Askep Cushing Sindrom
Askep Cushing Sindrom
1.1 Latar Belakang Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut baik berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol berlebih.
kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi. 2.3 Manifestasi Klinis Dapat digolongkan menurut faal hormon korteks adrenal yaitu : cortisol, 17 ketosteroid, aldosteron dan estrogen. 1. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu : a. Obesitas yang sentrifetal dan moon face. b. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan ekimosis. c. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein. d. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan kifosis. e. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi. f. Diabetes melitus. g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia. 2. Gejala hipersekresi 17 ketosteroid : a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ). b. Suara dalam. c. Timbul akne. d. Amenore atau impotensi. e. Pembesaran klitoris. f. Otot-otot bertambah (maskulinisasi) 3. Gejala hipersekresi aldosteron. a. Hipertensi. b. Hipokalemia. c. Hipernatremia. d. Diabetes insipidus nefrogenik. e. Edema (jarang) f. Volume plasma bertambah Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut penyakit Conn atau hiperaldosteronisme primer.
4. Gejala hipersekresi estrogen (jarang) Pada sindrom cushing yang paling karakteristik adalah gejala hipersekresi kortisol, kadang-kadang bercampur gejala-gejala lain. Umumnya mulainya penyakit ini tidak jelas diketahui, gejala pertama ialah penambahan berat badan. Sering disertai gejala psikis sampai psikosis. Penyakit ini hilang timbul, kemudian terjadi kelemahan, mudah infeksi, timbul ulkus peptikum dan mungkin fraktur vertebra. Kematian disebabkan oleh kelemahan umum, penyakit serebrovaskuler (CVD) dan jarang-jarang oleh koma diabetikum. 2.4 Klasifikasi Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis: 1. Tergantung ACTH Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing. 2. Tak tergantung ACTH Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091). 2.5 Komplikasi Krisis Addisonia Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal Patah tulang akibat osteoporosis
2.6 Diagnosis pembanding Diagnosis klinis dapat dibuat bila terdapat tiga atau lebih dari tandatanda dibawah ini :
1. Kelelahan yang hebat dan otot-otot yang kecil 2. Obesitas sentripetal dan penghentian pertumbuhan. 3. Strie yang kemerah-merahan. 4. Ekhimosis tanpa kelainan trombosit. 5. Hipertensi. 6. Osteoporosis. 7. Diabetes melitus. 2.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah netrofil antara 10.000 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm terjadi pada 10 % kasus) dan hipokalemia. 2. Pemeriksaan laboratorik diagnostik. Pemeriksaan kadar kortisol dan overnight dexamethasone suppression test yaitu memberikan 1 mg dexametason pada jam 11 malam, esok harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar ini menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid dalam urin 24 jam (hasil metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam. 3. Tes-tes khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma : a. Urinary deksametasone suppression test. Ukur kadar 17 hidroxi kostikosteroid dalam urin 24 jam, kemudian diberikan dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi kadar 17 hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun, mungkin ada kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2 hari, bila kadar 17 hidroxi kortikosteroid menurun berarti ada supresi-kelainan adrenal itu berupa hiperplasi, bila tidak ada supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma. b. Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan kortisol sampai pada 17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi, kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan naik sampai 2 kali, pada adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17 hidroxikortikosteroid dalam urine.
c. Pengukuran kadar ACTH plasma. d. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar sampai 2 3 kali, pada kasinoma tidak ada kenaikan. 2.8 Penatalaksanaan Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik. a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida. b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis. c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik. d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan. e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide o, pooo yang bisa mensekresikan kortisol (Silvia A. Price ; Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 ) 2.9 Web of Causation Cushing Syndrome Terlampir.
5. B5 (Bowel) Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup. 6. B6 (muskuloskeletal dan integumen) Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus. 3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks tulang. 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh. 3. Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh. 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan, pengurusan masa otot. 5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik. 6. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung. 7. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi dan depresi 3.3 Intervensi 1. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks tulang. Tujuan : menurunkan resiko cidera Kriteria Hasil : Klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur Intervensi : 1. Ciptakan lingkungan yang protektif Rasional : Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak.
2.
Bantu klien ambulasi Rasional : Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut furniture yang tajam.
3.
Kolaborasi dengan tim gizi dengan pemberian diet tinggi protein, kalsium, dan vitamin D Rasional : Meminimalkan penipisan massa otot dan osteoporosis.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh. Tujuan : menurunkan resiko infeksi Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami kenaikan suhu tubuh, kemerahan, nyeri, atau tanda-tanda infeksi dan inflamasi lainnya. Intervensi : 1. Kaji TTV ( TD, Nadi, suhu tubuh dan tanda gejala infeksi lainnya setiap 4 jam) Rasional : untuk mengetahui tanda infeksi sedini mungkin 2. Menjelaskan pada pasien penyebab terjadinya infeksi Rasional : Pasien mengerti dan kooperatif tentang penyebab infeksi 3. Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung Rasional menghindari atau mengurangi kontak sumber infeksi, untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi 3. Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh. Tujuan : Menurunkan resiko terjadinya lesi/ penurunan integritas pada kulit Kriteria Hasil : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit. Intervensi : 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Rasional : menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa. Rasional : mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler. 3. Inspeksi area tergantung edema. Rasional : jaringan edema lebih cenderung rusak/robek. 4. Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau krim. Rasional : lotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit. 5. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar. Rasional : mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit. 6. Kolaborasi dalam pemberian matras busa. Rasional : menurunkan tekanan lama pada jaringan. 4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik. Tujuan : klien dapat menerima situasi dirinya. Kriteria hasil: Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif tentang perubahan penampilan, dan tingkat aktivitas. Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri. Intervensi : 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan. Rasional : mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi. 2. Diskusikan arti perubahan pada pasien. Rasional : beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan control tubuh sendiri. 3. Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang cacat. Rasional : menyampaikan harapan bahwa pasien mampu untuk mangatur situasi dan membantu untuk mempertahankan perasaan harga diri dan tujuan hidup.
10