Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I

ANALISA KOLORIMETRI
Disusun oleh:
Nama : Gigie Kurniawati Wiyono
NIM : 05.70.0037
Kelompok B.5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2005

1. PENDAHULUAN
1.1. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa macam metode analisa fotometri, yaitu analisa kolorimetri, turbidimetri,
nefelometri, dan fluorometri. Kolorimetri adalah pengukuran absorbsi cahaya tampak
oleh suatu senyawa. Analisa kolorimetri adalah salah satu metode analisa kimia yang
didasarkan pada perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan larutan standard.
Perbedaan analisa kolorimetri dengan analisa fotometri adalah macam larutan yang
dianalisa. Apabila larutan yang dianalisa bukan berupa koloid dan sumber sinarnya
berupa sinar putih, maka metode analisa ini disebut analisa kolorimetri. Tetapi, apabila
larutan yang dianalisa berupa larutan koloid, maka metode analisa yang dapat
digunakan dapat berupa metode analisa turbidimetri (intensitas sinar yang diukur adalah
sinar terusan) atau nefelometri (intensitas sinar yang diukur adalh sinar yang terhambur
oleh larutan koloid).
Analisa kolorimetri memiliki kelebihan yaitu membutuhkan waktu, bahan,dan cuplikan
yang relatif sedikit. Tetapi, analisa ini juga memiliki kekurangan yaitu, kemampuan
mata manusia untuk membandingkan atau mengamati perbedaan kecil konsentrasi dua
larutan yang bergantung pada panjang gelombang yang diamati atau ditransisi.
Lambert (1760) menyelidiki hubungan antara intensitas mula mula dan setelah
melalui media. Kemudian ia menentukan hubungan antaara tebal media an serapan yang
transparan, maka berkurangnya intensitas adalah sebanding dengan bertambahnya tebal
media yang dilewati. (Hadi, 1986)
Menurut Hukum Beer, keabsorbsian tergantung dari konsentrasi panjang gelombang dan
intensitas penyinaran. Dalam percobaan, suhu akan ditemukan dalam efek kedua jika
tidak akan bervariasi di atas batas rata-rata. Konsentrasi akan berubah seiring dengan
perubahan temperatur, karena volum berubah. Selain itu, konsentrasi zat berubah
ubah sesuai dengan panjang gelombangnya. (Erwing, 1982)

Semakin besar konsentrasi, maka semakin besar pula daya serap atau absorbansinya.
Hal ini disebabkan karena adanya serapan cahaya oleh media tersebut. Lalu, sebagian
kecil cahaya yang lain dipantulkan atau dihamburkan. (Petrucci & Achmadi, 1992)
1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi senyawa berdasarkan analisa
kolometri dan mengetahui hubungan antara daya serap dan konsentrasi larutan.

2. MATERI DAN METODE


2.1. Materi
2.1.1. Alat
Dalam praktikum ini, alat-alat yang digunakan oleh praktikan antara lain adalah gelas
ukur 100 ml, spektrofotometer, labu takar 100 ml, gelas arloji, neraca analitik,
pengaduk, pipet ukur 5 ml, pipet tetes, tabung reaksi, dan rak tabung reaksi.
2.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan oleh praktikan dalam praktikum ini adalah aquadestilata
dan K2Cr2O7 1,471 gram.
2.2. Metode
K2Cr2O7 ditimbang secara teliti sebanyak 1,471 gram. Kemudian, bahan tersebut
dilarutkan dengan aquadestilata sehingga volumnya mencapai 100 ml. Larutan tersebut
dimasukkan ke dalam 6 tabung reaksi dengan masing masing volum tiap tabung
adalah 1 ml, 3 ml, 5 ml, 7 ml, 9 ml, 10 ml. Larutan pada tiap- tiap tabung diencerkan
dengan menggunakan aquadestilata hingga volum pada masing masing tabung
mencapai 12 ml. Tabung dikocok hingga larutan merata.

3. HASIL PENGAMATAN
Hasil analisa analisa kolorimetri pada berbagai jenis larutan dapat diketahui pada tabel
tabel berikut ini.
Tabel 1. Larutan K2Cr2O7
Tabung ke
Volum (ml)
1
1
2
3
3
5
4
7
5
9
6
10

M (=x)
0,00416695
0,01250035
0,02083475
0,02916865
0,03750255
0,04166956

A (=y)
0,074
0,135
1,16
1,40
1,62
1,80

Tabel 2. Larutan CuSO4


Tabung ke
1
2
3
4
5
6

Volum (ml)
1
3
5
7
9
10

M (=x)
0,11830149
0,00990445
0,04007425
0,05610395
0,07213365
0,0801485

A (=y)
0,016
0,046
0,059
0,095
0,084
0,113

Tabel 3. Larutan KMnO4


Tabung ke
1
2
3
4
5
6

Volum (ml)
1
3
5
7
9
10

M (=x)
0,00208237
0,006248813
0,010414689
0,014580564
0,01874644
0,020829378

A (=y)
-

4. PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan, kita dapat mengetahui bahwa konsentrasi dan absorbansi yang
diperoleh berbeda beda. Selain itu, kita dapat mengetahui bahwa semakin besar
konsentrasinya, maka semakin besar pula daya serapnya dan perubahan warna larutan
menjadi semakin muda. (Erwing, 1982)
Tetapi, pada percobaan dengan menggunakan larutan KMnO 4 yang berwarna violet,
hasil pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer tidak dapat terbaca. Hal ini
disebabkan karena cahaya tidak dapat diserap oleh larutan tersebut. Lain halnya dengan
percobaan dengan menggunakan larutan CuSO4 yang berwarna hijau kebiruan dan
K2Cr2O7 yang berwarna jingga, dengan penggunaan panjang gelombang 500, kita dapat
mengetahui hasil absorbansi. Oleh karena itu, kita dapat mengetahui bahwa kenaikan
besarnya konsentrasi sesuai dengan kenaikan daya serapnya. (Petrucci, 1992)

5. KESIMPULAN

Kenaikan konsentrasi sebanding dengan kenaikan volum.

Semakin kecil konsentrasi larutan, maka daya serapnya (absorbansi) juga semakin
kecil.

Daya serap (absorbansi) tergantung pada konsentrasi, intensitas penyinaran, panjang


gelombang, dan volum suatu larutan.

6. DAFTAR PUSTAKA
Ewing, Galen W. (1982). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Graw-Hill
Company, Inc. USA.
Hadi, Sarwono. (1986). Analisa Kuantitatif. PT Gramedia. Jakarta.
Petrucci, R. H. & Suminar Achmadi. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern,
edisi IV jilid 2. Erlangga. Jakarta.

7. LAMPIRAN
7.1. Laporan Sementara

7.2. Perhitungan
7.2.1. Larutan K2Cr2O7
Molaritas pada larutan standard:
M1 = B / Mr x 1000 / V
= 1,471 / 294,18 x 1000 / 100
= 0,0500034 M
Molaritas pada masing- masing tabung:
1. Tabung 1
V1 x M1 = V2 x M2
1 ml x 0,0500034 M = 12 ml x M2
M2 = 0,00416695 M
2. Tabung 2
V1 x M1 = V2 x M2
3 ml x 0,0500034 M = 12 ml x M2
M2 = 0,01250085 M
3. Tabung 3
V1 x M1 = V2 x M2
5 ml x 0,0500034 M = 12 ml x M2
M2 = 0,02083475 M
4. Tabung 4
V1 x M1 = V2 x M2
7 ml x 0,0500034 M = 12 ml x M2
M2 = 0,02916865 M
5. Tabung 5
V1 x M1 = V2 x M2
9 ml x 0,0500034 M = 12 ml x M2
M2 = 0,03750255 M
6. Tabung 6
V1 x M1 = V2 x M2
10 ml x 0,0500034 M = 12 ml x M2

M2 = 0,04166956 M
7.2.2. Larutan CuSO4
Molaritas pada larutan standard:
M1 = B / Mr x 1000 / V
= 1,59 / 159,61 x 1000 / 100
= 0,09961782 M
Molaritas pada masing- masing tabung:
1. Tabung 1
V1 x M1 = V2 x M2
1 ml x 0,09961782 M = 12 ml x M2
M2 = 0,00830149 M
2. Tabung 2
V1 x M1 = V2 x M2
3 ml x 0,09961782 M = 12 ml x M2
M2 = 0,00990445 M
3. Tabung 3
V1 x M1 = V2 x M2
5 ml x 0,09961782 M = 12 ml x M2
M2 = 0,04007425 M
4. Tabung 4
V1 x M1 = V2 x M2
7 ml x 0,09961782 M = 12 ml x M2
M2 = 0,05610395 M
5. Tabung 5
V1 x M1 = V2 x M2
9 ml x 0,09961782 M = 12 ml x M2
M2 = 0,07213365 M
6. Tabung 6
V1 x M1 = V2 x M2
10 ml x 0,09961782 M = 12 ml x M2

M2 = 0,0801485 M
7.2.3. Larutan CuSO4
Molaritas pada larutan standard:
M1 = B / Mr x 1000 / V
= 0,395 / 158,03 x 1000 / 100
= 0,024995254 M
Molaritas pada masing- masing tabung:
1. Tabung 1
V1 x M1 = V2 x M2
1 ml x 0,024995254 M = 12 ml x M2
M2 = 0,002082937 M
2. Tabung 2
V1 x M1 = V2 x M2
3 ml x 0,024995254 M = 12 ml x M2
M2 = 0,006248813 M
3. Tabung 3
V1 x M1 = V2 x M2
5 ml x 0,024995254 M = 12 ml x M2
M2 = 0,010414689 M
4. Tabung 4
V1 x M1 = V2 x M2
7 ml x 0,024995254 M = 12 ml x M2
M2 = 0,014580564 M
5. Tabung 5
V1 x M1 = V2 x M2
9 ml x 0,024995254 M = 12 ml x M2
M2 = 0,01874644 M
6. Tabung 6
V1 x M1 = V2 x M2
10 ml x 0,024995254 M = 12 ml x M2

M2 = 0,02082378 M
7.3. Tugas
Hitung konsentrasi larutan standar yang sudah dibuat dari keenam hasil pengenceran!
0,00416695; 0,01250035; 0,02083475; 0,02916865; 0,03750255; 0,04166956

Anda mungkin juga menyukai