Anda di halaman 1dari 1

Mitos dan enkulturasi dalam novel lelaki harimau karya Eka Kurniawan pendekatan antropologi sastra Charis Rachmawati

Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah makna ceritera dari kombinasi dan analisis miteme atau ceriteme yang ada dalam novel Lelaki Harimau ? (2) Bagaimanakah hasil penelaahan nalar manusia (humand mind) pada mitos ilmu harimau dalam novel Lelaki Harimau ? (3) Bagaimanakah proses enkulturasi yang terdapat pada mitos ilmu harimau dalam novel Lelaki Harimau ? Tujuan penelitian ini adalah (1) Menemukan miteme atau ceriteme untuk mendapatkan makna mitos dalam novel Lelaki Harimau. (2) Mengungkapkan pola nalar manusia (humand mind) pada mitos ilmu harimau dalam novel Lelaki Harimau. (3) Mendeskripsikan proses enkulturasi melalui tokoh utama dalam novel Lelaki Harimau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber Data Penelitian ini yaitu sumber data berupa novel Lelaki Harimau yang terdiri dari lima bab dengan tebal 192 halaman, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama Jakarta, Mei tahun 2004, cetakan pertama. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penyimakan dan pencatatan terhadap data yang relevan dengan sasaran tujuan penelitian, kemudian disesuaikan dengan metode penelitian yang telah ditentukan. Teknik analisis yang digunakan dalam mengolah data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Dari analisis novel Lelaki Harimau dapat disimpulkan beberapa hal (1) Miteme atau ceriteme dalam novel LH menunjukkan bahwa mitos Prabu Siliwangi membentuk makna penting dalam kehidupan masyarakat Sunda. Mitos tersebut memiliki hubungan analogis dengan struktur berpikir masyarakat pendukungnya, yaitu masyarakat Sunda yang masih mempercayai mitos tersebut. Konsep ini terlihat bahwa orang-orang yang memiliki ilmu harimau adalah orang-orang terpilih yang memiliki karakter atau kepribadian baik, yaitu bertanggungjawab, bijak, berkasih sayang, berani, dan sabar. Jika karakter ini tidak bisa dipertahankan, dengan menjadi karakter kebalikannya, maka manusia yang secara keturunan memiliki warisan ilmu tersebut akan berubah menjadi harimau, tidak secara fisik, tetapi dalam perilakunya. (2) Novel Lelaki Harimau merupakan tempat eksplorasi konsep atau nalar manusia (humand mind). Konsepsi yang dicitrakan dalam novel ini adalah cara nalar orang Sunda (Sundanese mind) yang berhubungan dengan tujuh daya hidup. Tujuh daya hidup tersebut yaitu (a) kemampuan bernafas dalam kebudayaan, (b) kemampuan menerima, (c) kemampuan berkoordinasi dan berorganisasi, (d) kemampuan beradaptasi, (e) kemampuan mobilitas, (f) kemampuan tumbuh dan berkembang, (g) kemampuan regenerasi dimaknai sebagai kemampuan untuk mendorong munculnya generasi baru yang kreatif dan produktif. Masing-masing digambarkan dengan jelas melalui tokoh dan penokohan pada novel Lelaki Harimau, melalui cara menemukan miteme, menyusun miteme, dan mendapatkan makna serta transformasi. Miteme adalah unsur-unsur dalam konstruksi wacana mitis (mythical discourse), yang juga merupakan satuan-satuan yang bersifat kosokbali (oppositional), relatif, dan negatif. Hal tersebut didukung dengan adanya nilai Sunda yang ada yaitu tanggungjawab, idealisme, dan spontanitas. Konsepsi pengarang yang berhubungan dengan Sundanese mind menggambarkan tentang kondisi regenerasi budaya Sunda yang tidak baik, dengan indikasi budaya yang terlihat semakin pudar dan hampir hilang di antara berkembangnya budaya-budaya lain di Indonesia. Hal ini disebabkan generasi tua yang tertutup terhadap kreatifitas generasi muda. (3) Analisis enkulturasi dalam novel Lelaki Harimau tidak terlepas dari persamaan karakter antara pewaris dan yang diwarisi. Enkulturasi tidak bersifat biologis melainkan hal yang dapat diciptakan dan dipelajari. Struktur segi tiga tegak II mengantarkan untuk memahami dan menemukan satu kesimpulan bahwa mitos yaitu cerita dalam novel Lelaki Harimau, tentang berubahnya Margio menjadi harimau sama dengan peristiwa ngahyang-nya Prabu Siliwangi menjadi Maung Bodas, dan sama dengan alur yang menjadi penyebab Prabu Siliwangi ngahyang, yaitu berhubungan dengan penyebaran agama Islam Akibat pertemuan Islam dengan budaya dan komunitas masyarakat di wilayah Sunda melahirkan tiga aspek, yaitu (1) Terkungkungnya satu wilayah religius yang khas dan terpisah dari komunitas Muslim Sunda di Kanekes (Baduy) yang melanggengkan ajaran Sunda wiwitan. (2) Lahirnya tradisi, budaya, dan religi baru yang mencampuradukan antara ajaran Islam dengan tradisi sebelumnya. (3) Terciptanya kehidupan harmoni dan ritus keagamaan yang berasal dari Islam dengan tradisi yang telah ada dan satu sama lain saling melengkapi.

1/1

Anda mungkin juga menyukai