Anda di halaman 1dari 8

Bab I Pendahuluan 1.1 1.2 1.3 1.4 1.

5 latar belakang permasalahan tujuan hipotesis manfaat

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 ekosistem danau

Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004, hlm: 100). Menurut Soeriaatmadja (1989, hlm: 660) bahwa asal mula sebuah danau dapat bermacammacam. Ada yang terbentuk karena terjadi patahan di permukaan bumi yang kemudian diikuti peristiwa klimat. Beberapa danau lain timbul akibat gejala vulkan, karena belokan sungai yang terlalu dalam, karena depresi tanah kapur dan ada juga danau buatan. Menurut Hutchinson & Loffler, 1956 dalam Barus 2004, hlm: 107 bahwa air danau dapat dibedakan berdasarkan pola pencampuran/ sirkulasi sebagai berikut : a. Amiktis, yaitu danau yang terdapat di daerah kutub, terutama di anartik dan sebagian kecil di arktik (Greenland) yang secara permanen tertutup oleh salju. b. Monomiktis dingin, yaitu danau yang terdapat di daerah kutub dan sub kutub yang mengalami sirkulasi/ pencampuran secara sempurna hanya pada musim panas, sementara pada musim yang lain mengalami stagnasi winter dengan penutupan lapisan salju pada permukaan. c. Dimiktis, yaitu danau-danau yang terdapat di daerah temperata di bagian utara dari Amerika Utara yang mengalami sirkulasi sempurna pada saat musim gugur dan musim semi. d. Monomiktis panas, yaitu danau yang terdapat di daerah subtropis yang mengalami sirkulasi hanya pada musim dingin dan apabila permukaan air cukup mengalami pendinginan misalnya Bodensee yang terdapat di Jerman. e. Oligomiktis, yaitu danau di daerah tropis yang sangat jarang mengalami sirkulasi yang sempurna. f. Polimiktis panas, yaitu danau di daerah tropis yang mengalami sirkulasi sempurna apabila terjadi penurunan temperatur yang sangat drastis. g. Polimiktis dingin yaitu danau-danau tropis yang terdapat di pegunungan yang tinggi dan selalu mengalami sirkulasi sempurna, umumnya adalah danau-danau yang terdapat pada ketinggian sekitar 3000 meter dpl. Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus lagi oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang

merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston. Berdasarkan pada daya tembus cahaya matahari kedalam lapisan air, dapat dibedakan menjadi beberapa antara lain zona fotik (photic zone) di bagian atas, yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik (aphotic zone) di bagian bawah, yaitu zona yang tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004, hlm: 102). Menurut Soegianto (2005, hlm: 97) bahwa danau memiliki tiga zona yang berbeda: 1) zona litoral, dekat pantai dimana tumbuhan berakar dapat dijumpai, 2) zona limnetik (lapisan permukaan perairan terbuka), sinar matahari mampu menembus zona ini, dan didominasi oleh fitoplankton dan ikan yang berenang bebas, 3) zona profundal, zona perairan dalam yang tidak dapat ditembus sinar matahari dan dihuni oleh organisme yang membuat liang didasar perairan. Menurut Sastrodinoto (1980, hlm: 83) bahwa bagi ahli limnologi kolam adalah sebuah perairan yang cukup dangkal sehingga cahaya dapat menembus sampai kedasarnya. Sebaliknya danau dalamnya sedemikian sehingga dasarnya selalu gelap, tidak tercapai oleh cahaya. Kebanyakan danau mempunyai aliran keluar, sehingga airnya tidak mengandung timbunan mineral. Menurut Ewusie (1990, hlm: 188) bahwa tubuh air tawar tergenang yang besar tidak terpengaruh oleh perubahan besar dalam suhu, dan kebanyakan hewan air tawar dapat bertahan pada kisaran suhu yang lebih besar. Substrat dari dasar tubuh air yang tergenang dapat berbatu-batu, berkerikil, berpasir, atau berlumpur. Lapis alas yang lunak biasanya lebih disukai oleh tumbuhan tingkat tinggi yang berakar pada dasar danau. Berdasarkan bentuk kehidupan, habitat dan kebiasaan hidupnya maka organisme air dapat digolongkan sebagai berikut: a. Plankton adalah organisme air yang hidupnya melayang-layang dan pergerakannnya sangat dipengaruhi oleh gerakan air. b. Bentos adalah organisme yang hidup pada substrat dasar perairan. c. Nekton merupakan kelompok organisme air yang mampu bergerak bebas. d. Pleuston merupakan keseluruhan organisme yang melayang di permukaan air. e. Neuston merupakan keseluruhan kelompok mikroorganisme yang hidup pada permukaan suatu perairan. f. Pagon merupakan keseluruhan organisme air yang mampu hidup dalam kondisi perairan yang membeku (Barus, 2004, hlm: 24).

2.2 faktor biotik 2.2.1 plankton

Plankton dalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam air yang pergerakannya relatif pasif (Suin, 2002). Kemampuan berenang organismeorganisme planktonik demikian lemah sehingga pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan-gerakan air (Nybakken, 1992). Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik pertama yang berfungsi sebagai penyedia energi. Plankton dibagi menjadi fitoplankton, yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan dan zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan (Barus, 2004). Nybakken (1992) menggolongkan plankton berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan fitoplankton dan zooplankton, golongan plankton ini terdiri atas a. Megaplankton yaitu plankton yang berukuran 2.0 mm. b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 0.2-2.0 mm. c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran 20m-0.2 mm. d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran 2m-20m. e. Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2m.

Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dikenal sebagai holoplankton yaitu plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton yaitu plankton yang hanya sebaian siklus hidupnya bersifat planktonik. Sebenarnya plankton mempunyai alat gerak (misal Flagella dan Ciliata) sehingga secara terbatas akan melakukan gerakan-gerakan , tetapi gerakan trsebut tidak cukup mengimbangi gerakan air sekelilingnya, sehinga dikatakan bahwa gerakan plankton sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Barus, 2004). Basmi (1995) mengelompokkan plankton berdasarkan beberapa hal, yakni:
1. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas

a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya. b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nurisi dan energi dari sisa organisme lain yang telah mati. c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun partikel-pertikel sisa organisme, seperti detritus dan debris. Disamping itu plankton ini uga mengkonsumsi fitoplankton. 2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas: a. Linoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidup di air payau d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam. 3. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas: a. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar. Baik hipo plankton maupun bati plankton terdiri atas zoo plankton seperti Mysid dari jenis Crustaceae dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar. 4. Berdasarkan asal-usul plankton dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas: a. Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri b. Allogenik plankton, merupakan plankton yang datang dari perairan lain. Ekologi Plankton Organisme pada tingkat pertama berfungsi produsen/penyedia energi yang disebut sebagai plankton. Komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya suatu rantai makanan, oleh sebab itu palnkton memegang peranan penting dalam ekosistem air (Wibisono, 2005). Fitoplankton dapat dikatakan sebagai pembuka kehidupan di planet bumi ini, karena dengan adanya fitoplankton memungkinkan mahluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya di muka bumi. Dengan sifatnya yang autotrof, fitoplankton mampu mengubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan mahluk yang lebih tinggi tingkatannya (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Fitoplankton adalah organisme mikroskopik yang hidup melayang, mengapung dalam air serta memiliki kemampuan gerak yang terbatas. Fitoplankton berperan sebagai salah satu bioindikator yang mampu menggambarkan kondisi suatu perairan,

kosmolit dan perkembangannya bersifat dinamis karena dominansi satu spesies dapat diganti dengan yang lainnya dalam interval waktu tertentu dan dengan kualitas yang tertentu juga. Perubahan kondisi lingkungan perairan akan menyebabkan perubahan pula pada struktur komunitas komponen biologi, khususnya fitoplankton (Prabandani et al, 2007). Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan. Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar pada umunya terdiri air diatom dan ganggang hijau serta dari kelompok ganggang biru (Barus, 2004). Zooplankton merupakan plankton yang bersifat hewani sangat beraneka ragam dan terdiri dari berbagai macam larva dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun dari sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting artinya, yaitu subkelas kopepoda. Kopepoda adalah Crustaceae holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992). Sebagian besar zooplankton menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus. Kepadatan zooplankton di suatu perairan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fitoplankton. Umumnya zooplankton banyak ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus rendah serta kekeruhan air yang sedikit (Barus, 2004). Plankton sebagai bioindikator kualitas perairan Keberadaan organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Menurut Nybakken (1992) dan Nontji (1993) organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran karena habitat, mobilitas dan umurnya yang relatif lama mendiami suatu wilayah perairan tertentu (Anonim, 2004). Dampak adanya pencemaran akan mengakibatkan keanekaragaman spesies menurun (Sastrawijaya, 1991). Pencemaran terhadap organisme perairan mengakibatkan menurunnya keanekaragaman dan kemelimpahan hayati pada lokasi yang terkena dampak pembuangan limbah. Plankton mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan indikator pencemaran perairan. Plankton akan bergerak mencari tempat yang sesuai dengan hidupnya apabila terjadi pencemaran yang mengubah kondisi tempat hidupnya. Dengan demikian terjadi perubahan susunan komunitas organisme di suatu perairan di mana hal ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya pencemaran di perairan. Dalam hal ini terdapat jenis-jenis plankton yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui hal tersebut sesuai dengan kondisi biologi perairan tersebut (Mulyono, 1992). Plankton dan Bentos merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Plankton memegang peran penting dalam mempengaruhi produktifitas primer perairan sungai. Rosenberg (dalam Ardi, 2002) menyebutkan bahwa beberapa organisme plankton bersifat toleran dan mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan. Penggunaan plankton sebagai indikator kualitas lingkungan perairan dapat dipakai dengan mengetahui keragaman dan keseragaman jenisnya. Penggunaan organisme indikator dalam penentuan kualitas air sangat bermanfaat karena organisme tersebut akan memberikan reaksi terhadap kualitas perairan. Dengan demikian, dapat melengkapi atau memperkuat peneilaian kualitas perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia (Nugroho, 2006).

2.2.2 bentos

Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau melekat pada sedimen dasar perairan. Berdasarkan sifat hidupnya, bentos dibedakan menjadi fitobentos yaitu bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos yaitu bentos yang bersifat hewan. Berdasarkan cara hidupnya bentos dibedakan atas dua kelompok, yaitu infauna (bentos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan) dan epifauna (bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan). Berdasarkan ukuran tubuhnya bentos dapat dibagi atas makrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran > 2 mm, meiobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran 0,2 2 mm, dan mikrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran < 0,2 mm (Barus, 2004, hlm: 33 34). Makrozoobentos merupakan organisme air yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan, hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang. Makrozoobentos sering digunakan untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia, dan biologi suatu badan perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan organisme air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar fisik maupun kimia. Suatu perairan yang sehat atau belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi (Odum, 1994, hlm: 383 397).

2.2.3 ikan 2.3 faktor abiotik 2.3.1 temperatur

Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal inidesebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitasbiologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Vant Hoffs kenaikan temperatur 10C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperetur ekosistem akuatik dipengaruhi pleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas air dan udara sekellingnya dan juga oleh faktor kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Brehm et al, 1990 dalam Barus, 2004). Menurut Kinne (1960) dalam Supriharyono (2000) menyatakan bahwa kenaikan tempperatur diatas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi, dan aktivitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktivitas ini berbeda untuk setiap spesies, proses, dan level atau kisaran temperatur.
2.3.2 penetrasi cahaya 2.3.3 ph air

2.3.4 DO

DO (Disolved Oxygen) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatuperairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme. Oksigen terlarut di dalam air dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk melalui proses difusi yang secara lambat menembus permukaan air (Wardhana, 1995). Selain itu juga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti temperatur, salinitas dan proses fotosintesis (Brower et.al,1990). Menurut Michael (1994) oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen dan kenaikan suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu O0 C yaitu sebesar 14,16 mg/l O2, sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya tidak lebih kecil dari 8 mg/l O2. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen dalam setiap liter selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur dan sebaliknya. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi O2 menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi O2 terlarut (Barus, 2001).
2.3.5 BOD5 2.3.6 intensitas cahaya 2.3.7 salinitas Salinitas adalah jumlah total material terlarut (yang dinyatakan dalam gram) yang terkandung dalam 1 kg air laut Satuan salinitas : 0/00 (per mil) Faktor utama yang mempengaruhi perubahan salinitas, yaitu : Evaporasi (penguapan Hujan Mencair/membekunya es Bab III Bahan dan Waktu 3.1 waktu dan tempat 3.2 deskripsi area 3.3 alat dan bahan 3.4 pengamatan lapangan

3.4.1 pengambilan sampel a. plankton b. bentos c. ikan 3.4.2 faktor fisik perairan a. temperatur b. penetrasi cahaya c. ph air d. DO e. intensitas cahaya f. salinitas *salinitas di ciwi tidak ada 3.5 analisis data 3.5.1 3.5.2 kelimpahan/ kepadatan relatif 3.5.3 frekuensi kehadiran

Bab IV Hasil dan pembahasan 4.1 parameter biotik 4.1.1 plankton 4.1.2 bentos 4.1.3 ikan 4.2 parameter abiotik 4.2.1 ph 4.2.2 salinitas 4.2.3 temperatur 4.2.4 intensitas cahaya

4.2.5 penetrasi cahaya 4.2.6 DO

Bab V kesimpulan dan saran 5.1 kesimpulan 5.2 saran

DAFTAR PUSTAKA Lampiran a. b. c. d. e. f. peta lokasi gambar lokasi gamabar plankton, bentos, nekton bagan DO metode winkler bagan nilai oksigen terlarut data mentah

DAFTAR PUSTAKA Sumber dari buku = 4 Textbook Pdf =3 =3

Anda mungkin juga menyukai