Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

A. Salbutamol Sulfat
Salbutamol sulfat adalah suatu obat yang sering digunakan dalam pengobatan
penyakit asma. Salbutamol atau yang dikenal sebagai -[[1,1-dimetil etil 0
amino]metil]-4-dihidroksi-1,3-benzen dimetanol merupakan golongan agonis reseptor
2-Adrenergik. Salbutamol berefek sebagai bronkodilatasi yaitu meringankan kejang
otot bronkus dalam kondisi penyakit asma dan obstruktif parukronis.

Gambar struktur kimia salbutamol sulfat


Salbutamol Sulfat memeliki bobot molekul(BM) 576,70 g/mol, mengandung tidak
kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3) H2SO4 dihitung terhadap
zat anhidrat. Berbentuk serbuk putih atau hampir putih. Salbutamol Sulfat mudah
larut dalam air, sukar larut dalam etanol, kloroform dan dalam eter.Salbutamol sulfat
disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan tidak tembus cahaya.
Salbutamol sulfat dalam suasana asam memiliki max 276 nm dengan nilai A1%=
71a dan dalam suasana basa memiliki max 245 nm dengan nilaiA1%= 501a serta
max 295 nm dengan nilai A1%= 133a. Salbutamol sulfat memiliki nilai Log P
(octanol/air)=0,6 serta nilaipKa 9,3 dan 10,3
B. Guaifenesin
Guaifenesin (3-(2-metoksi fenoksi)-1,2-propanadiol) merupakan obat batuk yang
memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan
mengurangi kekentalan sputum dengan cara merangsang selaput lender lambung,
sehingga sekresi bronchial naik melalui reflex parasimpatik untukmembuang sputum
(Walodedkk., 2013). Mekanisme kerja dari ekspektoran adalah membantu
melembabkan sekresi dan mempermudah pasien untuk mengeluarkan semua sputum

yang diproduksinya (Schwartz, 1995).

Gambar struktur kimia guaifenesin

Guaifenesin mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C10H14O4dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Guaifenesin berbentuk serbuk
hablur, putih sampai agak kelabu. Guaifenesin larutdalam air, etanol, kloroform, dan
propilen glikol tetapi agak sukar larut dalam gliserin (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Guaifenesin memiliki bobot molekul
198,2 g/mol; titik lebur 78oC-82oC; nilai log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana
asam memiliki panjang gelombang maksimum) max 273 nm dengan nilaiA1%=
125a.

ALAT PENELITIAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT dengan

detektor ultraviolet, Shimadzu LC-2010C, kolom C-18 merek Shimadzu column Shim-pack
(LC-C18 CM) (No. column 4252787 part. 228-17874-92), seperangkat computer (merek Dell
B6RDZ1S Connexant system RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S, printer HP Deskjet
D2566 HP-024-000 625730), UV/Vis Spectrophotometer SP-3000plus merek OPTIMA
dengan deterktor silicon photo diode, millipore, ultrasonifikator Refsch., Tipe : T460
(Schwing.1 PXE, FTZ-Nr. C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz), timbangan analitik Ohaus Carat
Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min 0,001 g, d = 0,01/0,1 mg), alat vakum, dan seperangkat
alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
BAHAN PENELITIAN
Bahan
Salbutamol

yang
Sulfat

digunakan
(Supriya

dalam

penelitian

Lifescience,

No.

ini

adalah

baku Pembanding

batch SSL/SS/0312030, kemurnian

98,83%) (PT. Ifars PharmaceuticalLaboratories), baku pembanding Guaifenesin (No.


kontrol 205158,kemurnian 99,88%) (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional),
metanol, asam fosfat dan Kalium dihidrogen fosfat p.a (E.Merck), penyaring Whatman 0,45
m, Akuabides hasil penyulingan di laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas
Farmasi Universtas Sanata Dharma, obat sirup merek X.

SISTEM KROMATOGRAFI
-

Fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat dan pengaturan pH dilakukan
dengan penambahan asam fosfat 0,1M hingga mencapai pH 3,0 dengan perbandingan
dan kecepatan alir hasil optimasi

Fase diam : oktadesilsilan (C18) dimensi 250 x 4,6 mm, 5 m


Fase kromatografi : Fase terbalik karena pada fase gerak yang digunakan lebih polar dari

pada fase diam (non polar fase diam)


Elusi : Isokratik karena menggunakan campuran lebih dari 1 komponen fase gerak

dengan perbandingan tetap (polaritas fase gerak tetap) selama proses elusi berlangsung
Kecepatan alir : 0,5 dan 1,0 mL/menit
Detektor : UV Salbutamol Sulfat = 278 nm
Guaifenesin = 274 nm
Volume injeksi : 20 L

TATACARA PENELITIAN
1.

Pembuatan asam fosfat 0,1M


Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sebanyak 1,2 mL,
kemudian diencerkan dalam akuabides 100,0 mL sehingga konsentrasi H3PO4 menjadi 0,1
M.

2. Pembuatan bufer kalium dihidrogen fosfat 0,01M


Sebanyak 0,68 g KH2SO4 ditimbang seksama dan dilarutkan dalam akuabides

hingga 500,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 0,01 M, kemudian pH diatur dengan


penambahan asam fosfat 0,1 M hingga mencapai pH 3,0.
3. Pembuatan fase gerak
Fase gerak dibuat dengan perbandingan antara metanol : 0,01 M kalium
dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 kemudian dicampurkan
dalam labu takar 1000 mL. Campuran fase gerak tersebut disaring dengan penyaring
Whatman 0,45 m yang dibantu dengan pompa vakum kemudian didegassing selama 15
menit menggunakan ultrasonicator.
4.

Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk
penentuan panjang gelombang pengamatan
Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat. Sebanyak lebih kurang 10,0 mg
salbutamol sulfat ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 10,0 mL
sehingga konsentrasi menjadi 1000 g/mL, kemudian dibuat larutan seri dengan 3
konsentrasi berbeda yaitu 100; 300; dan 600 g/mL dengan mengencerkan 1,0; 3,0 ;
dan 6,0 mL larutan stok tersebut dalam metanol hingga 10,0 mL.
b.

Pembuatan larutan baku guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg guaifenesin


ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 50,0 mL sehingga
konsentrasi menjadi 400 g/mL, kemudian dibuat larutan seri dengan konsentrasi
berbeda yaitu 20; 60; dan 100 g/mL dengan mengencerkan 0,5; 1,5; dan 2,5 mL
larutan stok tersebut dengan metanol hingga 10,0 mL.

5. Pembuatan larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin yang digunakan untuk
optimasi dengan metode KCKT
a. Pembuatan larutan stok salbutamol sulfat. Sebanyak 20,0 mg salbutamol sulfat
ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 100,0 mL sehingga

konsentrasi menjadi 200 g/mL.


b. Pembuatan larutan bakuintermediatesalbutamol sulfat. Sebanyak 2,5 mL larutan stok
diambil, diencerkan dalam metanol hingga 25,0 mL sehingga konsentrasi larutan
intermediet menjadi 20 g/mL.
c. Pembuatan larutan kerja salbutamol sulfat. Larutan intermediate salbutamol sulfat
dengan konsentrasi 20 g/mL diambil 5,0 mL, kemudian diencerkan dalam metanol
10,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 10,0 g/mL. Larutan disaring dengan
menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.
d. Pembuatan larutan stok guaifenesin. Sebanyak lebih kurang 20,0 mg guaifenesin
ditimbang seksama dan dilarutkan dalam metanol hingga 50,0 mL sehingga
konsentrasi menjadi 400 g/mL.
e. Pembuatan larutan kerja guaifenesin. Larutan stok guaifenesin dengan konsentrasi
400 g/mL diambil 1,5 mL, kemudian diencerkan dalam metanol 10,0 mL sehingga
konsentrasi menjadi 60,0 g/mL. Larutan disaring dengan menggunakan millipore
dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.
6. Pembuatan larutan baku campuran salbutamol sulfat 1,2 g/mL dan guaifenesin 80,0
g/mL
Larutan baku intermediate salbutamol sulfat dengan konsentrasi sebesar 20,0
g/mL diambil 0,6 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, kemudian
dicampurkan dengan 2,0 mL larutan stok guaifenesin dengan konsentrasi 400,0 g/mL,
setelah itu diencerkan dengan metanol hingga batas tanda, maka didapatkan konsentrasi
guaifenesin 80,0 g/mL dan salbutamol sulfat 1,2 g/mL. Larutan tersebut disaring dengan
menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama 15 menit.
7. Penentuan panjang gelombang pengamatan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan
spektrofotometer UV-Vis

Masing-masing konsentrasi larutan seri baku salbutamol sulfat 100,0; 300,0; dan 600,0
g/mL dan guaifenesin 20,0; 60,0; dan 100,0 g/mL dengan pelarut metanol, discan pada
panjang gelombang 200-400 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum yang
dihasilkan akan menunjukkan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan pada
sistem KCKT yaitu panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum pada ketiga
konsentrasi tersebut.
8. Preparasi sampel
Sediaan obat sirup merek X mengandung 0,24 mg/mL salbutamol sulfat dan 10
mg/mL guaifenesin, diambil lebih kurang 0,50 mL dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL,
kemudian diencerkan dengan metanol sampai 100 mL sehingga didapatkan konsentrasi
salbutamol 1,2 g/mL dan guaifenesin 50 g/mL, kemudian larutan sampel tersebut disaring
dengan menggunakan millipore dan didegassing dengan ultrasonifikator selama
15 menit.
9. Optimasi pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan menggunakan metode
KCKT fase terbalik
a. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi salbutamol sulfat.
Larutan baku salbutamol sulfat dengan konsentrasi 10,0 g/mL diinjeksikan
sebanyak 20 L ke sistem KCKT. Optimasi dilakukan pada panjang gelombang
pengamatan dengan menggunakan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen
fosfat pH 3,0 40:60; 45:55; 50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5
dan 1,0 mL/menit. Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak tersebut
akan dipilih yang nilai AF < 2 dan waktu retensi kurang dari 10 menit agar
pemisahan yang dilakukan lebih efektif.
b. Pengamatan nilai Asymmetry factor (AF) dan waktu retensi guaifenesin. Larutan

baku guaifenesin dengan konsentrasi 60,0 g/mL diinjeksikan sebanyak 20 L ke


sistem KCKT. Optimasi dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dengan
menggunakan fase gerak metanol : 0,01M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 40:60;
45:55;
50:50; 55:45 dan 60:40 pada kecepatan alir fase gerak 0,5 dan 1,0 mL/menit.
Berbagai perbandingan dan kecepatan alir fase gerak tersebut akan dipilih yang nilai
AF < 2 dan waktu retensi kurang dari 10 menit agar pemisahan yang dilakukan lebih
efektif.
c. Pemisahan campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan fase gerak hasil
optimasi. Baku campuran salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan konsentrasi
salbutamol 1,2 g/mL dan guaifenesin 80,0 g/mL diinjeksikan sebanyak 20 L ke
sistem KCKT menggunakan komposisi dan kecepatan alir fase gerak hasil optimasi.
Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan kemudian
mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung parameter uji kesesuaian
sistem yang meliputi nilai resolusi, luas area, N dan HETP dari pemisahan campuran
salbutamol sulfat dan guaifenesin. Resolusi (Rs) yang baik jika nilainya 1,5
(Rohman, 2009).
Uji kesesuaian sistem KCKT. Baku campuran salbutamol sulfat dengan konsentrasi
1,2 g/mL dan guaifenesin dengan konsentrasi 80,0 g/mL, kemudian diinjeksikan
sebanyak 20 L ke sistem KCKT menggunakan fase gerak dan kecepatan alir fase
gerak hasil optimasi. Penginjekan larutan ini dilakukan replikasi penginjekan
sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang pengamatan dan
kemudian mengamati kromatogram yang didapatkan dan dihitung nilai koefisien
variansi resolusi, tailing factor, HETP, area undercurve (AUC) dan waktu retensi
salbutamol sulfat dan guaifenesin hasilpemisahan campuran tersebut. Nilai koefisien
variansi (CV) yang baik adalah kurang dari 2%

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai