FRAKTUR
disusun untuk memenuhi tugas profesi ners
Departemen Surcical di Ruang 13 RS. Dr. Syaiful Anwar
oleh:
Amildya Dwi Arisanti
NIM. 140070300011155
1. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas tulang. Patahan ini mungkin
tidak lebih dari suatu retakan , suatu pengisutan atau perimpilan korteks
(Aris Budiyanto, 2009).
2. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
beban yang cukup (> 6 kg). Sementara dilakukan traksi, lutut pasien
yang cedera dapat digerakkan.
b. Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau permukaan sendi tibia
amblas lebih dari 2 mm, dilakukan reduksi terbuka dan dipasang fiksasi
interna dengan buttress plate dan cancellous screw.
terbuka
yang
terfiksasi
di
tanah
berputar
keluar
(eksorotasi/supinasi).
Manifestasi Klinis
-
2. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar),
karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa
terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan
badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada
pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal,
kadang-kadang intraartikular.
Manifestasi Klinis
Fraktur Sternum
Fraktur sternum terjadi sebagai akibat trauma yang sangat keras.
Biasanya fraktur ini disertai dengan kontusio jantung.
Manifestasi Klinis
Didapatkan keluhan nyeri waktu bernapas, pernapasan dangkal, dan
cepat. Mungkin terdapat deformitas pada tempat hubungan antara
manubrium sternum dengan korpus sternum. Pada auskultasi tentukan
ada atau tidaknya aritmia atau bising jantung untuk mengetahui adanya
kontusio jantung.
Penatalaksanaan
Dengan pemberian analgetik dan fisioterapi. Bila diperlukan, dapat dengan
anestesi setempat infiltrasi atau blok.
Flail Chest
Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya
pemisahan total dari suatu bagian dinding dada, sehingga dinding dada
tersebut bersifat lebih mobil. Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen
yang mobil tersebut akan terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal
rongga pleura tidak dapat lagi berlangsung, sehingga pertukaran gas
respiratorik yang efektif sangat terbatas.
Manifestasi Klinis
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan
terbatasnya gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan
paradoksal, flail chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita
mampu mengadakan kompensasi terhadap pengurangan cadangan
respirasinya. Namun bila terjadi penimbunan sekret-sekret dan penurunan
daya pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea,
dan akhirnya kolaps.
Penatalaksanaan
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan
sangat menulong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction
atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan
pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi
untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dengan tekanan positip.
Fraktur Humerus
Dibagi menjadi:
1. Fraktur suprakondilar humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:
a. Tipe
ekstensi.
Trauma
terjadi
ketika
siku
dalam
posisi
Fraktur Iga
Merupakan cedera toraks terbanyak, dan komplikasi yang sering terjadi
akibat luka tembus. Fraktur iga bisa disebabkan pukulan, kontusio, atau
penggilasan.
Manifestasi Klinis:
Terlihat gerak pernapasan penderita yang terbatas dan sangat nyeri
pada sisi dada yang terkena trauma, apalagi bila disuruh bernapas dalam.
Usahakan mencari jejas luka. Pada palpasi, tentukan adanya krepitasi
akibat adanya udara dalam jaringan subkutan pada daerah dada yang
sakit. Kemudian tiap tulang iga ditekan secara lembut. Bila terdapat fraktur,
akan timbul rasa nyeri yang hebat. Pada kasus yang meragukan, dada
ditekan secara lembut dengan kedua tangan pemeriksa yang masing-
rumah
sakit
diperlukan
untuk
menghilangkan
nyeri,
Fraktur Kruris
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas.
Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi.
Daerah yang patah tampak bengkak, juga ditemukan nyeri gerak dan nyeri
tekan.
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
lunak sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
sumbu
Stress
Kelelahan atau stress : terjadi pada orang - orang yang melakukan
aktivitas berulang - ulang pada satu daerah tulang misalnya pebulu
tangkis dan pelari.
Patologis
Kelemahan tulang : tekanan yang normal dapat menyebaban fraktur
pada tulang yang lemah. Biasanya akibat infeksi dan penyakit
metabolisme seperti osteoporosis, osteomyelitis, dan tumor pada
tulang.
Faktor Demografi
-
Umur
Patah tulang meningkat pada wanita usia > 45 tahun, sedangkan pada
laki-laki patah tulang baru meningkat pada usia > 75 tahun (Baziad,
2003:79). Risiko terjatuh dan patah tulang menjadi bertambah seiring
bertambahnya usia, hal ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan,
misalnya permukaan tanah yang tidak rata, naik tangga atau
tersandung tepi karpet. Ada juga faktor kesehatan lanjut usia, seperti
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, pikun, keseimbangan
tubuh yang berkurang, otot makin lemah atau akibat penyakit lain
seperti stroke dan encok. Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi
resiko
terkena
osteoporosis.
Hal
ini
dikarenakan
semakin
Jenis kelamin
Wanita paling rawan menderita rapuh tulang, yaitu 1:3. Peluang laki-laki
menderita rapuh tulang amat kecil yaitu 1:20 (Baziad, 2003:79). Wanita
lebih beresiko terkena osteoporosis karena memiliki jaringan tulang
yang
lebih
sedikit
dan
lebih
cepat
kehilangan
massa
tulang
Ras
Orang kulit hitam lebih jarang mengalami tulang keropos daripada kulit
putih, orang Eropa atau orang Asia (Tandra, 2009:38). Penelitian
menunjukkan wanita yang tinggal di negara barat memiliki resiko lebih
besar
patah
tulang
belakang,
lebih
beresiko
mengalami
tahun
setelah
menopause
(Tandra,
2009:39).
Wanita
Penyakit
Pada orang yang menderita diabetes mellitus atau kencing manis lebih
mudah mengalami tulang keropos. Insulin merangsang pengambilan
asam amino ke sel tulang sehingga meningkatkan pembentukan kolagen tulang, sehingga kekurangan insulin akan mengurangi pembentukan kolagen. Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat metabolisme vitamin D. Pada penyakit tiroid atau gondok, kadar hormon tiroid
tinggi atau berlebihan, sehingga menyebabkan penurunan massa
tulang, begitu pula pada hipotiroid yang diberi pengobatan hormon
tiroksin. Beberapa penyakit seperti penyakit hati yang kronis, gagal
ginjal kronis serta radang kronis pada usus besar juga mudah
mengakibatkan tulang keropos. Beberapa kanker tertentu dikaitkan
dengan timbulnya kerapuhan tulang misalnya kanker sumsum tulang.
Faktor Gaya Hidup
-
Merokok
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok bisa menurunkan
estrogen dan mempercepat menopause. Penyerapan kalsium di usus
orang yang biasa merokok menjadi terganggu padahal kalsium
dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang.
Konsumsi Alkohol
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol jangka lama bisa menurunkan
massa tulang. Bila minum alkohol pada masa kanak kanak dan remaja,
pertumbuhan tulang akan terhambat, sehingga mengakibatan tulang
keropos di kemudian hari. Minuman yang mengandung alkohol, kafein
dan soda berpotensi mengurangi penyerapan kalsium ke dalam tubuh
(Kemenkes, R.I, 2008).
Olahraga
Olahraga adalah gerakan tubuh yang berirama dan teratur untuk
memperbaiki dan meningkatkan kebugaran. Orang yang tidak bergerak
lama, tidak ada rangsangan gravitasi bumi atau tekanan mekanik lain,
akan membuat banyak mineral tulang hilang dan menyebabkan tulang
menjadi keropos. Kurangnya olahraga dan latihan secara teratur,
menimbulkan efek negative yang menghambat proses pemadatan
massa tulang dan kekuatan tulang. Namun olahraga yang sangat
berlebih (maraton, atlit) pada usia muda,terutama anak perempuan
yang telah haid, akan menyebabkan haidnya terhenti, karena
kekurangan estrogen, sehingga penyerapan kalsium berkurang dengan
segala akibatnya (Kemenkes R.I, 2008).
Aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah semua gerakan otot bergaris yang membakar
energi tubuh. Kurang gerak badan akan mengurangi kepadatan tulang,
kekuatan dan kebugaran, juga akan membuat kalsium keluar semakin
meningkat melalui urin yang akan menyebabkan tulang menjadi
keropos. Pada usia lanjut, kurang gerak badan menyebabkan lemahnya
otot dan meningkatkan risiko jatuh dan patah tulang.
steroid yang
Stress
Stress meningkatkan hormon stress yaitu kortisol yang dilepaskan oleh
kelenjar adrenal. Kortisol yang tinggi meningkatkan pelepasan kalsium dari
tulang ke dalam peredaran darah dan menyebabkan tulang menjadi rapuh
dan keropos. Hormon kortisol sendiri akan menekan pembentukan hormon
DHEA dan progesteron, juga menekan kinerja hormon tiroid yang penting
dalam metabolisme tulang (Tandra, 2009).
5. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
a) Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
b) Edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c) Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
d) Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
e) Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f)
Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot.
Paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g) Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h) Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i)
Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j)
Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hitung Darah Lengkap
a. Hb dan Ht bisa meningkat (hemokonsentrasi) maupun menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple)
b. Untuk pemeriksaan diagnostik bisa dengan pemeriksaan LED ( Laju
Endap Darah) yang merupakan marker untuk peradangan dimana
b) PEMERIKSAAN RADIOLOGI
-
sesudah
dan
sebelum
operasi
dan
selama
proses
MRI
Ultrasonografi (USG)
Bone scanning
Iodium Imaging
Pada pemeriksaan ini didapatkan infeksi pada tulang
Artroskopi
Didapatkan jaringan ikat yang rusak dan sobek karena trauma yang
berlebihan
Elektromiografi
Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur
7. PENATALAKSANAAN
A. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
Seluruh Fraktur
1)
Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2)
Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur
(setting
tulang)
adalah
mengembalikan
fragmen
tulang
pada
mungkin
untuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilaugan
reduksi
dipersiapkan untuk
dan
imobilisasi
fraktur,
pasien
harus
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujungujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara
gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur.
4)
Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.
Segala upaya
harus
dipertahankan
sesuai
kebutuhan.
Status
dikontrol
dengan
berbagai
pendekatan
(mis.
dalam
memperbaiki
aktivitas
kemandirian
hidup
fungsi
sehari-hari
dan
diusahakan
harga-diri.
untuk
Pengembalian
B. PENATALAKSANAAN NONFARMAKOLOGI
Menurut buku Klien gangguan Sistem Musculosceletal oleh Suratun dkk
penatalaksanaan non farmakologi adalah sebagai berikut :
1.
2.
Istirahat,
mencegah
cedera
tambahan
,dan
mempercepat
penyembuhan.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Latihan aktif dan pasif prgresif boleh dimulai dalam 3-5 hari .Sprain
berat
mungkin
perlu
diimobilisasi
1-3
minggu
sebelum
latihan
Fisiotherapy
Alat untuk mobilisasi mencakup exercise, ROM pasif dan aktif
ROM pasif untuk mencegah kontraktur pada sendi dan mempertahankan ROM
normal pada sendi
hematom (bekuan darah) pada daerah terjadinya fraktur tsb, dan yang
mengelilingi bagian dasar fragmen. Hematom merupakan bekuna darah
kemudian berubah menjadi bekuan semi padat.
Proses Proliferasi
Pada proses ini, terjadi perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi
padat dan terjadi perbaikan aliran pembuluh darah.
Proses Pembentukan Callus
Pada orang dewasa proses pembentukan callus terjadi antara 6-8 minggu,
sedangkan pada anak-anak 2 minggu. Callus merupakan proses pembentukan tulang baru,dimana callus dapat terbentuk di luar tulang (subperiosteal callus) dan di dalam tulang (endosteal callus). Proses perbaikan tulang
terjadi sedemikian rupa,sehingga trabekula yang terbentuk dengan tidak
teratur oleh tulang imatur untuk sementara bersatu dengan ujung-ujung
tulang yang patah sehingga terbentu suatu callus tulang.
Proses konsolidasi (penggabungan)
Perkembangan callus secara terus menerus dan terjadi pemadatan tulang
sebelum terjadi fraktur, konsolidasi terbentu antara 6-12 minggu (ossificasi)
dan
antara
12-26
minggu
(matur).
Tahap
ini
disebut
dengan
Dislokasi fraktur
Fraktur tanpa dislokasi, periosteumnya intake, maka lama penyembuhannya dua kali lebih cepat daripada yang mengalami dislokasi. Semakin
Bila
aliran
tulang
mendapatkan
aliran
darah
yang
baik,
maka
Imobilisasi
Latihan otot
Latihan otot dilakukan untuk mencegah atrofi otot,mencegah kekakuan,
memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan.
Trauma berulang
Infeksi
Usia
9. KOMPLIKASI FRAKTUR
a) Komplikasi Awal
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkmans Ischemia.
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik (Rasjad, 2008; Ethel,
2003).
10.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
b) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
c) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
menyebabkan
fraktur
patologis
yang
sering
sulit
untuk
dengan
penyakit
tulang
alkohol
yang
bisa
mengganggu
dan
dalam
kecacatan
akibat
frakturnya,
rasa
cemas,
rasa
penderita:
apatis,
sopor,
koma,
gelisah,
(b)
(c)
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
(b)
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(c)
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
(d)
Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e)
(f)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
(g)
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h)
(i)
Thoraks
Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
(k)
(l)
teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
dengan tepat
Klien mampu mengon troll nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
DAFTAR PUSTAKA
Lestari,Puji.2012.Studi Literatur: Berbagai faktor yang berpengaruh terjadap kejadian
patah
tulang
pada
usia
lanjut
[Electronic
pada
Fraktur
Cruris
Sepertiga
http://etd.eprints.ums.ac.id/1806/2/J100050057.pdf.
Distal
Diakses
Dekstra.
pada
12
Desember 2012.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta : PT.
Gramedia.
Suratun dkk.2006.Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal.Jakarta.Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Corwin J.E.2008. Buku Saku Patofisiologi . Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.