Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM TABLET

PARACETAMOL

DAFTAR ISI
I.

II.

III.

PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA

DATA PREFORMULASI

3.1 Morfologi
3.1.1

Zat khasiat Paracetamol

3.1.2

Zat tambahan

3.1.2.1 Laktosa
3.1.2.2 Talcum
3.1.2.3 Amylum
3.1.2.4 Aerosil
3.2 farmakologi
3.2.1

Farmakokinetik

3.2.2

Farmakodinamik

IV.

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

4.1 Peralatan
4.2 Bahan
4.3 Alasan pemilihan bahan

4.4 Tujuan
4.5 Perhitungan
4.5.1

Formula yang di rencanakan

4.5.2

Formula yang di buat

4.5.3

Formula standar

4.5.4

Formula yang beredar

4.5.5

Penimbangan bahan

4.6 Cara kerja


4.6.1

Pembuatan larutan bahan pengikat

4.6.2

Pembuatan masa granul

4.6.3

Pembuatan tablet

4.7 Evaluasi bahan


4.7.1

Evaluasi granul

4.7.2

Evaluasi tablet

V.

HASIL DAN DISKUSI

5.1 Hasil
5.2 Permasalahan

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
6.2 Saran

VII.

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Tablet merupakan salah satu sediaan formasi yang paling banyak dibuat atau
diproduksi dewsa ini.karena bentuk tablet dapat menjamin kesetabilan sifat fisika dan kimia
bahan obat. Sebab dia merupakan sediaan kering,mudah dalam pengemasan,pengepakan,
transportasi dan penggunannya. Disamping itu takaran obatnya pun ckup teliti dan serba
sama untuk setiap tablet.

Makanya dewasa ini telah diperkirakaan paling tidak 40% dari seluruh obat yang
beredar di pasaran di buat dalam bentuk tablet ini. Dan Pada umumnya sebagian besar bahan
obat yang dikenal dalam bidang farmasi dapat diproses menjadi menjadi tablet.

Secara garis besar bahan obat yang digunakan per oral atau lewat mulut untuk sediaan
tablet terdiri dari bahan obat yang tidak larut an bekerja local pada saluran pencernaan
(seperti antasida dan absorben) dan bahan yang larut,terdisolusi dalam usus dan bekerja local
pada saluran pencernaan (seperti antasida dan absorben) dan bahan yang larut terdisalusi
dalam usus dan bekerja secara sistematik.

BAB II
TINJAUAN PUSTKA

Menurut farmakope Indonesia edisi III. Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat
secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan.
Dimana zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, zat
pengikat, zat pelincir, zat pengembang, zat pembasah atau zat lain yang cocok.
Tablet adalah bentuk sediaan farmasi yang paling banyak dibuat / diproduksi karena
memiliki banyak kelebihan dibandingkan dari bentuk sediaan lainnya yaitu :
1.

Takaran obat cukup teliti dan serba sama untuk setiap tablet.

2.

Pembebasan obat dapat diatur sesuai dengan efek terapi yang diinginkan

3.

Rasa dan bau yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan penyalutan

4.

Bahan obat yang dapat rusak oleh cairan atau enzim dalam saluran pencernaan dapat diatasi
dengan penyalutan.

5.

Mudah dalam pengemasan, pengepakan, transportasi dan penggunaannya

6.

Biaya produksi relaatif mudah dibandingkan dengan bentuk sediaan lain.

Dan memiliki kerugian / kelemahan yaitu :


1.

Sukar diberikan pada anak-anak dan penderita yang sukar menelan

2.

Biasanya efek terapi yang diinginkan lebih lambat

3.

Bentuk yang menarik dan rasa yang enak dapat menyebabkan anak-anak semaunya saja.
Persyaratan khusus untuk sediaan tablet dalam farmakope Indonesia edisi III :

1.

Mengandung zat berkhasiat sesuai yang tertera pada etiket.

2.

Mempunyai keseragam ukuran yaitu diameter tidak lebih dari 3x dan tidak kurang dari 11/3
tablet tebalnya.

3.

Mempunyai keseragam bobot.

4.

Kecuali dinyatakan lain, waktu hancur dari tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak
bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut selaput.

Berdasarkan sifat fisika kimia dari bahan obat, maka tablet dapat dibuat dengan berbagai cara
:
1.
a.

Cara kering
Cetak langsung

Yang dimaksud dengan cetak langsung disini adalah proses pembuatan tablet yang
dilakukan dengan mencetak langsung bahan obat dengan atau tanpa penambahan bahan
pembantu. Dimana cara ini dapat digunakan untuk zat aktif yang mempunyai sifat seperti :

Mudah mengalir

Dapat dimampatkan

Mudah dibasahi
Dan untuk tablet yang mempunyai bahan aktif 10% dari bobot tablet, maka sifat tablet
tergantung dari sifat bahan pembantu, dan jika bahan aktifnya <10% maka yang menentukan
sifat tablet adalah sifat dari bahan aktifnya.
Cara pembuatan tablet cetak langsung :
Menghaluskan bahan aktif / aktif / eksipien
Mencampur semua komponen untuk tablet
Pencetakan tablet

b. Granulasi kering / prekompresi


Cara ini merupakan proses pembuatan granul tanpa melibatkan air sama sekali. Di
manna campuran serbuk dicetak menjadi tablet besar dan keras (slug), kemudian slug di ayak
menjadi granul yang diinginkan. Cara slugging ini sangat cocok untuk bahan aktif yang sifat
alirnya kurang baik, peka terhadap panas dan kelembaban.
Pada penyusunan formula untuk tablet yang dibuat dengan cara prekompresi ini perlu
dipertimbangkan bahn-bahan pembantu yang dipilih haruslah dapat menghasilkan slug yang
keras. Kegagalan akan terjadi pada waktu membuat granul dari slug akan terbentuk serbuk
bukan granul.
Cara pembuatan tablet granulasi kering :
Menghaluskan bahan aktif / aktif / eksipien
Mencampur semua komponen untuk tablet
Mencetak menjadi tablet besar dan keras untuk membuat slug
Pengayakan slug menjadi granul
Mencampur granul dengan bahan penghancur dan pelincir
Pencetakan tablet

2.
a.

Cara basah
Granulasi basah

Merupakan cara yang paling umum dan banyak dilakukan, karena hamper semua jenis
bahan aktif dapat diproses secara granulasi basah. Disebut granulasi basah karena di dalam
proses pembuatan granulnya mempergunakan larutan bahan pengikat, dimana campuran
serbuk ditambah dengan larutan bahan pengikat atau dalam bentuk mucilage sampai
terbentuk masa yang konsistensinya dapat dikepal.
Cara pembuatan tablet granulasi basah :
Menghaluskan bahan aktif / aktif / eksipien
Mencampur semua komponen untuk tablet
Membuat larutan pengikat

Mencampur larutan pengikat dengan campuran bahan komponen obat, untuk membentuk
masa yang basah.

Mengayak secara kasar masa basah, dengan ayakan ukuran mesh 14.
Mengeringkan granul basah
Mengayak granul kering melalui ayakan ukuran mesh 16
Mencampur granul kering yang sudah diayak dengan bahan pelincir dan penghancur luar.
Pencetakat tablet.

b. Granulasi dasar
Tablet yang dibuat dengan granulasi dasar yaitu bahan obat yang tidak stabil dengan
adanya air atau terurai dengan adanya panas. Sifat aliran dan daya kompresibilitasnya jelek,
dimana tahap-tahap pengerjaannya sama dengan cara granulasi basah. Hanya pada granulasi
dasar bahan obat tidak di granulasi bersama-sama dengan bahan pembantu, seperti bahan
pengisi, penghancur dalam tetapi ditambahkan pada tahap lubrikasi dalam bentuk serbuk
halus atau fine kedalam granul bersama-sama dengan penghancur luar dan bahan lubrikan.
Pada cara granulasi dasar ini perlu diperhitungkan terlebih dahulu jumlah fine dalam
masa cetak ini karena dapat menimbulkan kesulitan selama proses pencetakan. Fine dalam
cara ini berasal dari bahan obat, bahan penghancur luar, bahan lubrikan juga berasal dari hasil
pengayakan granul yang dikeringkan.

c.

Cara-cara khusus
Cara-cara khusus ini juga bertujuan untuk menghasilkan granul baik yang mengandung
bahan obat sendiri maupun granul-granul dari bahan pembantu tablet. Granul-granul yang
dihasilkan dengan cara ini digunakan untuk kondisi-kondisi tertentu karena harganya mahal.

Cara-cara khusus ini ada tiga cara pengerjaannya :


Soray congealing
Cara ini juga dikenal sebagai cara spray chilling yang mirip dengan cara spray drying
tetapi tanpa menggunakan panas.
Bahan obat yang dapat diproses dengan cara ini terlebih dahulu dilarutkan atau
disuspensikan dalam lelehan malam. Lelehan ini disemprotkan kedalam udara yang mengalir,
udara yang mengalir ini sejuk / dingin tergantung pada titik beku dari produk, sebagai contoh
monogliserida memerlukan udara dingin sekitar 10oC. granul yang dihasilkan dengan cara ini
memiliki sifat mudah mengalir dan sifat kemudahan dalam pencetakan.
Spray drying
Serbuk bahan obat / bahan-bahan pembantu tablet dalam keadaan halus ditiup dengan
angin turbulensi kemudian disemprotkan bahan penyalut dalam bentuk larutan disperse
secara berkala. Serbuk-serbuk yang baru dibasahi ini dikeringkan dengan udara hangat yang
telah disaring terlebih dahulu kemudian hasil kering ini dibawa bersama udara tersebut
ketempat penampungan.
Bahan obat dalam bentuk padat ataupun cairan dapat dip roses secara spray drying ini
seperti Vitamin A dan Vitamin D yang larut di dalam minyak dapat disalut dengan larutan
bahan pengikat sehingga tidak mudah terurai.
Bahan pembantu yang sering dip roses dengan cara ini adalah laktosa dan pati,
hasilnya berupa granul-granul yang dapat digunakan sebagai bahan pengisi, bahan pengikat
kering ataupun bahan penghancur.
Speronisasi
Proses pembuatan masa granul basah sama dengan cara granulasi basah dimana bahan
obat, bahan pengisi (bila perlu) digranulasi dengan larutan bahan pengikat, masa basah ini
dilewatkan terlebih dahulu kedalam alat Extrude machine untuk membentuk batang silinder
dengan diameter 0,5-12 mm, melalui ayakan ukuran mesh tertentu baru dilewatkan kedalam
Marumerizer dimana batang-batang tersebut akan dirubah bentuknya menjadi bentuk spheris,
akibat gya sentrifugal dan gaya gesek dari ayakan yang berputar. Granul-granul spheris ini
kemudian dikeringkan.
Keuntungan cara spheronisasi ini adalah menghasilkan granul dengan keseragaman
bentuk dan ukuran disamping jumlah fine nya minimal.

BAB III
DATA PREFORMULASI

3.1 MONOGRAFI
3.1.1

Zat khasiat Paracetamol (Acethaminophen)

Rumus bangun

Rumus molekul

= C8H9NO2

Berat molekul

= 151,16

Pemerian
Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan
Larut dalam air mendidih dan dalam Natrium Hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.

Identifikasi

A. Spektrum serapan IR zat yang telah dikeringkan diatas pengering yang cocok dan
didipersikan di dalam Kalium Bromida (p) menunjukkan hanya max pada yang sama
seperti pada Paracetamol BPFI.
B. Spektrum serapan UV larutan (1 dalam 200.000) dalam campuran asam chloride 0,1 N dalam
methanol P (1 dalam 100) menunjukkan max dan min pada yang sama seperti Paracetamol
BPFI.
C. Memenuhi uji identifikasi secara kromatografi lapis tipis, gunakan laritan 1 mg/ml dalam
methanol P dalam fase gerak Diklorometana P metanhol P.

Jarak lebur

= Antara 168 dan 172

Sisa pemijaran

= Tidak lebih dari 0,1%

Penetapan kadar

Larutan baku timbang seksama sejumlah Paracetamol BPFI, larutkan dalam air hingga kadar
lebih kurang 12 g/ml.
Larutan uji timbang seksama lebih kurang 120 mg, masukkan kedalam labu ukur 500 ml,
larutkan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan air sampai tanda batas dan campur.

(AU)
Ukur serapan larutan uji dan larutan baku pada serapan max 200 nm terhadap air sebagai
blanko, hitung jumlah dalam mg C8H9NO2 dengan rumus :
AU
10oC =

Wadah dan penyimpanan


Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.

3.1.2

Khasiat

= Analgetik dan Antipiretik

Zat tambahan
3.1.2.1

Laktosa

Rumus bangun

Rumus molekul

= C12H22011.H2O

Berat molekul

= 342,30

Pemerian
Serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih crea, tidak berbau dan rasa sedikit manis,
stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau.

Kelarutan
Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam
etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.

Wadah dan penyimpanan


Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

3.1.2.2

= zat tambahan

Talcum

Pemerian
Serbuk hablur sangat halus, putih dan putih kelabu, berkilat, mudah melekat pada kulit dan
bebas dari butiran.

Kelarutan

Tidak larut dalam hamper semua pelarut.

Identifikasi

A. Campur dengan 500 ml lebih kurang daalm 200 mg Na.karbonat anhidrat dengan 2 g kalium
karbonat anhidrat p dan lebur dalam krus platina.
B. setelah melebur tambahkan 100 mg zat uji dan teruskan pemanasan sampai melebur
sempurna, dinginkan dan pindahkan campuran tersebut kedalam gelas piala atau cawan
dengan pertolongan 50 ml air panas + HCl P kedalam larutan, hingga tidak terbentuk gas
lagi.
C. kemudian + lagi 10 ml HCl P dan uapkan campuran diatas tangas uap sampai kering,
dinginkan + 20 ml air, dinginkan dan saring sisa larutan dalam silica.
D. Larutan dalam filtrate 2 g NH4Cl P dan 5 ml NH4OH 6 N saring, bila perlu pada filtrate +
Na Fosfat di basakan Lp termasuk endapan hablur putih Mg ammonium fosfat.

Wadah dan penyimpanan


Dalam wadah tertutup baik

Kadar

= 1-5%

Khasiat

= Zat tambahan

3.1.2.3

Amylum

Pemerian
Serbuk sangat halus, putih.

Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol

Identifikasi

A. panaskan sampai mendidih selama 1 menit suspense 1g dalam 50 ml air, dinginkan, terbentuk
larutan kanji yang encer.
B. campur 1 ml larutan kanji yang diperoleh pada identifikasi A dengan 0,05 ml Iodium 0,005 M
terjadi warna biru tua yang hilang pada pemanasan dan tibul kembali pada pendinginan.

Susut pengeringan = Tidak lenih dari 15%, pengeringan pada suhu 100o-105o.

Sisa pemijaran

Wadah dan penyimpanan

= Tidak lebih dari 0,6% (Metoda II)

Dalam wadah tertutup rapat

3.1.2.4

Mg. stearat

Pemerian
Serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas.

Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air, etanol (95%), dan dalam eter P.

Identifikasi
Panaskan 1 gr dengan campuran 25 ml air dan 5 ml HCl P, dinginkan lapisan minyak
memadat pada suhu lebih kurang 50o dan lapisan air menunjukkan reaksi Mg

Wadah dan penyimpanan


Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

= zat tambahan

3.2 FARMAKOLOGI
3.2.1 Farmakokinetik

Pemberian Paracetamol secara oral sangat efektif, Paracetamol memberikan efek


analgetik yang mirip dengan salisilat, yang dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Efek ini disebabkan oleh aktifitas pada system saraf pusat dengan
menghambat sintesa prostaglandin disusunan saraf pusat. Secara perifer mencegah sensitasi
reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi.
Paracetamol didalam tubuh akan mengalami proses ADME, dimana diekresi sebagian
besar melalui feses atau urin. Paracetamol yang diberikan secara oral akan diabsorbsi dalam
saluran cerna sangat cepat dan hamper sempurna. Konsentrasi dalam plasma mencapai
puncak maksimum dalam waktu 30-60 menit, dan waktu paruh dalam plasma antara 1-3 jam.
Obat ini tersebar keeseluruh cairan tubuh dalam plasma sebagian terikat oleh protein plasma
(25%).

3.2.2 Farmakodinamik
Metabolism terjadi di hati yang dilakukan enzyme-enzym mikrosom hati. Umumnya
dalam bentuk konjugasi dihati dengan asam glukoronat (60%), asam sulfat (3%) dengan
sistein (3%) dan sebagian Paracetamol ditransformasikan menjadi derivat hidroksi dan
diasetil. Diduga terjadinya metabolit hidroksi merupakan indikasi hepatotoksik pada
pemakaian dosis sangat berlebihan.
Paracetamol dieliminasi melalui ginjal, pada penderita gagal ginjal terjadi akumulasi
metabolit terkonjugasi dalam darah. Efek toksik dari Paracetamol pada pemberian dosis
terapetik dapat ditolerir, kadang-kadang dapat terjadi ruam pada kulit dan alergi lain.

BAB IV
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

4.1

pengaduk

tester

tangan

mesh 10

Becker glas
Batang
Cawan
Hardnes
Gelas ukur
Sarung
Ayakan
Oven

Peralatan
Gelas ukur

Corong

Timbangan

Piknometer

Lumpang dan alu

Perkamen

Jangka sorong

Penggaris

4.2 Bahan

Paracetamol

Laktosa

Amylum

Aerosil

Talcum

4.3 Alasan pemiliham bahan


1. Paracetamol
Merupakan zat aktif yang memiliki sifat alir kurang baik. Umum digunakan cara
granulasi basah, Paracetamol berkhasiat annalgetik atau anntypiretik.
2. Laktosa

Sebagai bahan pengisi yang memiliki sifat alir kurang baik umum digunakan untuk
granulasi basah, bersifat inert.
3. Amylum

Sebagai pengikat diambil 33,3% karena Paracetamol bersifat hidrofob.

Sebagai penghancur luar, karena sifatnya mudah mengenbang bila didispersikan kedalam air,
diambil sebanyak 10% karena besarnya bobot tablet yang dibuat. Maka bahan penghancur
yang dibutuhkan cukup besar, selain itu bahan amylum mudah didapat dan harganya relative
murah.

4. Talcum
Kombinasi kedua bahan ini baik digunakan untuk granulasi basah. Sifat talcum yang
hidrofob akan meningkatkan density sebelum dicetak dan sebagai lubricant.
5. Mg. stearat
digunakan sebagai lubrikan atau pelincir yang berfungsi untuk mencegah atau
mengurangi gesekan antara dua permukaan yang relative bergerak.

4.4 Tujuan
Untuk membuat dan mengevaluasi suatu tablet yang baik, sehingga tablet yang
didapatkan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

4.5 Perhitungan
4.5.1

Formula yang direncanakan


R/ Paracetamol
Laktosa
Amylum
Mucillago Amili
Amylum
Talcum
Mg Stearat

4.5.2

Penimbangan bahan
Jumlah tablet

= 100 buah

Berat tiap tablet

= 400 mg

Jumlah sediaan

= 400mg x 100 tablet = 40.000 mg = 40 gr

Fasa dalam

= 90% x 40 gr = 36 %

Paracetamol

125 mg
x
10%
15% 33,3%
5 %
2 %
3 %

= 125 mg x 100 tablet = 12.500 mg = 12,5 gr

x100 % = 31,25

% paracetamol = 125
400
Laktosa

= 100 % - ( 31,25 % + 10 % + 33,3 % )


= 100 % - 74,55 % = 25,45 % x 40 gr = 10,18 gr

x40 gr = 4 gr

Amylum

= 10
100

Mucillago Amyli dilebihkan menjadi 50 gr =


x50 gr = 7,5 gr

= 15
100
Air

= 1,5 x 7,5 gr = 11,25 ml

Air sisa

= 11,25 ml 7,5 ml = 3,75 ml

Fase Luar

= 10 %

Granul kering = 25,8737 gr

x25,8737 gr = 1,437 gr

Amilum

= 5%
90%

x25,8737 gr = 0,574gr

Talk

= 2%
90%

x25,8737 gr = 0,862 gr

Mg.stearat

= 3%
90%

4.6 Cara kerja


4.6.1

Pembuatan larutan bahan pengikat.

4.6.2

7,5 gr amylum + air 1 kali nya (11,25 ml) aduk sampai homogen,air
sisa dipanaskan. Dispersikan campuran air dan amyli ke dalam air
mendidih,aduk hingga dingin dan bening.
Pembuatan masa granul.

1)

Paracetamol digerus + laktosa + amylum (penghancur dalam), gerus sampai halus dan
homogen. MASSA I.

2) Tambahkan mucillago sedikit demi sedikit ke MASSA I sampai diperoleh massa yang dapat
dikepal.
3) Kemudian diayak dengan menggunakan ayakan mesh 14 sehingga menjadi granul.
4) Timbang granul yang telah jadi.
5) Granul dikeringkan pada suhu kamar.sampai kandungan air nya 5 %. Selama 24 jam.
6) Setelah kering timbang kembali granul.
7) Lalu diayak dengan mesh 16.
8) Lakukan evaluasi granul
4.6.3
1)

Pembuatan tablet.
lalu tambahkan amylum (penghancur luar), + talcum + mg stearat,homogenkan dalam
homogenizer 15 30 menit.

2) Timbang granul ,masing-masing 400 mg untuk dicetakk menjadi 1 tablet.


3) Cetak dengan mesin tablet
4) Lakukan evaluasi tablet

4.7 Evaluasi bahan


4.7.1
1.

Evaluasi granul
Bobot jenis

BJ benar
Adalah masa granul dibagi dengan volume granul tanpa volume rongga antar granul dan volume poripori pada granul.

Alat

: piknometer

Cara

:
Tmbang piknometer kosong (a)

= 22,8247

Timbang piknometer + gliserin (d)

= 56,0164

Timbang piknometer + serbuk 2 g (b)

= 24,8247

Timbang piknometer + serbuK + gliserin (c)

= 55,0124

g/ml

d-a
v
Rumus
:

BJ pelarut

BJ granul

(24,8247- 22,8247) x 1,3276


(24,8247- 22,8247) + (56,0164-55,0124)

= 0,8838

2.

BJ nyata

Adalah masa granul dibagi volume granul tanpa volume rongga antar granul
Cara

Timbang 20 gr granul masukkan dalam gelas ukur 100 ml


Amati volumenya, VO = 40 ml
Rumus

W
Vo

BJ nyata

:
20
40

= 0,5

3. BJ mampat
Adalah perbandingan antara berat granul dengan volume yang telah dimampatkan
Cara

Granul (20 gr) yang terdapat dalam gelas ukur pada pengukuran BJ nyata diketuk sebanyak
1250x, catat volume (Vt1) = 33,7 ml
Ulangi pengetukan sebanyak 1250x, catat volume (Vt2) = 34 ml
Jika selisih (Vt1) dengan (Vt2) lebih dari 2 maka diambil data (Vt1).
W
Vt

Rumus :
BJ mampat

20
34

= 0,5882

4. Porositas
Porositas berbanding terbalik dengan waktu hancur, jadi jika porositas kecil maka
waktu hancurnya lambat, dan berbanding lurus dengan kekerasan tablet, jadi jika porositas
kecil tabletnya kurang keras.
syarat

: 37 40%

X 100%
1 BJ mampat
BJ benar
Rumus

:
Porositas

x 100%

=
= 46,59%
5. Kompresibilitas
syarat

: 10 21%

BJ mampat BJ nyata
BJ mampat

X 100%

Rumus

:
kompresibilitas =

:
X 100% = 14,99%

0,5882 0,5
0,5882

=
6. Factor hausner (FH)
Syarat

: < 1,25

BJ mampat
BJ nyata

Rumus

:
FH

:
0,5882
0,5

= 1,17

7. Kandungan air
Alat

: oven dengan suhu 100o 105oC

Syarat

: 2- 4%

Cara

Timbang cawan penguap kosong

= 85, 9673

Tambahkan granul 2 gr, timbang

= 87, 9673

Masukkan kedalam oven (dikeringkan) pada suhu 100o 105oC sampai bobot tetap
Keluarkan dari oven, timbang
berat awal berat akhir
Berat awal

= 87, 9188

X 100%

Rumus

:
Kandungan

:
2 1,9515
2

X 100% = 2,425%

=
Berat awal

: 87,9673 85,9673 = 2 gr

Berat akhir

: 87,9188 85,9673 = 1,9515

8. Kecepatan alir granul


Alat

: corong

Kecepatan aliran granul akan dipengaruhi oleh factor :


Ukuran partikel
Distribusi ukuran
Bentuk
Bobot jenis
Karakteristik permukaan
Geometri dan ukuran relative hopper.
Cara

Timbang serbuk sebanyak 20g masukkan kedalam corong.


Kemudian buka tutup lobang corong, catat waktu yang diperlukan untuk mengalirkan serbuk
tersebut melalui corong dengan bebas.
Hitung kecepatan alir serbuk dengan persatuan waktu pengaliran.
T1

= 17

T2

= 16,8

T3

= 17,8

Trata-rata

= 17,2

berat serbuk (g)


waktu (dt)

Rumus :
Kecepatan aliran :
20 gr
17,2

= 1,1627

9. Sudut istirahat
Adalah sudut antara permukaan kerucut dan bidang horizontal.
Hubungan sudut istirahat dengan sifat alir (kecepatan alir):
Jika sudut alpha besar dari 60o, serbuk sangat kohesif dan biasanya menunjukkan sifat alir
serbuk yang jelek dan ukuran partikel antara 70 100 mikron.
Jika sudut alpha kecil dari 20o, serbuk bersifat kohesif dan biasanya menunjukkkan sifat alir
yang baik dan ukuran partikel biasanya lebih besar dari mesh 60 / 250 mikron.
Syarat
Cara

: 25-60o
:

Cara silinder

Masukkan granul kedalam tabung silender kaca dgn dm 9,4 cm dan tinggi 20 cm yang
terletak diatas permukaan horizontal, ratakan permukaan granul.

Tabung silinder secara perlahan-lahan dan tegak lurus diangkat keatas sampai semua granul
meninggalkan tabung.

Ukur tinggi puncak timbunan granul serta diameternya.

Cara corong

Isi corong dengan serbuk (20 g) yang akan diukur

Lalu jari dilepaskan dari mulut corong dan serbuk dibiarkan mengalir bebas keatas ertas
grafik yang tersedia.

Maka akan terjadi tumpukkan granul seperti puncak dimana dapat di ukur tumpukkan granul
dengan tinggi (h) dan dm sehingga di dapat jari-jari (r) maka sudut istirahat (tangens alpha)
dapat diukur.
D1 = 15

D2 = 15,5

D3 = 14,5

Drata-rata = 15

r = 7,5

h1 = 3

h2 = 3,5

h3 = 3

hrata-rata = 3,16

Tingginya pucak timbunan (h)

diameter (r)

Rumus

:
Tangens alpha :
3,16
7,5

= 0,421 = 22,83
Cara drum

Masukkan granul kedalam drum

Kemudian drum digulirkan pada permukaan bidang datar.

10. Kadar fine


Syarat
Cara

: tidak lebih dari 20%


:

Timbang semua granul atau granul total = 20 gr


Ayak granul selama 5 menit sampai didapat granul kasar, timbang.
Timbang juga fine yang didapat = 4,0086 gr
X 100%

Berat fine
Berat total granul
Rumus
:
Kadar fine

= 20,043%

11. Kekerasan granul


Cara

Sebutir granul diletakkan diatas bidang datar yang dapat dinaik turunkan tepat dibawah piring
timbangan.
Letakkan sedikit demi sedikit pemberat diatas piring sampai granul retak atau pecah,
kekerasan granul sama dengan berat dari beban.

12.

Distribusi ukuran granul


Cara

Keatas set ayakan yang masing-masingnya telah ditimbang seksama dan terdiri dari ayakan
No 18, 25, 35, 45, 75, 100, 120 dan 170.
Ayak 10g granul selama 5 menit
Masing-masing fraksi ditimbang dan ditentukan distribusi dan diameter mediannya.
4.7.2

Evaluasi tablet

1. Keseragaman bobot
20 tablet yang telah dibersihkan dari debu ditimbang satu persatu = 8,3085
Hitung bobot rata-rata = 8,3085 g = 0,4154 g
20
Syarat

: tidak boleh lebih dari 2 tablet mempunyai penyimpangan lebih besar

Timbang berat masing-masing tablet


NO

Berat Tablet

(x-xi)2

0,4584

1,849 x 10-3

0,4002

2,3104 x 10-5

0,4213

3,841 x 10-5

0,4137

2,89 x 10-6

0,4106

2,304 x 10-5

0,3919

5,5225 x 10-4

0,4043

1,2321 x 10-4

0,3986

2,8224 x 10-4

0,3779

1,40625 x 10-3

10

0,3865

8,3521 x 10-4

11

0,3864

8,41 x 10-4

12

0,3779

1,40625 x 10-3

13

0,3751

1,62409 x 10-3

14

0,3905

6,2001x 10-4

15

0,4149

2,5 x 10-7

16

0,4003

2,2801 x 10 -4

17

0,3872

7,9524 x 10-4

18

0,3819

1,12225 x 10-3

19

0,3921

5,4289 x 10-4

20

0,3752

1,61064 x 10-3

8,3085

6,9658 x 10-4
SD = ( X X1)2

SD

SD relatif =

x 100%
n1

X
= 6,9658 X 10-4

= 0,0549 X 100%
20 1

0,4154
= 3,66 X 10-5

= 13,21%

= 0,0549

BOBOT

PENYIMPANGAN

RATA-RATA

BOBOT RATA-RATA (%)


A

25 mg / kurang

15

30

26 mg - 150 mg

10

20

151 mg 300

7,5

15

mg

10

> 300 mg

2. Keseragaman ukuran
Alat

: jangka sorong

Syarat : dm tablet tidak boleh melebihi 3x tebal tablet dan tidak kurang dari 11/3x

tebal tablet.

Menggunakan 10 tablet
Letakkan sebuah tablet diantara penjepit yang terdapat pada jangka sorong, lalu tablet
dinyatakan telah ketat setelah timbul bunyi.
Ukur diameter dan tablet.
NO

Tebal tablet

Diameter

0,9

1,5

0,9

1,5

0,9

1,5

0,9

1,5

0,9

1,6

0,9

1,6

0,9

1,5

0,9

1,6

0,9

1,5

10

0,9

1,6

Tebal tablet rata-rata

= 0,9

Diameter tablet rata-rata

= 1,5

3. Kekerasan tablet
Alat

: Hardnes tester

Syarat : 4 8 mg/cm2
Menggunakan 5 tablet
Letakkan 1 tablet diantara penjepit, lalu jepit tablet dengan cara menjepit alat tersebut sampai
tablet pecah/retak.
Pada saat tablet tersebut mulai pecah/retak yang ditunjukkan oleh skala, maka kekerasan tablet
tersebut mulai dihitung.
Kekerasan tablet rata-rata = 6,2 kg/cm2

NO

Kekerasan tablet

4. Kerapuhan tablet
Alat

: Rhoche friabilitor

Tujuan : menentukan kemampuan dan daya tahan tablet terhadap gesekan dan goncangan selama
prossesing, packing, transportasi sampai pada konsumen.
Syarat : menurut lochman = o,8% dan menurut Roche = 1%
20 tablet bebas debu ditimbang bersama (W1g), kemudian dimasukkan dalam Roche.
Jalankan alat, biarkan berputar selama 4 menit (100x putaran)
Bersihkan kembali 20 tablet tersebut dari debu dan timbang (W2g)

W1- W2
W1

Hitung besarnya kerapuhan tablet


X 100%

Rumus :

5. Waktu hancur tablet


Factor yang mmempengaruhi waktu hancur tablet :

Factor formulasi

Sifat fisik bahan obat

Bahan pembantu

Tekanan yang diberikan pada saat pencetakan

Syarat : kecuali dinyatakan lain dalam FI, untuk tablet tidak bersalut waktu hancurnya tidak lebih dari
dari 15 menit dan untuk tablet bersalut gula = 60 menit.

Isi bejana dengan campuran yang cocok seperti cairan lambung spt : Hcl atau cairan usus
buatan sesuai dengan tablet yang akan diukur waktu hancurnya.

Larutan yang digunakan diukur / diatur suhunya sampai 37 + 2oC.

Jumlah cairan ini diatur sedemikian rupa sehingga pada saat keranjang turun permukaannya
tidak tenggelam dalam cairan dan pada saat keranjang ini naik permukaan disebelahnya tidak
melebihi permukaan cairan.
Masukkan tablet yang akan ditentukan waktu hancurnya satu persatu pada 6 tabung yang ada,
setelah itu kedalam masing-masing tabung dimasukkan cakram yang terbuat dari tali plastic.
Jalankan alat dan catat waktu saat mulai alat dijalankan sampai semua tablet telah melewati
saringan yang terdapat pada setiap tabung.
Kecepatan turun naiknya alat diatur sebanyak 30x/ menit.

6. Penetapan kadar
Menurut FI mebutuhkan 30 tablet, 10 tablet ditetapkan kadarnya satu persatu.
Tablet memenuhi syarat, jika hasilnya antara 95 105% dari persyaratan diatas, 20 tablet sisa
ditetapkan kadarnya.
I. Pembuatan larutan induk
II. Pembuatan kurva kalibrasi
III. Pembuatan larutan sampel
IV. Mengukur absorban dengan spektrofotometer UV
I. Pembuatan larutan induk
Timbang 3 mg paracetamol murni, larutakan dalam 10 ml metanol. Kemudian dicukupkan
sampai 100 ml dengan agua dest.
Konsentrasi larutan induk = 30 g/ml
II. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat pengenceran larutan induk menjadi 5 seri konsntrasi
1. Dibuat pengenceeran dengan konsentrasi 5 ppm
V1 x C1
=
V2 x C2
V1 X 30
=
10 x 5
V1
=
1,67 ml
2. Dibuat pengenceran dengan konsentrasi 10 ppm
V1 x C1
=
V2 x C2
V1 X 30
=
10 x 10
V1
=
3,33 ml

3. Dibuat pengenceran dengan konsentrasi 15 ppm

V1 x C1
=
V1 X 30
=
V1
=

V2 x C2
10 x 15
5 ml

4. Dibuat pengenceran dengan konsentrasi 20 ppm


V1 x C1
=
V2 x C2
V1 X 30
=
10 x 20
V1
=
6,67 ml
5. Dibuat pengenceran dengan konsentrasi 25 ppm
V1 x C1
=
V2 x C2
V1 X 30
=
10 x 25
V1
=
8,33ml
Larutan induk dengan 5 seri pengenceran di ukur absorbennya didapat hasil:
No Konsentrasi
1.
5
2.
10
3.
15
4.
20
5.
25

ABS
0,157
0,184
0,218
0,264
0,325

Dari kurva kalibrasi didapatkan hasil:

0,157
ABS
0,325

ppm

25 konsentrasi

ABS

0,153

Dari kurva kalibrasi didapatkan hasil Konsentrasi Paracetamol dalam 100 ml larutan sampel
= 30 g/ml x 100 ml = 3000 g/ml = 3 mg/ml
% kadar Paracetamol dalam tablet = 3 mg/ml

x 100% = 0,75%

400 mg

Dari data didapatkan regerasi linearnya yaitu:


a = 0,055
b = 0,0107
r = 0,9967
III. Pembuatan larutan sampel
Tablet digerus dalam lumpang, ditimbang sebanyak 3 mg kemudian dilarutkan dalam 10 ml
metanol kemudian ditambahkan dengan agua dest. 100 ml.
Stelah diukur dengan spektofotometer UV maka didapat absorbennya: 0,273
Absorben = 0,273
Didaptakan:
Nilai y = 0,273
y = a + bx
x= y+a
b

= 0,273 + 0,055

0,0107
= 30,65g/ml
= 0,03065 mg/ml

% kadar paracetamol dalam tablet adalah:


0,03065 mg/ml x 100%
3 mg
7. Uji disolusi
dapat dilakukan secara invitro

= 1,021%

Disolusi adalah suatu proses dimana bahan obat padat melarut kedalam medium disolusi dan laju
disolusi senyawa padat ditentukan oleh laju difusi suatu lapisan yang sangat tipis dari larutan
jenuh yang terbentuk disekeliling bahan padat.

(CS C)

Hubungan kecepatan disolusi :

Syarat :
Alat

: dissolution tester

Menggunakan 5 tablet
Tablet diletakkan dalam keranjang kawat yang dapat berputar 50, 100, 150x/ menit.
Keranjang dimasukkan dalam wadah yang berisi medium pada suhu 37oC.
Putar keranjang dengan kecepatan 50x/ menit.
Dalam selang waktu tertentu cairan medium diambil dengan pipet melalui sampling port,
kemudian kedalam wadah ditambahkan larutan medium baaru sebagai penggantian yang
telah diambil.
Cairan medium yang diambil dalam selang waktu tertentu ditentukan secara kwantitatif jumlah
bahan obat yang larut pada waktu tertentu.
ABS
5

K.ABS

0,254

0,543

0,412

0,547

15

0,563

1,703

30

1,264

1,81834

45

1,253

2,112

10

Maka didapat persamaan linier untuk persamaan diatas :

y = 0,1006 + 0,0309x

a.

Pada waktu 5 dimana


Maka y
= a +bx
x = y a = 0,254 0,1006
b
0,0309
Konsentrasi
= 4,96 g/ml
= 4,96 g/ml x 2,5 ml x 900ml
10 ml
= 1,116 g = 1,116 x 10-2 mg
% terdisolusi
400mg
= 2,79 -3%

= 1,116x 10-2 mg x 100 %

b. Pada waktu 10 dimana


Maka y
= a + bx
x

=ya

= 0,412 0,1006

b
0,0309
= 10 x 1,116 x 10 -2 =1,24 x 10-4
900
Konsentrasi
= 13,007g/ml
= 13,007g/ml x 2,5 ml x 900ml
10 ml
= 2,926 g = 2,926 x 10-3 mg
1,25 x10 -4 + 2,926 x 10-3 = 3,051 x 10-3
% terdisolusi
= 3,051x 10-3 mg x 100 %
400mg
= 7,6275 x 10-4%
FK

c. Pada waktu 15 dimana


Maka y

= a +bx
x

= y a = 0,563- 0,1006

0,0309
= 14,96 g/ml
= 14,96 g/ml x 2,5 ml x 900ml
10 ml
= 3,366 g = 3,366 x 10-3mg
= 10 ml x 2,926 x 10-3 mg = 3,251 x 10-3 mg
900ml
-3
3,375 x 10 mg + 2,5161 x 10-5 mg = 3,253 x 10-3
% terdisolusi
= 3,253 x 10-3mg x 100 %
400mg
= 8,1325 x 10-3%

Konsentrasi

FK

Buat kurva antara % terdisolusi terhadap waktu:

BAB V
HASIL DAN DISKUSI
5.1 HASIL
Dari pratikum yang dilakukan di dapatka hasil, sebagai berikut:
a. Pada evaluasi granul :

Bj benar

= 0,8838

Bj nyata

= 0,5

Bj mampat

= 0,5882

Porositas

= 46,59%

Kompresibilitas

= 14,99%

Faktor hausner

= 1,17

Kandungan air

= 2,425%

persyaratan kandungan air = < 5% (tablet memenuhi persyaratan )

Kecepatan alir

= 1,1627

persyaratan kecepatan alir = 10 g/detik ( tablet tidak memenuhi persyaratan )

Sudut istirahat

= 22,83oC

persyaratan sudut istirahat = 25 - 60 ( tablet memenuhi persyaratan )

Kadar fine

= 20,043%

persyaratan kadar fine tidak lebih dari 20% ( tablet tidak memenuhi persyaratan)
b. Pada evaluasi tablet :

Keseragaman bobot
SD

= 0,0549

SD relatif = 13,21%

Keseragaman ukuran
Diameter rata-rata

= 0,9

Ketebalan rata-rata

= 1,5

Kekerasan tablet

= 6,2 kg/cm2

5.2 DISKUSI
Tablet memenuhi persaratan kandungan air (kecil dari 5%)

Kecepatan alir tablet tidak memenuhi persaratan ( 10 gram /detik)

Pada pnetapan kadar kadar parasetamol didapatkan dari hasil pengujian adalah 1,021 % ini
disebabkan karena kesalahan dalam pembuatan larutan sampel, penimbangan bahan yang
terlalu kecil kesalahan pemipetan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam penetapan kadar ini yaitu

1. Aliran granul
2. Kemurnian zat aktif
3. Metoda analisa yang digunakan
4. Metoda pembuatan sampel

Pada uji disolusi, didapatkan persen disolusi yang kecil dari 100, kesalahan ini mungkin
terjadi akibat kesalahan dalam pemipetan 10 ml larutan parasetamol dari tabung diolusi yang
tanpa disertai tambahan 10 ml larutan media disolusi baru dalam tabung disolusi.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Pembuatan tablet pada pratikum farmasetik III, setelah dilakukan evaluasi baik
terhadap granul atau tablet itu sendiri diperoleh kesimpulan bahwa tablet yang dibuat secara
garis besar belum memenuhi persaratan, yaitu % disolusi(uji pelarutan tablet) yang akan
berpengaruh terhadap pelarutan zat aktif dari tablet sehinga efek yang dihasilkan akan
dipengaruhi dan kecepatan alir yang sangat lambat yaitu 1.1627 g/detik yang diakibatkan
granul yang keras menyebabkan zat aktif akan lama lepas dari granulnya sehinga efek akan
lebih lama.
7.2. Saran
Untuk pratikan selanjutnya disarankan agar dapat memformula sediaan tablet dengan
bahan dan konsentrasi yang baik, tepat dan ketelitian penimbangan sebelum percetakan
tablet, juga diperlukan ketelitian dalam melakukan evaluasi baik evaluasi granul maupun
evaluasi tablet karena hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah tablet yang telah
kita buat memenuhi sarat atau tidak.

BAB VIII
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Jakarta
Firmansyah, 1989, Formula tablet, Universitas Andalas press

Bagian Farmakologi FK UI, 1995, Farmakologi dan Terapi edisi IV, Jakarta, UI press
Shargel, L, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya ; Airlangga university
press

Formulasi Tablet CTM


Posted on May 13, 2012 by mayaniiii
0
PENDAHULUAN
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua
makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun
menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang yang dimaksud dengan obat adalah suatu
bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau
kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperindah tubuh
atau bagian tubuh manusia. Sediaan obat dibuat dan disimpan sedemikian rupa dengan
memperhatikan sifat bahan obat yang digunakan, sehingga efektivitas optimal dan sifat tidak
merusaknya, terjamin. Konsentrasi dan jumlah bahan penolong yang digunakan dalam
pembuatannya harus tersatukan dengan bahan aktifnya (Voigt, 1994).
Dewasa ini sediaan tablet semakin popular pemakaiannya dan merupakan sediaan yang
paling banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami
perkembangan baik formulasi maupun cara penggunaannya. Beberapa keuntungan sediaan
tablet diantaranya adalah sediaan lebih kompak, biaya pembuatannya lebih sederhana,
dosisnya tepat, mudah pengemasannya, sehingga penggunaannya lebih praktis jika
dibandingkan dengan sediaan yang lain (Lachman, et al., 1994).
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang
paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Ditjen POM, 1995).
Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumnya dengan penambahan bahan
pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan menggunakan tekanan tinggi. Tablet dapat
memiliki bentuk silinder, kubus, batang, atau cakram, serta bentuk seperti telur atau peluru.
Garis tengah tablet pada umumnya 5-17 mm, sedangkan bobot tablet 0,1-1 g (Voigt, 1995).
Metode Pembuatan Tablet
Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau
mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk
meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa (Ditjen POM, 1995). Butiran

granulat yang diperoleh, partikel-partikelnya mempunyai daya lekat. Daya alirnya menjadi
lebih baik sehingga pengisian ruang cetak dapat berlangsung secara kontiniu dan homogen.
Keseragaman bentuk granulat menyebabkan keseragaman bentuk tablet (Voigt, 1995).
a. Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan
pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam
lemari pengering pada suhu 40-50C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul
dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin
tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi kering
Metode ini digunakan pada keadaan dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung,
obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, et al., 1994).
Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slugg atau dikompresi menjadi
tablet yang besar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras
agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini
dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin
ditambahkan dan tablet dikempa (Ansel, 1989).
c. Kompresi Langsung
Beberapa bahan obat seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida, dan metenamin
bersifat mudah mengalir, sifat kohesifnya juga memungkinkan untuk langsung dikompresi
tanpa memerlukan granulasi(Ansel, 1989). Istilah kempa langsung telah lama digunakan
untuk memperkenalkan pengempaan senyawa kristalin tunggal (biasanya garam anorganik
dengan struktur kristal kubik seperti natrium klorida, natrium bromida, atau kalium bromida)
menjadi suatu padatan tanpa penambahan zat-zat lain. Hanya sedikit bahan kimia yang
mempunyai sifat alir, kohesi, dan lubrikasi di bawah tekanan untuk membuat padatan seperti
ini (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Sekarang istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet dikempa
langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi,
disintegran, dan lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam ke dalam lubang kempa dan
membentuk suatu padatan yang kokoh. Tidak ada prosedur praperlakuan granulasi basah atau
kering yang diperlukan pada campuran serbuk (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Keuntungan metode kempa langsung yaitu :
1. Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit
2. Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang
diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang
dipergunakan juga lebih sedikit.
3. Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab.

4. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi
langsung menjadi partikel. Tablet kempa langsung berisi partikel halus sehingga tidak
melalui proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu. Modifikasi lanjut dari proses
kempa langsung adalah penggunaan penggerusan pracampur zat aktif keras dengan satu atau
lebih pengisi dan penambahan pengisi dan pengikat lain sebelum campuran akhir dikempa
langsung (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Keuntungan tablet dibandingkan dengan sediaan yang lain:
1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari
semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang rendah.
2. Ongkos pembuatannya paling rendah.
3. Sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.
4.Paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal ditenggorokan.
5.Mempunyai sifat stabilitas mikrobiologis yang paling baik (Lachman, et al., 1994).
BAB I
Monografi Dan Perundang-undangan

I.I Monografi
Klorfeniramin maleat
mengandung tidak kurang dari
98,0 % dan tidak lebih dari
100,5 % C16H19ClN2.C4H4O4
dihitung terhdap zat yang telah
dikeringkan. Klorfeniramin
maleat atau CTM, memiliki
nama Kimia : 2-[p-kloro--[2
dimetilamino)etil] benzyl
piridina maleat dan memiliki
rumus molekul :
C16H19ClN2.C4H4O4. Klorfeniramin maleat memiliki berat molekul sebesar 390,87. Pemerian
, berupa serbuk hablur, putih, dan tidak berbau. Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5.
Kelarutan : mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform; sukar larut dalam
eter dan dalam benzena (Ditjen POM, 1995).
I.II Perundang-undangan
CTM atau klofeniramin maleat) adalah obat golongan antihistamin H1 sebagai obat antialergi
dengan reaksi alergi ringan sampai sedang dan obat untuk anafilataksis. CTM adalah obat
bebas terbatas artinya yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan

harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket
obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Gambar logo obat bebas terbatas
Dosis CTM dalam 1 tablet adalah 4 mg sedangkan pada injeksi adalah 10 mg dalam 1 ampul.
Dosis terapetiknya adalah 4 mg dalam 1 tablet dan jika melebihi dosis tersebut maka akan
menimbulkan efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat
namun dirasa mengganggu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan
kewaspadaan tinggi karena adanya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM.
Efek samping lainnya sedasi, gangguan saluran cerna, efek anti muskarinik, hipotensi,
kelemahan otot, tinitus, euphoria, nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dan kelainan
darah. Jadi aturan pakainya yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan dosisnya, karena
sebenarnya satu butir CTM saja sudah cukup. Dosis yang diperlukan untuk menimbulkan
efek kantuk adalah seperempat tablet CTM. Sehingga perlu diingatkan pada masyarakat
bahwa penambahan dosis yang tidak terbatas malah akan menimbulkan efek toksik bagi
tubuh.

BAB II
Analisis Farmakologi

II.I Mekanisme Obat


Chlorpheniramin maleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu
antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun, dalam
penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin sendiri.
Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun
influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat
beristirahat.
CTM adalah obat antihistamin yang mempunyai nama dagangnya yaitu CTM dan
mengandung Chlorpheniramini maleas 4 mg, itu artinya nama obat ini bukan merupakan isi
kandungan melainkan hanyalah sebuah nama merek obat tersebut. Histamin merupakan zat
yang diproduksi oleh tubuh yang dapat menyebabkan seseorang bersin, mata berair, gatalgatal dan reaksi alergi lainnya. Oleh karena itu CTM merupakan obat yang bisa meredakan
gejala-gejala alergi yang ditimbulkan oleh histamine.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacammacam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan
keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan
Terapi edisi IV(FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan
bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.
Menurut Dinamika Obat (ITB,1991),CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1)
yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan

demikian mampu meniadakan kerja histamin. Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1
dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot
(bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamine
mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat
pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada
kapiler. Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos.
Farmakodinamik dari antagonism terhadap Histamin, AH1 menghambat efek histamine pada
pembulih darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos; selain itu, AH1 bermanfaat
mengibati hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai dengan penglepasan histamine
endogen berlebihan. Secara umum, AH1 efektif menghambat kerja histamn pada otot polos
usus dan bronkus. Bronkokonstriksi akibat histamine dapat dihambat oleh AH1. Peninggian
permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1.
Reaksi anafilaksis dan berbagai reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1,
karena disini bukan histamine yang berperan tetapi autakoid lain yang dilepaskan. Efektivitas
AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat
histamine. Efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat
dihambat oleh AH1. AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan
yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah, dan eksitasi.
Dosis AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk,
berkurangnya kewaspadaan, dan waktu reaksi yang lambat. Beberapa obat AH1 juga efektif
untuk menghambat mual dan muntah untuk akibat peradangan labirin atau sebab lain.
Beberapa AH1 bersifat anestetik local dengan intensitas berbeda. Banyak AH1 bersifat mirip
atropine. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolonergik ini dapat timbul
pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
II.II Efek Farmakologi
Klorfeniramin adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuat dan derajat
toksisitas yang sama. Efek sampingnya sedatif ringan dan sering kali digunakan dalam obat
batuk. Klorfeniramin maleat merupakan antihistamin jenis antagonis reseptor H-1 yang
bekerja dengan cara memblokir reseptor H-1 dengan menyaingi histamin pada resptornya di
otot licin didnding pembuluh darah dan dengan demikian menghindarkan timbulnya reaksi
alergi (Tjay, 2002).
CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan
toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga
dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Namun sebagaimana sebagian
besar obat yang mempunyai efek samping, obat ini juga mempunyai efek samping
mengantuk sehingga tak jarang obat ini sering dijadikan obat tidur. Sebernarnya kurang tepat
apabila obat ini di jadikan obat kantuk, karena oabat ini mempunyai efek resintensi, artinya
semakin lama kita menggunakan CTM berarti semakin kurang efek kantuknya. Efek samping
lain dari CTM adalah Sedasi, gangguan gastro intestinal, efek muskarinik, hipotensi,
kelemahan otot, tinitus, eufria, sakit kepala, merangsang susunan saraf pusat, reaksi alergi,
kelainan darah.

Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala
seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini
menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi
mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu,
pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan. Jadi
sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping
dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat
pengikatan histamin pada resaptor histamin.
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsopsi dengan baik. Efeknya timbul 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Tempat utama biotransformasi
AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin
setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
II.III Dosis
Dosis terapi 4 mg dalam satu tablet dimana AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan
dan waktu reaksi yang lambat. Dosis pemakaian CTM adalah sebagai berikut: untuk dewasa
dosisnya, 3 4 kali sehari 0.5 sampai 1 tablet. Untuk anak-anak 6 12 tahun, dosis
pemakaiannya, 0.5 x dosis dewasa. Sedangkan untuk anak-anak 1 6 tahun, dosisnya adalah
0.25 x dosis dewasa. Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek berarti pada sistem
kardiovaskular.

BAB III
Farmasetika
Tablet dibuat dari bahan aktif dan bahan tambahan yang meliputi bahan pengisi, penghancur,
pengikat dan pelicin. Salah satu bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan tablet adalah
klorfeniramin maleat. Klorfeniramin maleat kurang menguntungkan jika dibuat secara
granulasi basah karena pada granulasi basah diperlukan adanya air serta pengeringan.
Pembuatan tablet klorfeniramin maleat secara granulasi kering juga kurang mendukung
karena pada proses tersebut diperlukan tekanan yang relatif besar yang akan mempengaruhi
kestabilan klorfeniramin maleat. Oleh sebab itu, metode kempa langsung merupakan metode
pembuatan klorfeniramin maleat yang menguntungkan.
Dalam menghasilkan tablet secara umum yang memenuhi persyaratan, diperlukan bahanbahan penolong yang digunakan pada pembuatan tablet yang diharapkan dapat meningkatkan
sifat aliran dan kompaktibilitasnya.
1. Bahan Tambahan dalam Pembuatan Tablet
Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan tablet, umumnya terdiri dari :

1) Bahan Pengisi (Filler/Diluent)


Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume dan berat tablet. Bahan ini
ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa (Anonim, 1995). Bahan pengisi
ini menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1984). Bahan
pengisi tablet yang umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal
(Anonim, 1995).
2) Bahan Pengikat (Binder)
Bahan pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat (Lachman
et.,al, 1994). Bahan pengikat ini dimaksudkan untuk memberikan kekompakan dan daya
tahan tablet. Bahan pengikat sangat membantu dalam pembuatan granul, diantara bahan
pengikat yang digunakan adalah mucilage amili, gelatin, gom arab, tragakan, derivate
selulosa dan polivinil pirolidon. Penambahan bahan pengikat tidak boleh terlalu lebih atau
kurang, bila terlalu lebih biasanya akan dihasilkan granul yang keras untuk dibuat tablet atau
sebaliknya bila kurang akan dihasilkan tablet yang cenderung lunak dan rapuh (Banker and
Anderson,1986).
3) Bahan Penghancur (Disintegrant)
Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet kontak dengan cairan.
Hancurnya tablet akan menaikkan luas permukaan dari fragmen-fragmen tablet sehingga
akan mempermudah terlepasnya obat dari tablet .Bahan penghancur ditambahkan untuk
memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran
pencernaan. Dapat juga berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan
menyebabkan tablet pecah menjadi bagian- bagian. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin
sangat menentukan kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang
diharapkan (Banker and Anderson, 1986). Jenis bahan penghancur yang umum digunakan
adalah amilum, derivate selulose, asam alginate, veegum, koalin dan bentonit.
4) Bahan Pelicin (Lubricant)
Berdasarkan fungsinya bahan pelicin dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a) Lubricant, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antar sisi tablet dengan dinding
ruang cetakan (die) dan antara dinding die dengan punch, sehingga tablet mudah dikeluarkan
dari cetakan.
b) Glidant, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antar partikel yang mengalir dari
hopper ke ruang cetak ( die), sehingga memperbaiki sifat alir serbuk atau granul yang akan
dikempa dan akan berpengaruh pada keseragaman bobot tablet.
c) Anti adherent, yang berfungsi mencegah melekatnya tablet pada die dan permukaan punch.
Sebagai bahan pelicin yang biasa digunakan adalah magnesium stearat, aerosil, talk dan
kalsium stearat. Jumlah pelicin yang digunakan pada pembuatan tablet yang satu dengan
yang lain berbeda-beda mulai dari yang sedikit kira-kira 0,1 % dari berat granul sampai
sebanyakbanyaknya 5% (Ansel, 1989).

Bahan pelicin yang sering digunakan adalah talk konsentrasi 5% tepung jagung konsentrasi
5-10%, koloid-koloid silika seperti cab-o-sil atau siloid atau aerosil dalam konsentrasi 0,253% (Lachman et.,al., 1994).
Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet
Pemeriksaan kualitas tablet dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dari tablet yang
dihasilkan, pemeriksaan kualitas tablet meliputi :
a. Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot pada tiap
tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan dalam
Farmakope Indonesia edisi III (Anonim, 1979). Penyimpangan bobot yang dipersyaratkan
oleh Farmakope Indonesia adalah sebagai berikut :
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan dengan
menimbang 20 tablet, menghitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu per satu,
tidak ada dua tablet pun yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang
menyimpang dari bobot rata-ratanya dari harga yang ditetapkan pada kolom.
B. Faktor yang mempengaruhi keseragaman bobot yaitu kondisi peralatan yang digunakan
dalam proses pentabletan, seperti berubahnya pengaruh tekanan (Anonim, 1979).
Tabel 1.Persyaratan penyimpangan bobot (Anonim, 1979)
Bobot rata-rata (mg)
25 mg atau kurang
25 mg 150 mg
151 mg- 300 mg
Lebih 300 mg

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %


A
B
15
30
10
20
7.5
15
5
10

b. Kekerasan Tablet
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan
mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan,
pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan
pengempaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi
dan sifat bahan yang dikempa, kekerasan tablet yang baik antara 4 8 kg (Parrott,1971).
c. Kerapuhan Tablet
Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan
goncangan. Besaran yang dipakai adalah % bobot yang hilang selama pengujian. Alat yang
digunakan adalah friabilator tester. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerapuhan antara lain
banyaknya kandungan serbuk (Fines). Kerapuhan di atas 1 % menunjukkan tablet yang rapuh

dan dianggap kurang baik (Banker and Anderson, 1986). Tablet bagus bila tablet yang diuji
tidak boleh berkurang lebih dari 1% dari berat tablet uji (Mohrle, 1989).
d.Waktu Hancur Tablet
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam medium yang
sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kassa alat pengujian. Faktorfaktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia granul dan kekerasan
tablet. Kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15
menit (Anonim,1979). Waktu hancur yang semakin cepat maka semakin cepat pula pelarutan
dari bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat berkhasiat bagi tubuh.
5. Pemeriksaan Keseragaman Kandungan Zat Aktif
Keseragaman kandungan zat aktif dapat diterapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu
keseragaman bobot atau keseragaman kandungan. Tablet memenuhi keseragaman kandungan
zat aktif jika kadar 10 tablet yang diperiksa memberikan hasil dalam batas 92,5% sampai
107,5% dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
III.I Preformulasi
Struktur Kimia dan karakteristik
CTM atau klorofeniramin maleat mengandung gugus klor, 2-dimetilamino-etil benzil dan
gugus piridina maleat.
Bobot Molekul
CTM atau klorfeniramin maleat memiliki berat molekul 390,67 g/mol.
Metode Analitik
prosedur analisis kimia CTM dilakukan menggunakan metode Spektrofotometri dengan
menganalisis serapan cahaya oleh gugus kromofor yang terdapat dalam struktur kimia CTM.
Dari serapan cahaya ini dapat diketahui nilai serapannya (absorbansi). Dengan demikian
dapat diketahui kadar dari tablet CTM yang dibuat dengan cara memplot nilai absorbansi
yang diperoleh pada persamaan regresi linier dari kurva baku CTM.
Bahaya potensial dan Toksikologi
CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan
toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga
dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Dosis terapi AH1 umumnya
menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya
kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini menguntungkan bagi pasien
yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan
pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang
mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan. Jadi sebenarnya rasa kantuk yang
ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut.
Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin

pada resaptor histamin. Efek samping : Sedasi, gangguan saluran cerna, efek anti muskarinik,
hipotensi, kelemahan otot, tinitus, euphoria, nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dan
kelainan darah. Jadi aturan pakainya yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan dosisnya,
karena sebenarnya satu butir CTM saja sudah cukup. Dosis yang diperlukan untuk
menimbulkan efek kantuk adalah seperempat tablet CTM. Sehingga perlu diingatkan pada
masyarakat bahwa penambahan dosis yang tidak terbatas maah akan menimbulkan efek
toksik (racun).

III.II Formulasi : CTM atau klorfeniramin maleat dibuat dalam bentuk tablet yang berisi zat
aktif dan eksipiennya. Yanuar, et.,al, (2003) telah melakukan penelitian yaitu preparasi dan
karakterisasi selulosa mikrokristal dari nata de coco untuk bahan pembantu pembuatan tablet
yang menggunakan nata de coco yang diperoleh dari pasaran. Berdasarkan interpretasi data
spektrum inframerah dan spektrum difraksi sinar-x terlihat bahwa selulosa mikrokristal
mempunyai kemiripan dengan Avicel PH-102 yang sering digunakan sebagai pengisi dalam
tablet CTM dengan rumus empirik (C6H10O5)n sehingga dari menelitian ini memungkinkan
kita untuk menggunakan selulosa mikrokristal dari nata de coco sebagai bahan pembantu
pembuatan tablet. Pada awalnya, selulosa mikrokristal dibuat dari tumbuhan berkayu dan
kapas. Produk komersial selulosa mikrokristal yang ada di pasaran bersumber dari tumbuhan
berkayu, misalnya konifer (Bimte dan Tayade, 2007; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005).
Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dari
kulit kacang kedelai, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, tongkol jagung, bambu
India dan lain-lain (Ejikeme, 2008).
Ada beberapa masalah selama produksi produk selulosa. Masalah ini mencakup polusi yang
terjadi selama proses pulping dan bleaching selama pemurnian serat selulosa dan sejumlah
besar residu cair serta toksin yang dilepaskan dari selulosa (Chen, et al., 2010). Selain itu,
penggunaan kayu sebagai sumber pembuatan selulosa mikrokristal dapat mengurangi
ketersediaan kayu dan menyebabkan penebangan hutan secara besar-besaran. Hal ini dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis. Oleh karena itu, perlu dicari sumber nonkayu
sebagai sumber alternatif untuk mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh
penggunaan kayu dalam pembuatan selulosa mikrokristal (Behin, et al., 2008).
Berdasarkan masalah di atas, digunakan nata de coco sebagai alternatif sumber selulosa
mikrokristal karena nata yang merupakan selulosa bakteri mempunyai keunggulan antara lain
kemurnian, daya regang dan daya serap air yang lebih tinggi daripada selulosa tumbuhan
(Chawla, et al., 2008).

III.III Perhitungan dan Penimbangan


Menurut buku Formularium Nasional Edisi ke-II tahun 1978. Resep dari Tablet
Klorfrniramina adalah
Komposisi

Tiap tablet mengandung:

Chlorpheniramini Maleas

4 mg

Zat tambahan yang cocok

secukupnya

Penyimpanan.

Dalam wadah tertutup rapat.

Dosis.

Dewasa: 3 sampai 4 kali sehari setengah sampai 1 tablet.

Anak: bayi. 3 sampai 4 kali sehari seperempat tablet. Anak berumur dibawah 12 tahun, 3
sampai 4 kali sehari setengah tablet.
-Formulasi Baru tablet CTM
Formula tablet CTM dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal dari nata de coco. Dibuat
formula untuk 1000 tablet, berat pertablet 200 mg dan penampang tablet 9 mm.
Berat 1000 tablet

= 1000 tablet x 0,2 gram = 200 gram

Klorfeniramin maleat

= 1000 tablet x 0,004 gram = 4 gram

Amilum manihot 5 %

= 5% x 200 gram = 10 gram

Magnesium Stearat

= 1% x 200 gram = 2 gram

Talkum = 1% x 200 gram = 2 gram


Selulosa mikrokristal

= 200 gram ( 10 + 2 +2+ 4) gram

= 182 gram
III.V Pembuatan
1. Dimasukkan g klorfeniramin maleat ke dalam lumpang, kemudian ditambahkan
dengan 10 g amilum manihot, selanjutnya tambahkan 2 g magnesium stearat dan 2 g
talkum sambil digerus.
1. Tambahkan sedikit demi sedikit selulosa mikrokristal sambil terus digerus
sampai semua komponen homogen.
2. Dilakukan uji preformulasi dan kemudian dicetak menjadi tablet dengan
diameter 9 mm.
III.VI Evaluasi Fisika Sediaan
Appearance (penampilan)
-shape (bentuk) : tablet
-warna

: putih

-permukaan

: rata

Uji Keseragaman bobot

Dilakukan uji keseragaman diambil tablet klorfeniramin maleat dengan bahan pengisi
selulosa mikrokristal dari nata de coco dengan persyaratan:
Untuk bobot rata-rata 151 mg sampai dengan 300 mg, penyimpangan untuk kolom A adalah
tidak lebih dari 7,5 % dan kolom B tidak lebih dari 15 %.
Uji Friabilitas Tablet
Uji Friabilitas Tablet = a-b /a x 100%
Dimana: a = bobot 20 tablet sebelum diputar dengan friabilator (gram)
b = bobot tablet sesudah diputar dengan friabilator (gram)
F = Friabilitas (%)
Syarat friabilitas tablet:
Kehilangan bobot tidak boleh lebih dari 0,8 % (F 0,8%).
Uji Kekerasan tablet
Uji ini dilakukan untuk emnjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanis pada proses
pengemasan dan penghantaran. Prosedurnya diambil 20 tablet diambil secara acak laludiukur
kekerasannya menggunakan hardness tester.
Uji Waktu Hancur
Dilakukan dengan memasukkan 5 tablet kedalam keranjang, naik turunkan keranjang
secara teratur 30 kali tiap menit, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang
tertinggal di atas kas, kecuali melalui melalui fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali
dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari
15 menit untuk tablet tidak bersalut.

BAB IV
Analisis Kimia

IV.I Identifikasi Zat Aktif


Identifikasi CTM atau klorfeniramin maleat dilakukan dengan cara:

1. Spekturm serapan ultraviolet larutan 0,002 % b/v dalam asam sulvat 0,1 N setebal 2
cm pada daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350 nm menunjukkan
maksimum hanya pada 265 nm; serapan pada 265 nm lebih kurang 0,85.
2. Lakukan kromatografi lapis tipis yang tertera pada kromatografi, menggunakan
silikagelG/F-254 P sebagai zat jerap, panaskan lempeng pada suhu 105 selama 30
menit. Sebagai fasa bergerak digunakan 5 campuran 5 bagian volume etilasetat 3
bagian volume methanol P dan 2 bagian volume asam asetat encer P. totolkan terpisah
masing-masing 2 ul larutan dalam kloroform P yang mengandung (1) 0,5 % b/v zat uji
dan (2) 0,5 % b/v klorfeniramina maleat PK. Angkat lempeng, biarkan kering diudara,
amati dengan lampu ultraviolet 254 nm. Dua bercak utama yang diperoleh dengan
larutan (1) sesuai dengan bercak yang diperoleh dengan larutan (2). Semprot lempeng
dengan Larutan kaliun iodobismutat encer P. bercak utama yang diperoleh dari larutan
(1) sesuai dengan bercak yang diperoleh dengan larutan (2).
3. Larutan 500 mg dalam 5 ml air, tambahkan 2 ml ammonia P. sari 3 kali, tiap kali
dengan 5 ml kloroform P. uapkan lapisan air hingga kering, tambahkan 0,2 ml asam
sulfat encer P dan 5 ml air. Sari 4 kali, tiap kali dengan 25 ml eter P. uapkan
kumpulan sari eter dengan mengalirkan udara panas; suhu suhu lebur sisa lebih
kurang 130.

IV.II Evaluasi Kimia Sediaan


Magnesium Stearat
Nama : Magnesium Oktadekanoat, Asam Dekanoat
-Evaluasi organoleptik
Pemerian berupa serbuk halus dan voluminus, putih, bau khas dan mudah melekat di kulit
dan bebas dari butiran.
-Evaluasi kelarutan
Kelarutannya tidak larut dalam etanol, air dan eter.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Alasan penggunaannya karena bersifat lemak dan
tersedia dalam ukuran partikel kecil. Logam stearat meerupakan yangpaling efisien dan lazim
digunakan. Pada umumnya lubrikan ini tidak reaktif, tetapi sedikit bersifat basa. Logam
stearat berfungsi sebagai glidan dan anti adheren.
Talk
-Evaluasi organoleptik

Pemerian berupa serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu dan berkilat, tidak
berbau dan mudah melekat di kulit dan bebas dari butiran.
-Evaluasi kelarutan
Tidak larut dalam etanol, air dan praktis tidak larut dalam eter (anonim,1995)
Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik. Talk berfungsi sebagai lubrikan dan glidan.
Talk digunakan secara luas dan mempunyai sifat menguntungkan yaitu lebih unggul daripada
pati dalam meminimalkan setiap kecenderungan zat yang melekat pada permukaan pons,
suatu sifat yang kadang kadang digolongkan sebagai antiaderen.
Amilum
-Evaluasi organoleptik
Bentuknya berupa serbuk sangat halus, putih dan tidak berbau.
-Evaluasi kelarutan
Mudah larut dalam NaOH dan praktis tidak larut dalam air dan asam diluet dan pelarut
organik lainnya (anonim,1995)
Penyimpananya dalam wadah tertutup tertutup rapat. Digunakan sebagai pengikat serbaguna
untuk menghasilkan tablet yang terdesintegrasicepat dan granulasi yang hanya dibuat dengan
menggunakan pati sebagai pengikat internal dan digranulasi dengan air. Pati merupakan
pengabsorsi minyak yang baik. Selain itu dapat digunakan sebagai desintegran yang
membantu hancurnya tablet.
Selulosa Mikrokristal
Evaluasi organoleptik
Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial, berwarna putih, tidak
berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang menyerap. Selulosa
mikrokristal secara komersial tersedia dalam berbagai ukuran partikel dan tingkat
kelembapan sehingga mempunyai sifat dan penggunaan yang berbeda ( Rowe, et al., 2009).
CTM Atau Klorfeniramin Maleat
-Evaluasi organoleptik
Pemerian berupa serbuk hablur, putih, dan tidak berbau.
-Evaluasi kelarutan
Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5. Kelarutan : mudah larut dalam air; larut dalam etanol
dan dalam kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena (Ditjen POM, 1995).
BAB V

Pengemasan dan Informasi obat


V.I Pengemasan
Seperti baju yang dikenakan manusia, kemasan primer merupakan komponen penting pada
produk farmasi. Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan
bahan yang dikemas produk, antara lain : strip/blister, botol, ampul, vial, plastic, dan lainlain. Fungsi utama kemasan adalah sebagai pelindung produk. Kemasan juga sangat vital
untuk mempertahankan kualitas produk. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Kemasan
yaitu sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi
dan/atau membungkus sediaan farmasi dan alat kesehatan baik yang bersentuhan langsung
maupun tidak. Pengemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan
menggunakan bahan kemasan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat
mempengaruhi berubahnya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
Kemasan yang digunakan dalam sediaan tablet biasanya menggunakan kemasan Strip/Blister,
begitu pula dengan obat CTM yang mempunyai kemasan yang sama dengan tablet.
Strip/blister merupakan kemasan yang menganut sistem dosis tunggal, biasanya untuk
sediaan padat (tablet, kapsul, kaplet, dan lain-lain) per oral. Kemasan strip dibentuk dengan
mengisi dua rangkaian lapis tipis yang fleksibel dan dapat disegel panas melalui suatu
gulungan perekat yang dipanaskan, atau suatu piring yang dapat bergerak dan dipanaskan.
Produk dijatuhkan ke dalam kantung yang dibentuk sebelum akhirnya disegel. Suatu strip
yang panjang terbentuk, umumnya terdiri dari beberapa bungkusan, tergantung dari kapasitas
mesin kemasannya. Strip berisi kemasan obat dipotong panjangnya sesuai dengan jumlah
kemasan yang diinginkan.
Produk yang disegel antara dua lembaran lapisan tipis itu biasanya mempunyai suatu segel di
sekitar setiap tablet, dan biasanya dipisahkan dari bungkus-bungkus yang berdekatan karena
adanya perforasi.
Bahan kemasan dapat berupa kertas, kertas timah (alumunium foil), plastik/selofan, sendiri
atau dalam bentuk kombinasi. Jika penampilan suatu produk dirasa penting, dapat
menggunakan selofan yang dapat disegel panas atau poliester yang dapat disegel panas.
Apalagi bagian muka dan bagian belakang suatu kemasan dapat menggunakan bahan-bahan
yang tidak sama. Pemilihan bahan yang digunakan tergantung pada tuntutan produk dan
mesin.
Kemasan blister dibentuk dengan melunakkan suatu lembaran resin termoplastik dengan
pemanasan, dan menarik (dalam vakum) lembaran plastik yang lembek itu ke dalam suatu
cetakan. Sesudah mendingin, lembaran dilepas dari cetakan dan berlanjut ke bagian pengisian
dari mesin kemasan.
Blister setengah keras yang terjadi sebelumnya diisi dengan produk, dan ditutup dengan
bahan untuk bagian belakang yang dapat disegel dengan pemanasan. Bahan untuk bagian
belakangnya atau tutupnya, dapat digunakan dari jenis yang bisa didorong atau jenis yang
dapat dikelupas.

Bahan-bahan yang umum digunakan untuk blister yang dapat dibentuk dengan panas adalah
plivinil klorida (PVC), kombinasi PVC/polietilen, polistiren, dan polipropilen. Karena alasan
ekonomi dan karena sifat kerja beberapa mesin, blister pada kebanyakan unit kemasan terbuat
dari PVC. Sebagai tambahan perlindungan terhadap lembab, lapisan poliviniliden klorida
(saran) atau poliklorotrifluoroetilen (aclar) boleh dilaminasikan pada PVC. Daya hambat
lembab dari PVC/aclar lebih unggul dibandingkan dengan PVC yang berlapis saran, terutama
jika lama disimpan pada kelembaban yang sangat tinggi.
Indikasi AH1 berguna untuk pengibatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah
atau mengobati mabuk perjalanan. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut
misalnya pada polinosis dan utkaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat
efek histamine yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi. AH1 tidak
berpengaruh terhadap intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab berbagai
gangguan alergik. Keadaan ini dapat diatasi hanya dengan menghindari allergen dan
desensitisasi. AH1 dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung dan
tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. AH1 efektif terhadap alergi yang disebabkan
oleh debu, tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak dan kontaknya lama. Kongesti
hidung kronik lebih refrakter terhadap AH1. AH1 tidak efektiv pada rhinitis vasomotor.
Manfaat AH1 untuk mengobati batuk pada anak dengan asma diragukan, karena AH1
mengentalkan sekresi bronkus, sehingga dapat menyulitkan ekspektorasi. AH1 efektif untuk
mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya kurang baik. Kadangkadang AH1 dapat mengatasi dermatitis atopic, dermatitis kontak dan gigitan serangga.
AH1 efektif untuk dua per tiga kasus verigo, mual dan muntah. AH1 efektif sebagai anti
muntah pasca bedah, mual dan muntah waktu hamildan setelah radiasi. AH1 juga dapat
digunakan untuk mengobati penyakit meniere dan gangguan vestibularlain. Penggunaan AH1
lain ialah untuk mengobati pasien paralisis agitans (penyakit Parkinson) yaitu mengurangi
rigiditas dan tremor. Sifat anastetik local AH1 digunakan untuk menghilangkan gatal-gatal.
Tetapi harus diingat bahwa pada penggunaan topical, AH1 ini bias menyebabkan sensitivitas
kulit.
Efek samping, pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang
bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat variasi yang
besar dalam toleransi terhadap obat antar individu, kadang-kadang efek samping ini sangat
mengganggu sehingga terapi perlu dihentikan. Efek samping yang paling sering adalah
sedasi. Pada anak-anak, obat ini akan mengentalkan dahak sehingga menyulitkan kerja
ekspektoran. CTM juga kurang bermanfaat sebagai dekongestan. Mereka bisa mengatasi
penyempitan bronkos tetapi tidak cukup kuat untuk menjadi bronkodilator. CTM mempunyai
sifat antikolinergik sehingga bisa menimbulkan kesukaran pada buang air kecil. Obat ini
jarang dijual dalam bentuk tunggal dan sering menimbulkan mulut kering serta gangguan
buang air kecil. Gejala lainnya dapat berupa mual dan muntah sehingga obat ini harus
dimakan sesudah makan. Ancaman keracunan obat ini terbuka lebar karena sering tersedia
dirumah. Sekitar 20-30 tablet yang dimakan seorang anak dapat menyebabkan kematian.
PENUTUP
- CTM atau klofeniramin maleat) adalah obat golongan antihistamin H1 sebagai obat
antialergi dengan reaksi alergi ringan sampai sedang dan obat untuk anafilataksis.

- CTM adalah obat bebas terbatas artinya yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar
isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas.
- Formulasi dari obat CTM bisa menggunakan bahan lain atau pengganti yaitu selulosa
mikrokristal dari nata de coco sebagai pengisi tablet.
Analisis zat aktif dapat dilakukan dengan Spekturm serapan ultraviolet dan
kromatografi lapis tipis.
Uji fisika sediaan tablet CTM adalah uji keseragaman bobot, uji friabilitas tablet , uji
kekerasan tablet, uji waktu hancur.
-

Pengemasan tablet CTM dapat dikemas dalam bentuk strip/blister.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Azwar, Bahar. 2011.Bijak Mengonsumsi Obat Flu.Penerbit Kawan Pustaka : Jakarta.
Banker,G.S dan N.R Anderson.1986. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Lea
and Febinger. Philadelphia.

Behin, J., Mikaniki, F., dan Fadaei, Z. (2008). Dissolving Pulp (alpha-cellulose) from Corn
Stalk by Kraft Process. Iranian Journal of Chemical Engineering. 5: hal. 14
Bhimte, N.A., dan Tayade, P.T. (2007). Evaluation of Microcrystalline Cellulose Prepared
From Sisal Fibers as aTablet Excipient: A Technical Note. AAPS PharmSciTech. 8 (1) : hal. 1
Chawla, P.R., Bajaj, I.B., Survase, S.A., dan Singhal, R.S. (2008). Microbial Cellulose:
Fermentative Production and Applications.Food Technol. Biotechnol. 47 (2): hal. 108
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ditjen POM. (1979). Famakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ejikeme, P.M. (2008). Investigation of the Physicochemical Properties of Microcrystalline
Cellulose from Agricultural Wastes I: Orange Mesocarp. Cellulose. 15: hal. 141-142
Lachman L., Lieberman H.A., Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Penterjemah: Suyatni S. Edisi II. Jakarta: UI Press.
Mohrle,R. 1989. Effervescent Tablet in Pharmaceutical Dosage Form Table. New York:
Marcel Dekker Inc.
Ohwoavworhua, F.O., dan Adelakun, T.A. (2005). Some Physical Characteristics of
Microcrystalline Cellulose Obtained from Raw Cotton of Cochlospermum planchonii.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 4 (2): hal. 501-507
Parrot,E.L.,1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, 3rd Ed.
Minneapolis: Burger Publishing Company.
Rowe, C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Exipients.
Sixth Edition. Chicago: Pharmaceutical Press. hal.131
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S.(2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tjay,T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan Dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah : Soendani Noerono
.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Yanuar, A., Rosmalasari, E., dan Effionora, A. (2003). Preparasi dan Karakterisasi Selulosa
Mikrokristal dari Nata de coco untuk Bahan Pembantu Pembawa Tablet. ISTECS
JOURNAL. Volum IV : hal. 71-78

Anda mungkin juga menyukai