Anda di halaman 1dari 3

Politik La Perotik-otik

Oleh Robinson Sembiring

Ketika menerima email dari salah seorang anggota redaksi “Sora Mido”
yang menuntut agar saya memenuhi kewajiban sebagai warga tabloid ini
untuk mengirimkan sebuah naskah tulisan, mendadak saya tercenung dan
duduk mengambang bersama angin. “Berita kuta nari begitu jarang singgah,
sementara sora cawir cerai mido-ido tentang taneh kemulihen seperti
teredam hilang bolo-bolona ditingkah kegesitan segenap pelaku politik orang
gunung dalam memainkan jurus-jurus handalannya.
(Emaka enda dage kubelas sitik. Nde mama Ginting mergana sebayak
Aji Nembah pulu rumah pitu ruang, si la nggo erleja ercakap kerna sikelna
pesikap kuta kemulihen. La kap ndube sangap daging nibaba kempu
Sembiring mergana siterjelpa-jelpa sope ngenanami ulih latih simbisanta 62
tahun si lepus. Ndauh jingkang kuerap ndarami tartar buah siman dahupen.
Tapi la kepe bas orat kune sempat kuta kemulihen terlupaken…
Emaka enda me dalenku ercakap nuriken ateku tedeh nandangi kuta
kemulihen, nuriken sora pusuh si song bombang song maler kubas. Mbera
jore ukur singoge, menahang ukur si nggit ngangkaisa. Gelah ola tersia ulih
melawen tunduh parang anak singuda bere Karona nggargari kudibah si
tempa labo man onggaren enda.)

***
Konon kata mereka yang yang pada tahun tujuh puluhan banyak
membaca buku ilmu politik, konsep pembangunan politik saat ini tidak begitu
banyak digunakan orang dalam diskursus politik Indonesia. Namun tidak
berarti bahwa pembangunan politik tidak diperlukan lagi. Apalagi kalau
pembicaraan dibawa ke ranah politik lokal, akan terlihat betapa issue tentang
pembangunan politik masih relevan dan perlu.
Bagaimanakah sebuah public policy dihasilkan oleh pemerintahan lokal
di Taneh Karo Simalem; adakah jaminan bahwa aspirasi masyarakat lokal ikut
terjaring pada proses pembuatan kebijakan; adakah pemilihan pejabat-
pejabat teras mempertimbangkan rasa keadilan dan simpati masyarakat, dan
serangkai pertanyaan lainya perlu dikemukakan untuk menakar sampai
dimana demokratisasi telah berlangsung di wilayah “pusung ndabuh” ini.
Semua jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas akan
menggambarkan tentang sejauhmana pembangunan politik suatu komunitas
telah tercapai.

Penyepelean
Akh… buat apa bicara politik, dan untuk apa menyinggung
pembangunan politik ? Pertanyaan semacam ini masih mengemuka dalam
bincang-bincang di kedai kopi pada pagi hari. Alasannya, bicara politik
diyakini tidak akan memperbaiki cuaca atau musim, apalagi memperbaiki
harga jual sayur-sayuran atau meningkatkan harga jual jeruk. Bicara politik
juga tidak akan mengubah apa-apa terhadap tindakan pemerintah dalam
mengelola pembangunan. Bicara politik hanya “pekeri-keri arang” sementara
“besi la tembe”. Lebih-kurang argumentasi senada akan mengumandang
bersamaan dengan menguapnya asap dan aroma mie tiauw goreng dan
gemerincing sendok mengaduk gula di gelas teh manis.
Masih harus dicatat bahwa wacana politik lokal dianggap hanya soal
yang sepele. Jauh lebih menantang dan merangsang bicara tentang
konstelasi kekuasaan pada pemerintahan SBY, atau bahkan issue-issue yang
menggerogoti era kepemimpinan George Bush, Jr yang diperkirakan menjadi
komoditi politik dalam percaturan kekuasaan di AS.
Soal bagaimanakah kualitas public policy, siapa pejabat teras yang
dipilih D.D. Sinulingga, signifikankah perubahan iklim administrasi
pemerintahan setelah era Sinar Perangin-angin, itu hanya akan menyebabkan
suasana perbincangan di kedai kopi menjadi tidak lancar mengalir seperti air.
Disadari atau tidak, suasana mehangke ncakapken sikerajangen kalak masih
demikian kuat dalam tradisi komunikasi politik orang Karo.

Gugatan
Maka ketika diajukan gugatan terhadap progress pembangunan politik
lokal di Taneh Karo, gugatan tersebut hanya akan merasuk ke dalam benak
mereka yang memang belajar tentang ilmu politik dan memiliki kemampuan
melakukan overlay antara konsep-konsep atau pemikiran politik dengan
realitas politik aktual yang sedang berlangsung. Sedangkan, mereka yang
hanya berbekal pemahaman politik berdasarkan referensi terhadap wacana
dan perilaku politisi sehari-hari sebagaimana terlihat di lapangan atau
sebagaimana terpampang dalam siaran-siaran talk-show ala stasion-stasion
tv Indonesia, hanya akan menggeleng-geleng kepala untuk menyatakan
pembangunan politik tidaklah merupakan sesuatu yang penting.
Dalam pengertian sehari-hari, masih sangat banyak orang melihat
bahwa politik bukanlah sesuatu yang baik. Politik tidak lebih tidak kurang
sama dan sebangun dengan perotik-otik. Orang yang dikatakan sebagai ahli
politik dianggap adalah orang yang tangkas adu mulut dan cekatan memutar-
mutar pernyataan yang dibungkus dengan istilah-istilah dari bahasa asing
yang sulit dipahami.
Padahal politik tentu saja bukan seperti yang dipahami di atas. Politik
adalah segenap proses tata-hubungan kekuasaan. Ketika seseorang mau
meraih kekuasaan, maka dia harus berhadapan dengan segugus nilai yang
tidak pernah mampu diterjemahkan secara tidak lengkap oleh peraturan
perundang-undangan. Begitu pula ketika seseorang telah meraih kekuasaan,
maka dia pun harus berhadapan dengan segugus nilai yang justru harus dia
terjemahkan dalam kebijakan atau tindakan-tindakannya. Berdasarkan
sejarah politik, penterjemahan gugusan nilai oleh pemegang kekuasaan ini
justru sering lebih banyak nisbahnya ketimbang penterjemahannya ke dalam
perundang-undangan. Hal ini terjadi karena sedemikian luas wilayah
kebijakan yang harus dicakup, sementara sedemikian sempit ruang untuk
memilih karena sedemikian terbatasnya sumberdaya yang dimiliki.

Penjernihan
Maka belajar politik bukanlah belajar pinter bicara berputer-puter
dengan istilah yang asing di telinga kaum awam. Melainkan belajar tentang
bagaimana hubungan-hubungan kekuasaan, mulai dari tindakan-tindakan
para aktor politik meraih kekuasaan, tindakan-tindakan rakyat dan wakil
rakyat berhubungan dan mengawasi pemegang kekuasaan, dan tindakan-
tindakan pemegang kekuasaan menterjemahkan nilai dan tujuan kenegaraan
(nation-state) ke dalam kebijakan-kebijakannya.
Kelihatannya, sebelum memegang barang licin seperti konsep
pembangunan politik sebaiknya istilah politik sendiri perlu dijernihkan
terlebih dulu pengertiannya. Setelah pemahaman tentang politik telah lebih
mengena sesuai dengan pengertian politik sebagaimana diajukan pendahulu
pemikir-pemikir politik, bahwa politik bukan otik-otik barangkali konsep
seperti pembangunan politik telah bisa dibawa ke kedai kopi untuk untuk
dibahas bersama. Alhasil, secara bersama-sama kita akan melihat betapa
compang-campingnya kehidupan politik di negeri di atas awan Taneh Karo
Simalem saat ini...

Anda mungkin juga menyukai