I. Tujuan
1. Menentukan potensi antibiotik Ampisilin Trihidrat
2. Menentukan rasio potensi antibiotic AMpisilin Trihidrat terhadap larutan
Ampisilin standar
II. Prinsip
Membandingkan respon dari mikroba yang peka, dalam kondisi pertumbuhan
yang sama (identik) dari dosis sediaan uji (sampel) terhadap sediaan atau zat
baku (standar) yang telah diketahui konsentrasi dan potensinya. Respon tersebut
berupa efek hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji.
III. Teori umum
Penetapan potensi antimikroba termasuk kepada cara-cara penetapan dengan
menggunakan metoda hayati, dimana jasad hayati yang digunakan adalah
mikroba. Teknik penetapan potensi antibiotika yang umum digunakan meliputi
dua cara, yaitu:
1. Cara Difusi (cara lempeng)
Zat yang diuji berdifusi dari pencadang (reservoir) ke dalam media agar yang
telah diinokulasikan dengan mikroba penguji. Setelah inkubasi, diameter
hambatan pertumbuhan diukur dan dibandingkan.
2. Cara Tabung (cara turbidimetri)
Pada cara ini digunakan media cair. Kekeruhan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba diukur dengan menggunakan instrument yang cocok,
misalnya spektrofotometer.
Selain perbedaan dalam teknik pengerjaannya, kedua cara di atas mempunyai
dasar yang sama, yaitu:
1. Membandingkan sediaan uji yang tidak diketahui potensinya terhadap baku
pembanding (standar) yang telah diketahui potensinya.
2. Mengukur efek hambatan dari pertumbuhan mikroba yang digunakan.
3. Adanya hubungan kuantitatif antara konsentrasi zat aktif dan respon.
b.
Bahan
- Media nutrien agar
- Akuades steril
- Larutan dapar pH 8
- Suspensi Sarcina lutea
- Ampisilin standar
V. Prosedur Kerja
q20P
1%
8A
,cH
jyS
37lL
w
rhugC
m
otensiabkdpD
/
-4
Diagram alir Prosedur Kerja Uji Potensi Antibiotik
Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Daerah Hambat atau Zona Bening Setiap Cawan
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 3
Seri
I
Seri
II
Seri
III
Seri
IV
Seri
V
S1
3
2,7
2,5
R(1)
2,5
2,3
2,3
S1
3
2,8
2,6
R(1)
2
2,2
2,8
S1
2,85
2,6
2.2
R(1)
3
2
0
Seri II
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 3
S2
1,9
2,8
2,7
R(2)
2,1
2,6
2,3
S2
2,3
2,7
2,6
R(2)
2,1
2,5
2,1
S2
2,1
2,8
2,5
R(2)
1,9
2,1
2,1
Seri III
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 3
U
3,6
3
3
R(3)
2,3
2,5
2
U
3,4
4,2
3,5
R(3)
2,6
2,4
2,2
U
3,2
3,8
2,3
R(3)
2,4
2,8
2,5
Seri IV
Cawan 1
S4
2
R(4)
2,1
S4
1,9
R(4)
2
S4
2
R(4)
2,3
4
Cawan 2
Cawan 3
1,9
1,8
2
1,9
1,9
1,9
2
2
1,9
2,1
2,2
2,2
S5
R(5)
S5
R(5)
S5
R(5)
Seri V
Cawan 1
2,2
2,3
2
2,3
2,3
2
Cawan 2
2,2
1,7
1,9
2,2
2,2
2,1
Cawan 3
2,3
2,3
2,1
2
2,2
2,1
Keterangan : Konsentrasi S1 = 75 g/ml; Konsentrasi S2 = 60 g/ml; Konsentrasi S3
= 48 g/ml; Konsentrasi S4 = 38,4 g/ml; Konsentrasi S5
VII.
= 30,72 g/ml.
Perhitungan :
S1 = (3+2,7+2,5+3+2,8+2,6+2,85+2,6+2,2) cm
nS1
9
= 2,69 cm
Y2 =
S2 = (1,9+2,8+2,7+2,3+2,7+2,6+2,1+2,8+2,5) cm
nS2
9
= 2,49 cm
Y4 =
S4 = (2+1,9+1,8+1,9+1,9+1,9+2+1,9+2,1) cm
nS4
9
= 1,93
Y5 =
S5 = (2,2+2,2+2,3+2+1,9+2,1+2,3+2,2+2,2) cm
nS5
9
= 2,15
cm
cm
2. Rata-rata diameter R tiap seri
Y31 =
R(1) = (2,5+2,3+2,3+2+2,2+2,8+3+2+0) cm
nR(1)
9
= 2,12
Y32 =
R(2) = (2,1+2,6+2,3+2,1+2,5+2,1+1,9+2,1+2,1) cm
nR(2)
9
= 2,20
Y34 =
R(4) = (2,1+2+1,9+2+2+2+2,3+2,2+2,2) cm
nR(4)
9
= 2,07
cm
cm
cm
Y35 =
R(5) = (2,3+1,7+2,3+2,3+2,2+2+2+2,1+2,1) cm
nR(5)
9
= 2,11 cm
R =
nR
R(1)+R(2)+R(3)+R(4)+R(5)
nR
19,1+19.8+21,7+18,7+19 = 2,18 cm
9
4. Diameter Koreksi
S1(a) = Y1 + ( Y3T Y31 ) = 2,69 + (2,18 - 2,12) = 2,75 cm
S2(b) = Y2 + ( Y3T Y32 ) = 2,49 + (2,18 - 2,20) = 2,47 cm
S3(c) = Y3T = 2,18 cm
S4(d) = Y4 + ( Y3T Y34 ) = 1,93 + (2,18 - 2,07) = 2,04 cm
S5(e) = Y5 + ( Y3T Y35 ) = 2,15 + (2,18 - 2,11) = 2,22 cm
5. Nilai log [konsentrasi]
Xa = log [S1] = log [75]
= 1,875
= 1,778
= 1,681
2.5
0.5
0
1.45
1.5
1.55
1.6
1.65
1.7
1.75
1.8
1.85
Sumbu X
1.9
7. Nilai Yu koreksi
a. Nilai Ys
Ys = a + b(Xc)
= -0,242 + 1,534(1,681)
= 2,337 cm
b. Nilai Yu = diameter rata-rata U pada cawan U
Yu =
(3,6+3+3+3,4+4,2+3,5+3,2+3,8+2,3) cm
9
= 3,333 cm
(2,3+2,5+2+2,6+2,4+2,2+2,4+2,8+2,5) cm
9
= 2,411 cm
Yuk
= -0,242 + 1,534X
3,259 = -0,242 + 1,534X
11.
3,259 + 0,242
1,534
12.
X
= 2,282
13.
14. Dosis sampel (Dosis U)
15.
16.
17.
X
x dosis S3
Xc
= 2,282 x 48 g/ml
1,681
Dosis U =
18.
19. Potensi uji
20.
Potensi uji =
22.
3 a+2b +ce
5
= 3 (2,75)+2(2,47)+2,182,24
5
24. Yr =
25.
26. Yr = 2,62 cm
27.
28. Diameter pada dosis tertinggi (Yt)
3 e+2 d +ca
5
= 3 (2,24)+2(2,08)+2,182,75
5
29. Yt =
30.
31. Yt = 2,06 cm
32.
Potensi uji
x 100 %
Potensistandar
= 1299,07 x 100 %
957,25
Rasio potensi =
35.
36.
= 135,71 %
37.
VIII. Pembahasan
38. Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia. Contoh penggunaan zat antimikroba adalah dengan
antiseptik, disinfektan, dan antibiotik. Antiseptik merupakan zat antimikroba
untuk membunuh bakteri pada permukaan jaringan hidup, seperti kulit.
Antiseptik digunakan untuk mencegah infeksi, sepsis, dan putrefikasi. Berbeda
dengan antiseptic, disinfektan merupakan zat antimikroba untuk mencegah,
menghambat, atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme pada benda mati
dengan menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Sedangkan, antibiotic merupakan zat kimia yang dihasilkan
oleh suatu mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
lain (Pelczar dan Chan, 2005). Antibiotik juga dapat didefinisikan sebagai
senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang diperoleh dari
proses sintesis dengan indeks kemoterapi yang tinggi. Antibiotik memiliki
9
pertumbuhan
10
1.
3.
5.
Antibiotik
Bertindak melawan bakteri
2.
4.
Vaksin
Bertindak terhadap sebagian
42. Be
rdasarkan
aktivitas
virus
luas
6.
Diberikan sebelum
atau
spektrum
manifestasi infeksi
8.
Bekerja secara spesifik, yaitu
luas
spesies bakteri
9.
Bekerja dengan merusak
antibiotik
kerjanya,
memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding
11
Sel
mikroba
memerlukan
kelangsungan
sintesis
berbagai
protein
hidupnya.
untuk
Sintesis
tRNA.
Ribosom
bakteri terdiri dari dua subunit, yaitu ribosom 30S dan 50S. Kedua subunit
bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S agar dapat
berfungsi pada sintesis protein. Penggunaan antibiotic golongan ini akan
menghambat reaksi transfer antara donor dengan aseptor atau menghambat
translokasi t-RNA peptidil dari situs aseptor ke situs donor yang
menyebabkan
sintesis
protein
terhenti.
Contoh:
kloramfenikol,
yang diperoleh dengan cara mensintesis sendiri dari asam amino benzoat
(PABA). Koenzim asam folat diperlukan oleh mikroba untuk sintesis purin,
pirimidin, maupun senyawa-senyawa untuk pertumbuhan seluler dan
replikasi. Oleh sebab itu, sel-sel tidak dapat tumbuh dan membelah apabila
tidak ada asam folat. Antibiotik golongan ini memiliki efek bakteriostatik.
Contohnya adalah sulfonamida. Sulfonamide memiliki struktur mirip PABA
sehingga penggunaannya akan menghasilkan asam folat yang tidak
berfungsi. Contoh lainnya yaitu trimetoprim dan asam p-aminosalisilat.
4. Antibiotik yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
48.
12
:
1. Bakteriosid
52. Antibiotik golongan ini memberikan efek dengan cara membunuh sel
tetapi tidak terjadi lisis sel. Contoh: penisilin, sefalosporin, rifampisin, dan
isoniazid.
2. Bakteriostatik
53.
Antibiotik golongan ini memberikan efek dengan cara menghambat
pertumbuhan, tetapi tidak membunuh bakteri. Contoh: eritromisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, dan sulfonamida.
54.
55. Menurut Tjay dan Rahardja (2007), berdasarkan gugus kimianya,
antibiotik dikelompokkan menjadi :
1. Aminoglikosida. Contohnya amikasin,
gentamisin,
kanamisin,
dan
streptomisin.
2. Beta-laktam. Contohnya karbopenem, sefalosporin, beta-laktam monosiklik,
dan penisilin.
3. Glikopeptida.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Contohnya
vakomisin,
teikoplanin,
ramoplanin,
dan
dekaplanin.
Polipeptida. Contohnya makrolida, ketolida, dan tetrasiklin.
Polimiksin. Contohnya polimiksin dan kolistin.
Kinolon. Contohnya siprofloksasin, ofloksasin, asam nalidoksat.
Streptogramin. Contohnya pristinamycin, virginamisin, dan mitramycin.
Oksazolidinan. Contohnya linezolid dan AZD2563.
Sulfonamida. Contohnya kotrimoksazol dan trimethoprim.
56.
13
57.
tidak tepat, tidak sampai habis sesuai dosisnya, atau secara terus menerus,
maka sebagian bakteri akan memiliki gen resistensi yang akan ditularkan ke
bakteri sejenis lainnya yang belum mengalami resistensi. Mekanisme transfer
materi genetik akibat adanya resistensi antibiotik dapat melalui 3 cara, yaitu :
1. Transformasi
58. Mekanisme: pemindahan materi genetik dari suatu bakteri ke bakteri
lain dengan proses fisiologi kompleks secara langsung atau tanpa perantara.
2. Transduksi
59. Mekanisme: pemindahan materi genetik dengan perantara virus yang
membentuk profage sehingga dapat menginfeksi bakteri lain.
3. Konjugasi
60. Mekanisme: pemindahan materi genetik melalui kontak langsung
dengan membentuk jembatan sitoplasma dari sel pili dan terjadi proses
pertukaran plasmid.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
i.
ii.
iii.
iv.
Mudah bergeser
Mahal
Larutan antibiotik dapat mengalir dari pencadang ke permukaan media
Diameter hambat dalam pencadang satu dan lainnya dapat bersatu
ii.
iii.
iv.
i.
Volume antibiotik pada kertas cakram satu dan lainnya tidak diketahui
ii.
iii.
secara pasti
Kertas cakram tidak presisi dan berbeda ukuran
Adanya variasi difusi antibiotik yang membuat diameter hambat
bervariasi apabila kertas cakram heterogen.
86.
c. Cetak lubang (Punched holes)
87.Apabila menggunakan pencadang jenis ini, medium agar yang telah
i.
ii.
ukuran).
90.
91. Penetapan potensi antibiotik dengan metode difusi ini dilakukan
dengan mengamati dan mengukur diameter hambat berupa zona bening di
sekitar pencadang. Diameter hambat menggambarkan seberapa besar potensi
antibiotic yang akan diuji terhadap mikroba yang peka. Diameter hambat pada
tiap seri atau tiap konsentrasi berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi
diameter daerah hambatan yaitu konsentrasi dari antibiotik yang digunakan.
Semakin besar konsentrasinya, maka semakin besar diameter daerah hambatan.
Selain itu, faktor-faktor lainnya antara lain komposisi dan kandungna media,
suhu dan waktu inkubasi, ukuran inokulum, pH, kapilaritas kertas cakram atau
pencadang lainnya, derajat sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotic, dan
laju difusi antimikroba melawan laju pertumbuhan bakteri.
92. Beberapa jenis desain untuk penetapan potensi
antibiotik
2) Desain (3+3)
94. Pada desain ini digunakan satu baku pembanding dan satu sampel,
masing-masing dengan tiga tingkat dosis yang diperlakukan dalam satu
lempeng agar.
3) Desain (5+1)
95. Pada desain ini digunakan satu baku pembanding dengan lima tingkat
dosis dan satu sampel dengan satu tingkat dosis yang setara dengan dosis
menegah baku pembanding.
96.
2. Penetapan dengan tabung atau turbidimetri
97. Metode turbidimetri didasarkan hambatan pertumbuhan mikroba
dalam larutan berisi antibiotik pada media cair yang dapat diamati
kekeruhannya. Metode ini menggunakan instrumen yang sesuai seperti
spektrofotometer. Semakin keruh zat dalam tabung, maka semakin banyak
jumlah mikroba yang tumbuh dalam media. Pada spektrofotometer,
dihasilkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu lalu melewati
suspense dalam tabung. Saat terkena partikel, dalam hal ini mikroba, maka
gelombang akan diserap atau dipantulkan dan apabila tidak, gelombang
akan diteruskan. Hasil pengukuran spektrofotometer dinyatakan dalam
transmitan yang menunjukkan banyaknya cahaya yang diteruskan oleh
sampel yang diukur. Semakin kecil transmitan, maka semakin sedikit cahaya
yang diteruskan. Hal ini menggambarkan larutan (media) yang semakin
keruh.
98.
99.
18
1 g/250 ml dalam etanol absolut dan praktis tidak larut dalam eter dan
kloroform (Ditjen POM, 1995).
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
Gambar 8.2.
Struktur
Ampisilin
Trihidrat
107. Antibiotik ini memiliki spectrum antimikroba yang luas dan
digunakan dalam pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamaseproducting
organism).
Mekanisme
kerja
Ampisilin
Trihidrat
adalah
menghambat sintesa dinding bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada
ikatan penisilin-protein (PBPs protein binding peniilins) sehingga terjadi
penghambatan pada tahap akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam
dinding sel bakteri. Dengan demikian, biosintesis dinding sel terhambat dan sel
bakteri menjadi pecah (lisis).
108. Proses persiapan ampisilin trihidrat standar menggunakan ampisilin
standar dengan konsentrasi 957,25 g/ml, kemudian dilarutkan dalam aquades
hingga diperoleh larutan induk standar dengan konsentrasi 1000 g/ml, lalu
dilakukan pengenceran dengan desain 5+1 hingga diperoleh dosis S 1 S5.
Pengenceran dilakukan dengan larutan dapar pH 8 dengan tujuan untuk
mengkontrol pH antibiotik dan inokulan pada rentang netral, sehingga interaksi
antara antibiotik dan inokulan tidak terganggu oleh perubahan pH. Selain itu,
pH tersebut merupakan pH optimum bagi pertumbuhan mikroba yang
diinokulasikan, yaitu Sarcina lutea. Alasan penggunaan Sarcina lutea sebagai
mikroba penguji adalah karena zat antibiotic yang diuji dan dibandingkan
dalam percobaan ini bersifat toksik selektif terhadap bakteri ini. Ampisilin
trihidrat dapat bekerja pada bakteri gram positif maupun negatif khususnya
pada bakteri pencernaan di usus, yaitu Sarcina lutea yang memiliki zat
karotenoid dengan warna kuning, sehingga pengamatan menjadi lebih mudah.
Selain itu, penggunaan kombinasi uji ampisilin trihidrat dengan Sarcina lutea
19
Clostridiaceae
114.
Genus
: Sarcina
115.
Spesies
: Sarcina lutea
Gambar
8.3. Sarcina
116. Sarcina lutea merupakan bakteri
non-motil,
gramlutea
positif, bersifat
aerob obligat, micrococcus penghasil pigmen, dan dapat ditemukan di udara,
tanah, maupun air. Koloni bakteri ini berwarna kuning. Kondisi ideal
pertumbuhannya adalah pada suhu 25oC.
117. Pembuatan agar inokula menggunakan media agar Nutrien Agar (NA)
yang ditambahkan dengan 1ml suspense Sarcina lutea (agar inokulas 1%) lalu
diambil sebanyak 20ml pada cawan petri hingga memadat. Setelah agar
inokula padat, pencadang kertas cakram diletakkan pada permukaan media,
lalu diteteskan larutan standard an larutan uji masing-masing sebanyak 10l
pada tiap kertas cakram yang telah diberi label. Setelah itu, dilakukan proses
pre-inkubasi pada suhu kamar selama 20 menit hingga 30 menit sebelum
diinkubasi pada 37oC selama 18 hingga 24 jam. Proses pre-inkubasi bertujuan
supaya antibiotik ampisilin trihidrat dapat berdifusi sempurna pada agar
inokulas, sehingga terjadi interaksi langsung antara antibiotik dan inokulan.
Apabila langsung dimasukkan ke dalam inkubator, maka suhu lingkungan
adalah suhu yang paling optimal bagi pertumbuhan bakteri (37oC) sehingga
pertumbuhan bakteri berlangsung cepat dan antibiotik tidak dapat bekerja
dengan baik untuk melawan pertumbuhan bakteri.
118. Berdasarkan data hasil perhitungan, didapatkan data diameter hambat
rata-rata yang bervariasi pada tiap seri. Secara kuantitatif, hubungan diameter
hambat dengan konsentrasi larutan antibiotic seharusnya adalah berbanding
lurus, artinya semakin besar konsentrasi antibiotic, maka semakin besar
diameter hambat yang dapat diamati. Hal ini ditandai dengan kurva regresi
yang seharusnya linier. Akan tetapi, hasil perhitungan yang didapatkan tidak
20
sesuai dengan teori sebab diameter hambat rata-rata pada tiap seri saat
digambarkan dalam grafik menunjukkan hasil yang tidak linier. Padahal
aktivitas antibiotic seharusnya semakin menurun dari seri I ke seri berikutnya.
Hasil diameter hambar rata-rata yang didapat adalah S 1> S2> S3(R)> S5> S4.
Selain itu, didapatkan pula diameter hambat yang berbeda-beda di ketiga
cawan pada seri yang sama padahal hasil aktivitas antibiotic yang ditujukan
seharusnya sama karena nutrisi dan lingkungan ketiga cawan pada setiap seri
adalah sama.
119. Dengan demikian, data yang didapatkan tergolong kurang akurat
akibat beberapa faktor kesalahan yang mungkin terjadi. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
1. Pencampuran media NA dan suspense Sarcina lutea yang kurang merata
atau tidak homogeny sehingga pertumbuhan bakteri pada tiap daerah
berbeda-beda. Terdapat daerah yang banyak mengandung mikroba dan
daerah yang hanya mengandung sedikit mikroba. Oleh sebab itu, pada
daerah yang terdapat banyak mikroba, zona bening (diameter hambatnya)
besar, begitupun sebaliknya.
2. Perbedaan ukuran kertas cakram yang digunakan. Ukuran kertas cakram
yang tidak presisi sama mempengaruhi difusi larutan yang diteteskan, baik
larutan uji maupun larutan standar sehingga aktivitasnya pada tiap daerah
juga berbeda.
3. Perbedaan jumlah larutan yang diteteskan. Walaupun telah ditetapkan bahwa
tiap larutan diteteskan sebanyak 10l menggunakan mikro-pipet, namun
dapat terjadi perbedaan jumlah larutan yang dilepaskan dari mikro pipet
akibat adanya gelembung udara atau sejumlah kecil larutan yang
terperangkap dalam pipet sehingga jumlah yang diteteskan pada tiap kertas
cakram tidak persis sama.
4. Penguruan diameter hambat yang kurang tepat. Pada hasil pengamatan,
dapat dilihat bahwa diameter hambat pada beberapa cawan cukup besar
pada tiap daerah yang ditandai pencadang, sehingga melebar dan menyatu
dengan zona bening disekitarnya. Hal ini membuat sedikit kesulitan dalam
pengukuran diameter hambat sehingga hasil yang didapat kurang tepat.
21
5. Pengenceran yang kurang tepat. Pada saat dilakukan pengenceran untuk tiap
seri, dapat terjadi kesalahan seperti pencampuran yang kurang homogen,
pengambilan zat tidak presisi, atau bahkan konsentrasi zat yang tidak tepat.
120.
121. Berdasarkan hasil perhitungan pula, diperoleh data diameter rata-rata
R tiap seri lebih kecil daripada diameter rata-rata konsentrasi tiap seri. Hal ini
menunjukkan bahwa antibiotic yang diuji memiliki aktivitas hambat yang lebih
tinggi daripada larutan standar, yaitu dengan potensi sebesar 1299,487 g/ml
dibandingkan larutan standar yang hanya memiliki potensi 957,25 g/ml.
Akibatnya, rasio potensi yang didapat juga sangat tinggi, yaitu sebesar
135,71%.
122.
IX. Kesimpulan
1. Potensi antibiotic Ampisilin Trihidrat yang diuji adalah 1299,487 g/ml.
2. Rasio potensi antibiotic Ampisilin Trihidrat yang diuji terhadap larutan
Ampisilin standar adalah 135,71%.
123.
124.
126.
125.
PERCOBAAN VI dan VII
DETEKSI DNA DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN
127.
REACTION (PCR)
ELEKTROFORESIS DNA DAN PROTEIN
128.
I. Tujuan
1. Menentukan bobot molekul DNA sampel
2. Menentukan bobot molekul protein sampel
3. Menentukan kemurnian DNA sampel
129.
II. Prinsip percobaan
130.
vitro yang disebut dengan PCR. Pada prinsipnya sepasang primer yang
membatasi fragmen DNA yang diamplifikasi mengawali reaksi polimerisasi
yang dikatalisis oleh DNA polimerase yaitu Taq DNA polimerase. PCR dapat
digunakan untuk mendeteksi keberadaan DNA patogen bila fragmen DNA
22
Teori Umum
133.
metode replikasi DNA tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA
dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga
memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Pada dasarnya PCR
menggunakan suhu untuk amplifikasi DNA. Suhu diatur sedemikian rupa agar
terjadi proses denaturasi, annealing (penempelan), dan elongasi. Setelah melalui
proses ini, fragmen DNA hasil amplifikasi akan terbentuk. Fragmen DNA ini
akan
diuji
bobot
molekul
dan
kemurniannya
dengan
elektroforesis.
f. a.2. Bahan
2 l Cetakan DNA
Thermocycler
supply
0,7 l MgCl2 25 mM
Sentrifuga
Agarose
Tempat es dan es
Etidium bromida
Loading bufferDNA
Parafilm
0,5 l P1 30 mM
0,5 l P2 30 mM
18 l Aqua bidest
e.
5 IU/l
g. b.1. Alat
Protein
i. - Mikropipet
j. - Erlenmeyer
k. - Transluminator ultraviolet
l.
m.
s. - Akrilamid 30%
t. - Separting buffer
u. - Stacking buffer
v. - APS 10% (Ammonium
persulfat )
w. - TEMED
x. - Buffer elektroforesis
y. - Coomasie blue
z. - Larutan staining dan
destaining
aa.
ab.
25
emuabhndicprkHsltofvS
V. Prosedur kerja
ac. Diagram 5.1. Diagram Alir Prosedur Kerja PCR dan Elektroforesis DNA
separating dimasukkan
garis batas
dengan
gel stacking
Campuran Gel
di homogenkan
lalu di tuangkekedalam
dalamgel
gelsandwich
sandwichsecara perlahan hingga
Dibiarkan
hingga
memadat
ae.
af.
ag.
ah.
ai.
aj.
Sampel
protein
dimasukkan
menggunakan
20 buffer
dan juga
marka protein
SDS-PAGE dilakukan
pada
tegangan
125 V selama
45 menitmikropipet
Chamber sebanyak
diisi dengan
elektroforesis
hingga sumur p
ak.
al.
am.
an.
ao.
ap.
aq.
ar.
as.
at.
au. Diagram 5.2. Diagram Alir Prosedur Kerja Elektroforesis Protein
av.
aw.
ax.
ay.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
VI.
bt.
BM (dalam
base
bw.
bz.
cc.
cf.
ci.
cl.
co.
cr.
cu.
cx.
da.
dd.
dg.
dj.
dm.
bu.
pair)
3000
2500
2000
1500
1200
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
Jarak
bv.
Migrasi (cm)
bx.
2.3
ca.
2.5
cd.
2.7
cg.
3.2
cj.
3.6
cm.
3.8
cp.
4.0
cs.
4.2
cv.
4.4
cy.
4.6
db.
4.9
de.
5.2
dh.
5.6
dk.
6.0
dn.
6.5
dp.
log BM
by.
cb.
ce.
ch.
ck.
3.477121255
3.397940009
3.301029996
3.176091259
3.079181246
cn.
3.000
cq.
2.954242509
ct.
2.903089987
cw.
2.84509804
cz.
2.77815125
dc.
2.698970004
df.
2.602059991
di.
2.477121255
dl.
2.30102996
do.
2.000
4.0
3.5
3.0
2.5
log BM 2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
2
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
y=0,3204 x+4,2225
dt. Jarak sumur ke pita paling terang sebagai jarak migrasi (x) adalah 6,2 cm
sehingga:
du.
y=0,3204(6,2)+4,2225=2,23602
dv.
1. Perhitungan Bobot Molekul DNA
dw. BM (Bobot Molekul) = anti log y
dx.
192 bp X
100
192bp
192 bp
ef.
eg.
eh.
ei.
BM DNA sampel
172,194
100 =
100 =89 , 684
192
192
ej.
ej.
ej.
ej.
ej.
ej.
ej. Gambar
6.2. Hasil Elektroforesis Protein
ek. Tabel 6.2. Hasil Perhitungan Jarak Migrasi Molekul Protein
el.
BM (kDa)
eo.
116,0
er.
66,2
em.
JarakMigrasi (cm)
ep.
0.9
es.
1.5
en.
log BM
eq.
2.064457989
et.
1.820857989
eu.
ex.
fa.
fd.
fg.
45,0
35,0
25,0
18,4
14,4
ev.
ey.
fb.
fe.
fh.
2.5
3.5
4.1
4.8
5.5
fj.
ew.
ez.
fc.
ff.
fi.
1.653212514
1.544068044
1.397940009
1.264817823
1.158362492
2.5
2.0
1.5
log BM
1.0
0.5
0.0
0
fo.
sehingga:
y=0,1848 x+2,1595
fp.
y=0,1848(2,6)+2,1595
1,67902
fq.
fr.
fs.
ft.
fu.
fv.
VII.
Pembahasan
fw.
secara in vitro (di luar tubuh organisme). Prinsip kerja PCR adalah
memanfaatkan suhu untuk menghasilkan sejumlah DNA dalam waktu yang
relatif singkat. Proses PCR dapat menghasilkan fragmen DNA target dalam
penempelan primer atau disebut annealing, dan elongasi. Sebelum ketiga tahap
tersebut dilakukan, mesin PCR (thermo cycler) diatur pada program suhu 94C
selama 5 menit sebagai tahap persiapan denaturasi. Tahapan pra-PCR ini
dilakukan untuk memastikan suhu sudah mencapai 94 C. Selanjutnya, suhu
diatur pada 94 C selama 1 menit untuk tahap denaturasi. Pada tahap ini, ikatan
hidrogen DNA terputus sehingga untai ganda DNA berubah menjadi untai
tunggal. Untai tunggal ini bersifat tidak stabil dan siap menjadi tempat
penempelan primer. Tahap berikutnya adalah annealing atau penempelan pada
suhu 50-65C selama 1 menit. Pada tahap ini primer menempel pada bagian
DNA yang berkomplementer urutan basanya. Setelah itu adalah elongasi atau
pemanjangan pada suhu 72C selama 1 menit. Pada tahap ini, terjadi
pemanjangan primer hingga terbentuk fragmen untai ganda DNA yang utuh.
Ketiga tahap di atas diatur untuk dilakukan pengulangan sebanyak 25-35 kali
sehingga dapat menghasilkan banyak fragmen DNA. Tahap paling akhir adalah
proses pasca-PCR yang dilakukan pada 72C selama 10 menit untuk
memastikan setiap fragmen DNA yang terbentuk telah mengalami proses
pemanjangan secara utuh.
fy.
fz.
bersifat termostabil pada suhu tinggi saat denaturasi. Taq DNA polymerase
tersusun atas satu rantai polipeptida dengan berat molekul kurang lebih 95
kD. Enzim ini memiliki kemampuan polimerasi DNA yang sangat tinggi.
Taq DNA polimerase mempunyai suhu optimum yang cukup tinggi untuk
sintesis DNA yaitu 75-80 C.Aktivitas spesifik enzim ini dalam
menggabungkan nukleotida mencapai 150 nukleotida per detik per molekul
enzim. Taq DNA polimerase mempunyai keunikan yaitu mampu
menambahkan satu nukleotida, terutama dATP, pada ujung 3 fragmen DNA
hasil polimerasi meskipun tanpa adanya cetakan.Dengan demikian,
(pH 8,3) dan 1,5 mM MgCl2. Buffer standar ini bekerja denganbaik untuk
DNA cetakan dan primer dengan kondisi tertentu. MgCl2berperan sebagai
kofaktor yang menstimulasi aktivitas DNA polimerasi dan meningkatkan
interaksi primer dengan cetakan.Selain itu, konsentrasi ion magnesium
dalam PCR merupakan faktor yang penting karena dapat mempengaruhi
suhu disosiasi untai DNA cetakan dan produk PCR.
ge.
Elektroforesis kertas terdiri dari kertas sebagai fase diam dan partikel
sebagai cetakan
gel, chamber sebagai wadah gel, sumber listrik untuk memberi arus saat
proses elektroforesis, larutan elektrolit sebagai larutan pembawa komponen,
umumnya buffer dengan pH tertentu, dan elektroda dengan anoda dan
katoda yang dihubungkan arus listrik.
gi.
Gel Agarosa
gm.
Gel Poliakrilamid
hc.
Umumnya
hl.
Umumnya
No
.
gn.
1.
go.
gp.
gq.
gr.
2.
gs.
3.
gt.
memisahkan
memisahkan
5-500 bp
hm.
hn. Resolusi lebih tinggi
ho.
Voltase lebih tinggi
hp.
Mempunyai
laju
biasanya
4.
gu.
gv.
horizontal
hh.
Preparasi gel lebih mudah
dan murah
5. hi.
Bersifat non-toksik
gw. hj.
Mudah rusak oleh tangan
hk.
Pita yang dihasilkan dapat
6.
gx. berkabut dan menyebar agak jauh
gy.
vertikal
hr. Preparasi gel lebih sulit
dan mahal
hs.
ht.
Toksik
hu.
7.
gz.
8.
ha.
9.
hb.
hv.
hw.
pewarnaan dan destaining, sebaiknya tidak boleh terlalu lama karena akan
menyebabkan hasil sulit dibaca ketika diamati di transluminator.
hy.
Molekul yang berukuran lebih kecil akan cepat bergerak melewati gel
Semakin tinggi konsentrasi gel, pori-pori akan semakin kecil dan gel
pergerakan molekul.
e. Voltase
id.
pergerakan molekul.
ie.
f. Larutan buffer elektroforesis
if.
Gel agarosa
ii.
Etidium Bromida
ij.
Etidium
bromida
merupakan
senyawa
yang
bersifat
Loading buffer
ik.
TAE
il.
sebesar 1%. Konsentrasi ini dibuat sesuai dengan ukuran DNA yang akan
melewatinya. Apabila konsentrasi yang dibuat lebih tinggi dari 1%, maka gel
yang terbentuk akan menjadi lebih padat dan sulit dilalui oleh DNA.
Sebaliknya, apabila konsentrasi yang digunakan lebih rendah, pori-pori gel
menjadi terlalu besar sehingga gel terlalu cepat dilalui oleh DNA.
in.
telah dipasang sisir. Sisir berfungsi untuk membuat sumur-sumur pada gel
agarosa. Sumur-sumur tersebut digunakan sebagai tempat meletakkan sampel
DNA yang akan dielektroforesis. Salah satu sumur diisi dengan marka DNA
sebagai pembanding dalam mengukur jarak migrasi DNA. Sumur-sumur
lainnya diisi dengan larutan sampel yang dibuat dari campuran loading buffer
dan produk PCR, yaitu dengan perbandingan 1:5. Larutan sampel dimasukkan
ke
dalam
sumur-sumur
yang
terbentuk
menggunakan
mikro
pipet.
regresi
y=0,3204 x+4,2225
jarak migrasi adalah sebesar 6,2 cm sehingga diperoleh berat molekul sampel
DNA adalah 172,194 bp. Dengan demikian, didapatkan persentase kemurnian
sampel DNA sebesar 89,684%. Akan tetapi, diperoleh persentase galat
percobaan sebesar 10,3156%. Hal ini dapat terjadi akibat beberapa faktor
kesalahan, seperti jumlah zat yang kurang tepat saat pembuatan campuran
PCR, proses PCR yang kurang sempurna, konsentrasi agarosa yang kurang
tepat, yaitu lebih besar sehingga pori-pori agarosa menjadi lebih kecil, dan
pengukuran jarak migrasi yang kurang teliti.
ip.
memekatkan protein menjadi satu jalur yang sempit sebelum protein itu
memasuki gel pemisah dan menahan sementara agar sampel bermigrasi
pada waktu yang bersamaan.
4. SDS (Sodium Dodecyl Sulfate)
it.
SDS
merupakan
detergen
anionik,
yang
apabila
dilarutkan
bahan yang digunakan seperti TrisHCl, SDS, APS dan TEMED. TrisHCl
merupakan buffer pada gel dengan pH dan konsentrasi yang berbeda untuk
masing-masing gel (1.5 M dengan pH 8.8 untuk gel separating dan 0.5 M
dengan pH 6.8 untuk gel stacking). TrisHCl pH 6,8 berguna untuk
menstabilkan pH buffer agar muatan dari protein tidak berubah dan pH 8,8
berguna untuk mendapatkan pori-pori yang lebih kecil sehingga protein akan
terseparasi dengan baik. Saat proses elektroforesis (running), pH 8,8 menjaga
protein agar tetap dalam keadaan muatan negatif dan pH 6,8 berfungsi agar
kondisi pH stacking gel berada di bawah isoelektrik protein (pH 8) sehingga
protein akan tersusun secara berjajar pada bagian bawah dari stacking gel.
Metode yang digunakan dalam elektroforesis protein adalah metode vertikal.
SDS berguna untuk memberikan muatan negatif pada protein. APS digunakan
sebagai katalisator dalam polimerasi gel poliakrilamid dan TEMED digunakan
sebagai katalisator pembentukan radikal bebas dari ammonium persulfat serta
sebagai pemadat. Oleh karena itu, APS dan TEMED pencampurannya
dilakukan terakhir agar larutan tidak menjadi padat terlebih dahulu sebelum
seluruh bahan tercampur. Protein yang digunakan dalam elektroforesis gel
sebelumnya didenaturasi dengan menggunakan SDS dan memutus ikatan
disulfida pada struktur protein menggunakan beta-merkaptoetanol. Hal ini
bertujuan agar protein memiliki struktur primer yang seragam.
iw.
Seperti prosedur kerja pada elektroforesis pada DNA, sumursumur yang telah terbentuk pada stacking gel diisi dengan larutan sampel yang
dibuat dari campuran loading buffer dan sampel protein, yaitu dengan
perbandingan 1:4. Selanjutnya, SDS-PAGE dilakukan pada 125 volt selama 45
menit. Gel hasil elektroforesis direndam dalam larutan staining untuk diwarnai
selama 15 menit, lalu dilakukan proses destaining selama satu malam untuk
selama 24 jam menunjukkan adanya garis-garis berwarna biru pada gel yang
menandakan jarak migrasi protein. Setelah dilakukan pengukuran jarak
migrasi, diperoleh persamaan
y=0,1848 x+2,1595
perhitungan regresi jarak migrasi pada marka dan logaritma berat molekul
dalam satuan kDa (kilo Dalton). Jarak migrasi protein adalah sebesar 2,6 cm
sehingga diperoleh berat molekul sampel protein adalah 47,755 kDa.
iy.
VIII.
Kesimpulan
1. Bobot molekul DNA sampel adalah 172,194 pasangan basa.
2. Bobot molekul protein sampel adalah 47,755 kDa atau 47.755 Dalton.
3. Persentase kemurnian DNA sampel adalah
iz.
ja.
jb.
jc.
jd.
je.
jf.
jg.
jh.
ji.
jj.
jk.
jl.
jm.
jn.
jo.
89,684
jp.
jq.
jr.
js.
jt.
ju. DAFTAR PUSTAKA
jw.
jx.
jy.
jz.
ka.
kb.
kc.
kd.
ke.
kf.
kg.
kh.
ki.
jv.
Birren, B. dan E. Lai. 1993. Pulsed field gel electrophoresis: a practical guide.
San Diego: Academic Press, Inc.
Blair, J.M.A., Webber, M.A., Baylay, A.J., dan Piddock, L.J.V. 2015.
Molecular Mechanisms of Antibiotic Resistance. Nature Reviews
Microbiology. Halaman 42-51.
Burkhulailah. 1995. Studi Hubungan Kadar Senyawa Aktif Sulfametoksazol,
Trimetoprim, dan Kotrimoksazol yang Ditetapkan Secara Spektrofotometri
Lembayung Ultra dengan Diameter Hambatan Terhadap Bakteri Escherichia
Coli ATCC 10536. Surabaya: Universitas Airlangga, hal 18-19
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 891.
Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk AKademi
Keperawatan Dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang Sederajat. Bandung: Citra
Aditya Bakti
Fatchiyah. 2006. Gel Elektroforesis. Malang: Lab Sentral Biologi Molekuler
dan Seluler Departemen Biologi Universitas Brawijaya
Jawetz, et.al. 2004. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC. Halaman 451.
Kee, J.L. dan Evelyn, R.H. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan Cetakan I. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Madigan, Michael T. dan John M.Matinko. 2015. Brock Biology of
Microorganism. USA: Prentice Hall, halaman 319-320
Magdeldin, Sameh. 2012. Gel Electrophoresis Principles and Basics,
Croatia: InTech Publisher
Pelezar, J., M.E.C.S., Chan.1998. Dasar Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta :
UI Press. Halaman 530-535 dan 901
http://ffarmasi.unand.ac.id/bahanajar,rpkps,jurnal,buku,cv/BA.RPKPS/Akmal/
Akmal%20Djamaan%20(Bhn%20Ajar%20Mikfar%20II).pdf, diakses pada 8
November 2015, pukul 15.12 WIB
http://fungsi.web.id/2014/09/perbedaan-antara-vaksin-dan-antibiotik.html,
diakses pada 7 November 2015 pukul 18.32
kj.
kk.
https://modmedmicrobes.wikispaces.com/Sarcina+Lutea,
November 2015, pukul 11.34 WIB
kl.
diakses
pada