Anda di halaman 1dari 5

Empirisme Logis, empirisme logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut: a.

Analisis logis modern dapat diterapkan pada pemecahan problem filosofis dan ilmiah. (Problem filsafat tradisional dibagi ke dalam dua klasifikasi: 1. Problem fakta, yang digeluti ilmu pengetahuan, 2. Problem metodologi dan analisi konseptual, yang ditangani filsafat. Semua problem lain tidak relevan dan tidak bermakna). b. Ada batas-batas bagi empirisme. Prinsip sistem logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman. c. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika. d. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna. Dan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna. Dan paham ini merendahkan tugas filsafat menjadi analisis bahasa dan makna.(hal. 201) Subjektivisme, Suatu kategori umum yang meliputi semua doktrin yang menekankan unsureunsur subjektif pengalaman. 1. Dalam Epistemologi, doktrin yang membatasi pengetahuan pada kesadaran pikiran akan keadaannya sendiri. Ajaran tentang persepsi representative condong dengan kategori ini. 2. Dalam metafisika, doktrin-doktrin olipsisme dan idealism-subjektif. 3. Dalam estetika, doktrin bahwa putusan estetis tidak lain daripada suatu ekspresi status individual. 4. "Subjektivitas etis" adalah doktrin yang dikembangkan oleh Westermarck. Menurutnya, apa yang dinyatakan oleh putusan etis ialah bahwa orang yang membuat putusan mempunyai sikap setuju atau tidak setuju terhadap subjek yang bersangkutan. Berdasarkan pandangan ini, dua orang tidak menunjukkan atau mengartikan hal yang sama dalam membuat putusan yang sama. Alasannya, masing-masing menunjukkan "Ini saya setuju (atau tidak saya setujui)." Lebih jauh, dua orang tidak saling bertentangan dalam menolak suatu putusan etis. Bila pertanyaan-

pertanyaan yang kontradikter, "x salah", dan "x benar" diperluas secara wajar, maka keduanya akan berbunyi "A menyetujui x", dan "B tidak menyetujui x". Tetapi dalam bentuk ini, pernyataan-pernyataan itu melulu memperlihatkan perbedaan pendapat antara A dan B. Demikian juga, tidak ada argument atau evidensi jenis mana pun yang relevan untuk mendukung atau meragukan putusan-putusan macam ini. Subjektivitisme Epistemologis Subjektivisme epistemology memuat beberapa pengertian: 1. Teori bahwa seluruh pengetahuan (a) mempunyai sumber dan keabsahannya dalam keadaan mental subjektif orang yang tahu (the knower), dan (b) pengetahuan tentang apa pun yang objektif atau real secara eksternal diandaikan atau didasarkan objektif atau real secara aksternal diandaikan atau didasarkan pada penyimpulan dari keadaan mental subjektif ini. 2. Segala sesuatu yang diketahui adalah (a) produk yang distruktur secara selektif dan diciptakan oleh yang tahu itu, dan (b) tidak dapat dikatakan bahwa ada suatu dunia nyata secara eksternal yang berkorespondensi dengan yang tahu.(hal. 1047) Aksiologi Inggris: axiology; dari kata Yunani axios(layak, pantas), dan logos (ilmu, studi mengenai). Beberapa pengertian 1. Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Maksud dari analisis ini ialah membatasi arti, cirriciri, asal, tipe, criteria dan status epistemologis dari nilai-nilai itu. 2. Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau suatu studi yang menyangkut segala yang bernilai. 3. Aksiologi adalah studi filosofis tentang hakikat nilai-nilai. Pertanyaan mengenai hakikat nilai ini dapat dijawab dengan tiga macam cara: orang dapat mengatakan bahwa a) nilai sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandangan ini, nilai-nilai merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku. Pengikut teori idealism subjektif (positivism logis, emotivisme, analisis linguistic dalam etika)menganggap nilai sebagai sebuah fenomen kesadaran

dan memandang nilai sebagai pengungkapan perasaan psikologis, sikap seubjektif manusia kepada objek yang dinilainya. Dapat pula orang mengatakan b) nilai-nilai merupakan kenyataan, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai merupakan esensi-esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Akhirnya orang dapat mengatakan bahwa c) nilai-nilai merupakan unsure-unsur objektif yang menyusun kenyataan. (ha. 33-34) Imperatif Dari Latin imperare (memerintah). Bahasa etika dalam tingkat praktis agak penuh dengan imperative-imperatif, entah dinyatakan secara positif atau negative, secara singular atau universal. Banyak dari imperative ini bersifat hipotesis (jika ingin dihargai, jujurlah) 1. Kant berpendapat bahwa di sampng imperative-imperatif hipotesis, etika memerlukan danmemeprilhatkan juga suara Imperatif kategoris. Apakah ada Imperatif kategoris atau tidak, yang mengikat kita tanpa syarat, harus diserahkan kepada keputusan pembaca. Tetapi betul bahwa kebanyakan analisis kontemporer mengubah imperative-imperatif etis sebagai hipotesis dan prudensial (bijaksana) (Jika ingin sukses, naikkan harga dan jangan turunkan), hipotesis dan aprobatori (Jika anda jujur, saya akan senang); atau hipotesis dan disaprobatori (Jika Anda bohong, Anda akan dihukum). 2. Oswalt berbicara tentang Imperatif Energi, yang rupanya bagi dia terletak di dasar etika maupun semua kegiatan praktis. Imperatif Kategoris Kant Pengertian Imperatif kategoris Kant dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Dilawankan dengan semua nilai relaitf, manurut Kant, nilai mutlak satu-satunya bagi manusia ialah kehendak baik secara moral. Kehendak baik ini mengikatkan dirinya pada hokum moral tan tedeng aling-aling. Hukum ini mematok dalam hati nurani orang bukan dengan imperative hipotesis sebagai alat dan tujuan (kalau Anda ingin menjadi seorang sarjana, Anda harus belajar), tetapi hokum ini mengenal suatu imperative katagoris saja: Anda harus. 2. Apa yang selalu dan di mana-mana secara moral baik tidak dapat dijabarkan secara aposteriori dari pengalaman tetapi harus ditentukan secara apriori oleh prinsip-prinsip yang sah secara

universal . Kant merumuskan prinsipnya sebagai berikut: Bertindaklah selalu sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip kehendakmu dapat berfungsi sebagai dasar dari suatu hokum universal tindakan. Karenna itu, kualitas moral dari satu tindakan diketahui berdasarkan rumusan ini. Ini berarti, rumusan ini secara fundamental dapat dan sehursnya dimiliki oleh semua orang. Imperatif Hipotesis Kant Imperatif (perintah), dan sistem moral yang didasarkan pada perintah semacam ini tergantung pada keinginan untuk mempunyai nilai atau kebaikan yang diinginkan. Jika Anda ingin menjadi sehat, maka Anda harus berbuat demikian. Sebuah perintah yang menyuruh orang untuk bertindak berdasarkan kebijsaksanaan dan/atau kepentingan pribadi dan bukan berdasarkan kewajiban terhadap prinsip-prinsip moral. Imperativisme Inggris: imperativism. Pandangan bahwa moralitas adalah bahasa perintah, petunjuk: seperangkat perintah atau anjuran untuk bertindak dengan cara khusus tertentu. Impresi Inggris: impression; dari bahasa Latin in (dalam, pada, di atas) dan premere (menekan, mencap). Beberapa Pengertian 1. Efek (akibat) sadar langsung dan sesaat yang dihasilkan oleh rangsangan pada panca indera. 2. Suatu ide yang belum dibedakan, umum, ingatan, pendapat, atau gagasan. Impresi Menurut Hume Impresi menurut Hume dapat diartikan sebagai berikut: 1. Data inderawi yang langsung, tidak disimpulkan, tidak ditafsirkan, yang disajikan kepada kesadaran, atau yang muncul dalam kesadaran. 2. Pencerapan citra inderawi.

3. Pengalaman primitive (asli) dan tidak dapat direduksi. 4. Pengalaman asli dan tak dapat dijabarkan yang menjadi dasar seluruh pengetahuan.(hal. 331333)

Subjektif, beberapa pengertian 1. Mengacu kea pa yang berasal dari pikiran (kesadaran, ego, diri, persepsi-persepsi kita, putusan pribadi kita) dan bukan dari sumber-sumber objketif, luar. 2. Apa yang ada dalam kesadaran tetapi tidak mempunyai acuan objektif di luar atau konfirmasi yang mungkin. 3. Yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman (pencerapan-pencerapan, persepsipersepsi, reaksi-reaksi pribadi, sejarah, keistimewaan-keistimewaan) individual yang tahu. Perbedaan dengan Objketif dan public Subjektif berbeda dengan objektif dan dengan public. Subjektif biasanya juga mengacu pada cara-cara dan proses-proses pengalaman yang mengalami (subjek) yang kontras dengan hal-hal (objek) dalam dunia nyata yang sedang dialaminya. Subjektif sering dipakai secara peyoratif untuk menunjukkan pencapaian putusan-putusan yang didasarkan pada alasan-alasan emosional atau prasangka tanpadukungan analisis objektif, logis.(hal. 1046)

Anda mungkin juga menyukai