Anda di halaman 1dari 167

615.

58
Ind

PEDOMAN
PELAYANAN FARMASI
(TATA LAKSANA TERAPI OBAT)
UNTUK PASIEN GERIATRI
DIREKTORAT
JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN

DEPARTEMEN
KESEHAT
AN RI 2006

Katalog

615.58 Ind

Dalam

Terbitan.
In
do
ne
si
a,
De
pa
rt
em

Departemen Kesehatan RI
en Kesehatan. Direktorat
Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.

Pedoman Pelayanan
Farmasi (Tata Laksana
Terapi Obat) Untuk
Pasien Geriatri. -Jakarta, Departemen
Kesehatan. 2005

1 Judul 1. DRUGS
.

2. DRUGS GERIATRIC

KONTRIBUTOR
1. Dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD, KGer., MEpid.
Sub. Bagian Geriatrik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

2. Dra. Yulia Trisna, Apt. MPharm.


Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

3. Dra. Tita Puspita, Apt. MPharm.


Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

E. Pertimbangan Khusus untuk penggunaan obat tertentu pada


pasien dengan gangguan fungsi ginjal
Meperidin

Metabolit normeperidin adalah neurotoksik dan dapat


menyebabkan kejang

Obat AINS

Menurunkan respon diuretik dan meningkatkan


kecenderungan hiperkalemia jika digunakan bersama
diuretik hemat kalium dan ACE inhibitors.

Obat AINS

Menurunkan respon diuretik dan meningkatkan


kecenderungan hiperkalemia jika digunakan bersama
diuretik hemat kalium dan ACE inhibitors.

Klorpropamid

Meningkatkan waktu paruh bila digunakan pada pasien


dengan gangguan fungsi ginjal dan mengalami
hipoglikemia berkepanjangan

Metformin

Sebaiknya tidak digunakan jika CrCl < 50 ml/menit ( <


0,83 ml/detik) karena hal itu dapat menyebabkan laktik
asidosis yang mengancam jiwa.

Insulin

Terjadi penurunan bersihan ginjal pada pemberian insullin


eksogen dan karena itu potensial meningkatkan reaksi
hipoglikemik seiring penurunan CrCl

A m i n o g l i k o s i d a Diperlukan penyesuaian dosis karena obat ini akan cepat


Vankomisin
berakumulasi pada gangguan ginjal dan secara potensial
menyebabkan nefrotoksik. Direkomdenasikan untuk
dilakukan pengukuran kadar obat di dalam darah
(Therapeutic Drug Monitoring)
Simetidine
Triamteren
Trimetoprim

Menghambat sekresi tubular kreatinin, sehingga kreatinin


serum meningkat. Hal ini bersifat reversible jika obat
dihentikan.

1
C. Penyesuaian
dosis obat untuk
pasien dengan
gangguan fungsi
ginjal
Obat yang memerlukan
penyesuaian dosis
Semua Antibiotika
KECUALI
Antihipertensi
Atenolol, nadolol, ACE inhibitor
Obat jantung lainnya
Digoksin, sotalol
Diuretik
HINDARI diuretik hemat kalium pada
pasien dengan CrCl < 30 ml / menit
( < 0,5 ml / detik )
Obat Penurun Kadar Lipid
HMG - CoA reductase inhibitors,
benafibrat,
klofibrat,
fenofibrat
Narkotik
Kodein, Meperidin

Psikotropik
Lithium, kloral hidrat gabapentin,
trazodon, paroxetin,
primidone,
topiramat, vigabatrin.
Obat Hipoglikemik
Acarbose, klorpropamid, gliburid,
gliklazid, metformin, insulin.
Lainnya

Allopurinol,
diklofenak,

kolkisin,
ketorolac,

histamin, Penghambat pompa


terbutalin

KATA
PENG
ANTA
R
Buku
Pedoman
Pelayanan
Farmasi
(Tata
Laksana
Terapi
Obat)
untuk
pasien
geriatri
merupakan
pedoman
untuk
meningkatkan
pengetahuan dan
keterampilan
apoteker
dalam
penanganan
pasien geriatri.
Dalam
pelaksanaan
pelayanan
kefarmasian untuk
pasien geriatri di
rumah sakit yang
merupakan bagian
yang
tidak
terpisahkan

dengan pelayanan
lain di rumah sakit,
melibatkan
berbagai
pihak
yang mempunyai
kewenangan
berbeda menurut
fungsi
masingmasing.
Oleh karena itu
diperlukan upaya
untuk
mengarahkan
kesatuan pandang
para
apoteker
menuju
terwujudnya
peningkatan mutu
pelayanan sesuai
dengan pedoman
yang
ditetapkan
guna
mencapai
peningkatan
derajat kesehatan
masyarakat.
Kami
masih

menyadari
banyak

kekurangan dalam
penyusunan buku
ini dan untuk lebih
menyempurnakan
tidak
menutup
kemungkinan
adanya masukan
dan saran-saran
dari
berbagai
pihak.
Kepada
semua pihak yang
telah
berperan
aktif
dalam
penyusunan buku
pedoman ini kami
menyampaikan
terima kasih yang
sebesar-besarnya.
DIRE
KTUR
BINA
FARM
ASI
KOM
UNIT
AS

DAN KLINIK

N KE S

DIREKTORAT

JENDERAL

KEFARMASIAN

PELALAYAN KESEHATAN
DAN ALAT

60
SAMBU
TAN

LI

JENDE
RAL
PELAY
ANAN
KEFAR
MASIA
N DAN
ALAT
KESE
HATAN

IN

O
Drs. Abdul Muchid, Apt

NIP. 140 088 411

Assalamu alaikum
Wr. Wb
Puji

DIREKTUR

syukur

kita

panjatkan

ke

hadirat Allah SWT,


atas

segala

rahmat

dan

petunjuknya
sehingga
penyusunan buku
Pedoman
Pelayanan
Farmasi
(Tatalaksanan
Terapi

Obat)

Untuk

Pasien

Geriatri

telah

dapat diselesaikan

pada

waktunya,

yang

merupakan

usia

ini

di

Indonesia

akan

perwujudan dalam

menjadi 30,1 juta

upaya

jiwa

meningkatkan

merupakan urutan

mutu

dan

paradigma

baru

pelayanan

dan

keempat dunia.

Untuk

kefarmasian.

mengantisipasi

Menurut

ini

jumlah usia lanjut

sensus

penduduk

tahun

yang

berkembang

jumlah

dengan

pesat

penduduk usia 60-

tersebut

perlu

an

dipersiapkan

1990,
tahun

keatas

kurang lebih 11,5

program

jiwa

pelayanan

(6,5%

seluruh

dari

penduduk

lanjut

usia
secara

Indonesia).

Pada

terintegrasi.

tahun

1998,

Dalam

kelompok usia ini

penyelenggaraan

meningkat menjadi

program

15 juta jiwa atau

pelayanan

7,5%. Pada akhir

kesehatan

tahun 2020, WHO

lanjut

memperkirakan

sarana penunjang

jumlah

yang

kelompok

usia

diperlukan
dapat

mendukung
pelaksanaan
lapangan

di
yaitu

antara lain dengan


buku

Pedoman

Pelayanan
Farmasi
(Tatalaksana
Terapi Obat Untuk
Pasien Geriatri.

Langkah 4 Pilih obat dengan


sesedikit mungkin
e
f
e
k
nefrotoksiknya

Jika penggunaan obat nefrotoksik tidak dapat


dihindari tanpa menyebabkan morbiditas
atau mortalitas pada pasien, maka diperlukan
pemantauan kadar obat dalam darah
(Therapeutic Drug Monitoring = TDM) atau
pantau fungsi ginjal.

Langkah 5 Gunakan loading


dose

Biasanya loading dose ini sama seperti yang


digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal
normal.

Langkah 6 Gunakan rejimen


pemeliharaan
(maintenance
regimen)

Turunkan dosis obat dan atur interval dosis


lazim atau pertahankan dosis obat dan
perpanjang interval penggunaan. Perlu diingat
untuk selalu melakukan fitrasi dosis obat
sesuai dengan efek/respon yang terjadi pada
pasien. Sebagai contoh, dosis obat
antihipertensi disesuaikan berdasarkan pada
pengontrolan tekanan darah, akan tetapi dosis
antimikroba tidak disesuaikan menurut
responnya.

Langkah 7 Pantau kadar obat Pantau kadar obat jika pemantauan ini
dalam darah
berguna untuk memandu terapi selanjutnya
Langkah 8 Lakukan penilaian Tinjau kembali pasien untuk mengevaluasi
kembali
efektivitas obat dan perlunya terapi
berkelanjutan. Jika obat nefrotoksik
digunakan, ingatkan untuk melakukan
ii
59 serum dan
pengecekan kembali
creatinine
creatinine clearance (CrCl) pasien.
r

LAMPIRA
N6

r
h

n
g

s
i

n
y

a
n

G
a

a
n

O
b

3.

s
i
G
i
n
j
a
l

A. Rumus
Cockcroft-Gault
untuk Menghitung
Creatinine
Clearance

Petunjuk
langkah
penyesu
aian
dosis
obat
untuk
pasien
ganggua
n fungsi
ginjal

Langkah 1 Telusuri
riwayat
penggunaan obat
dan lakukan
pemeriksaan fisik

Pria

CrCl (mL/menit) = (140-Umur (tahun)) x Berat Badan (Kg)

Wanita

CrCl (mL/menit) = 0,85 x CrCl (pria)

B. Rentang nilai
normal dan
penurunan
Creatinine
Clearance (unit SI)

Langkah 2 Tentukan tingkat


kerusakan ginjal

Catat obat-obatan yang digu


termasuk obat bebas, obat
bepergian, penggunaan alk
dan hipersensitifitas terhada
dicatat. Pemeriksaan fisik h
tinggi badan, berat badan, s
ekstrasel (jugular venous pu
denyut nadi dengan peruba
udem, asites, bunyi paru) da
tanda penyakit hati kronik

Ukur kreatinin serum. Lakuk


urin 24 jam atau hitung Crea

Langkah 3 Te l a a h u l a n g Pastikan bahwa semua obat


daftar obat
dan obat-obatan yang baru
mempunyai indikasi spesifik.
interaksi yang potensial terja

Fungsi Ginjal Normal


Pria
Wanita

95
75

Gangguan Fungsi Ginjal Ringan

50

Gangguan Fungsi Ginjal Sedang

25

Gangguan Fungsi Ginjal Berat

< 25 mL/menit

Saya

harapkan

membantu dalam

buku

pedoman

penyusunan buku

ini dapat dipakai

pedoman

sebagai

saya

para

acuan
apoteker

ini,

sampaikan

terima kasih dan

dalam

penghargaan

melaksanakan

yang

pelayanan

tingginya.

farmasi

yang

bermutu

dan

berkesinambung

DIREKTUR
JENDERAL
PELAYANAN
KEFARMASIAN
DAN ALAT
KESEHATAN

an dalam rangka
mendukung
upaya
penggunaan
obat
rasional

setinggi

yang
untuk

pasien geriatri.
Kepada

Tim

Penyusun

dan

pihak-pihak yang

58
DE
PA
RT

iii

Drs. Krissna
Tirtawidjaja, Apt.
NIP. 140 073 794
E
M
E
N

KE
SE
HA
TA
N
R.I
DIRE
KTOR
AT
JEND
ERAL
PELA
YANA
N
KEFA
RMAS
IAN
DAN
ALAT
KESE
HATA
N
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950

KEP
UTU
SAN
DIREKTUR
JENDE
RAL
PELAY
ANAN
KEFAR
MASIA
N DAN

ALAT
KESE
HATA
N
DEPA
RTE
MEN
KESE
HATA
N Rl
N
O
M
O
R
:
H
K
00
.D
J.I
I.0
51
Tentang
:
P
E

S
A

L
A

S
I
(
T
A
T

U
N
T
U
K
P
A

S
I
E
N
G
E
R
I
A
T
R
I
DIREKTUR
JENDERAL
PELAYANAN
KEFARMASIA
N

S
E
H
A
T
A
N
MENIMBANG:

a.
Bahwa
pembangunan
di
bidang
Pelayanan
Farmasi
merupakan
bagian
dari
upaya
peningkatan
mutu
dan
efisiensi
pelayanan
kesehatan.

2. B

D
A
N

a
h
w
a

A
L
A
T

u
n
t
u
k

K
E

m
e
n

i
n
g
k
a
t
k
a
n
m
u
t
u
d
a
n
e
f
i
s
i
e
n
s
i
P
e
l
a
y
a
n
a
n

F
a
r
m
a
s
i
y
a
n
g
b
e
r
a
s
a
s
k
a
n
P
h
a
r
m
a
c
e
u
t
i
c
a

l
C
a
r
e
p
e
r
l
u
d
i
b
u
a
t
P
e
d
o
m
a
n
P
e
l
a
y
a
n
a
n

F
a
r
m
a
s
i
(
T
a
t
a
l
a
k
s
a
n
a
T
e
r
a
p
i
O
b
a
t
)
u
n
t
u

k
P
a
s
i
e
n
G
e
r
i
a
t
r
i
.

3. B

a
h
w
a
P
e
d
o
m
a
n
P
e
l
a

y
a
n
a
n
F
a
r
m
a
s
i
(
T
a
t
a
l
a
k
s
a
n
a
T
e
r
a
p
i
O
b
a

t
)
u
n
t
u
k
P
a
s
i
e
n
G
e
r
i
a
t
r
i
m
e
r
u
p
a
k
a
n
a
r

a
h
a
n
u
n
t
u
k
d
i
l
a
k
s
a
n
a

k
a
n
o
l
e
h
s
e
l
u
r
u
h

j
a
j
a
r
a
n
k
e
s
e
h
a
t
a
n
y
a
n
g
t
e
r
k
a
i
t
.

4. B

a
h
w
a
s
e
h
u
b
u
n
g
a
n
h
a
l
t
e
r
s
e
b
u
t
d
i

a
t
a
s
p
e
r
l
u
d
i
t
e
t
a
p
k
a
n

e
l
a
y
a
n
a
n
F
a
r
m
a
s
i

P
e
d
o
m
a
n

(
T
a
t
a
l
a
k
s
a
n
a

e
r
a
p
i
O
b
a
t
)
u
n
t
u
k
P
a
s
i
e
n
G
e
r
i
a
t

r
i

LAMPIRAN 5
Daftar Efek Samping Obat yang Berpotensi untuk Terjadi
Efek Samping

Kelompok Obat

Sindrom delirium

Benzodiazepin
Phenothiazine
Antikolinergik
Antidepresan trisiklik
Antiparkinson
Analgesik narkotik,
Antikonvulsan
Kortikosteroid
Teofilin (jika toksik)
Digoksin (jika toksik)
AINS (tidak sering)

gangguan
berjalan (gait
disorder) atau
jatuh

Benzodiazepin
Phenothiazine
Butirofenon
Antikonvulsan

Hipotensi postural Antihipertensi


dan jatuh
Diuretik
Phenothiazine
Antidepresan trisiklik
Antiparkinson
Inkontinensia

Diuretik
Prazosin
Antikolinergik (retensi urin, ovelflow incontinence)

Mual

Antibiotika (golongan Penisilin: ampisilin, amoksisilin;


golongan Fluorokuinolon: siprofloksasin, afloksasin;
Metronidazol)
Teofilin
Digoksin (jika toksik)

Hipotermia

Phenothiazine
Barbiturat
Benzodiazepin
Antidepresan trisiklik
Analgesik narkotik
Etanol

Konstipasi

Antikolinergik
Phenothiazine
iv
Antidepresan trisiklik
Keterangan : Level
Verapamil

57

Kemaknaan Klinik

Interaksi Obat
Level 1

Hindari kombinasi
Risiko yang dapat merugikan pasien lebih besar dari manfaat.

Level 2

Sebaiknya hindari kombinasi.


Penggunaan kombinasi hanya dapat dilakukan pada keadaan
khusus. Penggunaan obat alternatif dapat dilakukan jika
memungkinkan. Pasien harus selalu dipantau dengan sebaikbaiknya jika obat tetap diberikan.

Level 3

Minimalkan risiko,
Ambil tindakan yang perlu untuk mengurangi risiko.

Level 4

Tidak dibutuhkan tindakan.


Risiko kerugian yang mungkin timbul relatif kecil. Potensi bahaya
pada pasien rendah dan tidak ada tindakan spesifik yang
direkomendasikan. Tetap waspada terhadap kemungkinan
terjadinya interaksi obat.

56

D
E
P
A
R
T
E
M
E
N
K
E
S
E
H
A
T
A
N
R
.I
DIR
EKT
ORA
T
JEN
DER
AL
PEL
AYA
NAN
KEF
ARM
ASIA
N

DAN
ALA
T
KES
EHA
TAN
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950

MENGINGAT : 1. Undang undang No. 23


Tahun 1992 Tentang
Kesehatan.

2. U
n
d
a
n
g
u
n
d
a
n
g
N
o
.
1
3
T
a
h
u
n
1
9
9

Telp. :5201590 (Hunting


Fax. :52964838 Tromol

8
T
e
n
t
a
n
g
K
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n
L
a
n
j
u
t
U
s
i
a

3. P
e
r
a
t
u

r
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
e
p
u
b
li
k
I
n
d
o
n
e
s
i
a
N
o
m
o
r

1
5
9
b
/
M
E
N
K
E
S
/
P
E
R
/I
I/
1
9
8
8
T
e
n
t
a
n
g
R
u
m
a
h
S
a
k
it
.

4. P

e
r
a
t
u
r
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
l
N
o
.
9
2
0
/
M
e
n
k
e
s

/
P
e
r/
X
II
/
1
9
8
6
T
e
n
t
a
n
g
U
p
a
y
a
P
e
l
a
y
a
n
a
n
K
e
s
e
h
a
t

a
n
S
w
a
s
t
a
d
i
B
i
d
a
n
g
M
e
d
i
k
.

5. K

e
p
u
t
u
s
a
n
M
e
n
t
e
ri
K

e
s
e
h
a
t
a
n
R
l
n
o
m
o
r
1
3
3
3
/
M
e
n
k
e
s
/
S
K
/
X
II
/
1
9
9
9
t
e

n
t
a
n
g
S
t
a
n
d
a
r
P
e
l
a
y
a
n
a
n
R
u
m
a
h
S
a
k
it
.
6.

K
e
p
u
t
u
s

a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
l
n
o
m
o
r
4
3
6
/
M
e
n
k
e
s
/
S
K
/
V
I/

1
9
9
3
t
e
n
t
a
n
g
b
e
rl
a
k
u
n
y
a
S
t
a
n
d
a
r
P
e
l
a
y
a
n
a
n
R
u
m
a

h
S
a
k
it
d
a
n
S
t
a
n
d
a
r
P
e
l
a
y
a
n
a
n
M
e
d
i
s
d
i
R
u
m
a
h
S
a
k
it

7. K

e
p
u
t
u
s
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
l
n
o
m
o
r
0
8
5
/
M
e
n

k
e
s
/
P
E
R
/I
/
1
9
8
9
t
e
n
t
a
n
g
K
e
w
a
ji
b
a
n
M
e
n
u
li
s
R
e
s
e
p
d

a
n
a
t
a
u
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
O
b
a
t
G
e
n
e
ri
k
d
i
R
u
m
a
h
s
a
k
it
P
e

m
e
ri
n
t
a
h
.

8.

K
e
p
u
t
u
s
a
n
M
e
n
t
e
r
i
K
e
s
e
h
a
t
a
n
n
o
m

o
r
1
0
0
9
/
M
e
n
k
e
s
/
S
K
/
X
/
1
9
9
5
t
e
n
t
a
n
g
P
e
m
b
e
n
t
u

k
a
n
K
o
m
it
e
N
a
s
i
o
n
a
l
F
a
r
m
a
s
i
d
a
n
T
e
r
a
p
i.

9. K
e
p
u
t

u
s
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
N
o
.
1
2
7
7
/
M
e
n
k
e
s
/
S
K
/
X
l/

2
0
0
1
t
e
n
t
a
n
g
O
r
g
a
n
i
s
a
s
i
d
a
n
T
a
t
a
K
D
E
P
A
R
T
E

e
rj
a
D
e
p
a
rt
e
m
e
n
K
e
s
e
h
a
t
a
n
.

v
M
E
N
K
E
S
E
H

A
T
A
N
R
.I
DIRE
KTO
RAT
JEN
DER
AL
PEL
AYA
NAN
KEF
ARM
ASIA
N
DAN
ALAT
KES
EHA
TAN
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950

MEMU
TUSK
AN
MENETAPKAN
PERTAMA
:
Keputusan Direktorat
Jenderal Pelayanan
Kefarmasian

d
a

n
A
l
a
t
K
e
s
e
h
a
t
a
n
t
e
n
t
a
n
g
P
e
d
o
m
a
n
P
e
l
a
y
a
n
a
n
F
a

r
m
a
s
i
(
T
a
t
a
l
a
k
s
a
n
a
T
e
r
a
p
i
O
b
a
t)
u
n
t
u
k
P
a
s
i
e
n
G
e
ri
a
tr

KEDUA

KETIGA

KEEMPAT
KELIMA

i.
: Pedoman Pelayanan Farmasi (Ta
Obat) untuk Pasien Geriatri sebaga
dalam diktum kesatu sebagaimana t
lampiran keputusan ini.
: Pedoman Pelayanan Farmasi (Ta
Obat) untuk Pasien Geriatri sebaga
dalam diktum kedua agar digunakan se
oleh tenaga kefarmasian dalam
pelayanan farmasi untuk
: Hal-hal yang belum ditetapkan dala
akan diatur dan ditetapkan kemudian
: Keputusan ini mulai berLaku sejak ta
dan apabila dikemudian hari t
kekeliruan dalam keputusan in
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
Pada tanggal

Drs. H.M.
Krissna
Tirtawidjaja.
Apt.

NIP. 140 073 794

menggigil dan
kehilangan
kesadaran

antiserotonergik bila
terjadi efek sindrom
serotonin

26 Siprofloksasin Antasida

Menurunkan
Bila tidak dapat
efek farmakologi dihindari, berikan
siprofloksasin
antasida sedikitnya
2 jam sesudah
pemberian
siprofloksasin

27 Siprofloksasin Sukralfat

Menurunkan
Bila tidak dapat
efek farmakologi dihindari, berikan
siprofloksasin
antasida sedikitnya
2 jam sesudah
pemberian
siprofloksasin

28 Spironolakton Kaptopril

Kombinasi obat
dapat
meningkatkan
kadar kalium
dalam darah
pada pasien
tertentu dengan
risiko tinggi

Pantau fungsi ginjal


dan kadar kalium
dalam darah secara
berkala. Sesuaikan
dosis bila perlu

29 Spironolakton Digoksin

Mengurangi
efek inotropik
positif digoksin.
Spironolakton
meningkatkan
kadar oksigen
dalam darah,
dan
mengganggu
uji kadar
digoksin

Sesuaikan dosis
digoksin. Pantau
pasien terutama
ketika melakukan uji
kadar digoksin

30 Spironolakton Kalium

Penggunaan
kedua obat
dapat
meningkatkan
hiperkalemia
vi
55
akut

Hindari kombinasi.
Pantau kadar kalium
secara seksama.

dalam darah.
Meningkatkan
efek sedasi dan
ataksia
19 Losartan K

Rifampisin

Menurunkan
konsentrasi
plasma losartan,
sehingga
menurunkan
efek
antihipertensi

Amati respon pasien


ketika obat dimulai
dan dihentikan.
Sesuaikan dosis bila
perlu

20 Warfarin

Parasetamol

Meningkatkan
efek
hipoprotrombin
pada warfarin

Batasi penggunaan
asetaminofen.
Pantau parameter
koagulasi.
Sesuaikan dosis
warfarin bila perlu

21 Warfarin

Omeprazole

Meningkatkan
efek
hipoprotrombin
pada warfarin

Pantau parameter
koagulasi.
Sesuaikan dosis
warfarin bila perlu

22 Warfarin

Simvastatin

Meningkatkan
efek
antikoagulan
pada warfarin

Pantau parameter
koagulasi.
Sesuaikan dosis
warfarin bila perlu

23 Prednison

Mestinon

Prednison
mengantagonis
efek dari
miastenia gravis
antikolenesterase

Gunakan kombinasi
kedua macam obat
tersebut pada
keadaan tertentu
saja

24 Ranitidin

Sefuroksim
Asetil

Menurunkan
Untuk
bioavailabilitas mengoptimalkan
dari Sefuroksim absorpsi, pasien
disarankan untuk
mengkonsumsi
makanan

25 Sertralin

Metoklopramid

Meningkatkan
sindrom
serotonin,
seperti iritasi,
tonus otot,

Pantau pasien untuk


melihat efek
ekstrapiramidal yang
tidak diinginkan.
Gunakan obat

54
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950

Telp. :5201590 (Hunting) PES.2029.5006.5900


Fax. :52964838 Tromol Pos : 203

KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN
ALAT

KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN Rl


NOMOR : HK 00.DJ.II.043.A
Tentang :
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN PEDOMAN
PELAYANAN FARMASI UNTUK PASIEN
GERIATRI

DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN


DAN ALAT KESEHATAN
MENIMBANG : a. Bahwa pembangunan di bidang Pelayanan
Farmasi merupakan bagian dari upaya
peningkatan mutu dan efisiensi pelayanan
kesehatan.

2. Bahwa

untuk

meningkatkan

mutu

dan

efisiensi P e l a y a n a n F a r m a s i y a n g
b e r a s a s k a n Pharmaceutical Care perlu
dibuat
Pedoman
Pelayanan
Farmasi
(Tatalaksana Terapi Obat) untuk Pasien
Geriatri.

3.

Bahwa Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Pasien


Geriatri merupakan arahan untuk dilaksanakan
oleh

seluruh jajaran kesehatan yang terkait.

4. Bahwa

dalam
penyusunan
Pedoman
Pelayanan Farmasi untuk Pasien Geriatri
perlu dibentuk Tim Penyusun.

vii
D
E
P
A
R
T
E
M
E
N
K
E
S
E
H
A
T
A

N
R
.
I
DIR
EKT
ORA
T
JEN
DER
AL
PEL
AYA
NAN
KEF
ARM
ASI
AN
DAN
ALA
T
KES
EHA

TAN
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950

MENGINGAT :
1. Undang-undang
No. 23 Tahun 1992
Tentang

K
es
e
h
at
a
n.

2. U
n
d
a
n
g
u
n
d
a
n
g
N
o
.
1
3
T
a

h
u
n
1
9
9
8
T
e
n
t
a
n
g
K
e
s
e
j
a
h
t
e
r
a
a
n
L
a
n
j
u
t
U
s
i

3. P

e
r
a
t
u
r
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
e
p
u
b
li
k
I
n
d
o
n

e
s
i
a
N
o
m
o
r
1
5
9
b
/
M
E
N
K
E
S
/
P
E
R
/I
I/
1
9
8
8
T
e
n
t
a
n
g

R
u
m
a
h
S
a
k
it
.

4. P

e
r
a
t
u
r
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
l
N

o
.
9
2
0
/
M
e
n
k
e
s
/
P
e
r/
X
II
/
1
9
8
6
T
e
n
t
a
n
g
U
p
a
y
a
P
e

l
a
y
a
n
a
n
K
e
s
e
h
a
t
a
n
S
w
a
s
t
a
d
i
B
i
d
a
n
g
M
e
d
i
k
.

5. K

e
p
u
t
u
s
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
l
n
o
m
o
r
1
3
3
3
/
M
e

n
k
e
s
/
S
K
/
X
II
/
1
9
9
9
t
e
n
t
a
n
g
S
t
a
n
d
a
r
P
e
l
a
y
a
n
a

n
R
u
m
a
h
S
a
k
it
.

6. K

e
p
u
t
u
s
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
l

n
o
m
o
r
4
3
6
/
M
e
n
k
e
s
/
S
K
/
V
I/
1
9
9
3
t
e
n
t
a
n
g
b
e
rl
a
k

u
n
y
a
S
t
a
n
d
a
r
P
e
l
a
y
a
n
a
n
R
u
m
a
h
S
a
k
it
d
a
n
S
t
a
n
d

a
r
P
e
l
a
y
a
n
a
n
M
e
d
i
s
d
i
R
u
m
a
h
S
a
k
it
.

7. K
e
p
u
t
u
s
a
n

M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
R
l
n
o
m
o
r
0
8
5
/
M
e
n
k
e
s
/
P
E
R
/I

/
1
9
8
9
t
e
n
t
a
n
g
K
e
w
a
ji
b
a
n
M
e
n
u
li
s
R
e
s
e
p
d
a
n
a
t
a

u
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
O
b
a
t
G
e
n
e
ri
k
d
i
R
u
m
a
h
s
a
k
it
P
e
m
e

ri
n
t
a
h
.

8.

K
e
p
u
t
u
s
a
n
M
e
n
t
e
r
i
K
e
s
e
h
a
t
a
n
n

o
m
o
r
1
0
0
9
/
M
e
n
k
e
s
/
S
K
/
X
/
1
9
9
5
t
e
n
t
a
n
g
P
e

m
b
e
n
t
u
k
a
n
K
o
m
it
e
N
a
s
i
o
n
a
l
F
a
r
m
a
s
i
d
a
n
T
e
r

a
p
i.

9. K

e
p
u
t
u
s
a
n
M
e
n
t
e
ri
K
e
s
e
h
a
t
a
n
N
o
.
1
2
7
7
/
M
e

n
k
e
s
/
S
K
/
X
l/
2
0
0
1
t
e
n
t
a
n
g
O
r
g
a
n
i
s
a
s
i
d
a
n
T
a
t

a
K
e
rj
a
D
e
p
a
r
t
e
m
e
n
K
e
s
e
h
a
t
a
n
.

viii

13 Digoksin

Furosemid

14 Fe Glukonat Siprofloksasin

15 Flukonazol

Klordiazepoksid

16 Flukonazol

Prednison

17 Kloramfenikol Amoksisilin

18 Klordiazepoksid Omeprazol

53

dapat
meningkatkan
efek depresi
pernafasan

waktu penggunaan
untuk mengurangi
efek aditif sedatifnya

Bisoprolol
Fumarat

Nifedipin

Efek
farmakologi
kedua obat
dapat meningkat

Pantau fungsi
jantung pada pasien
yang memiliki
kemungkinan efek
samping
kardiovaskular

Kaptopril

Allopurinol

Meningkatkan
risiko reaksi
hipersensitifitas
bila digunakan
bersama.

Bila terjadi reaksi


hipersensitifitas
hentikan
penggunaan obat
secara bersama.

Kaptopril

Asetosal

Dapat
menurunkan
efek

Pantau tekanan
darah dan parameter
hemodinamik

antihipertensi
dan vasodilatasi
dari kaptopril
10

Kaptopril

Indometasin

Menurunkan
efek hipotensi
dari Kaptopril

11

Kaptopril

Kalium

Meningkatkan
kadar kalium.
Dapat
menyebabkan
hiperkalemia
akut

12

Cisapride

Maprotilin
HCI

Berisiko pada
pengobatan
aritmia jantung
juga dapat
meningkatkan
tordases de
pointes

Pantau tekanan
darah. Hentikan
penggunaan
indometasin atau
gunakan obat
antihipertensi lain
Pantau kadar kalium
dalam darah secara
berkala. Sesuaikan
dosis kalium

Cisapride
dikontraindikasikan
pada penggunaan
bersama maprotilin
HCL (antidepresan
trisiklik)

52
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950

Telp. :5201590 (Hunting) PES.2029.5006.5900


Fax. :52964838 Tromol Pos : 203

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
PERTAMA : Membentuk Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Farmasi
untuk Pasien Geriatri dengan unsur keanggotaan sebagai

berikut:

Pelindung

: Drs. H. M. Krissna Tirtawidjaja, Apt

Pengarah

: Drs. Abdul Muchid, Apt

Ketua
Wakil Ketua

: Dra. Elly Zardania, Apt, MSi.


: Dr.Czeresna Heriawan Soejono, SpPD,
KGer, MEpid.

Sekretaris

: Dra. Rostilawati Rahim, Apt.

Anggota

: DR. Abdullah Ahmad. MARS


Dra. Fatimah Umar, Apt, MM.
Dra. Ratna Nirwani, Apt, MM.
Dra. Yulia Trisna, Apt, MPharm.
Dra. Tita Puspita, Apt, MPharm.
Dra. Nur Ratih Purnama, Apt, MSi.
Drs. Masrul, Apt
Dra. Nurul Istiqomah, Apt
Sri Bintang Lestari, SSi, Apt

Sekretariat

: Dra. Farida Adelina


Fitra Budi Astuti, SSi,Apt
Yeni, AMF

ix
D
E
P
A
R
T
E
M

E
N
K
E
S
E
H
A
T

A
N
R
.
I
DI
RE
KT
OR
AT
JE
ND
ER
AL
PE
LA
YA
NA
N
KEF
AR
MA
SIA
N
DA
N
AL
AT
KE
SE
HA
TA
N
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kapling No. 4-9
Jakarta 12950

KEDUA

: Tugas-tugas Tim

1. M
e
n

g
a
d
a
k
a
n
r
a
p
a
t
r
a
p
a
t
p
e
r
s
i
a
p
a
n
d
a
n
k
o
o

r
d
i
n
a
s
i
d
e
n
g
a
n
p
i
h
a
k
t
e
r
k
a
it

2. M
e
n
y
u
s
u
n

r
a
f
t
P
e
d
o
m
a
n
P
e
l
a
y
a
n
a
n
F
a
r
m
a
s
i
U
n
t
u
k
P

a
s
i
e
n
G
e
r
i
a
t
r
i

3. M
e
l
a
k
s
a
n
a
k
a
n

p
e
m
b
a
h
a
s

a
n
D
r
a
f
t
P
e
d
o
m
a
n
P
e
l
a
y
a
n
a
n
F
a
r
m
a
s
i
U
n
t

u
k
P
a
s
i
e
n
G
e
r
i
a
t
r
i

4. M
e
n
y
e
m
p
u
r
n
a
k
a
n
d
r
a

f
t
s
e
t
e
l
a
h
m
e
n
d
a
p
a
t
m
a
s
u
k
a
n
d
a
l
a
m
p
e
m
b

a
h
a
s
a
n

KETIGA

KEEMPAT
KELIMA

LAMPIR
AN 4

Daftar
Interak
si Obat
yang
Berpot
: Dalam menjalankan tugas-tugasnya
ensi
mengundang organisasi profesi atau pihak-pihak lain
yang
terkait untuk mendapatkan masukan guna mendapatkan
untuk
hasil yang maksimal
Terjadi
: Hal-hal yang belum ditetapkan dalam surat keputusan ini
akan diatur dan ditetapkan kemudian
: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di
Pada tanggal

Drs. H.M. Krissna


Tirtawidjaja. Apt.
NIP. 140 073 794

No

Obat 1

Obat 2

Level

Efek

Penanganan

Allopurinol

Purinetol

Efek toksik dan


farmakologi
thiopurin
meningkat

Turunkan dosis
mercaptopurin 25%
dari dosis lazim.
Pantau fungsi
hematologi

Aminofilin

Alprazolam

Aminofilin
mengantagonis
efek sedatif dari
benzodiazepin

Tidak perlu tindakan


pencegahan khusus.
Sesuaikan dosis
benzodiazepin bila
perlu

Amitriptilin

Flukonazol

Kadar amitriptilin
meningkat
sehingga efek
terapi dan efek
samping juga
meningkat

Pantau respons
klinik pasien dan
konsentrasi
amitriptilin ketika
flukonazol
dihentikan.
Sesuaikan dosis
amitriptilin jika perlu

Asetosal

Glibenklamid

Dapat
meningkatkan
efek
hipoglikemia
dari sulfonylurea

Asetosal

Warfarin

Belladona

Amitriptilin

Dapat
meningkatkan
aktifitas
antikoagulan.
Dapat
menurunkan
kadar serum
x
51
amitriptilin dan

Pantau kadar
glukosa darah.
Turunkan dosis
glibenklamid jika
terjadi hipoglikemia.
Pertimbangkan
untuk menggunakan
obat alternatif lain
seperti parasetamol
atau AINS
Pantau INR.
Sesuaikan dosis
antikoagulan
Sesuaikan dosis
amitriptilin
berdasarkan respon
pasien. Pisahkan

pengobatan PPOK pada


pasien dengan sejarah
NIDDM
5 Peresepan obat
antikolinergik untuk

Dapat
menyebabkan

pemantauan
kadar glukosa
darah
Turunkan dosis
obat antipsikotik

mencegah efek
ekstrapiramidal dari obat
antipsikotik

agitasi, delirium,
dan gangguan
kognisi

6 Peresepan jangka
panjang diphenoxilate
untuk pengobatan diare

Mengantuk
gangguan kognitif
dan
ketergantungan

7 Peresepan
Cyclobenzaprine atau
methocarbamol untuk
pengobatan kejang otot

Mengantuk,
agitasi, dan
disorientasi.

atau lakukan
penilaian ulang
kebutuhan akan
obat tersebut
Terapi tanpa obat
dan diet atau
berikan
loperamide
Terapi tanpa obat
(fisioterapi,
aplikasi panas &
dingin atau TENS
(Transcutaneous
electrical nerve
stimulation)

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................
Sambutan Dirjen Yanfar dan Alkes ...............................................................
Keputusan Dirjen Yanfar dan Alkes ..............................................................
Tim Penyusun ...............................................................................................
Daftar Isi

i
ii
iv
ix
xi

BAB I

PENDAHULUAN .............................................................................
1.1. Latar Belakang .......................................................................
1.2.
Tujuan ....................................................................................
1.3
Sasaran ..................................................................................
1.4
Pengertian ..............................................................................

1
1
2
2
2

BAB II

KARAKTER PASIEN GERIATRI BERKAITAN DENGAN TERAPI .. 5


OBAT
II.1.
Perubahan Farmakokinetika .................................................. 5
II.2.
Perubahan Farmakodinamika ................................................ 8
II.3
Masalah Lain Yang Berkaitan Dengan Terapi Obat ............... 10

BAB III PEDOMAN TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI UNTUK PASIEN


GERIATRI

15

III.1
III.2
III.3
III.4
III.5
III.6

Pedoman Kerja Tim Tenaga Kesehatan ................................ 15


Pedoman Peresepan ............................................................. 19
Pedoman Telaah Ulang Regimen Obat ................................. 21
Pedoman Penyiapan Dan Pemberian Obat ........................... 22
Pedoman Pemberian Informasi dan Edukasi ........................ 24
Pedoman Pemantauan Penggunaaan Obat........................... 26

BAB IV PENUTUP .......................................................................................

28

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

29

LAMPIRAN
32
1. Daftar masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat ............... 32
2. Daftar obat yang penggunaannya memerlukan perhatian khusus..... 34
3. Daftar terapi obat yang sering menimbulkan risiko pada kasus tertentu 41
4. Daftar interaksi obat yang berpotensi untuk terjadi ........................... 52
5. Daftar efek samping obat yang berpotensi untuk terjadi ................... 58
6. Cara perhitungan penyesuaian dosis obat pada pasien dengan....... 59
gangguan fungsi ginjal ......................................................................

50

xi

lebih dari 4 minggu

contoh kandidiosis
usus dan resistensi
serta
pertimbangan costeffectiveness

Peresepan antibiotika
pada pasien dengan
kerusakan ginjal dan hati

Risiko dosis
berlebih (bahkan
toksik)

digunakan secara
terus menerus
lebih dari 4
minggu kecuali
bila terdapat
diagnosis khusus
(seperti
osteomyelitis)
Dosis atau
frekuensi
pemberian
antibiotika perlu
disesuaikan

G. Peresepan pada kasus lainnya


No.
1

Peresepan Obat dalam


Praktik
Peresepan simetidin
untuk pengobatan tukak
lambung pada pasien
yang sedang
menggunakan warfarin

Risiko bagi Pasien

Alternatif Terapi

Dapat
menghambat
metabolisme
warfarin dan
meningkatkan
risiko perdarahan

Antagonis
reseptor Histamin
(H2) lainnya

2. Peresepan obat
antikolinergik atau obat
antispasmodik untuk
pengobatan sindrom
iritasi lambung (irritable
bowel syndrome) pada
pasien dengan demensia

Dapat
memperburuk
fungsi kognitif dan
tingkah laku

Terapi tanpa obat


dan diet, calsium
channel blocker
untuk
pengobatan diare

3. Peresepan dipridamol
untuk mencegah stroke

Tidak efektif

Asetosal,
Tiklopidin

Dapat
memperburuk
NIDDM

Steroid inhalasi
dan bronkodilator
dengan

Peresepan jangka
panjang pemberian
steroid oral untuk

baik
dibandingkan
dengan kerja
singkat.
Pemakaian agonis oral masih
dapat diberikan
bila didapat
kesulitan dalam
pemakaian
secara inhalasi.
Sediaan lepas
lambat
salbutamol lebih
dipilih karena
efek sampingnya
lebih minimal
2

Peresepan antikolinergik
ipratropium bromide dan
oxitropium brobide
inhalasi yang merupakan
antagonis muskarinik non
selektif

E.

Pesesepan Antibiotika

No.

Peresepan Obat dalam Risiko bagi Pasien Alternatif Terapi


Praktik
Peresepan antibiotika oral Risioko efek yang Antibiotika oral
secara terus menerus
tidak
sebaiknya tidak
BAB diharapkan,
I

Kerjanya tidak
selektif dan lama
kerjanya pendek,
sehingga efek
bronkodilatasinya
kurang efekrif

PENDAHULUAN

Bronkodilator
golongan
antikolinergik
yang ideal saat ini
adalah tiotropium
bromide yang
bersifat lebih
selektif, aktifitas
kerjanya lama,
dengan potensi
yang 10 kali lebih
kuat daripada
ipratropium
bromide.

I.1 Latar Belakang


Warga usia lanjut yang tercantum dalam Undang-Undang no.
13/1998 tentang Kesejahteraan Usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun atau lebih.
Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses penuaan yang bersifat
universal berupa kemunduran dari fungsi biosel, jaringan, organ,
bersifat progesif, perubahan secara bertahap, akumulatif, dan
intrinsik. Proses penuaan mengakibatkan terjadinya perubahan
pada berbagai organ di dalam tubuh seperti sistem gastrointestinal,
sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem immunologis, sistem
serebrovaskular, sistem saraf pusat dan sebagainya.
Dengan bertambahnya usia maka tidak dapat dihindari terjadinya
perubahan kondisi fisik baik berupa berkurangnya kekuatan fisik yang
menyebabkan individu menjadi cepat lelah maupun menurunnya
kecepatan reaksi yang mengakibatkan gerak-geriknya menjadi lamban.
Selain itu timbulnya penyakit yang biasanya juga tidak hanya satu
macam tetapi multipel, menyebabkan usia lanjut memerlukan bantuan,
perawatan dan obat-obatan untuk proses penyembuhan atau sekadar
mempertahankan agar penyakitnya tidak bertambah parah.

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan


berbeda dari pasien pada usia muda, karena adanya perubahan
kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul
dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya.
Keputusan terapi untuk pasien usia lanjut harus didasarkan pada hasil

uji klinik yang secara khusus didesain untuk pasien usia lanjut.
Pasien
lanjut

usia

48

salah,
menggunakan

memerlukan
pelayanan

obat
dengan
dosis yang tidak

farmasi
berbeda

tepat
atau
menghentikan

yang
dari

pasien
usia
muda. Penyakit
yang beragam
dan kerumitan
rejimen
pengobatan
adalah hal yang
sering
terjadi
pada
usia

pasien
lanjut.

Faktor-faktor
inilah
yang
menyebabkan
pasien
mengalami
kesulitan dalam
mematuhi
proses
pengobatan
mereka sendiri
seperti
menggunakan
obat
dengan
indikasi
yang

penggunaan
obat.

Untuk
mengatasi halhal
tersebut
diatas
maka
peran
profesi
apoteker perlu
diubah
paradigmanya
dari
daug
oriented
menjadi patient
oriented yang
dikenal dengan
istilah
Pharmaceutical
Care
yang
merupakan
tanggung jawab
profesi apoteker
dalam
hal
farmakoterapi
dengan tujuan

meningkatnya
kualitas hidup
pasien.

1.2

u
m

j
u

Tersedianya
Pedoman
Pelayanan
Farmasi
(Tatalaksana
Terapi
Obat)
dalam
penanganan
pasien geriatri
secara
paripurna
melalui
tim
terpadu.

Tujuan khusus

a
n

T
u

1- Memandu

a
n

2-

apoteker
dalam
melakukan
kegiatan
pharmaceuti
cal care.
Memandu

dokter
dalam
memberikan
terapi obat
yang sesuai

1.3 Sasaran
Apoteker dan
dokter
yang
bekerja
di
sarana
pelayanan
kesehatan

1.4 Pengertian
Acute
Confusional
(=

State
sindroma
delirium)
adalah
gangguan
kognitif
yang

global
disertai

dengan
perubahan
kesadaran,
siklus tidur dan
aktivitas
psikomotor yang
terjadi akut dan

fluktuatif.

D. Peresepan pada Kasus Diabetes


No.

Peresepan Obat dalam


Praktik

Risiko bagi Pasien

Peresepan Klorpropamid Dapat


menyebabkan
untuk pengobatan
Syndrome of
NIDDM
Inappropriate
Antidiuretic
Hormone secretion
(SIADH);
hiponatremia dapat
terjadi.
Klorpropamid juga
mempunyai waktu
paruh lebih dari 24
jam menyebabkan
hipoglikemia

Peresepan Mefformin
Dapat
pada pasien dengan
menyebabkan
kerusakan ginjal atau hati lactic acidosis dan
mungkin berakibat
fatal

Peresepan glitazone
untuk pengobatan
diabetes

E.

Pesesepan pada PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

Dapat
menyebabkan
akumulasi cairan
yang berlebihan

No.

Peresepan Obat dalam


Praktik
1 Peresepan bronkodilator
-agonis kerja pendek
secara oral pada pasien
dengan PPOK stabil

Risiko bagi Pasien


Mula kerja (onset)
lebih lambat dan
efek samping lebih
banyak

Alternatif Terapi
Penggunaan
inhalasi agonis kerja
panjang lebih

47

Peresepan AINS untuk


Dapat
pengobatan osteoarthritis meningkatkan
pada pasien yang sedang risiko perdarahan
menggunakan warfarin

Peresepan jangka
panjang AINS untuk
pengobatan osteoarthritis
pada pasien dengan
sejarah gagal jantung

Terapi tanpa obat


atau parasetamol
atau AINS
dengan obat
gastroprotektif
Terapi tanpa obat
atau parasetamol
atau Pemantauan
ketat pada gagal
jantung

Dapat
menyebabkan
retensi garam dan
air, dapat
memperburuk
gagal jantung
8 Peresepan jangka
Risiko perdarahan Terapi tanpa obat
panjang piroksikam,
lebih besar pada
atau
ketorolac, atau asam
saluran
parasetamol:
mefenamat untuk
pencernaan atas
ganti dengan
pengobatan nyeri
yang dihubungkan AINS berbeda
dengan
atau ganti
penggunaan AINS dengan kodein
lain.
9 Peresepan jangka
Dapat
Terapi tanpa obat,
panjang AINS untuk
menyebabkan
parasetamol;
pasien dengan sejarah
retensi garam dan atau asetosal
hipertensi
air, dan
atau pemantauan
memperburuk
ketat tekanan
hipertensi
darah
10 Peresepan jangka
Dapat
Allopurinol atau
panjang indometasin
menyebabkan
AINS dosis
untuk pengobatan gout
gastropathy, efek
intermittent
samping
sesuai kebutuhan
neurologik dan
retensi garam dan
air
11 Peresepan jangka
Dapat
Parasetamol
panjang AINS untuk
menyebabkan
pengobatan osteoarthritis gastropathy,
perdarahan, serta
retensi garam dan
air
Bioavailability (= ketersediaan hayati) adalah jumlah obat dalam
persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk

utuh/aktif.
Clearance (= bersihan) adalah volume darah yang di bersihkan dari
suatu zat persatuan waktu oleh hati, ginjal, atau tubuh secara
keseluruhan
Drug induced delirium adalah delirium yang dapat disebabkan oleh
obat.
Farmakokinetik obat adalah aspek kinetika yang mencakup nasib obat
dalam darah yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.

Farmakodinamik obat adalah aspek efek obat terhadap berbagai


organ tubuh dan mekanisme kerjanya.
First-pass metabolism (= metabolisme lintas pertama) adalah obat
yang sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada
pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui
organ-organ tersebut.
High first-pass effect adalah meningkatnya dosis yang masuk ke
sirkulasi akibat destruksi obat berkurang pada penyerapan awal.
llmu Geriatri adalah ilmu yang mempelajari pengelolaan pasien
berusia lanjut dengan beberapa karakteristik (multipatologi, daya
cadangan faali menurun, tampilan tak khas, penurunan status
fungsional dan gangguan nutrisi).
Metabolic Clearance adalah metabolisme volume darah yang
dibersihkan dari suatu zat persatuan waktu oleh hati, ginjal, atau tubuh
secara keseluruhan
Pasien/penderita

adalah

orang

sakit/orang

pengobatan untuk kesembuhan penyakitnya

yang

menjalani

46

pencegahan

Pelayanan
Kefarmasian
Pharmaceutical
adalah

Care
bentuk

pelayanan

dan

tanggung

jawab

langsung

profesi

apoteker

dalam

pekerjaan

kefarmasian untuk
meningkatkan
kualitas

hidup

terhadap
yang

masalah
berpotensi

untuk terjadi atau


mengatasi masalah
yang telah terjadi.
Pemberian
Informasi
Edukasi

dan
adalah

kegiatan
dilakukan

yang
oleh

apoteker

dalam

pasien.

rangka memberikan
penjelasan
dan

Pemantauan
Penggunaan Obat

edukasi
kepada
pasien dan keluarga

adalah

yang

tentang hal-hal yang


berkaitan
dengan

oleh
setelah

penggunaan
obat,
dimana kegiatan ini

diberikan
pasien

berlangsung melalui
tatap
muka
dan

proses

kegiatan
dilakukan
apoteker
obat
kepada

untuk
mengidentifikasi
masalah-masalah
yang
berkaitan
dengan
penggunaan obat,
melakukan

bersifat interaktif.
Penyiapan

dan

Pemberian

Obat

adalah
kegiatan

proses
yang

dilakukan oleh tenaga

farmasi mulai dari


penerimaan

usaha

resep/instruksi
pengobatan sampai
dengan
untuk

obat

Terapi obat adalah

siap

diberikan

untuk

memulihkan
kesehatan
yang

sedang

kepada pasien.

dengan

Telaah

obatan.

Ulang

Rejimen
adalah
proses
yang
oleh
sebelum

Obat
suatu
kegiatan
dilakukan
apoteker
obat

disiapkan
atau
sesudahnya untuk
menilai kesesuaian
terapi obat dengan
indikasi kliniknya,
mengevaluasi
kepatuhan pasien,
mengidentifikasi
kemungkinan
adanya efek yang
merugikan akibat
penggunaan obat,
serta memberikan
rekomendasi
penyelesaian
masalah.

orang
sakit

menggunakan obat-

Usia lanjut adalah


seorang yang telah
mencapai

usia

tahun ke atas

60

Peresepan pada Penggunaan obat Anti-Inflamasi Non Steroid


(AINS) dan Analgesik lainnya

No.

Peresepan Obat dalam


Praktik

Risiko bagi Pasien

Alternatif Terapi

Peresepan jangka
panjang obat AINS untuk
pengobatan osteoarthritis
pada pasien dengan
sejarah tukak lambung

Dapat
menyebabkan
kambuhnya tukak
lambung

Terapi tanpa obat


atau parasetamol
atau AINS
dengan obat
gastroprotektif

Peresepan fenilbutazon
untuk pengobatan
osteoarthritis kronis

Dapat
menyebabkan
depresi sumsum
tulang (bonemarrow
depression)

Parasetamol atau
dosis intermittent
AINS kelas
lainnya

Peresepan asetosal
untuk pengobatan nyeri
pada pasien yang sedang
menggunakan warfarin

Dapat
menyebabkan
risiko perdarahan

Parasetamol

Peresepan jangka
panjang dari meperidin
atau pentazocin untuk
nyeri

Dapat
menyebabkan
jatuh, fraktur,
sindrom delirium,
ketergantungan
dan withdrawal

Peresepan jangka
panjang AINS untuk
pengobatan osteoarthritis
pada pasien dengan
gagal ginjal kronik

Dapat
memperburuk
gagal ginjal, dapat
menyebabkan
retensi garam dan
air

Langkah awal
dengan terapi
tanpa obat,
kemudian
parasetamol,
kemudian kodein,
morfin, atau
hydromorphon
jika diperlukan.
Terapi tanpa obat,
kemudian
parasetamol

45
6

Peresepan jangka

Dapat

Lo

panjang benzodiazepin
waktu paruh panjang
untuk pengobatan agitasi
pada demensia

menyebabkan
jatuh, fraktur,
sindrom delirium,
ketergantungan
dan

BAB II

7. Peresepan antidepresan
trisiklik untuk pengobatan
depresi pada pasien
dengan sejarah hipotensi
postural

Dapat
memperburuk
hipotensi postural,
dan menyebabkan
jatuh

Dapat
menyebabkan
abnormalitas
kognitif dan tingkah
laku

Peresepan jangka
panjang triazolam untuk
pengobatan insomnia

9. Peresepan klorpromazin
untuk pengobatan
psikosis pada pasien
dengan sejarah hipotensi
postural

Dapat
memperburuk
hipotensi postural,
dan menyebabkan
jatuh

10. Peresepan antidepresan


trisiklik metabolit aktif
(seperti : imipramin atau
amitriptyline) untuk
pengobatan depresi

Dapat
menyebabkan efek
samping
antikolinergik

KA
RA
KT
ER
IST
IK
PA
SI
EN
GE
RI
AT
RI
BE
RK
AIT
AN
DE
NG
AN
TE
RA
PI
OB
AT

Farmakokinetika
dan
farmakodinamika
pada pasien geriatri
akan berbeda dari

pasien muda karena


beberapa hal, yakni
terutama
akibat
perubahan
komposisi
tubuh,
perubahan faal hati
terkait metabolisme
obat,
perubahan
faal ginjal terkait
ekskresi obat serta
kondisi
multipatologi. Selain
itu,
perubahan
status mental dan
faal kognitif juga
turut
berperan
dalam pencapaian
hasil pengobatan.
Tidak
dapat
dipungkiri
bahwa
aspek
psikososial
juga
akan
mempengaruhi
penerimaan pasien
dalam
terapi
medikamentosa.

11.1. PERUBAHA

N
FARMAKOKI
NETIKA
Oral
bioavailabilit

y
Sejak
60
tahun
yang
lalu Vanzant
dkk
(1932)
telah
melaporkan
terjadinya
aklorhidria
(berkurangny
a
produksi
asam
lambung)
dengan
bertambahny
a
usia
seseorang.
Aklorhidria
terdapat pada
20-25% dari
mereka yang
berusia
80
tahun
dibandingkan
dengan
5%
pada mereka
yang berusia
30 tahun-an.
Maka
obatobat
yang
absorbsinya
di
lambung
dipengaruhi

oleh
keasaman
lambung
akan
terpengaruh
seperti:
ketokonazol,
flukonazol,
indometasin,
tetrasiklin dan
siprofloksasin
.

metabolism

Akhir-akhir

akibat aktivitas

ini

dibicarakan
gut-

associated
cytochrom
450.

P-

Aktivitas

enzim ini dapat


mempengaruhi
bioavailability
obat

yang

masuk per oral.


Beberapa obat
mengalami
destruksi

saat

penyerapan
dan
metabolisme
awal di hepar
(first-pass

obat-

obat ini lebih


sensitif
terhadap
perubahan
bioavailability
akibat

proses

menua.
Sebagai
contoh, sebuah
obat

yang

enzim tersebut
mengalami

pengaruh
enzim

hepar);

di

destruksi
sebanyak 95 %
pada first-pass
metabolism,
sehingga yang
masuk

ke

sirkulasi tinggal
5

%;

jika

karena proses
menua
destruksi

obat

mengalami
penurunan
(hanya 90 %)
maka

yang

tersisa menjadi
10%
sejumlah

dan

tersebut

yang

masuk
sirkulasi.

akibat

ke

penurunan

Jadi

aktivitas enzim

44
tersebut
maka
destruksi
obat
berkurang
dan
dosis yang masuk
ke
sirkulasi
meningkat dua kali
lipat. Obat dengan
farmakokinetik
seperti
kondisi
tersebut di atas
disebut
sebagai
obat dengan high
first-pass
effect;
contohnya
nifedipin
dan
verapamil.
Distribusi

obat

(pengaruh
perubahan
komposisi tubuh
&
faal
organ
akibat penuaan)
Sesuai
pertambahan usia
maka akan terjadi
perubahan
komposisi
tubuh.

5
Komposisi
tubuh
manusia
sebagian
besar
dapat
digolongkan
kepada
komposisi cairan tubuh
dan
lemak
tubuh.
Pada
usia
bayi,
komposisi cairan tubuh
tentu masih sangat
dominan;
ketika
beranjak besar maka
cairan tubuh mulai
berkurang
dan
digantikan
dengan
massa
otot
yang
sebenarnya sebagian
besar
juga
berisi
cairan.
Saat
seseorang
beranjak
dari dewasa ke usia
lebih tua maka jumlah
cairan tubuh akan
berkurang
akibat
berkurangnya
pula
massa
otot.
Sebaliknya, pada usia
lanjut akan terjadi
peningkatan komposisi
lemak
tubuh.

Persentase lemak
pada usia dewasa
muda sekitar 8-20%
(laki-laki) dan 33%
pada perempuan; di
usia
lanjut
meningkat menjadi
33% pada laki-laki
dan 40-50% pada
perempuan.
Keadaan tersebut
akan
sangat
mempengaruhi
distribusi obat di
dalam
plasma.
Distribusi obat larut
lemak
(lipofilik)
akan
meningkat
dan distribusi obat
larut air (hidrofilik)
akan
menurun.
Konsentrasi
obat
hidrofilik di plasma
akan
meningkat
karena
jumlah
cairan
tubuh
menurun.
Dosis
obat
hidrofilik
mungkin
harus
diturunkan
sedangkan interval
waktu
pemberian
obat
lipofilik

mungkin
dijarangkan.

harus

Kadar albumin dan


1-acid glycoprotein
juga
dapat
mempengaruhi
distribusi obat dalam
tubuh.
Hipoalbuminemia
sesungguhnya tidak
semata-mata
disebabkan
oleh
proses menjadi tua
namun juga dapat
disebabkan
oleh
penyakit
yang
diderita.
Tinggi
rendahnya
kadar
albumin
terutama
berpengaruh
pada
obat-obat
yang
afinitasnya terhadap
albumin
memang
cukup kuat seperti
naproxen.
Kadar
naproxen
bebas
dalam plasma sangat
dipengaruhi
oleh
afinitasnya
pada
albumin. Pada kadar
albumin normal maka
kadar obat bebas
juga normal; pada

kadar
albumin
yang rendah maka
kadar obat bebas
akan
sangat
meningkat
sehingga bahaya
efek samping lebih
besar.

2 Peresepan antidepresan
trisiklik untuk pengobatan
depresi pada pasien
dengan sejarah
glaukoma, BPH atau
heart block

Dapat
SSRI
memperburuk
glaucoma,
menyebabkan
retensi urin pada
pasien dengan
BPH, atau
memperparah
heart block. Dapat
menyebabkan
hipotensi ortostatik

3 Peresepan barbiturat
jangka panjang untuk
pengobatan insomnia

Dapat
menyebabkan
jatuh, fraktur,
sindrom delirium,
ketergantungan
dan withdrawal

Terapi tanpa obat


atau dosis rendah
benzodiazepin
waktu paruh
pendek

4 Peresepan SSRI pada


pasien yang sedang
mendapatkan suatu MAO
inhibitor untuk
pengobatan depresi

Dapat
memperberat efek
yang tidak
diharapkan dari
SSRI

Hindari
kombinasi,
pastikan telah
melewati washout period paling
tidak 7 hari jika
dilakukan
penggantian dari
MAO inhibitor ke
SSRI

5 Peresepan jangka
panjang benzodiazepin
dengan waktu paruh
panjang untuk
pengobatan kecemasan

Dapat
menyebabkan
jatuh, fraktur,
sindrom delirium,
ketergantungan
dan withdrawal

Terapi tanpa obat


atau obat lain
tergantung
penyebab
kecemasan.

43

5 Peresepan Diuretik
tiazida untuk hipertensi
pada pasien dengan
sejarah gout

Dapat
Obat
memperberat/
antihipertensi
memperburuk gout lainnya

6 Peresepan Calsium
Channel Blocker untuk
hipertensi pada pasien
dengan sejarah gagal
jantung

Dapat
memperburuk
gagal jantung

Diuretik atau ACE


Inhibitor atau
keduanya

7 Peresepan penghambat
-adrenergik untuk
hipertensi pada pasien
dengan sejarah gagal
jantung

Dapat
memperburuk
gagal jantung

Diuretik atau ACE


Inhibitor.
Penghambat adrenergik
dengan dosis
lebih rendah serta
pantau efeknya

8 Peresepan jangka
panjang penghambat adrenergik untuk angina
atau hipertensi pada
pasien dengan sejarah
penyakit Raynaud

Dapat
memperburuk
penyakit Raynaud

Calsium Channel
Blocker

2. Peresepan pada Penggunaan Obat Psikotropik


No.

Peresepan Obat
dalam Praktik

1 Peresepan jangka
panjang benzodiazepin
dengan waktu paruh
panjang untuk
pengobatan insomnia

Risiko bagi
Pasien

Alternatif Terapi

Dapat menyebabkan jatuh, fraktur,


sindrom delirium,
ketergantungan
dan withdrawal

Terapi tanpa obat


atau
benzodiazepin
dengan waktu
paruh pendek

Metabolic Clearance
Faal hepar
Massa hepar berkurang setelah seseorang
berumur 50 tahun; aliran darah ke hepar juga
berkurang. Secara umum metabolisme obat
di hepar (biotransformasi) terjadi di retikulum
endoplasmik hepatosit, yaitu dengan bantuan
enzim mikrosom. Biotransformasi biasanya
mengakibatkan molekul obat menjadi lebih
polar sehingga kurang larut dalam lemak dan
mudah dikeluarkan melalui ginjal. Reaksi
kimia yang terjadi dibagi dua yaitu reaksi
oksidatif (fase 1) dan reaksi konyugasi (fase
2). Reaksi fase satu dapat berupa oksidasi,
reduksi maupun hidrolisis; obat menjadi
kurang aktif atau menjadi tidak aktif sama
sekali. Reaksi fase 1 (melalui sistem
sitokhrom P-450, tidak memerlukan energi)
biasanya terganggu dengan bertambahnya
umur seseorang. Reaksi fase dua berupa
konyugasi molekul obat dengan gugus
glukuronid, asetil atau sulfat; memerlukan
energi dari ATP; metabolit menjadi inaktif.
Reaksi fase 2 ini tidak mengalami perubahan
dengan bertambahnya usia .

Reaksi oksidatif dipengaruhi pula oleh


beberapa hal seperti: merokok, indeks
ADL's (= Activities of Daily Living) Barthel
serta berat ringannya penyakit yang diderita
pasien geriatri. Keadaan-keadaan tersebut
dapat mengakibatkan kecepatan
biotransformasi obat berkurang dengan

kemungkinan terjadinya peningkatan efek


toksik obat.
Faal ginjal
Fungsi

ginjal

akan

mengalami

penurunan

sejalan dengan pertambahan umur. Kalkulasi


fungsi

ginjal

dengan

menggunakan

kadar

kreatinin plasma tidak tepat sehingga sebaiknya


menggunakan

rumus Cockroft-Gault,
CCT = (140-umur) x BB (kg)

(dalam ml/menit)

72 x [kreatinin]plasma

dikali 0,85 untuk pasien perempuan.


GFR

dapat

42

7
penyesuaian

diperhitungkan

dosis

dengan

sama dengan

mengukur

obat;

pada

usia

kreatinin

urin

dewasa muda

24

jam;

yang

dengan

dibandingkan

gangguan faal

dengan

ginjal.

kreatinin

Penyesuaian

plasma.

dosis tersebut

Dengan

memang

menurunnya

ada

GFR

pada

patokannya

usia

lanjut

yang

maka

dengan

diperlukan

tertentu;

tak

sesuai
usia

namun

pada

beberapa
penelitian
dipengaruhi
antara

lain

oleh

skor

ADLs Barthel.
Pemberian
obat

pada

pasien geriatri
tanpa
memperhitung
kan faal ginjal
sebagai organ
yang

akan

mengekskresi
kan sisa obat
akan
berdampak
pada
kemungkinan
terjadinya
akumulasi
obat

yang

pada
gilirannya bisa
menimbulkan
efek toksik.

Patokan
penyesuaian
dosis
juga

dapat
diperoleh dari
informasi
tentang
waktu paruh
obat.
T 1/2 = 0,693
x volume
distribusi

c
l
e
a
r
a
n
c
e

contoh:
antipyrine,
distribusi
plasma
menurun,
clearance
juga menurun
sehingga
hasil akhir T
1/2
tidak
berubah.
Sebaliknya
pada
obat
flurazepam,
terdapat
sedikit
peningkatan
volume
distribusi dan
sedikit
penurunan
clearance
maka
hasil
akhirnya
adalah
meningkatnya
waktu paruh
yang
cukup
besar.
II.2.

PERUBAHAN
FARMAKODINAMI
KA
Sensitivitas
jaringan
terhadap obat
juga
mengalami
perubahan
sesuai
pertambahan
umur
seseorang.
Mempelajari
perubahan
farmakodinami
k usia lanjut
lebih kompleks
dibanding
farmakokinetik
nya

karena

efek obat pada


seseorang
pasien sulit di
kuantifikasi; di
samping
bukti

itu

bahwa

perubahan
farmakodinami
k itu memang

harus

ada

LAMPI
RAN 3

dalam
keadaan
bebas
pengaruh efek
perubahan
farmakokinetik
.

Perubahan

farmakodinami
k dipengaruhi
oleh
degenerasi
reseptor
di

obat

jaringan

yang
mengakibatka
n

kualitas

reseptor
berubah

atau

jumlah
reseptornya
berkurang.

Daftar Terapi Obat yang


Serin
g
Meni
mbul
kan
Risik
o
pada
Kasu
s
Terte
ntu

A. PERESEPAN PADA KASUS PENYAKIT KARDIOVASKULER


No.

Peresepan Obat
dalam Praktik

Risiko bagi
Pasien

Alternatif Terapi

Peresepan obat
penghambat
-adrenergik untuk
hipertensi pada pasien
dengan sejarah asma
atau PPOK

Dapat
memperburuk
penyakit
pernafasan

Kelas lain dari


obat
antihipertensi

Peresepan obat
penghambat adrenergik untuk angina
pada pasien dengan
sejarah asma atau PPOK
atau gagal jantung

Dapat
memperburuk
penyakit
pernafasan, atau
gagal jantung

Nitrat atau
Calsium Channel
Blocker

Peresapan Reserpin
untuk pengobatan
hipertensi

Obat
antihipentensi lain

Peresapan Disopyramid
untuk pengobatan atrial
fibrilasi

Dosis tinggi dapat


menyebabkan
depresi dan efek
ekstrapiramidal.
Dosis rendah
sudah dapat
menimbulkan
hipotensi ortostatik.
Dapat
menyebabkan efek
samping
antikolinergik dan
kematian akibat
serangan jantung
mendadak.

Digoksin,
Kuinidin,
Prokainamid

41

6 Disopyramide

Antimuskarinik kuat
dan efek inotropik
negatif

JIka mungkin gunakan


obat antiaritmia lain.
Gunakan dengan dosis
yang diturunkan

7 Teofilin

Sindrom delirium,
mual, aritmia

Indeks terapi sempit, risiko


toksisitas meningkat

karena perubahan
farmakokinetik dan
bersihan menurun pada
gagal jantung. Secara
umum tidak
dipertimbangkan sebagai
terapi pilihan pertama.agonis inhalasi / dan
kortikosteroid inhalasi lebih
dianjurkan.
8 Pentoksifilin

Hipotensi, pusing,
muka kemerahan.
Dapat mempotensiasi
efek antihipertensi.

9 Warfarin

Respon antikoagulan
meningkat dan risiko
perdarahan. Adanya
interaksi obat

Efikasi terbatas pada


penyakit pembuluh darah
tepi. Diragukan
kemanjurannya pada
panyakit pembuluh darah
jantung (cerebrovascular).
Pantau tekanan darah.
Mulai dengan dosis yang
lebih rendah. Pantau INR
secara teratur. Hindari
penggunaan bersama
dengan obat yang
berinteraksi secara
bermakna dengan warfarin

Berikut ini disampaikan beberapa contoh obat yang sering digunakan


pada usia lanjut dengan beberapa pertimbangan sesuai respons yang
bisa berbeda:
Warfarin: perubahan farmakokinetik tak ada, maka perubahan respon
yang ada adalah akibat perubahan farmakodinamik. Sensitivitas yang
meningkat adalah akibat berkurangnya sintesis faktor-faktor pembekuan
pada usia lanjut.
Nitrazepam: perubahan respons juga terjadi tanpa perubahan
farmakokinetik yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia
lanjut sensitivitas terhadap nitrazepam memang meningkat. Lebih lanjut

data menunjukkan bahwa pemberian diazepam intravena pada pasien


usia lanjut memerlukan dosis yang lebih kecil dibandingkan pasien
dewasa muda, selain itu efek sedasi yang diperoleh memang lebih kuat
dibandingkan pada usia dewasa muda.
Triazolam: pemberian obat ini pada warga usia lanjut dapat
mengakibatkan postural sway-nya bertambah besar secara signifikan
dibandingkan dewasa muda.
Sensitivitas obat yang berkurang pada usia lanjut juga terlihat pada
pemakaian obat propranolol. Penurunan frekuensi denyut nadi setelah
pemberian propranolol pada usia 50-65 tahun ternyata lebih rendah
dibandingkan mereka yang berusia 25-30 tahun. Efek tersebut adalah
pada reseptor 1; efek pada reseptor 2 yakni penglepasan insulin dan
vasodilatasi akibat pemberian isoprenalin tidak terlihat.
Perubahan sensitivitas menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada
pasca-reseptor intraselular.

40

9
terjadi

II.3. KARAKTERISTIK

apa

disebut

LAIN YANG

multipatologi;

BERKAITAN

pasien

DENGAN TERAPI
OBAT

beberapa

yang
sebagai
satu

menderita
penyakit.

Keadaan ini bisa lazim


terjadi pada kelompok

Selain

jenis

populasi

pasien

penyakit

yang

berusia

lanjut

berbeda,

pada

mengingat

pada

pasien

perjalanan

hidup

kelompok

berusia lanjut juga

mereka bisa menderita

suatu penyakit yang

Pada beberapa situasi

akan

memang jumlah obat

cenderung

menahun,

dan

yang diberikan kepada

disusul

oleh

pasien bisa lebih dari

penyakit lain yang

dua macam, lebih dari

juga

tiga

cenderung

menahun

akibat

macam,

bahkan

atau

lebih

dari

pertambahan usia,

empat macam. Hal ini

demikian

terkait

seterusnya.

Di

dengan

multipatologi

yang

tengah

merupakan salah satu

perjalanannya

karakteristik

pasien

geriatri.

Namun

bukan

tidak

mungkin
pasien

seorang

demikian tetap harus

mengalami

diingat bahwa semakin

kondisi akut seperti

banyak

pneumonia

diberikan

atau

infeksi

saluran

kemih

yang

mengakibatkan
harus

ia

obat

semakin

yang
maka

besar

pula

risiko untuk terjadinya


efek

samping;

dan

dirawat.

yang lebih berbahaya

Kondisi akut yang

lagi adalah bertambah

terjadi

pula

pada

seseorang
berbagai
kronik

dengan
penyakit

degeneratif

acap

kali

menambah

daftar

obat

harus

yang

dikonsumsi pasien.

kemungkinan

terjadinya interaksi di
antara

obat-obat

tersebut.
Faktor lain yang dapat
dikemukakan

di

sini

adalah bahwa masih


terdapat

banyak

kecenderungan
untuk

secepat

mungkin mengatasi
semua gejala, yang
sayangnya
sengaja

tanpa
mungkin

telah

melanggar

prinsip

cost

effectiveness.
Keadaan
multipatologi di atas
sebenarnya
boleh

tidak

diidentikkan

dengan multifarmasi
atau

yang

lazim
dengan

lebih
dikenal
istilah

polifarmasi.

istilah polifarmasi
sendiri sebenarnya
masih
diartikan
secara
beragam
oleh beberapa ahli.
Beberapa definisi
antara lain:

Selective Serotonin
Reuptake inhibitors (SSRI)
secara umum lebih
dianjurkan karena
ditoleransi lebih baik, tetapi
lebih mahal.
I.
1

LAIN - LAIN
Antihistamin
(difenhidramin,
klorfeniramin,
prometazin)

Efek antikolinergik
(pandangan kabur,
retensi urin, konstipasi,
sindrom delirium)
sedasi.
2. Antispasmodik Efek antikolinergik
(seperti :
(pandangan kabur,
dicyclomine, retensi urin, konstipasi,
prophanteline, sindrom delirium)
alkaloid
sedasi.
belladonna)

Gunakan dosis terkecil dan


durasi terpendek yang
masih mungkin.

Kortikosteroid Hiperglikemia,
(sistematik)
osteoporosis, tukak
lambung, depresi,
atropi kulit, luka lama
sembuh, sindrom
delirium.
Simetidin
Sindrom delirium,
gynaecomastia,
interaksi obat yang
bermakna

Gunakan dosis terkecil dan


durasi terpendek yang
masih mungkin. Lebih
dianjurkan steroid inhalasi
untuk penyakit pernafasan.

Digoksin

Gunakan dosis lebih


rendah. Pantau kadar obat
dalam darah jika tersedia.
Hindari keadaan
hipokalemia. Bukan terapi
pilihan pertama untuk
gagal jantung (ACE
Inhibitor lebih dianjurkan)

Sindrom delirium,
bradikardi, aritmia,
mual

10

Risiko efek samping


seringkali lebih besar
dengan manfaat yang
minimal. Hindari
pemakaian jangka panjang

Lebih dianjurkan
penggunaan penghambat
pompa proton (proton
pump inhibitor)

39

2 Benzodiazepi
n (Seperti
diazepam,
oksazepam,
temazepam,
nitrazepam)

Sindrom delirium,
mengantuk, gangguan
ingatan, jatuh,
ketergantungan

Secara umum tidak


direkomendasikan karena
waktu paruh yang panjang
dan toksisitasnya. Tersedia
obat yang lebih aman
untuk insomnia.
Coba dengan langkah
tanpa obat untuk insomnia
dan kecemasan. Hindari
obat dengan waktu paruh
panjang (diazepam,
flunitrazepam,
klordiazepoksid,
nitrazepam)

3 Phenothiazine
(seperti :
Klorpromazin,
thioridazin,
proklorperazin)

Sindrom delirium,
mengantuk, efek
antikolinergik, efek
ekstrapiramidal,
tardive dyskinesia,
akathisia

Yakinkan adanya indikasi


yang sesuai.
Gunakan dosis terendah
yang masih mungkin,
hindari penggunaan
jangka panjang jika
memungkinkan.

4 Butirofenon
(seperti
haloperidol)

Sindrom delirium,
mengantuk, efek
ekstrapiramidal,
tardive dyskinesia,
akathisia

Yakinkan adanya indikasi


yang sesuai.
Gunakan dosis terendah
yang masih mungkin,
hindari penggunaan
jangka panjang jika
memungkinkan.

5 Antidepresan
trisiklik
(seperti :
amitriptilin,
imipramin,
doxepine,
dethiepin)

Efek entikolinergik,
hipotensi, jatuh.

Jangan diberikan
antidepresan trisiklik, mulai
dengan dosis rendah dan
secara perlahan
ditingkatkan. Berikan
sebagai dosis tunggal
pada malam hari.

1) meresepkan obat melebihi indikasi klinik; 2) pengobatan yang

mencakup setidaknya satu obat yang tidak perlu; 3) penggunaan


empiris lima obat atau lebih (Michocki,2001). Apapun definisi yang
digunakan, yang pasti adalah polifarmasi mengandung risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan manfaat yang dapat dipetik sehingga
sedapat mungkin dihindari (Barenbeim,2002).
Beberapa data dapat dikemukakan di sini: Linjakumpu (2002)
mendapatkan dari dua survey sepanjang tahun 1990-1991 dan 19981999 bahwa terjadi peningkatan persentase pasien dengan polifarmasi
yaitu dari 19% menjadi 25% (p=0.006). Jumlah obat yang dikonsumsi
juga meningkat dari 3 obat menjadi 4 obat (p=0,0001); obat tersering
digunakan adalah obat kardio-vaskuler, terutama pada kelompok
berusia 85 tahun ke atas, khususnya perempuan. Penelitian lain (Hohl,
2001) mendapatkan bahwa dari 283 kasus (terpilih secara acak) gawat
darurat pada pasien berusia lanjut ternyata saat itu menggunakan ratarata lebih dari 4 obat. Efek samping obat merupakan 10,6% dari
seluruh penyebab datangnya pasien ke unit gawat darurat tersebut.
Lima puluh persennya setidaknya meminum satu obat yang potensial
menimbulkan efek samping membahayakan. Jenis obat tersering
digunakan (yang mengakibatkan efek samping) adalah NSAID,
antibiotik, antikoagulan, diuretik, obat hipoglikemik dan penyekat
beta.
Di Poliklinik Geriatri Departemen llmu Penyakit Dalam RS Dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM), tercatat sebanyak 32,3% pasien
menggunakan lebih dari lima obat pada tahun 1999; di tahun
berikutnya, terdapat 21,8% pasien dengan polifarmasi, dan pada tahun
2001 turun menjadi 15,6%.
Masalah yang dapat timbul akibat pemberian obat pada pasien geriatri
adalah sindroma delirium atau acute confusional state. Tune (1999)
menyebutkan bahwa drug induced delirium adalah penyebab tersering dari
sindroma ini yang mekanismenya:1) akibat perubahan metabolisme obat
terkait usia; 2) polifarmasi; 3) interaksi beberapa obat; 4) kekacauan

pengobatan karena pasien sulit mengingat; 5) penurunan produksi dan


turnover neurotransmiter terkait usia.

38
Disebutkan
pula
bahwa
efek
kumulatif
obat
antikolinergik
paling
sering
menimbulkan
sindroma delirium;
seperti
diketahui
bahwa
neurotransmisi
kolinergik memang
menurun sejalan
dengan
penambahan umur
seseorang.
Ternyata, beberapa
obat
yang
sebenarnya bukan
tergolong
antikolinergik
namun
jika
diberikan
pada
usia lanjut akan
memberikan efek
antimuskarinik;
beberapa
diantaranya adalah
simetidin,
ranitidin,
prednisolon,
teofilin, digoksin,

11
lanoksin, furosemid,
isosorbid-dinitrat
dan
nifedipin.
Semakin banyak obat
yang diberikan maka
semakin besar pula
kemungkinan
efek
antikolinergik
yang
bisa muncul.
Selain masalah di
atas,
kemungkinan
interaksi
di
antara
berbagai obat yang
digunakan juga harus
diwaspadai. Semakin
banyak
obat
yang
digunakan
maka
semakin banyak pula
kemungkinan interaksi
obat.
Jumlah
kemungkinan interaksi
pada N obat dapat
dihitung
dengan
menggunakan rumus
N x (N 1)/2. Jadi, enam
obat
saja
dapat
menimbulkan
15
interaksi.
Suatu
penelitian melaporkan
jumlah pasien dengan

kemungkinan
interaksi sebanyak
2,4% dengan 2
obat, 8,8% dengan
3
obat,
22,7%
dengan 6 obat dan
55,8% dengan 12
obat. Tidak semua
kemungkinan
interaksi
obat
menunjukkan gejala
klinik
(Smonger,
Burbank, 1995)

diberikan

Mekanisme interaksi

menjadi

obat

yang

dikenal

sudah
terutama

berhubungan dengan
metabolisme obat di
hepar.

Metabolisme

obat ini melalui jalur


yang

dibantu

oleh

sistem

enzim

sitokrom

P-450

(CYP)

dengan

berbagai
isoenzimnya.
Beberapa
dapat
di

contoh

dikemukakan

sini:

pemberian

rifampisin

akan

meningkatkan

kerja

CYP

sehingga

asetaminofen

yang

akan

lebih

cepat

dimetabolisme,

maka

efektifitasnya

menurun;

hal

yang

sama pada pemberian


lansoprazol
omeprazol

atau
yang

juga

meningkatkan

CYP,

pada

akan

gilirannya

mempercepat
metabolisme

teofilin

yang

diberikan

bersamaan
dosis

sehingga

lazim

teofilin

tak

efektif.

Sebaliknya, jika pasien


menerima

obat

simetidin,
fluoroquinolon,
verapamil

atau

amiodaron

yang

semuanya

bersifat

menghambat
maka

CYP,
pemberian

bersamaan

dengan

asetaminofen,

teofilin,

diazepam,

haloperidol,

penyekat
antidepresan

beta,
trisiklik

dan SSRl

(=
Selective
Serotonin Reuptake
Inhibitor)
akan
meningkatkan

toksisitas obat-obat
yang
disebutkan
terakhir (Schwartz,
1999).

Verapamil

Konstipasi, bradikardi, Hindari pada gagal


pusing, gagal jantung jantung. Pantau adanya
konstipasi.

Nitrat &
Nicorandil

Hipotensi postural,
pusing, sakit kepala

ACE - Inhibitor Hiperkalemia,


kerusakan pinjal,
hipotensi, batuk.

Mulai dengan dosis lebih


rendah. Pantau tekanan
darah
Mulai dengan dosis kecil,
Pantau tekanan darah,
fungsi ginjal dan kadar
kalium dalam darah

G. DIUTERIK
1

Loop dan
tiazida (seperti
: furosemid,
hidroklortiazid)

Dehidrasi, hipotensi,
hiponatremia,
hipokalemia,
hiperglikemia,
hiperurisemia,
inkontinensia,
sindrom delirium

Gunakan dosis terendah


yang masih
memungkinkan. Pantau
elektrolit dan glukosa.

Diuretik hemat
kalium
(Potassiumsparing)
seperti
amilorid

Hiperkalemia
(terutama jika
digunakan bersama
suatu ACE-inhibitor)

Pantau kadar kalium

H. OBAT PSIKOTROPIK
1

Barbiturat
(seperti :
fenobarbital,
pirimidon)

Sedasi, sindrom
Secara umum tidak
delirium, osteoporosis, direkomendasikan karena
ketergantungan
waktu paruh yang panjang
dan toksisitasnya. Tersedia
obat yang lebih aman
untuk insomnia dan
epilepsi

12

37

E. OBAT ANTIPARKINSON
1

Amantadine

Sindrom delirium,

Tidak direkomendasikan.

udem perifer, ruam


kulit

Jika harus, gunakan dosis


rendah.

Antikoligergik
(seperti :
benztropin,
benzhexol)

Sindrom delirium,
retensi urin, hipotensi
postural

Secara umum tidak


direkomendasikan,
kadang-kadang berguna
jika tremor sukar
disembuhkan dengan
pengobatan lain.

Levodopa

Sindrom delirium,
halusinasi, hipotensi
postural, mual,
gerakan involunter
(involuntary
movements)

Gunakan dosis terendah


yang masih efektif.

F.
1

OBAT KARDIOVASKULAR
Metildopa
Depresi, hipotensi
postural, bradikardi

Reserpin

Depresi, sedasi,
hipotensi postural

Prazosin

Stress incontinence,
hipotensi postural

Bukan obat pilihan untuk


hipertensi- Tersedia obat
yang lebih aman

Penghambat
Beta

Depresi, keletihan,
bronkospasme,
bradikardi, hipotensi,
memperparah
penyakit pembuluh
darah tepi, insomnia,
mimpi yang hidup
(vivid dreams)

Hindari pada pasien asma,


PPOK, dan penyakit
pembuluh darah tepi.
Propranolol dan timolol
tidak direkomendasikan
karena tingginya kejadian
efek yang tidak diinginkan

Tidak direkomendasikan Tersedia obat yang lebih


aman
Tidak direkomendasikan Tersedia obat yang lebih
aman

Beberapa gejala iatrogenesis (gejala atau penyakit yang muncul akibat


tindakan tenaga medis, antara lain meresepkan obat) yang sering muncul
adalah perdarahan lambung (tersering akibat NSAID dan bisfosfonat,
terutama jika tanpa penjelasan yang memadai, dan diberikan bersamaan

dengan warfarin atau aspirin), mual-muntah dan aritmia akibat intoksikasi


digitalis (terutama jika diberikan bersama diuretik tanpa memantau kadar
elektrolit maupun digitalis plasma), hipotensi ortostatik sampai jatuh dan
fraktur (terutama akibat pemberian teofilin bersamaan dengan antihipertensi
kerja sentral yang diberikan pagi hari), perubahan atau gangguan kesadaran
akibat obat hipnotik sedatif (pemberian obat kerja panjang atau yang diberikan
bersamaan dengan antidepresan golongan non SSRI, antagonis H-2, atau
diuretik kuat)(Flaherty, 2000).

Pada tahun 2001, ruang rawat akut geriatri Departemen llmu Penyakit
Dalam RSCM merawat dua pasien hematemesis melena akibat bifosfonat
dan warfarin, dua orang pasien hematemesis melena akibat aspirin dan
NSAID, satu orang pasien hematemesis melena akibat steroid dan
warfarin, tiga orang pasien sindroma delirium (dua pasien akibat diuretik
dan diet terlalu ketat rendah garam ditambah susu formula, satu pasien
akibat pemakaian antibiotik), empat orang pasien instabilitas dan jatuh
akibat obat (benzodiazepin, furosemid, klonidin). Dua orang pasien berobat
jalan masing-masing berusia 68 tahun dan 74 tahun melaporkan keluhan
insomnia, asthenia, perubahan suasana hati seperti depresi setelah
meminum obat antihipertensi golongan penyekat jalur kalsium (calcium
channel blocker) dan golongan penghambat ACE

(angiotensin converting enzyme).

Kondisi lain yang patut dicermati adalah, gejala dan tanda pada pasien
geriatri sering sekali menyimpang dari yang klasik. Dalam berbagai
kepustakaan disebutkan bahwa sindroma delirium, jatuh, inkontinensia urin,
vertigo, muntah dan diare sering merupakan gejala yang mengakibatkan
keluarga membawa pasien geriatri ke rumah sakit. Saat diagnosis
ditegakkan ternyata masalahnya tidak berhubungan dengan keluhan
utama. Kondisi seperti ini mengakibatkan dokter yang kurang
berpengalaman akan memiliki kecenderungan mengobati semua gejala
dan tanda yang muncul sehingga menambah daftar obat menjadi lebih
panjang lagi.

36

13

Jika dicermati lebih

lanjut
sesungguhnya
akan
terlihat
bahwa
dengan
mengobati
penyakit
atau
masalah utamanya
maka
beberapa
gejala dan tanda
lain yang semula
diduga
sebagai
masalah terpisah
akan
teratasi
dengan sendirinya.
Dalam
hal
ini
dibutuhkan
kejelian, ketelitian
dan pengendalian
keinginan
untuk
senantiasa
mengobati semua
gejala secepatnyasebuah fenomena
yang sering terjadi
baik pada dokter
maupun
pasien
tanpa
memperhatikan
prinsip
cost
effectiveness.

mental dan kognitif:

Pengaruh kondisi

atau kepatuhan minum

depresi dan penurunan


faal

kognitif

sampai
akan

(atau

demensia)
mempunyai

dampak antara berupa


tidak
akuratnya
informasi
obat-obat
apa yang selama ini
dikonsumsi. Di sisi lain,
informasi
obat-obat
yang dipakai adalah
sangat penting dalam
rangka menghindarkan
diri
dari
kecenderungan
polifarmasi dan efek
interaksi
kondisi

obat. Pada
ini
maka

kehadiran pendamping
(keluarga atau pelaku
rawat) menjadi penting
karena
bisa
menjembatani antara
minimnya
informasi
dan keperluan data
lengkap. Jika pasien
telah
mendapatkan
obat yang diperlukan,
masalahnya
belum
selesai,
compliance

obat akan sangat


dipengaruhi
oleh
tingkat
gangguan
faal kognitif maupun
emosi seseorang.
Depresi
kepikunan

dan
akan

mempengaruhi
kepatuhan minum
obat sehingga efek
maksimal
yang
diharapkan
terganggu.

bisa

Telah dibicarakan
beberapa
perubahan
fisiologik
dan
kondisi
multipatologi yang
bisa berpengaruh
terhadap
hasil
pengobatan pasien
geriatri.
Aklorhidria,
perubahan
firstpass metabolism,
afinitas terhadap
albumin,
metabolisme
oksidatif
dan
konyugatif di hepar
serta
penurunan

faal
ginjal
akan
mempengaruhi
farmakokinetika obat.
Perubahan komposisi
tubuh di usia lanjut
juga
besar
pengaruhnya
terhadap efek obat.
Perubahan reseptor
obat di jaringan akan
banyak berpengaruh
terhadap
farmakodinamika
obat yang sampai
saat ini masih sulit
dikuantifikasi.
Beberapa aspek yang
juga
harus
diperhatikan adalah
adanya
pengaruh
faktor emosi dan
penurunan
faal
kognitif terhadap hasil
pengobatan
secara
keseluruhan.

bermakna, kecuali bila


dilakukan pemantauan
kadar obat dalam darah
(Therapeutic Drug
Monitoring= TDM)
2

Sulfametoxazol/ Reaksi hipersensitif


yang serius (Steven
Trimetoprim
(cotrimoxazole) Johnson syndrome,
blood dyscrasias)

Trimetoprim tunggal
memberikan efek yang
sebanding ( dan lebih
aman) untuk infeksi
saluran kemih.

C. OBAT ANTI-DIABETIK
1

Sulfonilurea
oral kerja
panjang
(seperti
klorpropamid,
glibenklamid,
glimepirid )

Meningkatkan risiko
hipoglikemia.
Risiko SIADH dengan
Klorpropamid

Lebih dianjurkan untuk


menggunakan obat
dengan sifat kerja lebih
pendek (seperti: gliklazid,
glipizid).
Klorpropamid sebaiknya
tidak digunakan karena
waktu paruhnya sangat
panjang

Phenformin,
Metformine

Lactic acidosis
(terutama jika ada
kerusakan ginjal,
kerusakan hati, atau
penyakit jantung) dan
mungkin berakibat
fatal

Metformin lebih dianjurkan


(kejadian lactic acidosis
lebih jarang). Kurangi
dosis pada kerusakan
ginjal. Hindari pada gagal
ginjal yang berat.

D. OBAT ANTI-PIRAI (ANTI-GOUT)


1

Allopurinol

Ruam kulit, gagal ginjal Kurangi dosis sampai 100


- 200 mg per hari

Kolkisin

Diare, dehidrasi

Tidak direkomendasikan
untuk terapi kronis.

14
LAMPI

35

RAN 2

Daftar Obat yang


Penggunaaannya
Memerlukan
Perhatian Khusus

No.

Obat

BAB III

Efek Tidak
Diharapkan yang
Bermakna

A. ANALGESIK
1 AINS &
penghambat
COX-2

2 Analgesik
narkotik

Tukak dan perdarahan


pada saluran
pencernaan, gagal
ginjal, retensi cairan,
dan sindrom delirium.
Juga mungkin
mengantagonis efek
obat antihipertensi
Sedasi, depresi
pernafasan,
konstipasi, hipotensi,
sindrom delirium

B. ANTIBIOTIKA
1 Aminoglikosi
da (seperti
gentamisin)

Gagal ginjal,
kehilangan fungsi
pendengaran

PEDOMA
N
TATALAK
SANA
PELAYAN
AN
FARMASI
U
N
T
U
K
P
A
S
I
E
N
G
E
R
I
A
T
R
I

III.1. PEDOMAN
KERJA TIM
TENAGA
KESEHATAN
Tujuan:
Terci
ptan
ya
suat
u tim
terp
adu
den
gan
kons
ep
inter
disip
lin
dala
m
pen
ang
ana
n
pasi
en
geri
atri.
Mengelola
pasien geriatri
yang kompleks

permasalahann
ya memerlukan
kiat-kiat
tertentu;
setidaknya
diperlukan
kinerja
yang
efektif melalui
sebuah
Tim
Tenaga
Kesehatan. Tim
Tenaga
Kesehatan yang
bekerja
di
rumah
sakit
harus
memahami
bahwa
hasil
kerja
yang
diharapkan
senantiasa
berorientasi
kepada pasien
dan
dalam
mencapainya
tidak terjebak ke
dalam
persaingan
antar
disiplin
ilmu
yang
terkait.
Harus
disadari bahwa
hasil
yang
dicapai melalui
kinerja tim akan

lebih baik dari


pada
jika
masing-masing
pihak
yang
terlibat bekerja
sendiri sendiri
(terkotak-kotak).
Sekali
Tim
Tenaga
Kesehatan telah
terbentuk maka
sebenarnya
tidak
serta
merta
akan
diperoleh hasil
kerja yang baik;
dalam tim yang
bekerja dengan
menerapkan
konsep
interdisiplin
dibutuhkan
pemahaman
yang mendalam
perihal aturan
main
yang
disepakati
bersama,
koordinasi dan
batas otoritas
untuk
menyampaikan
ekspertise
keilmuan
masing-masing.

Tim
Tenaga
Kesehatan
untuk pasien
geriatri
di
rumah
sakit
lazim disebut
sebagai Tim
Terpadu
Geriatri yang
terdiri
atas
internis,
dokter
spesialis
rehabilitasi
medik,
psikiater,
dokter
gigi,
ahli
gizi,
apoteker,
perawat dan
tim rehabilitasi
medik.
Keanggotaan
Tim Terpadu
Geriatri
dan
kelengkapan
disiplin
ilmu
yang terlibat
bisa
disesuaikan
dengan
kondisi setiap
rumah sakit.
Pembentukan
Tim Terpadu
Geriatri

merupakan
proses yang
berlangsung
dimana tugas
atau tanggung
jawab setiap
anggota
dielaborasi
dan
disepakati
bersama. Setiap
tahap
dalam
pembentukan
sebuah tim harus
menilik
kepada
penjabaran peran
setiap anggotanya;
terutama jika ada
anggota tim yang
baru.
Karena karakteristik
pasien
geriatri
maka jenis tim yang
dibentuk mengacu
kepada konsep tim
interdisiplin dimana
orientasi
pada
kepentingan pasien
benar-benar
terjamin
untuk
diimplementasikan.

Beberapa tahap

dijabarkan;
kemudian
peran
dan
kewajiban
masingmasing juga

34

15
pembentukan Tim
Terpadu Geriatri:
Tahap 1 (Forming):
anggota yang akan
bergabung
berkumpul
untuk
pertama
kalinya;
menyatakan
kesepakatan
bersama
tentang
pentingnya
pembentukan
tim
ini.
Seluruh
ide
dasar/ide
awal
dijabarkan; semua
keinginan
dan
impian tiap anggota
diuraikan
dengan
jelas agar masingmasing memahami
buah pikiran setiap
anggota.
Tahap
mulai

(Norming):
melakukan

pendefinisian,

penjabaran,

pada disiplin lainnya).

penguraian

lebih

Perbedaan

latar

rinci tentang peran,

belakang

kewajiban dan tugas

pendidikan/pelatihan

masing-masing.

dan kurang-lancarnya

Setiap anggota akan

komunikasi

melihat kemungkinan

merupakan hal yang

terdapatnya tumpang

harus

tindih dari berbagai

dengan

peran

Keadaan

masing-

masing

sehingga

disadari

diselesaikan
bijak.
ini

diatasi

dengan

konflik bisa terjadi.

mengedepankan

Proses pemahaman

pengertian

tentang

pendekatan

kemungkinan

interdisiplin

perselisihan

dan

akibat

pentingnya

tumpang tindih tugas

komunikasi

dapat

anggota

diatasi

serta
antara
sebagai

manakala terungkap

landasan tercapainya

adanya

pengertian

tujuan

bersama.

bersama yang harus

Kesepakatan tercapai

dicapai,

yakni

karena

masing-

dan

masing

anggota

pasien

temyata

mempunyai

kesembuhan
pemulihan

visi

yang

sama.

secara

paripurna.

Konflik

masih

Akhimya Tim Terpadu

timbul

Geriatri yang kompak

potensial
karena

masing-

masing

disiplin

merasa

paling

bisa

melakukan

konsolidasi,
keberadaan Ketua Tim

memiliki kompetensi

lebih

bersifat

(atau

fungsional.

Tujuan,

setidaknya

lebih kompeten dari

visi, misi dan program

Pasien
mempunyai
masalah
medik
yang
sedang dalam
pengobatan
dengan dosis
obat berlebih
(risiko toksik).
Sebagai
contoh: tidak
dilakukannya
penyesuaian
dosis
pada
pemakaian
antibiotika
sefotaksim
pada pasien
yang
telah
mengalami
penurunan
fungsi ginjal,
atau
tidak
dilakukannya
penurunan
dosis digoksin
yaitu
obat
dengan
indeks terapi
sempit saat

melakukan
penggantian
dari
sediaan
oral
(tablet
atau
eliksir)
atau
dari
sediaan l.M ke
sediaan l.V.

7.

Reaksi
Obat
yang
tidak
Diharapkan
Pasien
mempunyai
masalah medik
sebagai akibat
dari reaksi obat
yang
tidak
diharapkan
atau
efek
samping.
Reaksi
tersebut dapat
diduga maupun
tidak terduga,
seperti
tukak
lambung akibat
AINS,
ruam
akibat
antibiotika
Banyak
obat
yang
dapat
menyebabkan

sindrom
delirium pada
pasien geriatri
contohnya
benzodiazepi
n
dan
antidepresan
trisiklik;
hipotensi
postural pada
penggunaan
obat
antihipertensi
atau diuretik.

makanan, obat
- laboratorium.
Meningkatnya
risiko
hiperkalemia
pada
yang
menggunakan
kombinasi obat
antihipertensi
kaptopril
dengan
spironolakton;
pemberian

Interaksi Obat
Pasien
mempunyai
masalah
medik
disebabkan
interaksi obatobat, obat -

kaptopril

tidak

pada

saat

lambung
kosong dimana
absorpsi
kaptopril

dapat

berkurang
dengan adanya
makanan.

16

33

LAMPIR
AN I
Daftar
Masalah
yang

pasien

Berkaitan
dengan
Pengguna
an Obat
No.

Masalah yang berkaitan dengan Pengg

Terdapat
indikasi
medik/peng
obatan
yang tidak
mendapatk
an
obat
(untreated
indication)
Kondisi
medik
pasien
memerluka
n
terapi
obat tetapi
pasien
tidak
mendapatk
an
obat
untuk
indikasi
tersebut.
Sebagai
contoh,
seorang
pasien
dengan
tekanan
darah tinggi
atau
glaukoma
tetapi tidak
diberikan

obat
untuk
masalah
tersebut.

2.

Terapi
obat
diberikan
padahal
tidak
terdapat
indikasi
Pasien
mendapat
kan obat
untuk
suatu
kondisi
medik
tertentu
yang
tidak
memerluk
an terapi
obat,
seperti
kegemuk
an
(obesity)

3.

Pilihan
obat yang
tidak

tepat
Terapi obat
diindikasika
n
tetapi
pasien
mendapatk
an
obat
yang salah.
Sebagai
contoh
yang sering
terjadi
adalah
pasien
dengan
infeksi
bakteri
mendapatk
an
resep
obat yang
resisten
pada
bakteri
yang
menginfeks
inya

4.

Dosis yang
subterapi
Kondisi
medik
pasien
memerluka

n terapi
obat dan
pasien
mendapat
kan obat
yang
tepat
tetapi
dosisnya
di bawah
dosis
terapi,
misalnya
dosis
insulin
yang
terlalu
rendah.

5.

Gagal
mendapat
kan obat
Kondisi
medik
pasien
menunjuk
kan
diperluka
nnya
terapi
obat,
tetapi
karena

alasan
farmasetik,
psikologis,
sosiologis,
atau alasan
ekonomi
pasien
tidak
mendapatk
an
obat.
Sebagai
contoh:
pemilihan
tablet yang
tidak boleh
digerus
padahal
pasien
tidak
mampu
menelan
obat;
peresepan
obat yang
banyak
dengan
rejimen
dosis yang
kompleks
akan
membuat
pasien
dementia

menjadi
pasien
lupa
meminum
obat.

6.

Dosis
berlebih
atau
dosis
toksik

kerja
serta
rencana
kerja
dapat
segera
disusun
bersama;
selanjutnya
agenda kerja dan
cara mengukur
keberhasilan
kerja
Tim
Terpadu Geriatri
mulai dijabarkan
secara rinci.
Tahap

(Performing):
Ketua

Tim

menegaskan

dianggap
sebagai

aset

positif.

Setiap

anggota

saling

membantu

dan

saling
mendukung;
mereka
berpartisipasi
aktif dan selfinitiated.
Pertemuan
teratur,

secara

berkala

dapat

dilaksanakan
dengan baik dan
tingkat

kembali

kehadiran yang

pengertian

tinggi.

pendekatan
interdisiplin
berbeda

yang
dari

multidisiplin,
paradisiplin
maupun
pandisiplin. Selain
itu,

yang tinggi dan

perbedaan

yang ada dapat


disikapi

dengan

tingkat

toleransi

Hubungan antar
anggota
semakin
rasa

baik;
saling

percaya tumbuh
semakin

kuat.

Konflik

yang

kadang-kadang
bisa

muncul

maupun kritikan
tajam dianggap

sebagai

sarana

beberapa aspek

untuk

yang

meningkatkan

menunjang

keberhasilan

keberadaan Tim

program

kerja.

berperan

Terpadu Geriatri

Tingkat

rumah

sakit.

produktivitas dan

Berikut

ini

aktivitas problem

disampaikan

solving

semakin

meningkat .
Tim

Terpadu

Geriatri

yang

sudah

terbentuk

harus

tetap

mampu
melibatkan

diri

secara aktif dalam


berbagai upaya di
rumah

sakit

maupun program
lain yang berbasis
komunitas.
tersebut

Hal
penting

mengingat
keberadaan tim ini

beberapa aspek
yang

pembentukan
/berlangsungnya
kinerja
Terpadu
Geriatri:
q
A
s
p
e
k
p
r

tidak boleh hanya

sebatas

formalitas.

Penting
untuk

berperan

pada

pula

dipahami

Tim

o
n
a
l
/
p
e
r
s
o
n
a
l
q
A
s
p
e
k
i
n
t
r
a
t
i
m

q Aspek
organisasi/instit
usional
q
Mempertahank
an tim (team
maintenance)
Aspek
profesional/per
sonal:

17 Menyangkut
bagaimana
keinginan
dan
komitmen
setiap
anggota
untuk
bergabung
ke dalam tim
ini

dan

meningkatka
n kinerjanya.

17 Komitmen
untuk
memahami
dan
mempelajari
ranah
pengetahua
n
disiplin

lain.

32
di
atas ditujukan
untuk
mempererat
jalinan
hubungan kerja
yang seimbang
dan
memperkecil
jurang
perbedaan
serta
mempermudah
komunikasi
karena
diharapkan
setiap anggota
mempunyai
bahasa yang
sama
dalam
menanggapi
persoalan
pasien secara
bersama.

17
disiplin
dengan
kebutuhan pasien
dan keluarga.

17 Komitmen

q Keterbukaan
pikiran untuk
senantiasa
menerima hal-hal
baru.

17 Memadukan
ekspertise

17 Pengembangan

pendekatan
interdisiplin
bersama-sama
dengan anggota
tim yang lain.

Aspek intra-tim:

17 Kesepakatan

tentang
tempat
kerja bersama dan
interaksi
formal
maupun informal.

17 Memaksimalkan

komunikasi
(pertemuan rutin;
teknologi
komunikasi).

q
K
e
p
e
m
i

ti

f.
q

n
f
u
n
g
s
i
o
n
a
l
s
e
c
a
r
a
k
o

P
e
n
c
a
p
a
i
a
n
t
u
j
u
a
n
b
e
r
s
a

m
Aspek
organisasi/institusion
al:

a
.
q
Mema
ksimal
kan
pende
katan
secara
interdi
siplin.
q
Masin
gmasin
g
mema
hami
peran
setiap
anggo
ta.

17 Manajemen

konflik
yang
efektif;
setiap
konflik adalah
sehat
dan
membangun.

17 Organisasi/institusi

tempat
kerja
(rumah
sakit)
memahami
konsep
penanganan
pasien
secara
interdisiplin.
q Dukungan yang
konsisten dari rumah
sakit.
17 Organisasi di luar
tim ini mengenal
keberadaan Tim
Terpadu Geriatri
dan bersedia
bekerja sama
untuk kepentingan
pasien.
Aspek
mempertahankan tim:

17 Tim

memperbaiki
kinerjanya secara
terus menerus dan
berkesinambungan
(prosesnya,
protokol-protokol,
produk-produk

lain).
17 Tim

berupaya

mendorong
minat
dan
kinerja anggota
(yang
baru
maupun yang
lama).

21. Woodward MC.


Deprescribing:
Achieving Better
Health Outcome
for Older People
Through
Reducing
J

Medication.
Pharm

Pract

Res 2003; 33:


323-328

22. Hansten

PD,

Horn JT. Drug


interaction
analysis
and
management : A
clinical
perspective and
analysis
of
current
development.
USA: Fact and
Comparisons,
2001

23. Christophidis N,
Scharf
S.
Management of
Drugs in the
Elderly.

Current
Therapeutics
1995;
April:
66-73

24. Kappel

166 (4): 473-477

25. Brown
Pharm.D.
Rational

J,

Prescribing

Calissi
P.
Nephrology:
Safe
Drug
prescribing

the

Pharmaceutical
Education,
Accreditation
Council
for
Pharmacy
Education, 2004

Medical
Association J
2002 Feb. 19;

18
Delirium.
Dalam:
Hazzard WR,
Blass
JP,
Ettinger WH,
Halter
JB,
Ouslander
JG,
eds.
Principles of
Geriatric
Medicine and
Gerontology.
New
York:McGraw

for

Continuing

Canadian

LE.

in

Elderly.

Notes

for
patients
with
renal
insufficiency.

11. Tune

BK

31
Hill,1999:1
230-3.

12. Smonger

AK,
Burbank
PM. Drug
therapy
and
the
elderly.
Boston
:Jones
Barlett;
1995:53.

13.

Schwartz JB.
Clinical
Pharmacolog
y.
Dalam:
Hazzard WR,
Blass
JP,
Ettinger WH,
Halter
JB,
Ouslander JG,
eds.
Principles of
Geriatric
Medicine and
Gerontology.
New
York:McGraw
Hill,1999:3089.

14. Flaherty JH,

Perry HM3rd,
Lynchard GS,
Morley
JE.
Polypharmac
y
and
hospitalisatio
n
among
home
care
patients.
J
Gerontol
A
Biol Sci Med
Sci.2000;55(
10):554-9.

15. Carlson JH.

Perils of
polypharm
acy:
10
steps
to
prudent
prescribin
g.
Geriatrics
1996;15:2
6.

16. Rahmania

M.
Ketidakpat
uhan
pasien
dalam
terapi obat
dan faktorfaktor
penyebabn
ya
di
Poliklinik
Geriatri
Perjan RS
Dr. Cipto
Mangunku
sumo
Jakarta,
Thesis,
Program
Studi
Magister
llmu
Kefarmasi
an
Fakultas

Matematika
dan
llmu
Pengetahuan
Alam
Universitas
Indonesia,
2004: 82-129

17. American

Society
of
Consultant
Pharmacists.
Guidelines
for
pharmacist
counseling of
geriatric
patients,
1998. Diambil
dari
www.ascp.co
m

18.

American
Society

of

Consultant
Pharmacists.
Guidelines for
Assessing the
Quality of Drug
Regimen
Review

in

Long-Term
Care Facilities,

1999. Diambil
dari

www.ascp.
com

19. Fick.

DM
et.al.
Updating
the Beers
Criteria for
Potentially
Inappropri
ate
Medicatio
n Use in
Older
Adults.
Internal
Medicine
2003; 163,
Dec
8/22:27162724

20. McLeod

Peter
J.
MD,
Huang
Allen MD,
Tamblyn
Robin MD.
Defining
inappropri
ate
practices
in
prescribin
g
for
elderly

people:
A
national
consensus
panel.
Canadian
Medical
Association J
1997; 156 (3)
385-391

17 Tim

menunjukka
n
kinerja
kepemimpin
an
fungsional
kolektif
kepada
anggota
baru.
17 Harus ada
umpan balik
secara jujur,
terbuka dan
obyektif dari
setiap
anggota/ekst
ernal.
Jika filosofi dan
tahap-tahap
pembentukan
Tim
Terpadu
Geriatri
di
rumah
sakit
telah dipahami
maka langkah
selanjutnya
adalah
bagaimana
menerapkannya
dalam
praktik
sehari-hari.

Pedoman
peresepan
yang
akan disampaikan
kemudian
merupakan salah
satu
bentuk
contoh
produk
yang seharusnya
muncul
setelah
Tim
tersebut
terbentuk.
III.2. PEDOMAN
PERESEPAN
Tujuan: Pasien
mendapa
tkan obat
yang
sesuai
dengan
indikasi
klinik,
efektif,
aman
dan
mudah
untuk
dipatuhi
rejimenny
a.

Bagaimana
meresepkan
obat
untuk
pasien geriatri?
Mungkinkah
menghindari
polifarmasi?
Bagaimana
menentukan
prioritasnya?
Jawabannya
tidak semudah
yang
dibayangkan.
Pertimbangan
akan
kebutuhan,
indikasi,
kontraindikasi
dan keperluan
serta
tujuan
pengobatan
menjadi
penting. Tujuan
pengobatan
tidak
selalu
harus
berdasarkan
sudut pandang
dokter, namun
selain
penemuan
obyektif, perlu

yang

pula diingat akan


pentingnya
pendapat pasien
dan
keluarga
tentang
tujuan
pengobatan
sebelum
dokter
memutuskan
memberikan
rejimen
pengobatan.

dengan prinsip
interdisiplin dan
bukan sekadar
multidisiplin
apalagi
paradisiplin.
Kelebihan sistem
interdisiplin
ini
antara
adalah

terus
menerus
jumlah dan jenis

lazimnya
bekerja

obat
diberikan

sendiri
karena
kompleksitas

sehingga
berbagai

masalah medik dan


non medik yang

yang

pihak

akan
secara
otomatis

ada.
Beberapa
dokter dan tenaga

mempunyai
kecenderungan

kesehatan
lain
akan
bekerja

saling
mengingatkan.

bersama
dan
sebaiknya di dalam

Pencapaian

sebuah tim terpadu

30
tujuan
bersama
sangat
memungkinkan
terjalinnya
kerja

lain

memungkinkann
ya pemantauan

Dokter
yang
menangani pasien
geriatri
tidak

bekerja

19
sama yang baik demi
kepentingan pasien.
Saling
keterlibatan
yang
intens
dari
masing-masing

disiplin
akan
memperbesar
peluang
rejimen
pengobatan yang
lebih
efisien
sehingga
pada
gilirannya
akan
mampu menekan
polifarmasi. Setiap
dokter yang terlibat
senantiasa dituntut
untuk
mengevaluasi
pengobatannya
secara rutin; obat
yang sudah tidak
diprioritaskan akan
diganti
dengan
obat lain yang
lebih utama atau
dapat dihilangkan
dari daftar obat
manakala masalah
lain menjadi lebih
tinggi
skala
prioritasnya.
Dengan demikian
maka
efektivitas
dan
keamanan
pengobatan bagi
setiap pasien akan
lebih terjamin .
Beberapa langkah
praktis berikut ini
mungkin
dapat
lebih memudahkan
bagi setiap dokter

dan
tenaga
kesehatan lain yang
terlibat:

2 Mencatat semua

obat yang dipakai


saat ini (resep dan
non-resep,
termasuk jamu)

b
Me
ng
en
ali
na
ma
ge
ner
ik
da
n
gol
on
ga
n
ob
at
b
Me
ng
en

ap

ob

at
b

i
n
d
i
k
a
s
i
k
l
i
n
i

Me
ng
eta
hui
pro
fil
efe
k
sa
mpi
ng
seti

ap

at

2 Mengenali

t
u
k
s
e
t
i

ob

faktor
risiko sesuatu efek
yang tak terduga
(misalnya
interaksi)
b Menyederhanakan
rejimen pengobatan
b Menghentikan
pemberian obat
tanpa manfaat

penyembuhan b
Menghentikan
pemberian obat
tanpa indikasi
klinik

b Mengganti
dengan obat yang
lebih aman, bila
perlu
b Tidak menangani
efek tak terduga
suatu obat dengan
obat lagi b
Menggunakan obat
tunggal bila cara
pemberiannya tidak
sering

2 Membiasakan

untuk
melakukan
evaluasi daftar
obat
secara
berkala

Setiap
dokter
(internis, psikiater
atau anggota tim
lain) harus mampu
menekan arogansi
disiplin
masingmasing
dan
bersedia

menghentikan
obat
yang diresepkannya
apabila
obatnya
sudah bukan lagi
merupakan prioritas
untuk diberikan.

The 1st ASEAN


course
in
Gerontology.
Singapore,
2000.

DAFT
AR
PUST
AKA

1.

Survey
Kesehatan
Rumah
Tangga.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Jakarta,
1995.

2.

Supartondo.
Penatalaksan
aan Terpadu
Pasien
Geriatri:
Pendekatan
Interdisiplin.
Siang Klinik
Penyakit
Dalam FKUI /
RSUPN CM,
Jakarta 1999.

3.

de Bono A.
Ageing:
A
world
perspective
The longevity
revolution

4.

Troisi
J.
Demographic
characteristics,
trends
and
determinants of
population
ageing. The 1st
ASEAN course
in Gerontology.
Singapore
,
2000.

5.

Kalache
A,
Keller
I.
Population
ageing
in
developing
countries:
demographic
aspects. Dalam:
Evans
JG,
Beattie
BL,Williams TF,
Michel
J-P,
Wilcock
GK,
eds.
Oxford
Textbook
of
Geriatric
Medicine.
Oxford: Oxford
University Press,
2000 :26-8.

6.

7.

8.

Soejono CH,
Suhardjono.
Prinsip
pemberian
obat
pada
pasien
usia
lanjut. Dalam:
Buku
Ajar
llmu Penyakit
Dalam, edisi
lIl
jilid
II.
Jakarta: Balai
Penerbit
FKUI; 2001:
281-285.
Michocki RJ.
Polypharmac
y
and
principles of
drug therapy.
Dalam:Adelm
an AM, Daly
MP, eds. 20
Common
problems in
geriatrics.Bos
ton:McGraw
Hill,2001:6981.
Berenbeim
DM.
Polypharmac
y: overdosing
on
good

intentions.
Manag
Care
2002;10(3):1-5.

9.

Linjakumpu
T,
Hartikainen S,
Klaukka T, et al.
Use
of
medications and
polypharmacy
are increasing
among
the
elderly. J of
Clinical
Epidemiology
2002;55:809
-16.

10. Hohl

CM,
Dankoff
J,
Colacone
A,
Asfilalo
M.
Polypharmacy,
adverse
drugrelated events,
and
potential
adverse
drug
interactions
in
elderly patients
presenting to an
emergecy
department.
Annals
of
Emergency
Medicine
2001;38(6):666671.

20

29
BAB IV
PENUTU
P

Pedoman
Pelayanan Farmasi
(Tatalaksana Terapi
Obat) Untuk Pasien
Geriatri, merupakan
suatu panduan yang
diharapkan
dapat
membantu
para
tenaga
kesehatan
terutama
yang
bekerja di sarana
pelayanan
kesehatan
dalam
melayani
pasien
geriatri.
Dengan
telah
disusunnya
Pedoman
Pelayanan Farmasi
(Tatalaksana Terapi
Obat) Untak Pasien
Geriatri

ini,

diharapkan

akan

lebih terjalin suatu


kerja sama antar
profesi
yang

kesehatan
bersifat

interdisiplin
berbentuk
Terpadu
Dengan

Tim
Geriatri.
demikian

pasien geriatri yang


mempunyai
karakteristik
tersendiri

akan

mendapatkan
pelayanan
kesehatan
optimal.

yang

Mudah-mudahan
Buku
Pedoman
Pelayanan Farmasi
(Tatalaksana Terapi
Obat) Untuk Pasien
Geriatri ini dapat
bermanfaat dalam
melayani
pasien
geriatri,
sehingga
diharapkan
akan
meningkatkan

kualitas
hidup
pasien geriatri di
Indonesia.

III.3. PEDOMAN
TELAAH ULANG
REJIMEN OBAT
Tujuan:
Memastikan
bahwa
rejimen obat
diberikan
sesuai
dengan
indikasi
kliniknya,
mencegah
atau
meminimalka
n efek yang
merugikan
akibat
penggunaan
obat
dan
mengevaluasi
kepatuhan
pasien dalam
mengikuti
rejimen
pengobatan.
Kriteria
pasien yang
mendapat
prioritas untuk
dilakukan
telaah ulang
rejimen obat:

1. Mendapat

2.

5 macam
obat atau
lebih, atau
12 dosis
atau lebih
dalam
sehari

Mendapat
obat
dengan
rejimen
yang
kompleks,
dan
atau
obat yang
berisiko
tinggi untuk
mengalami
efek
samping
yang serius

8. Mengalami
efek
samping
yang
serius,
alergi

Tatalaksana
telaah ulang
rejimen obat:

1. Apoteker

3. Menderita

tiga
penyakit
atau lebih
d.
Mengalami gangguan kognitif,
e.
Tidak patuh dalam mengikuti
6. Akan
pulang
dari
perawatan
di rumah
sakit
7. Berobat
pada
banyak
dokter

2.

yang
melakukan
kegiatan
ini harus
memiliki
pengetahu
an tentang
prinsipprinsip
farmakoter
api geriatri
dan
ketrampila
n
yang
memadai.
Melakukan
pengambil
an riwayat
pengguna
an
obat
pasien:
1- Memint
a
pasien
untuk
mempe

2-

3-

rlihatka
n
semua
obat
yang
sedang
diguna
kannya
.
Menan
yakan
menge
nai
semua
obat
yang
sedang
diguna
kan
pasien,
meliputi
: obat
resep,
obat
bebas,
obat
tradisio
nal/jam
u, obat
suplem
en.
Aspekaspek
yang
ditanya
kan
meliputi
: nama

4-

obat,
frekuen
si, cara
penggu
naan
dan
alasan
penggu
naan.
Melaku
kan cek
silang
antara
informa
si yang
diberika
n
pasien
dengan
data
yang
ada di
catatan
medis,
catatan
pember
ian
obat
dan
hasil
pemeri
ksaan
terhada
p obat
yang
diperlih
atkan
pasien.

28

21

1- Memi

2-

sahk
an
obatobat
yang
sehar
usny
a
tidak
digun
akan
lagi
oleh
pasie
n.
Mena
nyak
an
meng
enai
efek
yang
diras
akan
oleh
pasie
n,
baik
efek
terapi
maup
un

3-

efe
k
sa
mp
ing
.
Me
nc
ata
t
se
mu
a
inf
or
ma
si
di
ata
s
pa
da
for
mu
lir
pe
ng
am
bil
an
riw
ay
at
pe

3.

4.

5.

nggu
naan
obat
pasie
n.
Meneliti
obatobat
yang
baru
diresepk
an
dokter.
Mengide
ntifikasi
masalah
yang
berkaita
n
dengan
penggun
aan obat
(lihat
lampiran
daftar
masalah
yang
berkaita
n
dengan
penggun
aan
obat)
Melakuk
an
tindakan

yang
sesua
i
untuk
masal
ah
yang
teride
ntifika
si:
Conto
h:
meng
hubun
gi
dokter
dan
memi
nta
penjel
asan
meng
enai
pemb
erian
obat
yang
indika
sinya
tidak
jelas.
III.4
PEDOMAN

PENYIAPAN DAN
PEMBERIAN
OBAT
Tujuan:
Pasien
mendapatka
n obat yang
tepat
dengan
mutu baik,
dosis yang
tepat, pada
waktu yang
tepat dan
untuk durasi
yang tepat.
Tatalaksan
a
penyiapan
dan
pemberian
obat:

1. Menerim

2.

a
resep/in
struksi
pengoba
tan
Meneliti
kelengka

pan
dan
keben
aran
resep/
instru
ksi
pengo
batan
dari
aspek
admin
istratif
,
farma
setik
dan
klinik.
Yang
terma
suk
aspek
admin
istratif
antara
lain:
tempa
t dan
tangg
al
resep/
instru
ksi
pengo
batan
dibuat

, nama
dan
alamat/n
omor
telepon
dokter
yang
dapat
dihubun
gi, nama
pasien,
umur,
nomor
registras
i, nama
ruang
rawat /
poliklinik
,
alamat /
nomor
telepon
pasien
yang
dapat
dihubun
gi.
Persyara
tan
administ
ratif lain
disesuai
kan
dengan
ketentua
n

institu
si
yang
bersa
ngkut
an.
Yang
terma
suk
aspek
farma
setik:
nama
obat
(nama
generi
k
/
nama
dagan
g),
bentu
k
sedia
an,
jumla
h obat
yang
harus
disiap
kan,
cara
pemb
uatan
(jika
diperl
ukan

peracika
n).

Tatalaksana
pemantauan
penggunaan
obat:

1. Apoteker

yang
melakukan
kegiatan ini
harus
memiliki
pengetahua
n
tentang
patofisiologi,
terutama
pada pasien
geriatri,
prinsipprinsip
farmakotera
pi
geriatri,
cara
menafsirkan
hasil
pemeriksaa
n fisik, uji
laboratorium
dan
diagnostik
yang
berkaitan
dengan
penggunaan
obat,
dan
ketrampilan
berkomunik
asi
yang

memadai.

dengan
penyakit
dan
penggun
aan obat.

2. Mengumpulka

n data pasien,
yang meliputi:

1- Deskripsi

pasien
(nama,
umur, jenis
kelamin,
berat
badan,
tinggi
badan,
nama ruang
rawat/polikli
nik, nomor
registrasi)

2- Riwayat

penyakit
terdahulu

3- Riwayat

penggunaa
n
obat
(termasuk
riwayat
alergi
penggunaa
n obat non
resep)

4- Riwayat

keluarga
dan sosial
yang
berkaitan

5-

Data hasil
pemeriks
aan fisik,
uji
laboratori
um dan
diagnostik

6- Masalah
medis
yang
diderita
pasien

7- Data

obat-obat
yang
sedang
digunaka
n
oleh
pasien

Data/inform
asi dapat
diperoleh
melalui:

1- wawanca

ra
dengan
pasien /

keluarga

berkaitan
dengan
penggunaan
obat)

2- catatan
medis

3- kartu indeks

4. Memberikan

(kardeks)

4-

masukan/sa
ran kepada
tenaga
kesehatan
lain
mengenai
penyelesaia
n masalah
yang
teridentifikas
i.

komunikasi
dengan
tenaga
kesehatan
lain (dokter,
perawat)

3. Berdasarkan

data/informasi
pada
(b),
selanjutnya
mengidentifika
si
adanya
masalahmasalah yang
berkaitan
dengan
penggunaan
obat
(lihat
lampiran daftar
masalah yang
C
akupan
dan
kedalam
an
informasi
,
serta
bagaima

10.

5. Mendokume

ntasikan
kegiatan
pemantauan
penggunaan
obat
pada
formulir
yang dibuat
khusus.

22

27
na
cara p
enya
mpai
anny
ahar
usla
hd is

e s u a i
kande
n g a n
memperti
mbangka
n tingkat
pengetah
uan dan
pemaha
man
pasien/k
eluarga
serta
jenis
masalah
yang
dihadapi.
Selain
mendapa
tkan
informasi
dari
pasien/k
eluarga,
masukan
dari
anggota
tim
tenaga
kesehata
n
lain
juga
diperluka
n untuk
menentu
kan

inform
asi
dan
eduka
si apa
yang
dibutu
hkan
pasien
/
keluar
ga.
11.
U
ntuk
menin
gkatka
n
pema
hama
n,
maka
pemb
erian
inform
asi
secara
lisan
sebaik
nya
ditunja
ng
oleh
inform
asi
tertulis

(contoh:
brosur)
dan
peragaa
n
(contoh:
bagaima
na
menggun
akan
inhaler
secara
benar).
Se
lain
komunika
si secara
verbal,
digunaka
n
juga
komunika
si secara
non
verbal
(gerakgerik
tubuh,
ekspresi
wajah
dan
isyarat
lain) yang
dapat
menduku

12.

ng
penya
mpaia
n
inform
asi
dan
eduka
si
kepad
a
pasien
/keluar
ga,
demiki
an
pula
komun
ikasi
non
verbal
yang
ditunju
kkan
oleh
pasien
/keluar
ga
harus
diperh
atikan
untuk
menan
gkap

pesan
tersembu
nyi yang
tidak
terucap.

Pa
sien/kelu
arga
diberi
kesempa
tan yang
cukup
untuk
menanya
kan halhal yang
berkaitan
dengan
penggun
aan obat
dan
untuk
menyam
paikan
masalahmasalah
yang
dihadapi
selama
menggun
akan
obat.

13.

M
asalah-

14.

masal
ah
pasien
/keluar
ga
yang
berkait
an
denga
n
pengg
unaan
obat
harus
diupay
akan
penyel
esaian
nya,
jika
perlu
meliba
tkan
anggot
a tim
tenaga
keseh
atan
lain
(conto
h:
dokter
mengu

bah
rejimen
obat yang
diberikan
menjadi
lebih
sederhan
a)

S
ebelum
pertemu
an
diakhiri,
harus
dipastika
n bahwa
pasien/k
eluarga
telah
memaha
mi
informasi
yang
diberikan
.
16.
M
endokum
entasika
n temuan
masalah
dan
penyeles
aiannya
pada

15.

formuli
r yang
dibuat
khusu
s.
III.6.
PEDOMAN
PEMANTAUAN
PENGGUNAAN
OBAT
Tujuan:
Mengopti
malkan
efek
terapi
obat dan
mencega
h atau
meminim
alkan
efek
merugika
n akibat
penggun
aan obat.

Yang termasuk
aspek
klinik:
dosis, duplikasi
obat, interaksi
obat
(untuk
menilai aspek
ini diperlukan
data
profil
penyakit
dan
semua
obat
yang
sedang
digunakan
pasien).

3.

4.

Jika ditemukan
ada
masalah
yang berkaitan
dengan
peresepan,
menghubungi
dokter pembuat
resep/instruksi
pengobatan.
Jika ditemukan
masalah dalam
hal kelengkapan
administratif,
menghubungi
pihak
yang
terkait (perawat,
petugas
administrasi).

5. Menjaga agar

stok
obatobatan selalu
tersedia
saat

dibutuhkan,
terutama
untuk
kelangsunga
n
penggunaan
obat kronik
pasien,
sebagai
contoh: obat
antihipertens
i.

6. Menyiapkan/

meracik obat
sesuai
resep/instruk
si
pengobatan:

1- Jika

dilakukan
peracikan
dengan
bentuk
sediaan
kapsul,
maka
dipilih
ukuran
kapsul
yang
sesuai.

2- Jika

dilakukan
peracikan
dengan

bentuk
sediaan
puyer atau
sirup, maka
perlu
diperhatikan
kontraindika
si
bahan
pembantu
dengan
penyakit
pasien
(contoh:
penggunaan
saccharum
lactis pada
pasien
diabetes
mellitus)

3- Menggunak

an
wadah
yang mudah
dibuka oleh
pasien,

4- Jika

memungkin
kan
menggunak
an
wadah
transparan
(kecuali
obat yang
harus
terlindung
dari
cahaya).

9. Memberi
penandaan
pada obat
yang telah
disiapkan:

1- Penanda

an
meliputi:
nomor/ko
de resep,
nama
obat,
kekuatan
sediaan,
aturan
pakai,
jumlah
obat yang
ada
di
dalam
wadah,
instruksi
khusus
(contoh:
diminum
sebelum
makan),
tanggal
obat
disiapkan
, tanggal
kadaluars
a.

2- Penanda

an harus
ditulis

dengan
jelas,
jika
memungkin
kan diketik,
dengan
ukuran
huruf yang
besar dan
warna
hitam/gelap
dengan
warna latar
belakang
kontras
dengan
warna huruf.

pengguna
an

singkat
dan dapat
dipahami,
tidak
mengguna
kan
singkatan
atau istilah
yang tidak
lazim.

3- Penandaan,

baik berupa
tulisan,
simbol atau
gambar
tidak boleh
mudah
terhapus,
hilang atau
lepas
dari
wadah.

4-

Instruksi

26

8. Menyusu

n
obat
sedemiki
an rupa
sehingga
memuda

harus

jelas,

23

Penerima
obat harus
diberikan
informasi
secara lisan
mengenai
hal-hal yang
tercantum
pada
penandaan
untuk
menghindari
salah
penafsiran.
hkan
pasien
/keluar
ga
untuk
mengi

9.

ngat
waktu
makan
obat dan
memuda
hkan
pasien
mengam
bil obat
dengan
tepat.
Contoh:
meletakk
an obat
pada
kotak/ka
ntong
obat
yang
sudah
ditandai
waktu
minumny
a.
Menyera
hkan
obat
kepada
perawat,
pasien
atau
keluarga
sesuai
dengan

sistem
distrib
usi
obat
yang
berlak
u.

10.

Memberik
an
inform
asi
yang
jelas
kepad
a
peneri
ma
obat
meng
enai
halhal
yang
berkai
tan
denga
n obat
yang
akan
digun
akan
oleh
pasien

, antara
lain:
nama
obat,
kegunaa
n obat,
aturan
pakai,
cara
penyimp
anan,
apa yang
harus
dilakuka
n
jika
terlupa
minum
atau
menggu
nakan
obat,
meminta
pasien
untuk
melapork
an
jika
ada
keluhan
yang
dirasaka
n selama
penggun
aan
obat.

(Untuk
lebih
rinci
lihat
Pedo
man
Pemb
erian
Inform
asi
dan
Eduka
si)

11.

Mendoku
menta
sikan
temua
n
masal
ah
dan
penyel
esaian
nya
pada
formuli
r yang
dibuat
khusu
s.
III.5.
PEDOMAN

PEMBERIAN
INFORMASI DAN
EDUKASI
Tujuan:
Pasien/kelu
arga
memahami
penjelasan
yang
diberikan,
memahami
pentingnya
mengikuti
rejimen
pengobatan
yang telah
ditetapkan
sehingga
dapat
meningkatk
an motivasi
untuk
berperan
aktif dalam
menjalani
terapi obat.
Tatalaksan
a
pemberian
informasi
dan

edukasi:

1. Apote

ker
yang
melak
ukan
kegiat
an ini
harus
memili
ki
penge
tahua
n
tentan
g
prinsip
prinsip
geront
ologi
dan
farma
kotera
pi
geriatr
i,
memili
ki rasa
empat
i dan
ketra
mpilan

2.

berkomu
nikasi
secara
efektif.
Pemberi
an
informasi
dan
edukasi
dilakuka
n melalui
tatap
muka
dan
berjalan
secara
interaktif,
dimana
kegiatan
ini bisa
dilakuka
n pada
saat
pasien
dirawat,
akan
pulang
atau
ketika
datang
kembali
untuk
berobat.

3. Kondisi

lingkungan
perlu
diperhatikan
untuk
membuat
pasien/kelua
rga merasa
nyaman dan
bebas,
antara lain:

1- Dilakuka

n dalam
ruang
khusus
atau
yang
dapat
menjamin
privacy.

2- Ruangan

cukup
luas bagi
pasien
dan
pendamp
ing
pasien
untuk
kenyama
nan
mereka.

3- Penempata

n
meja,
kursi atau
barangbarang lain
hendaknya
tidak
menghamb
at
komunikasi.

4- Suasana

tenang,
tidak bising
dan
tidak
sering ada
interupsi
(contoh:
apoteker
menerima
telepon atau
mengerjaka
n pekerjaan
lain)

4. Pada

pasien
yang
mengalami
kendala dalam
berkomunikasi,
maka
pemberian
informasi dan
edukasi dapat

disampaikan
kepada
keluarga/pe
ndamping
pasien.

5. Apoteker

perlu
membina
hubungan
yang
baik
dengan
pasien/kelua
rga
agar
tercipta rasa
percaya
terhadap
peran
apoteker
dalam
membantu
mereka.

6. Mendapatka

n data yang
cukup
mengenai
masalah
medis
pasien
(termasuk
adanya
keterbatasan
kemampuan

fisik
maupun
mental dalam
mematuhi
rejimen
pengobatan.

7. Mendapatkan

data
yang
akurat tentang
obat-obat yang
digunakan
pasien,
termasuk obat
non resep.

8.

Mendapatkan
informasi
mengenai latar
belakang sosial
budaya,

pendidikan
dan tingkat
ekonomi
pasien/
keluarga.

1. Informasi yang

dapat diberikan
kepada
pasien/keluarg
a adalah: nama
obat, kegunaan
obat,
aturan
pakai,
teknik
penggunaan

obat-obat
tertentu
(contoh:
obat tetes,
inhaler),
cara
penyimpana
n,
berapa
lama
obat
harus
digunakan
dan kapan
obat harus
ditebus lagi,
apa
yang
harus
dilakukan
jika terlupa
minum atau
menggunak
an
obat,
kemungkina
n terjadinya
efek
samping
yang akan
dialami dan
bagaimana
cara
mencegah
atau
meminimalk
annya,

meminta
pasien/keluarg
a
untuk
melaporkan
jika
ada
keluhan yang

dirasakan
pasien
selama
menggunak
an obat.

24

25

Anda mungkin juga menyukai