Anda di halaman 1dari 15

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TERNAK POTONG DAN KERJA Oleh Endang Purbowati

I. PENDAHULUAN Karakteristik khas seekor ternak adalah tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi hingga kedewasaan. Oleh karena itu, dalam upaya memperoleh produksi ternak yang baik, usaha yang dilakukan harus dimulai sedini mungkin, yakni mulai saat konsepsi (pembuahan), selama periode kebuntingan dan masa pertumbuhan setelah lahir. Pertumbuhan merupakan aktivitas fisiologis yang penting di dalam suatu peternakan, terutama pada ternak yang memproduksi daging. Jadi, kecepatan pertumbuhan merupakan kunci sukses pada peternakan yang bertujuan memproduksi daging (Cole, 1966). Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam menyediakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan seekor ternak. Ketidaknormalan dapat terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan ternak yang disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.

II. DEFINISI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TERNAK Banyak definisi tentang istilah pertumbuhan. Satu definisi yang sederhana dari pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran (Widdowson, 1980). Namun dalam bertambahnya ukuran ini banyak proses yang terlibat. Menurut Soeparno (1992), pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponenkomponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapainya ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut. Definisi pertumbuhan yang lain menurut Tillman et al. (1984), yaitu pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari suatu telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasa. Sedangkan Cole (1966) menggambarkan pertumbuhan sebagai perpaduan beberapa proses fisiologis biokimia yang berlainan. Hakekatnya, pertumbuhan merupakan perubahan ukuran fisik secara keseluruhan. Ada tiga proses utama di dalam pertumbuhan (Soeparno, 1992), yaitu: (1) proses dasar pertumbuhan selular yang meliputi hiperplasia yaitu perbanyakan sel atau produksi sel-sel baru, hipertrofi, yaitu pembesaran sel dan akresi atau pertambahan material struktural nonselular (nonprotoplasmik), misalnya deposisi lemak, glikogen, plasma darah dan kartilago. Pada kehidupan embrio, kedua proses tersebut terjadi pada semua sel. Mula-mula sel tumbuh secara hiperplasia, kemudian secara

hipertrofi sampai mencapai ukuran karakteristik individual organ; (2) diferensiasi selsel induk di dalam embrio menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm. Deferensiasi selanjutnya menghasilkan sel-sel khusus, antara lain sel-sel saraf dan epidermal dari ektoderm, sel-sel penyusun sa luran pencernaan atau gastrointestinal beserta kelenjar-kelenjar atau glandula sekresinya berasal dari endoderm, dan (3) kontrol pertumbuhan dan deferensiasi yang melibatkan banyak proses. Lebih lanjut Ganong (1979) mengatakan, bahwa pertumbuhan normal diikuti oleh urutan rangkaian perubahan pematangan, dan pertumbuhan mengikutsertakan pertambahan protein dan peningkatan panjang dan ukuran, tidak hanya peningkatan berat yang disebabkan karena pembentukan lemak atau retensi garam dan air. Cole (1966) menambahkan, bahwa pertambahan berat badan sapi pedaging dewasa adalah lebih besar dalam penyimpanan lemak daripada protein atau tulang kerangka. Menurut Anggorodi (1979), pada individu dewasa dapat ditemui tiga macam sel, yaitu: ( 1 ) Sel permanen, yang terdapat di urat syaraf. Sel tersebut tidak membagi lagi jauh sebelum indi vidu dilahirkan dan jumlahnya tidak bertambah sesudah individu dilahirkan; ( 2) Sel stabil, yang terus membagi dan bertambah dalam jumlah selama pertumbuhan. Akan tetapi pembagiannya berhenti dan jumlah menjadi tetap bila individu menjadi dewasa. Sel tersebut termasuk sel dari sebagian besar alat-alat tubuh. (3) Sel labil, terdiri dari jaringan-jaringan epi thel dan epidermis, yang terus membagi dan bertambah dalam bentuk sepanjang kehidupan. Pada individu dewasa, prosesnya hanya terbatas pada pergantian sel-sel yang telah usang. Ketiga macam sel tersebut mengalami hipertrofi selama pertumbuhan dan beberapa daripadanya dapat membesar sesuai dengan kebutuhan faali tertentu. Misalnya saja pembesaran urat daging dapat ditingkatkan dengan cara latihan. Sel dari ginjal individu dewasa dapat mengalami pembesaran bila ginjal tersebut bekerja berat. Kesanggupan sel dari indi vidu dewasa untuk mengalami hipertrofi menjadi berkurang dengan bertambahnya umur. Istilah perkembangan selalu berkaitan dengan pertumbuhan. Perkembangan adalah progres yaitu kemajuan gradual kompleksitas yang lebih rendah menjadi kompleksitas yang lebih tinggi, dan ekspansi ukuran (Forrest et al., 1975), atau perubahan bentuk suatu komformasi tubuh, termasuk perubahan struktur tubuh (Goodwin, 1977), perubahan kemampuan dan komposisi (Soeparno, 1992). Jadi dalam pertumbuhan seekor ternak ada dua hal yang terjadi, yaitu (1) bobot badannya meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa, yang disebut pertumbuhan dan ( 2) terjadinya perubahan konformasi dan bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan (Hammond dalam Lawrie, 1995). Menurut Soeparno (1992), secara umum periode pertumbuhan dan perkembangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) periode prenatal atau sebelum lahir dan (2) periode postnatal atau sesudah lahir. Pertumbuhan dan perkembangan prenatal dapat dibedakan menjadi tiga periode, berupa proses yang berkesinambungan, yaitu

periode ovum, embrio dan fetus. Pertumbuhan postnatal dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan sesudah penyapihan.

III. KURVA PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat dipantau dengan berbagai cara antara lain adalah menggunakan ukuran-ukuran antropometri gizi yaitu berat tubuh secara keseluruhan, ukuran pertumbuhan linier/pertumbuhan tulang, ukuran masa tubuh dan ukuran jaringan otak dan jaringan keras yang menutupinya. Semua ukuran ini harus dinilai dalam tahapan kehidupan atau bertaut dengan umur. Ukuran tersebut akan berubah dengan bertambahnya umur dan berlangsungnya pertumbuhan akan berubah bila terjadi gangguan atau goncangan pertumbuhan, baik yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh kekurangan nutrisi atau sebab lain, misalnya infeksi berat dan kronik.

Pada tahap pertama pertumbuhan dimulai dengan pembelahan telur yang telah dibuahi oleh sperma, yang terjadi adalah pembelahan dan diferensiasi/pembedaan sel untuk calon bagian-bagian tubuh ternak. Pada tahap berikutnya terjadilah kelanjutan dari pembelahan sel, dan pada saat yang sama diikuti dengan pembesaran sel. Pertumbuhan fetus dapat dipantau secara langsung melalui kenaikan berat badan dan ukuran fetus. Secara tidak langsung pertumbuhan fetus terpantau melalui kenaikan berat badan selama masa bunting. Pertumbuhan mempunyai tahap-tahap yang cepat dan lambat, tahap cepat terjadi pada saat-saat sampai pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat-saat kedewasaan tubuh telah tercapai (Tillman et al., 1984). Pola pertumbuhan ini menghasilkan kurva sigmoid yang khas/bentuk S (Campbell dan Lasley, 1977). Pada fase awal yang pendek bobot badan sedikit meningkat dengan meningkatnya umur, kemudian diikuti oleh pertumbuhan yang eksplosif, hingga akhirnya ada suatu fase dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah (Lawrie, 1995). Menurut Pane (1986), pertumbuhan adalah pertambahan dalam berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai garis atau gambaran sigmoid (bentuk S). Perkembangan lebih banyak ditentukan oleh perubahan proporsi berbagai bagian tubuh hewan sejak embrio hingga dewasa. Gambar 1 menunjukkan garis pertumbuhan dibanding dengan umur sapi. Garis kurva ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dimulai dari saat pembuahan berlangsung cepat menjelang kelahiran dan semakin cepat hingga usia pubertas. Dari usia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun dan akan terus menurun hingga umur dewasa. Disamping itu, pada Gambar 2 diperlihatkan grafik pertumbuhan sapi Bali jantan. Disebutkan bahwa ternyata setelah berumur 4 tahun garis pertumbuhan makin merata dan sebenarnya sudah kurang menguntungkan untuk dipelihara terus.

Gambar 1. Grafik pertumbuhan (Pane, 1986)

Gambar 2. Grafik pertumbuhan sapi Bali jantan (Pane, 1986)

Selanjutnya Berg dan Butterfield (1978) menerangkan, bahwa anak sapi dari lahir dengan pemberian nutrisi yang cukup, diperlihatkan pada kurva sigmoid akan tumbuh dengan cepat sampai kira-kira umur pubertas dan kemudian menjadi lambat menurun saat medekati umur dewasa. Data tentang umur pubertas, umur dewasa dan berat dewasa beberapa jenis ternak diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Umur Pubertas, Umur Dewasa dan Berat Dewasa Beberapa Jenis Ternak. Jenis Ternak Kelinci Ayam Itik Kambing Domba Babi Sapi Kerbau Sumber: Umur Pubertasa Kecil : 5 6 bulan Besar: 8 12 bulan 8 bulan 8 bulan 6 bulan 12 bulan Umur Dewasab 4 10 bulan 8 9 bulan 8 9 bulan + 2 tahun 2 3 tahun + 18 bulan + 2 tahun Berat Dewasa (kg)b 1,5 7,0 (jantan) 1,4 6,5 (betina) 1,0 2,5 3,0 4,5 20 100 20 80 70 80 (mini) 250 300 (normal) 300 600 (betina) 350 1.000 (jantan) 300 700

24 bulan + 3 tahun Partodihardjo (1980) b Smith dan Mangkoewidjojo (1988)


a

Campbell dan Lasley (1977) membagi kurva pertumbuhan pada ternak mamalia setelah lahir menjadi dua bagian yang penting. Pertama, ditunjukkan dengan bertambahnya kemiringan yang tajam yakni memanjang dari awal pertumbuhan sampai 1/3 - 1/2 dari bobot badan dewasa yang dicapai. Bagian kedua, memanjang dari akhir bagian pertama sampai dewasa atau sampai akhir periode pertumbuhan.

Lebih lanjut Campbell dan Lasley (1977) menerangkan, bahwa kurva pertumbuhan umumnya terbagi menjadi dua kecepatan yang berlawanan yakni kecepatan pertumbuhan bertambah (Growth-Accelerating Force) dan kecepatan pertumbuhan lambat (Growth-Retarding Force).

Cole (1966) menggambarkan kecepatan pertumbuhan bertambah/fase pertumbuhan cepat/fase akselerasi ini sebagai sel tunggal yang membelah menjadi 2, kemudian dari masing-masing sel ini membelah lagi menjadi 2, demikian terus-menerus. Hubungan ini dapat diperihatkan dengan persamaan matematika sebagai betikut: S = 2n ; S = ukuran/jumlah sel dan n = waktu pembelahan.

Lebih Ian jut Cole (1966) menerangkan, bahwa kenyataannya tidak semua sel memperbanyak diri dengan perbandingan yang sama. Jadi rumus tersebut lebih sederhana daripada fenomena pertumbuhan yang sesungguhnya. Perkiraan untuk fase pertumbuhan yang bersifat cepat diperoleh dengan persamaan: dW ------ = kW ; dt W = bobot pada waktu t k = kecepatan pertumbuhan.

Persamaan ini dapat dipecahkan dengan kalkulus: dW -----W In W W

k dt

= In A + kt = Aekt ; t k ln W = In dari berat pada saat t. In A = In dari berat pada saat t = 0 = waktu. = kecepatan pertumbuhan pada saat itu.

Titik pada kurva pertumbuhan saat pertumbuhan yang cepat berhenti dan pertumbuhan lambat mulai terjadi disebut titik balik/titik infleksi (Cole, 1966). Menurut Cole (1966) juga titik ini biasanya bersamaan waktunya dengan ternak menginjak saat pubertas. Campbell dan Lasley (1977) mengatakan, bahwa titik-titik infleksi ini umumnya menunjukkan: ( 1 ) periode kecepatan maksimum pertumbuhan, ( 2) umur pubertas, (3) awal periode peningkatan mortalitas khusus, dan (4) periode yang diqunakan untuk menentukan persamaan umur pada ternak yang berbeda.

Kemudian kecepatan pertumbuhan lambat/fase pertumbuhan lambat/fase deselerasi dapat juga ditentukan Cole (1966) dengan persamaan matematika. Fase ini diperlihatkan sebagai fungsi deferensial antara ukuran/bobot dewasa (A) dan ukuran/bobot pada waktu perkiraan (W). Persamaan untuk hubungan ini adalah: dW ----- = - k (A - W) dt Persamaan ini juga dapat dipecahkan dengan kalkulus: dW --------- = -k dt AW In (A - W) = -k + In B A - W = Be-kt W = A - Be-kt Lebih lanjut Cole (1966) menerangkan, bahwa kesulitan persamaan tersebut di atas adalah adanya kenyataan bahwa hewan dari bangsa/spesies yang berbeda tidak dapat mencapai dewasa pada umur yang sama. Oleh karena inilah, maka membuat perbandingan dengan umur fisiologis lebih berguna daripada umur kronologis. Contohnya: jika sapi Holstein jantan muda mencapai kedewasaan pada umur 24 bulan dan sapi Hereford jantan muda pada umur 18 bulan, maka perbandingannya adalah 18/24 atau angka perbandingan 0, 75 dapat dipergunakan untuk memperkirakan persamaan umur fisiologis dari kedua jenis sapi tersebut. Jadi sapi Holsten jantan muda l2 bulan umur fisiologisnya dengan sapi Hereford jantan muda pada umur 9 bulan. Menurut Tillman et al. (1984) bagian-bagian tubuh hewan tumbuh dengan kecepatan yang berbeda dan data lebih lanjut mengenai hal ini tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Kenaikan ukuran bagian-bagian tubuh pada saat dewasa dibanding ukuran-ukurannya pada saat lahir Bagian-bagian tubuh Otot Rangka Paru-paru Hati Jantung Otak Mata Sumber: Tillman et al. (1984). Ukuran pada saat dewasa dibanding pada saat lahir 48 kali 26 kali 20 kali 14 kali 12 kali 4 kali 2 kali

Ternyata pertambahan otot adalah yang paling besar dibanding bagian-bagian tubuh yang lain, sedang kepala dan mata mengalami pertambahan yang paling kecil. Huxley dalam Tillman et al. (1984) mengetengahkan suatu persamaan yang menunjukkan adanya hubungan berat bagian tubuh dengan keseluruhan berat tubuh sebagai berikut: Y = aXb atau Log Y = log a + b log X dan sangat bermanfaat jika bagian-bagian tubuh adalah bagian-bagian yang merupakan jaringan yang mudah dipisahkan (tulang , otot, lemak) atau untuk komposisi kimianya (air, protein, lemak dan abu) yang akan menentukan nilainya sebagai sumber daging. Nilai b, adalah koefisien pertumbuhan yang penting karena merupakan pengukur pertumbuhan bagian tubuh dibanding pertumbuhan keseluruhan. Bila nilai b suatu bagian tubuh lebih pahwa bagian tubuh lebih dari satu, maka berarti bahwa bagian tubuh tersebut tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan keseluruhan. Karena itu, kecepatan perkembangan adalah besar, dan bagian tersebut paling lambat mencapai penghentian pertumbuhan. Sebaliknya, bila koefisien pertumbuhan kurang dari satu, maka bagian tubuh yang mempunyai koefisien tersebut cepat berhenti tumbuhnya. Protein dan air mempunyai koefisien pertumbuhan kurang dari satu, jadi cepat berhenti pertumbuhannya. Lemak dan energi mempunyai koefisien pertumbuhan lebih dari satu, sehingga pertumbuhannya lambat berhenti.

IV. PERTUMBUHAN KOMPENSATORI Menurut Soeparno (1992) ternak yang kekurangan pakan atau gizi tentu pertumbuhannya melambat atau berhenti dan kehilangan berat, tetapi setelah mendapat pakan yang cukup, ternak tersebut sering mampu tumbuh kembali dengan cepat, bahkan dapat lebih cepat daripada laju pertumbuhan normalnya. Pertumbuhan semacam ini disebut pertumbuhan kompensatori atau pertumbuhan yang bersifat menyusul. Ada pula pertumbuhan kompensatori tipe lain (Swatland, 1984), misalnya pengambilan suatu ginjal dapat menstimulasi pertumbuhan ginjal yang satunya lagi; lenyapnya serabut otot karena suatu penyakit, dapat memacu pertumbuhan ekstraradial serabut otot yang masih hidup. Gambar 3 menunjukkan adanya tiga macam kemungkinan pertumbuhan, yaitu pertumbuhan normal, kompensasi sempurna dan kompensasi tidak sempurna atau gagal.

1 = Pertumbuhan normal. 2 = Kompensasi sempurna. 3 = Kompensasi tidak sempurna atau stunting. Gambar 3. Rehabilitasi dan pertumbuhan kompensatori (Williams dalam Soeparno, 1992). Laju pertumbuhan kompensatori sering lebih cepat daripada pertumbuhan normal. Kenaikan laju pertambahan berat badan ini berkaitan dengan perubahan komposisi kimia tubuh dan karkas, yaitu terjadinya peningkatan deposisi protein dan air, dan penurunan deposisi lemak (Soeparno, 1992).

V. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN Banyak sekali faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, dan faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar yaitu faktor heredokonstitusional dan lingkungan. Keduanya saling berinteraksi menghasilkan ternak dengan segala kekhasannya. Yang termasuk dalam faktor heredokonstitusional antara lain adalah faktor bangsa dan unsur-unsur yang diturunkan secara biologik. Sedangkan yang termasuk dalam faktor lingkungan adalah keadaan daerah tinggal, penyakit infeksi, kecelakaan, pencemaran lingkungan, iklim serta faktor masukan makanan/zat-zat gizi. Menurut Ganong (1979), pertumbuhan tidak hanya dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, tetapi juga oleh hormon tiroid, androgen, glukokortikoid dan insulin. Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstrinsik dan intrinsik (Ganong, 1979). Buckle et al. (1985) mengatakan, bahwa tiga faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan ternak penghasil daging adalah: (1) Keturunan, ( 2) Reaksi faal ternak tersebut terhadap lingkungan, terutama terhadap suhu lingkungan, dan (3) Tingkat gizi yang diberikan kepada ternak itu, termasuk interaksinya dengan spesies lain, denqan tanaman dan unsur trace di dalam lingkungan. Kemudian Cole (1966) menambahkan, bahwa penyakit akan mengurangi kecepatan pertumbuhan.

A. Keturunan (Genetika). Campbell dan Lasley (1977) mengatakan meskipun kita ketahui bahwa gen mempengaruhi pertumbuhan pada semua hewan, termasuk manusia, tetapi penjelasannya tidak lengkap yang dapat digunakan untuk menggambarkan jalan fisiologis dari aksi gen. Percobaan memperlihatkan bahwa bangsa ayam, tikus dan strain inbred babi bervariasi kebutuhannya terhadap nutrisi tertentu,

khususnya vitamin B komplek. Beberapa strain menunjukkan gejala kekurangan nutrisi tertentu, tetapi yang lain dengan pakan yang sama tidak memperlihatkan pengaruhnya. Keturunan dwarfism pada manusia dan tikus telah memperlihatkan hasil dari kekurangan produksi hormon pertumbuhan, ditunjukkan dengan hubungan antara gen dengan sintesis hormon protein. Ayam mempunyai perbedaan genetik yang lebar yang mempengaruhi comb (pial), thyroid dan gonad untuk administrasi dari hormon pituitary anterior. Ini menunjukkan bahwa perbedaan genetik di dalam kepekaan organ dengan sasaran tertentu untuk hormon. Di dalam strain tertentu dari tikus kuning, ada kecepatan pertambahan yang besar dari penimbunan lemak, yang telah ditandai untuk suatu perubahan hormonal dari metabolisme karbohidrat. Gen-gen bertanggung jawab terhadap keadaan hormonal tidak normal. Beberapa kejadian menunjukkan bahwa kecepatan pertambahan dan efisiensi pertumbuhan babi disebabkan oleh hasil hybrid vigor dari suatu sistem metabolik yang lebih efisien. Hybrid vigor disebabkan oleh suatu aksi gen tipe non additive. B. Mekanisme Hereditas. Variasi pertumbuhan di dalam suatu spesies ditunjukkan oleh pengaruh hereditas dan lingkungan, keduanya mempunyai pengaruh yang besar pada pertumbuhan ternak peliharaan dan manusia. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan termasuk nutrisi, penyakit, parasit dan kerusakan/kesalahan. Faktor hereditas termasuk gen tunggal (single pair of genes) dapat mempunyai suatu pengaruh yang besar pada ukuran dan kecepatan pertumbuhan individu. Contoh yang bagus adalah dwarfism, yang terjadi dalam beberapa spesies hewan. Faktor hereditas juga termasuk dalam salah satu dari beberapa gen yang mempunyai pengaruh suatu individu kecil, meskipun pengaruh semuanya dapat sangat besar. Suatu contoh tipe hereditas ini adalah strain besar dan kecil pada babi, domba, sapi, kuda dan poultry. Tabel 3. Ringkasan Umum Nilai Taksiran Heritabilitas Beberapa Sifat pada Ternak Sapi

Sifat Berat lahir Berat sapih Berat umur 12 bulan Laju pertumbuhan setelah disapih dalam feedlot Pertambahan berat per kg makanan 0,35 0,25 0,35 0,40

Rata-rata heritabilitas 0,45 0,35 0,45 0,50

0,45 0,55

Berat dewasa Skor bentuk tubuh: - saat disapih - umur 12 bulan Sifat-sifat reproduksi: - umur dewasa kelamin, betina - jumlah perkawinan per kebuntingan - interval beranak Sifat-sifat karkas (umur 12 bulan atau lebih) : - ketebalan lemak - persentase otot - keempukan otot (tenderness) Sumber: Warwick et al. (1983).

0,50 0,70 0,30 0,40 0,30 0,40 0,20 0,30 0,00 0,15 0,00 0,15 0,25 0,50 0,25 0,50 0,40 0,70

Bangsa ternak yang besar akan lahir lebih berat, tumbuh lebih cepat dan lebih berat pada saat mencapai kedewasaan daripada bangsa ternak yang kecil (Tulloh, 1978; Williams, 1982; Soeparno, 1992). C. Makanan/Nutrisi. Untuk proses hidup suatu sel yang merupakan bagian terkecil dari tubuh ternak, diperlukan energi dan zat gizi yang dikenal dalam kehidupan seharihari sebagai protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Zat-zat tersebut bersama air merupakan bagian dari tiap sel hidup. Proses pembelahan (proliferasi) sel dan pembesaran sel memerlukan zat-zat tersebut di atas. Tanpa kehadiran salah satu zat tersebut pertumbuhan tidak akan terjadi. Kekurangan salah satu atau beberapa zat tersebut baik secara langsung maupun tak langsung akan menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan. Menurut Cole (1966) pengaruh makanan terhadap kecepatan pertumbuhan merupakan bagian yang sangat penting dan jelas. Jenis, komposisi kimia dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan (Soeparno, 1992). Ganong (1979) mengatakan, bahwa makanan menyediakan faktor ekstrinsik paling penting yang mempengaruhi pertumbuhan. Lebih lanjut Ganong (1979) mengatakan, bahwa gizi harus cukup tidak hanya dalam kadar protein, tetapi juga dalam vitamin dan mineral esensial, serta kalori, sehingga protein yang dicerna tidak dibakar menjadi energi. Menurut Campbell dan Lasley (1977), meskipun pada hewan tingkat tinggi, termasuk ternak mamalia mempunyai sistem fisiologikal yang sangat komplek, seperti kelenjar endokrin dan sistem syaraf pusat, namun bahan-bahan tertentu yang diperlukan untuk hidupnya sehari-hari tidak dapat diproduksi di dalam tubuh. Bahan-bahan itu harus diperoleh dari sumber di luar tubuh agar pertumbuhan dapat terjadi. Menurut Campbell dan Lasley (1977), pengaruh kekurangan makanan setelah lahir pada ukuran dewasa tergantung: (1) Umur pada saat terjadinya kekurangan makanan tersebut; (2) panjangnya periode kekurangan makanan;

(3) Macam dari kekurangan makanan tersebut (energi, vitamin dan kekurangan zat pakan yang lain). Ransum yang menyediakan energi cukup, tetapi tidak cukup dalam vitamin dan mineral akan menghasilkan nutrisi yang tidak lengkap. Pengaruh kekurangan makanan pada sapi: Pejantan muda (1-2 tahun) diberi makanan untuk hidup, tetapi tidak untuk menambah bobot badannya. Tulang rangka sapi pejantan muda tersebut tumbuh terus dan pan jang serta tinggi juga tumbuh. Cadangan lemak dihabiskan, sehingga sapi tersebut menjadi sangat tipis. D. Penyakit. Menurut Ganong (1979), luka dan penyaki t menghalangi pertumbuhan, sebab penyakit meningkatkan katabolisme protein. E. Pengaruh hormon. Menurut Soeparno (1992), hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) kelompok anabolik, dan (2) kelompok katabolik. STH (Somatotropic hormone) atau somatropin atau GH (Growth hormone), testoteron dan tiroksin termasuk hormon yang mempunyai pengaruh anabolik, sedangkan estrogen termasuk hormon katabolik. Hormon yang mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, antara lain adalah somatropin, tiroksin, androgen, estrogen dan glukokortikoid (GC). Hormon-hormon tersebut mempengaruhi pertumbuhan massa tubuh, permasuk pertumbuhan tulang dan metabolisme nitrogen (Hafez dan Dyer, 1969). 1. Hormon pertumbuhan Menurut Campbell dan Lasley (1977), kelenjar pituitary anterior yang terletak di dalam tengkorak pada dasar otak, mensekresi hormon yang sangat dekat hubungannya dengan pertumbuhan individu. Hormon ini ada dalam pituitary dari semua tulang belakang dan diketahui sebagai hormon pertumbuhan/Growth Hormon (GH) atau somatotropin (STH). GH adalah suatu protein yang disekresi oleh sel-sel acidiphilic (sel-sel yang mempunyai hubungan dekat untuk menyerap asam). GH mempengaruhi metabolisme asam amino. Pengaruh ini terlihat dalam pertumbuhan ternak muda. GH menurunkan sejumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Melalui injeksi GH biasanya akan meningkatkan FFA (Free Fatty Acid) dalam darah dan melalui pemunculan ini menyebabkan pelepasan Fatty Acid dari jaringan Adipose. GH juga mempunyai pengaruh metabolisme karbohidrat. Kandungan GH pada kelenjar pituitary dari sapi dara Holstein pada umur yang berbeda diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan GH pada kelenjar pituitary dari sapi dara Holstein pada umur yang berbeda Umur (minggu) 16 32 48 64 80 Sumber: Campbell dan Lasley (1977). 2. Hormon Tiroid Hormon tiroid berfungsi mengatur metabolisme oksidatif dan produksi panas di dalam tubuh serta sintesis protein (Hafez dan Dyer, 1969; Soeparno, 1992). Kerja hormon-hormon tiroid dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan, dan ( 2 ) kerja katabolik (Buckle et al., 1986). Menurut Ganong (1979) hormon tiroid esensial untuk pertumbuhan normal serta maturasi rangka. Tanpa adanya hormon tiroid, sekresi hormon pertumbuhan tertekan, dan hormon tiroid memperkuat efek hormon pertumbuhan pada jaringan. Hormon tiroid tampaknya penting untuk menyempurnakan kecepatan sekresi normal hormon pertumbuhan. Hormon tiroid mempunyai pengaruh memperluas ossifikasi tulang rawan, pertumbuhan gigi, bentuk wajah dan proporsi tubuh. 3. Glukokortikoid Menurut Ganong (1979) korteks adrenal mensekresi glukokortikoid, suatu steroid yang mempunyai efek luas pada metabolisme karbohidrat dan protein. Glukokortikoid dalam jumlah besar menghambat pertumbuhan, menurunkan sekresi hormon pertumbuhan. Glukokortikoid adalah penghambat pertumbuhan yang poten sebab kerja langsung glukokortikoid pada sel. 4. Testoteron Menurut Ganong (1979) hormon testoteron disekresi oleh testes yang mempunyai efek mempermudah pertumbuhan. 5. Hormon Ovarium (Estrogen) Menurut Campbell dan Lasley (1977), estrogen adalah hormon betina yang disekresi oleh ovary dan sedikit oleh adrenal. Pada ternak betina bunting, estrogen diproduksi oleh jaringan plasenta. Menurut Soeparno (1992) estrogen termasuk hormon katabolik yang antara lain menekan dan miligram GH dari per gram pituitary anterior 11,67 10,90 8,18 6,98 7,73

menghambat resorpsi tulang (Hafez dan Dyer, 1969). Estrogen meningkatkan masukan hormon pertumbuhan, dan pada ternak ruminansia, meningkatkan retensi nitrogen (Lawrie, 1979). Menurut Ganong (1979) estrogen menyebabkan sekresi angiotensinogen dan globulin pengikat tiroid meningkat. Estrogen mempunyai pengaruh penting pada anabolik protein ayam dan ternak, mungkin dengan merangsang sekresi androgen dari adrenal, dan pemberian estrogen telah dipergunakan dalam perdagangan untuk meningkatkan berat binatang domestik. 6. Androgen Menurut Campbell dan Lasley (1977), hormon dari kortek adrenal yang mempengaruhi pertumbuhan termasuk corticosteroid, androgen dan estrogen. Soeparno (1992) menyebutkan bahwa androgen adalah suatu hormon kelamin yang termasuk sebagai hormon pengatur dan stimulan pertumbuhan. Menurut Ganong (1979) pertumbuhan yang cepat pada saat pubertas sebagian besar disebabkan oleh pengaruh anabolik protein dari androgen. Ovarium mensekresi sedikit androgen, tetapi pertumbuhan pada masa remaja pada wanita disebabkan terutama karena androgen yang disekresi oleh korteks adrenal. 7. Insulin Menurut Ganong (1979), hormon insulin disekresi oleh pulau Langerhans pankreas. Binatang yang diabetes tidak dapat tumbuh; dan insulin menyebabkan pertumbuhan pada binatang hipofisektomi. Akan tetapi, pertumbuhan yang cukup besar hanya ada bila karbohidrat dan protein dalam jumlah besar disuplai bersama insulin.

F. Jenis kelamin Jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Menurut Hafez dan Dyer (1969), kecepatan pertumbuhan tinggi terjadi pada jenis kelamin jantan. Hal ini dipertegas oleh Soeparno (1992) bahwa dibandingkan dengan ternak betina, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat, dan pada umur yang sama, lebih berat (Chaniago dan Boyes, 1980; Hammond et al., 1984). Pengaruh jenis kelamin terhadap pertumbuhan ini diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh jenis kelamin pada kurva pertumbuhan (Hafez dan Dyer, 1969) VIII. PENUTUP

Demikianlah proses pertumbuhan dan perkembangan pada ternak yang secara umum dapat dijadikan landasan bagi upaya peningkatan produksi ternak. Dalam kaitan ini, manfaatnya antara lain dengan mengetahui pola pertumbuhan pada ternak tersebut paling tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan ternak potong agar diperoleh hasil yang maksimal. Sekian dan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA Anggordi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta Berg, R.T. and Butterfield, R.M., 1978. New Concepts of Cattle Growth. Sydney University Press, sydney. Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Waaton, M., 1986. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta (Diterjemahkan oleh ....................) Campbell, J.R. and Lasley, J.F., 1977. The Science of Animal that Serve Mankind. 2nd Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Chaniago, J.M.T. dan Boyes, T., 1980. Survey of Sheep and Goat Slaughtered at Bogor, West-Java, Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor. Cole, H.H., 1966. Introduction to Livestock Production 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, San Francisco. Forrest, J.C., Aberle, E.D., Hedrick, H.B., Judge, M.D. dan Merkel, R.A., 1975. Priciples of Meat Science. W.H. Feeman and Company, San Francisco, CA. Ganong, W.F., 1979. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. CV EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Goodwin, D.H., 1977. The Production and Management of Sheep. 3rd ed. Hutchinson and Co., Ltd. London. Hafez, E.S.E. dan Dyer, I.A., 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea and Febiger, Philadelphia. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Diterjemahkan oleh: A. Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Pane, I., 1986. Pemuliabiakan Ternak sapi. PT. Gramedia, Jakarta. Partodihardjo, S., 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara, Jakarta. Smith, J .B. and Mangkoewidjojo, 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press, Jakarta.

Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Pertama. Gadjah Mada university Press, Yogyakarta. Swatland, H.J., 1984. Structuture and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Tillman, A.D., Hartadi, N., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusumo, S., dan Lebdosoekojo S, 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tulloh, N.M., 1978. Pada: Beef Cattle Management and Economics. Editor: W.A.T. Bowker, Academy Press Pty. Ltd. Brisbane. Williams,I.H., 1982. A Course Manual in Nutrition and Growth. Edi tor: H. L. Davies. Australian Vice-Chamcellors committee, Melbourne. Warwick, E.J., Astuti, J.M. dan Kardjosubroto, W., 1983. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Widdowson, E.M. 1980. Definition of Growth. In: Growth in Animal. T.L.J. Lawrence Eds. Butterworths, London.

Anda mungkin juga menyukai