bab
bab
bab
bab
bab
bab
1.1 : Bukan Party 2.12 Partisipasi Biasa! Interprofesi, 3. 20 Kolaborasi Bukan Utopia Belaka 4. 38 IPE: Kotak ataukah Bulat? 5. 45 Mau Ke Mana Kita?? 6. 55 Few Steps for Big Impacts
hlm.
hlm.
hlm.
hlm.
hlm.
hlm.
1.
Apa yang terpikir pertama kali saat mendengar kata-kata mahasiswa kesehatan? Tahukah teman-teman siapa saja yang termasuk dalam mahasiswa kesehatan?
M
MA HA S IS WA K E S E HA TA N INDONE S I A: K INI DAN NA NTI
ahasiswa kesehatan adalah mahasiswa yang kelak menjalani profesi sebagai tenaga kesehatan, dengan profesionalisme dan kode etik masingmasing profesi. Siapa saja yang termasuk? Ada mahasiswa kedokteran, keperawatan, kedokteran gigi, kebidanan, kesehatan masyarakat, farmasi, gizi, dan lain-lain. Sampai saat ini, jumlah mahasiswa kesehatan di Indonesia terus bertambah, seiring dengan makin banyaknya jumlah institusi pendidikan ilmu kesehatan. Pernah nggak teman-teman bayangkan jika seluruh mahasiswa kesehatan dari berbagai profesi tersebut duduk, merencanakan, dan melaksanakan sesuatu bersama-sama? Tentu akan menjadi suatu hal yang luar biasa bukan?
DEKLARASI MAHASISWA:
Awal dari Sebuah Tujuan Mulia
Berangkat dari mimpi dan tekad untuk bersama-sama memperjuangkan pendidikan profesi kesehatan yang lebih baik, berkumpullah perwakilan mahasiswa dari delapan organisasi mahasiswa ilmu kesehatan sebagai representasi tujuh profesi kesehatan. Organisasi mahasiswa tersebut antara lain Center for Indonesian Medical Students Activities (CIMSA), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Ikatan
Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (ILMIKI), Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI), Ikatan Mahasiswa Kebidanan (IMABI), Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia (ISMAFARSI), Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), dan Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Gizi Indonesia (ILMAGI). Mahasiswa dari ketujuh profesi kesehatan itu atas dukungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui Health Professional Education Quality (HPEQ) Project telah menyatakan Deklarasi Mahasiswa Ilmu Kesehatan Indonesia Tentang Peran Mahasiswa Ilmu Kesehatan Dalam Pendidikan Ilmu Kesehatan pada tanggal 19 November 2010 lalu di Jakarta. Deklarasi ini sekaligus menandai dimulainya berbagai aktivitas yang digalang oleh HPEQ Student (terdiri dari perwakilan kedelapan organisasi mahasiswa di atas). Eitss,, tunggu dulu. HPEQ? Pendidikan tinggi ilmu kesehatan? Peran mahasiswa? Hayo.. teman-teman sudah tahu hal tersebut apa belum? Kalau belum, nggak perlu bingung apalagi sampai kebawa galau. Semuanya sudah pernah dibahas secara jelas dalam buku Mahasiswa Kesehatan Harus Tahu. Buku ini juga merupakan salah satu produk HPEQ Student dan telah terbit pada tahun 2011 lalu tepatnya pada saat 2ndInternational HPEQ Conference di Bali. Seperti judulnya, sebagai mahasiswa kesehatan temanteman harus tahu tentang isi buku ini. Jadi yang belum pernah membaca buku ini, sebaiknya buru-buru baca aja, deh! Jangan sampe temen-temen mati penasaran kalo belum baca buku ini. Hehehe.. Oh ya, buku tersebut tidak bisa teman-teman dapatkan di toko buku, apalagi lewat loper koran. Teman-teman bisa download secara cuma-cuma melalui website www.hpeqstudent. org Nah, kalau teman-teman sudah baca buku tersebut di atas, pasti teman-teman sudah kenal dengan sosok Farrel, Fitri, dan Mischka yang ada dalam buku tersebut? Farrel, Fitri, dan Mischka adalah gambaran mahasiswa yang telah menyadari bahwa sebagai mahasiswa kita punya peran dalam sistem
pendidikan tinggi di Indonesia. Sudah bukan saatnya lagi kita berdiam diri saat kita mendapati pendidikan yang kita jalani saat ini masih belum sesuai dengan apa yang seharusnya kita peroleh. Akan tetapi karena mereka telah tergolong sebagai mahasiswa senior, bisa dibilang kesadaran tersebut sudah hampir terlambat. Untung saja mereka berhasil meneruskan kesadaran ini kepada adik-adik tingkat di bawah mereka Salah satu adik tingkat Farrel yaitu Dude, seorang mahasiswa kedokteran semester 5 dan aktivis organisasi, saat ini sedang giat-giatnya untuk mengajak teman-temannya agar lebih peduli terhadap pendidikan yang saat ini sedang dijalani. Apalagi dapat dikatakan saat ini mahasiswa angkatan Dude lah yang sedang memegang jabatan dalam organisasi. Hal ini Dude benar-benar sadari sehingga inilah kesempatan emas untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada petinggi kampus seperti dekan dan ketua jurusan. Hingga suatu ketika Dude bertemu dengan Nay, mahasiswa dari program studi (prodi) kebidanan semester 3. Meskipun satu fakultas, keduanya jarang bertemu. Ini karena Nay lebih banyak aktif di organisasi internal mahasiswa kebidanan saja sedangkan Dude aktif dalam organisasi multiprofesi seperti BEM fakultasnya. Sebagai mahasiswi yang kuliah dengan beasiswa penuh dari kampusnya, Nay sangat ingin untuk bisa sungguhsungguh kuliah sehingga nantinya dapat menjadi lulusan yang bermanfaat bagi almamater. Itulah mengapa Nay sangat kritis terhadap masalah-masalah akademik seperti cara mengajar dosen, kesesuaian materi kuliah dengan kompetensi yang harus dicapai, dan ketersediaan fasilitas praktikum. Beberapa kali Nay dan teman-teman mencoba membuat forum diskusi dan semacamnya. Namun forum tersebut kurang efektif karena aspirasi hanya sampai ke level ketua prodi saja. Padahal dalam membuat kebijakan, ketua prodi juga harus melibatkan dekanat. Selain Dude dan Nay, ada teman kita Intan, seorang mahasiswa ilmu gizi semester 3. Saat ini Intan sedang asyik
mempelajari lebih dalam tentang pendidikan interprofesi setelah membaca beberapa referensi, termasuk hasil sharing dengan kakak-kakak kelasnya yang mengikuti konferensi HPEQ. Intan menyadari bahwa bidang kelimuannya sangat luas dan dapat berkolaborasi dengan berbagai profesi kesehatan lainnya seperti dokter, perawat, apoteker, bidan, ahli kesehatan masyarakat, dokter gigi, dan lain-lain. Ia merasa sangat bermanfaat bila mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan bisa belajar bersama-sama sehingga mampu memperluas pengetahuan. Sayangnya, Intan masih bingung apa yang harus ia lakukan untuk bisa membantu mewujudkan IPE. Terlebih ia kurang akrab dengan mahasiswa dari prodi lainnya karena tidak ikut dalam organisasi.
ada kenyataannya, mengoptimalkan peran mahasiswa dalam sistem pendidikan ilmu kesehatan tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi mengedipkan mata. Setidaknya hal itu sudah dialami oleh Nay dan Intan. Mereka berdua sudah sadar bahwa peran mahasiswa itu penting, namun terbentur dalam dua hal yang berbeda. Jika Nay terbentur oleh masalah birokrasi kampus, Intan terbentur pada masalah mendasar yaitu bingung cara memulai untuk berperan. Apakah di antara teman-teman ada yang mengalami hal serupa dengan Intan dan Nay? Meskipun banyak kendala dalam upaya kita untuk bisa berperan dalam sistem pendidikan, jangan sampai tekad kita surut. Ingatlah bahwa mahasiswa adalah agen perubahan atau bahasa kerennya agent of change. Kalau bukan kita yang memperjuangkannya pendidikan kita, siapa lagi coba?
MA HA S IS WA K E S E HA T AN I NDONE S IA : K INI DA N NANTI
Salah satu bentuk perjuangan yang telah dilakukan mahasiswa melalui HPEQ Student adalah melakukan kajian mahasiswa dalam hal pendidikan. Kajian ini bukan sembarang kajian lho, karena dilakukan secara nasional mulai dari temanteman kita di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Bali. Dapat dikatakan sampel kajian ini merepresentasikan seluruh mahasiswa kesehatan Indonesia.oleh HPEQ Stu
Sistem pendidikan profesi kesehatan yang baik nantinya akan menghasilkan lulusan berupa tenaga kesehatan yang profesional dan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan masyarakat
Ada dua kajian yang dilakukan oleh HPEQ Student, apa aja? Yang pertama adalah kajian tentang partisipasi mahasiswa dalam sistem pendidikan tinggi ilmu kesehatan. Kajian ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh sih keterlibatan atau partisipasi mahasiswa dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi sistem pendidikan mereka masingmasing. Yang kedua adalah kajian tentang interprofessional education (IPE) atau pendidikan kolaborasi interprofesi. Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana persepsi serta kesiapan mahasiswa serta dosen terhadap IPE yang akhirakhir ini sedang jadi trending topic dalam sistem pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia. Kenapa sih HPEQ student sampai repot-repot bikin kajian? Mendingan juga mikirin skripsi, pendidikan kliniknya atau mungkin ikutan kompetisi karya ilmiah. Jangan skeptis dulu, guys! Hasil dari kajian ini diharapkan bisa membuka wawasan teman-teman semua tentang bagaimana pendapat, persepsi, atau sikap mahasiswa tentang partisipasi dan kolaborasi. Kira-kira bagaimana pendapat,
10
persepsi, dan sikap teman-teman sendiri tentang kedua hal tersebut? Dari hasil kajian tersebut kita juga bisa merencanakan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk semakin meningkatkan kualitas pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia. Kajian semacam inilah yang dapat membatu para mahasiswa termasuk Dude, Nay, dan Intan dalam mengoptimalkan peran mereka.
Hmm, sudah siap untuk tahu apa kata mahasiswa kesehatan Indonesia tentang partisipasi dalam dunia pendidikan dan pendidikan kolaborasi interprofesi? Dude, Nay, dan Intan sudah nggak sabar lho buat tahu tentang kedua kajian tersebut. Kita jangan sampai kalah, dong! Langsung saja yuk kita kupas tuntas hasil dari kedua kajian tersebut. Selamat membaca!
11
MA HA SI S WA KE S E HA T AN I NDONE S IA : K INI DA N NA NT I
atu hal yang perlu kita sadari bersama bahwa upaya yang kita lakukan saat ini mungkin tidak langsung memberi dampak nyata dalam waktu singkat. Butuh proses hingga pada akhirnya mahasiswa kesehatan dapat benar-benar mampu berperan penuh dalam mendukung sistem pendidikan ilmu kesehatan. Anggap saja saat ini kita tengah melakukan suatu investasi untuk kebaikan pendidikan adik-adik kita mahasiswa kesehatan di waktu mendatang. Ibaratnya jika tidak bisa terwujud pada mahasiswa kini, hal tersebut harus terwujud pada mahasiswa kesehatan nanti. Setuju tidak?
2.
endengar kata party, nggak peduli itu birthday party, wedding party, atau farewell party, pasti yang terbayang di pikiran kita adalah sebuah acara di mana semua orang bersemangat untuk ambil bagian, bertemu dengan banyak orang, makan bareng, dan semua pulang dengan hati senang (apalagi anak kost, party berarti jatah uang makan hari itu bisa diamankan, lumayan.. ^^). Ada yang masih inget nggak, jaman kecil dulu, setiap kali ada temen atau tetangga yang mengadakanpesta ulang tahun, ada sebuah kalimat yang nggak pernah absen di kartu undangan. Tiada kesan tanpa kehadiranmu,. Kalimat ini bukan sekedar format wajib untuk bikin kartu undangan, tapi thats the point! Coba bayangkan, apa sih artinya sebuah party di gedung mewah dengan makanan yang enak tapi cuma 2 orang yang hadir dan itupun yang seorang sahabat si tuan rumah dan yang seorang lagi terpaksa datang karena jatah uang bulanannya udah habis? Itu juga yang kurang lebih akan dibahas banyak dalam bagian tentang partisipasi ini, lebih spesifiknya tentang partisipasi mahasiswa kesehatan dalam tata kelola sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Kalau dilihat dari skalanya, ibarat sebuah pesta, ini party tingkat nasional, lho! (Bilang wow yuuk..!). Emang sih, di sini acaranya bukan makanmakan, menyanyi, menari, apalagi dugem, tapi percaya deh, apa yang kita lakukan saat kita berpartisipasi dalam tata kelola sistem pendidikan adalah investasi yang jelas manfaatnya untuk masa depan, supaya nantinya produk dari sistem pendidikan yang tercetak pun berstatus high quality. Nah, untuk partisipasi yang satu ini, kalimat tiada kesan tanpa kehadiranmu berlaku mutlak dan nggak bisa diganggu gugat. So, why dont be a part of this party?
13
P ARTIS I PA S I: B UK AN PARTY BI A S A !
14
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ayat 8, mahasiswa dinyatakan berhak berperan serta atau berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
15
P ARTIS I PA S I: B UK AN PARTY BI A S A !
maupun yang tidak. Yang pasti, data ini ingin kami gunakan untuk menggugah hati setiap mahasiswa pendidikan kesehatan di Indonesia untuk aktif berpartisipasi di dalam sistem pendidikan. Walaupun yang namanya iri itu dosa, tapi dalam hal partisipasi, kita patut iri kepada negara-negara di Eropa yang sukses menempatkan mahasiswa sebagai sumber masukan untuk penentuan berbagai kebijakan terkait sistem pendidikan di sana (plok! plok! plok!).
Sejauh mana teman-teman mengetahui bahwa ada peraturan di tingkat nasional dan institusi yang mengatur keterlibatan mahasiswa? Sebesar 56% dari seluruh responden yang ikut serta dalam penelitian ini mengaku tahu bahwa di tingkat nasional telah ada peraturan yang memposisikan mahasiswa untuk bisa terlibat di dalam sistem pendidikan. Untuk peraturan yang dimaksud, mungkin teman-teman sudah membaca pada bagian saya berpartisipasi karena saya mempunyai bargaining power. Buat yang udah tahu, kami ucapkan selamat karena teman-teman berarti sudah paham akan posisi teman-teman di jagat pendidikan di negara kita ini. Setidaknya bisa dikatakan bahwa apa yang teman-teman pahami sudah sama dengan pemahaman Dude, Nay, dan Intan bahwa sebagai mahasiswa kita perlu berperan dalam sistem pendidikan kita. Nah, buat yang belum tahu, kami juga mengucapkan selamat karena jika teman-teman sudah sampai di bagian ini, apalagi sudah membaca serial pertama dari buku ini yaitu buku Mahasiswa Kesehatan Harus Tahu, berarti sekarang teman-teman menjadi tahu bahwa kita punya tempat loh untuk ambil bagian dalam sistem pendidikan, baik itu di tingkat institusi maupun di tingkat nasional. Jadi jangan takut untuk berpartisipasi, ini bukan pelanggaran hukum seperti halnya maling ayam apalagi korupsi.
16
17
aspirasi yang efektif, efisien, dan intelek. Bagaimana kah caranya? Keep on reading this book and figure it out! Sikap demikian inilah yang seharusnya Dude lakukan. Sebagai salah satu aktivis di organisasi kampus, langkah Dude untuk mengajak teman-temannya kritis terhadap masalah pendidikan sudah benar. Tapi apa gunanya kalo teman-teman Dude hanya kritis saja tapi tidak ditampung dan disalurkan aspirasinya? Di sini keberhasilan temen-teman dalam berpartisipasi juga nggak lepas dari cara berkomunikasi yang baik. Dari hasil penelitian ini, 97% responden menyatakan sudah ada komunikasi antara pihak mahasiswa dengan pihak institusi, baik melalui buku panduan, publikasi via website atau media lainnya, diskusi terbuka, dan lain-lain. 42% teman-teman yang menjadi responden menyatakan kualitas komunikasi antara mahasiswa dan pihak institusi cukup baik. Nah, pe-er kita nih, buat menjadikan yang sudah cukup baik ini menjadi komunikasi yang kualitasnya sssuperrr sekaliiii... Kualitas komunikasi yang bagus akan memudahkan kedua belah pihak yang berkomunikasi untuk saling menyampaikan pendapat and finally, tujuan dari komunikasi itu sendiri lebih besar kemungkinannya buat bisa tercapai, deh! Lalu bagaimana dengan Nay? Bukannya ia dan temantemannya sudah cukup baik dengan menampung aspirasi dan mengadakan forum diskusi dengan petinggi di jurusannya? Yap, apa yang Nay lakukan sebenarnya sudah baik. Akan tetapi kita tahu bahwa tidak mudah untuk mewujudkan aspirasi mahasiswa menjadi suatu kebijakan. Butuh proses yang harus dilalui, dan sekarang Nay sedang mengalami proses tersebut. Jangan pernah menyerah ya, Nay!! Termasuk buat temanteman lain yang mengalami nasib serupa dengan Nay.
P A RT IS I PA SI : B UKA N PARTY BI AS A!
18
Im not a student representative, so I can do nothing. Eits, thats a big NO guys! Teman-teman yang diwakili juga harus ikut berpartisipasi. Hal inilah yang harusnya dilakukan oleh Intan. Gimana caranya untuk bisa ikutan berpartisipasi? Bisa dengan menyalurkan ide, terlibat dalam survey atau pembuatan report yang mendukung ide temanteman, dan jangan lupa juga melengkapi usaha teman-teman dengan doa. Trust me, it works!
19
3.
ertama-tama mau tanya dulu nih sama temen-temen semuanya, siapa yang belum pernah sekalipun pergi ke rumah sakit? Pasti semua sudah pernah kan ya, apalagi kita sebagai mahasiswa ilmu kesehatan. Apa kata dunia kalo kita belum pernah pergi ke rumah sakit? Di rumah sakit, kita bisa lihat ada banyak sekali tenaga kesehatan yang bekerja. Ya mungkin yang sering kita lihat adalah dokter dan perawat karena berinteraksi langsung dengan pasien atau keluarga pasien. Selain mereka, masih banyak lagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Nggak cuma di rumah sakit saja tapi juga di klinik,puskesmas, dan lain-lain. Pernah nggak terpikir oleh teman-teman, bagaimana para tenaga kesehatan tersebut bekerjasama? Sering nggak ya mereka bertengkar, berselisih pendapat, atau berebut peran? Padahal kan seharusnya mereka berbagi peran sesuai dengan kompetensi profesi mereka masing-masing. Bener nggak? KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA Apalagi kita sama-sama tahu bahwa saat ini tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin meningkat. Masyarakat udah jengah dengan berbagai malpraktik atau kesewenangan yang terjadi dalam pelayanan kesehatan. Problem kesehatan dan tantangan yang dihadapi pun semakin kompleks sehingga butuh penyelesaian yang melibatkan lebih dari satu profesi. Misalnya aja nih, sekarang muncul penyakit-penyakit baru dan jenis-jenis terapi baru yang tidak mungkin bisa ditangani oleh satu profesi seorang diri.
21
22
Konsep pendidikan seperti IPE ini sudah banyak dilakukan di negara-negara lainnya dengan hasil yang positif. Bagaimana dengan di Indonesia? IPE memang masih merupakan barang baru yang sejak tahun 2010 lalu tengah banyak diteliti di level institusi. Emang IPE itu gimana sih bentuknya? Apa bedanya dengan kuliah yang sehari-hari sudah kita jalani sekarang? Saya yang ketinggalan jaman atau dunia yang berkembang terlalu pesat? Masih adakah teman-teman yang belum kenal dengan IPE? Ah masa teman-teman kalah sama Intan yang udah tahu bahkan sampai tertarik mendalami informasi tentang IPE. Semuanya sudah pernah dibahas lho dalam buku Mahasiswa Kesehatan Harus Tahu. Buat yang belum baca, buruan baca aja deh ya!
Tujuan besar dari kajian ini adalah mendukung upaya perwujudan IPE sebagai kurikulum dalam pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia. Harapannya adalah seluruh institusi pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia nantinya bisa melaksanakan IPE dalam tataran akademik sesuai dengan aspirasi dan kondisi mahasiswa maupun tenaga pengajar.
23
Terkait dengan IPE ini, HPEQ Student telah melakukan sebuah kajian mengenai persepsi dan kesiapan mahasiswa ilmu kesehatan di Indonesia terhadap IPE. Selain itu, dalam kajian ini juga dibahas mengenai bagaimana sih pendapat teman-teman mahasiswa mengenai metode pembelajaran IPE yang sebaiknya dilakukan jika pada akhirnya diterapkan di Indonesia. Tidak hanya dari sisi mahasiswa saja lho, tapi juga dari sisi pengajar alias dosen.
Sampel dan pengambilan data Subjek kajian IPE ini adalah mahasiswa dan dosen pendidik ilmu kesehatan yang berasal dari 7 program studi, yaitu ilmu keperawatan, ilmu gizi, pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, kebidanan, kesehatan masyarakat,
24
dan farmasi di Indonesia. Untuk dosen yang menjadi terlibat dalam penelitian ini adalah dosen pendidik dari 7 profesi yang memegang jabatan pengaturan akademik di institusinya. Sama halnya dengan mahasiswa, pemilihan informan dosen dipilih secara acak. Eits, bukan dosennya lho yang kita acak melainkan insitusi pendidikannya.
Kajian kuantitatif
Untuk kajian IPE dengan pendekatan kuantitatif, wilayah Indonesia yang begitu luasnya kita bagi menjadi tiga kluster wilayah yaitu Sumatera, Jawa-Bali, dan Kalimantan-Sulawesi. Dari ketiga wilayah itu kita lakukan pemilihan institusi pendidikan tinggi kesehatan secara acak yang bahasa kerennya random sampling. Jadi, jangan sedih ya, kalau kampus teman-teman kemarin belum terpilih, karena pemilihan acak ini dengan menggunakan komputer, bukan dengan cara pilih kasih, berdasarkan luas wilayah kampus, atau berdasarkan seberapa keren mahasiswa yang menghuni di dalamnya. Hehehe... Dari institusi yang sudah terpilih ini, mahasiswa yang sudah memenuhi kriteria penelitian ini diminta untuk mengisi kuesioner penelitian. Setelah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan jaringan mahasiswa kesehatan yang luar biasa hebatnya, terkumpullah kuesioner penelitian yang terisi sebanyak 5590 dari tujuh profesi. Wow, banyak juga ya! Ya, namanya juga penelitian berskala nasional dan yang mengerjakan adalah mahasiswa. Jadi percaya deh, kalo mahasiswa juga bisa bikin penelitian keren.
Kajian kualitatif
Setelah pengumpulan data lewat kuesioner berhasil,
25
proses penelitian nggak berhenti di situ aja. Pengambilan data dengan pendekatan kualitatif dilakukan untuk menggali lebih dalam fenomena pendidikan interprofesi pada mahasiswa dan dosen. Teknik penelitian yang dilakukan adalah dengan FGD atau Focused Group Discussion. FGD ini dilakukan di tiga tempat, yaitu Yogyakarta dan Makassar untuk mahasiswa dan Surabaya untuk dosen.
H a si l kaji an
1. Karakteristik responden Dilihat dari profesinya, responden kajian ini adalah sebagai berikut
967
Kita lihat bahwa mayoritas adalah mahasiswa kedokteran, diikuti mahasiswa keperawatan, farmasi, kesehatan masyarakat, kedokteran gigi, kebidanan, dan
26
terakhir gizi. Bagaimana dengan pengalaman organisasi kemahasiswaan? Terdapat 3432 orang responden (61%) yang mengaku memiliki pengalaman organisasi, sedangkan sisanya sebesar 2158 orang (39%) mengaku tidak memiliki pengalaman organisasi. Mengingat pengalaman organisasi ini menjadi salah satu hal yang diperhatikan dalam kajian, peneliti membaginya menjadi dua golongan yaitu organisasi monodisiplin dan organisasi multidisiplin. Organisasi monodisiplin adalah organisasi yang anggotanya hanya berasal dari satu disiplin ilmu/satu jurusan, misalnya himpunan mahasiswa gizi atau kelompok studi mahasiswa farmasi, dan sebagainya. Seperti contohnya Nay yang hanya aktif di organisasi profesi kebidanannya saja. Sedangkan organisasi multidisiplin adalah organisasi yang anggotanya berasal dari berbagai disiplin ilmu/jurusan, misalnya BEM, majalah kampus, kelompok sosial lintas jurusan, dan sebagainya. Seperti contohnya Dude yang aktif di BEM fakultasnya yang anggotanya terdiri dari mahasiswa berbagai profesi 2. Hasil Kajian kuantitatif KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA Karena teman-teman yang diminta mengisi kuesioner adalah seluruh mahasiswa tingkat akhir, maka dihitunglah tingkat responbisa dibilang tingkat keterlibatan mahasiswa dalam mengisi kuesionerdengan cara membuat persentase antara jumlah kuesioner yang terisi dengan jumlah mahasiswa tingkat akhir yang menjadi sasaran kajian ini. Secara keseluruhan, tingkat respon penelitian ini sebesar 64,25%. Kalau kita analisis di tiap kota dan program studinya, maka kota Solo (96,1%) dan farmasi lah (75,96) yang tingkat responnya paling tinggi. Yey!! Selamat... prok... prok... prok... Buat teman-teman yang kota dan prodi nya (program studi) belum mencapai tingkat respon tertinggi, jangan kecewa dulu. Kita masih punya
27
Individu dalam profesi saya dapat menunjukkan otonomi dengan baik KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA Individu dalam profesi saya dapat bekerja sama dengan profesi lain Individu dalam profesi saya bergantung pada pekerjaan orang-orang di profesi lain Individu dalam profesi saya berusaha untuk memahami kemampuan dan kontribusi dari profesi lain Individu dalam profesi saya bekerja dengan baik bersama dengan profesi lain
28
Dan ada 1 jawaban pernyataan yang mendekati tidak setuju, yaitu: Individu dalam profesi saya mempunyai status yang lebih tinggi daripada individu profesi lain Dari jawaban di atas, bisa dilihat kan, kalau mahasiswa kesehatan Indonesia sangat percaya diri dengan kompetensi dan otonomi profesinya, merasa bahwa profesinya membutuhkan kerjasama dengan profesi lain, serta menunjukkan pemahaman yang baik terhadap profesi lain. Mahasiswa kesehatan Indonesia juga tidak merasa profesinya lebih tinggi atau lebih penting daripada profesi lainnya. Dalam kolaborasi tenaga kesehatan, sangat penting bagi setiap individu untuk percaya diri bahwa dirinya memiliki kemampuan yang cukup dalam hal kompetensi dan otonomi untuk dapat bekerjasama dengan profesi kesehatan lain. Sebenarnya dalam kolaborasi, kita tidak meluluatau 100%bekerja bersama profesi kesehatan lain. Kenapa begitu? Kolaborasi hanya dibutuhkan jika suatu masalah pasien tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan pendekatan satu disiplin ilmu, sehingga membutuhkan pendekatan disiplin ilmu lain untuk memecahkannya. KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA Dalam berkolaborasi pun kita juga tetap harus menunjukkan karakteristik dari keilmuan masing-masing profesi. Jadi, identitas profesi sangat dibutuhkan untuk bekerja secara mandiri maupun kolaborasi. Dengan kolaborasi ini, kita tidak boleh menjadi kehilangan identitas profesi kita, lalu lama kelamaan malah melakukan pekerjaan yang bukan menjadi wewenang profesinya. Wah, kalau sudah begitu yang terjadi, maka kekacauan pun tidak dapat terhindarkan lagi. Nggak mau kan?Makannya, selain belajar untuk berkolaborasi, perdalam juga keilmuan teman-teman sesuai dengan bidangnya masing-masing.
29
eperti yang tadi disebutkan di atas, ada situasi kapan kita perlu kerja sendiri, kapan kita perlu kolaborasi. Untuk memutuskan perlu tidaknya kita untuk berkolaborasi diperlukan keahlian yang khusus. Oh ya? Oooh,, tentu. Keahlian apakah itu? 1. Keahlian untuk menimbulkan rasa membutuhkan kerjasama dengan profesi lain. Eits, tidak mudah lho menumbuhkan rasa membutuhkan terhadap profesi lain seperti ini. Kemampuan seperti ini biasanya tertutupi dengan ego profesi yang merasa bahwa profesinya paling WOW, paling bisa mengatasi semua masalah tanpa masalah, paling hebat dibanding profesi lainnya. Apakah ego ini bener? Oh, tentu tidak. Sebanyak 5590 mahasiswa kesehatan Indonesia saja bilangtidak setujukalau profesinya memiliki status yang lebih tinggi daripada profesi kesehatan lainnya (Alhamdulillah yah, sesuatu). 2. Keahlian untuk memahami tugasatau perandan wewenang masing-masing profesi kesehatan. Jelas dong, kita harus tahu mau minta tolong apa dan kepada siapa kita mengadukan masalah pasien kita. Nggak mungkin dong teman-teman tanya tentang masalah gigi geraham salah tumbuh ke mahasiswa bidan, atau mengatasi penyakit menular ke apoteker? So, nggak hanya apal di luar kepala tugas profesi kita sendiri, kita juga harus tahu dengan baik apa tugas dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, kesehatan masyarakat dan ahli gizi yang SE-SUNG-GUH-NYA. Jadi, bisa kita simpulkan bersama nih bahwa mahasiswa kesehatan Indonesia dalam kajian ini menunjukkan nilai persepsi yang baik terhadap IPE. Iyyeeeyyy!!!! Mungkin Intan termasuk salah satu diantara mahasiswa yang persepsi terhadap IPEnya sudah baik karena udah yakin kalo IPE bisa
30
memberikan manfaat buat pendidikannya. Ayo, jangan kalah sama Intan ya! Eits, meskipun mayoritas persepsinya udah baik, jangan senang dulu. Setelah kita tahu bahwa mahasiswa kesehatan Indonesia terbuka pikirannya untuk IPE, sekarang kita lihat lagi SIAP nggak sih mereka untuk belajar bersama untuk berkolaborasi?
31
ke atas dan sudah mendapat kuliah metodologi penelitian, monggo diingat-ingat dan dibuka lagi apa itu pertanyaan favorable dan unfavorable). Bagaimana sih pernyataan dari kuesioner tersebut sampai mahasiswa Indonesia menjawab sangat setuju? Berikut kita jabarkan beberapa pernyataan yang menarik: Belajar dengan mahasiswa profesi kesehatan lain akan membantu saya menjadi anggota tim pelayanan kesehatan yang lebih baik Akan sangat bermanfaat bagi pasien jika mahasiswa profesi kesehatan bekerja bersamasama untuk menyelesaikan permasalahan pasien Belajar bersama profesi lain akan membantu saya mengetahui kekurangan pada diri sendiri Saya harus memperoleh pengetahuan dan kemampuan yang lebih dari pada mahasiswa profesi lain Sementara untuk jawaban tidak setuju muncul pada pernyataan: Saya tidak mau membuang-buang waktu saya untuk belajar bersama dengan mahasiswa profesi kesehatan lain Kemampuan penyelesaian masalah klinik hanya dapat dipelajari bersama mahasiswa yang berasal dari jurusan yang sama saja Saya tidak yakin terhadap peran dan tanggung jawab saya sebagai profesi kesehatan kelak
Dari jawaban teman-teman mahasiswa Indonesia, kita bisa tahu pendapat mereka bahwa mereka menyadari pentingnya belajar untuk berkolaborasi. Mahasiswa Indonesia sudah menyadari bahwa tujuan akhir dari kolaborasi adalah
32
untuk kebaikan pasien sendiri. Memangnya untuk siapa sih nantinya kita bekerja kalau bukan untuk pasien? Mahasiswa Indonesia juga menyadari bahwa dengan kolaborasi dapat membantu mereka dalam mengetahui kekurangan diri, sehingga dapat berlapang dada menerima keberadaan profesi kesehatan lain untuk menutupi kekurangan dirinya dan bagian ilmunya yang belum dapat menutup semua lubang permasalahan pasien. Dan yang terakhir, mahasiswa kesehatan nggak mau ketinggalan nih dalam urusan menjadi pintar dan kompeten. Seperti kata pepatah, Berlomalombalah dalam kebaikan, nah menjadi pintar adalah salah satu kebaikan, bukan? Mungkin sudah banyak orang yang tahu bahwa kolaborasi baik adanya, dan bertujuan akhir pada peningkatan pelayanan pasien. Tapi ternyata pemahanan tersebut belum cukup membuat iklim kerja kolaborasi antar profesi terbangun dengan baik. Tentunya hal ini terjadi karena mereka-mereka yang kesulitan berkolaborasi belum pernah belajar tentang kolaborasi saat masih kuliah dulu. Jadi, sederhananya, melalui IPE lah kita belajar menjadi profesi kesehatan yang memiliki kompetensi kolaborasi yang baik. Sama seperti halnya persepsi terhadap IPE, kesiapan mahasiswa terhadap IPE menunjukkan hasil yang baik. Jadi bisa dibilang mahasiswa Indonesia sudah siap menerima perkuliahan interprofesi.
Perbandingan persepsi dan kesiapan terhadap IPE pada tiap-tiap kelompok uji
Setelah kita semua tahu bahwa mahasiswa kesehatan Indonesia dari 15 kota tempat pengambilan data ternyata memiliki persepsi dan kesiapan yang baik, sekarang saatnya kita mencari tahu siapa yang terbaik dari yang sudah baik-baik ini.
33
Masih ingat kan kalau kota Solo dan Prodi Farmasi meraih peringkat sebagai kelompok dengan tingkat respon terbaik, sekarang kita akan mulai bandingkan Prodi mana sih yang menunjukkan nilai persepsi dan kesiapan yang terbaik.
82 80 78 76 74 72 70 68
Kedokteran Kedokteran Gigi Ilmu Keperawatan Kebidanan Farmasi Iilmu Gizi Kes Masyarakat
Persepsi
KOLABORASI INTERPROFESI, BUKAN UTOPIA BELAKA
Indonesia terhadap IPE
Kesiapan
Dari gambar grafik di atas, kita bisa lihat kelompok Prodi Farmasi memiliki nilai tertinggi pada persepsi dan kesiapan terhadap IPE. Prodi Kesehatan Masyarakarat menunjukkan nilai yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan 6 prodi lainnya pada bagian persepsi. Sedangkan Prodi Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat menunjukkan nilai kesiapan yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan 5 prodi lainnya. Berdasarkan peringkat, kali ini farmasi kembali menjadi juara. Selamat ya buat teman-teman dari prodi farmasi. Tapi untuk teman-teman yang lain jangan berkecil hati. Hasil ini dibuat bukan untuk menentukan siapa yang terbaik dari siapa,
34
melainkan untuk membuat kita semua sebagai mahasiswa memperbaiki diri untuk menjadi profesi kesehatan yang lebih baik lagi. Tentunya nilai persepsi dan kesiapan terhadap IPE di atas dapat berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk, tergantung bagaimana pola pikir teman-teman terhadap pembelajaran bersama ini. Untuk mendongkrak nilai-nilai di atas, kita bisa mulai nih untuk berkolaborasi dengan teman-teman prodi lain. Bagaimana caranya? Pingin tahu? Tapi jangan buru-buru, secara perlahan penjelasan ini tentunya akan kita jabarkan. Sekali lagi, analisis lebih mendalam juga dilakukan. Kali ini analisis dilakukan berdasarkan pengalaman organisasi mahasiswa. Siapa sih orangnya yang nggak tahu apa itu organisasi mahasiswa? Yap, itulah tempat bagi mahasiswa berkarya dan mengembangkan diri dan bakatnya selain dari bangku perkuliahan.
74.1
organisasi
73.9
73.7
organisasi uniprofesi
73.5
73.3
73.1
Grafik 2. Perbandingan nilai persepsi tehadap IPE berdasarkan pengalaman organisasi mahasiswa
35
Grafik 3. Perbandingan nilai kesiapan tehadap IPE berdasarkan pengalaman organisasi mahasiswa
Dilihat dari grafik di atas, kita sudah bisa memahami bahwa mahasiswa yang memiliki pengalaman organisasi (apa pun organisasinya) nilai persepsi dan kesiapannya jauh lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang kerjaannya kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang). Hehehe,,, tidak bermaksud mengecilkan teman-teman yang sangat rajin kuliah lho. Itu baru pengalaman organisasi saja lho. Organisasi yang dimaksud bisa jadi anggota dan pengurusnya terdiri dari program studi yang sama maupun lintas program studi. Hasil dari batang grafik kedua, lebih menarik lagi untuk dibahas. Dari 3432 mahasiswa yang mengaku punya pengalaman organisasi, diberikan pertanyaan lagi Apakah organisasi yang Anda ikuti melibatkan kerjasama dengan program studi pendidikan tinggi ilmu kesehatan lain?, yang menjawab memiliki pengalaman organisasi multiprofesi menunjukkan nilai dan kesiapan jauh lebih baik lagi. Bicara tentang kolaborasi, kita juga membicarakan
36
kemampuan manusia dalam berhubungan dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dan dalam kegiatan organisasi pula mahasiswa belajar bagaimana caranya berdiskusi dan berkomunikasi yang baik dengan orang lain hingga menyelesaikan permasalahan dalam organisasi. Jadi nggak heran deh jika teman-teman yang punya pengalaman organisasi nilai persepsi dan kesiapan terhadap IPE nya lebih baik.
37
4.
ntan sudah membaca dan memahami buku Mahasiswa Kesehatan Harus Tahu.Dari beberapa bagian dalam buku, Intan sangat tertarik pada bagian INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE): TIDAK LAGI LO, GUE, END! yang menjabarkan tentang pendidikan kolaborasi interprofesi. Ia sudah memahami IPE dari segi teori dan menganggap IPE merupakan suatu hal baik sehingga perlu untuk dikembangkan. Intan pun menyadari, untuk memulai sesuatu dalam bidang pendidikan tidak harus berawal dari dekan atau dosendosennya. Intan ingin memulai IPE dari hal yang kecil, namun ia sendiri merasa belum memahami bagaimana bentuk IPE yang sebenarnya. Kali ini, HPEQ student berusaha memberikan jawaban untuk mengatasi kegalauan Intan tersebut.
39
Kolaborasi itu kayak semacam kerjasama, maksudnya mereka dalam satu tim yang saling melengkapi. Ini kan di sini kalau di bidang kesehatan tujuannya bagaimana kita ee..ke masyarakat itu bagaimana untuk memberikan pelayanan yang terbaik (mahasiswa makassar)
Pengertian kolaborasi sendiri menurut Barr (2005) adalah sutau hubungan yang berkelanjutan dan sering antara orang dengan latar belakang berbeda, bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah atau memberikan pelayanan. Jadi bisa dibilang nih kalau pemahaman kolaborasi mahasiswa dan dosen pendidik sudah sesuai dengan teori kolaborasi, yaitu suatu bentuk kerja sama untuk saling melengkapi dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Oke, sampai di sini Intan sudah sangat paham tentang kolaborasi. Tapi pada prakteknya di fasilitas pelayanan kesehatan yang pernah Intan datangi, ternyata bentuk kolaborasi tenaga kesehatan belum berjalan dengan baik. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa kolaborasi dapat dipelajari, yaitu melalui IPE. Lalu, bagaimana pengertian IPE sendiri menurut mahasiswa dan dosen Indonesia?
40
Dosen istilah baru kolaborasi antar profesi kuliah bersama dengan profesi kesehatan lain Pendapat Tentang tIPE terdiri dari beberapa profesi kesehatan saling mendukung dan menghargai profesi kesehatan pemecahan masalah bersama
Mahasiswa istilah baru kolaborasi antar profesi kuliah bersama dengan profesi kesehatan lain terdiri dari beberapa profesi kesehatan saling mendukung dan menghargai profesi kesehatan mencapai tujuan pelayanan yang berkualitas memahami profesi lain
Dengan mudahnya kita dapat memahami pendapat mahasiswa dan dosen tentang IPE dilihat dari tabel di atas. Bagi informan FGD, IPE masih menjadi suatu hal ataupun istilah baru. Namun secara umum, pemahaman IPE mereka sudah sudah senada dengan pengertian yang dijabarkan oleh pakar-pakar IPE di dunia.
CAIPE, 2002
With, from, dan about menjadi tiga frase kata utama yang dijabarkan oleh CAIPE. Jadi, pembelajaran dalam IPE tidak hanya mengikuti kuliah bersama (with) untuk mendengarkan satu materi kuliah yang sama. Dalam perkuliahan setiap mahasiswa juga belajar tentang profesi yang berbeda dari
41
Interprofessional Education occurs when two or more professions learn with, from and about each other to improve collaboration and the quality of care
mahasiswa profesi yang berbeda (from dan about). Oooh,, jadi IPE tidak sesederhana itu ya? Sampai di sini Intan menjadi semakin bingung. Mungkin penjabaran dari hasil FGD ini dapat menjawab kebingungan Intan ini.
42
University of Queensland telah mengaplikasikan IPE dalam kurikulum pendidikan mereka, khususnya pada jurusan ilmu kesehatan. Bahkan sudah terdapat departemen khusus di bagian pendidikan fakultas yang mengelola IPE secara tersendiri yang mengelola dan melakukan managemen trerhadap pelaksanaan IPE. IPE dapat dilakukan di tatanan komunitas, penelitian dan saat pendidikan klinik profesi. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah dengan ceramah dan diskusi di kelas, fieldtrip untuk memperdalam pengetahuan mereka dan melakukan diskusi kelompok dengan topik-topik pembelajaran tertentu
Bisa apa saya setelah melalui proses I-P-E? Apa untungnya buat saya?
Orang super duper perhitungan yang nggak mau rugi biasanya akan bertanya Apa untungnya buat saya?Kelebihan apa yang akan saya dapatkan setelah melalui proses pembelajaran kolaborasi interprofesi? Apa saya akan menjadi pintar? Hmmm,, baiklah... Sebenarnya, nggak ada salahnya lho jika dalam benak teman-teman berkecamuk banyak pertanyaan seperti di atas. Justru pemikiran itulah yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Dengan mengetahui tujuan serta peningkatan keahlian yang akan kita capai nanti, boleh jadi kita menjadi semakin semangat untuk meraihnya. Tujuan akhir itulah yang disebut dengan kompetensi. Proses pembelajaran IPE juga ada kompetensi akhir yang harus dicapai oleh peserta didiknya, sama halnya dengan kuliah anatomi dimana kompetensinya harus paham musculus ataupun osteum tertentu letaknya dimana.
43
Menurut dosen dan mahasiswa kesehatan Indonesia, kompetensi IPE itu ada banyaakkk, di antaraya:
Mengetahui peran/kompetensi masing2 profesi Pengetahuan Mengetahui tugas dan wewenang tiap profesi Memiliki keahlian masing-masing Komunikasi yang efektif Keterampilan Dinamika kelompok Skills organisasi/leadership Mengerti ilmu sosial/mampu bersosialisasi Menghargai dan menjunjung tinggi etika Sikap Menghilangkan sifat atau perasaan superior terhadap profesi tertentu Percaya diri akan profesinya masing-masing Kerjasama Teamwork Kolaborasi antar profesi Rasa saling membutuhkan
Sumber Data Primer
Perkembangan IPE sangat membutuhkan sikap dan keinginan dari mahasiswa untuk bekerja sama. Teamwork dalam kolaborasi merupakan bekerja dalam tim interprofesional baik lintas program, lembaga, disiplin ilmu ataupun tatanan masyarakat dalam mencapai visi dan tujuan bersama (Barnsteiner et al,2007)
44
5.
au kemana kita?? Tenang saja, kita tidak sedang bermain susur jejak atau bahkan jurit malam. Pertanyaan tadi ditujukan kepada kita semua setelah membaca dan memahami kedua kajian yang telah dibuat oleh HPEQ Student di atas. Saat ini kita yakin pasti telah banyak hal yang berkeliaran di pikiran teman-teman mengenai hasil kajian tersebut. Kata orang jawanya Njuk ngopo?*)Atau ada yang malah jadi bingung? Daripada bingung-bingung, lebih baik kita bahas bersama kira-kira apa saja yang bisa kita lakukan untuk menanggapi kedua hasil kajian di atas.
46
Ada pula institusi yang memungkinkan perwakilan mahasiswa untuk terlibat tetapi tindak lanjut dari keterlibatan itu juga kurang. Di sini yang dimaksud dengan belum ditindak lanjuti adalah belum atau tidak diterimanya usulan perwakilan tersebut. Misalnya kasus yang dalami oleh Nay dimana aspirasi yang ia ajukan tidak jelas kelanjutannya. Eits, jangan buru-buru berpikir kalau ini berarti ada atau
*)Dalam bahasan Indonesia Njuk ngopo?diartikan sebagai Lalu bagaimana? bahkan lebih tepatnya Terus kenapa?
47
Data yang didapatkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan perwakilan mahasiswa mulai dari bagian perencanaan sampai dengan evaluasi sistem pendidikan dapat dikatakan masih kurang. Contohnya teman-teman Dude dalam cerita di atas dimana Dude sampai harus rajin-rajin mengajak teman-temannnya untuk ikut berpartisipasi meskipun hanya sekedar menyumbangkan pemikiran/masukan.
nggak-nya keterlibatan mahasiswa itu berbeda tidak bermakna alias sami mawon atau pada bae lho ya. Di sini teman-teman sebagai mahasiswa perlu menyadari bahwa untuk sampai kepada suatu keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan. Jadi, kalaupun usulan teman-teman belum ditindak lanjuti, jangan langsung ngambil baju putih di jemuran tetangga terus dikibarin. Kalau teman-teman masih yakin hal itu patut diperjuangkan, siapkan plan B. Contohnya dengan membuat survey dan laporan yang nantinya dapat dibawa lagi ke forum diskusi terbuka yang dari penelitian inibanyak dilakukan sebagai metode penyampaian aspirasi mahasiswa. Selalu ingat mantra ini saat teman-teman berpartisipasi ya: efektif, efisien, dan intelek!Nah hal inilah yang mungkin bisa dilakukan oleh Nay dan teman-temannya yang selama ini merasa aspirasinya masih belum ditindaklanjuti secara optimal. Kembali ke tujuan akhir dari adanya partisipasi mahasiswa dalam tata kelola sistem pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Sistem ditambah sumber daya yang berkualitas tentunya akan menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Ngomong-ngomongsoal mutu, mahasiswa juga bisa terlibat di dalam kegiatan penjaminan mutu yang sifatnya internal maupun assessment mutu yang bersifat eksternal atau yang biasa kita kenal dengan nama akreditasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teman-teman telah cukup banyak terlibat dalam proses penjaminan mutu dan akreditasi sebagai responden. Great job teman-teman! MAU KE MANA KITA??
CONTOHNYA, DONG!
Sebagai bonus dari bagian partisipasi ini, kami memberikan (secara cuma-cuma tentunya) contoh-contoh bentuk partisipasi yang dapat dilakukan baik di tingkat institusi maupun di tingkat nasional. Semoga menginspirasi temanteman untuk aktif berpartisipasi.
48
AKSI
SUB SISTEM
CARA
CONTOH
Penyampaian ide/ gagasan/ rekomendasi Kebijakan tentang kerja sama pendidikan dengan prodi lain (kesehatan), kebijakan tentang lembaga akreditasi mandiri (LAM) mahasiswa dan lainnya Nasional Pembuatan soal ujian, pemberian mata kuliah (sebagai asisten), penyusunan silabus mata kulian Lokal LAM mahasiswa dan lainnya Nasional
Perencanaan
Penambahan sarana, pengurangan biaya kuliah, budaya anti-contek & plagiarisme, kolaborasi perkuliahan dengan prodi (kesehatan) lain dan lainnya Lokal
Dosen, ketua prodi, dekan, rektor dan lainnya Asosiasi institusi pendidikan, dirjen DIKTI, Mendikbud Dosen, ketua prodi, dekan, rektor dan lainnya Asosiasi institusi pendidikan, dirjen DIKTI, Mendikbud
Mitra pelaksana Pengajuan lisan, surat permohonan, permintaan dari stakeholders, dan lainnya
Pelaksanaan
Pengawas
Pengawasan
Pengawas ujian, pengawas kuliah, pengawas kinerja dosen, pengawas aktivitas pendidikan mahasiswa Pengawas proses pendidikan kesehatan secara nasional
Lokal
Dosen, ketua prodi, dekan, rektor dan lainnya Nasional Asosiasi institusi pendidikan, dirjen dikti, Mendikbud Lokal Dosen, ketua prodi, dekan, rektor dan lainnya Nasional Asosiasi institusi pendidikan, dirjen dikti, Mendikbud Lokal Dosen, ketua prodi, dekan, rektor dan lainnya
Evaluator
Evaluasi
Evaluasi mata kuliah tertentu, evaluasi kinerja dosen, evaluasi akreditasi program studi dan lainnya Evaluator dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat stakeholders, dan lainnya Satgas anti-contek & plagiarisme, badan pengawas pendidikan interprofesi kesehatan dan lainnya LAM mahasiswa dan lainnya
49
Pelaksanaan
Nasional
50
1.
Gaul, yuk!
Mulailah bergaul seluas-luasnya dengan teman-teman dari profesi lain, misalnya dengan ikutan organisasi multiprofesi seperti BEM, kelompok kajian lintas jurusan, organisasi kesenian lintas jurusan, dan lain-lain. Nggak harus yang berhubungan dengan akademik lho! Tapi ya nggak pacaran lintas profesi juga kalee, walaupun itu nggak dilarang sih. Emang sebegitu pentingnya ya? Hmm, kalau berdasarkan hasil kajian di atas, responden yang pernah atau sedang tergabung dalam organisasi multiprofesi memiliki persepsi dan kesiapan yang jauh baik tentang IPE daripada yang tidak aktif di organisasi mahasiswanya. Kok bisa gitu? Dengan banyak berinteraksi bersama mahasiswa profesi lain, akan tumbuh rasa empati dan solider kita terhadap mereka. Rasa empati dan solider ini penting lho, sebagai landasan awal memulai suatu kerjasama yang baik. Biasanya sih kalo solidaritas udah tumbuh, kita bisa dengan nyaman berbagi pemikiran dan pemahaman. Dari situlah kita bisa makin paham tentang karakteristik profesi lain, terutama kompetensi dan peran mereka dalam pelayanan kesehatan. Misalnya, kita jadi tahu kalau mahasiswa farmasi itu nggak cuma belajar tentang obat-obatan yang selama ini banyak ditulis di resep-resep dokter aja, tapi juga obat dari bahan-bahan herbal. Selain itu, kita jadi tahu kalau mahasiswa gizi itu nggak cuma berkutat tentang terapi diet kuratif saja tapi juga terapi diet preventif. Kita juga jadi bisa tahu kalau mahasiswa kebidanan nggak cuma ngurusin orang yang mau melahirkan saja tapi juga kesehatan reproduksi keseluruhan termasuk para remaja. Intinya, wawasan kita jadi bakal jadi lebih luas tentang profesi-profesi kesehatan lainnya! Mengasyikkan kan? Lebih bagus lagi kalo teman-teman melengkapinya dengan membaca-baca referensi tentang profesi kesehatan lain. Bisa lewat buku, internet, atau apapun. Ibarat peribahasa nih, kita nggak lagi jadi katak dalam tempurung.. Kung kong kung kong.. hehehehe
51
2.
Kalau kita sudah punya banyak teman-teman dari jurusan ilmu kesehatan lain, cobalah membuat kegiatan bersamasama biar makin akrab. Macam-macam bidang keilmuan yang dimiliki akan memberikan manfaat sehingga kegiatan yang dibuat akan lebih berwarna.
Kegiatan kemahasiswaan yang dibuat bisa yang bersifat akademis maupun non akademis. Karena bersifat kemahasiswaan, pelaksanaannya nggak perlu tergantung dengan institusi pendidikan teman-teman.
Untuk kegiatan akademis, misalnya kita bisa adakan kajian, diskusi, atau bahkan seminar mahasiswa yang barengbareng membahas suatu topik, misal tentang penanganan suatu penyakit atau tentang kebijakan pelayanan kesehatan di masyarakat. Topik tersebut kita tinjau dari berbagai sisi profesi kesehatan sehingga pemahaman kita tentang topik tersebut bisa lebih menyeluruh. Kita juga bisa ikut kompetisi-kompetisi ilmiah seperti penelitian bareng-bareng. Misalnya nih, satu kelompok terdiri dari anggota yang beda-beda jurusan ilmu kesehatan. Pemikiran dan ide-ide yang muncul pasti akan lebih variatif dan bisa saling melengkapi dalam penyelesaian masalah-masalah yang mungkin muncul dalam penelitian itu. Biasanya sih, hal tersebut bisa menjadi nilai plus untuk penelitian kita, lho. Selain itu, teman-teman juga bisa lho mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat bareng-bareng. Bisa yang bersifat murni kegiatan kemahasiswaan seperti bakti sosial organisasi, sampai yang berhubungan dengan akademis misalnya kerja praktek di masyarakat, kuliah kerja nyata (KKN), dan lain-lain. Ketika kita terjun ke masyarakat dengan berbagai kompetensi yang kita miliki, kita dapat memberikan
52
bentuk pengabdian atau pelayanan yang lebih lengkap, kan? Kolaborasi juga bisa kita lakukan dalam kaitannya dengan partisipasi kita dalam memper-juangkan sistem pendidikan yang lebih baik. Dalam menyampaikan aspirasi kita kepada pihak pengambil kebijakan di kampus, akan lebih mantap apabila kita membawa kepentingan orang dalam jumlah yang lebih banyak, yaitu mahasiswa berbagai profesi. Dengan demikian diharapkan hal tersebut bisa meningkatkan nilai kepentingan dari aspirasi kita, sekaligus membukakan mata para pengambil kebijakan kampus bahwa mahasiswa dari berbagai jurusan pun bisa bersatu. Jika mengacu pada kasus Nay, mungkin alangkah baiknya jika ia berkolaborasi dengan Dude dalam menyuarakan aspirasinya kepada pihak kampus. Keduanya dapat saling melengkapi dan mendukung upaya mencapai partisipasi mahasiswa dalam pengelolaan pendidikan.
3.
Sekarang ini mungkin teman-teman pembaca sudah mengerti benar apa itu IPE serta mengapa IPE ini sangat bermanfaat sehingga penting untuk diperjuangkan menjadi bagian dari kurikulum pendidikan ilmu kesehatan. Akan tetapi, masih banyak teman-teman kita lainnya yang belum mengerti tentang gimana sih IPE karena belum mendapat akses informasi mengenai IPE. Atau ada juga teman-teman kita yang mungkin sudah mengerti namun bersifat cuek terhadap keberlanjutan perwujudan IPE di Indonesia. Kebanyakan sih berpikiran bahwa IPE adalah sebuah utopia yang tidak mungkin terwujud. Padahal kalau tadi kita sama-sama bahas, banyak hal yang dapat kita mulai untuk mewujudkan IPE, kan? Selamat, inilah yang menjadi tugas dari teman-teman semua! Teman-teman harus menyebarkan informasi mengenai IPE ini seluas-luasnya sehingga semakin banyak yang tahu, peduli, dan nantinya terlibat dalam membantu perwujudan IPE.
53
Siapapun civitas academia di kampus teman-teman memang sebaiknya mengerti tentang IPE lho! Tenang,, bukan berarti IPE itu sebuah virus atau ideology yang kita propaganda ke orang banyak. Melainkan, memang untuk menuju perwujudan IPE itu tidak hanya dekan, wakil dekan, atau jajaran pemegang kebijakan kampus saja yang terlibat. Mahasiswa baik yang organisatoris maupun yang akademisi, alumni, sampai asisten laboratorium pun sebaiknya juga tahu. Hehehehe
54
55
i akhir bagian dalam buku ini, kami sebagai penulis ingin mengetahui bagaimana tanggapan langsung dari teman-teman setelah membaca buku ini. Tanggapan ini sifatnya bebas saja kok. Teman-teman bisa memberikan saran atau kritikan mengenai hasil kajian yang sudah dipaparkan di atas baik kajian partisipasi maupun kajian IPE. Bisa juga teman-teman memberikan masukan kirakira bagaimana tindak lanjut yang harus kita lakukan setelah membaca buku ini. Atau bisa berupa berupa ide sebuah program untuk mahasiswa kesehatan, bahkan hanya sekedar langkah-langkah yang akan dilakukan oleh teman-teman pribadi pun tidak menjadi masalah. Gimana? Gampang kan? Supaya tanggapan ini semakin bermanfaat, yuk kita share dengan teman-teman lainnya! Caranya gampang banget, cukup dengan mengirimkannya ke alamat email berikut Tanggapan yang bagus dan menarik akan kami publikasikan melalui buku HPEQ Student berikutnya, atau melalui acara-acara HPEQ seperti konferensi, dan lain-lain. Besar harapan tanggapan-tanggapan tersebut mampu menginspirasi teman-teman kita yang lain. Selain itu, diharapkan juga membantu para pemangku kebijakan (stakeholder) pendidikan dalam mewujudkan sistem partisipasi mahasiswa maupun IPE yang sesuai dengan yang diinginkan oleh mahasiswa. Ah, kalo cuma begini doang, gimana bisa berpengaruh secara signifikan?, Hmm, ada yang berpikiran seperti itu? Hayoo, nggak usah malu lho buat mengaku. Justru itu jawaban yang kami inginkan! Tanggapan, saran, masukan, dan sebagainya mengenai perjuangan perwujudan partisipasi ideal serta IPE ini memang jangan sampai hanya menjadi wacana saja. Kami sangat berharap teman-teman semua, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, mampu menginisiasi langkah kongkret dengan mencoba mewujudkannya. Mulai saja dari hal-hal sepele yang bisa dilakukan di institusi masing-masing, atau melalui FEW STEPS FOR BIG IMPACTS
56
organisasi masing-masing. Begitu juga dengan HPEQ Student yang ke depannya akan melakukan berbagai kegiatan untuk mendukung tujuan HPEQ. Teman-teman semua tentu saja wajib mendukung kegiatan-kegiatan HPEQ Student karena bagaimanapun HPEQ Student ada untuk teman-teman mahasiswa semuanya Gimana caranya? Teman-teman bisa selalu ikuti infoinfo ter-update tentang kegiatan-kegiatan HPEQ Student lewat social media (facebook & twitter) serta web resmi HPEQ Student. Bakal ada segudang kegiatan lain yang menunggu partisipasi serta kontribusi dari teman-teman mahasiswa semua. Pasti penasaran kan? Tetep keep in touch with us ya. Yang paling penting dari semua ini adalah: jangan pernah merasa apa yang kita lakukan ini sebagai suatu hal yang sepele dan sia-sia. Sesuatu yang besar pasti dimulai dari hal yang kecil.
Its a few step for big impact. Bersama menuju pendidikan profesi kesehatan yang lebih baik! Kita yakin mahasiswa pasti bisa! HIDUP MAHASISWA!
57
FE M AW U S KT EEM PS A NF AO R KIT BA IG ? ?I M P A C T S
barat sedang menempuh perjalanan ke puncak gunung, saat ini kita telah berada dalam trek yang benar menuju tujuan. Sekarang tinggal bagaimana memperjuangkan agar kendaraan yang saat ini sedang kita kemudikan ini tidak berbelok atau berbalik ke arah yang salah. Sekecil apapun langkah yang kita lakukan, pastikan langkah tersebut membawa kita menuju ke sebuah pencapaian yang besar.
Ala, M.Z. (2010) Gambaran Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa Tahap Akademik terhadap Interprofessional Education di Fakultas Kedokteran UGM. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Fauziah, F.A., Ala, M.Z, Dwiastuti, F. (2010). Inovasi Pembelajaran Profesi Kesehatan: Interprofessional Education di FK UGM. Program Kreatifitas Mahasiswa, Dikti. American College of Clinical Pharmacy (ACCP). (2009) Interprofessional Education: Principles and Application, A Framework for Clinical Pharmacy. Pharmacotherapy, 29 (3), 145-164. Baker, C., Pulling, C., McGraw, R., Dagnone, J.D., Hopkins-Rosseel, D. & Medves, J. (2008) Simulation in Interprofessional Education for PatientCentered Collaborative Care. Journal of Advanced Nursing, 64 (4), 372379. Bennet P., et all., 2011. Faculty perceptions of interprofessional education. Nurse Education Today [serial online] [cited 2011 dec 13] :31 (2011); 571-576. Available from: URL :HTTP://www.elsevier.com/nedt. Barr, H. (1998) Competent to Collaborate: Towards a Competency-based Model for Interprofessional Education.Journal of Interprofessional Care, 12:181-187. Barr, H., Koppel, I., Reeves, S., Hammick, M. & Freeth, D. (2005) Effective Interprofessional Education: Argument, Assumption and Evidence. 1st ed. Blackwell Publishing. Oxford. Borrill, C., Carletta, J., Carter, A., Dawson, J., Garrod, S., Rees, A., Richards, A., Shapiro, D., & West, M. (2001). The effectiveness of health care teams in the National Health Service. Birmingham: University of Aston. Canadian Interprofessional Health Collaborative (CIHC) (2009) What is Collaborative Practice.
58
Centre for the Advancement of Interprofessional Education(CAIPE) (1997). Interprofessional Education: A definition. London: CAIPE. Coster, S., 2008. Interprofessional Attitudes Amongst Undergraduate Students In The Health Professions: A Longitudinal Questionnaire Survey. International Journal of Nursing Studies[serial online] [cited 2009 may 14] :45 (2008); 16671681. Available from: URL :HTTP://www.elsevier. com/ijns Fauziah, F.A. (2010) Analisis Gambaran Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa Profesi FK UGM terhadap Interprofessional Education di Tatanan Pendidikan Klinik. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Freeth, D., Hammick, M., Koppel, I., Reeves, S., & Barr, H. (2002). A critical review of evaluations of interprofessional education. London: Learning and Support Network, Centre for Health Sciences and Practice. Freeth, D., Hammick, M., Reeves, S., Koppel, I. & Barr, H. (2005) Effective Interprofessional Education: Development,, Delivery and Evaluation. 1st ed. Blackwell Publishing. Oxford. Ker, J.M., Askin, D.F. (2008) Effective Collaboration: The Key to Better Healthcare. Canadian Journal of Nursing Leadership (CJNL), 21(2), 51-61.. Lee, R. (2009) Interprofessional Education: Prociples and Application. Pharmacotherapy, 29 (3): 145e-164e. Mariano C. The case for interdisciplinary collaboration. Nurse Outlook 1999;37 (6):2858. Reeves, S. (2001). A systematic review of the effects of education on staff involved in the care of adults with mental health problems. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 8, 533 542. Schmitt, M. (2001). Collaboration improves the quality of care: methodological challenges and evidence from US health care research. Journal of Interprofessional Care, 15, 47 66. West, M., & Slater, J. (1996). Teamworking in primary health care: A review of its effectiveness. London: Health Education Authority. Zwarenstein, M., & Bryant, W. (2000). Interventions to promote collaboration between nurses and doctors. Cochrane Database Systematic Reviews, 2, CD000072. Zwarenstein, M., Reeves, S., Barr, H., Hammick, M., Koppel, I., & Atkins, J. (2001). Education: Effects on professional practice and health care outcomes. Cochrane Database Systematic Reviews, 1, CD002213.
59
1. Gentur Adi Prabowo (Alumni Gizi Kesehatan UGM angkatan 2008) 2. Nurita AryaKhiryati (Mahasiswa Ilmu Keperawatan UGM, angkatan 2007) 3. Muhamad Zulfatul Ala (Mahasiswa S2 Keperawatan UNPAD, angkatan 2012) 4. Henri Perwira Negara (Mahasiswa Kedokteran UNISSULA, angkatan 2006) 5. Yosephine Dian Hendrawati (Alumni Farmasi Univ. Sanata Dharma, angkatan 2007) 6. Redho Meisudi (Mahasiswa Farmasi UI, angkatan 2008) 7. Marcela Yolina (Alumni Kedokteran UI, angkatan 2006)
60
TIM PENELITI
Mariyono Sedyowinarso, S.Kp., M.Si (Dosen Pengajar Ilmu Keperawatan UGM) Fitri Arkham Fauziah (Alumni Ilmu Keperawatan UGM, angkatan 2006) Nurita Aryakhiyati (Mahasiswa Ilmu Keperawatan UGM, angkatan 2007) Mawar Putri Julica (Mahasiswa Kedokteran Gigi UGM, angkatan 2007) Lafi Munira (Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UAD, angkatan 2007) Endah Sulistyowati (Alumni Kebidanan UNS, angkatan 2007) Fatia Nur Masriati (Mahasiswa Kedokteran UMY, angkatan 2007) Samuel Josafat Olam (Alumni Kedokteran UI, angkatan 2005) Candrika Dini (Mahasiswa Kedokteran UGM, angkatan 2009) Maryam Afifah (Mahasiswa Kedokteran UMJ, angkatan 2008) Redho Meisudi (Mahasiswa Farmasi UI, angkatan 2008) Saskia Piscesa (Alumni Ilmu Gizi IPB, angkatan 2007)
KONSULTAN PENELITI
dr. Gandhes Retno R., M.MedEd, PhD dr. Iwan Aryawan, Yayi Suryo Prabandari, MPH, PhD
61
Universitas Airlangga Universitas Gajah Mada Universitas Ahmad Dahlan Universitas Padjajaran Universitas Islam Sultan Agung Universitas Udayana STIKES Ngudi Waluyo Universitas Muhammadiyah Surakarta Universitas Andalas STIKES Fort De Cock Universitas Sriwijaya Universitas Syahkuala STIKES Baiturrahim Universitas Sumatra Utara Universitas Malahayati Universitas Hasanudin Universitas Lambung Mangkurat Universitas Sam Ratulangi Universitas Muslim Indonesia Universitas Indonesia Timur STIKES Mega Rezky
Ricardo Adrian (CIMSA) Ananda Rahman (ISMKMI) Bayu Saputera (ISMKI) Nurul Fuadah Majid (ILMIKI) Jefri Efranda (ISMAFARSI) Sukirno (ISMAFARSI) M. Herpi Akbar (ISMAFARSI) Muhamad Zisvan (ISMKMI) Meutia Hafrida Hanafiah (PSMKGI) Manggala (CIMSA) I Made Subagiarta (ISMKI) Iqbal Sujida Ramadhan (ISMAFARSI) Muhammad Zulfatul Ala (ILMIKI) Isnar Nurul (ILMAGI) Dini Wulandari (ILMAGI) Safrianto Arjuni (ILMIKI)
62
Asisten penelitian
Scriber FGD
Eka Vuspita Sari Lanny Nur Fitriani Renny Noor Cahyani Cahyani Budi Lestari Fatimah Yuni Dwi Astuti Bayu Fandi Achmad Muhamad Zulfatul Ala
63
64
2012
65