ANALISIS
BENEFIT-COST RATIO
110
faktor eksternalitas, ketidakpastian (uncertainty), risiko (risk) serta shadow price. Terkait
perhitungan risiko dan ketidakpastian, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan asuransi dan
melakukan lindung nilai (hedging).
Efisiensi ekonomi merupakan kontribusi murni suatu program dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Sehingga yang menjadi perhatian utama dalam penerapan BCR dalam suatu proyek
pemerintah yang berkaitan dengan sektor publik adalah redistribusi sumber daya.
111
Gambar 1
Hirarki Penilaian Kelayakan Proyek Investasi
Dalam Gambar 1 tersebut, analisis aspek pemasaran merupakan kunci utama dalam dalam
menentukan kelayakan suatu proyek. Pemahaman terhadap pasar menurut Kottler1 diawali
dengan identifikasi produk yang akan dipasarkan dan seberapa besar produk ini dibutuhkan oleh
konsumen. Salah satu persyaratan suatu proyek yang layak adalah keharusan dalam memiliki
prospek penguasaan pangsa pasar yang baik. Namun tidak cukup hanya itu, penting juga untuk
menganalisis kesinambungan performansi penguasaan pasar di masa depan. Hal inilah harus
dipersiapkan dalam penyusunan business plan dan road map proyek.
Analisis kedua yang harus dilakukan adalah analisis finansial. Dalam analisis ini dilakukan
pengukuran kelayakan suatu proyek secara finansial dimulai dari estimasi biaya dan pendapatan
yang dihasilkan dari proyek tersebut. Estimasi biaya menurut Petty. J.W.2 mencakup:
1. Estimasi biaya investasi awal
Estimasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang pasti mengenai keseluruhan biaya
yang dibutuhkan. Keseluruhan biaya ini meliputi biaya perolehan ijin usaha, biaya peralatan,
biaya instalasi, biaya engineering, biaya pelatihan, biaya pembelian tanah dan biaya lain
yang dikeluarkan pada awal investasi dilakukan.
2. Estimasi biaya operasi
Terdapat tiga macam biaya operasi. Pertama, biaya langsung, yaitu segala biaya yang
mempunyai keterkaitan langsung dengan proses produksi mencakup biaya bahan langsung
dan biaya tenaga kerja langsung. Kedua, biaya tidak langsung, yaitu biaya yang tidak terkait
112
langsung dengan proses produksi. Biaya ini mencakup biaya bahan tidak langsung, biaya
tenaga kerja tak langsung dan berbagai biaya tak langsung lainnya. Ketiga, biaya komersial.
Biaya komersial adalah biaya yang mencakup biaya pemasaran dan biaya administrasi.
3. Estimasi pendapatan
Biaya pendapatan dapat diestimasi dengan menggunakan proyeksi pendapatan yang akan
diperoleh per tahun. Estimasi per tahun dilakukan untuk mempermudah perhitungan
sehingga estimasi yang dilakukan cenderung lebih tepat. Perlu dicatat bahwa estimasi
pendapatan ini dilakukan berdasarkan cash flow yaitu aliran kas yang akan dihasilkan oleh
suatu proyek. Dasar evaluasi adalah menggunakan cash flow dan bukan menggunakan
pendapatan. Hal ini dilakukan karena perhitungan dividen maupun reinvestasi yang akan
dilakukan adalah menggunakan kas dan bukan menggunakan pendapatan.
Terdapat dua indikator finansial yang umum digunakan untuk menilai sehat atau tidaknya suatu
proyek secara finansial. Indikator-indikator ini juga biasa digunakan dalam perhitungan analisis
benefit cost (atau analisis benefit cost ratio). Indikator-indikator tersebut antara lain:
1. Internal Rate of Return (IRR)
IRR (Tingkat Pengembalian Internal) didefinisikan sebagai tingkat pengembalian investasi
yang dihasilkan suatu proyek yang diukur dengan membandingkan cash flow yang dihasilkan
proyek dengan investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut. Untuk dapat digunakan
sebagai analisis pembanding dalam keputusan investasi maka nilai IRR harus dibandingkan
dengan nilai perhitungan Minimal Attractive Rate of Return (MARR). MARR merupakan suatu
tingkat pengembalian tertentu yang diperoleh relatif tanpa risiko misalnya dengan
membandingkan tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan melalui deposito.
2. Net Present Value (NPV)
NPV didefinisikan sebagai nilai dari proyek yang bersangkutan yang diperoleh berdasarkan
selisih antara cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan. NPV yang
dianggap layak adalah NPV yang bernilai positif. NPV bernilai positif mengindikasikan cash
flow yang dihasilkan melebihi jumlah yang diinvestasikan. Perhitungan NPV dapat diketahui
sebagai berikut.
NPV = B0 +
t =n
NPV =
B1
B2
Bn
+
+ ...... +
atau
(1 + r ) (1 + r ) 2
(1 + r ) n
Bt
t = 0 (1 + r ) t
Di mana,
B1 = cash flow tahun 1 dikurangi investasi pada tahun 1 (b1 - C1)
B2 = cash flow tahun 2 dikurangi investasi pada tahun 2 (b2 C2)
Bt = (bt Ct)
r = discount rate (tingkat diskonto)
3. Payback Period
Payback Period adalah periode waktu yang dibutuhkan agar cash flow yang dihasilkan sama
besar dengan investasi yang dikeluarkan. Terkait dengan hal ini, semakin singkat payback
period suatu investasi menunjukkan investasi tersebut lebih disukai oleh investor.
Dalam melakukan analisis baik dengan menggunakan IRR maupun NPV, terdapat dua faktor
yang perlu diperhatikan, yaitu periode evaluasi dan konsep nilai uang terhadap waktu (time value
1
2
113
of money). Dalam periode evaluasi, periode yang dipergunakan untuk melakukan evaluasi secara
finansial diestimasikan berdasarkan faktor tertentu, misalnya usia kepemilikan (ownership life).
Sementara itu, dalam konsep time value of money, uang didefinisikan mempunyai nilai terhadap
waktu dan besaran nilai tersebut sangat tergantung pada saat kapan uang tersebut diterima.
Konsep ini mengandung implikasi bahwa nilai uang sekarang tidak sama dengan nilai uang yang
sama pada masa lalu maupun masa yang akan datang.
Suatu proyek yang dapat dikatakan layak secara teknis dan operasi harus memperhitungakan
kelayakan dari beberapa aspek operasional. Menurut Heizer. J dan Render3, terdapat enam
aspek yang merupakan aspek operasional suatu proyek. Keenam aspek operasional tersebut
antara lain adalah perencanaan produk, perencanaan kapasitas, perencanaan proses dan
fasilitas produksi, perencanaan lokasi, perencanaan persediaan, dan perencanaan kualitas.
Dalam perencanaan lokasi, pemilihan lokasi ditentukan oleh tiga faktor antara lain adalah aspek
sumber faktor produksi (akses terhadap sumber faktor produksi berupa bahan baku, sumber
daya manusia, tanah, modal dan infrastruktur), aspek produk dan aspek lingkungan.
Terkait dengan analisis kelayakan suatu proyek dalam sektor publik, selain menekankan pada
analisis aspek keuangan atau finansial, analisis BCR juga menekankan pada analisis ekonomi
dan sosial serta lingkungan. Hal ini disebabkan penerapan BCR dalam pengembangan ekonomi
wilayah (sektor publik) tidak dapat lepas dari berbagai pertimbangan dengan memasukkan
berbagai variabel kualitatif selain variabel kuantitatif.
Salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan sektor publik adalah proporsi kontribusi
sektor tersebut dalam masyarakat. Aspek sosial yang berkaitan dengan penerapan BCR dalam
sektor publik ini harus mempertimbangkan kriteria Social Cost and Benefit Analysis (SCBA).
Analisis ini memperhatikan eksternalitas, yaitu dampak eksternal yang ditimbulkan baik yang
menguntungkan atau merugikan bagi perekonomian daerah sekitar proyek), distribusi
penghasilan masyarakat, peningkatan saving yang diharapkan untuk meningkatkan investasi,
maupun pertimbangan manfaat pada masyarakat.
Aspek sosial ekonomi penting dilakukan agar pada masa depan suatu proyek investasi tidak
membebani daerah tersebut. Analisis ekonomi ini, menurut Suad Husnan dan Suwarsono4, harus
dilakukan mengingat adanya ketidaksempurnaan pasar, adanya pajak dan subsidi, dan
berlakunya konsep consumers surplus (berkaitan erat dengan konsep consumers willingness to
pay yang berguna untuk menghitung harga yang relevan dengan kemampuan konsumen) dan
producers surplus (berkaitan erat dengan konsep producers willingness to invest yang berguna
untuk menghitung biaya yang akan diinvestasikan).
Pada hakikatnya kegiatan pembangunan adalah upaya peningkatan taraf hidup masyarakat
dengan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Namun, dampak negatif seringkali timbul
dan memberikan akibat hal-hal yang tidak diinginkan dimana kegiatan itu dilaksanakan, baik
terhadap lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya.
Pada aspek lingkungan, analisis dampak lingkungan mencakup jumlah manusia yang terkena
dampak, luas wilayah penyebaran dampak, lamanya dampak berlangsung, dan intensitas
dampak. Kelayakan proyek sangat ditentukan oleh seberapa besar dampak yang ditimbulkan
dapat diminimalkan sampai dengan batas toleransinya. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
upaya ini harus diperhitungkan dalam evaluasi risiko proyek investasi.
114
3
4
115
Tabel 1
Perhitungan Dampak suatu Proyek
Dampak Langsung
Tenaga Kerja
Konstruksi
Permanent
Pendapatan (income)
Upah dan Gaji Tenaga
Kerja
Kelompok masyarakat
yang berpendapatan
rendah
Laba/keuntungan
Fungsi lahan
Perubahan pada Nilai
Lahan
A
(1 + r ) n
Keterangan:
A: variabel
n: jumlah tahun perhitungan discount rate
r:
discount rate
Secara umum, konsep dasar dari analisis BCR adalah memanfaatkan model perhitungan
keuangan dari kegiatan yang sedang atau akan dilakukan. Dalam perkembangannya, terdapat
beberapa perbedaan dalam perhitungan BCR.
A. Konsep Time Value of Money
Dalam BCR, seluruh alternatif diukur dengan satuan mata uang tertentu. Rasio
keuntungan/kerugian yang ditanggung menjadi dasar dalam pengambilan keputusan
mengenai pilihan yang akan diambil.
Dalam melakukan BCR, keuntungan (benefit) dihitung dari kemauan seseorang untuk
membayar sejumlah tertentu untuk mendapatkan output tertentu. Benefit juga dapat diartikan
sebagai cash flow (aliran kas) yang termasuk laba setelah dikurangi pajak dan penyusutan,
dan ditambah dengan penjualan aktiva.
116
Sementara itu, biaya dihitung berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan sebagai bentuk
kompensasi yang diberikan karena adanya konsekuensi negatif dari suatu program. Dengan
kata lain, biaya mencerminkan jumlah penggunaan dana kecuali pembayaran pada
pemegang saham dikurangi penerimaan yang terkait dengan kewajiban dan utang.
Komponen yang termasuk dalam biaya antara lain biaya pengembangan, biaya pelaksanaan,
biaya tenaga kerja, biaya fasilitas, dan biaya material/bahan yang digunakan. Risiko yang
terdapat pada setiap pilihan juga perlu untuk diintegrasikan dalam komponen biaya.
Konsep lain yang harus dipahami dalam penggunaan analisis BCR ini antara lain, tangible
dan intangible benefit serta cost. Tangible benefit adalah keuntungan yang timbul dari suatu
pilihan namun dapat dinilai dan dipasarkan di pasar. Sebaliknya, intangible benefit
merupakan keuntungan yang tidak dapat dinilai dan dipasarkan di pasar. Sementara itu
tangible cost menunjukkan biaya yang dapat diukur dan berwujud, dan sebaliknya intangible
cost merupakan biaya-biaya yang pada dasarnya muncul tetapi tidak bisa dihitung.
Pemanfaatan BCR ini lazim menggunakan formula time value of money (nilai waktu uang).
Hal ini dilakukan dengan mengonversikan biaya dan keuntungan di masa datang ke dalam
nilai waktu sekarang. Sebagai contoh, prakiaran biaya yang akan dikeluarkan dalam lima
tahun mendatang adalah Rp1.000 yang nilainya sama dengan Rp1.500 saat ini.
Untuk menghitung nilai uang sekarang, pengambil keputusan dapat memanfaatkan
persamaan berikut.
P0 = Pt / (1 + i)t
Keterangan:
P0: Nilai uang sekarang
Pt: Nilai uang di masa datang
i:
t:
Periode
Konsep time value of money ini memperhitungkan nilai uang yang dikorbankan untuk
dikonsumsi saat ini. Selain itu, aspek social opportunity cost juga perlu diperhatikan, yaitu
menyangkut biaya dan manfaat suatu program dalam penyerapan tenaga kerja dan devisa.
Beberapa masalah dalam memperhitungkan besarnya keuntungan yang akan diperoleh,
antara lain:
1. Penentuan hasil kegiatan/program
2. Hasil tidak langsung akibat dilaksanakannya suatu kegiatan/program
Kriteria yang digunakan dalam alat analisis ini adalah apabila rasio B/C > 1 akan berimplikasi
proyek tersebut layak di pilih. Sebaliknya, apabila rasio kotor B/C < 1, maka proyek tersebut
tidak layak dipilih dan dijalankan. Formula yang dipergunakan adalah sebagai berikut.
B / C
t =1
n
t =1
(1
C
(1
+ i
)t
+ K
+ i
Keterangan:
Kt: Kapital yang digunakan pada awal periode
Bt: Penerimanan sampai tahun ke t
Ct: Pengeluaran sampai tahun ke t
117
i:
Modal (K)
(1)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(2)
65
25
10
0
0
0
0
0
0
0
0
Biaya
(C)
(3)
0
2
5
7
8
10
11
12
15
20
25
Keuntungan
(B)
(4)
0
0
15
22
28
40
46
50
50
45
40
Tingkat Diskonto
(Misal: i=10%)
(5)
1
0,909
0,826
0,751
0,683
0,621
0,564
0,513
0,467
0,424
0,386
Penjelasan:
t =1
n
t =1
Bt
(1 + i )
t =1
(1 + i )t
C t + K t
(1 + i )t
118
K+C
NPV (K+C)
NPV (B)
(6)
65
27
15
7
8
10
11
12
15
20
25
(7)
65
24,545
12,397
5,259
5,464
6,209
6,209
6,158
6,998
8,482
9,639
156,360
(8)
0
0
12,397
16,529
19,124
24,837
25,966
25,658
23,325
19,084
15,422
182,342
Ct + K t
(1 + i )
t =1
TB = f j ( x j )
j =1
xj:
jumlah barang/jasa
ht :
jumlah input
l =z
TC = f t ( hl )
l =1
119
daerah harus mampu meningkatkan kapabilitasnya agar mampu menjalin kemitraan dengan
berbagai pihak di bidang penyediaan pelayanan jasa bagi masyarakat.
Kekurangan Benefit Cost Ratio
Mengingat BCR menggunakan pendekatan peramalan nilai waktu uang, metode ini memiliki
masalah dalam hal akurasi. Peramalan biaya dan keuntungan tidak selamanya mendekati nilai riil
pada saat yang ditentukan. Selisih antara nilai prakiraan dan nilai riil dapat positif, dan sebaliknya
negatif. Meskipun demikian, ketidaksesuaian ini terkadang disebut sebagai risiko yang harus
dihadapi oleh pengambil keputusan.
Meskipun pada bagian sebelumnya telah disebutkan biaya yang perlu dimasukkan ke dalam
analisis BCR, pada praktiknya pengambil keputusan seringkali mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasi pos biaya yang akan dianalisis. Hal ini tentu saja mempengaruhi akurasi hasil
BCR.
Terdapat beberapa sektor publik yang sulit dilakukan penerapan BCR dalam studi kelayakan
proyek. Proyek publik tersebut antara lain adalah air minum, jalan, kesehatan, pendidikan dan
pertahanan keamanan. Analisis BCR akan sangat sulit dilakukan dalam proyek-proyek tersebut
dikarenakan banyaknya pertimbangan dan kepentingan di dalamnya.
Dalam penggunaan BCR, aspek ketidakpastian menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan.
Untuk menyiasati ketidakpastian ini, pengambil keputusan dapat menggunakan salah satu dari
tiga metode di bawah ini:
1. Analisis nilai yang diekspektasi (expected value analysis)
Metode ini digunakan untuk melihat kemungkinan besarnya nilai variabel tertentu.
Sebagai contoh biaya listrik per kilowat/jam saat ini adalah Rp1.000. Selama 20 tahun ke
depan, kemungkinan harganya tetap adalah 50 persen, sedangkan kemungkinan
biayanya akan turun menjadi Rp700 adalah 25 persen. Sementara itu, kemungkinan
biaya listrik naik menjadi Rp1.500 adalah 75 persen. Berdasarkan kemungkinankemungkinan tersebut, maka ekspektasi biaya listrik dalam 20 tahun ke depan adalah:
L(Harga Ekspektasi) = (0.5)(1000) + (0.25)(700) + (0.75)(1500)
= 500 + 175 + 1125
= 1.800
Dengan demikian, ekspektasi biaya listrik dalam 20 tahun mendatang adalah Rp1.800
per kilowat/jam.
2. Analisis sensitifitas (sensitivity analysis)
Analisis sensitifitas adalah metode yang menganalisis ketidakpastian dengan mengganti
variabel input dan melihat sensitifitas perubahannya. Dalam analisis BCR, analisis
sensitifitas dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa tingkat diskonto. Variasi nilai
BCR yang dihasilkan dapat menjadi rambu-rambu bagi pengambil keputusan untuk
memilih alternatif mana yang akan diprioritaskan.
Dalam memvariasikan perubahan variabel input ini, pengambil keputusan dapat memilih
untuk menggunakan skenario optimis dan sebaliknya, skenario pesimis. Pilihan lain yang
dapat diambil adalah mengambil nilai tengah dari kedua skenario tersebut.
3. Evaluasi pilihan (evaluating option)
Evaluasi pilihan ini pada dasarnya lebih mengarah pada langkah mencari alternatif lain
selain pilihan yang telah ada. Terdapat dua tipe analisis, yaitu sequential decision
analysis dan irreversible investment theory.
Pendekatan pertama adalah dengan membagi proses pelaksanaan program ke dalam
beberapa urutan/tahap, misalnya tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pos-
120
pelaksanaan. Dengan demikian, perhitungan manfaat dan biaya dalam BCR dilakukan
untuk setiap tahap program yang ditentukan. Hasil BCR dengan menggunakan metode
ini tentu saja menjadi lebih detil.
Sementara itu untuk pendekatan irreversible investment theory lebih memperhitungkan
apakah suatu program benar-benar akan dilaksanakan atau tidak. Pengambil keputusan
dapat melihat apakah dana yang disiapkan sebaiknya diinvestasikan sekarang atau
tidak.
121
2. Masukkan data ke dalam excel dengan cara seperti terlihat dalam Gambar 3 berikut.
Gambar 3
Memasukkan Data ke Dalam Excel
122
Tuliskan dalam kolom tingkat diskonto: =(1+10%)^0. Rumus tersebut dapat dibaca satu
ditambah sepuluh persen dipangkatkan dengan nol. Pangkat ini akan berubah sesuai
dengan tahun yang dihitung.
123
Gambar 5
Perhitungan Benefit Cost Ratio Pembangunan Pasar
Hasil perhitungan BCR dengan rumus yang terdapat pada bagian sebelumnya, diketahui
bahwa jumlah keuntungan yang diterima sebesar 294, sedangkan jumlah biaya yang
dikeluarkan sebesar 281. Dengan angka tersebut, nilai BCR didapatkan dari pembagian
294 oleh 281 dan menghasilkan rasio sebesar 1,039. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
kegiatan tersebut layak untuk dilakukan.
B. Pembangunan terminal
Tujuan
Pembangunan terminal ditujukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas akibat kurang
teraturnya pemberhentian kendaraan umum. Selain itu, kendaraan umum yang berhenti
di sembarang tempat juga memperburuk kualitas udara. Manfaat pembangunan terminal
juga meliputi penerimaan retribusi bagi pemerintah, baik yang berasal dari kendaraan
yang masuk maupun pedagang yang berusaha di dalamnya.
Biaya yang diperlukan untuk membangun sebuah terminal cukup besar, selain memakan
waktu yang tidak singkat. Untuk menyelesaikan bangunan lengkap diperlukan waktu
empat tahun. Pemerintah baru akan mendapatkan manfaat terminal pada tahun ke lima.
Setiap tahunnya, terminal diperkirakan dapat berkontribusi sebesar Rp60 juta.
Sementara itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan dan memelihara
terminal tersebut sebesar Rp250 juta. Dengan biaya tersebut, diperkirakan bangunan
tersebut dapat berfungsi selama 20 tahun. Tingkat diskonto yang dipilih mengikuti bunga
tabungan masyarakat Kediri, yaitu 11 persen.
Dengan melakukan proses perhitungan yang sama dengan contoh sebelumnya,
didapatkan hasil sebagaimana terdapat dalam Tabel 3.
124
Tabel 3
Perhitungan Benefit Cost Ratio Pembangunan Terminal
Keuntungan
(B)
4
Tingkat Diskonto
( i=11%)
5
5
7
8
4
8
7
9
7
5
5
10
10
15
11
15
16
12
10
13
13
10
0
0
0
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
40
1,000
1,110
1,232
1,368
1,518
1,685
1,870
2,076
2,305
2,558
2,839
3,152
3,498
4,310
4,310
4,785
5,311
5,895
6,544
7,263
8,062
Tahun
Modal (K)
Biaya (C)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
150
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
K+C
NPV (K+C)
NPV (B)
155
7
8
4
8
7
9
7
5
5
10
10
15
11
15
16
12
10
13
13
10
155,00
6,31
6,49
2,92
5,27
4,15
4,81
3,37
2,17
1,95
3,52
3,17
4,29
2,55
3,48
3,34
2,26
1,70
1,99
1,79
1,24
0,00
0,00
0,00
29,25
26,35
23,74
21,39
19,27
17,36
15,64
14,09
12,69
11,43
9,28
9,28
8,36
7,53
6,79
6,11
5,51
4,96
Dengan angka dalam tabel, jumlah keuntungan yang diperoleh sebesar 249, sedangkan
total biaya yang dikeluarkan mencapai 222. Berdasarkan hasil perhitungan dalam rumus
BCR diperoleh ilai BCR yaitu sebesar 1,123. Sesuai dengan aturan umum BCR, proyek
ini pun layak untuk dilakukan. Sesuai dengan hasil perhitungan BCR, diketahui bahwa
kedua program pemerintah ini layak untuk dilaksanakan. Tugas pemerintah selanjutnya
adalah menentukan program mana yang akan diprioritaskan untuk dijalankan tahun
depan.
Dengan membandingkan nilai BCR, terlihat bahwa program yang perlu diprioritaskan
adalah program yang memiliki rasio lebih besar, yaitu pembangunan terminal. Apabila
dianalisis lebih lanjut, pembangunan terminal dapat menimbulkan intangible benefit yaitu
terserapnya tenaga kerja selama proses pembangunan dan semakin lancarnya distribusi
faktor-faktor produksi.
Dari keseluruhan pembahasan BCR dalam implikasinya di bidang perekonomian daerah dapat
disimpulkan bahwa kajian kelayakan terhadap suatu proyek harus dilakukan secara integral
terhadap setiap aspek dan merupakan suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan secara
sungguh-sungguh.
125
Daftar Pustaka
Bjornstad, Dave. Benefit Cost Ratio. National Center for Environmental Decision-Making
Research (NCEDR). www.ncedr.org
Dent, Geoffrey. 2001. Ex-post Evaluation of Kecamatan Development Program (KDP1)
Infrastrusture Projects
Handbook For The Economic Analysis Of Water Supply Projects. Chapter 5: Financial BenefitCost Analysis.
Heizer, Jay dan Barry Render.1997. Principles of Operations Management
Isnor, Roland R. Cost-Benefit Analysis and ROI: Essential Tools for Serious Managers
J. William Petty. 1996. Basic Financial Management.
Joesron, Tati S. 2001. Investment Project Feasibility Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi
Daerah. Makalah disampaikan pada Seminar Sosialisasi Badan Promosi dan
Penanaman Modal Daerah Jawa-Barat Fakultas Ekonomi - Universitas Padjadjaran
Kotler, Philip. 2000 .Marketing Management.
Portney, Paul R. Benefit-Cost Analysis. www.econlib.org
Suad Husnan dan Suwarsono.1994. Studi Kelayakan Proyek.
Sugiyono, Agus. 2001. Analisis Manfaat dan Biaya Sosial. Program Pascasarjana Magister
Sains dan Doktor Universitas Gadjah Mada
Washington County Mitigation Action Plan: Appendix C. 2000. Economic Analysis of Natural
Hazard Mitigation Projects. Federal Emergency Management Agency Publication 331,
Report on Costs and Benefits of Natural Hazard Mitigation.
William B. Werther, Jr. and Keith Davis, 1993.Human Resources and Personnel Management.
www.econlib.org
www.wikipedia.com
126