Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 1
1.3 TUJUAN PENULISAN...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 3
2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI............................................................................. 3
2.2 KONSEP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL..................................................3
2.3 KONSEP DAYA SAING..................................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................. 7
3.1 REVIEW JURNAL............................................................................................ 7
3.2 CRITICAL REVIEW JURNAL............................................................................. 8
KESIMPULAN........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 11

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan ekonomi hampir selalu identik dengan upaya peningkatan


pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi
output barang dan jasa pada suatu periode tertentu dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang terjadi pada suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dianggap sebagai indikator keberhasilan pembangunan ekonomi di
suatu negara, namun pertumbuhan ekonomi bukanlah satu-satunya indikator
suksesnya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang mengandalkan
potensi sumberdaya yang berasal dari luar akan berdampak positif bagi
pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak menciptakan kemandirian dan ketahanan
ekonomi secara mendasar.
Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan salah satu
strategi yang dianggap sebagai langkah yang tepat untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi, dan pada saat yang sama mampu mendorong
kemandirian dan ketahanan ekonomi. Pengembangan Ekonomi Lokal dalam
kontek pembangunan wilayah dilakukan bertujuan untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan daerah yang
serasi dan terpadu baik antar sektor maupun antara pembangunan sektoral
dalam rangka mendorong wilayah tersebut untuk tumbuh secara mandiri
berdasarkan potensi sosial ekonomi serta karakteristik fisik yang dimilikinya.
Kota Semarang sebagai salah satu kota besar di Indonesia memiliki
keanekaragaman sektor usaha. Akan tetapi keanekaragaman sektor usaha ini
belum teridentifikasi dimana potensi daya saing yang nyata sebagai ikon
Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Semarang. Sesuai dengan visi Kota
Semarang sebagai Kota Metropolitan Berbasis Perdagangan dan Jasa yang
Religius maka sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor yang harus
ditangani dengan lebih baik. Pengembangan sektor ini juga harus sesuai dengan
peran Kota Semarang, dimana kota ini merupakan salah satu kota transit di
dalam jaringan jalan Pantura. Sub-sektor perdagangan dan jasa seperti hotel,
rumah makan, perdagangan besar, maupun tempat hiburan atau rekreasi
merupakan usaha-usaha yang harus ditinjau lebih lanjut sehingga usaha
tersebut dapat sesuai dengan Pengembangan Ekonomi Lokal.
Untuk menindaklanjuti harapan tersebut, terutama dalam rangka
memperjelas seperti apa daya saing sektor- sektor ekonomi yang telah
berkembang di Kota Semarang pada saat ini, sehingga dapat diperoleh panduan
dalam penerapan kebijakan PEL secara nyata. Maka dari itu perlu kiranya kajian
dan critical review dari berbagai jurnal maupun artikel yang membahas topik
tersebut. Dalam tulisan ini jurnal yang akan di kaji adalah Analisis Peringkat
Daya Saing Sektor Usaha dan Penerapan Kebijakan PEL Kota Semarang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah dalam penyususan critical review ini adalah sebagai
berikut :
1. Apa gambaran daya saing sektor usaha di Kota Semarang ?
2. Bagaimana penerapan kebijakan PEL pada sektor perdagangan dan jasa di
Kota Semarang ?

Pengembangan Ekonomi Lokal

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan critical review ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui gambaran daya saing sektor usaha di Kota Semarang
2. Untuk mengetahui penerapan kebijakan PEL pada sektor usaha
perdagangan jasa di Kota Semarang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Ekonomi Lokal

2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI


Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan
kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting
dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada
suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu
periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu
proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka
proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap
faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan
ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi juga akan meningkat.
Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk
kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya
diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau
pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir
dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian
selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Perlu diketahui bahwa
pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi, kedua istilah ini
mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya memang menerangkan
mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini
digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai
suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu
negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil.
Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan
ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam
mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik
kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada
modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor
pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423)

2.2 KONSEP PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL


Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan proses pembangunan
ekonomi dimana stakeholders endogeneous (pemerintah, swasta, dan
masyarakat) yang berperan aktif dalam mengelola sumber daya lokal untuk
menciptakan lapangan kerja dan memberikan stimulus pada pertumbuhan
ekonomi di wilayahnya. Prinsip penerapannya adalah kerjasama stakeholders
yang akan sangat menentukan keberlanjutan pengembangan ekonomi lokal
(Blakely, 1984 dalam Supriyadi, 2007).

Pengembangan Ekonomi Lokal

Berdasarkan fokus penerapannya, tujuan PEL meliputi :

Membentuk jaringan kerja kemitraan antara pelaku ekonomi untuk


pemanfaatan potensi lokal dengan meningkatkan kapasitas pasar
pada tingkat lokal, regional dan global.
Meningkatkan kapasitas lembaga lokal (pemerintah, swasta, dan
masyarakat) dalam pengelolaan PEL.
Terjadinya kolaborasi antar aktor publik, swasta dan masyarakat
Secara kolektif akan mendorong kondisi yang nyaman dalam
pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan

Sedangkan
sasaran
yang
ingin
dicapai
adalah
tumbuh
dan
berkembangnya usaha masyarakat dan meningkatnya pendapatan masyarakat
sehingga berkurangnya kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan
perkotaan serta mendukung kebijakan pengentasan kemiskinan.
Dalam proses implementasi perencanaan dan penerapan PEL ini
menggunakan prinsip pendekatan ekonomi, kemitraan, dan kelembagaan.
a. Prinsip Ekonomi
Mulai dengan kebutuhan pasar
Menfokuskan pada kluster dari kegiatan ekonomi yang ada, yang
produksinya dijual ke daerah luar (economic base) dan multiplier
effect di daerahnya kuat
Menhubungkan produsen skala kecil dengan supplier kepada
perusahaan ekspor.
b. Prinsip Kemitraan
Adanya tanggung jawab dari masing-masing stakeholders
(pemerintah, swasta, dan masyarakat) sebagai aktor pengembang
dan pengelola ekonomi lokal.
Masing-masing stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat)
berperan aktif dalam bekerjasama
Kemitraan mengandalakan sumber daya lokal, bukan bantuan dari
luar atau asing
Inisiatif digerakkan oleh pembeli, pasar, dan permintaan bukan
produksi atau supply
c. Prinsip Kelembagaan
Fasilitas dialog diantara stakeholders (pemerintah, swasta, dan
masyarakat) untuk menghasilkan ide dan inisiatif
Mobilisasi sumber daya lokal untuk menunjang inisiatif yang
diusulkan
Pengembangan kelembagaan didasarkan atas kebutuhan dari
kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung
Ketiga prinsip tersebut dapat dijadikan sebagai strategi pendekatan dan
proses perencanaan mengembangkan ekonomi lokal yang dilakukan atas dasar
partisipasi dan kemitraan dalam kerangka pengembangan kelembagaan.
Partisipasi dalam konteks pemerintah diartikan sebagai forum yang
terorganisasikan guna menfasilitasi komunikasi antar pemerintah, masyarakat
dan stakeholders dan berbagi kelompok yang berkepentingan terhadap
penanganan masalah atau pengambilan keputusan. Partisipasi dan kemitraan
Pengembangan Ekonomi Lokal

antar pelaku dalam PEL berkaitan erat dengan


pemberdayaan, efesiensi, dan good governance.

prinsip

keterbukaan,

2.3 KONSEP DAYA SAING


Stern 2002 dalam ADB (2005) menyebutkan bahwa iklim investasi adalah
semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung
maupun yang diharapkan terjadi di masa datang, yang bisa mempengaruhi
tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi. Pola umum yang terjadi jika
iklim bisnis tidak kondusif maka akan terjadi penurunan investasi dan berujung
pada penurunan pendapatan daerah. Sedangkan khusus untuk Indonesia selama
satu dasawarsa terakhir ini, angka pengangguran sepertinya tidak terpengaruh
dan terus tinggi. Iklim bisnis yang tidak kondusif berarti menjadi kondisi yang
akan turut memperparah kondisi pengangguran di Indonesia.
Studi yang dilakukan oleh ADB (2005) telah menghasilkan sejumlah faktafakta yang terbukti menghambat sektor bisnis di Indonesia. Mengingat bahwa
studi tersebut menggunakan sampel yang representatif, sangat besar sekali
kemungkinan bahwa fakta-fakta tersebut berlaku juga bagi sektor bisnis di Kota
Semarang
Studi mengenai iklim investasi di kota - kota di Indonesia juga dilakukan
oleh Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-UI).
Berdasarkan studi tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan,
persepsi perusahaan dalam iklim investasi di Indonesia selama kurun satu
semester terakhir (akhir 2005 hingga pertengahan 2006) untuk sebagian besar
indikator makin menghambat dunia usaha. Hal ini berarti tekanan dalam
perekonomian dari instabilitas nilai tukar, peningkatan inflasi dan tingkat suku
bunga, dan peningkatan harga BBM hanya sedikit menjadi perhatian dunia
usaha. Beberapa indikator mikroekonomi terkait dengan dunia usaha makin
memburuk. transportasi, listrik dan peraturan ketenagakerjaan dianggap makin
menghambat. Bagi usaha (perusahaan) baru, peraturan dan perijinan yang
diperlukan untuk memulai suatu usaha sangat membingungkan dan inkonsisten
antara satu ijin dengan ijin lainnya, antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, dan antar daerah. Tidak saja implementasi pelayanan satu atap, tetapi
juga perlunya koordinasi antar instansi kementrian teknis yang membawahi
pengeluaran ijin untuk menghindari tumpah tindih peraturan dalam pendaftaran
usaha baru.
Daya saing sektor perdagangan akan dianalisis dengan sejumlah variabel
yang telah dirumuskan oleh GTZ-red (2006)
VARIABEL DAYA SAING
Lingkungan usaha, terkait dengan (i)prospek masa lalu (kondisi subsektor perdagangan sekitar dua tahun lalu), (ii) prospek masa depan
(kondisi sub-sektor perdagangan pada masa yang akan datang), (iii)
kesulitan rintangan usaha, (iv) masalah terkait dengan pemasaran,
distribusi, dan pengadaan, (v) masalah terkait dengan tenaga kerja, dan
(vi) ketersediaan bergabung dengan asosiasi bisnis perdagangan.
Pengembangan Ekonomi Lokal

Dinamika Usaha, terkait dengan (i) pelaku bisnis pemula (% pengusaha


yang masuk sub- sektor tersebut kurang dari 10 tahun), (ii) kapasitas
pelibatan tenaga kerja (% usaha dengan tenaga kerja kurang dari 20
orang), (iii) produktivitas pemasaran, distribusi, dan pengadaan (% usaha
dengan omset diatas 500 juta), (v) keinginan menggunakan kredit, (vi)
kesediaan untuk mengajukan kredit, (vii) perbandingan modal dan utang,
(viii) bentuk hukum, (ix) kapasitas manajerial (% usaha dengan pemilik
lulus akademi dan universitas)
Inovasi Usaha, terkait dengan (i) inovasi dalam pemasaran atau promosi,
(ii) inovasi dalam penjaminan kepuasan konsumen, (iii) kemampuan dalam
menggunakan jasa seperti: konsultasi, pelatihan pemasaran, hukum,
akuntansi, manajemen yang merepresentasikan keinginan sektor usaha
dalam meningkatkan inovasi.
Efektivitas Pemerintah, terkait dengan (i) konsistensi kebijakan subsektor perdagangan yang dibuat oleh pemerintah, (ii) korupsi/
pembayaran informal, (iii) kepastian hukum/ kepercayaan pada sistem
hukum yang berlaku, (iv) tingkat atau derajat dampak peraturan pada subsektor perdagangan, (v) formalisasi usaha (% usaha yang terdaftar), dan
(vi) kesadaran tentang peraturan.

Pengembangan Ekonomi Lokal

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 REVIEW JURNAL
Pada jurnal ini membahas bagaimana peringkat daya saing sektor usaha
dan rekomendasi kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal dengan studi kasus di
Kota Semarang. Jurnal ini menjelaskan bagaimana hubungan peringkat daya
saing sub-sektor perdagangan dan jasa serta penerapan kebijakan PEL di Kota
Semarang sebagai konsep pembangunan ekonomi yang memiliki kemandirian
dan ketahanan ekonomi secara mendasar. Adapun metodologi yang digunakan
pada jurnal ini adalah pendekatan positivistik. Pendekatan positivistik adalah
salah satu pendekatan penelitian yang secara dominan menyandarkan diri pada
teori-teori relevan yang telah berkembang. Dengan pendekatan ini maka
dilakukanlah proses analisis yang terbagi dalam dua item analisis utama yaitu
analisis mengenai kondisi internal dan kondisi eksternal. Analisis mengenai
kondisi eksternal dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dalam peningkatan
daya saing dan kebijakan mengenai kebijakan pengembangan ekonomi lokal.
Analisis kondisi internal terdiri dari analisis mengenai peringkat daya saing dan
analisis mengenai pengembangan ekonomi lokal.
Jurnal ini pada dasarnya mencoba untuk menganalisis peringkat daya
saing sektor usaha untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kota Semarang. Dalam jurnal ini menjelaskan
penilaian karakteristik sub-sektor perdagangan dan jasa di kota Semarang
didasarkan pada kompilasi keseluruhan variabel penilaian kondisi sub-sektor
perdagangan dan jasa yaitu dinamika usaha, lingkungan usaha, inovasi serta
keefektifan pemerintah.
Kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal
Berdasarkan jurnal diatas, kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota
Semarang yang terdiri dari 10 kebijakan yaitu, kebijakan pemangkasan proses
perijinan investasi pada kenyataannya masih belum efektif, kedua, kebijakan
peningkatan keterpaduan antar lembaga pembina, dunia usaha, dan masyarakat
kenyataannya belum terjalin komunikasi yang baik dan saling mendukung, ketiga
dan keempat, kebijakan pengembangan SDM sektor industri dan perdagangan
secara intensif melalui transformasi teknologi serta kebijakan peningkatan daya
saing produk UKM menunjukkan pengembangan SDM yang belum tepat sasaran
menyebabkan kegiatan untuk meningkatkan daya saing produk menjadi sia-sia.
Kelima, kebijakan pengembangan kawasan Joglosemar (Yogyakarta, Solo, dan
Semarang masih belum mampu mendukung untuk mengembangkan potensi
Pengembangan Ekonomi Lokal

lokal Kota Semarang. Keenam, penciptaan iklim investasi yang kondusif di Kota
Semarang ternyata cukup bagus hanya saja belum efektif. Ketujuh, kebijakan
pembangunan kemitraan telah dilakukan dengan baik antara pemerintah dan
swasta maupun antara swasta dan pemerintah. Kedelapan, kebijakan penggalian
potensi wisata di Kota Semarang telah dilakukan akan tetapi kurang didukung
oleh proses perijinan dan infrastruktur kota. Kesembilan dan kesepuluh,
kebijakan dalam pemberian bantuan modal dan kebijakan bantuan pemasaran
kenyataanya telah dilakukan oleh Kota Semarang tetapi kedua kebijakan ini
masih belum berjalan dengan baik.
Lingkungan Usaha
Berdasarkan jurnal, lingkungan usaha sub-sektor perdagangan dan jasa di
Kota Semarang memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan
kedepannya. Hal tersebut dapat terindikasi dari persentase jumlah usaha yang
memiliki lingkungan usaha sedang dan baik cukup banyak. Sub-sektor
perdagangan dan jasa yang termasuk lingkungan usaha buruk diantaranya jasa
penyedia angkutan, kerajinan tangan dan perdagangan kaleng. Pemeringkatan
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa usaha yang memiliki lingkungan
usaha yang baik untuk sektor jasa adalah jasa hiburan game online dan taman
hiburan, fotokopi, restoran serta perhotelan.
Dinamika Usaha
Berdasarkan jurnal, kondisi dinamika usaha sub-sektor perdagangan dan
jasa di Kota Semarang sudah relatif baik. Dapat disimpulkan bahwa jasa yang
memiliki dinamika usaha yang baik adalah jasa restoran baik lokal maupun
franchise dan jasa perhotelan. Pemeringkatan dinamika usaha untuk sektor
perdagangan, perdagangan barang kerajinan batik lokal dan kaligrafi menempati
peringkat teratas. Ini disebabkan oleh promosi yang dilakukan, distribusi usaha
dan adanya kegiatan memperbesar usaha melalui penambahan modal.
Inovasi Usaha
Kondisi inovasi usaha sub-sektor perdagangan dan jasa di Kota Semarang
relatif cukup baik. Kondisi inovasi yang baik tersebut dipengaruhi adanya upaya
konsultasi usaha dalam bidang manajerial, pemasaran serta adanya inovasi
dalam peningkatan SDM. Berdasarkan pemeringkatan kondisi inovasi usaha
dapat disimpulkan untuk sektor jasa, komoditas yang memiliki peringkat tinggi
antara lain jasa perhotelan, game online, warnet dan fotokopi. Pemeringkatan
inovasi usaha untuk sektor perdagangan, perdagangan consumer goods (grosir)
menempati peringkat teratas.
Efektifitas Pemerintah
Berdasarkan
simpulan
mengenai
efektivitas
pemerintah
dalam
mendukung perkembangan sub-sektor perdagangan dan jasa di Kota Semarang
adalah buruk. Hal tersebut dipengaruhi oleh kesulitan dalam perizinan yang
cenderung berbelit belit serta kurang adanya kebijakan yang mendukung
pengembangan subsektor perdagangan dan jasa di Kota Semarang. Namun,
dapat disimpulkan beberapa usaha dalam subsektor perdagangan dan jasa yang
Pengembangan Ekonomi Lokal

menganggap bahwa efektivitas pemerintah sudah baik sebagian besar


merupakan usaha dengan komoditas lokal di Kota Semarang seperti batik,
makanan dan restoran.

3.2 CRITICAL REVIEW JURNAL


Berdasarkan review jurnal diatas, penulis jurnal menjelaskan bahwa
penerapan kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Semarang melalui 10
kebijakan masih belum mampu menjawab kebutuhan PEL dan daya saing usaha
sub-sektor perdagangan dan jasa. Kebijakan ini merepresentasikan lingkungan
yang mendukung. Akan tetapi, masih ada sub-sektor perdagangan dan jasa yang
masih dikategorikan masuk kedalam lingkungan usaha yang buruk seperti jasa
penyedia angkutan, kerajinan tangan dan perdagangan kaleng. Penulis jurnal
berpendapat, bahwa sub-sektor perdagangan dan jasa yang buruk ini
disebabkan oleh peluang pengembangan usaha yang kurang baik sehingga subsektor ini tidak mampu untuk bertahan sebagai potensi ekonomi lokal.
Sedangkan, sub-sektor perdagangan dan jasa yang memiliki lingkungan usaha
yang baik adalah buku, apotik, game online, dan restoran. Ini dipengaruhi karena
adanya peluang usaha yang baik dalam mendukung perkembangan ekonomi
lokal serta tingginya penyerapan angkatan kerja pada sub-sektor tersebut.
Jurnal ini menjelaskan pemeringkatan daya saing ekonomi lokal sebagai
berikut : pemeringkatan daya saing sektor perdagangan dengan sub-sektor
perdagangan barang kerajinan batik lokal, kaligrafi dan handycraft sangat baik
ini menunjukkan penerapan kebijakan PEL mendukung aktivitas perdagangan
barang kerajinan batik, kaligrafi dan handycraft. Kedua, pemeringkatan daya
saing sektor jasa dengan sub-sektor jasa hiburan game online dan taman
hiburan, fotokopi, restoran serta perhotelan juga sangat baik. Ini berarti
penerapan kebijakan PEL sangat mendukung aktivitas jasa tersebut.
Setelah saya membaca dan memahami seluruh jurnal ini terdapat
beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang saya temukan adalah
penulis jurnal menjelaskan informasi sangat baik dan mudah di pahami, bahasa
yang digunakan juga sesuai dengan EYD. Sedangkan kelemahan yang saya
temukan dalam jurnal ini adalah kurang menjelaskan mengenai konsep
Pengembangan Ekonomi Lokal sehingga pembaca kurang mendapatkan
informasi tentang PEL dari jurnal tersebut.

Pengembangan Ekonomi Lokal

KESIMPULAN
Pemeringkatan daya saing ekonomi lokal sebagai berikut : pemeringkatan
daya saing sektor perdagangan dengan sub-sektor
perdagangan barang
kerajinan batik lokal, kaligrafi dan handycraft
sangat baik ini menunjukkan
penerapan kebijakan PEL mendukung aktivitas perdagangan barang kerajinan
batik, kaligrafi dan handycraft. Kedua, pemeringkatan daya saing sektor jasa
dengan sub-sektor jasa hiburan game online dan taman hiburan, fotokopi,
restoran serta perhotelan juga sangat baik. Ini berarti penerapan kebijakan PEL
sangat mendukung aktivitas jasa tersebut.
Penerapan kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal di Kota Semarang
melalui 10 kebijakan masih belum mampu menjawab kebutuhan PEL dan daya
saing usaha sub-sektor perdagangan dan jasa. Kebijakan ini merepresentasikan
lingkungan yang mendukung. Akan tetapi, masih ada sub-sektor perdagangan
dan jasa yang masih dikategorikan masuk kedalam lingkungan usaha yang buruk
seperti jasa penyedia angkutan, kerajinan tangan dan perdagangan kaleng.
Penulis jurnal berpendapat, bahwa sub-sektor perdagangan dan jasa yang buruk
ini disebabkan oleh peluang pengembangan usaha yang kurang baik sehingga
sub-sektor ini tidak mampu untuk bertahan sebagai potensi ekonomi lokal.
Sedangkan, sub-sektor perdagangan dan jasa yang memiliki lingkungan usaha
yang baik adalah buku, apotik, game online, dan restoran. Ini dipengaruhi karena

Pengembangan Ekonomi Lokal

adanya peluang usaha yang baik dalam mendukung perkembangan ekonomi


lokal serta tingginya penyerapan angkatan kerja pada sub-sektor tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Handayani, A. d. (n.d.). ANALISIS PERINGKAT DAYA SAING SEKTOR USAHA DAN
PENERAPAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL KOTA SEMARANG.
Pengembangan Ekonomi Lokal .

Pengembangan Ekonomi Lokal

Anda mungkin juga menyukai