Anda di halaman 1dari 4

Home Term of Use Login Register FAQ Contact us Pencarian Advance search About Us

Nama : PADMO WAHJONO Lahir : Tulungagung, Jawa Timur, 8 Desember 1932 Agama : Islam Pendidikan : - SD Simpang, Surabaya (1944) - SMP I Terban Taman, Yogyakarta (1950) - SMA YMIK, Jakarta (1953) - Fakultas Hukum UI, Jakarta (1958) Karir : - Dosen Fakultas Hukum UI (1954-sekarang) - Dekan Fakultas Hukum UI (1969-1978) - Sekretaris Eksekutif Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P & K (1969-1986) - Dosen Sesko ABRI, Bandung (1984-sekarang) - Dosen Perguruan Tinggi Hukum Militer (1984-sekarang) - Dosen Pascasarjana Unpad (1984-sekarang) - Guru Besar Universitas Jakarta, Krisnadwipayana, dan Pancasila (1985-sekarang) Kegiatan Lain : - Deputi Pengkajian & Pengembangan BP7 Pusat (1979-sekarang) - Staf Ahli Lemhanas (1984-sekarang) Karya : - Antara lain: Negara Republik Indonesia, Rajawali (1982) - Indonesia, Negara Berdasar Atas Hukum, Ghalia Indonesia (1982) - Sistem Hukum Nasional dalam Negara Hukum Pancasila, Rajawali (1983) - Beberapa Masalah Ketatanegaraan di Indonesia, Rajawali (1984) - Masalah Ketatanegaraan Dewasa Ini, Ghalia Indonesia (1984) Alamat Rumah : Jalan Kusumaatmadja 56, Jakarta 10310 Telp: 331594 Alamat Kantor : Jalan Taman Pejambon No. 2, Jakarta Kegemarannya mengemudikan mobil. Dan itu tid ak bisa lagi dilakukan Padmo Wahjono, setelah ia diangkat menjadi Deputi Bidang Pengkajian dan Pengembangan BP-7, Februari 1982. ''Orang menganggap tidak pantas

kalau saya

PADMO WAHJONO Kegemarannya mengemudikan mobil. Dan itu tidak bisa lagi dilakukan Padmo Wahjono , setelah ia diangkat menjadi Deputi Bidang Pengkajian dan Pengembangan BP-7, Fe bruari 1982. ''Orang menganggap tidak pantas kalau saya menyetir sendiri,'' kata nya. Ketika menjadi dosen dan Dekan Fakultas Hukum UI, ia leluasa makan di ''Warung S enggol'', bersama mahasiswa. Kebiasaannya ini sempat terbawa ke kantin BP-7 di P ejambon, Jakarta -- dan justru bawahannya yang salah tingkah. Daripada menggangg u ketenangan orang lain, ia kemudian membawa makanan ke ruang kantornya. ''Feoda lisme rupanya masih kuat di negeri kita,'' kata Padmo yang ayahnya pegawai jawat an kereta api ini. Anak ketujuh di antara 15 bersaudara, Padmo, yang gemar pelajaran sejarah, memil ih Jurusan Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum UI. Ia kurang senang mendalami hu kum perdata atau pidana, karena, katanya, ''Kalau jadi pengacara, saya tidak suk a omong berbelit-belit. Mau jadi hakim, saya takut tidak adil.'' Bekas aktivis G erakan Mahasiswa Djakarta (GMD) ini termasuk perintis perpeloncoan di UI.Ketika pada 1979 Padmo Wahjono berhenti sebagai Dekan FH UI, ia diikutkan dalam rapat p enyusunan materi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Dari sanalah lahir 99 Manggala BP-7 yang pertama, termasuk ia sendiri. Padmo lalu terlibat d alam acara penataran, sampai diangkat menjadi Deputi Bidang Pengkajian dan Pembi naan BP-4, menggantikan Winarno Surakhmad. ''Seorang Pancasilais bukanlah Superman,'' ia berfatwa. Seorang dapat disebut Pa ncasilais, katanya, ''Kalau ia sudah memahami UUD ? dan GBHN. Tetapi untuk menja di Pancasilais yang baik, masih diperlukan kepatuhan pada 36 butir Penataran P-4 .'' Dekan Fakultas Pasca-Sarjana Unpad, Bandung, ini hampir tiap pagi mengayuh seped a sekitar 20 km -- kalau hujan, ada sepeda argo di rumahnya. Dulu ia tergabung d alam klub pendaki gunung FHUI, dan pernah mendaki Gunung Gede dan Pangrango. Sek arang, bersama istrinya, D. Adiharumanti Harsono, SH., dosen FHUI, dan tiga anak mereka, ia acap ''keluyuran'' ke Bali, Gunung Dieng, Yogyakarta, dan kawasan pa riwisata lainnya. ''Saya menyetir mobil sendiri,'' katanya. Padmo Wahjono lahir sebagai anak ketujuh dari 15 bersaudara pada tanggal 8 desem ber 1932 di Tulung Agung, Jawa Timur. Beliau adalah alumnus Fakultas Hukum Unive rsitas Indonesia angkatan 1958. Saat itu dia mengambil jurusan Hukum Tata Negara karena menurutnya hukum perdata dan pidana sangat berbelit-belit jika nantinya menjadi pengacara dan jika jadi hakim dia merasa takut jika tidak adil. Sejak ta hun 1958 sampai sekarang menjadi salah satu dosen di fakultas hukum UI dan juga di beberapa perguruan tinggi lain. Istrinya sendiri Adiharumanti Harsono, SH jug a merupakan seorang dosen di FHUI. Prof. Padmo Wahyono, SH adalah salah seorang Guru Besar Fakultas Hukum UI, yang keahliannya di bidang Ilmu Negara. Prof Padmo Wahjono SH merupakan figur ideal seorang pengajar yang mempunyai jiwa pendidik yang ingin memajukan sesamanya. Jabatan sebagai Dekan Fakultas Hukum UI (1969-19 78)juga sempat dia duduki dan sekarang beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Hu kum Unpad Program Pascasarjana. Tidak hanya menjabat di fakultas, namun juga per nah menjabat sebagai Kepala Deputi Pengkajian dan Pengembangan Pusat BP7 dan jug a sebagai Staff Ahli Lemhanas. Menjadi aktivis pun sempat ia geluti di Gerakan M ahasiswa Djakarta (GMD). Bahkan pemerintah RI pun sempat pernah menganugerhakan penghargaan Bintang Mahaputera. Beliau cukup banyak menulis buku tentang hukum d

iantaranya yang popular adalah; - Negara Republik Indonesia (1982) - Indonesia, Negara Berdasar Atas Hukum (1982) - Sistem Hukum Nasional dalam Negara Hukum Pan casila (1983) - Beberapa Masalah Ketatanegaraan di Indonesia (1984) - Masalah Ke tatanegaraan Dewasa Ini (1984) Prof. Padmo Wahyono, S.H., Wakil Kepala BP-7 Pusat, telah tiada. Seorang tokoh y ang tidak birokratis, mudah ditemui, dan punya semangat mengagumkan. KINI, tiada lagi cerita wayang di kamar tidur. Pencerita itu, Prof. Padmo Wahyono, S.H., me ninggal dunia Selasa dinihari pekan lalu di RS Mount Elizabeth, Singapura, dalam usia 59 tahun. Semasa hidupnya, hampir setiap malam menjelang tidur, almarhum g emar mendongeng tentang tokoh-tokoh wayang -- sebagai pengantar tidur dan barang kali juga sebagai pelajaran budi pekerti. Istri dan ketiga putrinya asyik menden garkan. "Bapak tidak menonjolkan tokoh favoritnya, juga tidak mengharuskan menir u sifat yang begini atau jangan mencontoh perilaku yang begitu. Beliau hanya ber cerita mengenai tokohtokoh wayang dan sifat-sifatnya. Karakter wayang itu kadang dicocokkan dengan kehidupan nyata. Tapi sehari-hari beliau tak pernah bilang 'h arus' atau memaksakan kehendaknya," kata Vita Oktavianti Adi Erawati, 23 tahun, putri sulungnya, mahasiswi agronomi IPB. Selama ini Wakil Kepala BP-7 Pusat itu diketahui mengidap penyakit diabetes, yang belakangan mengakibatkan menurunnya f ungsi ginjal. Itu sebabnya, selama setahun terakhir ia harus menjalani cuci dara h dua kali seminggu. Sebenarnya, ia sudah pula menjalani operasi cangkok ginjal dengan hasil baik Oktober lalu di Bombay. Namun, pada saat terakhir ia menderita komplikasi liver, infeksi paru, dan malaria. Ada satu hal yang mengagumkan pada diri almarhum. Meski dalam keadaan payah, semangat hidupnya tetap tinggi. Daya pikirnya juga masih kuat. Selama sakit, ia masih sempat menulis makalah atau art ikel mengenai hukum kenegaraan yang ia diktekan kepada ketiga putrinya yang memb antu mengetik bergantian. Ia bahkan sering memperoleh ide tulisan atau ceramahny a dari diskusi dengan putri-putrinya tentang berbagai masalah. Di kala bercengke rama sore-sore, atau saat makan malam, ia suka bercerita ke mana saja seharian. "Sampai pembantu pun tahu kegiatan Bapak," ujar Vita. Mereka juga sering piknik sekeluarga. Bahkan, dahulu, setiap kali ia berdinas ke luar kota, anak-anak -ket ika itu masih kecil -selalu dibawa serta. "Hampir seluruh Indonesia, kecuali Iri an, pernah kami kunjungi," tutur Ny. D. Adiharumanti Harsono, SH, istrinya. Di t engah kesibukannya yang amat ketat, ia memang sangat dekat dengan keluarga. Namu n, itu tak berarti ia memanjakan, melainkan sebaliknya mendidik putri-putrinya s ecara baik. Misalnya, ketika suatu hari Debbie Desianti Adi Budiwati, 21 tahun, bertanya tentang suatu persoalan dalam mata kuliahnya di Jurusan Metalurgi FT UI . Sang ayah segera minta putri keduanya itu mengambil buku pegangannya, lalu mem andunya mencari pemecahan persoalan itu. Di kalangan sejawat dan bawahannya di k antor -bahkan juga di antara rekan semasa masih kuliah -ia dikenal dengan sikapn ya yang kerakyatan, tidak birokratis, sangat mudah ditemui. Punya hobi menyetir mobil sendiri dan berkebun, ia juga pintar ngemong. "Anak-anak kecil dari sepupu jauh juga suka kangen sama Bapak. Begitu juga rekan-rekannya. Mereka bilang Bap ak bisa ngayomi," kata Nyonya Padmo Wahyono. Sebagai ilmuwan, ia sangat produkti f. Ia menulis 10 buku, sedang karya tulis lainnya -karangan untuk media massa at au bahan ceramah -lebih dari 20 buah. Salah satu prestasinya yang menonjol ialah membakukan pola-pola penataran P4 serta mengembangkan dan memasyarakatkan metod e penataran P4 dengan permainan simulasi. Untuk itu, ia dianugerahi Bintang Maha putra Pratama oleh Presiden pada 1989. Sebelumnya, ia dianugerahi Satyalencana D widya Sistha (dari Menhankam, 1981) dan Satyalencana Karya Satya (dari Presiden, 1983). Itu semua karena pengabdiannya yang luar biasa. Hal itu memang tampak da ri berbagai kegiatan dan puluhan jabatan yang disandangnya. Selain dosen FH UI, ia juga mengajar di banyak perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Juga di Akabri, Seskogab, dan Lemhanas. Lebih dari 30 jabatan pernah disandangnya, mulai dari anggota Tim Pengolah Bahan GBHN dan Doktrin Nasional, Ketua Tim RUU Hukum Kependudukan, anggota Tim Penyusun RUU Parpol Golkar, staf ahli Lemhanas, ketua Tim Peningkatan Status Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, sampai anggota Dewan Ke hormatan PWI. Dia pula yang tampil sebagai promotor pada pemberian gelar Doktor HC untuk bekas Wapres Mohammad Hatta. Bagi Prof.Dr. T.O. Ihromi, pribadi almarhu m sangat menarik. Menurut guru besar antropologi hukum FH UI ini Yon -panggilan

akrab almarhum -mempunyai pandangan yang luas. "Waktu saya menulis disertasi men genai perkawinan orang Toraja, ia menyumbangkan saran agar ada penekanan pada hu kum adat Toraja. Menarik, bahwa pakar ilmu hukum negara punya perhatian besar pa da sistem hukum nonformal seperti hukum adat," katanya. Di mata bekas mahasiswan ya, almarhum juga merupakan pribadi yang sangat mengesankan. "Ia sangat sabar da n selalu menghargai pendapat orang lain," ujar Togi Situmorang, S.H. "Itu tampak dalam ujian. Meski jawaban mahasiswanya belum tentu betul, kalau hal itu merupa kan pendapat yang orisinil, pasti diluluskan," tutur staf pengajar ilmu negara F H UI ini, yang pernah menjadi anak didiknya. Togi juga mengagumi semangat hidup dan kerja keras almarhum. Sebelum menjalani pencangkokan ginjal, almarhum menjal ani operasi mata dan satu giginya dicabut. Dengan mata sebelah ditutup dan gigi sakit, ia tetap bertahan mengikuti pendalaman penataran P4 di Universitas Krisna dwipayana. Kata putrinya, Vita, sambil mengacungkan jempol, "Bapak itu semangatn ya begini." Budiman S. Hartoyo dan Nunik Iswardhani Padmo Wahjono: Dekan ke 6 SJ Hanifa: Dekan ke 7

Anda mungkin juga menyukai