Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Sepertihalnya pakan alami lainnya, Artemia merupakan salah satu pakan alami yang diupakan untuk memasok kebutuhan pakan bagi larva ikan. Kegunaannya sama seperti pakan lainnya. Artemia ini berupa janis pakan dari udang renik. Zooplankton khusunya Artemia sp mempunyai beberapakauntungan diantaranya , ukurannya yang kecil, sehingga mudah dimakan oleh larva ikan selain dari ituartemia inimempunyai kadar gizi yang tinggi sehingga cocok untuk pakan ikan demi memasok kebutuhan nutrisi dikala dalam masa pertumbuhan. Artemia adalah hewan yang bersifat filder feeder nonselektif. Oleh sebab itu, faktor terpenting dalam memilih pakan untuk Artemia ini adalah partikel yang berukuran kurang dari 50 m. Biasanya Artemia ini digunakan untuk pakan Larva ikan, udang dan kuda laut yang baru menetas. Saat ini dalam budidaya ikan laut, Artemia jarang digunakan karena telah digantikan dengan pakan buatan (pelet) Bab II Artemia adalah salah satu pakan alami yang merupakan organisme air laut. Artemia ini termasuk kedalam golongan udang - udangan dan ukurannya sangat kecil. Ukuran Artemia dewasa antara10 - 20 mm dengan berat sekitar 10 mg. bagian kepala besar dan mengecil sampai bagian ekor. Artemia ini mempunyai sepasang mata dan sepasang antennula yang terletak di bagian kepala. Pada bagian tubuh terdapat terdapat sebelas bagian kaki yang disebut Thoracopoda . Pada masing masing Thoracopoda dilengkapi alat pengumpul pakan, alat pernapasan, dan alat untuk bergerak. Alat kelamin terletak pada bagian ekor dan pasangan kaki paling belakang. Pada artemia jantan, salah satu antena berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada Artemia betina berfungsi sebagai alat sensor. Artemia hidup secara planktonik pada periran berkadar garam 5 - 150 . Bahkan beberapa strain artemia dapat dapat hidup air dengan salinitas 300 . Toleransi artimia terhadap suhu cukup luas, yaitu antara 6-31 C, tetapi suhu optimal untuk kehidupan antara 25-31 C. Derajat keasaman atau pH yang optimal untuk kehidupan artemia antara 7,3-8,4. di alam artemia memakan sisa bahan organik ( detritus ), diatomae, dan gangga renik. Artemia berkembang biak secara biseksual dan secara partenogenesis. Organisme yang dihasil kan dari cara perkembang biakan secara biseksual tidak dapat berkembang biak secara partenogenesis. Demikian juga dengan organisme yang dihasilkan dari cara partenogenesis tidak tidak dapat berkembang biak dengan cara biseksual. Pada kondisi lingkungan normal, artemia berkembang biak secara ovovivivar, yaitu telur dibuahi dalam kantong telur sekaligus menetas kemudian keluar dari induk artemia berupa nauplius. Apabila kondisi lingkungan kurang baik atau jelek, artemia berkembang biak dengan menghasilkan telur kista (dorman egg) telur kistra ini akan menetas setelah kondisi lingkunggan baik kembali. Telur kistra dari artemia berkulit kertas dan tahan dalam keadaan kering tampa mempengaruh terhadap daya hidupnya. Dengan kondisi Pada kondisi lingkungan normal, artemia berkembang biak secara ovovivivar, yaitu telur dibuahi dalam kantong telur sekaligus menetas kemudian keluar dari induk artemia berupa nauplius. Apabila kondisi lingkungan kurang baik atau jelek, artemia berkembang biak dengan menghasilkan telur kista ( dorman egg ) telur kistra ini akan menetas setelah kondisi lingkunggan baik kembali. Telur kistra dari artemia berkulit kertas dan tahan dalam keadaan kering tampa mempengaruh terhadap daya hidupnya. Dengan kondisiNauplius artemia yang baru menetas berukuran 470-512 mikron. Nauplius yang baru menetas ini disebut dengan instar I.instar I setelah , mengalami proses moulting (ganti kulit ) akan berubah menjadi instar II, demikian seterusnya sampai menjadi intstar XV. Setelah instar XV, artemia berkembang menjadi individu dewasa dan telah siap untuk melakukan proses perkawinan. Perkembangan dari penetasan sampai menjadi individu dewasa memerlukan waktu 7-10

hari. Nauplius artemia yang baru menetas berukuran 470-512 mikron. Nauplius yang baru menetas ini disebut dengan instar I.instar I setelah , mengalami proses moulting (ganti kulit ) akan berubah menjadi instar II, demikian seterusnya sampai menjadi intstar XV. Setelah instar XV, artemia berkembang menjadi individu dewasa dan telah siap untuk melakukan proses perkawinan. Perkembangan dari penetasan sampai menjadi individu dewasa memerlukan waktu 7-10 hari. lapisan, yaitu cangkang telur mengapung dipermukaan dan nauplius tertarik cahaya dan akan kumpul di bawah. Sistem pemanenan dilakukan dengan penyipanan ditampung dalam plankton net. Pencucian nauplius dilakukan dengan menyemprotkan air ke dalam plankton net dan nauplius yang sudah bersih dapat digunakan sebangai bibit untuk penembangan skala besar.

Agustini et al. KEBIASAAN MAKANAN Balanus amphitrite DAN HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON DI SURALAYA, BANTEN FOOD HABITS OF Balanus amphitrite AND ITS RELATIONSHIP WITH THE ABUNDANCE OF PLANKTON IN SURALAYA, BANTEN Tri Agustini, Wisnu Wardhana, Mufti P. Patria 1) Departemen Biologi FMIPA-UI, Depok 16424, Email: mpatria@ui.ac.id ABSTRACT 1 1) Research on food habits of Balanus amphitrite and its relationship with plankton abundance in intake canal of power plant Suralaya, Banten, has been carried out in March 3rd, April 3rd, May13 th and July 23th, 2008. Plankton was collected using the Kitahara plankton-net for the horizontal sample. The Nansen bottle was used to collect seawater samples at a depth of 0 m, 1 m, 3 m, 6 m before sea water was filtered. Based on the results of enumeration of plankton samples for four months, phytoplankton consists of four classes, with the total phytoplankton density ranges from 6027 to 2,549,401 plankter/m3. Zooplankton obtained consists of 12 classes, with the total zooplankton densities range from 1529 to 582,740 plankter/m3. Based on the Electivity index, B. amphitrite prefer Copepod as food compared with other types of plankton. Keywords: Balanus amphitrite, food habits, larvae, plankton, Suralaya ABSTRAK Penelitian mengenai kebiasaan makanan Balanus amphitrite serta hubungannya dengan kelimpahan plankton di kanal intake PLTU Suralaya, Banten, telah dilakukan pada tanggal 3 Maret, 3 April, 13 Mei, dan 23 Juli 2008. Pengambilan sampel plankton dilakukan menggunakan plankton-net Kitahara untuk penarikan horizontal, dan menggunakan tabung Nansen untuk penarikan vertikal. Berdasarkan hasil pencacahan sampel plankton selama empat bulan, fitoplankton yang diperoleh di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m terdiri dari empat kelas, dengan kisaran kepadatan total fitoplankton 6.027--2.549.401 plankter/m 3 . Zooplankton yang diperoleh di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m terdiri dari 12 kelas, dengan kisaran kepadatan total zooplankton 1.529-582.740 plankter/m 3 . Berdasarkan nilai indeks Elektivitas, B. amphitrite lebih memilih Copepoda sebagai pakannya dibandingkan dengan jenis plankton lain. Selanjutnya apa implikasi temuan ini? Ini justru lebih penting disampaikan. Kata kunci: Balanus amphitrite, larva, kebiasaan makanan, plankton, Suralaya I. PENDAHULUAN Kebiasaan makanan (food habit) adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh predator (Effendie, 1997). Kebiasaan makanan dapat diketahui melalui analisis makanan yang terdapat di dalam saluran pencernaan dan membandingkan dengan makanan yang terdapat di perairan. Perbandingan tersebut akan menunjukkan apakah suatu hewan cenderung memilih jenis makanan tertentu sebagai pakannya atau tidak (Effendie, 1979; 1997). Teritip adalah Crustacea sesil yang tergolong ke dalam hewan pengotor/pemenpel Apakah istilah hewan pengotos sudah standr Indonesia? (fouling organisms), sehingga menjadi objek penelitian oleh banyak para ahli. Penelitian yang umum dilakukan mengenai berbagai cara mengurangi dan membasmi teritip Kebiasaan Makanan Balanus Amphitrite Dan Hubungannya Dengan Kelimpahan Plankton Di Suralaya, Banten yang menempel. Penelitian tentang kebiasaan makanan teritip sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti (Hunt & Alexander 1991; Sumich 1999; Kerry & Palmer 2003). Teritip merupakan organisme filter feeder yang sangat bergantung pada plankton atau partikel-partikel bahan organik sebagai sumber pakannya (Hunt & Alexander 1991: 1 ; Sumich 1999: 205 ; Kerry & Palmer 2003: 137). Organisme filter feeder umumnya menyaring air dengan kecepatan yang sama tanpa memperhatikan pada banyaknya makanan dalam air, meskipun diketahui bahwa hewan memilih jenis makanan tertentu (Romimohtarto & Juwana 2004: 148). Ukuran plankton yang dimakan oleh teritip juga bervariasi, beberapa jenis Balanus memakan Copepoda, Isopoda, Amphipoda, dan mikroplankton berukuran 20-200 m (Barnes 1969: 464). Pemeriksaan saluran pencernaan teritip secara endoskopi pernah dilakukan oleh Hunt dan Alexander (1991) pada jenis Tetractila squamosa. Menurut Hunt dan Alexander (1991: 8), di dalam saluran pencernaan Tetractila squamosa terdapat 53% partikel, yang terdiri dari Flagelata berukuran 10 20 m (30%), dan Diatom berukuran 30 40 m (23%). Proporsi kedua terdapat 18% Crustacea kecil, terutama Copepoda, dan Crustacea berukuran 0,5 1 mm. Sejumlah untaian alga filamen yang berukuran panjang 80 120 m (12%) dan bahan-bahan partikel kecil (11%), nauplius Cirripedia berukuran panjang 0,1 0,2 mm (4%), dan Foraminifera berukuran 120 125 m (2%). Penelitian kebiasaan makanan pada teritip di Indonesia masih sedikit dilakukan, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian hinggga dapat

memberikan informasi yang lebih lengkap tentang makanan teritip.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui organisme apa saja yang dimakan oleh teritip Balanus amphitrite yang hidup menempel pada saringan air pendingin pembangkit listrik di Suralaya. II. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi dan waktu penelitian Pengambilan sampel plankton dan Balanus amphitrite dilakukan di kanal intake PLTU Suralaya-Banten. Identifikasi dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan Departemen Biologi FMIPA-UI Depok. Sampling dilakukan sebanyak empat kali, yaitu pada tanggal 3 Maret, 3 April, 13 Mei dan 23 Juli 2008, pengambilan sampel dilakukan antara jam 13.00-14.00 WIB. Peralatan yang dipergunakan dalam pengambilan sampel di lapangan adalah sekop besi, botol film, semprotan air, plankton-net Kitahara (panjang 180 cm, mulut jaring 30 cm, mesh 110 ), tabung Nansen [Hydro-Bios], pH meter [HACH Sension1], refraktometer [Atago], termometer batang (alkohol), secchi disk ( 30 cm), kamera digital [Panasonic Lumix], GPSMAP [Garmin 76CS], dan alat tulis. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan sampel di laboratorium adalah mikroskop tipe 102 [Nikon SE], counter no.8 - 004 [HOPE], object glass, cover glass, kamar hitung Sedgwick-Rafter [Wards], pipet, gunting, pinset, dan alat tulis. Obyek penelitian adalah sampel plankton dan Balanus amphitrite di perairan SuralayaBanten. Bahan kimia yang digunakan adalah formalin 40%. Agustini et al. 2.2. Pengambilan sampel Balanus amphitrite Pengambilan sampel Balanus amphitrite yang menempel pada rotating screen dilakukan dengan mencacah secara random. Sampel diambil dengan cara mencungkil B. amphitrite sebanyak 10 individu dengan menggunakan sekop besi kecil. Kemudian dibersihkan dengan menyemprotkan akuades, lalu dimasukkan ke dalam botol film yang berisi 18 ml air dan 2 ml formalin 40%. Selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis komposisi pakan dalam saluran pencernaannya. 2.3. Pengambilan sampel plankton Pengambilan sampel plankton dilakukan secara vertikal dan horizontal. Pengambilan secara vertikal dilakukan dengan menggunakan tabung Nansen pada tiga titik kedalaman, yaitu 1 m, 3 m, dan 6 m, masingmasing dengan tiga kali penggulangan. Sampel air yang terdapat di dalam tabung Nansen kemudian disaring dengan menggunakan planktonnet Kitahara. dan dimasukkan ke dalam botol film ditambahkan formalin 40% sebanyak 3 ml. Pengambilan sampel plankton secara horizontal dilakukan dengan menggunakan plankton-net Kitahara, dan sampel yang tersaring kemudian dimasukkan ke dalam botol film dan ditambahkan formalin 40% sebanyak 3 ml, dengan konsentrasi akhir formalin 4%. Semua proses tersebut dilakukan dalam dua kali pengulangan. Setiap botol film yang telah berisi sampel air diberi keterangan berupa nomor unit sampel, kondisi cuaca, lokasi, kedalaman, dan waktu pengambilan sampel. Jumlah total sampel plankton selama empat bulan sebanyak 48 botol sampel. Masing-masing sampel tersebut kemudian dianalisis di laboratorium. 2.4. Pengambilan data parameter perairan Parameter kondisi fisik-k i m i a p e r a i r a n ya n g d i u k u r m e l i p u t i s a l i n i t a s ( ) , suhu ( 0 C), derajat keasaman (pH), kecerahan (m), serta kadar N (ppm), P (ppm), dan klorofil (ppm). Salinitas diukur menggunakan refraktometer, suhu diukur menggunakan temometer batang, tingkat kekeruhan perairan ditentukan oleh secchi disc, dan derajat keasaman (pH) menggunakan indikator pH elektrostatik. 2.5. Pemeriksaan plankton pada saluran pencernaan Balanus amphitrite Tubuh B. amphitrite terlebih dahulu dikeluarkan dari cangkangnya, dengan cara melubangi bagian basis menggunakan sonde, kemudian tubuhnya yang lunak diambil menggunakan pinset secara hati-hati agar tidak hancur. Kemudian B. amphitrite dibedah dengan menggunakan silet dan sonde untuk diambil saluran pencernaannya dan diletakkan pada Sedgwick-Rafter. Setelah itu, sampel diberi air dan ditutup dengan cover glass dan diamati di bawah mikroskop monokuler untuk melihat komposisi makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan B. amphitrite. 2.6. Pemeriksaan sampel plankton di perairan Pencacahan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan mikroskop monokuler. diidentifikasi dihitung dengan memindahkan sampel plankton ke kamar 3 Kebiasaan Makanan Balanus Amphitrite Dan Hubungannya Dengan Kelimpahan Plankton Di Suralaya, Banten hitung Sedgwick-Rafter dengan pipet 1 ml (Michael 1995: 224--225). Pencacahan dilakukan satu kali untuk masing-masing sampel plankton dengan perbesaran 40X dan 100X. Identifikasi plankton didasarkan pada buku Sachlan (1982), Yamaji (1986), Wickstead (1965), Fujioka (1990), Mizuno (1990), Pechenik (1996), Romimohtarto dan Juwana (2004), dan Romimohtarto dan Juwana (2007). Fitoplankton dan zooplankton yang telah diidentifikasi dan dihitung kemudian dianalisis. 2.7. Analisis data Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung kepadatan plankton, dan indeks elektivitas. Indeks elektivitas digunakan untuk mengetahui pakan yang disukai oleh Balanus amphitrite. Indeks elektivitasyaitu indeks yang menggambarkan proporsi kepadatan relatif suatu komponen pakan tertentu yang terdapat dalam saluran pencernaan B. amphitrite dengan kepadatan relatif komponen pakan tersebut yang tersedia di lingkungannya. Nilai indeks tersebut berkisar antara -1 sampai dengan +1, nilai positif menunjukkan bahwa komponen pakan tersebut disukai oleh B. amphitrite. Indeks Elektivitas dihitung menggunakan rumus dari Ivlev: E = %Pi - %Li %Pi + %Li Keterangan: E = indeks Elektivitas %Pi = % jumlah relatif pakan yang berasal dari saluran pencernaan %Li = % jumlah relatif pakan yang berasal dari dalam lingkungan perairan (Effendie 1979 ; Wargasasmita & Wardhana 1996). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Fitoplankton Fitoplankton yang diperoleh di kanal intake PLTU Suralaya pada bulan Maret, April, Mei, dan Juli 2008 memiliki kelompok kelas yang relatif sama. Perolehan fitoplankton selama empat bulan tersebut terdiri dari 4 Kelas, yaitu Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae, dan Dinophyceae. Bacillariophyceae (diatom) merupakan kelompok fitoplankton yang sering dijumpai selama pencacahan sampel. Diatom merupakan kelompok fitoplankton dengan jumlah terbesar di perairan laut dan berperan penting sebagai produsen primer di perairan laut (Romimohtarto & Juwana 2007: 39). Pertumbuhan diatom yang dominan tersebut dipengaruhi oleh parameter lingkungan. Salah satu parameter yang berperan adalah suhu perairan. Suhu optimal untuk pertumbuhan diatom adalah sekitar 20--30 0 C (Effendi 2003: 57). Suhu rata-rata di perairan Suralaya adalah 29 0 C (Tabel 1). Hasil tersebut menunjukkan bahwa fitoplankton terutama diatom masih dapat tumbuh secara optimal pada perairan Suralaya. Kepadatan total fitoplankton di kanal intake PLTU Suralaya selama empat bulan pada penarikan horizontal di permukaan air (0 m) dan penarikan vertikal di kedalaman 1m, Agustini et al. 3m, dan 6m dapat dilihat pada. Fluktuasi kepadatan fitoplankton di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m selama empat bulan dapat dilihat pada

diagram (Gambar 1). Kepadatan fitoplankton pada bulan Maret tertinggi di kedalaman 6 m (488.807 plankter/m 5 3 ), kepadatan fitoplankton pada bulan April tertinggi di kedalaman 1 m (2.549.401 plankter/m 3 ), kepadatan fitoplankton pada bulan Mei tertinggi di kedalaman 6 m (717.856 plankter/m 3 ), dan kepadatan fitoplankton pada bulan Juli tertinggi di kedalaman 6 m (401.903 plankter/m 3 ). Tabel 1. Hasil pengukuran parameter perairan di kanal intake PLTU Suralaya, Banten Tanggal dan Cuaca d t Tr pH S Klorofil N P Konduktivitas 0 waktu (m) ( C) (m) ( 0 / ) (ppm) (mg/l) (mg/l) (umhos) 3 Maret 2008 15.30 WIB Cerah 1 29 2,8 00 7,84 30 - 4 <0,1 47500 3 7,85 - 5 <0,1 47800 6 7,86 - 5 <0,1 47800 3 April 2008 14.30 WIB Cerah 1 29 3 7,87 27 - 4 <0,1 47500 3 7,88 2,14 5 <0,1 47800 6 7,89 0,53 5 <0,1 47800 13 Mei 2008 14.30 WIB Cerah 1 30 3,5 7,69 27 4,28 1,4 <0,1 47300 3 7,69 1,60 1,64 <0,1 47300 6 7,69 0,53 1,66 <0,1 47500 23 Juli 2008 12.05 WIB Cerah 1 29 2,5 7,72 30 0,428 1,65 <0,1 47350 3 7,74 0,428 1,7 <0,1 47600 6 7,72 0,428 1,8 <0,1 47600 Keterangan: d = Kedalaman perairan (m) Tr = Transparansi (m) N = kadar Nitrogen (mg/l) t = Suhu perairan ( Jumlah (plankter/m 2000000 2500000 3000000 1000000 1500000 0 500000 3 ) 0 C) S = Salinitas ( 0 / 00 ) P = kadar Pospat (mg/l)

Maret Apr Mei Juli Gambar 1. Fluktuasi kepadatan fitoplankton bulan Maret, April, Mei, dan Juli 2008 di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m. Bulan 0m 1m 3m 6m Kebiasaan Makanan Balanus Amphitrite Dan Hubungannya Dengan Kelimpahan Plankton Di Suralaya, Banten 3.2. Zooplankton Zooplankton yang diperoleh selama empat bulan sebanyak 12 kelas, yang terdiri dari 7 kelas holoplankton dan 5 kelas meroplankton. Zooplankton yang termasuk ke dalam holoplankton antara lain Ciliata, Rhizopoda, Copepoda, Ostracoda, Bdelloidea (Rotifera), Sagittoideae, dan Urochordata. Zooplankton yang termasuk ke dalam meroplankton antara lain larva Mollusca (Gastropoda dan Pelecypoda), larva Polychaeta, Malacostraca (nauplius, zoea, protozoea Decapoda), larva Cirripedia (nauplius dan cyprid), dan larva Ophiopluteus. Fluktuasi kepadatan zooplankton pada kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m dapat dilihat pada diagram (Gambar 2). Kepadatan zooplankton pada bulan Maret tertinggi di kedalaman 3 m (33.812 plankter/m 3 ), kepadatan zooplankton pada bulan April tertinggi di kedalaman 1 m (582.740 plankter/m 3 ), kepadatan zooplankton pada bulan Mei tertinggi di kedalaman 1 m (178.570 plankter/m 6 3 ), dan kepadatan zooplankton pada bulan Juli tertinggi di kedalaman 6 m (137.378 plankter/m Jumlah (plankter/m 600000 700000 200000 300000 400000 500000 0 100000 3 ) 3 ). Maret Apr Mei Juli Bulan 0m 1m 3m 6m Gambar 2. Fluktuasi kepadatan zooplankton bulan Maret, April, Mei, dan Juli 2008 di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m. Copepoda merupakan kelompok zooplankton yang sering ditemukan dan memiliki kepadatan lebih besar daripada kelompok zooplankton yang lain, serta merupakan zooplankton utama yang mendominasi perairan laut. Adanya variasi morfologi yang tinggi diantara jenis Copepoda dan melimpahnya jumlah fitoplankton sebagai sumber makanan menyebabkan Copepoda mampu mendominasi perairan, terutama perairan laut (Nybakken 2001: 41--43 ; Romimohtarto & Juwana 2004: 48). 3.3. Kebiasaan makanan Balanus amphitrite Komposisi pakan dalam saluran pencernaan Balanus amphitrite berdasarkan kepadatan relatifnya (Kr>10%) selama empat bulan dapat dilihat pada diagram (Gambar 3). Komposisi pakan B. amphitrite pada bulan Maret terdiri dari fitoplankton dari kelompok Bacillariophyceae (17 marga), Cyanophyceae (1 marga), Chlorophyceae (2 marga), Agustini et al. Euglenophyceae (1 marga), dan zooplankton dari kelompok Ciliata (2 marga), Rhizopoda (4 marga), Rotifera (1 marga), fragmen Copepoda, nauplius Copepoda, nauplius Cirripedia, nauplius Decapoda, telur Decapoda, Nematoda, veliger Gastropoda, veliger Pelecypoda, dan telur ikan. Indeks Elektivitas Balanus amphitrite selama empat bulan dapat dilihat pada diagram (Gambar 4). Berdasarkan nilai indeks Elektivitas bulan Maret, menunjukkan bahwa komponen pakan yang berasal dari perairan di kedalaman 0 m (E-Lo), yang disukai oleh B. amphitrite adalah Coscinodiscus (+0,15), Hemiaulus (+0,34), marga dari Euglenophyceae Kr (%) 60 70 20 30 40 50 0 10 Maret April Mei Juli Bulan Gambar 3. Diagram komposisi pakan dalam saluran pencernaan Balanus amphitrite (Kr>10%) pada bulan Maret, April, Mei, dan Juli 2008. E 4 3 3.5 2 2.5 1 1.5 0 0.5 Maret April Gambar 4. Diagram indeks Elektivitas Balanus amphitrite pada bulan Maret, April, Mei, dan Juli 2008. 7 Bacillariophyceae Euglenophyceae Rotifera Copepoda Malacostraca Kr= Kepadatan relatif (>10%) Mei Juli Bulan E = Indeks Elektivitas v elig er Pelecypoda v elig er Gastropoda naup li us Decapoda naup li us Cirripedia naup li us Copepoda Copepoda G loboro ta lia

G lob iger ina F av ell a Euglenophyceae T halas s i othr ix T halas s i one ma T halas s i os s ir a Ple uros ig ma Nav ic ul a Hemi au lus Cos c inod is c us As terio ne lla (+0,53), fragmen Copepoda (+0,88), dan fragmen nauplius Cirripedia (+0,39). Pakan yang berasal dari perairan di kedalaman 1 m (E-L ), yang disukai adalah fragmen Copepoda (+0,72). Pakan yang berasal dari perairan di kedalaman 3 m (E-L 1 ), yang disukai adalah Coscinodiscus (+0,06), Hemiaulus (+0,08), Thalassionema (+0,45), Globigerina (+0.08), fragmen Copepoda (+0,87), dan fragmen nauplius Cirripedia (+0,16). Pakan yang berasal dari perairan kedalaman 6 m (E-L 6 3 ), yang disukai adalah Thalassiothrix (+0,49), Globigerina (+0.18), fragmen Copepoda (+0,84). Nilai positif menunjukkan bahwa komponen pakan tersebut disukai oleh B. amphitrite. Secara keseluruhan, pakan yang berasal dari kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m pada bulan Maret, yang disukai oleh B. amphitrite adalah fragmen Copepoda. Hasil pemeriksaan saluran pencernaan Balanus amphitrite pada bulan April terdiri dari fitoplankton dari kelompok Bacillariophyceae (25 marga), Cyanophyceae (1 marga), Chlorophyceae (2 marga), Euglenophyceae (1 marga), Dinophyceae, dan zooplankton yang terdiri atas Rhizopoda (1 marga), Rotifera (1 marga), fragmen Copepoda, nauplius Copepoda, nauplius dan cyprid Cirripedia, Malacostraca (telur dan nauplius Decapoda), Ostracoda (1 marga), veliger Gastropoda, veliger Pelecypoda, dan telur ikan. Berdasarkan nilai indeks Elektivitas bulan April, menunjukkan bahwa komponen pakan yang berasal dari perairan di kedalaman 0 m (E-Lo), yang disukai oleh Balanus amphitrite adalah Thalassiothrix (+0,26) dan fragmen Copepoda (+0,65). Pakan yang berasal dari kedalaman 1 m (E-L ) yang disukai adalah Coscinodiscus (+0,11), Pleurosigma (+0,33), Thalassionema (+0,80), Thalassiothrix (+0,15), fragmen Copepoda (+0,63), nauplius Cirripedia (+0,04), veliger Gastropoda (+0,30), dan veliger Pelecypoda (+0,17). Pakan yang berasal dari kedalaman 3 m (E-L 1 ) yang disukai adalah Thalassionema (+0,89), Thalassiothrix (+0,57), dan fragmen Copepoda (+0,89. Pakan yang berasal dari kedalaman 6 m (E-L 6 3 ) yang disukai adalah Coscinodiscus (+0,36), Thalassiothrix (+0,32), dan fragmen Copepoda (+0,96). Secara keseluruhan, pakan yang berasal dari kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m pada bulan April, yang disukai oleh B. amphitrite adalah fragmen Copepoda dan Thalassiothrix. Hasil pemeriksaan saluran pencernaan pada bulan Mei terdiri dari fitoplankton dari kelompok Bacillariophyceae (21 marga), Cyanophyceae (1 marga), Chlorophyceae (1 marga), Euglenophyceae (1 marga), Dinophyceae (3 marga), dan zooplankton dari kelompok Ciliata (3 marga), Rhizopoda (6 marga), Rotifera (1 marga), fragmen Copepoda, nauplius Copepoda, Cirripedia (nauplius dan cyprid), Malacostraca (telur dan nauplius Decapoda), Nematoda, veliger Gastropoda, veliger Pelecypoda, dan larva. Berdasarkan nilai indeks Elektivitas bulan Mei, menunjukkan bahwa komponen pakan yang berasal dari perairan di kedalaman 0 m (E-Lo), yang disukai oleh Balanus amphitrite adalah Coscinodiscus (+0,44), Stephanopyxis (+0,41), Thalassionema (+0,33), Thalassiossira (+0,38), Thalassiothrix (+0,54), Dinophysis (+0,35), Favella (+0,12), Globigerina (+0,13), Globorotalia (+0, 60), fragmen Copepoda (+0,53), fragmen nauplius Cirripedia (+0,90), veliger Gastropoda (+0,26), dan veliger Pelecypoda (+0,78). Pakan yang berasal dari kedalaman 1 m (E-L ) yang disukai adalah Coscinodiscus (+0,16) dan fragmen Copepoda (+0,74). Pakan yang berasal dari kedalaman 3 m (E-L 3 1 ) yang disukai adalah Thalassionema (+0,89), Thalassiothrix (+0,57), dan fragmen Copepoda (+0,89). Pakan yang berasal dari kedalaman 6 m (EL ) yang disukai adalah Coscinodiscus (+0,43), Thalassiothrix (+0,20), fragmen Copepoda (+0,82), veliger Gastropoda (+0,15), dan veliger Pelecypoda (+0,62). Secara 6 keseluruhan, pakan yang berasal dari perairan di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m pada bulan Mei, yang disukai oleh B. amphitrite adalah fragmen Copepoda dan Coscinodiscus. Hasil pemeriksaan saluran pencernaan pada bulan Juli terdiri dari fitoplankton dari kelompok Bacillariophyceae (20 marga), Cyanophyceae (1 marga), Chlorophyceae (3 marga), Euglenophyceae (1 marga), Dinophyceae (2 marga), dan zooplankton dari kelompok Rhizopoda (1 marga), Rotifera (1 marga), fragmen Copepoda, nauplius Copepoda, Cirripedia (nauplius dan cyprid), Malacostraca (telur dan nauplius Decapoda), veliger Gastropoda, veliger Pelecypoda, dan telur ikan. Berdasarkan nilai indeks Elektivitas bulan Juli, menunjukkan bahwa komponen pakan yang berasal dari perairan di kedalaman 0 m (E-Lo) yang disukai oleh B. amphitrite adalah Thalassionema (+0,26), Thalassiossira (+0,90), Euglenophyceae (+0,84), fragmen Copepoda (+0,33), veliger Gastropoda (+0,35), dan veliger Pelecypoda (+0,83). Pakan yang berasal dari kedalaman 1 m (E-L ) yang disukai adalah Euglenophyceae (+0,71) dan fragmen Copepoda (+0,75). Pakan yang berasal dari kedalaman 3 m (E-L 3 1 ) yang disukai adalah fragmen Copepoda (+0,68). Pakan yang berasal dari kedalaman 6 m (E-L ) yang disukai adalah Euglenophyceae (+0,58) dan fragmen Copepoda (+0,86). Secara keseluruhan, pakan yang berasal dari lingkungan perairan di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m pada bulan Juli, yang disukai oleh B. amphitrite adalah fragmen Copepoda. 6 Berdasarkan diagram komposisi pakan Balanus amphitrite (Kr>10%) selama empat bulan terlihat bahwa sebagian besar pakan B. amphitrite adalah fragmen Copepoda, dengan nilai (Kr=30,49%) pada bulan Maret, (Kr= 53,99%) pada bulan April, (Kr= 60,32%) pada bulan Mei, dan (Kr= 53,82%) pada bulan Juli. Berdasarkan indeks Elektivitas dan komposisi pakan dalam saluran pencernaan Balanus amphitrite selama empat bulan, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan pakan yang paling disukai oleh Balanus amphitrite adalah Copepoda. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa B. amphitrite sebagai organisme filter feeder cenderung memilih jenis plankton tertentu sebagai pakannya (Effendie 1979: 10 ; Effendie 1997: 74). Organisme filter feeder umumnya menyaring air dengan kecepatan yang sama tidak peduli pada banyaknya makanan dalam air, meskipun ada bukti bahwa sementara hewan memilih jenis makanan tertentu (Romimohtarto & Juwana 2004: 148). Menurut Barnes (1969: 464), Balanus amphitrite memakan plankton dengan ukuran yang bervariasi, seperti Copepoda dan mikroplankton berukuran 20-200 m. IV. KESIMPULAN Fitoplankton yang diperoleh di kanal intake PLTU Suralaya di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m terdiri dari 4 kelas, dengan kisaran kepadatan total fitoplankton 6.027-2.549.401 plankter/m

3 . Zooplankton yang diperoleh di kanal intake PLTU Suralaya di kedalaman 0 m, 1 m, 3 m, dan 6 m terdiri dari 12 kelas, dengan kisaran kepadatan total zooplankton 1.529--582.740 plankter/m 3 . Berdasarkan nilai indeks Elektivitas terlihat bahwa Balanus amphitrite lebih memilih Copepoda sebagai pakannya daripada jenis plankton lain, walaupun demikian kelimpahan Copepoda tersebut belum dapat mengidentifikasikan meningkatnya jumlah populasi larva teritip System pencernaan Sistem Pencernaan Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik dan kimia, dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana (zat terlarut) sehingga dapat diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah dan digunakan dalam proses metabolisme. Berdasarkan tempatnya, pencernaan dibagi menjadi 2 yaitu pencernaan intraselluler dan extraselluler. Pencernaan intraselluler adalah pencernaan yang terjadi di dalam sitoplasma (di dalam sel) sedangkan pencernaan extraselluler adalah pencernaan makanan yang terjadi di dalam rongga saluran pencernaan. Proses pencernaan terdiri dari alat pencernaan, bahan yang meliputi (enzim, HCl, cairan empedu, dan makanan), dan mekanisme yang terdiri dari fisik (gerakan peristaltik, segmenter, dan pendular), serta secara kimia yaitu enzimatik. Struktur dan fungsi dari bagian-bagian alat pencernaan terdiri dari saluran pencernaan (mulut, rongga mulut, pharynx, oesophagus, lambung, phylorus, usus, rectum, dan anus) dan kelenjar pencernaan (hati, empedu, dan pankreas). (Affandi, 2002) Mekanisme pencernaan meliputi pencernaan makanan secara fisik dan kimiawi. Pencernaan makanan secara fisik atau mekanik dimulai dari rongga mulut yaitu dengan peran gigi dalam proses pemotongan dan penggerusan makanan. Kemudian dilanjutkan di segmen lambung dan usus yaitu dengan adanaya gerakan-gerakan atau kontraksi otot segmen tersebut. Pencernaan secara kimiawi dimulai dari bagian lambung dengan adanya cairan digestif dan selanjutnya dilanjutkan di segmen usus (Affandi, 2002). Enzim pencernaan berperan dalam menghidrolisis senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang siap untuk diserap oleh dinding usus dengan mengubah kecepatan reaksi sehingga kecepatan reaksi yang ditunjukkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim (Affandi, 2002) Protein merupakan zat makanan yang sangat dibutuhkan dalam pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, pergantian jaringan-jaringan tubuh yang rusak, serta proses pertumbuhan (Lowey dan Sargent, 1972 dalam Hasan, 2000). Enzim yang berperan dalam pencernaan protein adalah proteinase yang disekresikan oleh kelenjar lambung (pepsin), pankreas, dan dinding usus (peptidase). Pencernaan lemak dimulai di bagian lambung dan secara intensif terjadi di bagian usus. Enzim yang berperan dalam pencernaan lemak adalah enzim lipase pankreatik (Affandi, 2002). Protein dihidrolisis menjadi asam amino atau peptida sederhana, lemak menjadi asam lemak dan gliserol, karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa). Enzim pepsin dihasilkan oleh lambung ikan dan aktif pada pH 2-4 (Huisman, 1987 dalam Hasan, 2000). Papain merupakan enzim protease dari pohon pepaya yang bekerja aktif pada pH 6-8 dengan suhu 5-60 0C (Suhartono, 1991 dalam Hasan, 2000). Papain digunakan untuk pemecahan atau penguraian yang sempurna pada protein karena dapat mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisisdari substrat (Muchtadi, Palupi, dan Astawan, 1992 dalam Hasan, 2000). Aktifitas papain dipengaruhi oleh suhu, pH, ion, tekanan, dan sisi aktifnya yang mengandung sulfihidril yang berperan dalam reaksi hidrolisis substrat (Hasan, 2000). Bromelin (ekstrak nanas) yang diisolasi dari tumbuhan Bromeliaceae merupakan enzim protease yang mengkatalisa pemecahan protein. Nanas mengandung enzim proteolitik baik pada nanas yang bisa dimakan atau tidak. Sari batang buah nanas juga mengandung aktifitas proteolitik. Enzim bromelin merupakan salah satu enzim sulfihidril yang memerlukan sistein atau sianida untuk mencapai aktifitas maksimum. Beberapa deaktifator enzim bromelin adalah oksidator pereaksi sulfihidril dan logam berat, sebaliknya aktifitas enzim bromelin diaktifkan oleh senyawa pereduksi, thiol, dan sianida (Hasan, 2000). Lipase adalah enzim pengurai lemak dan minyak. Secara fisiologis enzim ini sangat penting peranannyya dalam proses metabolisme. Enzim lipase yang diisolasi dari larva ikan gurame memiliki aktifitas tertinggi pada pH 7 dengan suhu 24 0C. Aktifitas enzim lipase dipengaruhi oleh aktifitas pepsin. Aktifitas protease akan meningkat dengan perkembangan saluran pencernaan (Jusuf et al, 1998 dalam Hasan, 2000). Ikan lele Clarias batrachus Di Indonesia dikenal banyak jenis lele, di antaranya lele lokal, lele dumbo, lele phiton dan lele babon (lele Kalimantan). Namun, yang dibudidayakan hanya lele lokal dan (Clarias batrachus) dan lele dumbo (Clarias gaeriepinus). Jenis yang kedua lebih banyak dikembangkan karena pertumbuhannya lebih cepat dan ukurannya lebih besar daripada lele lokal (Bachtiar, 2006). Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Bachtiar (2006) yaitu sebagai berikut: Kingdom : Animalia Sub-kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata Sub-phyllum : Vertebrata Klas : Pisces Sub-klas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea Familia : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias batrachus

Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air tanah, dan mata air. Namun, lele dumbo juga dapat hidup dalam kondisi air yang kurang baik seperti di dalam lumpur atau air yang memiiliki kadar oksigen rendah. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena lele dumbo memiliki insang tambahan yaitu arborescent yang terletak di bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga terdapat kantung insang tambahan yang berbentuk seperti pohon, karenanya dinamakan arborescent organ. Organ ini dipergunakan untuk pernafasan udara sehingga memungkinkan lele dumbo untuk mengambil napas langsung dari udara dan dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat ini juga memungkinkan lele dumbo untuk hidup di darat, asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan yang tinggi (Bachtiar, 2006).

Sistem ketahanan ikan Hewan air membutuhkan oksigen dalam jumlah yang berbeda beda tergantung pada jenis, ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu, kadar oksigen terlarut, kadar CO, salinitas dan lain lain. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup (Effendi, 2003). Menurut Fujaya( 2004) bahwa oksigen digunakan sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagi reaksi metabolisme, sedangkan menurut (Afandi dan Tang, 2002) peranan oksigen dalam kehidupan ikan merupakan zat yang mutlak dibutuhkan untuk mengoksidasi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga dapat menhasilkan energi . Pertukaran antara oksigen yang masuk ke dalam darah dengan karbondioksida yang keluar dari darah terjadi dengan cara difusi pada pembuluh darah dalam insang. Peredaran darah dalam filamen merupakan pertemuan antara pembuluh darah yang berasal dari jantung yang masih banyak mengandung karbondioksida dengan pembuluh darah yang akan meninggalkan filamen insang yang kaya akan oksigen (Tim Iktiologi, 1989). Menurut Affandi (2002), organ pernafasan ikan dibagi menjadi dua yaitu alat pernafasan akuatik (insang) dan alat pernafasan udara ( air breathing fishes). Alat pernafasan akuatik berupa insang dalam, insang luar dan permukaan tubuh. Sedangkan alat pernafasan udara biasanya merupakan alat pernapasan tambahan terdapat pd ikan yang hidup di perairan bersuhu tinggi (tropis), stagnan, dan miskin oksigen. Selain memanfaatkan oksigen terlarut dalam air, beberapa jenis ikan mampu memanfaatkan oksigen secara langsung dari udara bebas dengan cara melakukan kontak langsung dengan udara (keluar di permukaan air. Umumnya ikan ikan yang mempunyai kemampuan seperti ini hidup pada habitat air tawar di daerah tropis yang kandungan oksigennya sedikit bahkan anoksid. Beberapa spesies ikan mempunyai alat pernafasan tambahan yang memungkinkan mereka dapat hidup di perairan dangkal atau perairan yang kurang oksigen. Menurut Brojo (2004), alat alat pernafasan tambahan tersebut adalah: Labirin, berupa lipatan lipatan lembaran tulang tapis yang tersusun seperti bunga mawar yang banyak sekali mengandung kapiler kapiler darah untuk pertukaran oksigen dengan CO2, misalnya pada ikan sepat, ikan tambakan dan ikan betok. Arborescent organ, berbentuk seperti karang misalnya pada ikan lele yang terletak pada tulang lengkung insang pertama dan ketiga. Diverticula, yaitu lipatan lipatan kulit di permukaan rongga bagian dalam mulut dan faring, misalnya pada ikan gabus. Alat pernafasan tambahan berbentuk tabung, misalnya pada ikan Saccobranchus, sejenis ikan lele yang hidup di perairan dalam. Lipatan lipatan kulit tipis pada dinding bagian operculum, misalnya pada ikan blodok

Anda mungkin juga menyukai