Gambaran Radiologi Pada Pasien Trauma Kapitis PDF
Gambaran Radiologi Pada Pasien Trauma Kapitis PDF
PENDAHULUAN
Di negara maju, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama kematian pada usia
antara 244 tahun, dimana 70% di antaranya mengalami trauma kapitis. Trauma kapitis dapat
menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan
isinya. Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat
yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari
sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan,
teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali
negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan
rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup,
akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran
antara jaringan dalam tengkorak. Daerah pada otak yang seringkali menderita kerusakankerusakan ini adalah pada daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.1
Trauma kapitis merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang
gawat darurat rumah sakit. Suatu rumah sakit yang melayani daerah yang berpenduduk sekitar
250.000 orang bisa menerima sampai 5.000 kasus trauma kapitis setiap tahun dan ini
merupakan 10% dari semua kasus yang datang.2
Pencitraan diagnostik pada trauma kapitis adalah seperti foto polos kepala, tomografi
komputer, pencitraan resonansi magnetik dan angiografi serebral. Tomografi komputer
merupakan pencitraan diagnostik gold standard pada semua kasus trauma kapitis dan harus
dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran akibat trauma.3, 4
Skala Koma Glasgow (SKG) merupakan tolok ukur klinis yang digunakan untuk
menilai derajat beratnya suatu trauma kapitis. Skor awal Skala Koma Glasgow adalah salah
satu indikator dini yang penting dalam memprediksi prognosis pasien trauma kapitis.
Prognosis pada trauma kapitis ringan (SKG 13-15) umumnya baik dan penderita dengan
trauma kapitis berat (SKG 3-8) biasanya mempunyai prognosa yang buruk.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Definisi
Trauma kapitis, juga disebut acquired brain injury atau hanya cedera kepala, hal ini
tejadi bila trauma tersebut berlaku secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan pada otak.
Kerusakan dapat terjadi secara fokal (terbatas pada satu daerah otak) atau difus (melibatkan
lebih dari satu area dari otak). Trauma kapitis dapat terjadi akibat cedera kepala tertutup
(closed head injury) atau luka penetrasi cedera kepala. Closed head injury terjadi ketika
kepala secara tiba-tiba dan keras menghentam/melanggar obyek, tapi obyek tidak menembus
tengkorak. Cedera penetrasi pula terjadi ketika obyek menembus tengkorak dan memasuki
jaringan otak.5
II.2.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, misalnya, setiap tahun sekitar 1,6 juta orang mengalami cedera
otak traumatis, di antaranya 800.000 menerima perawatan rawat jalan dan 270.000
membutuhkan perawatan rawat inap. Setiap tahun sekitar 52.000 orang tewas dan 80.000
pasien permanen cacat neurologis parah akibat cedera otak traumatis. Di seluruh dunia,
trauma kapitis adalah penyebab terbesar jumlah cacat dan kematian. Di negara berkembang
seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan, frekuensi trauma
kapitis cenderung makin meningkat.5, 6
II.3.
Etiologi
Separuh dari semua trauma kapitis adalah karena kecelakaan di jalan raya yang
melibatkan mobil, sepeda motor, sepeda, dan pejalan kaki. Kecelakaan ini adalah penyebab
utama dari trauma kapitis pada orang di bawah usia 75 tahun. Bagi mereka berusia 75 tahun
ke atas, mayoritis mengalami trauma kapitis karena jatuh. Sekitar 20% dari trauma kapitis
adalah karena kekerasan, seperti senjata api dan serangan kekerasan terhadap anak, dan
sekitar 3% adalah karena cedera olahraga. Selain itu setengah dari insiden trauma kapitis
melibatkan penggunaan alkohol. Penyebab trauma kapitis berperan dalam menentukan hasil
pasien.6
2
II.4.
Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat dipenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.7, 8
II.5.
Klasifikasi
Trauma kapitis dibagi menjadi trauma kapitis primer dan trauma kapitis sekunder.
Trauma kapitis primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
cedera, dan ini merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini umumnya menimbulkan lesi
permanen. Tidak banyak yang dapat dilakukan kecuali menstabilkan kondisi pasien, sehingga
sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal. Trauma kapitis primer
pula dibahagikan kepada trauma kapitis terbuka dan trauma kapitis tertutup.7, 8
Trauma kapitis sekunder merupakan proses lanjutan dari trauma kapitis primer dan
lebih merupakan fenomena metabolik. Pada penderita trauma kapitis berat, pencegahan
trauma kapitis sekunder dapat mempengaruhi tingkat penyembuhan pasien. Penyebab trauma
kapitis sekunder antara lain penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia, hipo atau hiperkapnea,
hipertermia, dan hiponatremia) dan penyebab intrakranial (tekanan intrakranial meningkat,
hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi).7, 8
Trauma Kapitis
Primer
Terbuka
Tertutup
Sekunder
Sistemik
Intrakranial
II.6.
Manifestasi Klinis
Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
ii.
iii.
iv.
v.
ii.
Berdasarkan lokasi benturan, lesi dibedakan atas coup kontusio dimana lesi
terjadi pada sisi benturan, dan tempat benturan. Pada kepala yang relatif diam
biasanya terjadi lesi coup, sedang bila kepala dalam keadaan bebas bergerak
akan terjadi kontra coup.6
Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang
semakin menurun, disertai oleh anisokor dan mungkin terjadi hemiparese
kontralateral. Sedangkan perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas
tidak memberikan manifestasi klinis yang khas selain penurunan kesadaran
(biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari.6
iii.
Perdarahan Subdural
Merupakan perdarahan antara duramater dan arakhnoid, yang biasanya
meliputi perdarahan vena. Perdarahan subdural dibedakan atas akut, subakut,
dan kronis.7
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak dasar dan
cedera batang otak. Manifestasi klinisnya adalah sakit kepala, perasaan
mengantuk, kebingungan, respon yang lambat, dan gelisah. Keadaan kritis
terlihat apabila adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.7
iv.
Perdarahan Intraserebral
Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Perdarahan mungkin
disertai contra coup phenomenon. Pendarahan ini sering pada kasus kontusio
dan terjadi pada area frontal dan temporal. Akibat adanya substansi darah
dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak. Manifestasi neurologik
tergantung pada ukuran dan lokasi perdarahan.7, 8
II.7.
Pemeriksaan Radiologi
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 1 & 2: Gambaran foto polos kepala lateral menunjukkan dua jenis fraktur tengkorak
Gambar 1: Menunjukkan fraktur linear (panah hitam) 10
Gambar 2: Menunjukkan fraktur impresi (panah hitam)10
Komosio Serebri
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan
anatomi jaringan otak akibat adanya cedera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan
penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala,
pusing, mual-muntah adanya amnesia retrograde atau antegrade. Pada pemeriksaan
radiologis tomografi komputer tidak didapatkan adanya kelainan.13
ii.
Kontusio Serebri
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat
adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan pasien pernah atau sedang tidak
sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan
jaringan otak seperti hemiparese/plegi, afaasia disertai gejala mual-muntah, pusing sakit
kepala, amnesia retrograde atau antegrade, pada pemeriksaan tomografi komputer didapatkan
daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa
terjadi robekan membran pia-arakhnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri yang
gambaran pada tomografi komputer disebut Pulp brain.13
Gambaran TK akut awalnya menunjukkan isodens kontusio yang menjadi lebih jelas
pada tindak lanjut pemindaian TK. Gambaran TK seperti terlihat di bawah, sering
menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu dalam ukuran dan jumlah kontusio dan
jumlah perdarahan dalam kontusio. Awalnya, temuan gambaran TK boleh normal atau
minimal abnormal karena volume parsial antara microhemorrhages padat dan edema
hipodens dapat menyebabkan kontusio isodens relatif terhadap jaringan otak sekitarnya.14.
10
Gambar 3
Gambar 3: Gambaran kontusi serebri akut pada temporal kortikal kanan Gliding contusion
disebabkan oleh percepatan sudut sagital dengan peregangan dan robeknya pembuluh darah
parasagittal. Gliding contusion sering hemoragik, tidak hanya dari gerak diferensial struktur
subkortikal (sering disebut sebagai cedera geser), tetapi juga dari robeknya vena parasagittal.
Ketika otak tiba-tiba bergeser pada saat dampak, jaringan subkortikal meluncur lebih dari
korteks. Para Convexities dari setiap belahan yang berlabuh ke dura secara granulasi
arakhnoid. Gliding contusion juga cenderung bilateral.14
Gambar 4
Gambar 4: Gambaran acute gliding contusions
11
iii.
Hematoma Epidural
Tomografi komputer adalah pemeriksaan pilihan jika dicuriga adanya hematoma
epidural intrakranial.15-19 Namun, karena volume rata-rata berada dengan tulang yang
berdekatan, hematoma epidural yang kecil dapat menjadi sulit untuk dideteksi dengan
tomografi komputer.20
Hematoma epidural biasanya dapat dibedakan dari hematoma subdural dengan adanya
bentuk biconvex, dibandingkan dengan bentuk bulan sabit dari hematoma subdural. Selain itu,
tidak seperti hematoma subdural, hematoma epidural biasanya tidak melewati sutura.20
Dengan bentuk biconvex yang khas, elips, ekstra-aksial koleksi cairan, penampilan hematoma
epidural pada tomografi komputer tergantung pada sumber perdarahan, waktu berlalu sejak
cedera, tingkat keparahan perdarahan, dan tingkat organisasi gumpalan dan pemecahan.21, 22
Gambar 5
Gambar 5: Gambaran Hematoma Epidural
Akut, atau tipe 1, hematoma epidural mungkin mengandung hyperdense clot dan
swirling lucency. Temuan ini diyakini merupakan campuran dari perdarahan aktif dan serum
yang tersisa setelah pembentukan gumpalan sebelumnya. Subakut, atau tipe 2, hematoma
epidural menjadi hiperdens homogen dengan adanya perdarahan aktif berhenti dan bentuk
gumpalan terorganisir. Kronis, atau tipe 3, hematoma epidural mengandung setidaknya
sebagian hipodens dengan gumpalan mengalami kerusakan dan resorpsi. Peningkatan
pembentukan membran mungkin hasil dari neovascularitas dan pembentukan jaringan
granulasi di dura pengungsi selama proses gumpalan-resorpsi.23
12
Gambar 6
Gambar 6: Gambaran Hematoma Epidural Akut
iv.
Hematoma Subdural
Perdarahan terjadi di antara duramater dan arakhoid yang disebabkan robekan vena-
vena di daerah korteks serebri atau bridging vein oleh suatu trauma. Lokalisasi terutama di
daerah frontoparietotemperoral. Hematoma subdural dibagikan dalam tiga jenis: akut, subakut
dan kronik.24
Pada gambaran TK, subdural hematoma akut dapat ditemukan area hiperdens tipis,
merata berbentuk semilunar atau bulan sabit (crescentic appearance) di antara tabula dan
parenkim otak. Pada minggu kedua dan ketiga (fase subakut), subdural hematoma menjadi
isodense terhadap otak dan sering menjadi bentuk lensa sehingga dapat membingung dengan
epidural hematoma. Setelah beberapa minggu kemudian, akan timbul hematoma subdural
kronik, pada gambaran TK yang ditemukan area hipodens, isodens, atau sedikit hiperdens dan
berbentuk bikonveks yang berbatas tegas.23 Seringkali, hematoma subdural kronis muncul
sebagai lesi heterogen padat dengan fluid level antara (hipodens) komponen akut dan
(hiperdens) komponen kronis hematoma.24, 25
13
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 10: Kronis subdural hematoma (SDH) umumnya bilateral dan memiliki area
perdarahan akut, yang mengakibatkan densitas yang heterogen. Tampak kurangnya
pergeseran garis tengah karena adanya hematoma bilateral.24, 25
14
v.
pada konveksitas otak. SAH yang disebabkan oleh pecahnya aneurisma otak biasanya terletak
di cisterns subarakhnoid pada dasar otak. SAH dapat terjadi sendiri atau dalam hubungan
dengan hematoma intraserebral atau ekstraserebral lainnya. Pada gambaran TK, SAH terlihat
mengisi ruangan subaraknoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi cairan serebrospinal di
sekitar otak. Rongga subaraknoid yang biasanya hitam mungkin tampak putih di perdarahan
akut. Temuan ini paling jelas terlihat dalam rongga subaraknoid yang besar. Jika pemeriksaan
TK dilakukan beberapa hari atau minggu setelah perdarahan awal, temuan akan tampak lebih
halus. Gambaran putih darah dan bekuan cenderung menurun, dan tampak sebagai abu-abu.
SAH dapat menyebabkan hidrosefalus dan konfusi akibat trauma, pecahnya pembuluh darah
arteri (aneurisme) atau malformasi arteriovenosa (AVM). Selain menentukan SAH, gambaran
TK juga dapat digunakan untuk melokalisir sumber perdarahan.24, 25
Gambar 11
Gambar 12
15
vi.
Hematoma Intraserebral
Hematoma intraserebral adalah perdarahan parenkhim otak disebabkan pecahnya
pembuluh darah, sehingga timbulnya hematom intraparenkim sesudah 30 menit hingga 6 jam
trauma. Hematom ini boleh timbul di daerah kontralateral (contrecoup). Pada gambaran TK
sesudah beberapa jam akan tampak daerah hematom (hiperdens) dan tepi yang tidak rata.5, 26
Gambar 13
Gambar 13: Hematoma intraserebral. Gambaran TK ditemukan perdarahan parenkim otak
dengan adanya gambaran lesi hiperdens (panah putih), jaringan di sekitar tampak densitasnya
lebih rendah akibat infark atau edema.
vii.
Perdarahan Intraventrikular
Sebelum ketersediaan ultrasonografi, tomografi komputer digunakan untuk diagnosis
dan tindak lanjut. Tomografi komputer tidak lagi digunakan untuk diagnosis dan tindak lanjut
mengingat keamanan dan efektivitas biaya sonografi.10
Gambar 14
16
17
Perdarahan Hiperakut
Gambar 15
Gambar 15: Magnetic Resonance Imaging aksial menunjukkan hematoma hiperakut dalam
kapsul eksternal yang tepat dan korteks insular pada pasien hipertensi. T1 aksial menunjukkan
isointens untuk lesi hipointens di daerah temporoparietal kanan yang hiperintens pada T2 dan
dengan kecenderungan tampak sebagai intensitas sinyal rendah karena darah pada gradienecho (GRE). Sebuah lingkaran kecil edema vasogenik mengelilingi hematoma.28
2.
Perdarahan Akut
Gambar 16
Gambar 16: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan hematoma akut pada daerah frontal
kiri. T1 aksial dan T2 menunjukkan hematoma yang hipointens. Sebuah lingkaran kecil
edema vasogenik mengelilingi hematoma terlihat di T2.28
18
3.
Gambar 17
Gambar 17: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan hematoma subakut awal di daerah
oksipital kiri. Lesi terlihat hiperintens pada T1 dan hipointens pada T2 ditandai dengan
kecenderungan disebabkan oleh hematoma pada gradien-echo
(GRE).
Hematoma
4.
Gambar 18
Gambar 18: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan perdarahan subakut akhir di kedua
daerah thalamus pada pasien malaria cerebral. T1, T2, dan gradient-echo (GRE) menunjukkan
hematoma hiperintens. T2 dan GRE menunjukkan lingkaran kecil hipointens yang disebabkan
hemosiderin.28
19
5.
Perdarahan Kronik
Gambar 19
Gambar 19: Magnetic Resonance Imaging menunjukkan hematoma kronik sebagai spaceoccupying lesion pada fossa posterior kanan. Perdarahan terlihat sebagai gambaran hipointens
di T1 dan T2. Hipointensitas diperjelas oleh efek darah pada GRE.28
6.
berbeda evolusinya, oleh karena itu, terdapat 5 penampilan di MRI. Dura tervaskularisasi
dengan baik dan mempunyai tekanan oksigen yang agar tinggi, mengakibatkan perkembangan
dari satu tahap ke tahap lainnya menjadi lebih lambat di dalam lesi daripada di dalam otak. 4
tahapan yang pertama itu adalah sama dengan yang untuk hematoma parenkim, dengan
karakteristik yang sama pada T1-WI dan T2-WI. Tahap kronis ditandai dengan denaturasi
oksidatif methemoglobin
nonparamagnetic. Selain itu, tidak ada pinggiran hemosiderin dan jaringan makrofag terlihat
di sekitarnya hematoma. Apabila terjadinya perdarahan rekuren di SDH, akan terlihat lesi
dengan gambaran intensitas sinyal yang berbeda pada MRI.29
Perkembangan epidural hematoma (EDH) dan subdural hematoma (SDH) adalah
sangat mirip. EDH berbentuk bikonveks klasik dan dengan dasar dura mater yang
berintensitas, manakala SDH berbentuk konkave.29
20
Gambar 20
Gambar 20: Hematoma subdural subakut pada frontoparietal. KT menunjukkan isodens
hipodens subdural hematoma. Pada MRI, T1 dan T2 terlihat gambaran intensitas sinyal tinggi
menunjukkan perdarahan subakut akhir.29
Gambar 21
Gambar 21: Pada MRI T1 menunjukkan subdural hematoma subakut bilateral dengan
intensitas sinyal yang meningkat. Daerah intensitas yang intermediate menunjukkan
perdarahan akut pada perdarahan subakut.29
21
dura atasnya oleh pelek tipis serum diekstrusi terletak di antara gumpalan dan dura. Garis ini
hyperintense pada kedua gambar T1-W dan T2-W.23
Hematoma epidural akut adalah isointense untuk minimal hipointense pada gambar
T1-W dan nyata hipointense pada gambar T2-W; penampilan ini sesuai dengan fase
deoxyhemoglobin. Hematoma epidural subakut adalah hyperintense pada gambar T1-W,
karena deoxyhemoglobin diubah menjadi methemoglobin. Pada gambar T1-W, dura dapat
dilihat sebagai garis tipis hipointense bahwa hematoma tersebut berpindah menuju ke
dalam.23
MRI juga dapat menunjukkan fraktur dengan cairan antara margin fraktur. Modalitas
ini dapat membantu dalam menunjukkan oklusi sinus dural dalam kasus flap fraktur akibat
intimal berhubungan dengan vena sinus hematoma epidural.23
Gambar 22
Gambar 22: Gambaran Hematoma Epidural Akut
MRI biasanya menunjukkan kontusio otak dari timbulnya cedera. MRI adalah sensitif
terhadap hiperakut kontusio hemoragik (<12 jam). Pada MRI, kontusio adalah isointense ke
hyperintense pada T1-W dan hyperintense pada gambar T2-W. Gradient-echo MRI dapat
mengungkapkan hipointensitas, yang sangat penting untuk deteksi dan deliniasi kontusio.14
22
Gambar 23
Gambar 23: Gambaran MRI pada kontusio serebri
7.
Gambar 24
Gambar 24: MRI menunjukkan perdarahan subarachnoid (SAH). SAH muncul hyperintense
pada T2 dan fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) images. Isointense - hipointense
pada gambar T1. Marked blooming diamati pada gambar echo gradient (GRE). Gambaran
menunjukkan perdarahan hiperakut atau akut.28
23
Gambar 25
Gambar 25: Perdarahan subarachnoid tampak hiperintense pada gambar T2, hipointense pada
FLAIR, dan tampak marked blooming pada gradien echo-(GRE) gambar di celah Sylvian,
pada basal cisterns, dan sepanjang folia serebellar karena darah. Gambaran ini menunjukkan
perdarahan subarachnoid kronis dan / atau siderosis superfisia.28
D. Angiografi Serebral
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan pembuluh darah dengan menggunakan zat
kontras. Sejak perkembangan TK di pertengahan 1970-an, kebutuhan angiografi serebral pada
trauma kapitis telah menurun secara dramatis. Angiografi serebral berperan dalam
menunjukkan dan mengelola cedera vaskuler yang traumatis. Cedera vaskuler biasanya
disebabkan oleh trauma tajam (misalnya, luka tembak atau tusuk), fraktur tulang tengkorak
basal, atau trauma leher. Namun, pemeriksaan ini bermanfaat bila alat tomografi komputer
tidak disediakan. Pemeriksaan angiografi serebral pada trauma kapitis dapat memperlihatkan
adanya hematoma subdural dan hematoma epidural. Bila ada kelainan di dalam otak akan
terlihat adanya pergeseran pembuluh darah.9, 30
Pada pemeriksaan angiografi serebral, hematoma subdural menunjukkan pendesakan
arteri dan vena berbentuk konveks sesuai dengan lengkung hemisfer serebri. Sesuai dengan
lokalisasi perdarahan, akan tampak pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebri media
maupun deep vein. Kadang-kadang ditemukan lesi yang luas, tetapi pendesakan arteri serebri
anterior, arteri serebri media dan vena serebri interna sangat sedikit (tidak seimbang), maka
harus dilakukan angiografi sisi kontralateral karena kemungkinan adanya hematoma subdural
di sisi kontralateral tersebut. Membedakan hematoma epidural dan hematoma subdural pada
angiogram sering sulit. Jika arteri meningea media terdesak ke arah median (ke dalam), maka
24
diagnosis hematoma epidural dapat ditegakkan. Jika hematoma epidural masuk ke dalam
sinus venosus, maka sinus venosus ini akan terpisah dari tabula interna.9
Gambar 26
Gambar 27
Gambar 28
Sebelum perkembangan TK, angiografi serebral sering digunakan pada trauma kapitis
akut untuk membedakan hematoma ekstra-aksial daripada hematoma intra-aksial.10
Gambar 29
Gambar 30
emission
tomography
(PET)
dan
technetium
99m-hexa-
G. Kedokteran Nuklir
1. Radiofarmaka
Untuk menilai keadaan tubuh, misalnya hati, maka organ tersebut harus dijadikan
sumber radiasi. Apabila hanya organ tersebut saja yang menangkap unsur radioaktif,
sedangkan sekitar organ tersebut tidak, maka pemeriksaan organ tersebut sebagai sumber
radiasi dapat dilakukan. Untuk maksud tersebut, diperlukan suatu senyawa yang mengandung
radioaktif yang dapat ditangkap oleh organ tubuh secara selektif. Senyawa tersebut adalah
radiofarmaka, yang diberi batasan sebagai suatu senyawa aktif yang dimasukkan ke dalam
tubuh penderita (ditelan atau disuntik) untuk menegakkan diagnosis atau pangobatan dan
tidak tertutup kedap (ikut metabolisme tubuh).9
Radiofarmaka terdiri atas dua komponen radioaktif dan komponen pembawa materi
dapat ditandai (dilabel) oleh lebih dari satu bahan radioaktif, sebaliknya satu komponen
radioaktif dapat menandai lebih dari satu pembawa materi. Komponen pembawa materi akan
membawa bahan radioaktif ke organ tubuh tertentu yang dapat ditempati atau dapat
26
menangkap pembawa materi tersebut, sehingga bahan radioaktif akan berada di organ tersebut
dan menjadi sumber radiasi. Apabila sebagian atau seluruh organ tersebut gagal
ditempati/menangkap radiofarmaka atau sebaliknya terlalu banyak/terlalu aktif menangkap
radiofarmaka, maka peta energi organ tersebut akan berubah, misalnya abses di hati
menimbulkan gambaran cold area karena kegagalan sel hati di daerah abses untuk menangkap
radiofarmaka.9
3. Skrining Otak
Kerusakan sawar darah otak (blood brain barrier) yang dapat diakibatkan oleh trauma
(kontusi), daerah iskemi karena stroke dapat menyebabkan masuknya materi dari kapiler
darah ke jaringan ekstraseluler otak. Bila radioaktif disuntikkan ke dalam darah, radioaktif ini
juga akan berada di daerah ekstraseluler otak tersebut dengan konsentrasi yang tinggi dan
menimbulkan hot spot. Kerusakan blood brain barrier juga dapat diakibatkan oleh abses,
keganasan, sebaliknya hot spot pada citra otak dapat pula terjadi pada aneurisma dan
malformasi arteriovenosis. Sejak berkembangnya TK kepala, pemeriksaan scanning otak
dengan isotop jarang dilakukan di Indonesia.9
Radiofarmaka yang sering dipakai adalah 99mTc-HMPAO yang cukup representatif
dibandingkan radiofarmaka lainnya karena in vivo stabil, distribusi cepat, tidak retensi lama,
relatif tidak begitu mahal.9
27
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada kasus trauma kapitis termasuklah: 33
II.9.
Komplikasi
Komplikasi trauma kapitis biasanya berlaku secara langsung setelah terjadinya trauma
kapitis. Komplikasi yang terjadi bukan merupakan contoh-contoh trauma kapitis tetapi adalah
masalah medis yang terjadi akibat trauma kapitis. Walaupun komplikasi jarang terjadi namun,
resiko komplikasi bertambah dengan beratnya trauma kapitis. Antara komplikasi yang dapat
terjadi adalah kejang, hidrosefalus atau pembesaran ventrikel pasca-trauma, kebocoran cairan
serebrospinal, infeksi, cedera pembuluh darah, cedera saraf kranial, nyeri, luka,
kegagalan multiple organ pada pasien tidak sadar, dan politrauma (trauma ke bagian lain dari
tubuh selain kepala).34
Sebanyak 25% pasien dengan cedera kepala atau hematoma dan sekitar 50% pasien
dengan luka tembus kepala akan langsung mengalami kejang, dan kejang berlaku dalam
waktu 24 jam pertama setelah trauma kapitis. Hidrosefalus atau pembesaran ventrikel pascatrauma terjadi ketika cairan serebrospinal terakumulasi di otak yang mengakibatkan pelebaran
ventrikel otak (rongga otak yang diisi dengan cairan serebrospinal) dan peningkatan tekanan
intrakranial. Kondisi ini dapat berkembang selama tahap akut akibat trauma kapitis dan
28
mungkin tidak dapat dideteksi pada peringkat awalnya. Umumnya terjadi dalam tahun
pertama dari cedera dan ditandai oleh memburuknya keadaan neurologis, gangguan
kesadaran, perubahan perilaku, ataksia (kurangnya koordinasi atau keseimbangan),
inkontinensia, atau tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi. Kondisi ini
dapat berkembang sebagai akibat dari meningitis, perdarahan subarachnoid, hematoma
intrakranial, atau cedera lainnya.34
Fraktur tulang tengkorak dapat merobek selaput pelindung otak, menyebabkan
kebocoran cairan serebrospinal. Robekan antara dura dan selaput arakhnoid, yang disebut
fistula cairan serebrospinal, dapat menyebabkan cairan serebrospinal bocor keluar dari ruang
subarakhnoid ke ruang subdural, ini disebut hygroma subdural. Cairan serebrospinal juga
dapat keluar melalui hidung dan telinga. Robekan ini yang memungkinkan cairan
serebrospinal keluar dari rongga otak juga dapat memungkinkan udara dan bakteri ke dalam
rongga, sehingga menyebabkan infeksi seperti meningitis. Pneumocephalus terjadi ketika
udara masuk ke rongga intrakranial dan terperangkap dalam ruangan subarachnoid. Infeksi
dalam rongga intrakranial merupakan komplikasi berbahaya dari trauma kapitis. Infeksi
mungkin terjadi di luar dura, di bawah dura, di bawah arakhnoid (meningitis), atau dalam
ruang otak sendiri (abses). Sebagian besar cedera ini berkembang dalam beberapa minggu
trauma awal hasil dari fraktur tulang tengkorak atau luka tembus. Komplikasi meningitis
sangat berbahaya, dengan potensi untuk menyebar ke seluruh sistem otak dan saraf. Setiap
kerusakan pada kepala atau otak biasanya menghasilkan beberapa kerusakan pada sistem
pembuluh darah, yang menyuplai darah ke sel-sel otak.34
Sistem kekebalan tubuh dapat memperbaiki kerusakan pembuluh darah kecil, tetapi
kerusakan pada arteri yang lebih besar dapat mengakibatkan komplikasi yang serius.
Kerusakan salah satu arteri utama yang mengarah ke otak dapat menyebabkan stroke, baik
melalui perdarahan dari arteri (stroke hemoragik) atau melalui pembentukan bekuan di lokasi
yang cedera, disebut trombus atau trombosis, menghalangi aliran darah ke otak (stroke
iskemik). Gumpalan darah juga dapat berkembang di bagian lain dari kepala. Gejala seperti
sakit kepala, muntah, kejang, kelumpuhan pada satu sisi tubuh, dan semiconsciousness
berkembang dalam beberapa hari setelah cedera kepala yang disebabkan oleh gumpalan darah
yang terbentuk di jaringan dari salah satu sinus atau kavitas, berdekatan dengan otak.34
29
II.10. Penatalaksanaan
Berdasarkan Advanced Trauma Life Support guidelines, pasien yang mengalami
trauma pada kepala harus dievaluasi untuk trauma bedah (EL III) (American College of
Surgeons Committeee on Trauma, 1997). Triase yang tepat meliputi penilaian saluran udara,
pernapasan, dan sirkulasi, dan juga tulang servikal. Pemeriksaan neurologis adalah wajib dan
harus meliputi tingkat kesadaran, adanya amnesia anterograde atau retrograde dan atau
disorientasi, fungsi kognitif tinggi, adanya defisit neurologis fokal (asimetris motor refleks
atau reaksi, paresis unilateral atau defisit saraf kranial), respon pupil, tekanan darah dan
denyut nadi.32
Selain itu, adanya tanda-tanda lobus frontal, gejala atau defisit sensorik cerebellar
harus diperiksa sentiasa. Rekomendasi yang dianjurkan adalah semua pasien dengan cedera
kepala harus menjalani pemeriksaan neurologis, selain pemeriksaan bedah. Selanjutnya,
mendapatkan sejarah yang akurat (termasuk riwayat pengobatan), sebaiknya dengan informasi
yang diperoleh dari saksi dari kecelakaan atau personil yang terlibat dalam prosedur
pertolongan pertama di luar rumah sakit, adalah penting untuk memastikan keadaan di mana
kecelakaan itu terjadi dan untuk menilai durasi dari hilang kesadaran dan amnesia.32
30
II.11. Prognosis
Indikator awal (dalam waktu 24 jam dari trauma kapitis) prognosis pasien trauma
kapitis berguna supaya dapat dilakukan konseling kepada ahli keluarga. Berdasarkan
penelitian terkini mengenai nilai prognostik suatu kasus trauma kapitis setelah dilakukan
resusitasi adalah berdasarkan Skor SKG antara 39 yaitu trauma kapitis berat prognosisnya
adalah kematian,vegetatif stage, atau penurunan refleks neurologis yang berat.5
Selain itu, usia pasien juga membantu prognosis suatu kasus trauma kapitis. Usia
lanjut mempunyai nilai prognostik yang kurang dan prognosis berkurang sebanyak dua kali
lipat dengan usia 60 tahun ke atas. Keadaan hipotensi saat masuk ke rumah sakit mempunyai
resiko dua kali lipat kematian. Demikian pula, mata yang dilatasi lebih dari 4 mm mempunyai
resiko kematian sebanyak 90%.5
Biasanya, cisterns di sekitar otak tengah akan terlihat, tetapi dengan pembengkakkan
otak dan herniasi ruangan tersebut tersumbat dan tidak lagi terlihat dan merupakan prediktor
signifikan untuk prognosis yang buruk. Perdarahan subarakhnoid di sekitar dasar otak
meningkatkan kemungkinan vasospasme, perfusi buruk, dan selanjutnya kematian atau cacat
yang signifikan. Pergeseran garis tengah otak adalah akibat memar atau perdarahan dalam
kebanyakan kasus merupakan indikator prognostik buruk.5
Tabel 2.5
Klinis / Trauma Kapitis
Skor GSC
Ringan
> 12
Sedang
9 12
< 30 menit
> 30 menit
Tidak
tampak Tampak abnormalitas
abnormalitis
Tidak ada
Ada lesi operatif
Lesi Operatif
intrakranial
< 48 jam
48 jam
Jangka waktu di RS
<
1
jam
1 24 jam
Post traumatic Amnesia
Mual,
Muntah
& Ada
Pening
Hilang Kasadaran
Abnormalitas TK
Berat
< 9 dalam 48 jam
setelah trauma kapitis
> 24 jam
Tampak abnormalitas
Ada
(Tergantung prognosis)
> 7 hari
-
31
BAB III
KESIMPULAN
1. Trauma kapitis, tejadi bila trauma berlaku secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan
pada otak. Kerusakan dapat terjadi secara fokal (terbatas pada satu daerah otak) atau
difus (melibatkan lebih dari satu area dari otak).
2. Skor SKG penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma
kapitis. Berdasarkan Skala Koma Glasgow, trauma kapitis dibagi atas trauma kapitis
ringan (SKG 13-15), sedang (SKG 9-12) dan berat (SKG 3-8).
3. Pemeriksaan foto polos kepala dapat melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang
tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial.
Sekarang, pemeriksaan foto polos kepala telah digantikan oleh TK dan jarang
digunakan lagi pada pasien dengan trauma kapitis tertutup.
4. Tomografi Komputer (TK) adalah modalitas alat pencitraan utama yang digunakan
dalam keadaan akut dan sangat bermanfaat dalam menegakkan serta menentukan tipe
trauma kapitis karena kemampuannya memberikan gambaran fraktur, hematoma dan
edema yang jelas baik bentuk maupun ukurannya.
5. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan informasi yang tidak
dapat dilihat pada sinar-X atau tomografi komputer (TK).
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Leksmono, P.R., Hafid A., Sajid D.M., 1984. Cedera Otak dan Dasar-dasar
Pengelolaannya, Cermin Dunia Kedokteran, 34: 32 38
2. Budi Riyanto W., 1992, Penatalaksanaan Fase Akut Cedera Kepala, Cermin Dunia
Kedokteran, 77: 52 55
3. Eastern Association for the Surgery of Trauma, 2001, Practice Management
Guidelines for the Management of Mild Traumatic Brain Injury
4. Toyama, Y. et al., 2005. CT for Acute Stage of Closed Head Injury. Radiation
Medicine 23 (5): 309316
5. Ghajar. J (2000), Traumatic brain injury, Brain Trauma Foundation and Weill Medical
College of Cornell University, New York, The Lancet, Vol 356: 928
6. Vital.M., 2002, Traumatic Brain Injury, National Institute of Neurological Disorders
& Stroke National Institute of Health, Maryland, NIH Publication, 1-34
7. Yate. D, Robb. P., 2007, Head Injury, NICE Clinical guildelines 56, National
Callaborating Centre for Acute Care, 5
8. Facts about Concussion and Brain Injury, U.S Department of Health & Human
Services Centre for Disease Control & Prevention, 5-10. Diunduh dari:
www.cdc.gov/TraumaticBrainInjury [12 April 2012]
9. Rasad S., 2005, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FK UI, Jakarta. Edisi Kedua,
349-591.
10. Robert M, Quencer., 2002, Neuroimaging and Head Injury, AJR, 150
11. Irwan
O.,
2006
Trauma
kapitis,
Universitas
Riau.
Diunduh
dari:
33
14. Denise
Morales,
MD,
Brain
Contusion
Imaging,
Diunduh
Resonance
Imaging
(MRI)
of
The
Head.
Diunduh
dari:
http://www.webmd.com/brain/magnetic-resonance-imaging-mri-of-the-head [6 April
2012]
34
28. Ashtekar JL. Naul LG., Intracranial Hemorrhage Evaluation with MRI, USA:
Medscape; 2011. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/344973overview [25 Maret 2012]
29. Andrew LW., Imaging in Subdural Hematoma, USA: Medscape; 2011. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/344482 [10 April 2012]
30. David J, Ted R., 2011, Intracaranial Hemorrhage Workup, USA: Medscape. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/1163977-workup [12 April 2012].
31. Gaskill-Shipley MF, Tomsick TA., Angiography in the evaluation of head and neck
trauma, Neuroimaging Clin N Am 1996; 6(3):607-624.
32. P. E. Vos et al. (2002), EFNS Guideline on Mild Traumatic Brain Injury: Report of an
EFNS task force, European Journal of Neurology 9: 210216
33. BMJ Publishing Group Limited, 2011. Assessment of traumatic brain injury, acute,
Best
Practice.
Diunduh
dari:
http://bestpractice.bmj.com/best-
35
LAMPIRAN
36
36
36
Komusio
ringan
Tiada
Kehilangan kesadaran
Jangka waktu kehilangan Tiada
kesadaran
Tiada
Decerebrate posturing
Kontusio
serebral
Segera
< 6 jam
Segera
6-24 jam
Segera
> 24 jam
Tiada
Jarang
Beberapa
detik
Tiada
Beberapa
menit-jam
Ringan
Beberapa
Jam
RinganSedang
Tiada
Kadangkadang
Beberapa
Hari
RinganSedang
Ringan
Tiada
Defisit motorik
Prognosis setelah 3 bulan
(%)
100
Baik
0
Defisit sedang
0
Defisit berat
0
Vegetatif
0
Kematian
Tiada
95
5
0
0
0
63
15
6
1
15
Berat
Segera
Beberapa
hari-minggu
Ada
Beberapa
minggu
Berat
Berat
38
21
12
5
24
15
13
14
7
51
T1
Hiperakut
Isointens
T2
atau Hiperintens
hipointens
Deoxyhemoglobin, intraseluler Hipointens
Hipointens
Methemoglobin, intraseluler
Hiperintens
Hipointens
>7 d
Methemoglobin, extraseluler
Hiperintens
Hiperintens
>14 d
Ferritin
hemosiderin, Hipointens
Hipointens
Akut
Sub akut
1-3 d
akhir
Kronik
dan
extraseluler
37
MRI
Angiografi
Komputer
Komosio Serebri
Kontusio Serebri
Hiperdensiti
isointensities to
inhomogen
hyperintensities
Hematoma
Bentuk bikonveks
Massa bikonveks
Epidural
arteri meningealnya
ekstra-aksial koleksi
terlihat menuju ke
dalam
sutura
terletak di antara
spasme
mengandung
T1-W : isointense ke
hipointense minimal
swirling lucency
T2-W: nyata
hipointense
b) Subakut
homogeneously
T1-W: hiperintense
hyperdense
c) Kronis
Sebagian hipodense
dengan gumpalan
mengalami kerusakan
dan resorpsi
38
SDH
Akut
Lokasi perdarahan
Subakut
Kronik
Onset
jam 72 jam
3 14 hari
CT-Scan
> 14 hari
Isodens
Hipodens, isodens/
sedikit hiperdens
Lesi heterogen
(campuran dari
komponen akut dan
kronik)
MRI
Hiperakut
Akut
Subakut
Subakut
(awal)
(akhir)
Kronik
T1W
T1W
T1W
T1W
T1W
hipointens/
Hipointens
Hiperintens
Hiperintens
Hipointens
isointens
T2W
T2W
T2W
T2W
T2W
Hipointens
Hipointens
Hiperintens
Hipointens
hiperintens
39
Gambar 31
Gambar 31: Menunjukkan komponen-komponen yang menjadi patokan dalam prognosis
suatu kasus trauma kapitis 36
Gambar 32
Gambar 33
Epidural
Type of
Anatomic
Patient
Location
Young,
Potential
rare in
CT Findings
Common
Classic
Cause
Symptoms
Biconvex,
Skull fracture
Immediate
space
football
with tear of
LOC with a
elderly
between skull
shaped
the middle
lucid period
and those
and dura
hematoma
meningeal
or to
aged < 2
mater
artery
deterioration
years
(only occurs in
about 20%)
Subdural
More risk
Space
Crescent-or
Acceleration-
Acute: rapid
in the
between dura
sickle-shaped
deceleration
LOC, lucid
elderly
mater and
hematoma
with the
period possible
and
arachnoid
tearing of
Chronic:
bringing vein
altered mental
alcoholic
patients
state and
behavior with
gradual
decrease in
consciousness
Subarachnoid
Any age
Subrachnoid
Blood in the
Acceleration-
Mild,
group
basilar
deceleration
moderate, or
after blunt
cisterns and
with the
severe
trauma
hemispheric
tearing of
traumatic brain
sulci and
subarachnoid
injury with
fissures
vessels
meningeal
signs and
symptoms
Contusion/Intracerebral
Any age
Usually
May be
Severe or
Symptoms
hematoma
group
anterior
normal
penetrating
range from
after blunt
temporal or
initially with
trauma;
normal to LOC
trauma
posterior
delayed
shaken baby
frontal lobe
bleeding
syndrome
41