Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN KASUS
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK
I.

II.

IDENTITAS
A. Identitas Anak
Nama
: NB
Usia
: 18 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: desa pante Lhoksukun
Tanggal Pemeriksaan
: 23 September 2015
ANAMNESIS
A. Keluhan utama

: Batuk

B. Riwayat Penyakit Sekarang : Dikeluhkan satu hari yang lalu, batuk berdahak
berwarna hijau, batuk terus menerus, batuk berdarah (-), batuk berlendir (-), batuk
awalnya kering kemudian berdahak berwarna hijau, gatal tenggorokan (+), pilek
dengan sekret berwarna hijau kental sejak 1 hari yang lalu. Sesak nafas (+), demam
(+), riwayat nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan sehari 3 kali.
BAB = biasa
BAK = lancar

III.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

: tidak ada

D. Riwayat Penyakit Keluarga

: tidak ada

PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Composmentis
A. Tanda vital :
Nadi
: 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu
: 37,8 0C
B. Pemeriksaan fisis keseluruhan
Kepala-Leher
Kulit
: Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
Kepala
: Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata OD

Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat


dengan diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata
OS

cekung (-)
: Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, skelra tidak ikterik,
palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

Telinga

: Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak

Hidung

ada serumen
: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, terdapat sekret

Mulut

berwarna hijau kental


: Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah
tidak kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring

Pertumbuhan gigi
Leher

tidak hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan


: Normal
: Pembesaran KGB -/-

Thorax

Inspeksi :
Bentuk dan ukuran

: Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),

pergerakan dinding dada simetris


Permukaan dada
: Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-),
vena kolateral (-), massa (-).
Iga dan sela iga
: Pelebaran ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
Fossa jugularis
: Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan
: Torako-abdominal

Palpasi

Trakea

linea parasternal sinistra


Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada
: Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal
: Simetris kiri dan kanan

Perkusi

Sonor seluruh lapang paru

: Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V

Batas paru-hepar
: Inspirasi ICS V, Ekspirasi ICS V
Batas paru-jantung
:
Kanan
: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri
: ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi

Cor
: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo
:
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi

Bentuk
Umbilicus
Permukaan Kulit

vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)

: Simetris
: Masuk merata
: Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),

Auskultasi

Bising usus (+) normal


Metallic sound (-)
Bising aorta (-)

Perkusi

Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)


Nyeri ketok (-)

Palpasi

IV.

Nyeri tekan epigastrium (-)


Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan

V.
VI.

DIAGNOSIS
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
PENATALAKSANAAN

Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :

- Ciprofloxacin 500 mg 2x1 hari


- Sanmol forte 3x1 hari
- Amoxicilin 500 mg 3x1 hari
Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :
1. Makan secara teratur, mengurangi minum yang dingin-dingin, larang untuk
merokok.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan makanan bergizi dan
mengkonsumsi vitamin bila perlu.
3. Istirahat yang cukup.

BAB II
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar pasien dan
hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan demikian pasien
dan keluarga dapat memahami pengaruh lingkungan terhadap suatu penyakit dan
sebaliknya suatu penyakit dapat mempengaruhi lingkungan.
1. Kunjungan Rumah (23 September 2015)
I.
KEADAAN PASIEN :
A. Profil Pasien
BN adalah anak bungsu dari 4 bersaudara yang hanya tinggal dirumah bersama ayah
dan ibunya. Pasien juga mengaku sudah merokok dari umur15 tahun bersama temantemannya.
B. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang TV, ruang makan,
kamar mandi, dapur dan gudang penyimpanan ternak. Ventilasi dirumah cukup baik,
ruang makan beralaskan tanah, gudang tempat penyimpanan ternak berdinding bilik
bambu dengan keadaan kotor sehingga banyak debu disekitar gudang, Kondisi kamar

tidur dengan ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup baik, kamar mandi dan dapur cukup
bersih. Peralatan rumah tangga yang cukup lengkap, dan terdapat 1 motor. Lingkungan
disekitar rumah pasien cukup bersih. Pasien sering mengkonsumsi es/ minuman dingin.
C. Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga cukup bersih dan cukup tertata dengan baik.
Sampah tersimpan pada tempatnya, demikian juga dengan tata letak peralatan dan
perlengkapan rumah. Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal baik.

BAB III
DISKUSI
Seorang anak laki-laki berumur 6 tahun 3 bulan datang ke puskesmas diantar ibunya
dengan keluhan utama batuk berdahak berwarna hijau, tenggorokan terasa gatal,demam,
pilek dengan sekret berwarna hijau sejak 1 hari yang lalu. Demam turun sewaktu pasien
diberi obat warung berupa contrexin oleh ibunya. Pernah mengalami gejala yang sama
sekitar 4 bulan lalu, ibunya membawa pasien ke dokter dan sembuh. Kecurigaan bahwa
An. M menderita ISPA berawal dari keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien yang
relevan dengan gejala-gejala timbulnya ISPA, yakni berupa batuk, demam serta pilek.

ISPA dapat disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus namun demikian pathogen
tersering yang menyebabkan ISPA adalah virus atau infeksi gabungan virus bakteri.
Keluhan An. M berupa batuk produktif dengan sputum berwarna hijau dapat dijumpai
pada beberapa pasien ISPA namun hal ini tidak dapat membedakan secara spesifik
penyebab ISPA tersebut bakteri atau virus. Untuk mengetahui lebih jelas penyebab dari
ISPA perlu dilakukan pemeriksaan sputum.
An. M adalah seorang anak tunggal yang tinggal hanya bersama ibunya dirumah, An.
M sering bermain bersama pamannya yang perokok. An. M sering mencoba menghisap
rokok yang dikonsumsi oleh pamannya, selain itu paman An. M juga sering merokok
didekat An. M. Dirumah tempat tinggal An. M terlihat ruang makan yang beralaskan
tanah sehingga meningkatkan kelembaban udara di dalam rumah , terdapat gudang
penyimpanan pupuk dan padi yang berdinding bilik dengan debu yang tebal. Dari uraian
yang singkat ini dapat diketahui bahwa lingkungan menjadi salah satu faktor risiko An.
M menderita ISPA.
Obat yang diminum oleh An. M adalah Glyceryl Guaiacolate,Paracetamol dan
Vitamin C.

An. M diberikan Glyceryl guaiacolate yang mempunyai cara kerja

mengencerkan dahak pada saluran pernapasan sehingga mempermudah pengeluaran


dahak. Oleh karena itu obat ini digunakan untuk meredakan batuk berdahak.Obat ini
bertindak sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan mengurangi viskositas
sekresi dalam trakea dan bronkus. Dosis yang diberikan pada anak-anak Glyceryl
Guaiacolate 5 12 tahun = 100-200 mg, 3-4 kali sehari.
Paracetamol adalah obat yang mempunyai efek mengurangi nyeri (analgesic) dan
menurunkan demam (antipiretik). Cara menurunkan demam dengan cara menghambat pusat
pengatur panas tubuh di hipotalamus. Pada kondisi demam, paracetamol hanya bersifat
simptomatik yaitu meredakan keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati
penyebab demam itu sendiri. Dosis dalam bentuk Paracetamol tablet 500 mg 3x tab.
Vitamin C adalah vitamin yang biasa digunakan uuntuk mencegah dan mengobati
demam. Vitamin C juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan
mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan radikal bebas
di seluruh tubuh. Selain itu vitamin C juga dapat memperkuat daya imunitas dalam tubuh.
Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berupa saran-saran
kepada ibu An. M yang mengasuhnya, misalnya menjaga pola hidup sehat, makan yang
bergizi dan teratur serta istirahat yang cukup.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK
I.

DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau
bawah, menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan,
tergantung pada pathogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.1

II.

EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan
adalah akibat ISPA. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara
maju dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita
akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh,
Indonesia, dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA
terbanyak. 2
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.
Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98% disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang

lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah.
Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di
fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak. 1
Kematian balita akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari
tahun 2010 hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8%. 3
III.

ETIOLGI
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk
ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Dalam
Harrisons Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran
pernafasan akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan
laring hamper 90% disebabkan oleh viral , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian
bawah hampir 50% disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus pneumonia
sekitar 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini
telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe
antigen dari bakteri maupun virus. 4

IV.

KLASIFIKASI
ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat ( Ditjen P2PL,
2009).
1) ISPA Ringan
Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan gejala seperti
batuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung), serak (bersuara parau
ketika berbicara), sesak yang disertai atau tanpa disertai demam ( >37,2 oC), keluarnya
cairan dari telingan yang lebih dari 2 minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.5
2) ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti
pernafasan yang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda utama) pada umur
< 1 tahun dan 40 kali per menit pada umur 1-5 tahun, panas dengan suhu 39oC atau
lebih, wheezing,tenggorokan berwarna merah, mengeluarkan cairan dari telinga,

timbul bercak dikulit menyerupai campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok.
5

3) ISPA Berat
Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih dari gejala
seperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda utama), adanya
stridor atau mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta tidak mampu atau tidak mau
makan. Tanda dan gejala ISPA berat yang lain seperti kebiru-biruan (sianosis),
pernafasan cuping hidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih
dari 160 kali per menit atau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri.5
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan ISPA sesuai
dengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien. Gejala ISPA sesuai
dengan ISPA yang diderita dapat diliat pada table 2 sebagai berikut :
V.

GEJALA dan TANDA


Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, sesak nafas,
mengi, atau kesulitan bernafas. Infeksi saluran pernafasan akut dapat terjadi dengan
berbagai gejala klinis. Untuk membedakan gejala klinik pada ISPA yang disebabkan oleh
virus atau bakteri sangat sulit untuk didentifikasi.4

VI.

PATHOGENESIS

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, droplet melalui batuk dan bersin, udara
pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke dalam saluran
pernafasannya.7
ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara adalah ISPA
yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran
rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan industry, kebakaran hutan, dan lain-lain.
Agen infeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius
tidak langsung menimbulkan ISPA karena perthanan tubuh juga menjadi faktor yang
penting untuk menentukan.8

Penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan lingkungan. Menurut


Achmadi (2008), untuk mengetahui patogenesis ISPA dapat digunakan teori
manajemen penyakit berbasis lingkungan.9

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara virus/bakteri


dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong
virus kea rah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika
reflex tersebut gagal maka virus/bakteri dapat merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus/bakteri pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding sakuran
pernafasan menyebabkan peningkatan aktifitas kelenjar mucus, yang banyak terdapat
pada dinding saluran pernafasan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat
menimbulkan gejala batuk sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.10
Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti Streptococcus pneumonia, Stafilococcus Aureus dan H.
Influenza menyerang mukosa yang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini

menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran


pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan batuk produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya faktor-faktor cuaca dingin dan malnutrisi.10
Serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat
menyebar ke tempat-tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,
demam, dan juga dapat menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder
bakteri menyebabkan bakteri-bakteri yang biasanya ditemukan di saluran nafas atas
dapat menyerang saluran nafas bawah seperti paru-paru sehingga menyebabkan
penumia bakteri. Melalui uraian di atas, perjalanan klinis ISPA dapat dibagi menjadi
periode prepathogenesis dan pathogenesis. 10
1) Periode Prepathogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini terjadi antara
agen dan lingkungan serta antara host dan lingkungan.10
a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh geografis terhadap
perkembangan agen serta dampak perubahan cuaca terhadap penyebaran virus
dan bakteri penyebab ISPA.
b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran lingkungan
seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi
udara dalam rumah dapat menimbulkan penyakit ISPA jika terhirup oleh host.
2) Periode Pathogenesis
Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap
penyakit akhir.10
a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan system saluran
pernafasan. Akibatnya, tubuh menjadi lemah diperparah dengan keadaan gizi
dan daya tahan tubuh yang rendah.
b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul akibat adanya
interaksi.
c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat untuk
menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat pneumonia.
VII.

FAKTOR RISIKO
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti: lingkungan
dan host. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor lingkungan yang dapat

menyebabkan ISPA adalah kualitas udara dalam ruangan yang dipengaruhi oleh polusi
udara dalam ruangan (indoor air polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan
oleh aktifitas penghuni dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam
rumah dan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga. Sedangkan
faktor host yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain: status imunisasi, Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), dan umur. Balita yang memiliki status imunisasi yang tidak
lengkap akan lebih mudah terserang penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki
status imunisasi lengkap. Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan
organ pernapasan masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang penyakit
infeksi, khususnya infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita tidak BBLR/ normal.
Hal ini disebabkan karena balita yang lebih muda memiliki daya tahan tubuh yang lebih
rendah dibandingkan dengan balita yang lebih tua. 11
VIII.

DIAGNOSIS
Diagnosis ISPA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis seperti yang
disebutkan pada klasifikasi diatas. 4

IX.

PENATALAKSANAAN
1) Medikamentosa :
a.

Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan
sebagainya.

b.

Pneumonia : diberi obat sesuai organisme penyebab

c.

Bukan Pneumonia : tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi simptomatik.


Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.4

Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut dapat
menyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih dari setengah dari
seluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu karena infeksi ini lebih sering
disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi ini
karena infeksi bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan
yangg akan diberikan.12

Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik
spektrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kultur sempit. Lama
pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta.13
2) Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu 14
a. Perbanyak istirahat
b. Perbanyak minum air putih
c. Hindari makanan berminyak dan es
d. Konsumsi makanan gizi seimbang

X.

PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi
pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin
untuk semua pasien, tindakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya,
berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan dan
pengendalian infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi). 1
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini:
1) Reduksi dan Eliminasi
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan
kesehatan

dan

penyebaran

agen

infeksius

dari

sumbernya

harus

dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi


kebersihan pernapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak
infeksius.
2) Pengendalian administrative
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang
diperlukan

untuk

pelaksanaan

langkah

pengendalian

infeksi.

Ini

meliputi

pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang


berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai
(misalnya, Kewaspadaan Standar untuk semua pasien), persediaan yang teratur dan
pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan penempatan
pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan
staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan
staf, dan mengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk
meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan.
3) Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol
pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan
permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi.
Contoh pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah
ventilasi lingkungan yang memadai ( 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar
pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi
permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian
lingkungan yang penting.
4) Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan
pajanan terhadap risiko biologis.Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi
petugas kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam
situasi tertentu yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar.
Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara
khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan
isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur,
pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih
penting, perilaku manusianya. Semua jenis pengendalian di atas sangat saling
berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan
budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman.
XI.

KOMPLIKASI

ISPA (Infeksi Saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan penyakit yang sembuh
sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjad invasi kumn lain, tetapi ISPA yang tidak
mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti :
penutupan tuba eustachi, laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan bronkopenumina dan
berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang meluas.15
XII.

PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik pabila tidak terjadi komplikasi yang berat.
Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendri, yaitu self limiting disease sehingga
tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.
Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh
karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit >
10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi sekunder.16
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang
Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007.
2. Usman, Iskandar. 2012. Penderita ISPA. (online) Diakses 30 Maret 2014.
3. Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 2011. Laporan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Rubin, Michael A, et al. Harrisons Principle of Internal Medicine, USA : McGraw
Hill. 2005.
5. Ditjen P2PL. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI
6. Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur 0-4
Bulan. Tesis Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Ditjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut. Jakarta : Depkes RI.
8. Machmud, Rizanda. (2006). Pneumonia balita di Indonesia dan peranan kabupaten
dalam menanggulanginya. Andalas University Press.
9. Achamadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI
Press.
10. Ria, Epi. 2012. Kualitas Lingkungan Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas
Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia : Skripsi.
11. Rerung, Ribka. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Lembang Batu Sura. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin Makassar.
12. Deasy, Joan and Werner. 2009. Acute Respiratory Tract Infenstions; When Are
Antibiotics Indicated. Available from www.jappa.com

13. Dahlan Z. Pnuemonia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran
Universitas Indonesia.
14. Savitri Oryza. Rekam Medik Pasien Poli dalam scribd.com
15. Whaley and Wrong, 2000. Nursing care of Infant And Childern, Mosby, Inc. Yasir,
2009, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
16. Supatondo dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien Geriatri
Serta Mengatasi Masalah Polifarmasi. In Sudoyo A.W., Setyiohadi B., Alwi I.,
Simadibrata M. dan setiati S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai