Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEKUATAN EKONOMI DAN SOSIO EKONOMI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

“BISNIS INTERNASIONAL”

Dosen Pengampu: Ayu Febri Puspitasari, M. AB

Disusun Oleh:

Kelompok 7

1. Hidayatul Khoiriyah (126405202096)


2. M. Bawa Hadi Rahman (126405202106)
3. Lutfiah Firdaus Azzahra (126405202113)
4. Alizha Nadar Afitrah (126405202118)

SEMESTER 3

JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2021
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kekuatan
Ekonomi dan Sosio Ekonomi ini dengan baik meskipun masih terdapat kekurangan di
dalamnya.

Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang yakni agama Islam.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah wawasan bagi
penyusun dan bagi pembaca. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan dan pengembangan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi penyusun maupun pada
umumnya.

Tulungagung, 11 September
2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Analisis Ekonomi Internasional...............................................................................3
B. Dimensi Ekonomi dan Relevansinya Pada Bisnis Internasional.............................4
C. Pendekatan Perkembangan Ekonomi......................................................................8
D. Usaha Kecil Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Global...................................18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................20
B. Saran........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................21

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara merupakan suatu badan tertinggi yang memiliki kewenangan untuk
mengatur perihal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas serta
berkewajiban mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam salah satu fungsinya, negara harus bisa menjadi kesejahteraan dan
kemakmuran bagi rakyatnya.
Dalam keterkaitan dengan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya,
suatu negara pasti melakukan kegiatan bisnis demi menopang dan memenuhi
kebutuhan seluruh rakyatnya. Mulai dari bisnis yang dibangun oleh pemerintah secara
langsung untuk masyarakat atau bisnis yang dibangun oleh pengusaha yang nantinya
akan didukung oleh pemerintah.
Dalam berbisnis, sebuah negara tidak hanya akan meliputi lingkup kecil atau
lingkup regional. Karena segala kebutuhan tidak bisa dipenuhi sendiri oleh setiap
negara, maka sebuah negara perlu melakukan kegiatan bisnis secara internasional.
Yaitu bisnis yang dilakukan antara negara satu ke negara lain. Hal ini juga disebabkan
perbedaan kebutuhan setiap negara satu dengan yang lain.
Dalam bisnis internasional, seorang pengusaha juga mampu melakukan
persaingan di negara asing tersebut. Untuk mengestimasi potensi pasar dan pemberian
masukan pada bidang – bidang fungsional lain di perusahaan, seorang pengusaha juga
perlu mengenali ukuran dan tingkay perubahan factor-factor ekonomi dan
sosioekonomi.
Dengan paparan diatas, maka disini kami akan membahas tentang
kekuan ekonomi dan sosioekonomi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis ekonomi internasional?
2. Bagaimana dimensi ekonomi dan relevansinya pada bisnis internasional?
3. Apa saja pendekatan untuk perkembangan ekonomi?
4. Bagaimana usaha kecil terhadap pertumbuhan perekonomian global?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang analisis ekonomi internasional.
2. Untuk mengetahui dimensi ekonomi dan relevansinya pada bisnis internasional.
3. Untuk mengetahui pendekatan untuk perkembangan ekonomi.
4. Untuk mengetahui usaha kecil terhadap pertumbuhan perekonomian global.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisis Ekonomi Internasional


Tujuan dari anaIisis ekonomi adaIah, untuk meniIai prediksi keseIuruhan dari
perekonomian dan kemudian menilai dampak dari perubahan ekonomi terhadap
perusahaan. Ketika perusahaan memasuki pasar luar negeri, maka analisis ekonomi
menjadi lebih rumit karena sekarang para manajer harus beroperasi dalam dua
lingkungan baru, yaitu luar negeri dan internasional. Dalam Iingkungan Iuar negeri,
tidak hanya terdapat banyak ahIi ekonomi, tetapi, ekonomi tersebut juga sangat
berbeda-beda. Karena perbedaan-perbedaan ini, kebijakan dirancang untuk kondisi
ekonomi disuatu pasar mungkin tidak sesuai untuk kondisi ekonomi di pasar yang
lain. Disamping memantau lingkungan luar negeri, analisis juga harus mengikuti
tindakan-tindakan yang diambil oleh komponen- komponen dari lingkungan
internasional, seperti pengeIompokan regional uni eropa, NAFTA, dan organisasi-
organisasi internasional.
Analisis ekonomi internasional hendaknya juga memberikan data ekonomi
mengenai pasar aktual maupun prospektif. Juga, sebagai bagian dari penilaian atas
kekuatan-kekuatan kompetitif, banyak perusahaan memantau kondisi ekonomi dari
Negara-negara dimana para pesaing utamanya berlokasi, karena perubahan kondisi
bisa memperkuat atau memperIemah kemampuan para pesaing untuk bersaing dipasar
dunia.
Karena pentingnya informasi ekonomi bagi fungsi pengendalian dan perencanaan
dikantor pusat, maka pengumpulan data dan pembuatan laporan harus menjadi
tanggung jawab kantor induk (home office). Namun, karyawan yang ditempatkan
diluar negeri (perwakilan cabang dan lapangan) diharapkan untuk memberi
sumbangan yang besar terhadap studi atas mereka. Data dari kawasan-kawasan
dimana perusahaan tersebut tidak memiIiki perwakiIan IokaI, biasanya kurang rinci
dan pada umumnya tersediadari badan-badan nasional dan internasionaI. Laporan dari
bank sentraI atau internasionaI merupakan sumber yang sangat bagus dari informasi
ekonomi mengenai suatu negara.

3
B. Dimensi Ekonomi dan Relevansinya Pada Bisnis Internasional
Untuk mengestimasi periIaku pasar dan juga untuk memberikan masukan
kepada bidang-bidang fungsionaI Iainnya dari perusahaan, maka para manajer
memerIukan data mengenai ukuran dan tingkat perubahan dari sejumIah faktor- faktor
ekonomi dan sosioekonomi. Supaya suatu area dapat menjadi yang potensial, maka
area tersebut harus mempunyai cukup orang yang mampu membeli produk-produk
dari suatu perusahaan. Data sosioekonomi memberikan informasi mengenai jumIah
penduduk, sedangkan dimensi ekonomi menceritakan apakah penduduk tersebut
memiliki daya beli.
1. Dimensi Ekonomi
a) Pendapatan Nasional Bruto
Pendapatan nasional bruto (gross national income_GNI), merupakan
penjumIahan dari seIuruh barang dan jasa finaI yang dihasiIkan, dan produk
domestic bruto (PNB dikurangi dengan pendapatan faktor Iuar negeri bersih)
merupakan niIai-niIai yang digunakan untuk mengukur besarnya ukuran dari
suatu perekonomian.
b) Distribusi Pendapatan
Data mengenai distribusi pendapatan dihimpun oIeh bank dunia dari sejumlah
sumber dan diterbitkan setiap tahun dalam Word Development Indocators.
Distribusi pendapatan adaIah ukuran bagaimana pendapatan suatu bangsa
terbagi diantara rakyatnya. Meskipun adanya kesuIitan- kesuIitan yang terkait
dengan studi mengenai distribusi pendapatan, namun data tersebut
memberikan wawasan yang berguna bagi para peIaku bisnis, seperti:
1) Umumnya pendapatan Iebih terdistribusi secara merata dinegara-
negara yang Iebih kaya, meskipun terdapat variasi-variasi penting antar
negara maju maupun berkembang.
2) Restribusi pendapatan berjaIan dengan sangat Iambat, sehingga data
yang lebih lama dapat bermanfaat.
c) Konsumsi Perorangan
Salah satu bidang perhatian dari para agen pemasaran adalah cara-cara para
konsumen mengalokasikan pendapatan bersih mereka (pendapatan pribadi
dikurangi pajak) antara pembelian atas barang yang kebutuhan pokok dan

4
nonpokok. Para produsen dari alat-alat rumah tangga tahan lama misalnya,
ingin mengetahui jumlah yang dibelanjakan dalam kategori ini, sementara para
produsen barang-barang yang merupakan kebutuhan nonpokok akan berminat
terhadap besarnya.
d) Biaya Tenaga Kerja Per Unit
Satu faktor yang memberikan konstribusi terhadap kesempatan atas
investasiyang menguntungkan adalah kemampuan untuk memperoleh biaya
tenaga kerja per unit (biaya total tenaga kerja langsung atau unit yang
diproduksi) yang lebih rendahdibandingkan dengan apa yang sekarang tersedia
bagi perusahaan. Kecenderungan luarnegeri dalam biaya-biaya ini dipantau
secara ketat karena tiap Negara mengalami tingkatkenaikan yang berbeda.
Negara-negara dengan biaya tenaga kerja per unit yangmeningkat secara
lambat menarik perhatian menajemen karena dua alasan. Pertama, Negara-
negara tersebut merupakan prosek investasi bagi perusahaan-perusahaan yang
berusaha untuk menurunkan biaya produksi. Kedua, Negara-negara tersebut
mungkinmenjadi sumber persaingan baru dipasar dunia apabila perusahaan-
perusahaan lain dalamindustry yang sama telah berokasi disana.Perubahan-
perubahan dalam tingkat upah juga mungkin menyebabkan perusahaan
multinasional yang memperoleh produk atau komponen dari sejumlah
cabangnya merubah sumber pasokannya. Alasan bagi perubahan-perubahan
relatif dalam biaya tenaga kerja ada Tiga faktor yang bertanggung jawab yaitu
kompensasi, produktivitas, perubahan kurs.
2. Dimensi Ekonomi yang Lain
Utang internasional yang besar dari sejumlah negara berpendapatan sedang
dan rendah menimbulkan banyak permasalahan, tidak hanya bagi pemerintah
negara-negara tersebut, tetapi juga bagi perusahaan-perusahaan multi nasional.
Jika sebagian besar devisa yang diperoleh suatu negara tidak dapat digunakan
untuk mengimpor komponen-komponen yang digunakan dalam produk-produk
lokal, maka industri-industri lokal harus membuatnya sendiri atau perusahaan-
perusahaan yang mengimpornya harus menghentikan produksi. Kedua alternative
dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan yang mengimpornya harus
menghentikan produksi dan menjual suku cadang yang dibuat disalah satu pabrik
dinegara asalnya kepada cabangnya. Pemerintah mungkin menerapkan
pengendalian harga (yang mempersulit suatu cabang untuk memperoleh

5
keuntungan), memotong pengeluaran pemerintah, dan menerapkan pengendalian
upah. Suatu aspek pengurangan utang yang telah menarik perhatian dari sebagian
perusahan multinasional adalah pertukaran utang dengan ekuitas (debt-for-equity
swap). Kelangkaan valuta asing bahkan dapat mempengaruhi perusahaan-
perusahaan yang hanya mengekspor ke negara-negara dengan tingkat utang luar
negeri yang tinggi, karena pemerintah dari negara tersebut tentu saja akan
menerapkan pembatasan impor
3. Dimensi Sosioekonomi
Definisi yang lengkap mengenai potensi pasar juga harus mencukupi
informasi rinci mengenai atribut-atribut fisik populasi sebagaimana diukur dengan
dimensi sosioekonomi. Bagian ini akan dimulai dengan suatu analisis atas total
populasi.
a. Populasi Total
Indikator paling umum mengenai ukuran pasar potensial, adalah
karakteristik populasi pertama yang akan diperiksa oleh para analis. Fakta
bahwa negara maju memiliki penduduk kurang dari 10 juta, menjelaskan
bahwa jumlah populasi saja adalah indikator yang buruk dari kekuatan
ekonomi dan potensi pasar. Swiss misalnya, hanya dengan 7,0 juta penduduk,
secara ekonomi jauh lebih penting dibandingkan dengan Banglades yang
memiliki 128 juta penduduk. Hanya untuk beberapa produk murah dan
dikonsumsi secaramasal saja, seperti minuman ringan, rokok, dan sabun,
ukuran populasi saja memberikan dasar yang cukup untuk mengestimasikan
konsumsi. Untuk produk-produk yang tidak termasuk dalam kategori ini,
populasi yang besar dan populasi yang meningkat pesat mungkin tidak
menandakan suatu perluasan pasar yang segera, tetapi, jika pendapatan
bertumbuh terus, maka pada akhirnya, paling tidak sebagian dari penduduk itu
akan jadi pelanggan. Ketika PNB meningkat lebih cepat daripada populasi,
ada kemungkinan terdapat pasar yang meningkat; sementara situasi sebaliknya
tidak hanya menunjukkan kemungkinan akan adanya penyusutan pasar
b. Distribusi Umur
Untuk beberapa perusahaan, umur merupakan penentu yang penting
dari ukuran pasar. Tetapi sayangnya, distribusi kelompok umur dalam
populasi sangat berbeda. Pada umumnya, karena tingkat kelahiran dan
kesuburan yang lebih tinggi, negara-negara yang berkembang memiliki

6
penduduk berusia muda dibandingkan dengan negara-negara industri. Jumlah
populasi dari negara-negara berkembang lebih dari tiga perempat jumlah
peduduk dunia. Perusahaan-perusahaan yang menghadapi penurunan
permintaan akan produk-produk mereka harus mencari kenaikan penjualan
diperekonomian berkembang, dimana distribusi umur adalah sebaliknya.
Tingkat pertumbuhan yang tinggi di negara-negara berkembang akan
menyediakan pasar untuk system transportasi, biji-bijian untuk makanan yang
memberikan hasil yang lebih tinggi, pupuk, alat-alat pertanian, alat- alat
rumah tangga, dsb. Pemerintah tentu saja mendukung berbagai program
keluarga berencana, tetapi banyak bukti yang menunjukkan bahwa tingkat
kesahatan dan pendidikan yang baik, bersama-sama dengan peningkatan status
wanita, distribusi pendapatan yang Iebih merata, dan tingkat urbanisasi yang
Iebih besar, semuanya juga berperan dalam mengurangi besarnya ukuran
keluarga tradisionaI. Faktanya, para ahIi pernah menyatakan bahwa pengaruh
gabungan dari program keluarga berencana yang efektif dan pendidikan
wanita di atas tingkat dasar adalah sangat ampuh dalam mengurangi besarnya
ukuran keIuarga.
c. Keprihatinan di Negara-negara Maju
Pada tahun 2025, dengan penduduk lanjut usia yang tumbuh paling
cepat didunia industri, Jepang akan memiliki jumlah penduduk berusia lanjut
dua kali lipat dari jumlah anak-anak. Cadangan dana jaminan sosial
pemerintah akan mengering karena biaya pension dan kesehatan untuk orang
berusia lanjut, yang diprediksikan akan menghabiskan 73 persen dari
pendapatan nasional. Menurut kementrian kesehatan dan kesejahteraan, satu-
satunya solusi adalah menerapkan pajak yang lebih tinggi dan mengurangi
tunjangan-tunjangan. Suatu analisis yang dilakukan oleh dewan penasihat
perdana menteri menyimpulkan bahwa apabila system yang ada sekarang
tidak diubah, perekonomian akan runtuh. Pensiun muda dan fakta bahwa para
pensiunan hidup lebih lama juga membebani system jaminan sosial dibanyak
negara lain. Di negara-negara industri, tidak hanya biaya dari system jaminan
sosial meningkat karena pertumbuhan jumlah pensiunan, tetapi terdapat lebih
sedikit orang yang bekerja dan membayar ke sistem itu untuk mendukung
mereka. Di negara- negara berkembang, hal sebaliknya yang terjadi. Tingkat
kelahiran yang lebih tinggi mengakibatkan banyaknya penduduk berusia muda

7
dan ini mengurangi rasio ketergantungan para pekerja yang mendukung sistem
itu.

d. Kepadatan dan Distribusi Penduduk


Kepadatan penduduk adalah suatu ukuran jumlah penduduk per unit
wilayah (penduduk per kilometer persegi atau mil persegi). Distribusi
penduduk merupakan suatu ukuran mengenai bagaimana penduduk
terdistribusi dari daerah pedesaan sampai ke daerah perkotaan. Negara
berpenduduk padat cenderung membuat distribusi dan komunikasi produk
menjadi lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan dengan dinegara-
negara yang kepadatan penduduknya rendah. Sebuah fenomena yang
mengubah ditribusi penduduk adalah perpindahan dari desa ke kota, yang
terjadi dimana-mana, terutama dinegara-negara berkembang, karena orang
pindah ke kota-kota untuk mencari upah yang lebih tinggi dan hidup yang
lebih nyaman. Perpindahan ini sangat penting bagi para agen penting pemasar,
karena penduduk kota yang kurang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal dikawasan pedesaan, harus
memasuki perekonomian pasar.

C. Pendekatan Perkembangan Ekonomi


a. Pendekatan Sosial Budaya
Pendekatan ini, kerangka analisisnya dikembangkan berdasarkan pada
kajian-kajian bidang ilmu sosiologi, antropologi, dan sosial-psikologi, khususnya
mengenai tata sosial budaya dan perilaku masyarakat. Dalam kajiannya,
pendekatan ini menempatkan permasalahan tata sosial budaya masyarakat
sebagai isu atau dimensi analisis yang lebih penting dan dominan dibanding
dengan perilaku ekonomi masyarakat itu sendiri. Empat tokoh pemikir
penting penganut pendekatan ini adalah Hagen, Boeke, Geertz dan Hoselitz.
Berikut ini dijelaskan teori-teori pendekatan yang dikembangkan oleh keempat
pemikir tersebut.
1. Teori Perubahan Sosial Hagen
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Everette E. Hagen. Dalam
gagasannya, Hagen menyebutkan bahwa faktor kekuatan yang paling penting
untuk menggerakkan masyarakat negara berkembang adalah pada perubahan

8
tata sosial budayanya. Kemajuan ekonomi merupakan fungsi dari perubahan
kombinasi tiga bidang dalam kehidupan masyarakat, yaitu sosiologis,
antropologis, dan psikologis. Perubahan sosial masyarakat menjadi faktor
yang mempengaruhi dinamika perekonomian masyarakat yang otonom dan
berpengaruh secara dominan. Jadi, kemajuan ekonomi akan tercapai apabila
terjadi perubahan struktur internal di dalam masyarakat. Struktur tersebut,
misalnya adalah masalah perilaku, kelembagaan dan kebiasaan masyarakat.
2. Teori Dualisme Boeke
Teori dualisme dikembangkan pertama kali oleh pemikir berkebangsaan
Belanda, yaitu J.H. Boeke, yang mencermati pada negara-negara bekas
jajahan negaranya, khususnya Indonesia. Ia melihat, bahwa nilai-nilai sosial
budaya menjadi unsur yang secara absolut mempengaruhi proses
pembangunan. Menurut Boeke, apabila masyarakat terlalu terpaku pada tata
sosial budaya yang ada, maka usaha menggerakkan stagnasi ekonomi tidak
akan berhasil. Pengamatan Boeke sejauh ini menunjukkan bahwa tata sosial
budaya masyarakat negara berkembang (terutama Indonesia) masih bersifat
tidak rasional dan kaku sehingga sulit untuk mengikuti perkembangan pola/
irama perekonomian modern dengan bentuk kelembagaan usaha yang praktis
dan dinamis.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa dasar analisis dalam Teori
Dualisme Boeke adalah serangkaian dasar tata nilai masyarakat negara
berkembang, yang tidak mendukung untuk perbaikan ekonomi. Berdasarkan
keyakinannya tentang tata nilai masyarakat negara berkembang, Boeke
berpendapat bahwa yang terbaik adalah membiarkan masyarakat tersebut
seperti apa adanya (just leave it alone) dan membiarkan mereka untuk
berpikir luhur, tetapi tetap miskin (high thinking and plain living).
3. Teori Involusi Geertz
Clifford Geertz adalah orang yang kemudian mengembangkan kerangka
pemikiran Boeke, khususnya tentang konsep expansion static. Dalam Teori
Dualisme, Boeke menyatakan adanya konsep expansion static, yaitu suatu
kondisi kegiatan perekonomian yang berkembang (expansion), tetapi hanya
disebabkan oleh adanya pertambahan penduduk. Pertambahan penduduk,
akan mendorong bertambahnya permintaan, akan tetapi pola produksi dan
perekonomiannya masih tetap sama (statis). Walaupun secara absolut hasil

9
produksi bertambah, namun peningkatan tersebut kemudian terserap lagi oleh
pertambahan penduduk. Dengan demikian, pendapatan per-kapita penduduk
tetap, bahkan cenderung turun apabila pertambahan nilai output produksi
lebih rendah dari pertambahan penduduk. Fenomena inilah yang oleh Geertz
disebut sebagai proses involusi (kebalikan dari evolusi) dalam hal ini involusi
pertanian (agriculture involution). Geertz menunjuk, bahwa pranata sosial
budaya yang kaku sebagai faktor penyebabnya. Situasi seperti itu cenderung
mengarah pada apa yang disebut sebagai kemiskinan bersama (shared
poverty).

Analisis dari ketiga pemikir tersebut di atas pada umumnya didasarkan


pada asumsi bahwa seolah-olah kegiatan perekonomian negara-negara
berkembang dipengaruhi hanya oleh pranata sosial budaya yang inheren dan
melekat secara permanen pada masyarakatnya. Namun, tidak pernah
dianalisis, bagaimana proses dan hasil interaksi antara faktor sosial, ekonomi, dan
politiknya. Padahal kenyataannya ketiganya bersifat dinamis dan selalu berubah-
ubah.

4. Teori Perubahan Sosiologi dan Proses Pembangunan Hoselitz


Berbeda dengan analisis Hagen, Boeke, dan Geertz, Hoselitz
mengembangkan teorinya pada analisis yang lebih berimbang antara faktor
ekonomi dan sosial budaya, serta proses interaksinya. Dalam hal ini, proses
transformasi ekonomi masyarakat dari satu sistem ekonomi (kapital agraris
menjadi kapital komersial, industri dan supra industri) dipandang sebagai
proses dinamika perubahan masyarakat. Jadi, dalam proses ini diasumsikan
bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara perubahan ekonomi dan
perubahan sosial masyarakat.

b. Pendekatan Neo-Marxis dan Aliran Dependencia


Pendekatan Neo-Marxis didasarkan pada ajaran Marxis tentang teori
surplus mengenai eksploitasi terhadap tenaga kerja (kaum buruh) dan dialektika
sebagai faktor dinamika perkembangan keadaan sosial masyarakat. Hal yang
menonjol dalam teori ini adalah adanya konsep perjuangan kelas. Namun
demikian, walaupun didasarkan pada ajaran Marxis, dalam

10
perjalanannya pendekatan Neo-Marxis berkembang sangat bervariasi, bahkan
kadangkala sangat jauh dari konsep awalnya.
Djojohadikusumo (1994), menunjuk adanya ciri umum pada aliran-aliran
Neo-Marxis, yaitu:
1. Gagasan dan pandangan terhadap dunia ketiga, termasuk kebijakan yang
perlu diambil, bersifat sangat normatif;
2. Pola kebijakan, baik secara eksplisit maupun implisit menjurus pada
evolusi radikal (revolusi);
3. Pesimisme untuk menyelesaikan masalah dunia ketiga, selama dunia
ketiga masih menjadi bagian (yang tertindas) dari sistem kapitalisme
dunia, sangat menonjol.
Namun demikian, aliran ini memiliki kelemahan dalam analisis
ekonomi, bahkan kadang kala tidak terlihat. Pesimisme dan perjuangan kelas
sangat terlihat pada dogma kelompok ini, yang menganggap bahwa kondisi
kemakmuran yang terjadi pada negara-negara industri sekarang ini
merupakan konsekuensi logis dari kelanjutan proses eksploitasi terhadap negara-
negara dunia ketiga (penjajahan, perdagangan internasional yang tidak adil)
oleh negara-negara maju. Dikatakan bahwa sangat tidak mungkin bagi negara
maju untuk mencapai kondisi sekarang ini tanpa ada pemerasan terhadap
masyarakat dunia ketiga. Beberapa tokoh pemikir penting aliran Neo-Marxis
dalam ekonomi pembangunan di antaranya adalah Paul Baran, A.G. Frank,
F.H. Cardoso, E. Faletto, dan W.F. Wertheim.

c. Pendekatan Strukturalis
Pada pendekatan strukturalis, pola analisis sudah dikembangkan dalam
frame work (kerangka) yang lebih luas dengan mensintesiskan hubungan
antara proses sosial (non-ekonomi) dan proses ekonomi. Terminologi kunci
dalam pendekatan strukturalis adalah transisi dan transformasi. Oleh karenanya,
pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan strukturalis transisi dan
transformasi.
Kelompok aliran ini berpendapat bahwa pembangunan memerlukan
proses transisi, yaitu proses peralihan dari satu jenjang perekonomian sederhana
menjadi perekonomian yang berkembang. Pada faktanya, proses transisi
(peralihan) juga merupakan proses perubahan penjelmaan (transformasi) dari

11
satu keadaan perekonomian menjadi keadaan perekonomian lain. Sebagai
contoh, apabila suatu ekonomi agraris mengalami transisi menjadi ekonomi
industri maka sebenarnya juga terjadi perubahan keadaan perekonomian (pelaku,
perangkat, peraturan dan karakter sosial masyarakat) dari orientasi agraris
menjadi perekonomian berorientasi industri. Dengan begitu, sebenarnya dalam
proses pembangunan, perekonomian mengalami perubahan struktural yang
melalui proses transisi dan transformasi.
Aliran ini menyatakan bahwa pembangunan merupakan suatu proses
yang tidak hanya mungkin, melainkan harus dilakukan pada negara-negara
berkembang. Pembangunan harus dilakukan secara sadar dengan menghilangkan
kelemahan mendasar yang melekat pada struktur ekonomi yang bersangkutan.
Salah satu kelemahan mendasar yang harus ditiadakan adalah kekakuan
(rigidity) interaksi antarsektor ekonomi dalam memanfaatkan sumber daya,
yang sering mendorong ke arah ketidakseimbangan (disequilibrium) sehingga
peranan pemerintah di negara- negara berkembang dianggap penting karena
diperlukan untuk mengawal perkembangan ekonomi ke arah kondisi
keseimbangan, yang ditandai dengan bekerjanya sistem pasar dan mekanisme
harga.
Berdasar analisis empiris di negara-negara berkembang, perubahan atau
transformasi perekonomian pada umumnya mengarah dari sektor produksi primer
(pertanian, perikanan, dan pertambangan) menjadi sektor produksi sekunder
(manufaktur, konstruksi) dan kemudian menuju ke sektor tersier (jasa dan
perdagangan). Sejalan dengan transformasi ekonomi, berlangsung pula
transformasi pada bidang ketenagakerjaan. Ditandai dengan sebagian besar
tenaga kerja pada sektor primer tersalurkan pada sektor sekunder maupun
tersier. Pola transaksi perekonomian juga mengalami pergeseran dari transaksi
domestik, mengarah pada transaksi lebih terbuka dengan masuknya transaksi
perdagangan luar negeri. Akibat dari proses-proses dan transformasi tersebut
adalah diversifikasi pada produksi dan perdagangan.
Pendekatan strukturalis sebenarnya tidak berangkat dari satu mazhab
pemikiran yang homogen. Oleh karenanya, terdapat berbagai variasi
penerapan dalam pendekatan ini. Hal ini tergantung pada jenis variabel
pokok yang dianalisisnya. Dalam hal ini, setidaknya terdapat tiga aliran
dalam pendekatan ini, yaitu:

12
1. Aliran dengan strategi yang bertolak dari pasokan tenaga kerja tidak
terbatas,
2. Aliran dengan strategi pembangunan berimbang, dan
3. Aliran dengan strategi pembangunan berdasar sasaran selektif.
(Djojohadikusumo, 1994).

d. Model pembangunan Penawaran Tenaga Kerja Tak Terbatas


Model ini dikembangkan oleh Arhtur Lewis, yang dikenal dengan
istilah Lewis’s two sector model. Menurut Lewis, perekonomian dibedakan
menjadi perekonomian tradisional dan sektor modern. Perekonomian tradisional
dicirikan dengan produktivitas rendah, bersifat sub-sisten dan menggunakan
tenaga kerja sendiri (self-employment). Hal ini karena perekonomian tradisional
memiliki suplai tenaga kerja yang banyak. Sementara itu, perekonomian
modern lebih bersifat komersial, memerlukan modal/ kapital dan tenaga kerja
upahan serta mengandung unsure motif keuntungan (profit motive).
Oleh karena adanya pengangguran terselubung (disguised employment)
yang menyebabkan produktivitas marginal tenaga kerja yang rendah atau
bahkan nol, para majikan tidak perlu meningkatkan upah tenaga kerja. Atas
dasar ini, diasumsikan bahwa pasokan atau suplai tenaga kerja di sektor
tradisional tidak terbatas. Menurut Lewis, kelebihan tenaga kerja sektor
tradisional (informal dan sub-sisten) dapat ditransfer secara mulus kepada sektor
modern. Namun, ini ternyata sangat bertentangan dengan fenomena tenaga
kerja di negara berkembang sehingga beberapa pemikir mencoba
menyempurnakan gagasan Lewis.
John C.H. Fei dan Gustav Ranis merupakan dua di antara pemikir yang
berusaha menyempurnakan ide Lewis dengan memperkenalkan gagasan
pengembangan ekonomi surplus tenaga kerja (Development of the Labour
Surplus Economy, 1964). Inti dari ide kedua pemikir ini adalah bahwa pada
sektor tradisional perlu dilakukan investasi teknologi. Sebagai contoh,
revolusi hijau yang berakibat pada kelebihan produksi dan pengurangan input
tenaga kerja. Kelebihan produksi akibat revolusi hijau tersebut akan
meningkatkan perekonomian. Sementara itu, kelebihan atau surplus tenaga kerja
dapat ditransfer ke sektor modern. Begitu sistem berjalan, investasi

13
tekonologi di sektor tradisional semakin besar. Hal ini akan mendorong ekonomi
berkembang menjadi lebih modern dan suplai tenaga kerja semakin besar.
Suplai tenaga kerja ke sektor modern hanya dibatasi oleh laju
pertumbuhan angkatan tenaga kerja (dipengaruhi laju pertumbuhan penduduk).
Apabila laju ini lebih rendah dari pertumbuhan permintaan tenaga kerja oleh
sektor modern kelebihan tenaga kerja tersebut akan semakin berkurang, sampai
akhirnya kedua sistem perekonomian akan berjalan mengarah pada sektor
modern.
e. Teori Big Push Strategi Pembangunan Berimbang
Teori ini pada prinsipnya menyatakan bahwa pembangunan di negara
berkembang hanya bisa dilakukan dengan adanya pendorong yang sangat
kuat (big push). Pendorong ini diperlukan untuk mengatasi
ketidaksempurnaan pasar barang dan jasa, serta investasi. Ronstein-Rodan,
sebagai pencetus ide ini menyarankan untuk dilakukannya investasi yang
sangat besar dan bersifat komplementer dalam berbagai bidang sebagai big- push
(pendorong) ekonomi. Teori investasi ini didasarkan pada konsep external
economies oleh Alfred Marshal, di mana perkembangan satu sektor ekonomi
akan menjadi external economy yang mendorong sektor lain. Adapun syarat
untuk terjadinya perkembangan semacam itu adalah bahwa investasi tersebut
harus bersumber pada negara berkembang sendiri sehingga terjadi efek multiplier
di dalam negeri.
Teori big-push ini kemudian dikembangkan oleh Ragnar Nurkse, yang
menyatakan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan mengembangkan
semua sektor secara bersamaan dan berimbang. Dengan demikian, investasi yang
beragam diperlukan untuk mendorong permintaan agregat, secara komplementer.
Atas dasar pola pikir seperti itu, konsep ini disebut sebagai konsep pembangunan
strategi berimbang. Pendekatan lebih luas dan komprehensif yang disarankan
oleh pendekatan ini sangat berguna dalam analisis ekonomi pembangunan.
Namun demikian, pendekatan ini ternyata tidak didukung dengan konsep
teoretis dan empiris yang masuk akal (Djojohadikusumo, 1994). Alasannya
adalah secara empiris, investasi dalam jumlah besar dalam waktu yang
bersamaan bagi negara berkembang justru menjadi kendala utama. Secara
teoretis, investasi besar-besaran untuk seluruh kebutuhan investasi
berlawanan dengan konsep kelangkaan sumber daya (termasuk modal) untuk

14
mencukupi seluruh kebutuhannya. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar
pencetusan teori pembangunan selektif di bawah, yang merupakan bantahan
terhadap konsep Rosntain-Rodman dan Nurske.

f. Konsep Pembangunan Selektif


Berbeda dengan konsep Rosntain-Rodman dan Nurske, Albert
Hirshcmann dan Hans W. Singer justru berpikiran sebaliknya. Pemikiran
mereka didasarkan konsepsi bahwa investasi, sebagai implementasi
pembangunan, harus dilakukan secara selektif pada bidang-bidang tertentu. Hal
ini mengingat adanya keterbatasan sumber modal untuk investasi pada hampir
semua negara-negara berkembang. Dengan meyakini akan adanya keterkaitan
antara satu sektor dengan sektor lain (backward dan forward lingkage industry)
maka investasi pada satu sektor akan bergerak dan menghela sektor lain. Untuk
memungkinkan hal ini terjadi, yang diperlukan adalah evaluasi berkala.
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mereviu apakah investasi perlu diteruskan atau
dialihkan pada bidang lain. Dasar pemikiran yang juga melatarbelakangi konsep
pembangunan selektif adalah keyakinan Hirschmann bahwa kondisi tidak
berimbang (disekuilibrium) mendorong dinamika pembangunan sehingga
pembangunan itu dilaksanakan secara tidak berimbang (imballance).
Pada sisi lain, Singer menyatakan bahwa pembangunan yang dilakukan
secara serentak (berimbang) membutuhkan investasi yang sangat besar. Apabila
konsep big-push akan diterapkan pada satu sektor (industri) untuk mendorong
transformasi dari ekonomi agraris/ tradisional ke sektor modern maka perlu
ada dukungan sektor pertanian agar kelangkaan pangan tidak terjadi.
Sebaliknya, apabila big-push diterapkan untuk seluruh sektor perekonomian
maka hal ini membutuhkan dana yang sangat besar.
Apabila suatu masyarakat telah mampu mengerahkan dana sedemikian
besar maka sebenarnya masyarakat telah masuk dalam kelompok masyarakat
negara maju. Secara lebih ringkas adalah skala prioritas harus menjadi bagian
dari setiap keputusan politis yang diambil oleh pemerintah di negara-negara
berkembang. Sebagai acuan, prioritas harus diberikan pada sektor-sektor
yang diperkirakan akan mampu mengembangkan fundamental ekonomi ke
arah yang lebih kokoh, mengembangkan ekspansi pasar dan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja.

15
g. Pendekatan Dualisme Tekno-Ekonomis
Pendekatan dualisme ini dikembangkan oleh Hla-Mint, yang prinsipnya
berbeda dengan analisis dualisme kebudayaan dalam Teori Boeke (dan Heertz).
Dualisme dalam teori ini adalah tentang teknologi dan ekonomi (tekno-
ekonomis). Mint menyoroti tentang adanya dualisme dalam bidang teknologi dan
ekonomi yang dialami oleh masyarakat negara berkembang.
Berdasar pada analisis ini, pengembangan teknologi pada sektor-sektor
ekonomi di negara berkembang pada akhirnya ditentukan oleh kekuasaan
politik dan ekonomi negara atau industri maju. Hal ini terlihat, terutama pada saat
periode penjajahan, dan masih tetap terasa sampai sekarang. Pada masa
penjajahan, proses pengembangan teknologi hanya dikembangkan pada
sektor-sektor yang memenuhi permintaan produk pada pasar internasional
untuk memenuhi kepentingan negara penjajah maupun industri-industri di negara
penjajah, contohnya adalah perkebunan dan tambang. Dalam format yang sedikit
berbeda, kondisi seperti ini tetap berlanjut pada masa sekarang, di mana negara
berkembang secara ekonomi dijajah oleh negara maju.
Dari sudut perekonomian, kita dapat menyaksikan berkembangnya agen
perekonomian yang menguasai rantai tata niaga yang menghubungkan produsen,
pedagang perantara (tengkulak), saudagar besar, dan industri. Golongan
pedagang perantara (tengkulak, komprador), mempunyai fungsi ganda, baik
untuk kepentingan rantai yang menghubungkan produsen dan saudagar yang
berafiliasi dengan negara/ industri maju, maupun pada proses transaksi ekonomi.
Pada masa penjajahan, kelompok ini memonopoli input produksi produsen dan
monopsoni hasil produksi (hasil bumi). Pada umumnya, kelompok ini juga
didatangkan oleh ‘penjajah’ dari luar wilayah negara terjajah, seperti etnis India
dan Sri Langka di Myanmar (Birma) dan etnis Cina (Asia Tenggara). Akibatnya,
terjadilah dualisme ekonomi, yaitu produsen (masyarakat pribumi) dan jasa
(kelompok pedagang) yang mewakili kepentingan negara penjajah dan industri
(yang sudah lebih maju). Apabila digabung dengan kondisi teknis maka terjadi
dualisme teknis- ekonomis. Pada faktanya hal ini juga ditambah dengan adanya
akumulasi kapital dari proses transaksi ekonomi yang sebagian besar mengarah
pada kelompok modern (walaupun dalam satu wilayah negara) karena

16
terkait dengan kepentingan kelompok penjajah. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya lingkaran setan yang sangat pelik.
Untuk mengatasi siklus yang tidak menguntungkan seperti itu, Mint
memandang perlu dihilangkannya dualisme teknis-ekonomis. Caranya adalah
dengan mendorong peralihan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor
modern. Namun demikian, hal ini memerlukan tidak hanya tambahan input
sumber daya, melainkan juga pembinaan kualitas dan produktivitas tenaga kerja.
Tantangan berat menyangkut hal ini adalah perlunya pelaksanaan terstruktur dan
dalam tahapan operasional yang jelas.

h. Pengaruh Perdagangan Internasional


Untuk meningkatkan agregat demand (permintaan) di dalam negeri,
secara teoretis negara-negara berkembang harus melakukan transaksi
perdagangan luar negeri. Akan tetapi, dengan karakteristik perekonomian dan
sistem penguasaan kapital dan sumber daya yang tidak seimbang, maka tidak ada
formula yang mudah pula untuk mengimplementasikan saran teoretis tersebut.
Gunar Myrdal dan Raul Prebisch merupakan dua pemikir yang selalu
mengkritisi kondisi perdagangan internasional yang tidak seimbang antara
negara-negara maju dan negara berkembang sehingga merasa pesimis bahwa
perdagangan internasional mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Premis penting dari gagasan Myrdal adalah ketimpangan dalam struktur
politik dan pembagian kekayaan yang tidak merata dalam masyarakat (lihat Teori
Dualisme Tekno-Ekonomis Mint), yang menjadi kendala utama dalam
pengembangan kesejahteraan masyarakat. Walaupun sejalan dengan dalil Marx,
Myrdal mengusulkan solusi yang berbeda. Myrdal menyatakan perlunya
kebijakan negara untuk membatasi konsentrasi kekuasaan politik dan
melakukan pendidikan dan pembinaan kehidupan kelembagaan
masyarakat secara menyeluruh untuk mengubah pandangan masyarakat.
Termasuk di dalamnya pendidikan dan pembinaan yang disarankan oleh Myrdal
adalah kegiatan transaksi dan perdagangan internasional.
Perdagangan internasional yang terjadi dalam kondisi tidak seimbang
menyebabkan backwash-effect (kondisi di mana semua faktor mendorong

17
terjadinya stagnasi) lebih dominan dibanding spread effect (pengaruh faktor-
faktor positif terkait dengan adanya perdagangan). Pada kondisi
perekonomian yang tidak seimbang, produktivitas marginal input produksi
(termasuk tenaga kerja dan modal) di negara-negara berkembang jauh lebih
rendah dibandingkan dengan di negara-negara maju. Dengan demikian, transaksi
perdagangan justru menyebabkan terjadinya akumulasi modal pada negara-
negara maju karena efisiensi yang dimilikinya. Efisiensi menarik lebih
banyak modal ke negara-negara maju, dibandingkan ke negara-negara
berkembang dan mendorong terjadinya kemandegan ekonomi di negara- negara
berkembang. Inilah saat di mana backwash-effect terjadi. Spread effect, tidak
akan mampu melawan pengaruh backwash effect yang arahnya berlawanan.
Kondisi ini diperparah oleh kompetisi antarnegara berkembang sehingga
perekonomian dan transaksi internasional tersebut justru mengakibatkan
disekuilibrium bagi negara-negara berkembang.
Raul Prebisch menyatakan, walaupun berangkat dari dan sejalan dengan
aliran depencia, justru mempunyai kesimpulan yang mendukung gagasan
Myrdal. Dalam hal perdagangan internasional, Prebisch mengangkat dua
permasalahan utama, yaitu terjadinya disekuilibrium yang menurunkan
neraca pembayaran luar negeri negara periferi dan perkembangan nilai tukar
komoditi industri primer terhadap barang industri (terms of trade) yang
cenderung merugikan negara-negara berkembang. Hal ini menurut Prebish
menyebabkan dua permasalahan pokok lainnya, yaitu kesenjangan
pendapatan negara maju dan negara berkembang, serta pengangguran kronis di
negara periferi. Dua permasalahan tersebut saling terkait dalam hubungan sebab
akibat. Hal ini terjadi karena ada perbedaan yang sangat mendasar antara
struktur ekonomi di negara maju dan industri. Pada konteks ini, Prebisch
berpendapat bahwa masalah tersebut dapat dipecahkan melalui industrialisasi,
yang ditujukan untuk melakukan substitusi terhadap barang impor dan
diversifikasi ekspor, baik secara horizontal maupun vertical.

D. UKM Terhadap Pertumbuhan Perekonomian Global


Di Indonesia harapan untuk membangkitkan ekonomi rakyat sering
kita dengarkan karena pengalaman ketika krisis multidimensi tahun 1997-1998 usaha
kecil telah terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usahanya, bahkan

18
memainkan fungsi penyelamatan di beberapa sub-sektor kegiatan. Fungsi
penyelamatan ini segera terlihat pada sektor-sektor penyediaan kebutuhan pokok
rakyat melalui produksi dan normalisasi distribusi. Bukti tersebut paling tidak telah
menumbuhkan optimisme baru bagi sebagian besar orang yang menguasai sebagian
kecil sumber daya akan kemampuannya untuk menjadi motor pertumbuhan bagi
pemulihan ekonomi menuju perekonomian global.
Harapan ini menjadi semakin kuat ketika muncul keberanian untuk
mempercepat pemulihan dengan motor pertumbuhan UKM. Pergeseran sesaat dalam
kontribusi UKM terhadap PDB pada saat krisis yang belum berhasil dipertahankan
menyisakan pertanyaan tentang faktor dominan apa yang membuat harapan tersebut
tidak terwujud. Berbicara mengenai UKM di Indonesia menganut cakupan
pengertian yang luas pada seluruh sektor ekonomi termasuk pertanian, serta
menggunakan kriteria aset dan nilai penjualan sebagai ukuran pengelompokan sesuai
UU Nomor 9/1995 tentang usaha kecil dan Inpres Nomor 10/1999 tentang pembinaan
usaha menengah.
Dalam analisis makro ekonomi pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
tingkat pertambahan dari pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi ini
digunakan untuk menggambarkan bahwa suatu perekonomian telah mengalami
perkembangan dan mencapai taraf kemakmuran yang lebih tinggi. Pertumbuhan
ekonomi di suatu negara dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Laju
pertumbuhan PDB yang merupakan tingkat output diturunkan dari fungsi produksi
suatu barang dan jasa. Fungsi produksi menurut mankiw (2003).
Indikator perkembangan UKM juga dilihat dari ekspor pada sektor UKM,
peluang untuk mengembangkan UKM yang akan memasuki pasar ekspor masih
sangat memiliki prospek yang cukup baik dan memiliki potensi yang cukup besar
dimasa mendatang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di indonesia.
Badan Pusat Statistik (2003) menyebutkan bahwa jumlah UKM tercatat 42,3
juta atau 99,90 % dari total jumlah unit usaha. UKM (Usaha Kecil dan Menengah)
menyerap tenaga kerja sebanyak 79 juta atau 99,40 % dari total angkatan kerja.
Kontribusi UKM dalam pembentukan PDB sebesar 56,70 %. Kemudian sumbangan
UKM terhadap penerimaan devisa negara melalui kegiatan ekspor sebesar Rp 75,80
triliun atau 19,90 % dari total nilai ekspor. Sampai saat ini perekonomian Indonesia
mayoritas ditopang oleh sektor ini. Setidaknya, sektor usaha mikro, kecil, dan
menengah tersebut mampu menyerap sekitar 70 % tenaga kerja informal. Sisanya,

19
30 % bergerak di bidang formal. UMKM juga telah menyumbang produk ekspor
sampai 16 %. Sektor usaha mikro kecil dan menengah ini perlu dibina dan
diberdayakan, karena merupakan penggerak perekonomian dan pengembang ekonomi
kerakyatan. Potensi itu terlihat tahun 2003, UMKM telah menyerap sebanyak 42,4
juta unit usaha dan 79 juta tenaga kerja dengan 56,7 % dari PDB nasional sehingga
UKM di Indonesia di harapkan mampu bersaing dalam kancah perekonomian Global.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Analisis ekonomi internasional hendaknya memberikan data ekonomi
mengenai pasar aktual maupun prospektif dan karena pentingnya informasi ekonomi
bagi fungsi pengendalian & perencanaan dikantor pusat, maka pengumpulan data
serta pembuatan laporan harus menjadi tanggung jawab kantor induk. Ada beberapa
dimensi ekonomi dan relevansinya pada bisnis internasional yang meliputi: Dimensi
Ekonomi, Dimensi Ekonomi yang Lain, dan Dimensi Sosioekonomi.
Selain itu, ada juga beberapa pendekatan untuk perkembangan ekonomi
seperti: Pendekatan Sosial Budaya, Pendekatan Neo-Marxis dan Aliran Dependencia,
Pendekatan Strukturalis, Model pembangunan Penawaran Tenaga Kerja Tak
Terbatas, Teori Big Push Strategi Pembangunan Berimbang, Konsep Pembangunan
Selektif, Pendekatan Dualisme Tekno-Ekonomis, dan Pengaruh Perdagangan
Internasional.
Di Indonesia sendiri harapan untuk membangkitkan ekonomi rakyat sering
kita dengarkan karena pengalaman ketika krisis multidimensi dan usaha kecil telah
terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usahanya, bahkan memainkan fungsi
penyelamatan di beberapa sub-sektor kegiatan. Harapan ini menjadi semakin kuat

20
ketika muncul keberanian untuk mempercepat pemulihan dengan motor pertumbuhan
UKM.

B. Saran
Mengingat keterbatasan apa yang kami sampaikan pada makalah ini besar
harapan kami agar para pembaca melengkapi dengan bacaan dari sumber lain
sehingga menemukan konsep yang tepat. Selain itu untuk pemakalah selanjutnya
semoga makalah ini dapat dijadikan referensi untuk pembahasan dan pengkajian lebih
mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/5078951/
BISNIS_INTERNASIONAL_Kekuatan_Ekonomi_dan_Sosioekonomi_Disusun_untuk_mem
enuhi_tugas_mata_kuliah_Bisnis_Internasional_dibina_oleh (diakses pada 11 September
2021 pukul 19.07)

https://www.academia.edu/10357945/
MENYIKAPI_KONDISI_SOSIAL_EKONOMI_INDONESIA (diakses pada 11 September
2021 pukul 19.00)

Ir. Taryono, M.Si.. Perkembangan Teori Ekonomi Pembangunan. MMPI5204/MODUL 1

Ahmad Raihan Nuari. Pentingnya Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk Mendorong
pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Economic Department, State University of Medan: h.1-
11

21

Anda mungkin juga menyukai