Belajar Siswa
Posted on December 12, 2012 by admin in PENGELOLAAN, TOPIK
UTAMA with 1 Comment
karena fasilitas yang dimiliki. Sekolah yang berkualitas harus dibentuk dan
direncanakan dengan baik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Komitmen
warga sekolah dan stake holder, adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
lahirnya sebuah sekolah yang berkualitas.
Glasser, dalam bukunya yang kedua, The Quality School Teacher memberi pesan
kepada kita bahwa sedikitnya ada enam syarat yang harus dipenuhi sebuah sekolah
agar menjadi sekolah berkualitas. Keenam syarat tersebut adalah sebagai berikut:
a) Harus ada lingkungan kelas yang hangat dan mendukung.
Tanpa adanya jalinan yang akrab antara semua warga sekolah (guru, siswa, staf,
dan karyawan lain) tidak bias dihasilkan tugas-tugas sekolah yang berkualitas, dan
lebih dari semua itu harus terbangun saling percaya/kepercayaan.
b) Siswa harus selalu diminta untuk melakukan hal-hal yang berguna.
Tidak boleh ada siswa yang diminta untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal,
seperti mengingat atau menghafal (secara berlebihan). Apa pun yang mereka
kerjakan, harus ada manfaatnya secara praktis, estetis, intelektual, atau pun sosial.
c) Siswa selalu diminta untuk mengerjakannya sebaik mungkin sesuai dengan
kemampuannya.
Ini berarti siswa harus diberi kesempatan yang memadai untuk dapat mengerjakan
tugas-tugasnya agar pekerjaannya berkualitas. Mereka sebenarnya sudah biasa
diberi tugas, tetapi bukan belajar, dan hampir tidak pernah berusaha melakukan
pekerjaan yang berkualitas.
d) Siswa diajari dan diberi kesempatan mengevaluasi pekerjaan mereka sendiri,
kemudian diminta untuk meningkatkannya.
Mengevaluasi sendiri adalah hal yang paling sulit diterapkan, tetapi penting
dilakukan untuk mencapai perbaikan yang konstan dalam usaha siswa
menghasilkan pekerjaan berkualitas.
e) Pekerjaan yang berkualitas selalu terasa menyenangkan.
Sungguh menyedihkan melihat sangat sedikit siswa yang merasa nyaman dalam
pelajaran-pelajaran mereka sekarang. Bukan hanya siswa yang merasa senang jika
mereka berhasil mengerjakan sesuatu dengan berkualitas, guru dan orangtua pun
masih menerapkan konsep sekolah yang tidak bermutu. Maka konsep sekolah
bermutu yang tidak unggul ini harus segera direstrukturisasi. Restrukrutisasi sekolah
bermutu yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
pertama, program sekolah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang
memiliki bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan.
Kelas harus dibuat heterogen sehingga anak yang memiliki bakat keunggulan bisa
bergaul dan bersosialisasi dengan semua orang dari tingkatan dan latar berlakang
yang beraneka ragam. Pelaksanaan pembelajaran harus menyatu dengan kelas
biasa, hanya saja siswa yang memiliki bakat keunggulan tertentu disalurkan dan
dikembangkan bersama-sama dengan anak yang memiliki bakat keunggulan serupa.
Misalnya anak yang memiliki bakat keunggulan seni tetap masuk dalam kelas
reguler, namun diberi pengayaan pelajaran seni.
Kedua, dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan
intelegensi dalam lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika
seperti yang diwujudkan dalam test IQ. Keunggulan seseorang dapat dijaring melalui
berbagai keberbakatan seperti yanag hingga kini dikenal adanya 8 macam.
Ketiga, sekolah unggulan jangan hanya menjaring anak yang kaya saja tetapi
menjaring semua anak yang memiliki bakat keunggulan dari semua kalangan.
Berbagai sekolah unggulan yang dikembangkan di Amerika justru untuk membela
kalangan miskin. Misalnya Effectif School yang dikembangkan awal 1980-an oleh
Ronald Edmonds di Harvard University adalah untuk membela anak dari kalangan
miskin karena prestasinya tak kalah dengan anak kaya. Demikian pula dengan
School Development Program yang dikembangkan oleh James Comer ditujukan
untuk meningkatkan pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin.
Accellerated School yang diciptakan oleh Henry Levin dari Standford University juga
memfokuskan untuk memacu prestasi yang tinggi pada siswa kurang beruntung atau
siswa beresiko. Essential school yang diciptakan oleh Theodore Sizer dari Brown
University, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan siswa kurang mampu.
Keempat, sekolah unggulan harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul
yaitu yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki
kepemimpinan yang kuat, memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan
pelayanan pada siswa, menghargasi prestasi setiap siswa berdasar kondisinya
masing-masing, terpenuhinya harapan siswa dan berbagai pihak terkait dengan
memuaskan.
Itu semua akan tercapai apabila pengelolaan sekolah telah mandiri di atas pundak
sekolah sendiri bukan ditentukan oleh birokrasi yang lebih tinggi. Saat ini amat tepat
untuk mengembangkan sekolah unggulan karena terdapat dua suprastruktur yang
mendukung. Pertama, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana
pendidikan termasuk salah satu bidang yang didesentralisasikan. Dengan adanya
kedekatan birokrasi antara sekolah dengan Kabupaten/Kota diharapkan perhatian
pemerintah daerah terhadap pengembangan sekolah unggulan semakin serius.
Kelima, adanya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
Tahun 2000-2004 yang didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan
pra-sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah terwujudnya
pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui pendidikan berbasis
masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan penuh dalam
mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila diberi
wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi tanggung jawab penuh.
Selama sekolah-sekolah hanya dijadikan alat oleh birokrasi di atasnya (baca: dinas
pendidikan) maka sekolah tidak akan pernah menjadi sekolah unggulan. Bisa saja
semua sekolah menjadi sekolah unggulan yang berbeda-beda berdasarkan pontensi
dan kebutuhan warganya. Apabila semua sekolah telah menjadi sekolah unggulan
maka tidak sulit bagi negeri ini untuk bangkit dari keterpurukannya.
6. Kerangka Kerja dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat
bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut :
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber
daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk :
Memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan
skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, Pemisahan
antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan Pengurangan
kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas
baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara
komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang
tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana
Fasilitas/Sarana
Pendidikan yang bermutu harus ditunjang dengan fasilitas yang mendukung.
Beberapa contoh sekolah unggulan yang ada seperti SMPN 1 Yogyakarta,
Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, SMAN 5 Semarang,
SMPN 1 Cikarang Utara ternyata mempunyai fasilitas yang mendukung, diantaranya
:
Laboratorium Bahasa
Laboratorium IPA
Laboratorium Komputer
Fasilitas Internet
Perpustakaan dengan jumlah koleksi buku yang lebih dari 9.000 judul
Mushola/Masjid
Ruang ber-AC
Audio Visual
Kantin
2.
Program Ekstrakurikuler
Beberapa sekolah diatas menawarkan program yang banyak diminati oleh
masyarakat seperti Marawis,Sepak Bola/Footsal, Musik bahkan di SMPN 1
Yogyakarta ada program aeromodeling yang tergolong mahal.
SMP IT Al-Fawwaz juga mempunyai program ekstrakurikuler yang dikembangkan
sesuai dengan perkembangan siswa, ada beladiri pencak silat, footsal, tenis meja,
bola basket, klub bahasa, kepemimpinan, robotic, KIR, seni disamping ada program
pengembangan diri antara lain muhadharah, membaca doa dan ayat-ayat suci al
quran pada awal jam pelajaran, sholat berjamaah, pramuka
3.
4.
bahkan mati. Sebaliknya anak yang kepandaian dan bakatnya sedang-sedang saja,
tetapi karena lingkungan sekolahnya bagus, anak tersebut tumbuh sebagai anak
yang mandiri dan sukses.
Menurut Al Arifin, budaya sekolah yang positif akan mendorong semua warga
sekolah untuk bekerjasama yang didasarkan saling percaya, mengundang
partisipasi seluruh warga, mendorong munculnya gagasan-gagasan baru, dan
memberikan kesempatan untuk terlaksananya pembaharuan di sekolah yang
semuanya ini bermuara pada pencapaian hasil terbaik. Budaya sekolah yang baik
dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua warga sekolah untuk belajar,
yaitu belajar bagaimana belajar dan belajar bersama. Akan tumbuh suatu iklim
bahwa belajar adalah menyenangkan dan merupakan kebutuhan, bukan lagi
keterpaksaan.
Pendidikan karakter dan budaya sekolah sangat berkaitan, tanpa budaya
sekolah yang bagus akan sulit melakukan pendidikan karakter bagi anak-anak didik
kita. Jika budaya sekolah kita sudah mapan, maka siapapun yang masuk dan
bergabung ke sekolah itu hampir secara otomatis akan mengikuti tradisi yang telah
ada.
Ada beberapa macam kultur yang akan ditanamkan pada SMP IT Al-Fawwaz antara
lain :
5.
6.