Anda di halaman 1dari 9

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009


TENTANG
NARKOTIKA
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Yang dimaksud dengan :
1. Narkotika adalah : zat atau obat yang berasal
dari tanaman, atau bukan baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, hilangnya rasa, menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
2. Prekursor Narkotika adalah : zat atau bahan
kima yang dapat digunakan dalam pembuatan
narkotika.
3. Produksi adalah : proses menyiapkan,
mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika
secara langsung atau tidak langsung, melalui
ektraksi atau non ekstraksi dari sumber alam atau
sintetis kimia termasuk mengemas atau mengubah
bentuk Narkotika.
4. Impor adalah : memasukan Narkotika atau
bahan Narkotika kedalam Daerah Pabean.
5. Expor adalah : mengeluarkan narkotika dan
prekursor narkotika dari daerah pabean.
6. Peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika adalah : kegiatan yang dilakukan secara
tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan
sebagai tindak pidana narkotika.
7. Pedagang Besar Farmasi adalah : perusahaan
yang berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk melakukan kegiatan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi,
termasuk narkotika dan alat kesehatan.

8. Industri Farmasi adalah : perusahaan


berbentuk badan hokum yang memiliki izin untuk
melakukan kegiatan produksi serta penyaluran
obat dan bahan obat, termasuk narkotika.
9. Pecandu narkotika adalah : orang yang
menggunakan atau menyalah gunakan narkotika
dan dalam keadaan ketergantungan pada
narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
10. Ketergantungan narkotika adalah : kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan
narkotika secara terus menerus dengan takaran
yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama.
11. Penyalah guna adalah : orang yang
menggunakan narkotika tanpa hak dan melawan
hokum.
12. Rehablitasi medis adalah : suatu kegiatan
pengobatan secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan narkotika.
13. Rehabilitasi sosial adalah : kegiatan
pemulihan secara terpadu baik fisik, mental
maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika
dapat kembali melakukan fungsi sosial dalam
masyrakat.
14. Permufakatan jahat adalah : perbuatan dua
orang atau lebih yang bersekongkol untuk
melakukan, membantu, menyuruh, menganjurkan,
memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi suatu
organisasi kejahatan narkotika.
15. Kejahatan terorganisasi adalah : kejahatan
yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terdidri
atas 3 orang atau lebih untuk suatu waktu
bertindak bersama dengan tujuan melakukan
tindak pidana narkotika.

Pasal 4
Undang undang tentang Narkotika bertujuan :
a. menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan
bangsa Indonesia dari penyalah gunaan narkotika.
c. meberantas peredaran gelap narkotika dan
precursor narkotika.
d. menjamin pengaturan rehabilitasi medis dan
sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika.
BAB III
Ruang lingkup
Pasal 6
Narkotika digolongkan kedalam :
a.Narkotika Golongan I
b.Narkotika Golongan II
c. Narkotika Golongan III
Pasal 7
Narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kes. dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 8
1.Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan.

2.Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I


digunakan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 14
Penyimpanan dan pelaporan
1.Narkotika yang berada dalam penguasaan
Industri Farmasi, pedagang besar farmasi,
apotik, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu
pengetahuan, wajib disimpan secara khusus.
2.Industri Farmasi, pedagang besar farmasi,
apotik, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu
pengetahuan, wajib membuat,
menyampaikan dan menyimpan laporan
berkala mengenai pemasukan dan
pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya.
3.Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai
penyimpanan dan pelaporan dikenai sangsi
administratif oleh Menteri atas rekomendasi
Kepala Badan POM berupa :
a.teguran.
b.peringatan.
c. denda administrasi.
d.penghentian sementara kegiatan.
e.pencabutan izin.
Penyaluran Narkotika
Pasal 39
1.Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri
Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.
4

2.Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan


sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, wajib memiliki izin khusus
penyaluran narkotika dari menteri.

Pasal 40
1.Industri Farmasi tertentu hanya dapat
menyalurkan narkotika kepada :
a.Pedagang besar farmasi tertentu.
b.Apotik.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu.
d.Rumah sakit.
2.Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat
menyalurkan narkotika kepada :
a.Pedagang besar farmasi tertentu lainnya.
b.Apotik.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu.
d.Rumah sakit.
e.Lembaga ilmu pengetahuan.
3.Sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan
narkotika kepada :
a.Rumah sakit pemerintah
b.Puskesmas.
c. Balai pengobatan pemerintah tertentu.
Pasal 41
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh
pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga
ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan
pengembangan IPTEK.
5

Pasal 43
Penyerahan Narkotika
1.Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan
oleh :
a.Apotik.
b.Rumah sakit.
c. Puskesmas.
d.Balai pengobatan.
e.Dokter.
2.Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika
kepada :
a.Rumah sakit.
b.Puskesmas.
c. Apotik lainnya
d.Balai pengobatan.
e.Dokter.
f. Pasien.
3.Rumah sakit, apotik, puskesmas, danbalai
pengobatan hanya dapat menyerahkan
narkotika kepada pasien berdasarkan resep
dokter.
4.Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dpt
dilaksanakan untuk :
a.Menjalankan praktek dokter dengan
memberikan narkotika melalui suntikan.
b.Menolong orang sakit dalam keadaan darurat
dengan memberikan narkotika melalui
suntikan.
c. Menjalankan tugas didaerah terpencil yang
tidak ada apotik.
5.Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah
tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya
dapat diperoleh di apotik.
BAB VIII
Prekursor Narkotika
Pasal 48
6

Pengaturan prekursor dalam undang-undang ini


bertujuan :
a.melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan prekursor narkoba.
b. mencegah dan memberantas peredaran gelap
prekursor narkotika.
c. mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan prekursor narkotika.

Pasal 51
Pengadaan Prekursor
1.Pengadaan prekursor narkotika dilakukan
melalui produksi dan impor.
2.Pengadaan prekursor narkotika hanya dapat
digunakan untuk tujuan industri farmasi, dan
IPTEK.
BAB IX
Pengobatan dan Rehabilitasi
Bagian Kesatu
Pengobatan
Pasal 53
1. Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan
indikasi medis, dokter dapat memberikan narkotika
Golongan II atau Gol. III dalam jumlah terbatas dan
sediaan tertentu kepada pasien sesuai ketentuan
undang-undang.
2. Pasien sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
dapat memiliki, menyimpan, dan membawa
narkotika untuk dirinya sendiri.
3. Pasien sebagaimana dimaksud ayat (2), harus
mempunyai bukti yang sah bahwa narkotika yang
dimiliki, disimpan, dan dibawa untuk digunakan
diperoleh secara sah sesuai ketenruan undangundang .

Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan
narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
Pasal 55
1.Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang
belum cukup umur wajib melaporkan kepada
puskesmas, rumah sakit, atau lembaga rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
2. Pecandu narkotika yangsudah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya
kepada puskesmas, rumah sakit, atau lembaga
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah
untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 56
1.Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan
di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.
2. Lembaga rehabilitasi tertentu yang
diselenggarakan oleh pemerintah dapat
melakukan rehabili tasi medis pecandu narkotika
setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 57
Selain melalui pengobatan atau rehabilitasi medis,
penyembuhan pecandu narkotika dapat
diselenggarakan oleh instasi pemerintah atau
masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan
tradisional.
Pasal 58

Rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika


diselenggarakan oleh instansi pemerintah dan
masyarakat.
BAB XV
Ketentuan pidana
Pasal 111
1.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,
dipidana penjara paling singkat

Anda mungkin juga menyukai