Anda di halaman 1dari 6

Pengembangan Energi Terbarukan, Pembangkit Listrik Tenaga Magnet (PLTM)

1. Aris Suryadi 2.Noor M Bintang, Augy Haerudy


Program Teknik Listrik, Politeknik Enjinering Indorama
(1.Dosen Teknik Listrik, 2.Mahasiswa Teknik Listrik)
Abstrak
Dalam teknik elektro atau teknik listrik kita tentu mengenal yang dinamakan pembangkit listrik, baik pembangkit listrik
tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan masih banyak jenis lainnya, namun dari semua itu pernahkah
terbayangkan ketika PLTA, air pada bendungannya mengering yang dikarenakan kemarau panjang atau dikarenakan bencana alam
lainnya ? atau PLTU yang sudah kehabisan stok batu bara ?
Pembangkit Listrik Tenaga Magnet adalah salah satu dari beberapa energi terbarukan yang masih banyak dikembangkan.
Karena memiliki banyak dampak positif dibandingkan negatif-nya, akan tetapi penelitian ini banyak terhambat di bagian material
komposisi PLTM itu sendiri, terutama magnet yang sebagai bahan utama dari penelitian ini.
Dalam makalah ini akan dibahas dasar teori dan sistem kerja dari pembangkit listrik tenaga magnet, tidak sampai disitu
pada makalah ini juga kita akan membahas keuntungan dari Pembangkit Listrik Tenaga Magnet.
Kata kunci: magnet, polaritas, pembangkit listrik

I. PENDAHULUAN
Sumber energi yang berasal dari fosil saat ini
menyumbang 87,7% dari total kebutuhan energi di dunia
yang akan segera menurun karena tidak lagi ditemukannya
sumber cadangan baru. Cadangan sumber yang berasal
dari fosil diseluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40
tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan
200 tahun untuk batu bara. Kondisi keterbatasan sumber
energi di tengah semakin meningkatnya kebutuhan energi
di dunia dari tahun ketahun (pertumbuhan konsumsi
energi saja sebesar 4,3%).
Pembangkit listrik PLN yang terbanyak
menggunakan BBM (36%) dan diikuti pembangkit yang
menggunakan gas (25%), batubara (23%), tenaga air (15%)
dan panas bumi
(2%).Sesuai
dengan
kebijakan
diversifikasi energi, penggunaan BBM untuk pembangkit
listrik berangsur-angsur diusahakan untuk digantikan
dengan penggunaan energi lain seperti: gas bumi,
batubara dan energi terbarukan. Pemakaian energi primer
untuk pembangkit listrik PLN ditunjukkan pada
Gambar 1. Penggunaan batubara untuk pembangkit
listrik dalam dua puluh tahun terakhir ini meningkat
sangat pesat sebesar 27% per tahun. Serta tuntutan untuk
melindungi bumi dari pemanasan global dan polusi
lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan
teknologi baru bagi sumber energi yang terbarukan.

Krisis energi yang melanda indonesia khususnya


energi listrik telah memaksa berbagai pihak untuk mecari
solusi dalam mengatasi persoalan ini. Banyak sekali
penilitian yang telah dilakukan untuk mencari sumber
energi alternatif selain minyak bumi dan batu bara.
Pemanfaatan energi matahari, angin, dan air sudah banyak
dilakukan baik dalam skala kecil maupun besar.
Magnet memang menjadi bagian penting dalam
sebuah sistem pembangkitan listrik, apapun itu sumber
energi pembangkitnya baik pembangkit listrik tenaga air
(PLTA), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),
pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU), pembangkit
listrik tenaga angin, dan beberapa jenis pembangkit listrik
lainnya. Mungkin hanya pembangkit listrik tenaga surya
serta pembangkit listrik dari fuel cell yang sama sekali
tidak menggunakan komponen magnet dalam sistem
pembangkitan listriknya, karena listrik langsung
dihasilkan melalui proses fisis dan kimiawi pada material
yang digunakannya.
Magnet dalam sebuah sistem pembangkitan terdapat
pada bagian generator, di mana generator ini dapat
menghasilkan listrik oleh putaran yang bersamaan dengan
putaran turbin dengan adanya bantuan sumber-sumber

energi seperti energi potensial air, angin, uap, dan lain


sebagainya. Namun ternyata magnet juga dapat menjadi
sumber energi penggerak bagi generator itu sendiri.
Makalah ini akan merangkum dasar teori ,
cara kerja , hambatan yang terjadi saat penelitian dan
keuntungan keuntungan dari Pembangkit Listrik Tenaga
Magnet tersebut.
II. DASAR TEORI
2.1. Dasar Teori
Magnet selalu memiliki dua kutub yaitu: kutub
utara (north/ N) dan kutub selatan (south/ S). Walaupun
magnet itu dipotong-potong, potongan magnet kecil
tersebut akan tetap memiliki dua kutub. Magnet dapat
menarik benda lain. Beberapa benda bahkan tertarik lebih
kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Tetapi tidak
semua logam mempunyai daya tarik yang sama terhadap
magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang
mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet.
Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang
mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet.
Magnet dalam sebuah sistem pembangkitan
terdapat pada bagian generator, di mana generator ini
dapat menghasilkan listrik oleh putaran yang bersamaan
dengan putaran turbin dengan adanya bantuan sumbersumber energi seperti energi potensial air, angin, uap, dan
lain sebagainya. Namun ternyata magnet juga dapat
menjadi sumber energi penggerak bagi generator itu
sendiri.

2.1.1 . Hukum Lenz (1878)


Jika suatu pengantar listrik digerakkan dalam
suatu medan magnet, maka arus listrik yang diinduksikan
berarah sedemikian rupa, sehingga gerak pengantar listrik
yang mengakibatkan induksi tadi terhambat olehnya.
2.1.2 Hukum Maxwell (percobaan Maxwell) James
Clerk Maxwell [1864]

Berikut adalah urutan magnet dari yang paling


terkuat :
1.

Magnet neodymium, merupakan magnet tetap


yang paling kuat. Magnet neodymium (juga
dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet
Neo),

merupakan

jarang,

terbuat

sejenis
dari

magnet

campuran

tanah
logam

neodymium.
2. Magnet Samarium-Cobalt: salah satu dari dua jenis
magnet bumi yang langka, merupakan magnet
permanen yang kuat yang terbuat dari paduan samarium
dan kobalt.
3. Ceramic Magnets
4. Plastic Magnets
5. Alnico Magnets
III. CARA KERJA
Pembangkit listrik tenaga magnet mempunyai prinsip
kerja yang cukup sederhana, yaitu memanfaatkan gaya
dari arah flux magnetik yang berlawanan sebagai sumber
energi yang dapat membuat magnet lainnya bergerak. Jika
flux magnet yang berlawanan tersebut disusun dari
beberapa buah magnet sedemikian rupa dan magnet pada
bekas speaker didekatkan ke magnet-magnet yang
terpasang maka akan memicu pergerakan dari magnetmagnet lainnya yang berfungsi sebagai rotor. Kemudian
dari bagian rotor ini dapat disambungkan dengan bagian
dari magnet lainnya yang berfungsi sebagai generator.
Dari generator yang mulai bekerja (berputar) maka akan
menghasilkan energi listrik yang akan menyebabkan
lampu LED akan menyala.

Oleh karena perubahan medan magnet dapat


menimbulkan medan listrik,sebaliknya perubahan medan
listrik dapat menimbulkan medan magnet

Magnet dapat berada dalam berbagai bentuk dan


ukuran. Bentuk yang paling sederhana berupa batang
lurus. Bentuk lain yang sering kita jumpai misalnya
bentuk tapal kuda (ladam) dan jarum. Pada bentuk-bentuk
ini, kutub magnetnya berada pada ujung-ujung magnet itu.
Gambar 1 memperlihatkan berbagai bentuk magnet yang
sering kita jumpai.

Generator magnit menghasilkan listrik yang sama


cara kerjanya dengan turbin listrik. sebuah Rotor
besi dililit kawat tembaga, yang diputar dalam medan
magnit menghasilkan aliran elektron ajeg dan terus

menerus. Bedanya adalah semula menggunakan BB fosil


untuk menggerakkan rotor, maka dalam hal inimedan
magnit menggerakkan rotor. Seperti diketahui, magnit
memiliki kutub Utara dan Selatan, magnit dengan kutub
sama akan saling tolak-menolak, dan kutub berlawanan
akan saling tarik-menarik. Dalam Pembangkit Tenaga
Magnit, dorongan dan tarikan kutub magnit akan
membuat rotor tetap bergerak hingga menghasilkan listrik
bebas yang dapat disimpan dalam baterai. Gesekan udara
dan friksi akan menurunkan putaran rotor, tetapi sekali
laju rotasi turun di bawah titik tertentu, motor listrik akan
masuk ke sistem sehingga laju rotorpulih kembali, karena
ada bantuan energi yang tersimpan dalam baterai.

yang sama dengan yang lainnya. Karena berdasarkan


3.

teori, magnet yang digunakan haruslah monopole.


Daya yang dihasilkan masih kecil sehingga tidak
efektif untuk pembangkit listrik dalam skala besar.

3.2. Keuntungan atau Manfaat


Walaupun memiliki cukup banyak kendala,
pemangkit listrik tenaga magnet ini jika berhasil, maka
nantinya akan menghasilkan manfaat, diantaranya adalah :
1. Mendapatkan aliran listrik gratis terus menerus dan
stabil.
2. Ramah lingkungan dan tidak menimbulkan emisi
gas dan kimia.
3. Dapat dioperasikan pada kondisi sangat dingin atau
sangat panas, baik di dalam maupun di luar ruangan.
4. Bentuknya kecil dan mudah untuk dibuat.
5. Hampir tidak memerlukan perawatan.
6. Sangat cocok untuk dibawa bepergian seperti camping
ke daerah yang sulit mendapatkan aliran listrik,
walaupun cocok juga untuk digunakan sebagai sumber
listrik pencahayaan di rumah. Ide ini juga bisa
dijadikan sebagai kipas angin tanpa energi listrik.
IV. PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

3.1. Kendala atau Hambatan


Terdapat beberapa kendala atau hambatan dalam
penelitian mengenai energy generator ini, di antaranya
adalah:
1. Masih sulitnya menemukan magnet yang berukuran
relatif kecil dan ringan, tetapi memiliki kekuatan flux
magnet yang sangat kuat. Kalaupun ada, harganya
sangat mahal.

2.

Tidak adanya magnet monopole, untuk mendapatkan


putaran yang optimal, pada kelompok kami malah
menggunakan magnet bulat sebagai rotornya yang
memang sulit untuk menentukan arah kutub magnet

Hasil dari penilitian dan analisa terhadap


berbagai faktor yang telah diketahui dapat disimpulkan
bahwa :
Pembangkit Listrik Tenaga Magnet (PLTM)
memiliki banyak keuntungan dibandingkan pembangkit
yang lainnya , hanya saja masih terhambat dalam soal
material atau bahan utama untuk membuat PLTM itu
sendiri yaitu, sulitnya ditemukan magnet yang memiliki
tingkat fluksi yang tinggi tetapi memiliki beban yang
ringan.
4.2. SARAN
Untuk kepentingan pengembangan penilitian ini,
dapat diberikan saran sebagai berikut :
Sebaiknya kita banyak melakukan investasi
dalam peniltian ini , karena apabila penelitian ini berhasil
sukses tentu , banyak dari pembangkit yang masih
menggunakan fosil akan dihentikan dan beralih ke
pembangkit yang lebih ramah lingkungan , karena kita
memang di tuntut untuk menjaga bumi tetap hijau dan
menekankan konsep anti global warming
Modul AirPacts memprakirakan biaya eksternal
karena gangguan kesehatan yang dihitung
menggunakan
metode penyebaran dampak dari emisi atau sering
disebut impact pathway analysis (IPA).
Metode ini terdiri atas empat tahapan yaitu:
menentukan besarnya emisi, menentukan konsentrasi
ambien
dengan
menggunakan metode
dispersi,
mengestimasi dampak fisik dengan menggunakan fungsi
dose respons, dan menentukan nilai moneter dari
kerusakan (Kovacevic dkk. 2001 dan Wilde dkk.2003).
Secara ringkas metode IPA ditunjukkan pada
Gambar 1. Setiap tahapan perhitungan mempunyai

ketidakpastian karena keterbatasan data yang tersedia


maupun keterbatasan metodologi dari model yang digunakan.

(Banten) dan 3260 MW di Paiton (Jawa Timur). Lokasi


pembangkit listrik batubara diperlihatkan pada Gambar 3.
Seperti terlihat dalam peta, pembangkit listrik Suralaya
dapat diprakirakan mempunyai biaya eksternal yang paling besar
karena mempunyai kapasitas yang paling besar.

Gambar 2. Perhitungan Biaya Eksternal dengan Impact


Pathway Analysis
2.2.1. Kuantifikasi Emisi
Penerapan
IPA dimulai
dari
identifikasi
lokasi pembangkit, menentukan karakteristik pembangkit,
serta menentukan emisi yang akan dianalisis. Setiap
pembangkit tenaga listrik mempunyai koefisien emisi
tertentu tergantung dari teknologi dan jenis bahan bakar yang
digunakan.
2.2.2. Penyebaran dan Transformasi
Emisi yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik akan
terdispersi dan mengalami transformasi secara kimiawi.
Parameter yang penting untuk dipertimbangkan adalah
tinggi cerobong tempat gas buang dikeluarkan ke udara,
temperatur, kecepatan dan masa aliran gas buang.
Parameter penting yang mempengaruhi pola penyebaran
emisi adalah parameter meteorologi seperti: arah angin,
kecepatan angin, dan Pasquill class yang menunjukkan
kondisi udara berada dalam keadaan stabil atau turbulen.
Model gaussian plume digunakan untuk memprakirakan
konsentrasi polutan ke daerah sekitarnya.
2.2.3. Estimasi Dampak
Dampak lingkungan dapat diprakirakan dengan
fungsi dose response. Konsentrasi polutan yang melebihi
ambang batas akan berpengaruh terhadap penerima
polutan (manusia, tumbuhan dan bangunan). Dampak
terhadap kesehatan manusia dapat berupa sakit asma,
bronkitis, berobat ke rumah sakit, istirahat karena
sakit
dan
kematian prematur. Setiap jenis polutan
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kesehatan
manusia. Dampak lingkungan akan semakin besar bila
daerah yang terkena polusi mempunyai kepadatan penduduk
yang besar.
2.2.4. Biaya Eksternal
Nilai moneter dari kerusakan lingkungan
ditentukan
berdasarkan
agregat
dari kuantifikasi
dampak fisik baik terhadap kesehatan, tumbuhan maupun
bangunan. Biaya eksternal dapat ditentukan dengan
mengalikan dampak fisik (misalnya sakit asma)
dengan unit biaya (Rupiah per satuan sakit asma).
Estimasi biaya kesehatan merupakan masukan yang
harus dipertimbangkan dalam menentukan biaya
eksternal. Data untuk negara berkembang belum
mencukupi sehingga untuk menentukannya digunakan data
dari negara maju dengan melakukan penyesuaian
dengan nilai pendapatan perkapita dalam purchasing
power parity (PPP).
III. Data
Pembangkit listrik batubara yang ada saat ini
mempunyai kapasitas terpasang sebesar 7120 MW dengan
perincian 460 MW di Sumatera, 3400 MW di Suralaya

Gambar 3. Kapasitas Terpasang Pembangkit listrik


Batubara
Data yang diperlukan untuk masukan model SimPacts
secara garis besar dapat dirangkumkan dari Wilde dkk.
(2003) sebagai berikut :
3.1. Data Teknis Pembangkit Listrik Suralaya
Secara umum, data yang diperlukan meliputi:
jenis teknologi pembangkit listrik, bahan bakar yang
digunakan, produksi listrik, karakteristik cerobong asap,
dan
emisi yang dihasilkan selama operasi. Tabel 1
memperlihatkan data teknis pembangkit listrik Suralaya.
Teknologi yang digunakan adalah pulverized coal
steam dan sudah menggunakan penyaring debu berupa
electrostatic precipitator.
Tabel 1. Data Teknis Pembangkit Listrik Suralaya
Parameter
Kapasitas
terpasang
Pembangkitan

Satuan
GW

Nilai
3.400

GWh/yr
listrik
Karakteristik
cerobong
Tinggi fisik
m
Tinggi efektif
m
Diameter
m
Aliran buangan
m/s
o
Temperatur
C
keluran
Emisi selama operasi
SO2
g/kWh
NOx
g/kWh
PM10
g/kWh
Karakteristik Batubara
Nilai kalor
MJ/kg
Kandungan
%
uap
Kandungan
%
abu
Kandungan
%
karbon
Kandungan
%
Sumber:
belerangWilde dkk. (2003)

17.727
2
34
45
,
16,9
8
7
4,88
4,81
0,75
28.8
17,6
4,37
62,6
0,53

3.2. Data Meteorologi

Suralaya terletak di dekat kota Cilegon dan


berada pada 5,9o Lintang Selatan (LS) dan 254 o Bujur
Barat (BB). Kecepatan angin rata-rata sebesar 5,4 m/s dan
temperatur rata-rata udara sekitar (ambient temperature)
sebesar 29o C. Secara ringkas statistik angin
ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 . Statik Angin ( Wilde dkk 2003)

3.3. Data Penerima Polusi


Data yang diperlukan adalah kepadatan
populasi regional dalam radius 500 1.000 km dari
sumber polusi (termasuk daratan dan air), kepadatan
populasi lokal dalam radius 50x50 km2
yang terbagi
dalam wilayah-wilayah kecil 5x5 km2. Kepadatan
populasi lokal (50km) sebesar 356 orang / km2
sedangkan untuk regional sebesar 50,5 orang / km2.
3.4. Biaya Eksternal
Tanpa
adanya
biaya
eksternal,
biaya
pembangkitan dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu:
biaya investasi, biaya operasi dan perawatan, serta biaya
bahan bakar. Dengan mengambil asumsi harga batubara saat
ini sebesar 40 US$/ton, efisiensi thermal pembangkit listrik
batubara sebesar 37%, umur operasional sebesar 25 tahun,
serta menggunakan discount rate sebesar 10% dan 12%
maka komponen biaya pembangkitan ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Biaya Pembangkitan dari Pembangkit
Listrik Batubara
Biaya Pembangkitan
(cents $/kWh)
- Biaya investasi
- Biaya bahan bakar
- Biaya operasi dan perawatan
Total biaya pembangkitan

Discount rate
10%
12%
2.15
1.93
0.19
4.27

2.64
1.93
0.19
4.77

Menurut Kovacevic dkk. (2001) dampak


terbesar dari pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil
adalah emisi CO2 , partikel (khususnya PM10
dan
PM2.5 ), SO2 , dan NO X. Wilde dkk. (2003) hanya
menggunakan modul AirPacts untuk menghitung biaya
eksternal dari polusi udara terhadap kesehatan manusia.
Emisi yang dipertimbangkan adalah SO2 , NOX dan PM10
karena keterbatasan data. Biaya
eksternal
dihitung
berdasarkan fungsi dose response dikalikan biaya

kesehatan per unit dampak fisik kesehatan. Fungsi dose


respose karena terkena polutan digunakan
untuk
menentukan
dampak
polutan
tertentu
terhadap
kesehatan manusia. Unit yang digunakan adalah YOLL
(years of life lost) atau kasus per lamanya terkena
polutan (tahun), banyaknya orang yang terkena dan besarnya
3
polutan (g/m ). YOLL menyatakan berkurangnya usia
orang karena terkena polutan. Misalkan kematian karena
-4
partikel (PM10 ) sebesar 2,6x10
YOLL/(yr-person3
g/m ) maka dampak kesehatan terhadap 1.000 orang
3
dengan konsentrasi polutan sebesar 10 g/m
selama
75 tahun
akan diperoleh 195 YOLL. Dampak ini bila
diperhitungkan untuk satu orang akan mengurangi
ekspektasi usia orang sebesar 2,5 bulan atau setara
dengan resiko mengalami kecelakaan mobil. Fungsi dose
response ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Fungsi Dose Response

Biaya kesehatan per unit dampak fisik


kesehatan ditunjukkan pada Tabel 4. Dalam model
SimPacts nilai ini dinyatakan dalam US dolar tahun
2000 untuk Eropa. Idealnya, data tersebut berdasarkan
nilai ekonomi untuk kondisi setempat. Karena data
untuk Indonesia tidak mencukupi, maka dilakukan
penyesuaian
berdasarkan
pendapatan per kapita dalam
purchasing power parity (PPP). Indonesia mempunyai
PPPGNP per kapita sebesar $2.407/kapita pada tahun
2000 sedangkan Eropa mempunyai PPPGNP per kapita
sebesar $20.269/kapita. Sehingga biaya di Indonesia
diperkirakan sebesar sepersembilan dari biaya di Eropa.
Tabel 4. Biaya Kesehatan per unit Dampak Fisik
Kesehatan

eksternal
maka
sekitar 15%.
.
4.2. Saran

Hasil perhitungan biaya eksternal secara


lengkap ditunjukkan pada Tabel 5. Besarnya biaya
eksternal berkisar antara 0,18 2,34 cents$/kWh atau
rata-rata sebesar 0,65 cents$/kWh. Bila dimasukkan
dalam komponen biaya pembangkitan maka biaya
eksternal ini akan meningkatkan biaya operasi dan
perawatan.
Tabel 5. Biaya Eksternal Pembangkit Listrik Suralaya

biaya pembangkitan akan meningkat

Untuk kepentingan pengembangan penelitian ini,


dapat diberikan saran sebagai berikut :
Biaya
eksternal
ini
diharapkan
dapat
dipergunakan
sebagai
masukan
dalam membuat
perencanaan
ketenagalistrikan
yang
berwawasan
lingkungan. Dengan adanya tambahan biaya eksternal
maka pembangkit listrik fosil akan mempunyai biaya
pembangkitan yang lebih tinggi sehingga diharapkan
pembangkit listrik dengan menggunakan energi terbarukan
dapat bersaing sebagai opsi dalam penyediaan tenaga
listrik..
.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

3.
4.
IV. PENUT UP
4.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dan analisa terhadap berbagai
pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
berikut :
Model SimPacts merupakan alat yang cukup
mudah digunakan untuk memprakirakan besarnya biaya
eksternal dari pembangkit listrik batubara meskipun
dengan keterbatasan data yang tersedia. Biaya eksternal
dihitung berdasarkan fungsi dose response dikalikan
biaya kesehatan per unit dampak fisik kesehatan.
Besarnya biaya eksternal pembangkit listrik Suralaya
berkisar antara 0,18 2,34 cents$/kWh atau rata-rata
sebesar 0,65 cents$/kWh. Dengan adanya biaya

5.
6.
7.

8.
9.

DESDM
(2005)
Rencana
Umum
Ketenagalistrikan Nasional Tahun 2005-2015,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dixon, J.A., Carpenter, R.A., Fallon, L.A.,
Sherman, P.B. and Manopimoke, S. (1988)
Economic Analysis of the Environmental
Impacts of Development Projects, Earthscan
Publication Limiter, London.
DJLPE (2004)
Statistik
Ketenagalistrikan
dan
Energi,
No.
17,
Tahun
2004,
http://www..djlpe.go.id.
Kovacevic, T., Tomsic, Z., and Debrecin, N.
th
(2001) External Cost of Electricity, 18
Congress of World Energy Council, Buenos Aires.
Mangkoesoebroto, G. (2001) Ekonomi Publik ,
Edisi 3, BPFE, Yogyakarta.
Ostro, B. (1994) Estimating the Health Effect
of Air Pollutants: A Method with an
Application to Jakarta, Policy Research Working
Paper
No.
1301,
The
World
Bank.
Reksohadiprodjo, S. dan Brodjonegoro, A.B.P.
(1997) Ekonomi Lingkungan: Suatu
Pengantar, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Shah, J.J. and Nagpal, J. (1997) Urban Air
Quality Management Strategy in Asia: Jakarta
Report, Technical Paper No. 379, The World Bank.

Anda mungkin juga menyukai