Anda di halaman 1dari 5

PENANGANAN LIMBAH HASIL PERIKANAN

SECARA MIKROBIOLOGIS
I. Latar Belakang
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Upaya pemerintah untuk mengatasi limbah masih sulit dicapai.
Penerapan program zero wish memberikan harapan cerah, namun hingga kini
masih perlu kerjakeras untuk mencapai kondisi tersebut. Limbah yang dihasilkan
dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30 persen. Produksi
ikan yang telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti sekitar 2 juta ton
terbuang sebagai limbah. Alam memiliki kemampuan untuk mengatasi limbah.
Berbagai siklus yang terdapat di alam mampu mengatasi limbah. Meningkatnya
konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan menyebabkan siklus yang ada tidak
mampu bekerja secara baik. Pada konsentrasi tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa :
1). Ikan rucah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai
pangan.
2). Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri
pengalengan, atau industri pemiletan
3) Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah; dan 4)
kesalahan penanganan dan pengolahan.

Dari informasi tersebut, jelas bahwa kualitas limbah hasil perikanan


beragam. Limbah yang kualitasnya baik masih ada yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan bagi manusia, limbah yang kualitasnya sudah menurun
hanya dapat digunakan sebagai bahan pakan bagi ternak, atau limbah yang sudah
membusuk tidak dapat dimanfaatkan sehingga dapat menjadi menjadi pencemar
bagi lingkungan. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan dapat diterapkan
untuk memanfaatkan limbah yang kualitasnya baik atau sudah menurun. Berbagai
produk telah dihasilkan dari limbah yang berkualitas baik, seperti surimi, fish jelly,
produk fermentasi dan kerupuk. Sedangkan dari limbah yang kualitasnya telah
menurun dapat dihasilkan tepung ikan, tepung tulang, dan silase. Masih banyak
peluang yang dapat diperoleh dari pemanfaatan limbah tersebut. Limbah yang
sudah membusuk tidak dapat dimanfaatkan dengan cara apapun. Limbah demikian
harus ditangani secara baik agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Ada

beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk menangani limbah demikian,


sehingga tidak mencemari lingkungan.
II. Karakteristik Limbah Perikanan
Limbah memiliki karakter khas. Berdasarkan karakter tersebut limbah dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah yang masih dapat dimanfaatkan dan
sudah tidak dapat dimanfaatkan. Limbah perikanan berbentuk padatan, cairan dan
gas. Limbah tersebut ada yang berbahaya dan sebagian lagi beracun. Limbah
padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai beberapa mikron hingga beberapa gram
atau kilogram. Ikan rucah, yang jumlahnya banyak, merupakan limbah dengan
bobot mencapai ratusan kilogram atau ton. Beberapa limbah padatan masih dapat
dimanfaatkan dan sisanya tidak dapat dimanfaatkan dan berpotensi sebagai
pencemar lingkungan.
Jelas terlihat bahwa kualitas limbah sangat ditentukan oleh volume,
kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah. Volume limbah
berkaitan dengan kemampuan alam untuk mendaur ulangnya. Peningkatan volume
limbah akan meningkatkan beban siklus alami, terutama peningkatan yang
berlangsung secara cepat. Bahan pencemar yang terkandung didalam limbah
berpengaruh terhadap kualitas limbah. Bahan pencemar berupa bahan organik
relatif tidak berbehaya dibandingkan dengan logam berat. Demikian pula bahan
pencemar yang berupa senyawa beracun. Keberadaan limbah di lingkungan dapat
diamati berdasarkan indikator tertentu, seperti perubahan pH (tingkat Keasaman),
perubahan warna atau timbulnya endapan. Perubahan pH terjadi karena perubahan
konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kriteria air yang memenuhi syarat bagi
kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 7.5. Limbah industri
yang belum diolah memiliki pH asam (<7) atau basa (>7). Bila memasuki perairan
dalam jumlah besar, limbah industri akan mempengaruhi pH perairan sehingga
akan mengganggu kehidupan organisme didalamnya.
Air bersih umumnya bening tidak berwarna. Perubahan warna
dimungkinkan karena masuknya limbah. Dengan demikian, perubahan warna air
dapat digunakan sebagai indikator masuknya limbah. Selain warna, timbulnya bau
pada air merupakan indikator terjadinya pencemaran oleh limbah. Air yang bau
dapat berasal dari limba industri atau dari hasil degradasi bahan organik oleh
mikroba. Mikroba pembusuk yang hidup dalam media budidaya ikan akan
mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Limbah
berbentuk padat umumnya mengendap di dasar perairan. Limbah padat dapat
berupa limbah organik dan anorganik. Apabila tidak ditangani secara baik, limbah
padat akan mengendap di dasar perairan.
III. Penanganan Limbah
Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah
berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran
pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air
cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang
ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton. Berbagai

teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-masing


jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah
yang satu dengan limbah lainnya. Namun secara garis besarnya, teknik
penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan
pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis.
a. Secara Fisik
Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk memisahkan
antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan dan pengolahan
limbah secara fisik mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk padat dari
limbah lainnya. Limbah padatan akan ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga
tidak menjadi bahan cemaran, sedangkan limbah cair dan gas akan ditangani atau
diolah menggunakan teknik kimiawi dan biologis. Secara fisik, penangan limbah
dilakukan menggunakan penyaring (filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan
kondisi dimana limbah tersebut ditangani. Panyaring yang digunakan dapat
berbentuk jeruji besi atau saringan.
b. Secara Kimiawi
Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga
mudah dipisahkan. Pada limbah berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia
dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi bentuk yang tidak mencemari
lingkungan.
c.

Secara Biologis

Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman


dan mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok,
duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur,
protozoa dan ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan tergantung dari
jenis limbah. Bakteri merupakan mikroba yang paling sering digunakan pada
pengolahan limbah secara biologis. Bakteri yang digunakan bersifat
kemoheterotrof dan kemoautotrof. Bakteri kemoheterotrof memanfaatkan bahan
organisk sebagai sumber energi, sedangkan bakteri kemoautotrof memanfaatkan
bahan anorganik sebagai sumber energi. Jamur yang digunakan dalam penanganan
dan pengolahan limbah secara biologis bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob.
Protozoa yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah bersel tunggal
dan memiliki kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada
penanganan dan pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat autotrof
dan mampu melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat
dimanfaatkan oleh mikroba.

IV. PENGELOLAAN LIMBAH PADA BUDIDAYA PERIKANAN


Pertumbuhan
budidaya
perikanan
telah
menyebabkan
kepada
sebuahpeningkatan dalam penggunaan pakan untuk meningkatkan produksi.
Limbahyang dihasilkan dari penggunaan pakan pada budidaya perikanan akan
menjadiperhatian utama pada makalah ini. Di wilayah Virginia barat, jumlah
produksitahunan ikan tuna danchar pada usaha komersil mendekati 700,000 pon.
Dibandingkan dengan jumlah produksi sapi, angka ini tidak terlalu signifikan.
Namun bagaimanapun, ketika industri tumbuh, kita harus menyadari
bahwasumberdaya air yang kita miliki adalah terbatas dan berbagai upaya harus
dilakukan untuk mendukung atau meningkatkan kualitas sumberdaya air di Negara
tersebut.
Dengan meningkatnya perhatian terhadap pengelolaan tambak yangramah
lingkungan , dan kemampuan untuk memenuhi peraturan dari EPA danbadan
hukum lainnya, maka industri budidaya perikanan telah memusatkanperhatian pada
bagaimana cara untuk mengurangi limbah (dampak lingkungan)dari fasilitas
budidaya. Dengan memilih pakan yang sesuai selama siklusproduksi, dan
memberikan perhatian yang lebih teliti terhadap metoda pemberianpakan dan
jumlah padatan yang dihasilkan, dengan cara ini pengelola dapatmengurangi
limbah. Sebagai contoh penelitian menunjukkan bahwa kombinasipakan
berkualitas dengan pengelolaan hati-hati pada sebuah sistem budidayayang
dirancang dengan baik dan adanya wilayah pengumpulan bahan padat,dapat
mengurangi penguraian zat-zat nutrient sebanyak 50% (Hulbert, 2000).Jika
fasilitas seperti ini akan dibangun atau dimodifikasi, pengurangan yang lebihbesar
dapat dihasilkan.
Keputusan Dewan wilayah menghendaki seluruh pengolahan air
industrisesuai dengan standart yang diberlakukan. Penyelenggaraan peraturan ini
didaerah
Virginia
barat
telah
didelegasikan
ke
Departemen
perlindunganlingkungan Negara bagian Virginia barat. Hukum ini tidak sama
penyelenggaraannya di seluruh Negara bagian, karena klasifikasi
budidayaperikanan berbeda dari satu Negara bagian ke Negara bagian lainnya
(Ewart,1995). Limbah agrikultur memiliki sedikit pemisahan keras dibandingkan
dengan industri yang berbasiskan limbah. Beberapa Negara bagian memiliki
klasifikasiakuakultur sebagai sebuah kegiatan pertanian . saat ini, di Virginia barat
hukummengkategorikan limbah budidaya perikanan (akuakultur) sebagai sebuah
limbah industri. Ijin pengolahan (NPDES) dibutuhkan jika sebuah unit
melakukanpenguraian lebih dari 30 hari setahun atau memproduksi diatas 20,000
lbs pertahun.

V. Dampak Limbah Perikanan


Salah satu dampak negatif Limbah Perikanan yang menonjol adalah
timbulnya berbagai macam pencemaran. Ada berbagai bentuk pencemaran oleh
industry dibidang perikanan, antara lain pencemaran air yang diakibatkan
pembuangan sisa industri yang bersifat cair secara langsung tanpa melalui proses
daur ulang, pencemaran limbah perikanan yang tidak dapat diuraikan oleh air.
Akibat semakin gencarnya para pengusaha berproduksi untuk memproduksi barang
dalam jumlah yang sangat besar, sisa produksi berupa bahan kimia yang berbahaya
juga bertambah jumlahnya. Selain itu masyarakat yang mengkonsumsi produk
tersebut akan membuang kemasannya dalam jumlah besar maka terjadilah
pencemaran akumulasi dari berbagai bentuk pencemaran air dalam suatu daerah.
Pembuangan di bidang industri tersebut di satu pihak akan menghasilkan
barang-barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat, tetapi di lain
pihak industri juga akan menghasilkan limbah yang merugikan. Diantara limbah
yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut adalah limbah bahan berbahaya dan
beracun (Selanjutnya disebut limbah B3).

Anda mungkin juga menyukai