Anda di halaman 1dari 46

SMF PELAYANAN BEDAH

PEMASANGAN
KATETER VENA
SENTRAL (KTS)
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )
Pengertian

No. Revisi

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

Halaman
:
Tahun Terbit : 2016

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

Suatu prosedur pemantauan yang digunakan sebagai pedoman


standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung menerima
beban cairan..

Kebijakan
Ruang lingkup

Akses semua vena vena perifer ke vena sentral

Indikasi

Syok hipovolemik / hemoragik, monitor volume cairan tubuh,


monitor tekanan vena sentral.
a. Sepsis lokal (semua route)
b. Diathesa hemorrhagik atau pengobatan antikoagulan (vena
subclavia & vena jugularis interna)
c. Penyakit paru berat (kusus akses ke vena subclavia)
d. Aneurysma arteria carotis (kusus akses ke vena jugularis
interna)

Kontra indikasi

Diagnosis banding

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada

Tehnik operasi

1. Terlentangkan penderita, dengan sedikit-dikitnya kepala turun


15 untuk menggembungkan pembuluh leher dan untuk
mencegah emboli udara. Bila telah dipastikan tidak ada cedera
servikal, maka kepala penderita dapat diputar menjauhi tempat
punksi vena.
2. Bersihkan kulit sekeliling tempat punksi vena dan pasang kain
steril keliling daerah ini. Dalam melakukan prosedur ini harus
menggunakan sarung tangan yang steril.
3. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal ditempat
punksi vena.
4. Gunakan jarum kaliber besar yang disambung kepada suatu
semprit 10 ml, masukkan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline),
ke dalam pusat segitiga yang dibentuk oleh kedua caput otot
sternokleidomastoideus dan tulang clavicula (akses melalui

vena jugularis interna).


5. Setelah kulit dipunksi, arahkan sudut jarum keatas, untuk
mencegah jaringan kulit (plug) menyumbat jarum.
6. Arahkan jarum keujung bawah (ekor), paralel dengan
permukaan sagital, dengan sudut 30 posterior dengan
permukaan depan.
7. Majukan jarum dengan lambat sambil mencabut tutup semprit
dengan perlahan.
8. Kalau tampak aliran darah bebas didalam semprit yang
berwarna agak gelap, cabut semprit dan tutup jarumnya untuk
mencegah emboli udara. Kalau pembuluh belum dimasuki,
cabut jarum dan arahkan jarumnya kembali dengan 5-10 ke
lateral.
Catatan: apabila akses yang dipakai vena femoralis, vena cubiti
atau vena subclavia, maka jarum punksi dimasukkan ke vena
cubiti atau vena femoralis atau vena subclavia. Khusus untuk
vena subclavia arah jarum punksi dari lateral masuk di daerah
sulkus deltoideo-pektoralis di bawah 1/3 tengah tulang
klavikula ke arah ingulum
9. Masukkan
kawat
pemandu
sambil
memantau
electrocardiogram untuk ketidaknormalan irama atau bisa
dipakai c-arm x-ray.
10.Cabut jarum sambil menahan kawat pemandu dan majukan
kateter melalui kawat pemandu sampai ke vena cava superior
dekat atrium kanan. Sambungkanlah kateter dengan pipa/
selang infus.
11.Tambatkanlah kateter ke kulit (misalnya dengan jahitan),
berikan salep antiseptik dan tutup dengan kasa steril.
12.Kateter bisa disambung dengan selang monitor tekanan vena
sentral atau botol infus.
13.Dapatkan film dada untuk mengetahui posisi kateter intravena
dan komplikasi pneumothorax atau hematothorax yang
mungkin terjadi.
Komplikasi Operasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pneumo- atau hematothorax


Trombosis vena
Cedera arteri atau syaraf
Fistula arteriovena
Chylothorax
Infeksi
Emboli udara

Mortalitas

Cedera pada beberapa bangunan pada pintu masuk thorax telah


pernah dilaporkan: pneumotharax, hemothorax, tertusuknya arteri
dan kerusakan ductus thoracicus serta nervus phrenicus. Angka
komplikasi yang pernah dilaporkan setelah kateterisasi pada venavena profunda berkisar 0-15% dan boleh jadi tergantung pada
pengalaman operator.

Perawatan Pasca Bedah

Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), dirawat


diruangan Intensive Care Unit, dilakukan observasi dan monitoring

ketat selain untuk kepentingan pemberian cairan, mengevaluasi


hasil pemberian cairan juga kemungkinan terjadinya komplikasi
seperti: Pneumo- atau hematothorax, Trombosis vena, Cedera arteri
atau syaraf, Fistula arteriovena, Chylothorax, Infeksi, Emboli udara
Jadwal follow up

Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), di lakukan


monitoring ketat di Intensive Care Unit, diobservasi tanda-tanda
vital, seperti sistem pernafasan, sistem sirkulasi, keseimbangan
cairan, analisis gas darah bila diperlukan. Diamati juga perbaikan
kondisi pasien dengan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.
Pengecekan dan pengujian--Sebelum menyuntikkan cairan, darah
supaya disedot untuk meyakinkan bahwa kateter berada dalam
ruangan vaskuler. Bila kateter dihubungkan dengan botol berisi
cairan yang ditempatkan lebih rendah dibawah pasien maka
seharusnya darah mengalir dengan mudah karena pengaruh gaya
berat. Pada waktu kateter dihubungkan dengan kolom cairan guna
pengukuran tekanan vena sentral maka kolom cairan seharusnya
menunjukkan gerakan-gerakan yang lebih kencang sesuai dengan
denyut jantung. X-foto thorax supaya dibuat untuk meyakinkan
bahwa posisi ujungnya berada diatas atrium kanan, sebaiknya tidak
lebih dari 2cm dibawah garis yang menghubungkan kedua tepi
bawah clavicula.
Pengawasan untuk mendeteksi infeksi-infeksi karena kateter
merupakan hal penting. Bila terjadi infeksi maka kateter supaya
segera dilepas.
Mempertahankan aliran melalui kateter adalah tindakan penting
untuk mencegah aliran balik darah dan bekuan (Clotting). Setelah
melakukan pengukuran tekanan vena secara intermitten maka
kesalahan yang paling lazim dilakukan orang adalah lupa untuk
mengalirkan infus kembali sehingga berakibat terjadinya bekuan
yang menyumbat kateter. Akibatnya kateter itu harus dilepas.

SMFPELAYANAN BEDAH
VENA SEKSI
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

: 1/2

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Vena seksi merupakan prosedur pembedahan gawat darurat


untuk mendapatkan akses pembuluh darah vena pada resusitasi
penderita syok hipovolemik.

Kebijakan
Ruang Lingkup

Syok merupakan keadaan dimana terdapat ketidak normalan dari


sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Salah satu jenis keadaan syok
ini adalah syok hipovolemik, dimana penyebabnya bisa karena
perdarahan atau bukan perdarahan. Penanganan pertama dari keadaan
syok hipovolemik adalah resusitasi cairan baik peroral, enteral
maupun perenteral. Perenteral disini meliputi pembedahan dan non
pembedahan. Dalam kaitan penegakan diagnosa dan pengobatan,
diperlukan beberapa disiplin ilmu terkait antara lain patologi klinik,
dan radiologi.

Indikasi operasi

Penderita syok hipovolemik yang dengan cara non pembedahan


(perkutaneus) tidak bisa didapatkan akses vena untuk resusitasi cairan.

Kontra indikasi

Trombosis vena
Koagulopati (PT atau PTT > 1.5 x kontrol)

Diagnosis Banding

Syok kardiogenik
Syok septik
Syok neurogenik

PemeriksaanPenunjang

1. Pemeriksaan ronsen (toraks dan panggul)


2. Lavase peritoneal untuk diagnosis perdarahan intra abdominal
3. Ultrasound abdominal
4. Foto polos toraks

Algoritma

TehnikOperasi

1. Siapkan kulit pergelangan kaki dengan larutan antiseptik dan


tutup daerah lapangan operasi dengan duk steril atau bisa juga
daerah femoral atau di lengan penderita.
2. Lakukan anestesi infiltrasi pada kulit dengan lidokain 0.5%.
3. Insisi kulit melintang setebalnya dibuat di daerah anestesia
sepanjang 2.5 cm.
4. Diseksi tumpul, dengan menggunakan klem hemostat yang
lengkung, vena diidentifikasi dan dipotong dan dibebaskan dari
semua jaringan disekitarnya.
5. Angkat dan diseksi vena tsb sepanjang kira-kira 2cm untuk
melepaskannya dari dasar.
6. Ikat vena bagian distal, dan mobilisasi vena, tinggalkan jahitan di
tempat untuk ditarik (traction).
7. Pasang pengikat keliling pembuluhnya, arah cephalad
8. Buat venotomi yang kecil melintang dan dilatasi perlahan-lahan
dengan ujung klem hemostat yang ditutup.
9. Masukkan kanul plastik melalui venotomi dan ikat dengan ligasi
proksimal keliling pembuluh dan kanul. Kanul harus dimasukkan
dengan panjang yang cukup untuk mencegah terlepas.
10. Sambung pipa intravena dengan kanul dan tutuplah insisinya
dengan jahitan interupsi.
11. Pasang pembalut steril dengan salep antibiotik topikal.

Komplikasi Operasi

Komplikasi yang terjadi adalah perdarahan. Hal ini dapat diatasi


dengan penggunaan bebat tekan. Komplikasi lain adalah infeksi baik
flebitis maupun selulitis, untuk menanganinya cabut kateter, kompres
hangat, serta elevasikan tungkai, serta berikan antibiotik jika perlu.
Komplikasi lain adalah hematoma, trombose pembuluh, robekan
syaraf serta arteri.

Mortalitas

Mortalitas rendah

Perawatan pasca bedah

Perawatan pasca vena seksi harus benar-benar diperhatikan


terutama daerah tempat di lakukan vena seksi harus bebas
infeksi. Hal ini bisa dicegah dengan rawat luka setiap hari,
serta ditutup dengan kassa steril. Jika ada indikasi infeksi
sebaiknya kateter vena di cabut
Penderita pasca syok hipovolemik setelah syok teratasi. Kateter
vena dapat dilepas dan bila penderita sudah bisa peroral
sebaiknya terapi maintenance dengan peroral atau dengan
menggunakan akses intravena lainnya yang non pembedahan.
Luka pasca vena seksi harus dirawat aseptik.
Yang dievaluasi: klinis, tanda-tanda vital, tanda-tanda infeksi

Follow-Up

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )
Pengertian

SMFPELAYANAN BEDAH
PEMASANGAN PIPA
INTRATORAKAL
ATAU
WATER SEAL
DRAINASE (WSD)
No. Dokumen :
No. Revisi

Halaman
:
Tahun Terbit : 2016

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

Tindakan invasif dengan cara memasukkan selang atau tube


kedalam rongga toraks dengan menembus muskulus intercostalis

Kebijakan
Ruang lingkup
Indikasi Operasi

Menyalurkan zat baik berupa zat padat,cairan, udara atau gas dari
rongga dada
1. Pneumothoraks lebih dari 30%.
2. Pneumothoraks residif
3. Pneumothoraks bilateral
4. Hematothoraks lebih dari 300cc
5. Hematothoraks bilateral
6. Hemato-pneumothoraks
7. Flail-chest
8. Fluidothoraks yang hebat,dengan sesak
9. Chylothoraks
10. Empyema thoracis setelah dipungsi tidak berhasil atau pus
sangat kental
11. Pasca thoracotomi

Kontra indikasi

Umum
Khusus ( tidak ada )

Diagnosis Banding

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks

Tehnik Operasi

1. Pasien dalam keadaan posisi duduk (+ 45 ).


2. Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan
doek steril.
3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara
infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura.
4. Tempat yang akan dipasang drain adalah :

- Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).


Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak
karena letak diafragma
tinggi.
- linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
5. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah
kulit.
6. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring
dengan side 0.1.
7. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul
lengkung, jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura,
dengan secara pelan pleura ditembus hingga terdengar suara
hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka.
Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah
keluar, pada pneumothoraks, udara yang keluar .
8. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit
tersebut kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa
trocar, maka ujung drain dijepit dengan klem tumpul, untuk
memudahkan mengarahkan drain.
9. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah
cukup dibuat atau terdapat lobang-lobang samping yang
panjangnya kira-kira dari jarak apex sampai lobang kulit,
duapertinganya.
10. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah
lateral sampai ujungnya kira-kira ada dibawah apex paru
(Bulleau).
11. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat
berputar ganda, diakhiri dengan simpul hidup
12. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong
ke bawah dan lateral sampai ujungnya kira-kira dipertengahan
ronga toraks.
13. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol
penampung, maka harus diklem dahulu.
14. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol
penampung, yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan
negatif pada rongga intrapleural, di samping juga akan
menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks.
Komplikasi

Bila dilakukan secara benar, komplikasi dapat dihindari. Tetapi


dapat juga terjadi emfisema kutis, False route mengenai hepar bila
memasang terlalu rendah disebelah kanan terutama pada anak-anak
karena letak diafragma masih tinggi

Mortalitas

Morbiditas sangat rendah, mortalitas 0%

Perawatan Pasca Pemasangan

1. Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk (+ 30)


2. Seluruh sistem drainage : pipa-pipa, botol, harus dalam
keadaan rapi, tidak terdapat kericuhan susunan, dan dapat
segera dilihat.
3. pipa yang keluar dari rongga thoraks harus difiksasi ke
tubuh dengan plester lebar, jingga mencegah goyangan.

4. Dengan memakai pipa yang transparan, maka dapat dilihat


keluarnya sekret. Harus dijaga bahwa sekret keluar lancar.
Bila terlihat gumpalan darah atau lainnya, harus segera
diperah hingga lancar kembali.
5. Setiap hari harus dilakukan kontrol foto torak AP untuk
melihat :
- keadaan paru
- posisi drain
- lain kelainan (emphyema, bayangan mediastonim)
6. Jumlah sekrit pada botol penampungan harus dihitung :
- banyaknya sekrit yang keluar (tiap jam tiap hari)
- macamnya sekrit yang keluar (pus,darah dan
sebagainya)
7. Pada penderita selalu dilakukan fisioterapi napas
8. Setiap kelainan pada drain harus segera dikoreksi.
Perawatan Pasca Pemasangan WSD
1. Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk (+ 30)
2. Seluruh sistem drainage : pipa-pipa, botol, harus dalam
keadaan rapi, tidak terdapat kericuhan susunan, dan dapat
segera dilihat.
3. pipa yang keluar dari rongga thoraks harus difiksasi ke
tubuh dengan plester lebar, jingga mencegah goyangan.
4. Dengan memakai pipa yang transparan, maka dapat dilihat
keluarnya sekret. Harus dijaga bahwa sekret keluar lancar.
Bila terlihat gumpalan darah atau lainnya, harus segera
diperah hingga lancar kembali.
5. Setiap hari harus dilakukan kontrol foto torak AP untuk
melihat :
- keadaan paru
- posisi drain
- lain kelainan (emphyema, bayangan mediastonim)
6. Jumlah sekrit pada botol penampungan harus dihitung :
- banyaknya sekrit yang keluar (tiap jam tiap hari)
- macamnya sekrit yang keluar (pus,darah dan
sebagainya)
7. Pada penderita selalu dilakukan fisioterapi napas
8. Setiap kelainan pada drain harus segera dikoreksi.
Pedoman pencabutan
1. Kriteria pencabutan
- Sekrit serous, tidak hemorage
Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam
Anak anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam
- Paru mengembang
Klinis ; suara paru mengembang kanan = kiri
Evaluasi foto toraks
2. Kondisi :
- Pada trauma
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria,
langsung dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).
- Pada thoracotomi

a. Infeksi : klem dahulu 24jam untuk


mencegah resufflasi, bila baik cabut.
b. Post operatif : bila memenuhi kedua
kriteria, langsug dicabut (air-tight)
c. Post pneumonektomi : hari ke-3 bila
mediastinum stabil (tak perlu air-tight
3. Alternatif
1. Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20 :
- bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24jam,
tetap baik cabut.
- Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2minggu
dekortikasi
2. Sekrit lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya
Chylo toraks (pastikan dengan pemeriksaan
laboratorium),
pertahankan sampai
dengan
4minggu.
- bila tidak berhasil Toracotomi
- bila sekrit kurang dari 100cc/24jam, klem,
kemudian dicabut.
Follow-Up

Ditujukan pada timbulnya komplikasi lanjut seperti empiema,


schwarte, gangguan fungsi pernapasan.

SMFPELAYANAN BEDAH
PERAWATAN VARISES
NON BEDAH
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Varises adalah pelebaran pembuluh balik ( vena ) yang berkelok


kelok yang ditandai oleh katup di dalamnya yang tidak berfungsi
lagi.

Kebijakan
Ruang lingkup

Terdapat 3 jenis vena pada tungkai, yaitu vena tepi, vena dalam dan
vena perforantes. Vena tepi terdiri dari vena saphena magna dan
vena saphena parva. Vena safena magna merupakan vena
terpanjang di tubuh, mulai dari mata kaki sampai ke fossa ovalis.
Merupakan vena yang paling sering menderita varises.
Ada dua bentuk varises pada vena safena yaitu varises primer yang
diduga disebabkan oleh kelemahan dinding vena sehingga terjadi
pelebaran dan akhirnya menyebabkan kegagalan katub. Yang kedua
adalah varises sekunder yang disebabkan oleh peningglan tekanan
vena tepi ( hipertensi vena )akibat suatu kelainan tertentu misainya
sindroma pasca flebitis ( trombosis vena dalam dengan
rekanalisasi ), fistula arterl vena, sumbatan vena dalam karena
tumor atau trauma serta anomali vena dalam atau vena penghubung.
Terdiri dari 4 stadium :
Stadium 1 gejala pegal, lekas lelah
Stadium 2 venaektasia
Stadium 3 varises yang masif ( vena memanjang, melebar,dan
berkelok )
Stadium 4 ulcus / kelainan trofik
Diagnostik melalul anamnesis dan beberapa pemeriksaan fisik
seperti test trendelenburg, tes perthes, atau dengan venous
phlethysmografi untuk menentukan aliran vena secara kuantitatif
Penatalaksanaan
Perawatan varises bertujuan untuk menghilangkan akibat dari katub
yang tidak berfungsi lagi. Ada 2 cara yang dapat diterapkan sendiri
sendiri atau bersamaan -.
Perawatan non bedah untuk kasus varises stadium I dan 2
Perawatan bedah untuk kasus varises stadium 3 dan 4

Indikasi Operasi

Tidak ada

Kontra indikasi operasi

Tidak ada

Diagnosis Banding

Tidak ada

Pemeriksaan penunjang

Tidak ada

Tehnik operasi

Tidak ada

Perawatan varises non bedah

A. Pencegahan
Hindari duduk dan berdiri lama, lebih baik berbaring atau
berjalan kaki. Artinya lebih banyak pergerakan, jalan, turun
naik tangga, senam, naik sepeda, berenang dan semua
olahraga yang menggerakkan otot otot tungkai.
Bila terpaksa duduk atau berdiri lama aktifkan pompa otot
dengan cara menggerakkan kaki ke atas dan ke bawah
sesering mungkin ( travel medicine )
Meninggikan kaki 15 cm ( sedikit lebih tinggi dari pada

jantung ) dengan cara meletakkan kaki diatas kursi atau


meja atau diatas ambang jendela. Maksudnya adalah untuk
membebaskan vena dari bebannya dengan cara elevasi kaki
berulang kali.
Hindari kelabihan berat badan
B. Varises dan olahraga
Latihan yang cocok untuk pasien varises atau kelainan vena
contohnya adalah berenang karena dilakukan di dalam air dan tanpa
efek gravitasi dan semua dilakukan dengan lancar serta terus
menerus. Bersepeda juga merupakan alternatif olahraga yang baik.
Yang harus diperhatikan adalah olahraga yang beralaskan lantai
yang keras seperti bulutangkis atau tenis. Karena penghentian yang
mendadak pada setup langkah akan berakibat suatu gelombang
syok pada aliran darah, yang dapat pula memperburuk katup yang
sudah inkompeten.
Sedangkan olahraga yang harus dihindari adalah lompat jauh ,
lompat tinggi, angkat berat, sepak bola, dan bola basket, karena
varises dapat pecah akibat trauma.
C. Perawatan dengan suntikan sklerotik ( skleroterapi)
Secara umum indikasi untuk terapi sklerotik ini adalah
a) Mencegah komplikasi yang disebabkan oleh penyakit
varises ini.
b) Untuk mengurangi gejala yang ada
c) Untuk memperbaiki penampilan tungkai
Tujuan utama dari terapi sklerotik ini untuk
menyingkirkan
reflux dan atau varises vena. Penyuntikan bahan sklerotik ini jika
penderita tidak mau dioperasi atau bila varisesnya masih sedikit

dengan diameter kurang dari 1 mm. Bahan sklerotik yang


digunakan adalah cairan hipertonik atau cairan alkali kuat yang
dapat menyebabkan obliterasi pembuluh vena yang bersangkutan.
Suntikan pada varises dilakukan tidak lebih dari enam tempat pada
sekali perawatan. Harus diingat bahwa tidak semua varises dapat
dilakukan penyuntikan obat sklerotik. Terapi sklerotik sebagai
perawatan varises vena ditungkai, dikenal dan diterapkan diklinik
dengan teknik yang berbeda. Terapi sklerotik merupakan pilihan
satu - satunya pada varises teleangiektasi, dan varises tungkai
stadium I dan II. Bahan sklerotik untuk terapi non operatif varises
tungkai adalah Polidocanol ( Aethoxysclerol ), Sodium tetradecyl
sulfate (STD), Polyiodinoted iodine, 10% soline & 15%
dextrose.Terapi sklerotik yang diterapkan bisa berupa intravena
dapat pula dengan cara foam sc1eroteraphy atau dengan cara air
block.
Komplikasi operasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah tromboflebitis 0,5


mikrotrombus 5 %, pigmentasi 2,5%. Sebaiknya heparin jangan
digunakan pada teleangiektasi yang lebih kecil dari 1 mm. Tanda tanda reflux pada vena safena merupakan indikasi untuk
tindakan bedah atau pemakaian larutan sklerotik yang lebih
kental dengan penekanan pasta suntikan.
Tujuan akhir penatalaksanaan varises adalah memperkecil sejauh
mungkin komplikasi yang mungkin terjadi , tindakan apapun yang
diterapkan.

Mortalitas

Tidak ada

Perawatan pasca bedah

Tidak ada

Follow-Up

Bebat mastik dipertahankan setiap 5 hari

SMF PELAYANAN BEDAH


OPERASI A-V SHUNT
(BRECIA CIMINO)
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Suatu tindakan pembedahan dengan cara menghubungkan arteri


radialis dengan vena cephalica sehingga terjadi fistula arteriovena
sebagai akses dialisis.

Kebijakan
Ruang lingkup

Operasi A-V Shunt yang dilakukan merupakan implementasi dari


panduan Dialisis Outcomes Quality Initiative (DOQI) pada
manajemen penatalaksanaan akses vaskular
tahun 1997.
Melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain ahli nefrologi, ahli
bedah dan ahli radiologi intervensi.
Operasi A-V shunt dilakukan secara side to side anastomosis atau
side to end anastomosis atau end to end anastomosis antara arteri
radialis dan vena cephalica pada lengan non dominan terlebih
dahulu. Operasi dilakukan pada lokasi paling distal sehingga
memungkinkan dilakukan operasi lebih proksimal jika gagal. Dapat
dilakukan pada ekstremitas bawah jika operasi gagal atau tidak
dapat dilakukan pada ekstremitas atas.
Persyaratan pada pembuluh darah arteri :
1. Perbedaan tekanan antara kedua lengan < 20 mmHg
2. Cabang arteri daerah palmar pasien dalam kondisi baik
dengan melakukan tes Allen.
3. Diameter lumen pembuluh arteri 2.0 mm pada lokasi
dimana akan dilakukan anastomosis.
Persyaratan pada pembuluh darah vena :
1. Diameter lumen pembuluh vena 2.0 mm pada lokasi
dimana akan dilakukan
2. anastomosis.
3. Tidak ada obstruksi atau stenosis
4. Kanulasi dilakukan pada segmen yang lurus

Indikasi Operasi

Pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD) yang memerlukan


akses vaskular untuk dialisis berulang dan jangka panjang
a. Lokasi pada vena yang telah dilakukan penusukan untuk akses
cairan intravena, vena seksi atau trauma.

Kontra Indikasi Operasi

b. Pada vena yang telah mengalami kalsifikasi atau terdapat


atheroma.
c. Tes Allen menunjukkan aliran pembuluh arteri yang abnormal.
Diagnosis banding

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada

Algoritma

Berdasarkan K/DOQI guidelines tahun 2000, pemilihan AV shunt


dilakukan pada
1. arteri radialis dengan vena cephalica (Brescia Cimino)
2. arteri brachialis dengan vena cephalica
3. bahan sintetik A-V graft (ePTFE = expanded
polytetrafluoroethylene)
4. arteri brachialis dengan vena basilika
5. kateter vena sentral dengan cuff

Tehnik operasi

Secara singkat tehnik operasi A-V shunt radiocepahalica (Brescia


Cimino) dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dilakukan desinfeksi lapangan operasi dengan larutan antiseptik,
lalu dipersempit dengan linen steril.
Penderita dilakukan anestesi lokal dengan lignocaine 1% (lidocain)
yang dapat ditambahkan epinefrin untuk mengurangi perdarahan.
Dapat pula dilakukan anestesi blok yang mana memberikan
keuntungan dengan ikut dihambatnya sistem saraf simpatis
sehingga menghambat vasospasme.
Pada pergelangan tangan dilakukan insisi bentuk S atau longitudinal
atau tranversal, lalu diperdalam dan perdarahan yang terjadi
dirawat.
Flap kulit sebelah lateral diangkat sehingga vena cephalica terlihat
lalu disisihkan sejauh kurang lebih 3 cm untuk menghindari trauma
pada cabang saraf radialis.
Arteri radialis dapat dicapai tepat sebelah lateral dari muskulus
flexor carpi radialis dengan cara membuka fascia dalam lengan
bawah secara tranversal tepat diatas denyut nadi.
Kemudian arteri radialis tersebut disisihkan sejauh 2 cm dengan
melakukan ligasi cabang-cabang arteri kecilnya. Anastomosis dapat
dilakukan secara end to end atau end to side atau side to side.
Pada tehnik end to side, dengan benang yang diletakkan tepat
dibawah arteri radialis yang disisihkan kemudian arteri tersebut
diklem menggunakan klem vaskular.
Menggunakan mata pisau no 11, dilakukan insisi arteri radialis
sejajar sumbu sesuai dengan diameter vena cephalica yang telah
dipotong.
Kemudian dilakukan penjahitan anastomosis menggunakan benang
monofilamen 6-0 atau 7-0.
Pedarahan yang masih ada dirawat dan kemudian luka pembedahan
ditutup dengan langsung menjahit kulit.
Kemudian dilakukan pembebatan sepanjang lengan bawah.

Komplikasi Operasi

Komplikasi pasca pembedahan ialah terjadi stenosis, trombosis,


infeksi, aneurysma, sindrom steal arteri, gagal jantung kongestif:
a. Stenosis
Stenosis dapat terjadi akibat terjadinya hiperplasia intima vena
cephalica distal dari anastomosis pada A-V shunt radiocephalica
sehingga A-V shunt tidak berfungsi. Sedangkan pada
penggunaan bahan sintetai ePTFE terjadi stenosis akibat
hiperplasia pseudointima atau neointima. Stenosis merupakan
faktor penyebab timbulnya trombosis sebesar 85%.
Hiperplasis intima timbul karena:
Terjadinya cedera vaskular yang ditimbulkan baik oleh karena
operasinya ataupun kanulasi jarum yang berulang yang
kemudian memicu terjadinya kejadian biologis (proliferasi sel
otot polos vaskular medial sel lalu bermigrasi melalui intima
proliferasi sel otot polos vaskular intima ekskresi matriks
ekstraselular intima).
Tekanan arteri yang konstan pada anatomosis vena, khususnya
jika terjadi aliran turbulen, dapat menyebabkan cedera yang
progesif terhadap dinding vena tersebut.
Compliance mismatch antara vena dengan graft pada lokasi
anastomosis
Rusaknya integritas dan fungsi daripada sel endotelial
PDGF (platelet derived growth factor), bFGF (basic fibroblast
growth factor), IGF-1 (insulin growth factor-1) turut memicu
terjadi hiperplasia intima dengan mekanismenya masing-masing
b. Trombosis
Muncul beberapa bulan setelah dilakukannya operasi. Sering
diakibatkan karena faktor anatomi atau faktor teknik seperti
rendahnya aliran keluar vena, tehnik penjahitan yang tidak baik,
graft kinking, dan akhirnya disebabkan oleh stenosis pada lokasi
anastomosis. Penanganan trombosis meliputi trombektomi dan
revisi secara pembedahan. Trombosis yang diakibatkan
penggunaan bahan sintetik dapat diatasi dengan farmakoterapi
(heparin, antiplatelet agregasi), trombektomi, angioplasti dan
penanganan secara pembedahan.
c. Infeksi
Kejadian infeksi jarang terjadi. Penyebab utama ialah kuman
Staphylococcus aureus. Jika terjadi emboli septik maka fistula
harus direvisi atau dipindahkan. Infeksi pada penggunaan bahan
sintetik merupakan masalah dan sering diperlukan tindakan
bedah disertai penggunaan antibiotik. Pada awal infeksi gunakan
antibiotik spektrum luas dan lakukan kultur kuman untuk
memastikan penggunaan antibiotik yang tepat. Kadang
diperlukan eksisi graft.
d. Aneurysma
Umumnya disebabkan karena penusukan jarum berulang pada
graft. Pada A-V fistula jarang terjadi aneurysma akibat
penusukan jarum berulang tetapi oleh karena stenosis aliran
keluar vena.
e. Sindrom steal arteri
Dikatakan sindrom steal arteri jika distal dari ekstremitas

yang dilakukan A-V shunt terjadi iskemik. Hal ini disebabkan


karena perubahan aliran darah dari arteri melalui anastomosis
menuju ke vena yang memiliki resistensi yang rendah ditambah
aliran darah yang retrograde dari tangan dan lengan yang
memperberat terjadinya iskemik tersebut. Pasien dengan
iskemik ringan akan merasakan parestesi dan teraba dingan
distal dari anastomosis tetapi sensorik dan motorik tidak
terganggu. Hal ini dapat diatasi dengan terapi simptomatik.
Iskemik yang berat membutuhkan tindakan emergensi
pembedahan dan harus segera diatasi untuk menghindari cedera
saraf.
f. Hipertensi vena
Gejala yang nampak ialah pembengkakan, perubahan warna
kulit dan hiperpigmentasi. Paling sering disebabkan karena
stenosis dan obstruksi pada vena. Lama kelamaan akan terjadi
ulserasi dan nyeri. Manajemen penanganan terdiri dari koreksi
stenosis dan kadang diperlukan ligasi vena distal dari tempat
akses dialisis.
g. Gagal jantung kongestif
A-V shunt secara signifikan akan meningkatkan aliran darah
balik ke jantung. Akibatnya akan meningkatkan kerja jantung
dan cardiac output, kardiomegali dan akhirnya terjadi gagal
jantung kongestif pada beberapa pasien. Penanganannya berupa
koreksi secara operatif.
Mortalitas
Perawatan Pasca Bedah

Jadwal follow up

Angka kematian setelah tindakan A-V shunt 0%. Kematian


umumnya dikarenakan penyakit penyebabnya yaitu end stage renal
disease.
Pasca bedah penderita dapat dipulangkan. Dilakukan pembebatan
pada daerah yang di operasi. Daerah yang dilakukan A-V shunt
tidak diperkenankan untuk IV line, ditekan atau diukur tekanan
darahnya. Jahitan diangkat setelah hari ke 7
Hari ke 7, ke 14 tentang adanya aliran ( thrill )
Yang dievaluasi :
a.
klinis
b.
adanya getaran seirama denyut jantung pada daerah
yang dilakukan A-V shunt

SMF PELAYANAN BEDAH


TORAKOTOMI
DARURAT
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka rongga toraks


dengan indikasi kedaruratan bedah toraks

Kebijakan
Ruang lingkup

Indikasi Operasi

Trauma toraks serta dada asimetris, suara nafas menghilang,


dullness diisi yang sakit, vena leher tak terlihat / distensi, adanya
tanda-tanda blodd loss dan hipoksia, hipotensi, peningkatan tekanan
vena sentral, penurunan arterial pressure, suara jantung melemah/
jauh.
Dalam kaitan penegakan diagnosis dan terapi, diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait antara lain: Bedah Toraks dan
Kardiovaskular, Jantung, Anesthesiologi, Radiologi
Hematotoraks massif ( per jam > 300cc untuk pasien dewasa)
atau per jam > 5cc/ kg b.b., untuk pasien anak
Tamponade jantung
Trauma tusuk thoracic outlete.
Ruptur bronkus, esofagus, paru

Kontra Indikasi Operasi

Tidak ada

Diagnosis banding

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Foto Polos Toraks, Ekho Kardiografi, USG

Algoritma

Tehnik operasi

Torakotomi Anterolateral
Prosedur:
Pasien diposisikan dalam posisi supinasi diatas meja operasi
dengan sisi yang akan dioperasi di tinggikan 300 dari meja.
Bahu dan siku diflexikan pada sudut kanan dan lengan bawah
diikatkan pada layar anestesi, dilindungi bantalan empuk. Pelvis

di fiksasi pada posisi terotasi 300 dengan strap.


Insisi meluas dari garis tengah membentuk kurva persis
dibawah payudara sepanjang garis anterior akhir dari costa ke-5
kemudian dilanjutkan sebagai garis lurus menuju titik 25 mm
dibawah dan belakang sudut inferior dari scapula. Insisi
kemudian diperdalam hingga tampak fascia diatas muskulus
pectoralis mayor dan muskulus obliqus eksternal dianteriornya,
dan muskulus latissimus dorsi dibelakangnya. Muskulus
latissimus dorsi dipisahkan secara lengkap pada garis dari insisi
untuk menampakkan batas posteroinferior secara bebas dari
muskulus serratus anterior.
Fascia yang meluas kebelakang dari batas bebas muskulus
serratus anterior diinsisi hingga menampakkan costa yang
mandasarinya. Garis dari insisi ini dibuat paralel terhadap batas
posterior yang bebas dari muskulus serratus anterior. Muskulus
serratus anterior kemudian diangkat dengan direktrasi pada
perbatasan posterior yang bebas. Tendon-tendon (digitations)
dari muskulus serratus anterior kemudian ditampakkan dan
dipisahkan sepanjang garis menuju keatas dan depan didepan
garis tengah, hingga melepaskan perlekatan badan muskulus
dari bagian muskulus serratus anterior yang melekat dengan
costa ke-6, 7 dan 8. Insisi dilanjutkan keatas menuju costa 5.
costa tersebut harus diidentifikasikan secara akurat dengan
menghitungnya secara teliti dari atas. Identifikasi ekstra yang
baik dan cukup bermanfaat yaitu tampaknya secara jelas vena
yang terdapat pada costa diantara tendon muskulus serratus
anterior.
Dari titik ini insisi otot dilanjutkan menuju garis tengah
sepanjang batas bawah dari bagian anterior costa ke-5 dan
tulang rawan costa melalui muskulus pectoralis mayor.
Periosteum kemudian distripping dari batas bawah costa ke-5.
elevator periosteal kemudian diputar dan diposisikan di bawah
costa sehingga konkavitas dari instrumen berlawanan dengan
bagian bawah. The notched Semb stripping digunakan untuk
setengah bagian posterior. Adalah tidak biasa pada tulang rawan
costa ke-5 dan ke-6, disatukan pada jarak yang pendek pada
akhir bagian depan tulang-tulang tersebut, pada beberapa kasus
pemisahan dapat bermanfaat yaitu dengan membebaskan
perikondrium dari costa ke-5 keduanya pada bagian medial dan
lateral dari area yang disatukan.
Permukaan dalam dari periostenum dan pleura diinsisi dan
insisi ini kemudian diperluas kebelakang sejauh sudut costa dan
kedepan menuju garis tengah.
Sebuah spreader costa dimasukkan pada hubungan anterior
ketiga dan dua pertiga posterior dari insisi. Ketika celah
dilebarkan akan terlihat arteri dan vena mamaria internal di
anterior akhir dari insisi dekat dengan permukaan. Pembuluh
darh ini biasanya dapat rusak ketika spreading, dan seharusnya
diamankan pada tahap ini.
Ligasi sederhana akan tidak cukup oleh karena kesulitan dalam
hal jarak diantara pembuluh tersebut. Ligasi jahitan seharusnya

dilakukan sekeliling pembuluh darah tersebut. Dan berdekatan


dengan muskulus interkostalis di atas dan di bawah insisi.
Ligasi ini seharusnya paling tidak terpisahkan dengan jarak 1
cm; jarak ini akan aman bila selanjutnya dipotong diantaranya.
Drain tunggal cukup adekuat bila operasi yang telah dilakukan
merupakan prosedur mediastinal atau valvotomi mitral tertutup.
Dua drain adalah dianjurkan bila prosedur yang dilakukan untuk
mengeluarkan bagian paru.
Penutupan dilakukan pada tiga lapisan, menggunakan nylon
continous. Pada lapisan pertama kurang lebih anterior dua
pertiga dari costa menuju muskulus intercostalis yang ada
dibawahnya. Perbaikan insisi yang kedua yaitu pada fascia
lumbar yang menuju bawah dan depan di bagian posterior dari
insisi, kemudian serratus anterior menuju atas dan depan bagian
ketiga tengah, dan akhirnya insisi pada muskulus pectoralis
mayor pada ketiga anterior. Pada lapisan ketiga yaitu perbaikan
muskulus latissimus dorsi. Lapisan subkutaneus dan kulit
kemudian ditutup.
Komplikasi Operasi

Perdarahan, Infeksi ( empiema ), Atelektosis paru, dll.

Mortalitas

Mortalitas dari tindakan torakotomi emergency terutama justru bila


terlambat dilakukan tindakan bedah darurat yang mengancam jiwa
tersebut. Mortalitas penderita tergantung pada derajat cedera organ
intratorakal dan perdarahan yang ditimbulkannya.

Perawatan Pasca Bedah

Kontrol terhadap kemungkinan berbagai penyulit seperti : infeksi


dan perdarahan.
Kontrol terhadap kinis dan keluhan penderita seperti nyeri atau
sesak
Kontrol terhadap vital sign atas kemungkinan terjadinya nternal
bleeding dan syok.
Kontrol terhadap luka bekas operasi.

Jadwal follow up

Kontrol luka setiap hari sesuai dengan ruangan perawatan pasien


post bedah. Berguna untuk memantau proses penyembuhan dan
kewaspadaan terhadap timbulnya ini. Tetap waspada terhadap resiko
nyeri, infeksi dan perdarahan

SMF PELAYANAN BEDAH


REKONSTRUKSI
VASKULAR PERIFER
(TRAUMA)
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )
Pengertian

No. Revisi

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

Halaman
:
Tahun Terbit : 2016

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

Suatu tindakan tindakan bedah untuk menyambung / menyusun


kembali pembuluh darah yang rusak akibat suatu trauma.

Kebijakan
Ruang lingkup
Indikasi Operasi

Trauma yang mengenai pembuluh darah perifer, baik arteri ataupun


vena.
1. Lesi vaskular dengan tanda tanda hard sign
2. Perdarahan yang hebat
3. Adanya gejala sumbatan arteri ( Nyeri, nadi tak teraba, pucat,
pengisian kapiler lambat )

Kontra Indikasi Operasi

tidak ada

Diagnosis banding

tidak ada

Pemeriksaan Penunjang
Algoritma

a. USG Doppler
b. Arteriografi ( bukan pemeriksaan rutin )

Penatalaksanaan
Bila adanya trauma vaskular telah ditentukan, maka prioritas
tindakan harus segera ditentukan. Pada dasar dasarnya, makin
cepat dilakukan tindakan, semakin baik hasilnya. Algoritma tata
laksana tetap memprioritaskan tahap tahap membebaskan jalan
nafas, memastikan tidak ada gangguan dalam ventilasi. Dan
menghentikan perdarahan yang memancar ( bisa dengan klem
vaskuler ). Setelah perdarahan berhenti, barulah dilakukan tindakan
definitif. Dari beberapa buku acuan mengatakan golden periode
adalah 6 12 jam, namun hal itu adalah relatif karena semakin
cepat semakin baik.
Tehnik operasi

Komplikasi Operasi

Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme


trauma. Tehnik jahitan tak banyak berubah sejak Carrel 1907
mengemukakan cara anastomosis langsung. Adventisia harus jelas
pada ujung arteri, jahitan harus mengenai seluruh lapisan, terutama
intima harus terbawa dalam jahitan. Umumnya arteri yang kecil
sebaiknya bentuk jahitannya satu satu dan lebih disenangi bahan
jahitan seintetis yang atraumatik dan monofilamen ( prolene dan
lain lain ) dari pada sutra.
Setelah bagian proksimal dan distal dibebaskan semaksimal
mungkin dan kedua ujungnya dipotong rapi, maka dapat dilakukan
anastomosis. Tetapi penyempitan atau tegangan harus dicegah.
Untuk ini dapat dilakukan penambahan atau graft dengan vena
autogen. Pada umumnya digunakan vena safena yang diambil dari
sisi yang tidak sakit supaya tidak mengganggu gerak ekstremitas
yang bersangkutan. Letak vena ini harus dibalik dengan lumen yang
sama atau lebih besar sedikit dari arterinya. Kalau terpaksa sekali
dapat dipakai dacron, dengan melakukan preclotting lebih dulu.
Bila ada kerusakan vena bersama dengan arteri, seharusnya
dilakukan penyambungan vena lebih dulu setelah mengeluarkan
trombus yang terjadi terutama pada vena utama. Vena yang kecil
bisa diikat saja. Bila edema mengganggu aliran darah di
ekstremitas, maka fasiotomi sebaiknya dipertimbangkan
Komplikasi trauma vaskuler dapat terjadi segera setelah dilakukan
perbaikan lesi pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu
tanpa tindakan yang adekuat.
Macam komplikasi tersebut :
1. Trombosis
2. Infeksi
3. Stenosis
4. Fistula arteri vena
5. Aneurisma palsu
Trombosis,infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat
terjadi segera pasca operasi, sedangkan fistula arteri vena dan
aneurisma palsu merupakan komplikasi lama.
Trombosis :
Trombosis akut pasca rekonstruksi vaskuler adalah komplikasi yang
paling sering terjadi, tetapi, bila dilakukan koreksi segera dapat
memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa hal hal dalam
operasi yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis.

debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan


sisa sisa dinding arteri, dimana platelet dan trombin dapt
lengket dan menyebabkan trombosis.
Pada graft yang terpelintir dengan mudah dapat terjadi
trombosis.
Trombosis dapat terjadi akibat tarikan yang terlalu
berlebihan pada anastomosis.
Kesalahan teknik operasi dengan membuat jahitan ahitan
pada anastomosis seperti jahitan kantong tembakau.
Terjadinya stenosis berat pada jahitan. Dalam hal ini untuk
menghindarinya dapat digunakan penutupan lesi arteri itu
dengan tambahan ( patching ) memakai vena autogen.
Bahaya dari terjadinya trombosis dengan sumbatan total arteri lebih
dart 6 jam akan menyebabkan iskemia dan kematian otot dan saraf
yang akan diganti oleh jaringan ikat, sehingga terjadi kontraktur,
misalnya Volkmann Ischemic contracture.
Infeksi
Penanganan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada
rekonstruksi trauma vaskuler dapat menyebabkan perdarahan hebat
dan sukar untuk diatasi. Pencegahan lebih baik daripada
pengobatan. Karena itu diagnosis trauma vaskuler harus cepat
ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka
yang adekuat , dan kesinambungan pembuluh vaskuler harus
secepat mungkin diusahakan dan pemberian nutrisi secara sistemik,
kesemuanya ini membantu pencegahan terhadap infeksi. Pada
kecelakaan dengan luka kontaminasi, maka semua benda asing
sedapat mungkin dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan
larutan antibiotik.
Operasi ulang tidak boleh dilakukan didaerah yang terkena infeksi.
Tidak saja karena tindakan koreksi ulang ini akan memberi
kegagalan langsung, tetapi juga berbahaya untuk kelangsungan
hidup si penderita karena septikemi atau eksanguasi. Beberapa hal
yang dapat dilakukan di daerah infeksi ini adalah debridement,
transposisi flap otot, membasahi daerah infeksi dengan larutan
antiseptik secara teratur ratur dan terus menerus serta pemberian
antibiotika yang adekuat.
stenosis
Penyebab terjadinya stenose ( penyempitan ) :
a) Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang
ditarik terlampau ketat atau pada koreksi dengan jahitan
lateral, tapi bahan dinding pembuluh darah tidak cukup.
Dapat juga terjadi karena tertinggalnya sisa pembuluh darah
yang rusak. Bila lesi arteri tidak diperbaiki dengan sempurna
dapat terjadi iskemia relatif pada otot yang akhirnya
mengakibatkan suatu klaudikasio intermiten.
a) Hiperplasia lapisan intima terjadi dijahitan anastomosis
setelah beberapa minggu atau bulan. Inn dapat dikoreksi
dengan graft interposisi vena autogen.
Fistula arteri vena

Fistula arteri vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu
kelainan bawaan. Biasanya fistula arteri vena traumatik disebabkan
oleh cedera luka tembus yang mengenai arteri dan vena yang
berdekatan sehingga darah dapat langsung mengalir arteri ke vena.
Biarpun jarang, namun kelainan ini dapat pula terbentuk pada
tindakan operasi yang kurang cermat didaerah yang kaya pembuluh
darah.
Akibat dari fistula arteri vena ini maka darah dari arteri yang
melalui pintasan vena selanjutnya diteruskan ke jantung, hal ini
akan menyebabkan menurunnya resistensi pembuluh darah perifer,
tekanan diastole akan menurun dan denyut jantung akan bertambah
cepat. Hal ini jika berlangsung lama akan menyebabkan payah
jantung karena curahnya yang bertambah.
Diagnosis fistula arteri vena tidak begitu sukar ditegakkan. Riwayat
trauma tajam yang jelas disertai getaran dan perabaan dan pada
auskultasi terdengar bising seperti bunyi mesin, semuanya ini
menunjukkan adanya fistula antara pembuluh arteri dan vena. Tanda
lain yang mungkin timbul sebelah
distal dari fistula adalah klaudikasio intermiten, edema dan
pelebaran vena yang berkelok kelok dan disertai warna kulit yang
agak kebiruan.
Angiografi dapat dipakai untuk menentukan lokasi pintasan yang
akan dikoreksi. Koreksi disini adalah melakukan jerat sementara
pada arteri dan vena yang terlibat, sebelum fistulanya di eksisi.
A neurisma palsu
Penyebab dari anaeunisma palsu ini adalah luka tembus yang
mengenai ketiga lapisan dinding pembuluh arteri secara
menyamping ( tangential ). Biasanya disebabkan karena jarum atau
kateter.
Aneurisma traumatik dapat terbentuk di daerah yang anatomis
mengandung banyak jaringan ikat dan bersekat, yang dapat
mendapatkan tamponade terhadap hematoma. Kemudian dengan
tumbuhnya lapisan endotel baru yang berasal dari pinggir luka lesi
vaskuler, maka terbentuklah rongga aneurisma palsu.
Ciri cirinya adalah adanya benjolan yang berdenyut merupakan
tanda paling nyata dari aneurisma
palsu. Ada riwayat trauma tembus. Batas tidak begitu tegas karena
benjolan ini terlatak dibawah fasia yang kuat. Biasanya teraba
getaran sistolik pada seluruh benjolan ini yang kadang disangka
abses atau neoplasma.
Koreksi dari aneurisma palsu ini adalah dengan mengikat sementara
arteri sebelah proksimal dan distal dari aneurisma ini.
Mortalitas

Tergantung beratnya lesi dan perdarahan yang terjadi

Perawatan Pasca Bedah

Perawatan pasca operasi yang penting adalah pemantauan bagian


distal dari ekstremitas yang terluka. Pemantauan tersebut meliputi
pemantauan temperatur kulit hangat atau tidak, warnanya merah
atau tidak dan juga memeriksa capilary refill time. Dalam hal ini
yang terpenting adalah pemantauan pulsasi bagian distal

ekstremitas. Pulsasi ini tidak langsung muncul sesaat setelah operasi


diakibatkan karena masih adanya reflek spasme dari pembuluh
darah.
Selain itu juga dipantau jahitan setelah operasi apakah timbul
perdarahan yang menyebabkan hematom atau tidak, apakah terjadi
infeksi atau tidak.
Penggunaan heparin tidak rutin digunakan, selain tidak memberikan
keuntungan terhadap perbaikan pasca
operasi, juga akan menyebabkan timbulnya komplikasi perdarahan.
Penggunaan Low Molecular Weight Dextran memberikan hasil
yang baik terhadap penyembuhan reparasi pembuluh darah vena.
Pemberian aspirin atau antiplatelet lain juga diperlukan sesaat
setelah operasi selesai.
Jadwal follow up

a. Pemeriksaan fisik terhadap tanda tanda kegagalan


anastomosis
b. Pemeriksaan tambahan dengan USG Doppler, Arteriografi,
MSCT

SMF PELAYANAN BEDAH


EMBOLEKTOMI /
TROMBEKTOMI
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Suatu tindakan bedah untuk mengeluarkan embolus thrombus dari


arteri atau vena yang tersumbat melalui suatu arteriotomi atau
venotomi.

Kebijakan
Ruang lingkup

Sumbatan akut arteri pada ekstremitas bernanifestasi sebagai gejalagejala iskemi yang timbulnya mendadak , meliputi 6 P : pain, palor,
parestia, poikilotermi, pulselesness, paralysis. Lokasi paling sering
adalah cabang arteri femoralis. Pada pemeriksaan terabanya denyut
nadi femoral yang bersifat water hammer yaitu hilangnya
denyut didaerah distal.

Indikasi Operasi

Bila pengobatan secara konservatif tidak efektif dalam


memperbaiki sirkulasi dalam waktu 6 12 jam sesudah terjadi
sumbatan.

Kontra Indikasi Operasi

Tidak ada

Diagnosis banding untuk


hemangioma

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Doppler, USG,- Doppler, arteriografi

Tehnik operasi

Persiapan penderita dan lapangan operasi


1. Embolektomi / trombektomi arteri.
2. Pada femoral arteriomi, kateter forgathy dimasukkan 20 cm
kearah aorta abdominalis, 45 cm ke bawah ke popliteal
bifurkasio dan 65 70 cm ke ankle.
3. Berguna untuk mengetahui lokasi lesi yang oklusi. Balon
dikembangkan setelah melampau trombus
kemudian
dikembangkan dan diekstradisi.
Kesukaran pada embolektomi :
1. Biasanya pasien sudah berusia lanjut dan disertai kelainan yang
gawat atau aterosklerosis yang diinfus
2. Trauma oleh kateter forgathy itu sendiri. Kontrol yang terbaik
adalah arteriografi intraoperatif
3. Waktu terbaik adalah < 12 jam tetapi sering kita temui > 24 jam

4. Jangan memakai balutan terlampau ketat karena bisa terjadi


retrombosis
Komplikasi Operasi

Perdarahan, re-emboli, infeksi

Mortalitas

Karena komplikasi penyakit penyerta

Perawatan Pasca Bedah

Kontrol terhadap kemungkinan berbagai penyulit seperti : infeksi


dan perdarahan, re emboli
Kontrol terhadap luka bekas operasi
Selain pemantauan AVN distal, saturasi dapat dilakukan USG
doppler atau angiografi ( menilai patensi / run off )

Jadwal follow up

SMF PELAYANAN BEDAH


FIKSASI INTERNAL IGA
( KLIPING KOSTA )
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Suatu tindakan kuratif dengan cara menyatukan bagian iga yang


patah melalui proses pembedahan

Kebijakan
Ruang lingkup

Suatu diskontinuitas / patahnya tulang iga karena beragai sebab


seperti trauma yang mengakibatkan terjadinya keluha penderita dan
terganggunya proses pernafasan yang adekuat.

Indikasi Operasi

Bila tulang iga mengalami patah maka akan timbul nyeri terutama
bila saat bernapas. Hal ini diikuti dengan terbatasnya daya inspirasi
sehingga proses pernapasan menjadi tidak adekuat. Fiksasi iga akan
memperbaiki kondisi ini.
Patahnya tulang iga juga dapat diwaspadai dngan kemungkinan
timbulnya kerusakan pada organ bagian dalam yang dilindungi
tulang iga.

Kontra Indikasi Operasi

Terdapat penyulit lain yang belum ditangani seperti: pneumothoraks


ventil
Diagnosis belum dikonfirmasi dengan foto X-ray.
Nyeri psikosomatis penderita
Contusio muskular

Diagnosis banding
Pemeriksaan Penunjang
Tehnik operasi

X Ray foto
Computed Tomografi Scan
a. Persiapan penderita dan lapangan operasi serta posisi penderita
b. Buat insisi pada daerah tulang iga yang akan dilakukan fiksasi /
diatas garis fraktur
c. Pisahkan fascia dan otot lapis demi lapis sehingga tampak tulang
iga dengan warna putih, hindari cidera neurovaskular
d. Periosteal tetap melekat pada iga
e. Bebaskan iga dari costal bed dengan doyen
f. Hindari robeknya pleura parietalis
g. Bending SHAPP clip dengan knogle tang, sesuaikan dengan
bentuk lengkung iga
h. Pasang SHAPP clip dengan tang atau wire
i. Bila pleura terbuka perlu dipasang Water Sealed Draenage,

bila pleura tidak terbuka hanya dipasang drain vakum yang


diletkkan dibawah iga, di atas pleura parietalis
j. Tutup Otot. Tutup kulit
Mortalitas

Mortalitas dari fiksasi internal iga relatif kecil. Mortalitas penderita


tergantung adanya multiple organ trauma dan perdarahan yang
ditimbulkannya.

Perawatan Pasca Bedah

Kontrol terhadap kemungkinan berbagai penyulit seperti : infeksi


dan perdarahan.
Kontrol terhadap kinis dan keluhan penderita seperti nyeri atau
sesak
Kontrol terhadap vital sign atas kemungkinan terjadinya nternal
bleeding dan syok.
Kontrol terhadap luka bekas operasi.
Kontrol luka tiap 3 hari untuk memantau proses penyembuhan dan
kewaspadaan terhadap timbulnya infeksi. 1 minggu Pasca Bedah
Bedah penderita kontrol kembali untuk angkat jahitan. Tetap
waspada terhadap resiko nyeri, infeksi dan perdarahan.

Jadwal follow up

SMF PELAYANAN BEDAH


EKSISI
PSEUDOANEURISMA
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Suatu tindakan pembedahan repair dengan cara eksisi kelainan


pseudoaneurisma atau aneurisma palsu. Definisi aneurisma palsu
yaitu aneurisma yang tidak lengkap strukturnya dapat akibat
disrupsi dinding pembuluh darah atau tempat anastomosis antara
graft dan pembuluh darah, terdiri dari darah atau hematoima yang
berdenyut dilapisi jaringan. Penyebab aneurisma palsu adalah luka
tembus yang menusuk ketiga lapisan dinding pembuluh darah arteri
secara menyamping (tangensial). Kadang-kadang disebabkan oleh
kesalahan prosedur diagnostik atau terapi, yaitu kerusakan dinding
arteri disebabkan oleh jarum atau kateter. Atau kecelakaan pada
waktu operasi hernia nucleus pulposus dan fraktur ganda pada
tulang pada kecelakaan lalu lintas. Biarpun jarang trauma tumpul
juga dapat menyebabkan terjadinya aneurisma palsu.

Kebijakan
Ruang lingkup

Kelainan bentuk pembuluh darah suatu aneurisma yang terbentuk


tanpa dinding arteri secara utuh. Terlokalisasi suatu hematoma
dikelilingi jaringan, sedang dindingnya terdiri dari jaringan fibrus.
Dalam kaitan penegakan diagnosis dan terapi, diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait antara lain: Bedah Toraks dan
KardioVaskular dan Radiologi(ultrasonografi).

Indikasi Operasi

Rekonstruksi fungsional dan kosmetik

Kontra Indikasi Operasi

Tidak ada

Diagnosis banding

Tumor

Pemeriksaan Penunjang

USG - Doppler

Tehnik operasi

Buat tanda tanda diatas pseudoaneurisma, lakukan insisi kulit di


proksimal dan distal letak pseudoaneurisma, cari arteri dan
diamankan dengan pita digantol. Lakukan insisi kulit sesuai dengan
tanda jaringan subkutan dibuka sehingga tampak malformasi
pseudoaneurisma dengan jelas. Kemudian dilakukan evakuasi
hematoma dan cari sumber lokasi ruptur dari arteri dan lakukan

Komplikasi Operasi

rekonstruksi dengan optimal. Setelah dilakukan eksisi, tutup


kembali luka insisi, extremitas kemudian dilakukan bebat tekan
sampai 10 menit untuk mengurangi perdarahan dan hematoma.
Kemudian luka tutup kembali.
Komplikasi operasi secara umum adalah Perdarahan, infeksi,
lambatnya penyembuhan luka eksisi pseudoaneurisma, kerusakan
jaringan akibat eksisi. Secara waktu, komplikasi yang dini pasca
bedah ialah perdarahan, sedangkan komplikasi yang terjadinya
lambat ialah dapat kemudian terbentuknya hematoma baru serta
infeksi yang merupakan komplikasi secara umum. Adapun
komplikasi infeksi, sering terjadi pada sayatan dilipat paha, infeksi
berat bisa terjadi pada bekas saluran stripper, edema tungkai juga
dapat terjadi, untuk mencegah dianjurkan menggunakan kaos kaki
elastis selama 2 bulan pasca bedah. Kerusakan saraf kulit ( n.
Safena atau n. Suralis ), Limfokel, juga Deep Vein Thrombosis.

Mortalitas

Tidak didapatkan data angka mortalitas pasca tindakan eksisi


pseudoaneurisma.

Perawatan Pasca Bedah

Kontrol terhadap kemungkinan berbagi penyulit seperti : infeksi dan


perdarahan. Kontrol terhadap klinis dan keluhan penderita seperti
nyeri atau sesak. Kontrol terhadap vital sign atas kemungkinan
terjadi internal bleeding dan syok. Kontrol terhadap luka bekas
operasi.
Penderita Pascabedah eksisi pseudoaneurisma., dirawat diruangan
dengan unit perawat pasien bedah vaskuler, dilakukan observasi
kemungkinan terjadinya komplikasi dini pada penderita seperti
perdarahan dan pencegahan infeksi.
Dipasang elastic bandage dari distal ke proksial, dengan arah luar
kedalam.24 jam pertama penderita tidak boleh jalan kaki dalam
kedudukan elevasi. 48 jam kemudian setelah bebat dibuka dan luka
baik, bebat dipasang dan penderita dapat berjalan pelan pelan dan
kemudian pulang dengan memakai elastik bandage sampai 2
minggu.

Jadwal follow up

Kontrol luka setiap hari sesuai dengan ruangan perawatan pasien


post bedah. Berguna untuk memantau proses penyembuhan dan
kewaspadaan trhadap timbulnya infeksi. Tetap waspada terhadap
risiko nyeri, infeksi dan perdarahan. 1 minggu Pasca Bedah
penderita kontrol kembali untuk angkat jahitan. Tetap waspada
terhadap resiko nyeri, infeksi dan perdarahan

SMF PELAYANAN BEDAH


EKSISI
TELEANGIEKTASIS
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Suatu tindakan pembedahan dengan cara eksisi teleangiektasis.


Definisi teleangiektasis yaitu pelebaran venula-venula dengan
diameter 1 mm.

Kebijakan
Ruang lingkup

Indikasi Operasi
Kontra Indikasi Operasi

Diagnosis banding

Kelainan bentuk pembuluh darah suatu telangiektasis yang


terbentuk pelebaran venula-venula. Adapun gejala: rasa terbakar,
rasa bengkak, rasa nyeri, rasa berdenyut, kejang dimalam hari, rasa
lelah terutama dilokasi lesi. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan
terapi, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait antara lain:
Bedah Toraks Kardiovaskular dan Radiologi.
Teleangiektasis dengan pertimbangan fungsi dan kosmetik.
a. Teleangiektasis yang menyertai insufisiensi kronis vena dalam.
Dimana sebetulnya keluhan penderita lebih diakibatkan karena
insufisiensi tersebut daripada teleangiektasis itu sendiri.
b. Teleangiektasis yang menyertai beberapa kondisi kronis yang
sebetulnya mendasari keluhan penderita seperti : artritis
degeneratif, penyakit arteri oklusif, sindroma neurogenik,
lymphedema, gagal jantung kongestif dan obesitas.
Tumor jaringan lunak, limfangioma, tumor pembuluh darah yang
lain (hemangioma)

Pemeriksaan Penunjang

- USG Doppler
- Arteriografi

Tehnik operasi

Buat tanda-tanda di atas teleangiektasis dengan "Marking Pencil".


Lakukan incisi kulit sesuai dengan marker yang telah dibuat.
Jaringan subkutan dibuka sehingga tampak malformasi pembuluh
darah kapiler atau teleangiektasis dengan jelas. Kemudian diligasi
dan dipotong dimana sebelumnya pembuluh darah sudah
dikosongkan. Dilakukan eksisi teleangiektasis. Setelah dilakukan
eksisi, tutup kembali luka insisi, extremitas kemudian ditekan
sampai 10 menit untuk mengurangi perdarahan dan hematoma.
Kemudian luka ditutup kembali.

Komplikasi Operasi

Komplikasi operasi secara umum adalah Perdarahan, infeksi,


lambatnya penyembuhan luka eksisi telangiektasis, kerusakan
jaringan akibat eksisi. Secara waktu, komplikasi yang dini pasca
bedah ialah perdarahan, sedangkan komplikasi yang terjadinya
lambat ialah dapat kemudian terbentuknya pelebaran baru serta
infeksi yang merupakan komplikasi secara umum. Adapun
komplikasi infeksi, sering terjadi pada sayatan dilipat paha, infeksi
berat bisa terjadi pada bekas saluran stripper, edema tungkai juga
dapat terjadi, untuk mencegah dianjurkan menggunakan kaos kaki
elastis selama 2 bulan pasca bedah. Kerusakan saraf kulit (n. Safena
atau n. Suralis), Limfokel, juga Deep Ven Thrombosis.

Mortalitas

Tidak didapatkan data angka mortalitas pasca tindakan eksisi


telangiektasis.
Kontrol terhadap kemungkinan berbagai penyuht seperti: infeksi
dan perdarahan. Kontrol terhadap klinis dan keluhan penderita
seperti nyeri atau sesak. Kontrol terhadap vital sign atas
kemungkinan terjadi internal bleeding dan syok. Kontrol terhadap
luka bekas operasi
Penderita pascabedah eksisi teleangiektasis, dirawat diruangan
dengan unit perawatan pasien bedah vaskuler, dilakukan observasi
kemungkinan terjadinya komplikasi dini pada penderita seperti
perdarahan dan pencegahan infeksi.
Dipasang elastic bandage dari distal ke proksimal, dengan arah luar
kedalam. 24 jam pertama penderita tidak boleh jalan kaki dalam
kedudukan elevasi. 48 jam kemudian setelah bebat dibuka dan luka
baik, bebat dipasang dan penderita dapat berjalan pelan-pelan dan
kemudian pulang dengan memakai elastik bandage sampai 2
minggu.

Perawatan Pasca Bedah

Jadwal follow up

Kontrol luka setiap hari sesuai dengan ruangan perawatan pasien


post bedah. Berguna untuk memantau proses penyembuhan dan
kewaspadaan terhadap timbulnya infeksi. Tetap waspada terhadap
resiko nyeri, infeksi dan perdarahan. 1 minggu Pasca Bedah
penderita kontrol kembali untuk angkat jahitan. Tetap waspada
terhadap resiko nyeri, infeksi dan perdarahan

SMF PELAYANAN BEDAH


DEBRIDEMENT DAN
AMPUTASI EKTRIMITAS
KARENA GANGRENE
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )
Pengertian

No. Revisi

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

Halaman
:
Tahun Terbit : 2016

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

Kaki diabetes gangrene merupakan salah satu komplikasi dari


penyakit vascular akibat penyakit diabetes.

Kebijakan
Ruang lingkup

Diagnosis diabetes tidak sukar untuk ditegakkan. Sebaiknya


dibiasakan mencari tanda tanda kelainan vaskuler pada pasien
diabetes, seperti mengecilnya atau menghilangnya pulsasi perifer.
Osteomyelitis tulang metatarsal atau tulang tulang kaki yang lain
akan terlihat pada pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan Doppler
Ultrasound akan menjelaskan kelainan hemodinamik dan
vaskularisasi setempat, sedangkan arteriografi menggambarkan
secara rinci lokasi, kelainan dan kolateral dari sistem arteri, yang
diperlukan untuk menentukan jenis operasi dan prognosisnya
biasanya berbeda untuk setiap pasien diabetik.

Indikasi Operasi

Tindakan bedah akut diperlukan pada ulkus dengan infeksi berat


yang disertai selulitis luas, limfangitis, nekrosis jaringan dan nanah.
Debridemen dan drainase darah yang terinfeksi sebaiknya dilakukan
di kamar operasi dan secepat mungkin. Debridemen harus tetap
dilaksanakan biarpun keadaan vascular masih belum optimal.
Adanya penyakit dasar yang masih aktif dalam hal ini adalah
diabetes militus yang tidak terkontrol merupakan knraindikasi
dilakukannya operasi amputasi. Kemudian adanya infeksi yang
masih aktif pada kaki gangrene tersebut.
Gangrene karena sebab yang lain

Kontra Indikasi Operasi

Diagnosis banding
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk kasus oklusi arteri dan gangren


diantaranya pemeriksaan laboratorium, dopler Ultrasound blood
flow director, Arteriografi, magnetic Resonance Agiography

Algoritma

Tehnik operasi

Komplikasi Operasi

Tindakan bedah akut diperlukan pada ulkus dengan infeksi berat


yang diserti selulitis luas, limfangitis, nekrosis jaringan dan nanah.
Debridemen dan drainase daerah yang terinfeksi sebaiknya di
lakukan di kamar operasi dan dilakukan secepat mukin. Biasanya
diperlukan beberapa insisi untuk mencapai drainase yang adekuat.
Debridemen harus tetap dilakukan biarpun keadaan vascular masih
belum optimal. Baru setelah jelas batas antara jaringan sehat dan
jaringan mati, kita melakukan nekrotomi, membuang semua
jaringan mati termasuk amputasi jari, bila diperlukan. Tapi selalu
diingat untuk mempertahankan jaringan sehat sebanyak mungkin.
Hasil akhir pengelolaan kaki diabetes ini ditentukan oleh lokasi
ulkus, luasnya infeksi, kontrol gula darah dan cukup atau tidaknya
sirkulasi vaskuler. Lingkungan yang lembab disekitar ulkus akan
merangsang penyembuhan. Kelembaban
( kompres ) ini
dipertahankan dengan mengganti kain kasa pembalut 3 4 kali
sehari. Cairan yang dipakai sebaiknya cairan isotonik, dan hanya
bila korengnya sangat kotor, penuh nanah jaringan mati dicoba
dengan merendam kaki tersebut dengan larutan betadine. Ulkus
yang mulai membaik dilakukan nekrotomi dan bila sudah terlihat
jaringan granulasi dapat dilakukan skin graft.
Bila terjadi peradangan yang tidak dapat diatasi dan ada tanda
tanda penyebaran yang sangat cepat, maka amputasi harus
dipertimbangkan dengan segera dan jangan ditunggu sampai
terlambat. Biasanya dalam waktu 24 48 jam sudah terlihat jelas
perjalanan penyakit tersebut. Pertahanan badan daerah sendi tumit
lebih kurang terhadap peradangan dan akan terlihat penyebaran
yang cepat yang dapat mengakibatkan septikemi. Seringkali
amputasi harus dikerjakan setinggi paha untuk menghentikan
peradangan berlanjut yang kadang kadang bersifat life saving.
Tindakan amputasi dapat dilakukan setinggi above knee, below
knee, syme amputation, transmetatarsal
Tindakan debridement berupa eksisi atau nekrotomi
.
Komplikasi operasi meliputi
Residen lmb ischemia merupakan komplikasi yang jarang namun
jika terkena akan mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi.

Trauma dari residal limb dapat disebabkan oleh karena cara jalan
yang belum biasa sehingga kemungkinan pasien dapat terjatuh
mengakibatkan fraktur terutama pada residual limb.
Hematoma
Tromboembolisme dapat terjadi karena amputasi merupakan faktor
resko ntk terjadinya Deep Vein. Trombosis hal ini disebabkan oleh
karena mobilisasi yang terlalu lama pasca operasi, penyakit dasar
yang tidak diobati, dan meligasi vena pada saat operasi bisa
mengakibatkan stagnasi dan aliran darah.
Mortalitas

Kurang dari 1 %

Perawatan Pasca Bedah

Setelah operasi meliputi :


Residual limb ischemia merupakan komplikasi yang jarang namun
jika terkena akan mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi.
Trauma dari residual
Setelah operasi, pada luka bekas operasi cliberikan kasa steril
setengah basah oleh NaCl dan dilepas setelah 3 5 hari, biasanya
dilakukan di dalam ruang operasi. Dilakukan pemasangan drain dan
jaringan nekrotik yang tersisa dapat dilakukan nekrotomi. Karena
pasien pasien ini pada dasarnya masih mempunyai masalah pada
dirinya neuropathy dan ischemia - maka pasien ini beresiko
untuk mengalami kerusakan jarrigan yang lebih parch. Penyakit
dasar dari pasiem harus diobati pula. infeksi dapat diatasi dengan
pemberian antibiotik sesuai dengan tingkat resistensinya.

Jadwal follow up

Follow up pasien pasca amputasi adalah melakukan rehabilitasi


(fisioterapi, konseling) dan pemasangan prostese. Pada pasien yang
muda biasanya dilakukan tempi yang lebih agresif sehingga
mempercepat kesembuhan dan dapat bekerja seperti dahulu kala
meskipun dengan menggunakan alat bantu. Pada orang dengan
lebih tua biasanya memerlukan waktu rehabilitasi yang lebih lama
oleh karena resiko terkena infeksi sangat besar yang diakibatkan
oleh menurunnya daya penyembuhan luka. Pada waktu follow up
juga harus diperhatikan keadaan tertentu yang mengakinbatkan
pasien menjadi terhambat dalam melakukan rehabilitasi, keadaan
keadaan seperti adanya penyakit jantung, diabetes melitus harus
menjadi perhatian.
Jika pasien menghendaki dapat dipasang prostese sehingga fungsi
tubuh pasien dapat mendekati normal dan menambah rasa percaya
diri.
Pasien sebelum meninggalkan rumah sakit hendaknya diberi
pengarahan mengenai jadwal follow up, cara merawat bekas
amputasi terutama dalam hal kebersihan.
Jadwal follow-up :
Tahun ke 1 : tiap 6 bulan
Tahun ke 2: tiap I tahun
Tahun ke 3-4 : Tahun ke 5: -

Yang dievaluasi :
a. Kemampuan pasien dalam melakuka aktivitas
dengan bagian yang teramputasi
b. Pengkerutan dari sisa amputasi

sehari hari

SMF PELAYANAN BEDAH


EKSISI HEMANGIOMA
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Eksisi Hemangioma merupakan prosedur pembedahan untuk


mengambil hemangioma pembuluh darah yang biasanya terlentak
di kulit. pembedahan meliputi pengambilan hemangioma dengan
meminimalisasi efek samping fisik berupa jaringan parut dan efek
psikologi yang timbul.

Kebijakan
Ruang lingkup

Indikasi Operasi

Hemangioma merupakan hemangioma pembuluh darah. Sekitar


30% timbul pada saat lahir, sisanya timbul sekitar beberapa minggu
pasca lahir. Biasanya berupa titik berwarna pucat dengan batas
tegas, dan semakin jelas apabila bayi menangis. Bentuk
hemangioma sangat sangat bervariasi, mulai dari yang berbentuk
datar, kemerahan yang dikenal sebagai hemangioma superficial,
sampai dengan bentuk hemangioma yang terletak dilapisan dalam
kulit dan berwarna biru yang dikenal sebagai hemangioma
profunda. Selama usia 6 18 bulan, hemangioma mengalami
pertumbuhan ukuran yang pesat, hal ini disebabkan karena
pembelahan abnormal sel sel. Bentuk akhir hemangioma sangat
bervariasi. Hampir semua hemangioma, membutuhkan waktu
lambat dan panjang untuk menyelesaikan proses involusi. Proses ini
terjadi setelah proses proliferasi. Tanda awal proses involusi adalah
warna merah tumor yang semakin dalam, permukaan tumor tampak
abu abu, dan timbulnya titik putih. Pada umumnya, 50% dari
semua hemangioma menyelesaikan tahap involusi pada umur 5
tahun, dan 50% - 75% sisanya selesai umur 7 tahun.
1. Pertumbuhan tumor mengancam nyawa
2. Pertumbuhan tumor menimbulkan masalah medis atau
psikososial
3. Tumor yang mengalami ulserasi

Kontra Indikasi Operasi

Perlu dipertimbangkan apabila letak kelainan pada organ vital.

Diagnosis banding

Lymphangioma, AV malformasi

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium darah lengkap


2. Radiografi
3. CT Scan

4. MRI
5. Angiografi
6. Biopsi
Algoritma

Tehnik operasi

Lakukan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi lalu berikan


anestesi lokal jika hemangioma tidak terlalu besar. Anestesi
dilakukan blok atau infiltrasi. Jika hemangioma tidak terlalu besar
maka eksisi dilakukan secara lentikular atau bentuk seperti
lensa/elips dengan sumbu panjang searah dengan arah ketegangan
kulit sehingga akan menghasilkan jaringan parut yang minimal
berupa garis lurus. Angkat semua jaringan vaskular yang abnormal.
Hentikan perdarahan yang terjadi baik dengan ligasi ataupun
diatermi. Tutup luka operasi lapis demi lapis. Pada hemangima
yang luas mungkin diperlukan angiografi untuk mengetahui detil
vaskular yang memperdarahi lesi tersebut dan juga tehnik
embolisasi untuk memblok pembuluh darah tersebut. Kemudian
dilanjutkan pengangkatan seluruh lesi vaskular abnormal tersebut.

Komplikasi Operasi

Komplikasi tersering adalah perdarahan durante operasi. Hal ini


dapat diatasi dengan penggunaan thermoscapels (scapel dengan
tenaga panas listrik) atau diatermi/elektrokoagulan.
Angka morbiditas dan mortalitas pasca pembedahan hampir
mendekati nol, hal ini disebabkan oleh adanya tehnik pembedahan
yang baru dan instrumen pembedahan yang mencegah perdarahan
intra operatif.

Mortalitas

Perawatan Pasca Bedah

Pasca operasi, tempat dimana dilakukan pembedahan, ditutup


secara steril, dan rawat luka dang anti penutup luka secara rutin.
Penderita melakukan level aktifitas minimal. Tujuan perawatan ini
untuk mencegah hematoma pasca operasi.

Jadwal follow up

Penilaian penanganan lebih lanjut dari pemulihan gejala dan

kejadian berulang dari hemangioma sangat diperlukan


Yang dievaluasi : Gejala Klinis
Pertumbuhan Tumor

SMF PELAYANAN BEDAH


PERAWATAN TRAUMA
TORAKS KONSERVATIF
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Suatu tindakan perawatan trauma toraks tanpa disertai pembedahan

Kebijakan
Ruang lingkup

Trauma toraks ialah trauma yang mengenai dinding dada, baik


trauma tajam maupun tumpul. Trauma ini dapat menyebabkan
hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Perawatan trauma toraks
konservatif dilakukan berdasarkan patofisiologi dari ketiga hal
tersebut.

Indikasi Operasi

Trauma toraks tanpa disertai ancaman kematian


Jika fasilitas sarana dan prasarana tidak memadai.

Kontra Indikasi Operasi

Tidak ada

Diagnosis banding

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks serial, analisa gas darah

Algoritma

1. Pneumotoraks kurang dari 30% atau hematotoraks ringan

(300cc) terapi konservatif, observasi


2. Pneumotoraks lebih dari 30% atau hematotoraks sedang (300-

800cc) drainase cavum pleura dengan WSD


3. Pneumotoraks residif lebih dari dua kali, pertimbangkan
torakotomi
4. Hematotoraks masif (lebih dari 800cc atau 5cc/ kg per jam)
torakotomi
5. Fraktur iga segmental dan multiple tanpa distress napas
konservatif
Tehnik operasi

Tidak ada

Komplikasi Operasi

Tidak ada

Mortalitas

Kurang dari 2%

Teknik perawatan konservatif

Berdasarkan pedoman dari Advanced Traumatic Life Support yaitu:


Airway maintenance with cervical spine control
Breathing and ventilation
Circulation and hemorrhage control
Disability; neurologic status
Exposure/ environtmental primary survey
Monitoring terhadap tanda-tanda distress napas berupa peningkatan
frekuensi napas lebih dari 25 kali permenit dengan tidal volume
kurang dari 4 ml/kg.
Dalam 24 jam pertama dilakukan pemeriksaan foto toraks serial per
enam jam untuk mengetahui secara dini terjadinya pneumotoraks,
hematotoraks, kontusio paru atau fraktur costa.
Pada kasus dengan pneumotoraks dan atau hematotoraks dilakukan
pemasangan chest tube yang disambungkan ke WSD. Dianjurkan
dengan sistem continuous suction unit. Pada pneumotoraks terbuka
(open pneumothorax) dipasang plester 3 sisi agar udara tidak bisa
inspirasi masuk rongga pleura tapi udara tekanan tinggi bisa keluar
sehingga tension pneumothorax tidak terjadi tidal.
Pada tension pneumotoraks dilakukan penusukan langsung
menggunakan trokar atau jarum suntik terbesar yang ada diatas iga
pada ICS 2 midclavicular line sisi yang terkena. Kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan chest tube setinggi putting susu
pada anterior midaxillaris sisi yang terkena.
Pada kasus dengan kontusio paru, perawatan dengan
mempertahankan oksigenisasi yang baik, menjaga kebersihan paru
yang adekuat, pemberian cairan kristaloid yang sesuai kebutuhan.
Pada pasien yang tidak berespon dilakukan intubasi dan
pemasangan ventilasi mekanik.

Jadwal follow up

Klinik, komplikasi yang terjadi 0-30 hari

SMF PELAYANAN BEDAH


RESEKSI/ EKSISI
ANEURISMA PERIFER
No. Dokumen :

RSUD S.K LERIK


KUPANG

Jl. Timor Raya No. 134


Pasir Panjang
Kupang

No. Revisi

Halaman

Disahkan oleh :
Direktur RSUD Kota
Kupang

dr. Marsiana Y. Halek


Pembina Tk.I(IV/b)
NIP. 19770712 2001 12 2
003

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )

Tahun Terbit : 2016

Pengertian

Kelainan setempat berupa dilatasi pada pembuluh darah (arteri,


vena) dengan diameter meningkat lebih dari 50% dari ukuran
pembuluh darah normal. Penyebabnya ialah degenerasi
aterosklerosis, sekunder tindakan operasi atau pasca trauma.

Kebijakan
Ruang lingkup

Kelainan pembuluh darah berupa aneurisma di perifer

Indikasi Operasi

Setiap ditemukan aneurisma a-v perifer

Kontra Indikasi Operasi

Tidak ada

Diagnosis banding

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada

Tehnik operasi

Posisi penderita tergantung letak aneurisma perifer


Insisi kulit diatas kelainan, termasuk diproximal dan distal dari
kelainan
Bagian proximal dan distal a/v diidentifikasi dan digantal dengan
pita dengan tujuan untuk mengontrol perdarahan.
Sebelumnya berikan heparin 5000 unit (untuk orang dewasa) secara
bolous i.v dan dapat diulang setelah 2 jam.
Aneurisma dieksisi apabila tipe bertangkai dan pembuluh darah
langsung dijait dengan jaitan otomatis (Prolene 4-0 atau 3-0) atau
direseksi dan pembuluh darah proximal dan distal dire-anostomosis
langsung apabila gap-nya < 2-3 cm atau dilakukan interposisi
dengan graft vena saphena magna/ prothesisdacron apabila gap-nya
> 3 cm. Pasca bedah pasang redon drain, pemberian antikoagulan
heparin dan low molecular Dextran (2 hari) dan selanjutnya
diteruskan antikoagulan oral sesuai kebutuhan

Komplikasi Operasi

a.
b.
c.
d.

Infeksi
Perdarahan
Stenosis pada tempat anostomosis
Folksmann inchaemic

Mortalitas

Kurang dari 1%

Perawatan Pasca Bedah

Pemantauan tandatanda vital dan saturasi oksigen, berikan


analgetik kuat, mukolitik dan obat antitusif. Fisioterapi dilakukan di
hari ke tiga

Follow-Up

Terhadap tanda-tanda iskemik di bagian distal (perifer)

Anda mungkin juga menyukai