Anda di halaman 1dari 45

BUKU

PANDUAN UMUM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG KESEHATAN JIWA

DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT


DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2005

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kesehatan adalah hak azasi manusia,
oleh karenanya pembangunan kesehatan adalah sebagai salah satu upaya
pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemauan
untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal.
Disamping itu, kesehatan juga merupakan investasi, oleh karena itu
kesehatan merupakan tanggung jawab bersama yaitu merupakan tanggung
jawab pemerintah serta seluruh masyarakat.
Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan
bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari Kesehatan.
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera (mental
wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif (harmonious
and productive life), sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang,
dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia.
Masalah kesehatan jiwa saat ini sebenarnya sangat serius dan perlu
perhatian khusus. Kebanyakan tidak disadari oleh masyarakat itu sendiri.
Masyarakat akan datang meminta pertolongan kepada petugas kesehatan
atau orang lain bila dalam dirinya terjadi adanya gangguan fisik, sedangkan
bila masyarakat mengalami gangguan jiwa, yang bersifat ringan biasanya
dianggap kejadian normal sedangkan yang sudah berat biasanya ditutupi dan
mencari pengobatan alternatif dan tidak perlu mencari pertolongan kepada
petugas kesehatan maupun orang lain.
Sikap masyarakat kita yang mengucilkan serta mendiskriminasikan penderita
gangguan jiwa dan juga budaya kita yang merasa malu bila anggota keluarga
kita mengalami gangguan kesehatan jiwa turut memperparah upaya
peningkatan kesehatan jiwa. Oleh karena itu masyarakat perlu diberdayakan
melalui berbagai cara untuk membantu dan berperan aktif dalam pencegahan
dan penaggulangan masalah kesehatan jiwa.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) meramalkan bahwa hilangnya waktu
produktif akibat gangguan jiwa dan neurologik pada tahun 2020 akan
meningkat menjadi 15% dibandingkan pada tahun 2000 yang hanya 12,3%.

Dari hasil Survay Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) tahun 1995
yang dilaksanakan oleh Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia pada
penduduk di 11 kota menunjukkan bahwa 185 dari 1000 penduduk
mempunyai gejala gangguan kesehatan jiwa. Masalah gangguan jiwa
berdasarkan gambaran klinik, ada atau tidaknya gejala dan tanda serta
intensitasnya keparahan, dapat digolongkan atas Ringan (Mental Capacity
Deficit) yaitu bila gejalanya menyebabkan gangguan ringan dalam fungsi
sosial atau pekerjaan, misalnya sulit berkonsentrasi setelah bertengkar
dengan anggota keluarga, depresi yang ringan, atau membolos. Gangguan
fungsi jiwa yang sedang (Mental Disfunction) adalah bila terdapat gejala atau
gangguan antara ringan dan berat misalnya suasana emosi yang datar,
bicara berputar-putar tidak jelas ujung pangkalnya, atau serangan panik
sehingga mendapat kesulitan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau sekolah
(konflik dengan teman sekantor atau sekolah). Disintegrasi mental (Mental
Disintegration) adalah gejala atau gangguan fungsi yang berat misalnya ada
ide bunuh diri atau membunuh orang lain tanpa alasan yang jelas, sering
mencuri, menelantarkan keluarga, sering melakukan tindak kekerasan, tidak
peduli dengan kebersihan dan kesehatan pribadi.
Adapun hasil dari SKMRT 1995 adalah sebagai berikut :

Masalah ketergantungan yang diakibatkan oleh


NAPZA termasuk rokok dan alkohol (Mental Addiction)
Defisit kemampuan mental (Mental Capacity Deficit)
Gangguan fungsi mental (Mental Disfunction)
Disintegrasi mental (Mental Disintegration)

44,0%
34,0%
16,2%
5,8%

Hingga saat ini belum ada data nasional tentang kesehatan jiwa yang terbaru,
namun sebagai gambaran, berdasarkan pada hasil survay yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang bekerja sama dengan Biro
Pusat Statistik pada tahun 2001 di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten
Subang menunjukkan bahwa 34 40 % penduduk mengalami gangguan
kesehatan jiwa, sedang hasil case finding (penemuan kasus) di 24
kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 36,7%
pengunjung puskesmas menderita gangguan mental emosional. Hasil
penemuan kasus (case finding) kesehatan jiwa ibu hamil dan ibu meneteki di
112 puskesmas dari 24 kabupaten/kota se Jawa Barat pada tahun 2003
diperoleh hasil dari 2.928 responden yang terjaring, terdapat 27% (798 orang)
mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Dilihat dari data-data tersebut diatas, sebenarnya dalam masyarakat kita
banyak terjadi gangguan jiwa tanpa disadari oleh masyarakat itu sendiri.
Keadaan yang demikian bila terus dibiarkan akan menjadi preseden (awal
kejadian) yang buruk pada peningkatan kualitas serta kesejahteraan
masyarakat pada masa yang akan datang.

Gangguan jiwa yang umum dijumpai di masyarakat adalah depresi, tindak


kekerasan dalam rumah tangga, penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia,
epilepsi, penyakit alzheimer, kemunduran mental, kepikunan pada usia lanjut,
gangguan jiwa pada anak seperti autisme dan hiperaktifitas yang berlebihan,
perilaku agresip pada remaja, ketagihan merokok, penyalahgunaan alkohol
dan lain-lainnya.
Masalah kesehatan jiwa yang terjadi di masyarakat tidak bisa dianggap
ringan, karena bila tidak ditangani dengan serius dapat menimbulkan dampak
sosial di masyarakat seperti meningkatnya angka kekerasan, kriminalitas,
bunuh diri, penganiayaan terhadap anak, perceraian, kenakalan remaja,
penyalahgunaan NAPZA yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pada fisik, perjudian, pengangguran, pelecehan seksual dan banyak lagi
masalah sosial yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat itu sendiri.
Untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan jiwa tersebut diatas telah
banyak upaya yang dilakukan pemerintah, namun hasilnya belum optimal.
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, dimana daerah diberikan
wewenang yang lebih besar untuk mengelola sistem kesehatan sendiri
merupakan peluang yang besar dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan jiwa masyarakat. Salah satu upaya yang diharapkan memiliki
daya ungkit yang tinggi adalah melalui pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan jiwa.
Guna memfasilitasi petugas serta pihak-pihak yang terkait dalam
penanganan kesehatan jiwa, perlu adanya Panduan Umum Pemberdayaan
Masyarakat dalam Bidang Kesehatan Jiwa yang dapat dijadikan acuan dalam
menjalankan tugasnya memberdayakan masyarakat.
Pada bagian akhir dari buku ini juga disediakan berbagai contoh-contoh
gangguan jiwa yang kerap terjadi di masyarakat beserta check list deteksi dini
untuk mengetahui apakah pada seseorang terdapat gangguan jiwa atau
tidak.
B.

TUJUAN DAN SASARAN


1.

Tujuan
a.

Tujuan Umum
Memberikan panduan bagi petugas, penyedia layanan, pendidik,
penyuluh dan pihak-pihak yang terkait (stakeholder) agar mampu
menjalankan proses bantuan meningkatkan kemandirian masyarakat
dan keluarga dalam bidang kesehatan jiwa sehingga masyarakat
dapat berkontribusi dan berperan aktif dalam meningkatkan derajat
kesehatan jiwa masyarakat.

b. Tujuan Khusus
1.

Meningkatkan pengetahuan petugas dan penyedia layanan,


pendidik, penyuluh dalam memfasilitasi masyarakat agar tahu, mau
dan mampu memecahkan masalah di bidang kesehatan jiwa.
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk
dapat melakukan deteksi dini gangguan jiwa.
3. Meningkatkan keterampilan masyarakat untuk melakukan rujukan
ke sarana pelayanan kesehatan maupun ke petugas kesehatan.
2. Sasaran
Sasaran dalam rangka menumbuhkan pemberdayaan masyarakat dapat
dikelompokkan menjadi :
a.

Sasaran primer/sasaran langsung yaitu mereka yang diharapkan


melaksanakan perilaku sehat jiwa bagi dirinya sendiri baik di bidang
pencegahan (preventif), peningkatan (promotif), pengobatan (kuratif)
maupun pemulihan (rehabilitatif).
b.
Sasaran sekunder/sasaran antara yaitu mereka yang
melaksanakan mobilisasi sosial serta pemberdayaan masyarakat
untuk mempengaruhi sasaran primer dalam melaksanakan perilaku
sehat jiwa seperti : Guru, Kepala Sekolah, Guru BP, Penyuluh Agama,
Dai, Penyuluh Pertanian, Pekerja Sosial, LSM, Organisasi
Masyarakat, Tim Penggerak PKK, di berbagai tingkat administratif.
c.
Sasaran tersier/sasaran tidak langsung yaitu para pengambil
keputusan di berbagai tingkat administratif yang perlu diberi informasi
tentang pentingnya pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam
upaya meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat agar nantinya dapat
memberikan dukungan politis kebijakan dan dana untuk keberhasilan
pelaksanaan upaya peningkatan upaya kesehatan jiwa. (Kepala
Pemerintahan, DPRD, Kepala Dinas terkait)
C.

RUANG LINGKUP.
Pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan keluarga kali ini dibatasi
pada bidang pelayanan kesehatan jiwa, jadi berkaitan dengan segala bentuk
pelayanan bagi masyarakat. Dengan demikian kegiatan yang terkait dalam
pemberdayaan masyarakat dan keluarga di bidang kesehatan jiwa adalah :
1.

Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan


kualitas hidup.
2.
Masalah psikososial.
3.
Masalah gangguan jiwa.

D. PENGERTIAN.
1.

Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan


peningkatan kualitas hidup, yaitu masalah kejiwaan yang terkait
dengan makna dan nilai-nilai kehidupan manusia. Misalnya :
a.
Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan
dengan siklus kehidupan manusia, mulai dari persiapan pranikah,
anak dalam kandungan, balita, anak remaja, dewasa dan usia
lanjut.
b.
Dampak dari menderita penyakit menahun
yang menimbulkan ketidakmampuan.
c.
Pemukiman yang tidak sehat.
d.
Perpindahan tempat tinggal.

2.

Masalah psikososial, yaitu masalah psikis atau kejiwaan


yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Misalnya :
a.
Psikotik gelandangan (orang yang berkeliaran
di tempat umum dan diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik
dan dianggap mengganggu ketertiban/keamanan lingkungan).
b.
Pemasungan penderita gangguan jiwa.
c.
Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan
remaja).
d.
Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
e.
Masalah seksual (penyimpangan, pelecehan
dan lain-lain).
f.
Tindak
kekerasan
sosial
(kemiskinan,
penelantaran, tidak diberi nafkah, korban kekerasan dalam rumah
tangga, korban kekerasan pada anak, dan lain-lain).
g.
Stress pasca musibah/trauma (gangguan
cemas,
gangguan
emosional,
bencana
alam,
penyerangan/penganiayaan, perkosaan, terorisme, persalinan, dll).
h.
Pengungsi/migrasi (masalah kejiwaan yang
timbul akibat terjadinya perubahan sosial, seperti cemas, depresi,
gejala panik, dll).
i.
Masalah usia lanjut yang terisolir (penelantaran
oleh keluarga, gangguan psikologis, gangguan penyesuaian diri
terhadap perubahan peran, perubahan minat, kecemasan,
gangguan pada daya ingat, kepikunan, dll).
j.
Masalah
ketenagakerjaan
(penurunan
produktivitas, stress di tempat kerja, dll)

3.

Masalah gangguan jiwa, yaitu suatu perubahan pada


fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa,
yang menimbulkan penderitaan pada individu (distress/merasa
tertekan) dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya

(disability/ketidak mampuan). Dalam ICD X (International Classification


of Diseases X), gangguan jiwa tersebut antara lain :
a.
Gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan Narkotika dan zat Psikoaktif serta zat Addiktif lainnya.
b.
Skizofrenia (senang menyendiri/mengasingkan
diri).
c.
Gangguan affektif (depresi, mania).
d.
Ansietas (kecemasan yang tidak beralasan),
gangguan somatoform (psikosomatis).
e.
Gangguan
mental
organik
(demensia/alzheimer, Delirium, Epilepsi, Pasca Stroke, dll).
f.
Gangguan jiwa anak dan remaja (gangguan
perkembangan belajar, gangguan tingkah laku, hiperaktifitas,
autisme, gangguan cemas dan depresi).
g.
Keterbelakangan mental
4.

E.

Kesehatan Jiwa Masyarakat. Konsep kesehatan jiwa


masyarakat merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang mencakup
semua kegiatan kesehatan jiwa yang dilaksanakan dengan menitik
beratkan pada upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan
(preventif) tanpa melupakan upaya kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan).

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi
masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi
seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Untuk
mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan
formal dan nonformal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat
bertujuan "mendidik dan membantu masyarakat agar mampu membantu diri
mereka sendiri". Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan
masyarakat, adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu
mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang kosmopolitan.
Adapun proses-proses pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut
bila digambarkan secara sederhana menggunakan bagan adalah sebagai
berikut :

PROSES

PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

Kemandirian
Masyarakat dalam
Peningkatan
Derajat Keswamas

Kesadaran,
Kemauan,
Kemampuan

Dari, Oleh, Untuk,


bersama

Sesuai Kondisi dan


Potensi setempat

Mengenali, memelihara,
melindungi, meningkatkan

Sedangkan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat itu sendiri agar


masyarakat dapat mandiri diharapkan dapat memenuhi hal-hal sebagai
berikut :
1.

Mengetahui karakteristik masyarakat setempat (lokal) yang akan


diberdayakan, termasuk perbedaan karakteristik yang membedakan
masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui artinya untuk
memberdayakan masyarakat diperlukan hubungan timbal balik antara
petugas dengan masyarakat.
2.
Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi
mengenai masyarakat setempat. Pengetahuan tersebut merupakan
informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut umur, sex,
pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk
pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan,
serta faktor kepemimpinan baik formal maupun informal.
3.

Segala usaha pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila


tidak memperoleh dukungan dari pimpinan/tokoh-tokoh masyarakat
setempat. Untuk itu, faktor "the local leaders" harus selalu diperhitungkan
karena mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat.

4.

Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar


atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah

yang perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan


persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu
dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi.
5.

Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat


untuk mendiskusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya
dalam suasana kebersamaan.

6.

Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi


permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan
inilah yang harus diutamakan pemecahannya.

7.

Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun


rasa percaya diri masyarakat. Rasa percaya diri merupakan modal utama
masyarakat untuk berswadaya.

8.

Masyarakat perlu diberdayakan untuk menetapkan suatu program


yang akan dilakukan. Program action tersebut perlu ditetapkan menurut
skala prioritas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tentunya program
dengan skala prioritas tinggilah yang perlu didahulukan pelaksanaannya.

9.

Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu


dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumbersumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan permasalahan dan
memenuhi kebutuhannya.

10.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang


berkesinambungan. Karena itu, masyarakat perlu diberdayakan agar
mampu bekerja memecahkan masalahnya secara kontinyu dan
berkesinambungan.

11.

Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya


kemandirian masyrakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat
yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu
ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.

12.

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang


bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan
fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan
tokoh masyarakat.

13.

Upaya pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan


bersama masyarakat, sesuai dengan keadaan, masalah dan potensi
setempat sehingga masyarakat dapat mengenali tingkat kesehatan dan

masalah kesehatannya sendiri; merencanakan


memelihara, meningkatkan dan melindunginya.

dan mengatasinya,

Dari bahasan tentang pemberdayaan masyarakat diatas, maka dapat


disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat akan menghasilkan
kemandirian masyarakat. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat
merupakan proses, sedangkan kemandirian masyarakat merupakan hasilnya.
Karenanya, kemandirian masyarakat bisa diartikan sebagai kemampuan
untuk dapat mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat, tanpa bergantung
pada bantuan dari luar.

F.

DASAR HUKUM
1.

Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang KetentuanKetentuan Pokok mengenai Kesejahteraan Sosial.
2.
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
3.
Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat
4.
Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
5.
Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika
6.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
7.
Undang-Undang No, 34 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
8.
Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1980 tentang
Penanggulangan Gelandangan Pengemis.
9.
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Provinsi sebagai daerah Otonom
10.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
230/MenKes/SK/III/2002 tanggal 25 Maret 2002 tentang Pedoman Umum
Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TP-KJM).
11.
Surat
Edaran
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
868/MenKes/E/VII/2002 tentang Pedoman Umum Tim Pembina, Tim
Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat.
12.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal dan
Kewenangan Wajib yang berlaku untuk Kabupaten/Kota
13.
Surat Keputusan Bersama 4 Menteri ( Mendiknas,
Menkes,Menag
dan
Mendagri)
No.
1/4/SKB/2003,
No.
1067/Menkes/2003. No. MA/230A/2003. No.26 Tahun 2003 tentang

10

Pembinaqan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)


tanggal 23 Juli 2003.
14.
SK Menkes No. 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas.

11

BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Kebijakan dan strategi pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan jiwa
dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan kebijakan dan tujuan yang akan
dicapai yaitu membuat masyarakat menjadi mandiri dalam upaya meningkatkan
kesehatan jiwa serta tanggap terhadap situasi dan kondisi masyarakat setempat.
Untuk itu kebijakan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan jiwa perlu disesuaikan dengan kebijakan dan strategi nasional yang
telah dibakukan dalam Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan Jiwa
Masyarakat yaitu :
A.

KEBIJAKAN
1.

2.

3.

4.

5.
6.

Kebijakan dalam upaya mewujudkan kesehatan jiwa


masyarakat berdasarkan prinsip partisipatif dengan ruang lingkup primary
prevention (pendidikan kesehatan dan spesifik protection) dan dengan
memperhatikan siklus kehidupan (life cycle) dan tatanan masyarakat
(social cultural setting).
Sejalan dengan kebijakan desentralisasi perlu adanya
advokasi terhadap propinsi dan kabupaten/kota dalam menyusun
kebijakan dan program kesehatan jiwa di propinsi dan kabupaten/kota.
Untuk itu harus tetap mengacu kepada Kebijakan Kesehatan Jiwa
Nasional sebagai sub sitem Kebihjakan Kesehatan Jiwa Nasional dan
Kebijakan Desentralisasi Pemerintahan.
Pemerintah Daerah propinsi dan kabupaten/kota harus
disensitisasi dan ditingkatkan perannya dalam menghadapi masalah
kesehatan jiwa masyarakat dan mengurangi dampaknya terhadap
kesejahteraan masyarakat.
Upaya kesehatan jiwa masyarakat dilaksanakan secara
konseptual dan melalui pendekatan multidisipliner dengan kerjasama
lintas sektoral dan mengacu pada peningkatan kualitas sumberdaya
manusia.
Pengembangan dan pendayagunaan sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan jiwa masyarakat yang komprehensif bagi
pemenuhan kebutuhan penanggulangan masalah yang menjadi prioritas.
Program peningkatan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat diarahkan untuk memberdayakan LSM atau organisasi
swasta agar mampu mendorong kemandirian masyarakat untuk mencapai
jiwa yang sehat, khsusunya dalam hal membantu identifikasi masalah
kesehatan jiwa dalam masyarakat dan sumberdaya yang ada dalam
masyarakat, melakukan standardisasi pelayanan yang dilakukan LLSM,
Swasta serta peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
12

jiwa melalui media kultural (seperti wayang, ketoprak dan kesenian


tradisional lainnya) daerah/lokal.
7.
Peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan
jiwa sehingga dapat mewujudkan perilaku sehat jiwa dalam masyarakat
memerlukan upaya promotif dan preventif pada setiap strata masyarakat
utamanya pada balita, anak, remaja, wanita, orang tua, usia lanjut dan
kelompok-kelompok masyarakat dengan risiko tinggi dan rentan terhadap
masalah kesehatan jiwa seperti pengungsi konflik sosial, penduduk
korban kekerasan (mental dan sosial), anak jalanan, gelandangan
psikotik, pekerja wanita yang rentan, remaja putus sekolah, dll.
8.
Mempertajam
skala
prioritas
penanganan
permasalahan kesehatan dan kesejahteraan sosial, dengan mengacu
kepada pertimbangan nilai manfaat dan strategis dalam rangka
mendukung dan mempercepat pembangunan kesehatan khususnya dan
pembangunan kesehatan pada umumnya.
9.
Menetapkan kriteria keberhasilan dan cara pengukuran
keberhasilan pembangunan kesehatan jiwa secara baku dan konsisten.
10.
Mempererat kerjasama dan menciptakan jejaring
dengan instansi/departemen /sektor terkait serta LSM dalam
penyelenggaraan serta pengelolaan upaya kesehatan jiwa.
a.

STRATEGI
1. Mengoptimalkan fungsi-fungsi sektor terkait sesuai dengan tugas
pokoknya, dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai,
serta mekanisme kerja dan koordinasi program yang dilaksanakan
secara sinkron dan sinergis.
2. Desentralisasi program kesehatan jiwa pada tingkat kabupaten/kota.
Dalam kaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan
pada tingkat kabupaten/kota, dan adanya keragaman pada
sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten/kota serta
keunikan dari masalah kesehatan jiwa yang ada, maka peru
dikembangkan program kesehatan jiwa di setiap kabupaten/kota
dengan fasilitasi dari propinsi atau pusat.
3. Sosialisasi upaya kesehatan jiwa masyarakat dengan dukungan
bahan/data/informasi yang lengkap terpercaya dan memadai.
4. Meningkatkan forum komunikasi dan forum kordinasi dalam rangka
pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan kesehatan jiwa masyarakat.
5. Mengembangkan kelompok-kelompok yang terorganisir dengan baik
untuk menangani masalah-masalah kesehatan jiwa terutama masalah
psikososial dan perkembangan manusia yang harmonis serta
peningkatan kualitas hidup.

13

BAB III
PRINSIP DAN CIRI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A.

Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.


Beberapa prinsip pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut :
1.

Menumbuh-kembangkan potensi masyarakat.


Artinya segala potensi masyarakat ditumbuhkan dan atau dikembangkan
seoptimal mungkin untuk mengatasi masalah kesehatan, dan memelihara
serta meningkatkan status kesehatan masyarakat/keluarga. Bila ada
bantuan dari luar, sifatnya hanya stimulan untuk menumbuhkan potensi
masyarakat dan keluarga.

2.

Menumbuhkan kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan.


Pemberdayaan masyarakat, berprinsip meningkatkan kontribusi
masyarakat dalam pembangunan kesehatan, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif berarti makin banyak keluarga
/ anggota masyarakat yang berkiprah di bidang kesehatan jiwa, misalnya :
makin banyak keluarga/masyarakat yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan jiwa, menerima penyuluhan tentang kesehatan jiwa, dst.
Secara kualitatif berarti keluarga/anggota masyarakat bukan hanya
memanfaatkan pelayanan saja, tetapi juga ikut berkiprah melakukan
penyuluhan, ikut menjadi anggota organisasi masyarakat di bidang
kesehatan jiwa, dll

3.

Mengembangkan gotong royong


Pengembangan potensi masyarakat melalui fasilitasi dan motivasi
diupayakan agar selalu berpegang teguh pada prinsip memperkuat dan
mengembangkan budaya gotong royong, berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing, yang telah membudaya di kalangan masyarakat. Berbagai bentuk
kegotong-royongan ini perlu dikembangkan, agar pada era globalisasi ini
dapat tetap terwujud, meskipun harus disesuaikan dengan perkembangan
zaman.

4.

Bekerja bersama masyarakat.


Prinsip lain yang harus dipegang teguh adalah bekerja untuk dan
bersama masyarakat, karena dengan kebersamaan inilah terjadi proses
fasilitasi, motivasi, alih pengetahuan dan alih keterampilan dari petugas
kepada kader pada khusunya, dan masyarakat pada umumnya.

5.

KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi) berbasis
masyarakat.
Model KIE yang dikembangkan selain yang konvensional harus pula
digunakan prinsip KIE berbasis masyarakat. Prinsipnya adalah sebanyak
14

mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi lokal. Bila mungkin


gunakanlah penyuluh lokal, contoh-contoh perilaku dari masyarakat
setempat, dll
6.

Kemitraan dengan LSM dan ormas lain.


Kemitraan antara pemerintah (lintas sektor terkait seperti Dinas Sosial,
Kandep Agama, PMD, Diknas, dll), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat),
Ormas (organisasi kemasyarakatan) dan berbagai kelompok organisasi
masyarakat lainnya akan memudahkan kerjasama di lapangan, sehingga
potensi bisa dimanfaatkan secara optimal.

7.

Desentralisasi
Upaya pemberdayaan masyarakat sangat berkaitan dengan kultur budaya
setempat; karena itu segala bentuk pengambilan keputusan harus
diserahkan ke tingkat operasional agar tetap sesuai dengan kultur budaya
setempat. Bila kewenangan ada di tingkat atas, keputusan yang diambil
akan kurang membumi sehingga yang terjadi justru memperdayakan
masyarakat. Dengan kata lain, digunakan pendekatan TAMAN BUNGA
(beragam bunga tumbuh dalam satu taman, menggambarkan
kebhinekaan) dan bukan KEBUN BUNGA (hanya satu jenis tetapi
dibudayakan secara besar-besaran).

B.

Ciri Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Jiwa


Suatu kegiatan dikategorikan ke dalam pemberdayaan masyarakat bila
kegiatan tersebut bersifat fasilitatif non-instruktif dan dapat memperkuat,
meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat, guna
mencapai tujuan yang diharapkan. Potensi setempat tersebut dapat berupa
adanya atau tersedianya :
8.

Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat ,kader yang


memahami dasar-dasar kesehatan jiwa dan dapat melakukan penyuluhan
maupun konseling sederhana dan dapat berperan sebagai pola anutan.
9.
Organisasi/lembaga/kelompok masyarakat yang peduli terhadap
kesehatan, terutama kesehatan jiwa.
10.
Adanya forum komunikasi lintas pelaku
11.
Dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk upaya-upaya
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif)
maupun pemulihan (rehabilitatif) bagi upaya peningkatan kesehatan jiwa
masyarakat
12.
Sarana yang dimiliki masyarakat yang dimanfaatkan untuk
meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat seperti adanya
Posyandu Lansia, Pos Obat Desa yang menyediakan obat-obat dasar
baik modern maupun tradisional

15

13.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang


kesehatan jiwa.
14.
Teknologi masyarakat, teknologi tepat guna termasuk cara-cara
untuk menangani penyandang gangguan kesehatan jiwa. (contoh :
membuat permainan anak dari bahan-bahan lokal, permainan untuk anakanak autis dan cacat mental)
15.
Pengambilan keputusan yang adil dan menghargai hak-hak setiap
orang dalam proses menemukan masalah, merencanakan dan melakukan
pemecahannya
Tujuan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat bisa amat luas, namun
dalam kurun waktu tertentu diprioritaskan kepada pelayanan kesehatan jiwa
masyarakat. Dengan demikian, pada akhirnya pemberdayaan harus terkait
dengan perbaikan status kesehatan jiwa masyarakat . Mengingat bidang
garapannya adalah pelayanan kesehatan jiwa, maka segala bentuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat harus bermuara pada perbaikan derajat
kesehatan jiwa. Oleh karena itu upaya maksimal pemberdayaan masyarakat
tersebut diatas harus berdampak pada peningkatan derajat kesehatan jiwa
masyarakat, melalui :

Upaya
peningkatan
kesehatan
untuk
masalah
perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup.
Upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan
kesehatan untuk masalah psiko-sosial
Upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan
kesehatan untuk masalah gangguan kesehatan jiwa

16

BAB IV
LANGKAH-LANGKAH DAN MEKANISME PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Agar pemberdayaan masyarakat dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, perlu dirancang secara matang dan lengkap dengan langkahlangkah sebagai berikut :
A. LANGKAH-LANGKAH
1.

Advokasi Kesehatan :

Dalam memberdayakan masyarakat langkah pertama yang harus diambil


adalah mencari dukungan politis dari para pimpinan atau pengambil
keputusan yang sesuai dengan wilayah kerjanya.
Langkah langkah yang perlu dilakukan oleh petugas/pihak terkait
sebelum melakukan advokasi kepada pimpinan atau pengambil
keputusan di berbagai tingkat adalah melakukan pendekatan
(menyamakan persepsi) untuk memperoleh dukungan/kesepakatan yang
mendukung upaya kesehatan jiwa .
Langkah-langkah dalam melakukan advokasi
NO
1

LANGKAHLANGKAH
Menentukan
Sasaran Advokasi

Menyiapkan
Informasi yang
akurat

Menyiapkan tempat
pertemuan dengan
para
penentu
kebijakan
atau
tokoh masyarakat
yang berpengaruh
Melaksanakan
Advokasi

KEGIATAN

Pengumpulan
data primer maupun
sekunder

Teridentifikasiny
a besaran masalah

Lobby

Menyimpulkan dan
menyepakati hasil
advokasi

Identifikasi para
penentu
kebijakan
serta toma, toga yang
berpengaruh
di
masyarakat

Bahan-bahan
penyajian
yang
menarik
Data
yang
authentic
Cara penyajian
yang atraktif
membuat draft
kesepakatan-

HASIL YANG
DIHARAPKAN

Teridentifikasinya
Decision Maker

Teridentifikasinya
Toma, Toga yang
berpengaruh

Tersedianya
informasi yang menarik
dan besarnya masalah
yang dihadapi

tersedianya
tempat untuk
melaksanakan advokasi
yang nyaman dan
menyenangkan

PELAKU

Lintas
Sektor :
kesehatan,
agama,
sosial,
pendidikan,
LSM, dll

Keseh
atan, Sosial,
Kepolisian,
Pendidikan

Keseh
atan,
Pemerintah
Daerah

Para pengambil
keputusan
dapat
memberikan komitmen

Keseh
atan, Sosial,
Pendidikan

Adanya
peraturan/perundangan

Keseh
atan, Sosial,

17

2.

kesepakatan
yang
telah dihasilkan dalam
kegiatan pertemuan
Menyebarluaska
n hasil-hasil pertemuan
advokasi

yang
dapat
meningkatkan
upaya
akselesari
kesehatan
jiwa
Adanya kegiatan
sosialisasi,
penyebarluasan
informasi
kepada
masyarakat
melalui
berbagai jalur/media

PKK,
LSM,
Pemda

Dukungan Sosial (social support)

Dukungan Sosial (social support) adalah upaya menjalin kerjasama atau


kemitraan untuk pembentukan opini masyarakat dengan berbagai
kelompok yang ada di masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh
agama, tokoh adat, LSM, dunia usaha/swasta, media massa, organisasi
profesi dan lain-lain.
Pengelola program Kesehatan Jiwa di tingkat propinsi maupun
kabupaten/kota perlu menggalang kerjasama dengan sasaran sekunder
yaitu petugas pelaksana baik lintas program maupun lintas sektor yang
terkait.
Kemitraan berarti menggalang semua sektor untuk bekerjasama
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat umumnya dan derajat
kesehatan jiwa khususnya dengan semua sektor terkait, lembaga
pemerintah dan non pemerintah berdasarkan kesepakatan dan fungsi
masing-masing sehingga tersusun suatu kesepakatan serta pembagian
tugas yang jelas.
Adanya koordinasi dalam pembagian wilayah, jadual kegiatan, supervisi
terpadu yang jelas dimaksudkan untuk menghindari kegiatan yang
tumpang tindih sehingga menghasilkan binaan yang berkesinambungan.
Langkah-langkah dalam melaksanakan dukungan sosial
NO
1

LANGKAH-LANGKAH
Identifikasi Mitra kerja baik
lintas program, sektor,
dunia usaha

KEGIATAN

Pertemuan

rutin

Pengelompokkan mitra
kerja

Pertemuan

rutin

Pembagian tugas dan


fungsi
serta
jadual

Pertemuan
Pelatihan

HASIL YANG
DIHARAPKAN
Lingkup dan
cara kerja
Spesifikasi
kerja
Kemampuan
yang dimiliki mitra
kerja
Kesepakata
n kerjasama
Plan
of
Action
Koordinasi
terpadu untuk

PELAKU

Kese
hatan,
Lintas
Sektor
Terkait

Kese
hatan

Kese
hatan

18

kegiatan atau masingmasing mitra kerja

Lokarya/Semiloka
Kampanye
Penyebarluas
an informasi melalui
berbagai media

setiap kegiatan
Kegiatan
yang tidak
tumpang tindih

Perluasan
cakupan

Sosia
l

Agam
a

Diknn
as

pemd
a

Pemantauan dan evaluasi

Supervisi
Mempelajari
laporan kegiatan

Kegiatan
berjalan
sesuai
tujuan yang ingin
dicapai
Masukanmasukan
untuk
memperbaiki
perencanaan

Kese
hatan

Sosia
l

Agam
a

Diknn
as

pemd
a

3.

Melakukan Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemandirian individu, kelompok


atau masyarakat untuk melakukan tindakan/upaya peningkatan kesehatan
jiwa.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :
NO

LANGKAHLANGKAH
Menentukan sasaran
yang akan
dikembangkan

Pertemuan
mengundang
stakeholder/ pihak
terkait

Memberikan
informasi dan
pengetahuan serta
ketrampilan

Pelatihan
Orientasi
Penyebarluas
an informasi

Menyiapkan
rancangan
metode
dan
teknik
pemberdayaan
masyarakat

Memberdayakan
masyarakat

KEGIATAN

Pertemuan
Pelatihan
Lokarya/Semiloka

Kampanye

Penyebarluas
an informasi melalui
berbagai media

Pelatihan
Kader

Penyuluhan

HASIL YANG
DIHARAPKAN

Teridentifikasin
ya sasaran-sasaran
untuk diberdayakan

Institusi
/
petugas memahami
pentingnya
upaya
keswamas

Tersusunnya
plan of action dalam
memberdayakan
masyarakat

Kesepakatan
mengenai bentuk
serta format
pemberdayaan masy

Perluasan
cakupan

Masyarakat
dapat mandiri dalam
melakukan
upaya
keswamas
Terbentuknya
kelompok tolong diri
dalam masyarakat
Meningkatnya
pengetahuan
dan
keterampilan

Kesehatan
Sosial
Agama
Diknnas
pemda
Kesehatan
Sosial
Agama
Diknnas
pemda

Kesehatan
Sosial
Agama
Diknnas
Pemda

Kesehatan
Sosial
Agama
Diknnas
Pemda
LSM
PKK

19

masyarakat
dalam
penanganan
dan
penatalaksanaan
penderita gangguan
jiwa

B. MEKANISME KERJA
1. Sektor Kesehatan

Sebagai penggerak yaitu sebagai leading sektor bidang


kesehatan

Sebagai perumus kebijakan/standar bidang kesehatan jiwa


masyarakat
2. Sektor terkait di luar kesehatan

Mengembangkan kebijakan sektor masing-masing yang


membantu upaya peningkatan kesehatan jiwa masyarakat

Mengembangkan lingkungan yang kondusif untuk


meningkatkan kehidupan yang harmonis dan pencegahan serta
penanggulangan masalah-psikososial.
3. Organisasi Profesi/Keagamaan/Kemasyarakatan/LSM/Swasta

Masukan/gagasan/umpan balik

Dukungan sumberdaya

Peran aktif dalam berbagai kegiatan/upaya kesehatan jiwa


4. Media Massa

Masukan/Gagasan/Umpan balik

Penyebarluasan informasi
Alur kerjasama lintas sektor dan lintas program tentang upaya kesehatan jiwa
masyarakat dapat dilihat pada Buku Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kesehatan Jiwa Masyarakat bagi Lintas Program dan Lintas Sektor
C. ALUR PENANGANAN MASALAH KESEHATAN JIWA
Alur penanganan masalah-masalah kesehatan jiwa sesuai dengan ruang
lingkup kesehatan jiwa masyarakat secara sederhana dapat digambarkan
sebagai berikut :

20

Permasalahan Pribadi,
yaitu :
a.
Gangguan jiwa
b.
Percobaan bunuh
diri
c.
Penyalah gunaan
NAPZA
d.
AIDS
Permasalahan Keluarga :
a.
Ketergantungan
pada keluarga
b.
Eksploitasi anak
c.
Perceraian
d.
Kesepian, merasa
sendirian
Permasalahan Masyarakat :
a.
Pengangguran
b.
Saling membenci
c.
Tidak tersedianya
tempat tinggal
d.
Tidak tersedia
sarana/fasilitas sosial
e.
Tidak tersedianya
sarana rekreasi

Bimbingan Agama /
sosial/pendidikan
Konseling sederhana

Kader, Toma,
Toga, Pekerja
Sosial

Tida
k

Sembuh/TE
RATASI

Konseling
Pengobatan Tkt I

Sembu
h
Pengobatan,
Perawatan

Tidak

Puskesmas,
Dokter
Keluarga,
Tenaga
Kesehatan
terlatih

Rumah Sakit,
Spesialis

SEMBUH

21

BAB V
POKOK-POKOK KEGIATAN
A.

Kegiatan di Tingkat Pusat.


Kegiatan di tingkat pusat antara lain :
1.
Mengidentifikasi dan mengklasifikasi permasalahan
kesehatan jiwa masyarakat dalam rangka merumuskan kebijakan umum
tingkat nasional
2.
Melakukan sosialisasi untuk tingkat propinsi.
3.
Melakukan TOT bagi petugas propinsi
4.
Menyusun program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang bersama-sama dengan sektor keuangan
5.
Merumuskan langkah-langkah kegiatan monitoring dan
evaluasi tingkat nasional.

B.

Kegiatan di Tingkat Propinsi.


Kegiatan di tingkat propinsi antara lain :
1.
Mengidentifikasi,
mengklasifikasi
dan
memetakan
permasalahan kesehatan jiwa masyarakat dalam rangka merumuskan
kebijakan umum tingkat propinsi.
2.
Menyusun program kerja tahunan, jangka menengah dan
jangka panjang bersama dengan Bappeda dan unsur perencana lain yang
terkait
3.
Melakukan sosialisasi untuk tingkat kabupaten/kota
4.
Melakukan TOT / Pelatihan untuk petugas di tingkat
kabupaten/kota.

C.

Kegiatan di Tingkat Kabupaten/Kota


Kegiatan operasional di tingkat lapangan memerlukan fasilitasi. Untuk dapat
melakukan fasilitasi agar proses pemberdayaan masyarakat di tingkat
operasional dapat berjalan, dilakukan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut :
1. Diseminasi informasi dan pelatihan.
Diseminasi informasi tentang kemandirian masyarakat di bidang
kesehatan jiwa diperlukan, agar mereka sadar akan masalah yang
dihadapi, kemudian termotivasi untuk mengatasinya. Metodanya dapat
melalui kampanye di media elektronik, cetak, tradisional atau KIE
interpersonal secara wawanmuka. Untuk itu diperlukan keterampilan para
pelaksana di tingkat operasional, khususnya kader dan tokoh masyarakat.

22

Pelatihan bagi kader atau orientasi bagi tokoh masyarakat mutlak


diperlukan.
2. Fasilitasi dan kemitraan.
Untuk memperlancar proses pemberdayaan masyarakat di tingkat
operasional, diperlukan serangkaian kegiatan fasilitasi, baik yang
dilakukan oleh petugas kesehatan, lintas sektoral atau LSM dan tokoh
masyarakat setempat. Kemitraan antara mereka memegang peranan
penting dalam fasilitasi ini.
3. Proses pengambilan keputusan.
Dasar pemberdayaan masyarakat adalah proses pengambilan keputusan
oleh masyarakat itu sendiri. Jadi fasilitasi harus secara sadar diarahkan ke
proses pengambilan keputusan oleh masyarakat sendiri yang melembaga
dan lestari. Bila hal ini sudah berjalan, maka hanya bantuan teknis yang
diperlukan.
4. Optimalisasi potensi setempat.
Kelestarian pemberdayaan masyarakat memerlukan sumberdaya, baik
tenaga, dana maupun sarana. Oleh karena itu dalam proses pengambilan
keputusan, terus dikembangkan berbagai kiat untuk mengoptimalkan
potensi setempat, baik tenaga, sarana, material dan dana masyarakat,
termasuk pula pengetahuan dan keterampilan mereka
D.

Kegiatan di Tingkat Operasional


Pemberdayaan masyarakat/keluarga di tingkat operasional dapat dilakukan
dengan berbagai pendekatan. Beberapa contoh yang dapat dilakukan
adalah :
1. Pendekatan pada tokoh masyarakat (toma, toga, tokoh adat) yang
berpengaruh
2. Survey Mawas Diri (SMD), atau pengkajian masalah di masyarakat.
3. Perumusan masalah dan kesepakatan bersama dalam Musyawarah
Masyarakat Desa
4. Pemecahan masalah bersama
5. Pembinaan dan pengembangan

23

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses yang panjang dan
berkelanjutan. Untuk memelihara dan meningkatkan laju pemberdayaan
masyarakat serta menjaga agar tetap terarah ke tujuan semula, diperlukan
pembinaan dan pengembangan yang terus menerus. Beberapa bentuk upaya
pembinaan dan pengembangan antara lain :
A.

Pendampingan
1.

Pendampingan adalah kegiatan pemberdayaan


masyarakat dengan menempatkan tenaga pendamping yang berperan
sebagai fasilitator, komunikator dan dinamisator dan pada dasarnya
merupakan
upaya
untuk
menyertakan
masyarakat
dalam
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu
mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik.
2.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memfasilitasi pada
proses pengambilan keputusan berbagai kegiatan yang terkait dengan
kebutuhan
masyarakat,
membangun
kemampuan
dalam
meningkatkan derajat kesehatan, melaksanakan upaya-upaya yang
dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik serta
mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang
partisipatif.
3.
Dalam pelaksanaan program pendampingan ini
diperlukan ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas
yang mampu berperan sebagai fasilitator, komunikator dan dinamisator
selama kegiatan pendampingan berlangsung dan berfungsi pula
sebagai konsultan sewaktu diperlukan oleh kelompok maupun individu.
Perubahan perilaku masyarakat untuk mandiri dan kreatif dalam
meningkatkan kualitas kesehatan pada umumnya dan kesehatan jiwa
pada khususnya merupakan fokus program pendampingan. Tenaga
pendamping dapat berasal dari tenaga di wilayah setempat (tokoh
masyarakat, kader desa, petugas kesehatan) maupun tenaga
pendamping dari luar (LSM, Perguruan Tinggi) sepanjang memenuhi
kriteria pendamping.
B.

Belajar bersama.
Menelaah kisah sukses antar daerah. Kegiatan ini bisa menjadi ajang
tukar menukar pengalaman yang mengasyikkan antar daerah. Disamping
itu mengadakan studi banding ke daerah yang lebih berhasil dalam
mengembangkan program peningkatan kesehatan jiwa masyarakat juga
merupakan langkah yang perlu dilakukan.

24

C.

Pemantauan
Pemantauan adalah upaya yang dilaksanakan secara sistematis, dan
terus menerus oleh pengelola program untuk melihat apakah program
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan jiwa yang sedang
dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Pemantauan bukanlah pengujian pihak luar terhadap pelaksanaan
program, tetapi merupakan alat yang dipergunakan oleh pelaksana
program untuk mengungkapkan hal-hal yang tadinya tidak diperkirakan
pada saat perencanaan dibuat, dan hasilnya dapat dipakai untuk
melakukan perbaikan.
Ada 4 tahapan pemantauan yang secara sederhana dapat digambarkan
sebagai berikut :
APA

TIPE

1.
Input
Manajemen

Perencanaan

Penggerakan

Pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian

Pelaporan

KAPAN

MENGAPA
Se

gera sesudah
implementasi dimulai

Ber
kesinambungan

Ber
kala, pada saat
informasi dibutuhkan

Output
2.
Hasil antara
Output
3.
Hasil yang diharapkan

Output

Mem
perbaiki
kekeliruan
dalam implementasi

Mem
perbaiki rencana

Mem
berikan reinforcement
(dukungan)
terhadap
perilaku
yang
diterapkan

Ber
kala pada saat
informasi dibutuhkan

Mem
beri arah baru pada
strategi (bila dibutuhkan)

Ber
kala pada saat
informasi dibutuhkan

Mengi
dentifikasi hambatanhambatan baru kalau
ada, identifikasi sasaran
baru dan tahap-tahap
yang kemungkinan
disebabkan oleh
intervensi

Mem
buat laporan, adakan
reinforcement, dan
tetapkan arah baru
yang ditempuh
selanjutnya

4. Perbaikan proses pemberdayaan


Berkala pada saat
informasi dibutuhkan

D.

Evaluasi
Ada beberapa tipe evaluasi yaitu evaluasi input, proses, hasil dan evaluasi
dampak. Evaluasi input dan proses serupa dengan pemantauan input dan

25

proses. Yang akan dibahas disini adalah evaluasi hasil, sebab evaluasi
dampak merupakan evaluasi jangka panjang.
Evaluasi hasil untuk menilai apakah program telah memberikan pengaruh
seperti yang diharapkan, misalnya perubahan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan jiwa, berkurangnya stigmasi terhadap penderita
gangguan jiwa dan adanya upaya masyarakat yang mandiri dalam
kegiatan propmotif , preventif serta kuratif dan rehabilitatif.

26

BAB VI
INDIKATOR KEBERHASILAN
Untuk mengukur keberhasilan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
jiwa, dapat digunakan pendekatan sistem sebagai berikut:

INPUT

A.

PROSE
S

OUTPU
T

OUTCOM
E

Input
Beberapa contoh indikator input yang dapat diidentifikasi sebagai ukuran dari
proses pemberdayaan masyarakat antara lain :
1.
Sumberdaya manusia (pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh
agama, kader) yang berpartisipasi.
2.
Tersedianya dana dari berbagai sumber yang digunakan.
3.
Barang, alat, obat dan material lain yang digunakan.
4.
Tersedianya tempat pelayanan

B.

Proses
Beberapa contoh indikator proses adalah sebagai berikut :
1. Jenis dan jumlah penyuluhan, konseling atau Komunikasi Informasi dan
Edukasi.
2. Jumlah pelatihan dan jumlah fasilitasi.
3. Tingkat tumbuh kembang Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
bidang kesehatan jiwa.
4. Adanya siklus pengambilan keputusan masyarakat

C.

Out-put
Beberapa contoh indikator output sebagai berikut :
1. Jumlah pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader yang
diintervensi dalam bidang kesehatan jiwa.
2. Jumlah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat dalam bidang
kesehatan jiwa dan tingkat perkembangannya.
3. Jumlah dana masyarakat dari berbagai sumber yang terorganisir bagi
upaya kesehatan jiwa.
4. Jumlah material masyarakat yang disumbangkan bagi upaya kesehatan
jiwa.
5. Adanya forum komunikasi lintas pelaku.
6. Jumlah anggota masyarakat yang mendapatkan pendampingan.

27

7. Jumlah anggota masyarakat yang melakukan pendampingan.


8. Jumlah orang yang meningkat pengetahuannya dan keterampilan tentang
gejala dini gangguan jiwa.
9. Jumlah orang yang meningkat keterampilannya dalam menangani
penderita gangguan jiwa di masyarakat.
10. Terselenggaranya proses pengambilan keputusan masyarakat tentang
penanganan penderita gangguan jiwa.
11. Cakupan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di tingkat pelayanan
dasar maupun rujukan.
D.

Outcome
Contoh-contoh keberhasilan program pemberdayaan masyarakat dalam
bidang kesehatan jiwa antar lain :
1. Berkurangnya stigma (pandangan buruk) terhadap penderita gangguan
kesehatan jiwa.
2. Berkurangnya penyakit-penyakit psikososial di masyarakat.
3. Berkurangnya diskriminasi terhadap penderita gangguan kesehatan jiwa

Adapun indikator untuk mengukur keberhasilan program pemberdayaan


masyarakat dalam bidang kesehatan jiwa adalah sebagai berikut :
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jumlah provinsi, kabupaten dan kota


yang mempunyai kebijakan
kesehatan jiwa (termasuk healthy public policy, contoh iklan anti rokok,
penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, tempat bermain anak dan
remaja, dll).
Prosentase promosi kesehatan jiwa yang dilakukan di tingkat individu,
keluarga dan masyarakat;
Cakupan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas.
Prosentase wilayah/kawasan bebas rokok/NAPZA;
Prosentase cakupan keluarga yang perduli dengan proses perkembangan
dini anak;
Jumlah wadah/forum di masyarakat yang melaksanakan upaya kesehatan
jiwa usia lanjut, kesehatan jiwa remaja, serta Pencegahan dan
Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA;
Jumlah kelompok tolong diri di masyarakat;
Berkurangnya jumlah orang yang masuk panti rehabilitasi sosial.
Terlaksananya Pembinaan, Pemantauan dan Penilaian.

28

BAB VII
PENUTUP
Pemberdayaan masyarakat akan lebih efektif mencapai tujuan, jika dilakukan
secara transparan dan bertanggung jawab sehingga antara masyarakat dan
aparat pemerintah tumbuh semangat untuk bekerja sama.
Karena itu, pemerintah daerah melalui aparatnya yang semakin profesional
dituntut untuk melaksanakan tanggung jawab pemberdayaan masyarakat,
karena mereka adalah orang-orang yang paling memahami potensi wilayah,
permasalahan wilayah, aspirasi masyarakat, kemampuan masyarakat, dan
sumber-sumber yang dimiliki daerah baik sumber daya manusia dan sumber
daya alam-nya.
Panduan ini masih bersifat umum dan selanjutnya dapat dijabarkan dan
dikembangkan dalam petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksanaan yang lebih
rinci dengan menyesuaikan situasi dan kondisi permasalahan dan ketersediaan
sumberdaya setempat.
Penyesuaian dan pengembangan tersebut harus memperhatikan karakteristik
sosial budaya setempat dan sedapat mungkin mampu meningkatkan wawasan
sekaligus sebagai bahan perbaikan untuk penyempurnaan buku panduan ini di
masa yang akan datang.
Harapan kami semoga buku ini bermanfaat untuk masyarakat Indonesia agar
lebih berdaya dalam bidang Kesehatan jiwa Masyarakat.

29

Kepustakaan :
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Nasional
Pembangunan Kesehatan Jiwa, Jakarta, Maret 2001
Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization, Rencana Strategis Pembangunan
Kesehatan Jiwa 2001-2004, Jakarta, 2003
Depkes RI Direktorat Bina Upaya Kesehatan Masyarakat bekerjasama dengan Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Pedoman KIE dalam rangka Menurunkan Angka Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan untuk Petugas BKMM, Jakarta 1998
Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Pedoman Pelayanan Kesehatan
Jiwa Dasar di Puskesmas, Jakarta, 2004
Kerjasama Pemerintah RI dan Unicef, Panduan Umum Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta, 1999
Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Panduan Ringkas Pengembangan
Kemitraan bidang Kesehatan, Juli 2002

30

Buku-buku yang dianjurkan untuk dibaca :


Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes
RI, Upaya Kesehatan Jiwa Sekolah Tingkat Sekolah Lanjutan, Jakarta 2001.
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat, Buku Pedoman Praktis (bagi Petugas Kesehatan Puskesmas) mengenai
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA), Jakarta 2001.
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan
Jiwa Masyarakat, Buku Pedoman Kesehatan Jiwa (Pegangan bagi Kader), Jakarta 2003.
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes
RI, Informasi Penanggulangan NAPZA Secara Terpadu (pedoman Bagi Keluarga), Jakarta, 2001
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes
RI, Pola Asuh Yang Mendukung Perkembangan Anak, Jakarta, 2001
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes
RI, Pengenalan Masalah Psikososial, Pedoman Umum pengenalan Masalah Psikososial bagi
Petugas Kesehatan, Jakarta 2002.
Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes
RI, Pedoman Umum Kesehatan Jiwa Masyarakat bagi Lintas Sektor Terkait, Jakarta, 2002
Departemen kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Pedoman Pelayanan
Kesehatan Jiwa Usia Lanjut (Psikogeriatrik) di Puskesmas, Jakarta 2000
Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan
Jiwa Masyarakat, Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Dasar di Puskesmas, Jakarta 2004
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Modul Pelatihan
Pola Asuh Anak bagi Pengelola Program Kesehatan Ibu dan Anak di Tingkat Propinsi, Jakarta
2003
Departemen Kesehatan RI, Ditjen Bina Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan
Jiwa Masyarakat, Keterampilan Interpersonal dalam Pendidikan NAPZA, Jakarta 2003

31

LAMPIRAN :
GANGGUAN-GANGGUAN MENTAL YANG BANYAK TERJADI DI MASYARAKAT
1. DEPRESI ( SEDIH YANG MENDALAM )
GEJALA

FISIK

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

PERILAKU

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

sakit kepala
nyeri punggung
gangguan tidur ( sulit atau terlalu banyak tidur)
sering terbangun dini hari
gangguan makan (kurang atau terlalu banyak makan)
letih yang berlebihan
gairah seksual yang menurun
menghindari pergaulan dengan orang lain
tidak mau bicara
sering lupa
putus asa
bosan
merasa tidak berharga
merasa gagal menyelamatkan diri sendiri dan keluarga
tidak mempedulikan lingkungan sekitar
ada pikiran atau usaha untuk bunuh diri.

PENATA LAKSANAAN
1.

Sehubungan interaksi dengan korban / penderita

Membantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti makan, tidur, menjaga


kebersihan diri, berdoa dan beribadah sesuai dengan agama & kepercayaan.

Memberikan dukungan emosional (emotional support),


i. Temani dan ajak mengobrol
ii. Dengarkan keluhannya
iii. Ucapkan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat
iv. Tunjukkan bahwa kita memahami perasaannya

Mendorong untuk mulai beraktivitas,


i. Ajak untuk melakukan kegiatan secara mandiri, seperti mandi sendiri,
makan sendiri, dst
ii. Ajak untuk berinteraksi dengan keluarga atau orang-orang disekitarnya
iii. Ajak untuk melakukan aktivitas ringan seperti membaca, bermain,
olahraga dsb

2.

RUJUK kepada AHLI KESEHATAN MENTAL (Dokter/Psikiater atau Psikolog), JIKA


menunjukan gejala:

Pikiran atau usaha untuk bunuh diri

Sulit sekali atau sama sekali tidak mau bicara dengan orang lain

Menangis terus menerus

Terlihat sedih berkepanjangan

Terhadap
Penderita

Terhadap
Keluarga atau
Kelompok

Mengajak keluarga agar :


1. Memahami kondisi yang dihadapi oleh korban selamat
2. Menemani dan mengajak berbicara
3. Memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan, minum, kebersihan
4. Mengajak untuk melakukan kegiatan yang biasa dan bisa dilakukan sehari-hari
5. Memfasilitasi untuk berbagi rasa terhadap perubahan yang terjadi setelah bencana
6. Membantu membuat prioritas penyelesaian masalah yang ada di keluarga
7. Saling memberikan dukungan dan semangat
8. Saling memberikan dukungan secara non verbal seperti memeluk, memuji, mengelus, dll.

32

2. AGRESIF (PERILAKU MARAH)


GEJALA

Fisik

Ekspresi wajah marah


Tangan mengepal
Rahang terkatup

Perilaku

menolak berhubungan dengan orang lain


menyalahkan orang lain atau Tuhan
kasar dan tidak tenang
mengancam
menyerang atau merusak lingkungan

PENATALAKSANAAN

Terhadap
Penderita

1.

Membina hubungan agar saling percaya dengan cara:


a. Berbicara dengan ramah dan sabar
b. Memberi kesempatan untuk menyampaikan keluhannya
c. Menggali informasi dan menjelaskan situasi
d. Membantu merumuskan pemecahan masalah yang dihadapinya
e. Mendukung pilihan pemecahan masalah yang positif
f.
Mengajak latihan Relaksasi

2.

RUJUK kepada dokter/ Psikiater, JIKA:

Gejala yang ditunjukkan sudah tidak bisa lagi ditangani

Kemarahan bersifat massal maka koordinasikan dengan pihak keamanan

CATATAN: Apabila korban/penderita dalam keadaan sangat marah maka hendaknya:


tidak membelakangi korban menjaga jarak
tetap ada kontak mata tanpa sikap menantang
sebaiknya tidak menghadapinya seorang diri

Terhadap
Keluarga atau
Kelompok

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Terhadap
Masyarakat
Setempat &
Lingkungan
Sekitar

1.
2.

Memahami kondisi yang dihadapi oleh korban/penderita


Menemani dan mengajak berbicara
Memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan, minum, kebersihan
Melibatkan kelompok/keluarga dalam penanganan marah
Mengajak latihan Relaksasi
Penyaluran enersi melalui kegiatan bersama (olahraga, mendengarkan musik, menari,
berdzikir,dll)
membuat perencanaan kegiatan harian
Memfasilitasi terbentuknya kelompok saling bantu (self help group) untuk
membicarakan dan memecahkan masalah korban selamat dalam kelompok.
Menciptakan lingkungan yang aman baik untuk lingkungan mau pun untuk korban
selamat

33

3. PERILAKU PANIK
GEJALA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

FISIK

PERILAKU

jantung berdebar debar


sesak napas/ nafas pendek/ nafas berat
keringat dingin
gemetar dan menggigil (bukan karena panas)
sakit kepala
rasa berat di dada
mual
muka pucat
merasa tidak ada daya seperti dirinya lemah hingga lumpuh, seolah-olah akan mati.

Korban/penderita bertingkah laku tidak sewajarnya, misal:


1. perilaku yang tidak terkontrol, misal berlari-lari tanpa tujuan, bingung karena tidak tahu
harus berbuat apa, mondar-mandir, merasa takut (takut mati, kehilangan, gila dan takut
terjadi bencana lagi)
2. berbicara dengan nada yang tinggi
3. menangis meraung raung
4. mudah tersinggung dan peka terhadap berita yang mengingatkan tentang trauma.
5. Korban selamat mengemukakan pikiran-pikiran yang tidak wajar, misal:
merasa kejadian akan terjadi kembali
tidak dapat menerima kenyataan (menuntut keluarga yang hilang akan kembali)
sulit berkonsentrasi
merasa kecewa dan frustrasi
merasa sebagian tubuhnya tidak berfungsi seperti buta, tuli dan lumpuh

PENATALAKSANAAN

Terhadap
Penderita

Terhadap
Keluarga atau
Kelompok

Tetap bersikap tenang, tidak terpancing kepanikan yang sedang dialami korban/penderita
Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
Mendengarkan dengan penuh perhatian dan pengertian
Memberi dukungan moral ketika korban selamat tercekam emosi, misal: berikan sentuhan
kasih sayang, beri dekapan jika memungkinkan
Lakukan upaya relaksasi dengan cara:
o
Melonggarkan pakaian yang ketat
o
Mengajak mengatur nafas dan rileks
o
Memberi minum
o
Memberikan kata-kata yang menenangkan
o
mengajak berdoa
Menjawab pertanyaan korban selamat dengan penuh keyakinan, realistis, sederhana, jelas,
dan singkat
Jangan berbohong dan memberi harapan terlalu berlebihan, jangan menyalahkan, jangan
memberi pernyataan yang membuat korban selamat semakin merasa bersalah

RUJUK kepada dokter/ psikiater, JIKA:

Upaya perorangan tidak berhasil dan cenderung membahayakan diri dan orang lain

Korban selamat mengalami kesulitan tidur, gangguan mimpi buruk, menderita rasa
nyeri yang tak tertahankan, menarik diri dari lingkungan, atau muncul gagasan/ide
bunuh diri

Beri kesempatan setiap anggota keluarga/kelompok untuk saling mengenal dan


mendengarkan ungkapan perasaan
Saling memperkuat dan memberi dukungan dari sesama anggota keluarga/kelompok
Lakukan tindakan relaksasi sebagaimana di atas secara bersama-sama

34

Tenangkan dan bawa korban selamat ke lokasi yang aman (posko)

4. STRESS PASCA MUSIBAH


GEJALA

MIMPI BURUK : mimpi yang menakutkan tentang kejadian trauma.


GANGGUAN TIDUR : karena mimpi buruk, sering terbangun dan sulit untuk tidur kembali. Tidur
tidak lelap, mudah terbangun. Sehingga penderita menjadi lelah secara fisik, karena kilasan dan
mimpi buruk yang sering terjadi serta tidur yang kurang.
Gelisah, muka pucat, berdebar-debar apabila dihadapkan pada situasi yang mengingatkan
kembali kejadian yang traumatik tersebut.

Fisik

KILAS BALIK : Keadaan ini dialami secara terus menerus atau sewaktu waktu dan terjadi
pada waktu terjaga.
MUDAH TERKEJUT : Individu mudah kaget terhadap suara yang keras, sesuatu yang tiba
tiba, selalu waspada dan sulit konsentrasi.
MERASA SEDIH DAN PUTUS ASA : Sedih karena kehilangan keluarga, harta benda, barang
dan lingkungan sosial.
KETAKUTAN : Takut sesuatu akan terjadi kembali dan menyakitkan dirinya atau keluarganya.
Takut pada hal hal yang mengingatkan pada peristiwa trauma, takut ditinggal sendiri.

Perilaku

PENATALAKSANAAN

Terhadap
Penderita

Terhadap
Lingkungan
Sekitar

Membina hubungan rasa saling percaya


Membantu mengekspresikan perasaan
Menelusuri seberapa sering gejala muncul dan seberapa jauh gejala tersebut mengganggu
kegiatan sehari-hari
Membantu memahami kejadian yang dialaminya
Mengajarkan teknik relaksasi
Mengenali dan memberi tahu potensi yang masih dimilikinya

RUJUK kepada dokter/ Psikiater atau Psikolog, JIKA:

Kondisi korban selamat sudah membahayakan dirinya atau lingkungan

Membutuhkan pengobatan/ perawatan

Menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman


Mengurangi rangsangan dari lingkungan (stressor) yang dapat memicu reaksi emosi
terhadap bencana
Memfasilitasi terbentuknya kelompok saling bantu (self help group) untuk membicarakan
dan memecahkan masalah korban selamat dalam kelompok.

35

36

5. KEPIKUNAN (DIMENTIA)
GEJALA

Fisik

Perilaku

Penurunan daya ingat mengenai hal yang baru terjadi, misalnya penderita lupa apakah sudah
makan, mandi, lupa meletakkan barangnya dan lain-lain.
Penurunan daya pikir, misalnya tak mampu lagi berhitung yang biasanya mudah dia lakukan.
Penurunan daya nilai, misalnya sulit membedakan yang baik dan yang buruk
Penurunan kemampuan berbahasa, misalnya sulit untuk mencari kata-kata untuk menyatakan
pendapat
Penurunan fungsi sehari-hari, misalnya tak mampu berpakaian, mandi, mencuci, memasak dan
melakukan kegiatan lainnya sendiri..
Kehilangan kendali emosional, misalnya mudah bingung, menangis atau mudah tersinggung
Menjadi gaduh gelisah, pencuriga dan emosi yang meledak-ledak.

PENATALAKSANAAN
Terhadap
Penderita

Terhadap
Lingkungan
Sekitar

Demensia memang sering terjadi pada usia lanjut


Jika kehilangan daya ingat hanya ringan, pertimbangkan penggunaan alat bantu atau
pengingat
Hindari penempatan penderita di tempat atau situasi yang asing
Kehilangan daya ingat dan kebingungan bisa menyebabkan problem perilaku (misalnya
agitasi, kecurigaan, letupan emosional) untuk itu diperlukan pengertian dari masyarakat agar
dapat menciptakan lingkungan yang kondusif.
Memfasilitasi terbentuknya kelompok saling bantu (self help group) untuk membicarakan
dan memecahkan masalah korban selamat dalam kelompok

37

6. PERILAKU KACAU (PSIKOTIK)


GEJALA
-

Fisik

Perilaku

Penampilan tidak terawat, dan tidak sesuai dengan situasi


Badan bau dan kotor

Tingkah laku kacau atau aneh


Bicara kacau dan tidak dapat dimengerti
Bicara atau tertawa sendiri
Mondar mandir tanpa tujuan
Mengulang perbuatan tertentu tanpa tujuan yang jelas
Keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan budaya (misalnya menganggap
dirinya utusan Tuhan, yakin ada orang lain yang akan mencelakakan dirinya, dll)
Mendengar suara atau melihat sesuatu tanpa ada sumbernya (halusinasi)
Gelisah dan tidak tidur berhari hari
Mengurung diri atau mengganggu lingkungan

PENATALAKSANAAN

Terhadap
Penderita

Terhadap
Keluarga atau
Kelompok

Apabila orang tersebut mengalami HALUSINASI:


o
Jangan mendukung, tetapi juga jangan membantah hal tersebut
o
Katakan misalnya Saya percaya Kamu mendengar suara tersebut, tapi saya
tidak dapat mendengarnya.
o
Sarankan cara-cara untuk mengatasi halusinasi, misalnya: tidak mempedulikan,
mengalihkan perhatian dengan mengajak orang lain bicara, ajak melakukan
kegiatan.

RUJUK kepada dokter/ psikiater), JIKA:

Langkah-langkah di atas tidak dapat mengatasi kekacauan perilaku orang tersebut

Perilakunya membahayakan diri dan orang lain

Melibatkan keluarga dalam merawat orang tersebut dengan memberikan informasi dan
cara-cara mengatasi keadaan
Mengawasi agar obat benar-benar diminum sesuai aturan dari dokter, jika orang tersebut
mendapat obat
Menjauhkan benda-benda berbahaya yang ada di sekitar orang tersebut (misalnya, pisau,
gunting, parang dsb)
Melakukan aktivitas kelompok, jika bisa, dalam bentuk berbagi rasa, olah raga, permainan,
musik, dll

Terhadap
Masyarakat
Setempat

Membina hubungan yang baik, sapa dengan memanggil namanya


Memberikan senyum yang ramah
Menerima dan memahami orang tersebut secara apa adanya
Mendengarkan keluhan dengan baik, jangan menyalahkan atau secara berlebihan
mengoreksi perilakunya yang kacau
Mencoba menenangkan. Gunakan kata-kata yang lembut, ajak untuk bersikap tenang dan
relaks
Memberi kesempatan untuk mencurahkan perasaan dan pikirannya.

Memberikan informasi bahwa perilaku kacau tersebut tidaklah disengaja, namun


disebabkan karena kondisi jiwanya
Mendorong masyarakat agar tidak mengucilkan, mengolok-olok, membedakan, atau
memasung orang tersebut

38

7. GANGGUAN SOMATOFORM (PSIKOSOMATIS)


GEJALA
Penampilan biasa saja
Terlihat normal namun sering mengeluh sakit pada bagian tubuh tertentu
Dapat timbul gejala fisik apa saja. Gejala bisa sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
latar belakang budaya
Keluhan mungkin tunggal atau multiple, dan bisa berubah dari waktu ke waktu

Fisik

Perilaku

Ada berbagai macam keluhan dan atau gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan
Sering berkunjung ke tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan yang berulang kali
walaupun hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang negatif
Beberapa penderita mungkin hanya mengeluh dan ingin bebas dari keluhan dan/atau
gejala fisiknya saja. Adapaula penderita yang mungkin khawatir bahwa dirinya menderita
suatu penyakit fisik dan mereka tidak percaya bahwa tidak ditemukan kelainan fisik.
Biasanya disertai dengan gejala depresi dan cemas yang berlebihan

PENATALAKSANAAN

Terhadap
Penderita

Terhadap
Keluarga atau
Kelompok

Menerima dan memahami orang tersebut secara apa adanya


Berikan saran untuk berolahraga dan aktivitas yang menyenangkan. Penderita tidak perlu
menunggu sampai semua gejala hilang untuk kembeli ke kegiatan sehari-hari.

RUJUK kepada dokter/ psikiater), JIKA:

Langkah-langkah di atas tidak dapat mengatasi keluhan atau gejala yang timbul

Perilakunya mengeluhnya makin sering dan terlihat parah

Sadari bahwa keluhan penderita adalah nyata, bukan bohong atau rekayasa
Tanyakan tentang keyakinan penderita (apa yang menyebabkan gejala) dan ketakutannya
(apa yang ia takutkan akan terjadi)
Berikan keyakinan yang memadai (misalnya, nyeri perut tidak berarti kanker). Sarankan
penderita untuk tidak memusatkan perhatian terhadap kekhawatiran tentang penyakit.
Diskusikan stress emosional yang ada ketika gejala mulai timbul
Metoda relaksasi dapat membantu mengurangi gejala yang berkaitan dengan ketegangan
(nyeri kepala, nyeri tengkuk atau punggung)

Terhadap
Masyarakat
Setempat

Memberikan informasi bahwa gejala gejala yang timbul bila sudah berobat 2 atau 3 kali
tidak ada perubahan, mungkin bukan penyakit fisik.
Mendorong masyarakat agar membantu penderita untuk membawa ke dokter ahli untuk
mengadakan konsultasi.

39

8. PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA


GEJALA
Kesehatan Fisik menurun
Penampilan diri menurun
Badan kurus, lemas, malas
Suhu badan tidak beraturan
Pernafasan lambat dan dangkal
Pupil mata mengecil
Warna muka membiru
Tekanan darah menurun
Kejang otot
Kesadaran makin lama makin menurun
Selera makan berkurang
Nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat
berhenti pada saat kelebihan dosis
Mata dan hidung berair, menguap terus menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh,
takut air sehingga malas mandi, kejang dan kesadaran menurun bila sedang ketagihan
(putus zat/sakau)

Fisik

Perilaku

Membangkang terhadap teguran orang tua


Semakin jarang ikut kegiatan keluarga
Berubah teman dan jarang mau mengenalkan teman-temannya
Mulai melupakan tanggung jawab rutin di rumahnya
Sering pulang lewat jam malam dan menginap dirumah teman
Sering pergi ke diskotik, mall atau pesta
Pola tidur berubah : pagi susah dibangunkan, malam suka begadang
Bila ditanya sikapnya defensif atau penuh kebencian
Menghabiskan uang tabungannya dan selalu kehabisan uang (bokek)
Sering mencuri uang atau menjual barang-barang yang ada dirumah dan sering tidak
diketahui
Sering merongrong keluarganya untuk minta uang dengan berbagai alasan (untuk bayar
uang sekolah, beli buku, sumbangan ini dan itu, dll)
Malas mengurus diri (tidak mau membersihkan kamar/tempat tidur, malas mandi, sering
tidur, malas gosok gigi, kamar berantakan, malas bekerja di rumah, dll)
Sering tersinggung dan mudah marah
Menarik diri dari lingkungan dan sering di kamar dan mengunci diri
Sering berbohong
Bersikap lebih kasar terhadap anggota keluarga lainnya dibanding dengan sebelumnya
Sekali-kali dijumpai dalam keadaan mabuk, bicara pelo/cadel dan jalan sempoyongan pada
saat menggunakan NAPZA
Ada obat-obatan, kertas timah, bau-bauan yang tidak biasa di rumah (terutama kamar
mandinya atau kamar tidurnya), atau ditemukan jarum suntik, namun ia akan mengatakan
bahwa barang-barang tersebut bukan miliknya.
Gelisah yang sangat berlebih bila tiba saatnya untuk menggunakan NARKOBA

PENATALAKSANAAN

Terhadap
Penderita

Terhadap
Keluarga atau
Kelompok

Memberi tahukan dengan bijak bahwa NAPZA bisa sangat berbahaya bagi dirinya maupun
keluarga serta orang lain.
Awasi siapa teman-temannya bergaul.
Periksa keadaan kamarnya, dompetnya dan tas-sekolah atau barang-barang lain tempat
penderita menyimpan sesuatu.

RUJUK kepada dokter/ psikiater), JIKA:

Langkah-langkah di atas tidak dapat mengatasi keluhan atau gejala yang timbul

Perubahan perilakunya makin menunjukkan kerah perubahan perilaku seperti diatas.

Beri pengertian bahwa mungkin ada sesuatu yang menyebabkan anaknya menggunakan
NAPZA
Berikan dukungan bahwa ketergantungan terhadap NAPZA dapat disembuhkan dengan

40

Terhadap
Masyarakat
Setempat

membawa penderita ke dokter/fasilitas kesehatan


Berikan pengertian bahwa penderita jangan dimusuhi dan jangan selalu disalahkan,
berikan nasehat agar dilakukan komunikasi yang lebih baik dari hati kehati pada saat
penderita tidak mengalami sakau.
Memberikan informasi kepada pihak yang berwajib bila diketahui ada salah satu anggota
masyarakatnya mengedarkan NAPZA.
Mendorong masyarakat agar membantu penderita untuk membawa ke dokter ahli untuk
mengadakan konsultasi.

41

BANTUAN UNTUK YANG MENGALAMI GANGGUAN KESEHATAN JIWA


Gangguan kesehatan jiwa dapat diobati, apalagi kalau diketahui sejak awal. Perhatikan tingkah laku anggota keluarga,
kalau ada perubahan segera telusuri, apakah ada sesuatu yang menyebabkannya. Tanyakan, apa yang dipikirkan atau
dirasakannya. Kalau tidak selesai, minta bantuan dokter atau petugas kesehatan di Puskesmas.
Adanya pikiran atau perasaan yang mengganngu dapat membebani seseorang. Apabila ada yang mau mendengarkan,
berbagi rasa, berbagi cerita, lalu membantu menyelesaikannya sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya adalah
bantuan yang diperlukan untuk mereka yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Ada beberapa pihak yang dapat membentu mereka yang mengalami masalah kesehatan jiwa yaitu :
1.
Dokter atau Perawat Puskesmas dapat memberikan obat yang sesuai dengan kebutuhan dan mendengar
keluhan.
2.
Ahli Jiwa atau Psikolog yang dapat membantu dengan percakapan konseling agar orang yang mengalami
masalah tersebut menjadi lebih mengenal dirinya dan mengeti permasalahannya. Psikolog juga memberikan arahan
untuk dapat mencari pilihan cara menyelesaikan masalahnya.
3.
Dokter spesialis kedokteran jiwa atau Psikiater yang dapat memberikan obat yang diperlukan untuk mengatasi
gangguan kesehatan jiwa. Selain itu psikiater juga membantu mendengarkan keluhan dan membahas masalahnya.
4.
Guru Bimbingan dan Konseling (Guru BK) di sekolah dapat diminta bantuan untuk menolong murid sekolah
yang mengalami masalah kesehatan jiwa dalam batas tertentu. Guru BK adalah guru yang telah mendapatkan
pendidikan/pelatihan tentang bimbingan/konseling.
5.
Pekerja Sosial dapat membantu mengatasio masalah sosial yang berkaitan dengan kesehatan jiwa.
6.
Ulama/Akhli Agama/Ustadz/Pastor/Pendeta/Pedanda/Biksu dapat dimintai bantuannya untuk mengatasi
masalah melalui pendekatan agama.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan harus segera dibawa ke Puskesmas /Dokter jika terjadi hal-hal sebagai
berikut :
1.
Kalau di rumah ada anggota keluarga yang menunjukkan rasa murung terus menerus, atau
kesedihan, menangis tiada henti, apalagi tanpa penyebab yang jelas.
2.
Kalau ada anggota keluarga yang mengatakan bahwa ia mendengar atau melihat sesuatu dan
sangat mempengaruhinya. Keadaan ini disebut halusinasi.
3.
Kalau ada anggota keluarga yang menyatakan ingin bunuh diri atau mengancam akan membunuh
orang lain.
4.
Kalau ada anggota keluarga yang gaduh gelisah atau mengamuk tanpa alasan yang jelas.
5.
Kalau ada anggota keluarga yang selalu mengeluh sakit, terganggu fungsi pekerjaan dan fungsi
sosialnya tanpa alasan yang jelas.
6.
Kalau ada anak yang tidak bisa diam, sulit berhubungan dengan orang lain, masih mengompol pada
usia diatas 5 tahun.
7.
Kalau ada anggota keluarga yang menyalahgunakan NARKOBA
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga :
1.
Kalau disarankan rawat inap, jangan ragu untuk mengikuti petunjuk dokter demi kesembuhannya,
namun jangan lupa mengunjunginya. Jangan sampai dia merasa ditinggalkan atau disisihkan. Gangguan kesehatan
jiwa bukanlah aib yang harus ditutupi
2.
Tanyakan kepada dokter mengenai seberapa sering dan berapa lama menjenguknya, apa saja yang
bisa dibicarakan dan apa yang tidak boleh disampaikan, serta apa yang boleh dibawa untuknya.
3.
Ketika sudah kembali ke rumah jangan lupa untuk terus memberikan dukungan dan bantuan.
Bangkitkan kembali rasa percaya dirinya.
4.
Beri dia kegiatan yang akan mencegahnya untuk melamun.

42

APAKAH ANDA MENGALAMI HAL-HAL BERIKUT ?


YA
1

Sakit kepala ?

Kurang/tidak nafsu makan ?

Tidur tidak nyenyak ?

Mudah takut ?

Merasa cemas, tegang atau khawatir ?

Tangan gemetar ?

Pencernaan terganggu ?

Sulit berpikir jernih ?

Tidak merasa bahagia ?

Lebih sering menangis dari biasanya ?

Sulit menikmati kegiatan sehari-hari ?

Sulit mengambil keputusan ?

Pekerjaan sehari-hari terganggu ?

Tidak mampu berperan aktif dalam kehidupan sehari-hari ?

Kehilangan minat atau gairah ?

Merasa tidak berharga ?

Berfikir untuk bunuh diri ?

Selalu merasa lelah ?

Merasa tidak nyaman di perut anda ?

Mudah lelah ?

Lebih sering menggunakan alkohol / zat terlarang dari biasanya ?

Merasa seseorang bermaksud mencelakai anda ?

Merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran anda ?

Mendengar suara-suara yang tidak didengar orang lain ?

Mengalami mimpi tentang musibah atau seakan mengalaminya

TIDA
K

43

kembali ?

Menghindari berbagai kegiatan, tempat, orang, atau pikiran yang

mengingatkan akan musibah tersebut ?

Kurang tertarik terhadap teman-teman atau kegiatan sehari-

hari ?

Merasa sangat sedih bila berada dalam situasi yang

mengingatkan akan musibah tersebut ?

Sulit menghayati atau mengeluarkan perasaan ?

2
2
2
3
2
4
2
5
2
6

2
7
2
8

2
9

44

Bila jumlah jawanan YA sebanyak 5 atau lebih pada pertanyaan 1 20


atau sebanyak 1 atau lebih pada pertanyaan 21-29 maka sebaiknya
menghubungi petugas untuk mendapatkan bantuan

45

Anda mungkin juga menyukai