Anda di halaman 1dari 7

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI

NOMOR : 01/SK/DIR/V/2015
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI
------------------------------------------------------------------------------------------------------------DIREKTUR RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI
Menimbang

a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Martha


Friska Multatuli Medan, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan
Intensif Care Unit yang bermutu tinggi;
b. bahwa agar pelayanan Intensive Care Unit di Rumah Sakit Martha Friska
Multatuli

Medan dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan

Direktur Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan Intensif Care Unit di Rumah Sakit Martha Friska
Multatuli Medan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,
perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Martha Friska
Multatuli Medan.
Mengingat

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778 /Menkes/SK/XII/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah
Sakit:
3. Keputusan

Direktur

Jenderal

Bina

Upaya

Kesehatan

Nomor

HK.02.04/I/1966/11 tentang Petunjung Teknis Penyelenggaraan Pelayanan


Intensive Care Unit (ICU) di rumah sakit:

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

KEBIJAKAN PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT


MARTHA FRISKA MULTATULI MEDAN

KESATU

Kebijakan pelayanan Intensive Care Unit Rumah Sakit Martha Friska Multatuli
untuk meningkatkatkan keselamatan pasien di ICU dengan lampiran Pedoman
Pelayanan ICU dan Standar Operasional Prosedur (SPO) sehingga ada
keseragaman kualitas pelayanan serta bahan evaluasi untuk peningkatan mutu.

KEDUA

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Intensive Care Unit


Rumah Sakit Martha Friska Multatuli dilaksanakan oleh Direktur Pelayanan
Medik Rumah Sakit Martha Friska Multatuli

KETIGA

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Medan
Pada tanggal :

19 Juli 2015

Direktur Utama,

dr. Harmo

Lampiran Surat Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan
Nomor

: NOMOR : 01/SK/DIR/V/2015

Tanggal

Mei 2015

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------KEBIJAKAN PELAYANAN INTENSIF CARE UNIT


DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MULTATULI

I.

Pengertian
Intensive Care Unit (ICU) adalah layanan rumah sakit yang memberikan asuhan
perawatan khusus pada pasien yang memerlukan perawatan yang lebih intensif, yang
mengalami gangguan kesadaran, gangguan pernafasan, dan mengalami serangan penyakit
akut.

II.

Tujuan
1. Menyediakan, meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia.
2. Meningkatkn sarana dan prasarana serta peralatan ICU.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan pelayanan ICU terutama bagi
pasien kritis stabil yang hanya membutuhkan pelayanan pengawasan saja.

III.

Kebijakan
A. Umum :
1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
3. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur opersinal
yang berlaku, etika profesi, etika, dan menghormati hak pasien.
6. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.
7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal satu bulan sekali.
9. Setiap bulan wajib membuat laporan.
B. Khusus :
1. Ruang intensif penerimaan rujukan pasien dari rumah sakit lain sesuai dengan standar
dan fasilitas yang dimiliki dan bila pasien memerlukan perawatan intensif yang lebih
tinggi tingkatannya dapat di rujuk ke rumah sakit lain sesuai dengan kondisi pasien.
2. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada informed consent.
3. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, dokter jaga ICU atau dokter
spesialis anestesi dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan dan informasi
dapat diberikan pada kesempatan pertama.
4. Apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resuitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien, dokter dapat membuat
keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dalam menghadapi tahap terminal, dokter ICU harus mrngikuti pedoman penentuan
kematian batang otak dan penghentian peralatan life supporting.
6. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis tetapi dengan
pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan tindakan tertentu
dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
7. Kriteria dokter ICU adalah dokter spesialis Anestesi dan dokter spesialis anestesi yang
telah mengikuti pelatihan/pendidikan perawatan ICU ataupun dokter spesialis yang lain
telah mengikuti pendidikan perawatan ICU melalui program pelatihan dan pendidikan
yang diikuti oleh perhimpunan profesi terkait.
8. Mampu melakukan prosedur Critical Care biasa, antara lain :
a) Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi tracheal dan ventilasi mekanis.
b) Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.
c) Memasang kateter intravascular dan peralatan monitoring, termasuk :
1. Kateter arteri

2. Kateter vena perifer


3. Kateter vena central (CVP)
4. Kateter arteri pulmonalis
d) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer
e) Resuitasi kardiopulmoner
f) Pipa thoracostomy
9. Fungsi dan kewenangan Kepala unit intensif sebagai koordinator pengelolaan pasien:
Fungsi:
a) Melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi
dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan anggota team.
b) Kewenangan / peran:
Mampu berperan sebagai pimpinan tim dan memberikan pelayanan di ICU,
menggabungkan dan titrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera
termasuk gagal organ multi sistem.
c) Intervist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter pasien
sebelumnya. Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien
sakit kritis seperti:
1. Haemodinamik tidak stabil
2. Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan ventilasi
mekanis.
3. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi cranial
4. Gangguan atau gagal ginjal akut
5. Gangguan endokrin dan / metabolic akut yang mengancam nyawa
6. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat
7. Gangguan koagulasi
8. Infeksi serius
9. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi
10. Tata cara dan indikasi masuk / keluar ICU dari dalam rumah sakit dan luar rumah
sakit:
11. Setiap pengguanaan peralatan medis diinformasikan kepada penanggung jawab
pasien.

12. Seluruh fasililtas pelayanan yang ada di ICU baik medis maupun non medis
menjadi tanggung jawab Ka Ruangan termasuk pemeliharaan dan perbaikan
berkoordinasi dengan bagian teknisi.
13. Untuk pencegahan infeksi nosokomial, setiap petugas diwajibkan mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
14. Indikasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi berdasarkan permintaan dari
DPJP (Dokter penanggung Jawab Pasien) atau dokter konsulen lain berkoordinasi
dengan dokter penanggung jawab ICU.
15. Setiap permintaan laboratorium dan radiologi dituliskan pada formulir yang sudah
ditentukan lalu di input oleh petugas administrasi untuk selanjutnya di
informasikan pada bagian terkait.
16. Prosedur konsul antar spesialis / konsulen :
a) Pada dasarnya DPJP pasien yang dirawat di ICU adalah dokter spesialis
anestesi yang bertugas di ICU.
b) Bila ada lebih dari satu DPJP, maka DPJP utama adalah dokter spesialis
anestesi yang bertugas di ICU.
c) DPJP pasien yang di rujuk langsung ke ICU oleh dokter jaga IGD ialah dokter
spesialis anestesi yang bertugas di ICU.
d) Bila dokter spesialis anestesi memerlukan rawat bersama dengan dokter
spesialis lain, maka sebagai DPJP utama adalah dokter spesialis anestesi yang
bertugas di ICU.
e) Pasien yang dirujuk oleh dokter spesialis untuk di rawat di ICU harus jelas
apakah akan rawat bersama atau di rujuk. Bila rawat bersama, maka DPJP
utamanya ialah dokter spesialis anestesi yang bertugas di ICU.
f) DPJ Putama berwenang dalam melaksanakan praktek kedokteran yang di
bantu sepenuhnya oleh seluruh perawat dan staf ICU yang bertugas.
Kewenangan

tersebut

harus

dengan

tetap

memperhatikan

dan

mempertimbangkan saran dari DPJP atau dokter spesialis lain yang terkait
dengan parawatan pasien.
g) Bila ada keberatan DPJP lain atas pelayanan medis yang diberikan oleh DPJP
utama, maka masukan / keberatan harus dikomunikasikan langsung ke DPJP
utama atau di tulis dalam Intensif Care Unit pasien.
h) Bila tidak dicapai kesepakatan antara DPJP utama dengan DPJP lain yang
menangani pasien sejak awal perawatan, maka dapat ditetapkan ulang siapa
DPJP utama pasien tersebut. Hal tersebut harus dicatat dalam Intensif Care
Unit.
i) Bila terjadi masalah dalam penepatan DPJP utama, maka hal tersebut
dilaporkan kepada Manajer Pelayanan sesegera mungkin.
j) Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, setiap hal yang terkait
dengan mutu pelayanan dan kepentingan pasien akan di ajukan untuk
dilakukan audit medis oleh Sub Komite Pelayanan Medik.
Direktur Utama,

dr. Harmoko

Anda mungkin juga menyukai