Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk, 2002). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap :
Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu
pertama ) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke
enam )..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum
period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum
period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan pasca persalinan atau HPP.
Angka Kematian Ibu merupakan salah satu indikator pembangunan kesehatan dasar,
Kematian perempuan usia subur disebabkan masalah terkait kehamilan, persalinan, dan
nifas akibat perdarahan. Data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal
disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian maternal tiap
tahun (WHO, 2008).
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan kasus perdarahan
post partum di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai pada tahun 2009 berdasarkan umur,
paritas, dan riwayat obstetrik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kasus
perdarahan post partum masih banyak ditemukan. Berdasarkan jenis persalinan mayoritas
pervaginam 36 kasus (83.72%), berdasarkan umur mayoritas >30 tahun sebanyak 20 orang
(46.5%), berdasarkan paritas mayoritas multiparitas sebanyak 24 orang (55.8%), dan
berdasarkan riwayat Obstetrik mayoritas tanpa riwayat obstetrik sebanyak 27 orang
(62.79%) . Setelah dilakukan penelitian ditemukan kasus perdarahan post partum masih
sering terjadi yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur, paritas, dan riwayat
obstetrik (Penelitian di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai tahun 2009).
Menurut Willams & Wilkins (1988 ) perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan
yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir dapat
disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri, laserasi jalan
lahir, dan gangguan pembekuan darah .
1

Mengingat masih tingginya angka kematian pada ibu dengan haemoragic post partum
di Indonesia, maka penyusun tertarik untuk menyusun makalah ini dan dengan adanya
asuhan keperawatan diharapkan tenaga kesehatan dapat meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan dalam bidang persalinan sehingga dapat mencegah dan menangani dengan
tepat dan benar untuk setiap kejadian perdarahan post partum.

B. Tujuan
1. Umum
Mempelajari pengaruh perdarahan pada masa nifas pada ibu dan asuhan
keperawatannya pada ibu dengan perdarahan pada masa nifas atau haemorragic post
partum.
2. Khusus
Mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan pengertian perdarahan pada masa nifas (haemorragic post partum)
b. Menyebutkan klasifikasi perdarahan pada masa nifas (haemorragic post partum)
c. Menyebutkan penyebab dari perdarahan pada masa nifas (haemorragic post partum)
d. Menyebutkan factor predisposisi dari perdarahan pada masa nifas (haemorragic post
partum)
e. Menjelaskan patofisiologi dari perdarahan pada masa nifas (haemorragic post
partum)
f. Menyebutkan gejala gejala pada pasien dengan perdarahan pada masa nifas
(haemorragic post partum)
g. Menyebutkan komplikasi pada pasien dengan perdarahan pada masa nifas
(haemorragic post partum)
h. Menguraikan penatalaksanaan pada pasien dengan perdarahan pada masa nifas
(haemorragic post partum)
i. Menguraikan asuhan keperawatan pada ibu dengan perdarahan pada masa nifas
(haemorragic post partum) yang meliputi :

1)

Menguraikan pengkajian pada ibu dengan perdarahan pada masa nifas

2)
3)

(haemorragic post partum)


Menyebutkan diagnosa keperawatan pada asuhan keprawatan tersebut
Menyusun rencana keperawatan pada ibu dengan perdarahan pada masa nifas

4)

(haemorragic post partum)


Menguraikan intervensi keperawatan pada ibu dengan perdarahan pada masa

5)

nifas (hemoragic post partum)


Melakukan evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan pada asuhan
keperawatan tersebut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Menurut Willams & Wilkins (1988 ) perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan
yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir.
Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya
darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000
mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa
post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg,
nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %. Perdarahan postpartum adalah perdarahan
lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari
500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar,
MPH, 1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml
dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan
darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
2. Klasifikasi perdarahan
Perdarahan

paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan

berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam
pertama setelah melahirkan. Sedangkan perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/
secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu
paska persalinan.
3. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
a. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1) Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan

perineum,

luka episiotomi.
4

2) Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi


plasenta, inversio uteri.
3) Gangguan mekanisme pembekuan darah.
b. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa

plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam
uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.
4. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak
maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktorfaktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
a.Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan
pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera
dilakukan penjahitan dengan benar.
b. Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi
dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta
pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
c. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat
hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
d. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi
dengan hati-hati dan seksama.
5. Patofisiologi

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perinium.
6. Gambaran klinik
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera
setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi
lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat.
7. Komplikasi
a. Memudahkan terjadinya:
1) Anemia yang berkelanjutan
2) Infeksi puerperium.
b. Terjadi rehrosis hipofisis anterior dan sindrom sheehan
1) Kelemahan umum (Asthenia)
2) Menurunnya berat badan sampai cachexia
3) Penurunan fungsi sexsual
4) Memudarnya tanda-tanda seks sekunder
5) Turunnya metabolisme hipotensi
6) Amenorea sekunder
c. Kematian perdarahan post partum
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
1)
2)
3)
4)

Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal


Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan

dengan masalah dan komplikasi


5) Atasi syok jika terjadi syok

6) Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan


uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL
dengan tetesan 40 tetes/menit ).
7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan
jalan lahir
8) Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
9) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
10) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
b. Penatalaksanaan khusus
1) Atonia uteri
a) Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
b) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,
lakukan pengurutan uterus
c) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
d) Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
(1) Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding
abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak
tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi
atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan.
(2) Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak
tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk
menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
(3) Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung
jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan
kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu
badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat
akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
2) Retensio plasenta dengan separasi parsial
8

a) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan


yang akan diambil.
b) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak
terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c) Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit,
bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
d) Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus.
e) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
f) Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
g) Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g
supp/oral )
3) Plasenta inkaserata
a) Tentukan diagnosis kerja
b) Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang
kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan
kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS
atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin
timbul.
c) Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk
melahirkan plasenta.
d) Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak
jelas.
e) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan

speculum
f) Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.

g) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi


berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk
memegang klem tersebut.
h) Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
i) Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam
tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
4)

Ruptur uteri
a) Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan
siapkan laparatomi
b) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
c) Bila

konservasi

uterus

masih

diperlukan

dan

kondisi

jaringan

memungkinkan, lakukan operasi uterus


d) Bila

luka

mengalami

nekrosis

yang

luas

dan

kondisi

pasien

mengkwatirkan lakukan histerektomi


e) Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
f) Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi
5)

Sisa plasenta
a) Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan
b) Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
c) Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
d) Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama
10 hari.
10

6)

Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina


a) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
b) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic

c) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap
d) Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
e) Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi
lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
f) Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung
robekan
g) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub
mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga
ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang
no 2/0.
h) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
i) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub
kutikuler
j) Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk
terapi.
7)

Robekan serviks
a) Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
b) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio

11

c) Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai
robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan
kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
d) Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
dan perdarahan paska tindakan
e) Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda
infeksi
f) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr
% berikan transfusi darah

12

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
Sering terjadi pada ibu dengan riwayat multiparitas pada usia dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun.
2) Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat dingin, kesulitan
bernafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3) Riwayat riwayat
a) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia,
riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh
darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah
banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi,
penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan
penyakit menular.
4) Pola fungsi kesehatan
a)
Pola nutrisi dan metabolisme
(1) nafsu makan menurun
b)
Pola eliminasi
(1) penurunan BAK
(2) konstipasi
c)
Pola kebutuhan cairan dan elektrolit
(1) dehidrasi
d)
Pola aktivitas
(1) kelemahan, malaise umum
(2) kehilangan prouktifitas
(3) kebutuhan istirahat dan tidur lebih banyak
e)
Pola integritas ego
(1) cemas dan ketakutan
f)
Pola seksualitas
(1) terjadi perdarahan per vagina
(2) tinggi fundus uteri menurun dengan lambat
b. Pemeriksaan Fisik
13

1)

Status kesehatan umum


Keadaan umum lemah, nyeri kepala dan abdomen, gelisah dan cemas.
Sementara kesadaran menurun sampai apatis. Tanda-tanda vital, terjadi
penurunan tekanan darah (hipotensi), takikardi, peningkatan suhu dan
takipnea.

2)

Kepala
Nyeri kepala, muka pucat, mukosa bibir kering, gangguan penglihatan atau
mata berkunang-kunang, berkeringat dingin.

3)

Dada
Takipnea dan takikardi, kesulitan bernafas.

4)

Abdomen
Fundus uteri lembek, tidak ada kontraksi uterus.

5)

Genitalia
Keluar darah dari vagina, lochea dalam jumlah lebih dari 500cc, dan terdapat
robekan serviks.

6)

Ekstermitas
Keluar keringat dingin, lemah, malaise, CRT > 3 detik.

b.

Pemeriksaan Penunjang
1) Pada pemeriksaan jumlah darah lengkap ditemukan penurunan Hb (<10 mg%),
penurunan kadar Ht (normal 37% - 41% ) dan peningkatan jumlah sel darah
putuih (SDP).
2) Pada urinalisis ditemukan kerusakan kandung kemih
3) Pada sonografi ditemukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain :
a. Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
ke jaringan akibat perdarahan post partum
14

b. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan output berlebih atau


perdarahan post partum
c. Potensial komplikasi : risiko shock hipovolemik
d. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan ruptur peritonium dan robekan
dinding vagina
e. Cemas yang berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian

3. Rencana dan Inteversi Keperawatan


a. Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
ke jaringan akibat perdarahan post partum
Tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1) Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R : Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2) Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R : Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di
jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit
yang dingin
3) Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R : Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana
diperlukan dalam produksi ASI
4) Tindakan kolaborasi :
a) Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH

merupakan tanda hipoksia jaringan )


b) Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan)
b. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan output berlebih atau
perdarahan post partum
15

Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan


Rencana tindakan :
1) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya
tetap terlentang
R : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.
2) Monitor tanda vital
R ; Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3) Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R : Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4) Evaluasi kandung kencing
R : Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5) Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya
diletakan diatas simpisis.
R : Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu
pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri
6) Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R : Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada
serviks / perineum atau terdapat hematom
Catatan :
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi.
7) Berikan infus atau cairan intravena
16

R : Cairan intravena mencegah terjadinya shock


8) Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R : Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
9) Berikan antibiotik
R : Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
pada subinvolusio
10) Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R : Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh
c. Potensial komplikasi : Risiko syok hipovolemik
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Rencana tindakan :
a) Kaji tanda-tanda perubahan fungsi otak
R : Oedema selebral dan vasokontriksi dapat dievaluasi dari tanda
subyektif, tingkah laku dan gangguan retina
b) Kaji tingkat kesadaran klien
R : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan sirkulasi otak
c) Kaji adanya tanda eklamsi (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan
nadi dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguri)
R : Oedema keseluruhan dan vasokontriksi merupakan manivestasi dan
perubahan pada SSP /otak, ginjal, jantung dan paru-paru yang
mendahului status kejang
d) Pertahankan perhatian terhadap timbulnya kejang
R :Mempersiapkan pertolongan jika timbul gangguan/masalah pada klien
etrutama keselamatan/keamanan

17

e) Tutup kamar/ruangan, Batasi pengunjunh/perawat tingkatkan waktu


istirahat
R :mengurangi rangsangan lingkungan yang dapat menstimulasi otak dan
dapat menimbulkan kejang
f) Lakukan palpasi rahim untuk mengetahui danya ketegangan, cek
perdarahan pervaginam dan catat adanya riwayat medis
R : Mengetahui adanya solusio plasenta terlebih jika dikaitkan dengan
adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit ginjal, jantung yang
disebabkan oleh hipertensi
g) Monitor tanda-tanda adanya persalinan atau adanya kontraksi uterus
R

Kejang

dapat

meningkatkan

kepekaan

uterus

yang

akan

memungkinkan terjadinya persalinan


h) Lakukan pemeriksaan funduskopi
R : Untuk mengetahuia danya perdarahan yang dapat dilihat dari retina

d. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan rupture peritoneum dan robekan
dinding vagina
Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
1) Catat perubahan tanda vital
R : Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2) Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang
lembek, dan nyeri panggul
R : Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock
yang tidak terdeteksi
3) Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
18

R : Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea


yang berkepanjangan
4) Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran
nafas, mastitis dan saluran kencing
R : Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5) Tindakan kolaborasi
a) Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
b) Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk
keadaan infeksi )
e. Cemas yang berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1) Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2) Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3) Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R : Memberikan dukungan emosi
4) Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui
5) Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
19

6) Kaji mekanisme koping yang digunakan klien


R : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping
yang tepat

4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi

respon klien selama dan sesudah pelaksanaan

tindakan,dan menilai data yang baru.


Implementasi pada ibu dengan haemorragic post partum dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan asuhan keperawatan pada sub bab sebelumnya.

20

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien(hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahan perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk:
1)

Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.

2)

Memodifikasi rencana tidakan keperawatan.

3)

Meneruskan rencana tindakan keperawatan.

Dari data sebelumnya maka didapat data evaluasi sebagai berikut:


a)

Kebutuhan volume cairan terpenuhi dengan tidak adanya perdarahan


berlebih pada vagina dan kadar Hb normal (>10 gr%).

b)

Tanda vital normal dan tidak ada perubahan warna kuku, mukosa bibir,
gusi dan lidah, suhu kulit, jumlah gas darah normal.

c)

Ibu tidak cemas dan tidak ada takikardia, takipnea dan gemetar. Klien dan
keluarganya

menunjukkan

kemampuannya

dalam

mengungkapkan

perasaan psikologis dan emosinya


d)

Tidak ada tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang


lembek, dan nyeri panggul.

e)

Kesadaran baik dan tidak ada tanda-tanda eklamsi (hiperaktif, reflek


patella dalam, penurunan nadi dan respirasi, nyeri epigastrium dan
oliguri)

f)

Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang


komplikasi dan pengobatan yang dilakukan.

21

C. WOC

22

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum
yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir.
2. Perdarahan

paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan

berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam
pertama setelah melahirkan. Sedangkan perdarahan paska persalinan lambat / late
HPP/ secondary HPP adalah perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam
minggu paska persalinan.
3. Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu penyebab
perdarahan paska persalinan dini meliputi perlukaan jalan lahir, perdarahan pada
tempat menempelnya plasenta, Gangguan mekanisme pembekuan darah dan
penyebab perdarahan paska persalinan terlambat
4. Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak
maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu
faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan
seperti : atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan lahir, tertinggalnya plasenta (sisa
plasenta) dan inversio uterus
5. Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu
uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian
pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian
menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas
akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

23

6. Gejala klinis haemorragic post partum yang selalu ada seperti uterus tidak
berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan
postpartum primer) ,perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir,
kontraksi uterus baik, plasenta baik, plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik, uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak
tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
7. Komplikasi yang sering ditemukan pada hpp yaitu memudahkan terjadinya anemia
yang berkelanjutan, infeksi peurpenium, terjadi rehrosis anterior dan sindrom Sheehan
seperti kelemahan umum,menurunnya berat badan sampai cachexia, penrunan fungsi
seksual, memudarkan tanda-tanda sekunder, turunnya metabolisme-hipotensi,
amenorea sekunder. komplikasi hpp dapat menyebabkan kematian jika telat
penanganannya.
8. Penatalaksanaan ibu masa nifas dengan HPP secara umum yaitu Ketahui secara pasti
kondisi ibu bersalin sejak awal, pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan
bersih dan aman, selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat, segera lakukan
penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi, atasi syok jika terjadi syok, pastikan kontraksi berlangsung baik
( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan
infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ), pastikan plasenta
telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir, bila perdarahan
tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah, pasang kateter tetap dan pantau cairan
keluar masuk, lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
9. Asuhan keperawatan pada ibu dengan haemorragic post partum sesuai dengan yang
telah diuraikan diatas.

24

DAFTAR PUSTAKA
Yasmin Asih, (1995) Dasar-Dasar Keperawatan maternitas, Penerbit EGC , Jakarta.
JNPKKR POGI (2000), Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta.
Taber Ben-Zion, MD (1994) Kapita Selekta : Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, Penerbit
EGC, Jakarta.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
Anneke. 2009. Perdarahan Post Partum, http://medlinux.blogspot.com., diakses tanggal 8
Desember 2011
Julianto Pobi.2011. Asuhan Keperawatan Ibu Nifas dengan Perdarahan Post Partum,
http://julianto10.blogspot.com, diakses tanggal 8 Desember 2011
Lolipopmaniez.2010. Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Pendarahan Post Partum,
http://pastakyu.wordpress.com, diakses tgl 21 December 2011
Winkjosastro H, Hanada . 2005. Perdarahan Pasca Persalinan, http://www.geocities.com,
diakses tanggal 21 Desenber 2011
Setiawan Y. 2008. Perawatan perdarahan post partum, http://www.Siaksoft.net, diakses
tanggal 21 Desember 2011
Alhamsyah. 2008. Retensio Plasenta. www.alhamsyah.com, diakses tanggal 22 Desember
2011
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008. Perdarahan Pasca Persalinan,
http://.www.Fkunsri.wordpress.com, diakses tanggal 22 Desember 2011
Yayan A. Israr, S.Ked. Tengku Anita, S.Ked. Lestari, S.Ked. Apriani Dewi, S.Ked. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. 2008. Perdarahan
Post Partum, http://belibis-a17.com, diakses tanggal 22 Desember 2011

25

Anda mungkin juga menyukai