DISUSUN OLEH:
GERALD ABRAHAM HARIANJA
TODUNG ANTONY WESLIAPRILIUS
ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR
SHEBA JULIA TARIGAN
070100087
070100119
070100093
070100190
PEMBIMBING:
DR. M. AGA SHAHRI P. KETAREN, SpOT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3. MANFAAT
BAB 2 ISI
2.2.1. DEFENISI
2.2.2. ETIOLOGI
2.2.3. EPIDEMIOLOGI
2.2.4. KALSIFIKASI 10
2.2.4.1. FRAKTUR PROKSIMAL HUMERUS
2.2.4.2. FRAKTUR SHAFT HUMERUS
13
13
2.2.5. DIAGNOSIS
18
2.2.5.1. ANAMNESIS
18
19
23
24
2.2.7. KOMPLIKASI 26
BAB 3 KESIMPULAN
10
24
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Saraf dan Otot Yang Menggerakkan Humerus
24
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fraktur humerus merupakan diskontinuitas jaringan tulang humerus. Fraktur
tersebut umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat menimbulkan patah
tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang
humerus tersebut, misalnya vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio),
regangan atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur),
gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis,
neurolisis).1
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditanggulangi sesuai dengan prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal.
Prinsip tersebut meliputi rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan),
retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.1,2
Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi,
baik pada tulang maupun jaringan lunaknya. Mekanisme trauma juga sangat
penting untuk diketahui.1
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dan meningkatkan pemahaman penulis maupun
pembaca mengenai fraktur humerus.
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai fraktur humerus sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasuskasus fraktur humerus di klinik sesuai kompetensi dokter umum.
BAB 2
ISI
2.1. Anatomi Humerus dan Jaringan Sekitarnya
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan
skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna
dan radius.3
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang
bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio
gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum
yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah
proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu.
Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput
humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan
collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.3
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder
pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk
segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian
lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf
V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan
sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.3
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian
distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol
bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan
caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi
medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan
suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang
menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral
dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.
Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.3
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus4
Otot
Origo
Insertio
Aksi
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. pectoralis Clavicula,
Tuberculum
Aduksi
major
sternum,
majus
cartilago
sisi
costalis
VI,
dan merotasi
Persarafan
dan Nervus
medial pectoralis
II- sulcus
intertubercul
bahu;
clavicula
kepala lateralis
dan
terkadang
aris
cartilago
humerus
dari memfleksikan
lengan dan kepala
costalis I-VII
sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
dorsi
dan
vertebrae
intertubercul
lumbales,
aris
merotasi thoracodorsalis
sendi
dan
crista
menarik lengan ke
iliaca, costa
IV
posterior
inferior
bahu;
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
M. deltoideus Extremitas
Tuberositas
Serat
acromialis
deltoidea
mengabduksi
dari
dari humerus
clavicula,
acromion
memfleksikan dan
dari scapula
merotasi
(serat
lateral), dan
bahu,
spina
posterior
scapulae
mengekstensikan
(serat
posterior)
medial
serat
bahu.
M.
Fossa
Tuberculum
Merotasi
medial Nervus
subscapularis
subscapularis minus
M.
dari scapula
Fossa
humerus
Tuberculuum
supraspinatus
supraspinata
majus
dari scapula
humerus
mengabduksi pada
M.
Fossa
Tuberculum
sendi bahu
Merotasi
infraspinatus
infraspinata
majus
M.
dari scapula
teres Angulus
major
M. Nervus
dari deltoideus
subscapularis
lateral Nervus
humerus
bahu
Sisi medial Mengekstensikan
Nervus
scapula
intertubercul
bahu
aris
membantu
dan
aduksi
teres Margo
minor
lateralis
Tuberculum
majus
bahu
Merotasi lateral dan Nervus axillaris
dari ekstensi
lengan
M.
scapula
Processus
Pertengahan
coracobrachi
coracoideus
sisi
alis
dari scapula
dari
humeri
Anatomic
neck
Gambar
2.1.
Tampilan
Anterior
Humerus5
Anatomic
neck
Gambar
2.2.
Gambar
2.3.
Tampilan
Anterior
Saraf di
Sekitar
Humerus5
Gambar 2.4.
Tampilan
Lateral Saraf
di Sekitar
Humerus5
3.
4.
5.
6.
anatomic neck
surgical neck
Tuberculum mayor
Tuberculum minor
Three-part fracture :
Surgical neck dengan tuberkulum mayor
Surgical neck dengan tuberkulum minus
Four-part fracture
Fracture-dislocation
Articular surface fracture
I
MINIMAL
DISPLACEMENT
2-PART
3-PART
4-PART
II
ANATOMICAL NECK
III
SURGICALL NECK
IV
GREATER TUBEROSITY
V
LESSER TUBEROSITY
ARTICULAR
SURFACE
VI
FRACTURE
DISLOCATION
A
P
2.2.4.2.
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%
sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung
maupun tidak langsung.
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan
dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada
kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk
mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik
terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat
nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal.(9,10)
1. Suprakondiler Fraktur
Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang
mengenai daerah siku, dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur
suprakondilus adalah fraktur yang mengenai humerus bagian distal di atas
kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi fraktur
supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type
(pergeseran anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari
humerus. Jenis fleksi adalah jenis yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi
karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku dan
lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam posisi ekstensi
dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan terdislokasi ke
arah posterior terhadap humerus.(11)
Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya terjadi
akibat jatuh pada telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan
siku dalam posisi sedikit fleksi. Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang
bengkak dengan sudut jinjing yang berubah. Didapati tanda fraktur dan pada
foto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler dengan fragmen distal
yang terdislokasi ke posterior.(11)
Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami
pembengkakan, deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang
abnormal. Nadi perlu diraba dan sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus
diperiksa untuk mencari ada tidaknya bukti cedera saraf dan gangguan
vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat terjadi: "acute
volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresa;
paralysis.(11)
Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu
jari dan ekstensi jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati
gangguan sensorik pada bagian dorsal serta metacarpal I. Pada lesi saraf
ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan abduksi dan
adduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada lesi
b. Pada Anak
Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur
siku. Insidensi puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari
fraktur suprakondiler pada anak adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi.
Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada daerah siku pada saat
digerakkan. Dapat ditemukan Pucker Sign, cekungan dari kulit pada bagian
anterior akibat penetrasi dari fragmen proximal ke muskulus brakhialis.
Pada anak, fraktur suprakondiler dapat diklasifikasikan menurut Gartland.
(9)
Klasifikasi Gartland(9)
Tipe I
:
tidak ada pergeseran
Tipe II
:
ada pergeseran dengan korteks posterior intak, dapat
disertai angulasi atau rotasi
Tipe III :
pergeseran komplit; posteromedial atau posterolateral
2. Transkondiler Fraktur(9)
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
3. Interkondiler Fraktur(9)
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur
humerus distal yang lain.
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen
kondilus
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan artikular
4. Kondiler Fraktur(9)
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.
Klasifikasi menurut Milch :
Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan
ulna
Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan
kapsuloligamen
b. Pada Anak
Lateral Condyler Physeal Fractures(9)
Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh
fraktur distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia
6 tahun.
Klasifikasi Milch :
Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui
celah kapitulotroklear. Hal ini timbul pada
Tipe II
fraktur salter-
Intak
Stage II : fraktur dengan pergeseran sedang
Stage III : pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku
Medial Condyler Physeal Fractures(9)
Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.
Klasifikasi Milch:
Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini
timbul pada fraktur salter-harris tipe II.
Tipe II
2.2.5. Diagnosis
2.2.5.1.
Anamnesis12
Anamnesis terdiri dari:
1. Auto anamnesis:
Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa. Ditanyakan
persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan; penderita
bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai
ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab
ada pengertian yang berbeda misalnya sakit di tangan ., yang
dimaksud tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya
tanyakan bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau
beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan
anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta
pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditariktarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan
-
seterusnya
Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai
nyeri, sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah
yang
dimaksud
instability
atau
kekakuan
otot
menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif (ditanya
oleh pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai gejala
penyakit) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien, sehingga apa
yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada pemeriksaan fisik
kemudian.
2. Allo anamnesis:
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan
adalah orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/bayi
atau orang tua yang sudah mulai dementia atau penderita yang tidak
sadar/sakit jiwa; oleh karena itu perlu dicatat siapa yang memberikan allo
anamnesis, misalnya:
- allo anamnesis mengenai bayi tentunya dari ibu lebih cocok daripada
-
ayahnya
atau mungkin pada saat ini karena kesibukan orangtua, maka pembantu
2.2.5.2.
mengenai
status
neuro
vaskuler.
Pada
pemeriksaan
hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar
dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa
maupun si pasien, karena itu perlu selalu diperhatikan wajah si pasien atau
menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
-
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,
dari
tulang
rawan
yang
penting
untuk
melihat
kemajuan/kemunduran
pengobatan.
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang
disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
- Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global
joint); ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu:
gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula
torakal (floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya
gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di
2.2.5.3.
4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu
dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang
5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid
foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto
berikutnya 10-14 hari kemudian.
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi
perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu
sendiri.
Pemeriksaan Laboratorium12
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah rutin untuk mengenai
2.2.5.4.
keadaan
umum,
infeksi
akut/menahun
2. atas indikasi tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi,
fungsi hati/ginjal
3. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan sensitivity test
2.2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum13:
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan
fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di anggota gerak
bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat
tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam
jangka waktu sesingkat mungkin.12
1. Fraktur proksimal humeri9,12
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama
waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil
membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.
Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan
dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).
2. Fraktur shaft humeri 9,12
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi
kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila
kedudukn sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab
(sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu.
Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast
terutama dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen
distal dan proksimal terjadi contractionum (pemendekan).
Apabila pada fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus
dilakukan open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus
disertai eksplorasi n. Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis)
dilakukan penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau
ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif
akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
3. Fraktur suprakondiler humeri9,12
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose
umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai
a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian diekstensi siku sedikit untuk
memastikan a.Radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan
imobilisasi dengan gips spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena
penting untuk menegangkan otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.
Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat
dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca
reposisi ditemukan tanda Volkmanns iskaemik secepatnya posisi siku
diletakkan dalam ekstensi, untuk immobilisasinya diganti dengan skin traksi
dengan sistem Dunlop.
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis
patahnya berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal
ini lebih baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
4. Fraktur transkondiler humeri9,12
BAB 3
KESIMPULAN
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang
humerus.
Etiologi fraktur humerus umumnya merupakan akibat trauma. Selain dapat
menimbulkan patah tulang (fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak
sekitar tulang tersebut. Mekanisme trauma sangat penting dalam mengetahui luas
dan tingkat kerusakan jaringan tulang serta jaringan lunak sekitarnya.
Diagnosis fraktur humerus dapat dibuat berdasarkan anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan penderita fraktur humerus harus dilakukan secara cepat
dan tepat untuk mencegah komplikasi segera, dini, dan lambat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,
2007, Bab. 14; Trauma.
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12 th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal
System: The Appendicular Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.
5. Standring, S. Grays Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netters Orthopaedics 1 st Edition. Philadelphia:
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Accessed: 2nd February 2012. Available from: http://www.jbjs.org/article.aspx?
articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netters: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at
www.emedicine.com. Accessed on 4thMarch 2012
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.