.163.
33

Poespoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya ,p.55-56

34

Bertens K,1981, Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman. Jakarta, Gramedia,p. 90

13

Syarat kedua adalah pengetahuan tentang konteks. Untuk mengetahui suatu bagian,perlu mengetahui keseluruhan .Suatu kata hanya bisa dimengerti daaalam konteks yang lebih luas,demikian juga tindakan manusia, juga hanya bisa dipahami melalui konteks yang lebih luas. Syarat ketiga adalah pengetahuan tentang sistem sosial dan kultural yang menentukan gejala yang kita pelajari. Unrtuk mengerti suatu kalimat harus mengerti kontek aturan main bahasa yang bersangkutan. Syarat ini berkaitan erat dengan syarat kedua. Studi tentang satu pemikiran menghendaki konteks karyakarya yang lain, dan studi tentang karya menghendaki konteks sosial -historis yang lebih luas.

Lingkar hermeneutik
Meskipun orang menyadari keadaan dirinya sendiri melaui ekspresi orang lain namun orang masih dirasa perlu untuk membuat interpretasi atas ekspresi atau ungkapan tersebut. Dan hemeneutik hanya akan bekerja jika ekspresi atau ungkapan-ungkapan tersebut tidak asing atau sudah dikenal.Jika ungkapan tidak mengandung sesuatu yang bersifat ganjil atau misteri, maka hermeneutika menjadi tidak perlu. Demikian juga bila sama sekali asing maka hermneutika menjadi tidak mungkin.35 Pada satu sisi tidak bisa dihindari bahwa interpretasi terhadap ekspresi untuk menentukan kebertautannya dengan erlebnis senantiasa melibatkan dengan apayang disebut lingkar hermeneutik. Terlalu sulit dideskripsikan secara logis ketat kapan suatu pemahaman tercapai. Suatu bagian hanya dapat dipahami melalui keseluruhan, sementara suatu keseluruhan hanya dapat dipahami melalui baghian.Seorang peneliti hanya dapat memahami suatu pikiran hanya dengan menunjuk situasi yang membangkitkan pikiran itu. Sedangkan situsi yang membangkitkan pikiran tersebut hanya dapat dipahami berdasarkan apa yang sudah dipikiran.

35

Sumaryono, , E.1997,Hermeneutik, Sebuah metode Filsafat, Yodyakarta, Kanesius ,p . 54-55

14

Pemahaman dan makna senantiasa bergantung pada hubungannya dan merupakan bagian dari situasi. Hal ini selalu terkait dengan perspektif dan situasi historis. Kenyatan adanya lingkaran dalam proses pemahaman mengungkapkan bahwa masing-masing bagian mengandaikan bagian yang lain sehingga konsepsi pemahaman tanpa pengandaian tidak memiliki dasar faktual.Tetapi bukan berarti hermeneutika ini menjadi proses semaunya. Setidaknya Dilthey menekankan beberapa hal yang bisa dianggap sebagai aturan main sebuah hermneutika. Dilthey sangat menekankan kedekatan batin yang memberikan

cirikhas pada pengalaman yang hidup (Lived experience). Pengalaman inilah yang menjadi objek sesungguhnya dari hermenetiuka.Pengalaman-pengalaman hidup kita sehari-hari tidak dapat seluruhnya sebagai pengalaman yang hidup.Hanya pengalaman yang bisa memberikan kedekatan batindengan masa lalu dan masa depan saja yang bisa disebut sebagai pengalaman yang hidup.36 Untuk memperoleh interpretasi dan pemahaman dalam ilmu kemanusiaan, khususnya sejarah, setidaknya ada tiga langkah dalam pengoperasian hermeneutika.Pertama, memahami sudut pandang atau gagasan asli pelaku. Kedua memahami arti atau makna kegiatan-kegiatan mereka, pada hal-hal yng secara langsung berhubungan dengan peristiwa sejarah. Ketiga menilai peristiwa tersebut berdasarkan gagasan-gasan yang berlaku pada saat peneliti masih hidup37. Langkah ini sebenarnya hanya eksplisitisasi dari pemikiran Dilthey tentang prinsip dasar hermeneutik, bahwa ketika peneliti merekonstruksi kembali dalam batinnya, pengalaman-pengalaman seorang pelaku sejarah,maka ia mampu memahami pelaku tersebut. Memahami mengandung arti bahwa dalam keadaan serupa aku sendiri juga akan beruat dan berpikir demikian.38

36 37 38

ibid,p.55. Sumaryono, E.1997,Hermeneutik, Sebuah metode Filsafat, Yodyakarta, Kanesius ,p. 57.

Anskersmit, F.R.1987, Refleksi sejarah, Pendapat-pendapat modern tentang Filsafat Sejarah. (terj. Dick Hartoko) Jakarta, Gramedia p. 164

15

Untuk bisa memahami pelaku sejarah, peneliti menggunakan pengalamannya pada masa kini untuk bisa masuk ke dalam kulit pengalaman pelaku sejarah.

Kesimpulan
Pada mulanya, Hermeneutika merupakan suatu teori yang dipakai untuk menasirkan teks-teks, terutama teks (suci) yang dalam hal ini adalah teks-teks Bible, baik PerjanjianLama maupun Perjanjian Baru. Dalam pandangan Diltehey , Hermeneutika baru muncul sebagai sebuah teori dengan terbitnya karya Mattheus Flacius pada tahun 1567, Calvic scriptura sacre (Kunci kepada Kitab suci. Pada pertengahan abad 19 (era Agus Comte) metode ilmu kealaman diterapkan dan mendominasi seluruh ilmu pengetahuan. Maka Wilhelm Dilthey membuat satu terobosan dan menawarkan untuk mengadakan pembagian Ilmu Pengetahuan menjadi dua bagian yaitu: Ilmu Kealaman (Naturwissenschaften) dan Ilmu Keamanusiaan (GeistesWissenSchaften),dengan masing-masing mempunyai metode pendekatan yang tersendiri.Metode erklaren (menjelaskan) untuk Ilmu-ilmu kealaman dan metode verstehen (memahami) diterapkan ntuk Ilmu-ilmu kemanusiaan. Untuk itu Dilthey menawarkan Hermeneurika sebagai metode pendekatan untuk Ilmu-ilmu kemanusiaan terutama sejarah. Menurut Dilthey dalam penelitian ilmu kealaman antara subjek dan obejek tidak saling mempengaruhi,maka diterapkanlah metode pendekatan erklaren sementara dalam penelitian ilmu kemanusiaan antara subjek dan subjek terjadi saling pengaruh-mepengaruhi maka lebih layak untuk diterapkan metode verstehen dan interpretasi (hermeneutika) Hermeneutika Dilthey berpijak pada Gelora Kehidupan dan berkisar antara tiga unsur yaitu verstehen, erlebnis dan ausdruck.Bagi Dilthey hermeneutika perlu juga dilengkapi dengan studi psikologi diskriptif. Menurutnya interpretasi terhadap ekspresi senantiasa melibatkan dengan apa yang disebut lingkar hermeneutik.Unsur-unsur lingkaran hermeneutik yang

16

saling mengandaikan perlu mendapat perhatiah penuh dalam penelitian agar kesimpulan akhir benar-benar faktual. Wallohu alam bi al showab.

Daftar pustaka :
Adnin Armas,M.A 2005, Metodologi Bible dalam Studi Al-Quran, Jakarta, Gema Insani Ankersmit,F.R.1987, Refleksi sejarah, Pendapat-pendapat modern tentang Filsafat Sejarah.(terj. Dick Hartoko) Jakarta, Gramedia. Bertens K,1981, Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman. Jakarta, Gramedia. Bulholf Ilse N, 1980, Wilhelm Dilthey,A Hermeneutic Approach to The Study of history and culture. The Hague/Boston/London, Martinus Nijhoff Publisher Melsen A.G.M.van, 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita.(terj. K.Bertens), Jakarta, Gramedia. Muhammad Muslih ,2004, Filsafat Ilmu,: ,: Kajian atas Asumsi Dasar,Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan,Yogyakarta, Belukar ,Yogyakarta, Belukar Poespoprodjo W 1987, Interpretasi, Bandung, Remaja Karya. Rickman HP 1979, Wilhelm Dilthey Pioner of The Human Studies, London, Paul Elek Sill David.L. (ed) 1979, International Encyclopedia of Social Sciences, Vol 3 New York, The Mcmilan Company and The Free Press. Sumaryono, E.1997,Hermeneutik, Sebuah metode Filsafat, Yodyakarta, Kanesius. Verhaak C.& R Haryono Imam, 1997,Filsafat Ilmu Pengetahuan Telaah Atas kerja Ilmu-ilmu, Jakarta, Gramedia.

17

18

Anda mungkin juga menyukai