Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy). Dilihat dari sisi ini
pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil, karena angka
harapan hidup bangsaa kita telah meningkat secara bermakna. Namun, disisi
lain dengan meningkatnya angka harapan hidup ini membawa beban bagi
masyarakat karena perkembangan berbagai penyakit lain.
Oliguria merupakan salah satu tanda klinik dari gagal ginjal. Mula
timbul oliguria sering akut, sering merupakan tanda pertama dari
kemunduran fungsi ginjal, dan merupakan tantangan diagnostik dan
manajemen bagi dokter. Pada sebagian besar situasi klinik, oliguria akut
bersifat reversibel dan tidak mengakibatkan gagal ginjal, oleh karena itu
dalam makalah ini akan dibahas tentang penyakit oliguria.
B. Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini akan dibahas tentang penyakit oliguria.

BAB II
PEMBAHASAN
1

A. DEFINISI
Oliguria didefinisikan sebagai keluaran urin kurang dari 1 mL/kg/jam pada
bayi, kurang dari 0,5 mL/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400 mL/hari
pada dewasa. Oliguria merupakan salah satu tanda klinik dari gagal ginjal.
Mula timbul oliguria sering akut, sering merupakan tanda pertama dari
kemunduran fungsi ginjal, dan merupakan tantangan diagnostik dan
manajemen bagi dokter. Pada sebagian besar situasi klinik, oliguria akut
bersifat reversibel dan tidak mengakibatkan gagal ginjal.
B. PATOFISIOLOGI
Oliguria dapat diakibatkan oleh 2 proses patofisiologik: mekanisme prerenal,
intrinsik renal, dan postrenal.
1. Insufisiensi prerenal bertanggung jawab atas kira-kira 70% kasus gagal
ginjal akut (GGA) di luar rumah sakit dan sampai 60% dari kasus-kasus
GGA di rumah sakit. Insufisiensi prerenal merupakan respons fungsional
dari ginjal normal terhadap hipoperfusi. Fase dini dari kompensasi ginjal
untuk perfusi yang berkurang adalah autoregulasi laju filtrasi glomerulus,
melalui dilatasi arteriol aferen (yang diinduksi oleh respons miogenik,
umpan balik tubuloglomerulus, dan prostaglandin) dan via konstriksi
arteriol eferen (diperantarai oleh angiotensin II). Fase dini juga mencakup
peningkatan reabsorpsi garam dan air (dirangsang oleh sistem reninangiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatis). Oliguria yang cepat
memulih setelah perfusi ginjal membaik adalah skenario yang khas dan
lazim. Sebagai contoh, oliguria pada bayi dan anak paling sering terjadi
sekunder setelah dehidrasi dan pulih tanpa cedera ginjal jika dehidrasi
dikoreksi. Akan tetapi, hipoperfusi ginjal yang berkepanjangan bisa
mengakibatkan pergeseran dari kompensasi ke dekompensasi. Stimulasi
simpatis dan sistem renin-angiotensin yang berlebihan bisa menyebabkan
vasokonstriksi renal yang hebat dan cedera iskemik terhadap ginjal.
Interferensi

autoregulasi

ginjal

oleh

pemberian

vasokonstriktor

(siklosporin atau takrolimus), inhibitor sintesis prostaglandin (obat anti2

inflamasi nonsteroid atau Penghambat angiotensin-converting enzyme


(ACE) bisa mencetuskan GGA oligurik pada individu dengan perfusi
ginjal yang berkurang.
2. Gagal ginjal intrinsik disertai oleh kerusakan struktur ginjal. Ini meliputi
nekrosis tubulus akut (akibat iskemia berkepanjangan, obat-obat dan
toksin), penyakit glomerulus, atau lesi pembuluh darah). Patofisiologi
iskemia, nekrosis tubulus akut telah diketahui dengan baik. Iskemia
mengakibatkan perubahan metabolisme sel tubulus (deplesi ATP,
pelepasan spesies oksigen reaktif) dan kematian sel dengan akibat
deskuamasi sel, pembentukan cast, obstruksi intratubulus, tumpahnya
cairan tubulus, (backleak), dan oliguria. Pada kebanyakan situasi klinik,
oliguria bisa pulih dan diikuti perbaikan dan regenerasi sel epitel tubulus.
3. Gagal postrenal merupakan akibat dari obstruksi mekanik atau fungsional
terhadap aliran urin. Bentuk oliguria dan insufisiensi ginjal ini biasanya
memberi respons setelah obstruksi dilepas.
4. Gagal ginjal tidak selalu disertai oliguria. gagal ginjal yang diakibatkan
oleh cedera nefrotoksik, nefritis interstisial dan asfiksia neonatorum
sering memiliki jenis nonoligurik, dengan cedera ginjal lebih sedikit dan
memiliki prognosis lebih baik.
C. PEMERIKSAAN LAB
Urinalisis
1. Pemeriksaan seksama dari urin segar adalah cara cepat dan murah untuk
membedakan gagal ginjal prerenal dari intrinsik renal.
2. Pada gagal prerenal, bisa terlihat beberapa silinder hialin dan granular
dengan sedikit protein, heme, atau sel darah merah. Urin heme-positif
yang tidak disertai eritrosit memberi kesan hemolisis atau rhabdomiolisis.
3. Pada gagal ginjal intrinsik, hematuria dan proteinuria menonjol. Silinder
granular coklat dan lebar khas dijumpai pada iskemia atau nekrosis
tubulus akut dan sedimen eritrosit khas terlihat pada glomerulonefritis
akut. Urin pada nefritis interstisial akut memperlihatkan sel darah putih,
khususnya eosinofil dan sedimen sel darah putih.
Indeks urin

1. Pengukuran sekaligus dari natrium, kreatinin, osmolalitas serum maupun


urin bisa membantu membedakan azotemia prerenal atau gagal ginjal
intrinsik. Pada azotemia prerenal, kapasitas reabsorpsi dari sel tubulus
dan daya konsentrasi ginjal masih baik atau bahkan meningkat. Pada
gagal ginjal intrinsik, fungsi-fungsi ini terganggu karena kerusakan
struktural.
2. Pada gagal prerenal, berat jenis urin tinggi (lebih dari 1020), rasio
kreatinin urin: kreatinin plasma tinggi (lebih dari 40), rasio osmolalitas
urin:plasma tinggi (lebih besar daripada 1,5), dan konsentrasi natrium
urin rendah (kurang dari 20 mEq/L).
3. Temuan berlawanan didapatkan pada gagal ginjal intrinsik, di mana rasio
kreatinin urin:plasma kurang dari 20, rasio osmolalitas urin:plasma
kurang dari 1.1, dan konsentrasi natrium urin lebih besar daripada 40
mEq/L.
4. Ekskresi fraksional natrium (FeNa) adalah persen natrium filtrasi yang
diekskresi. Ini mudah dihitung dengan rumus: %FeNa = [(U/P)Na]/
[(U/P)Cr] x 100, di mana Na dan Cr menyatakan konsentrasi natrium dan
kreatinin masing-masing dalam urin (U) dan plasma (P). %FeNa khas
kurang dari 1% pada azotemia prerenal dan lebih dari 2% pada gagal
ginjal intrinsik.
5. Interpretasi indeks urin perlu hati-hati. Spesimen darah dan urin harus
dikumpulkan sebelum pemberian cairan, manitol atau diuretik. Urin harus
tidak mengandung glukosa, zat kontras, atau mioglobin. Indeks urin yang
memberi kesan gagal prerenal (%FeNa kurang dari 1, natrium urin
kurang dari 20 mEq/L) bisa juga dijumpai pada glomerulonefritis dini,
vaskulitis, dan oklusi pembuluh darah, gagal postrenal dini, nefropati zat
kontras dan rhabdomiolisis. Juga peninggian palsu dari FeNa bisa
dijumpai pada pasien dengan gagal prerenal dan dengan peningkatan
ekskresi asam keto dan glukosa.
BUN dan kreatinin serum
1.

Pada gagal prerenal ada peninggian mencolok dari BUN, dan rasio
BUN/Cr lebih dari 20. Ini mencerminkan peningkatan reabsorpsi urea di

tubulus proksimal. GGA ditandai oleh peningkatan kreatinin setiap hari


2.

(0,5-1,5 mg/dL/hari) dan BUN (10-20 mg/dL/hari).


Peninggian BUN bisa juga diakibatkan dari terapi steroid, nutrisi
parenteral,

perdarahan

gastrointestinal,

dan

status

katabolisme.

Peninggian palsu bisa dijumpai setelah penggunaan obat yang


mengganggu sekresi kreatinin oleh tubulus (trimetoprim, simetidin), atau
obat-obat yang menyediakan substrat khromogenik (sefalosporin), yang
mengganggu reaksi Jaff untuk pengukuran kreatinin serum.
Natrium serum
1.

Hiponatremia adalah temuan lazim dan biasanya bersifat pengenceran


(dilutional), yang terjadi karena retensi cairan dan pemberian cairan

2.

hipotonik.
Sebab-sebab yang agak jarang dari hiponatremia mencakup deplesi
natrium (dehidrasi hiponatremik) dan hiperglikemia (konsentrasi natrium
serum berkurang sebesar 1,6 mEq/L untuk setiap 100 mg/dL peningkatan
glukosa serum di atas 100 mg/dL). Adakalanya, hipernatremia terjadi
sebagai komplikasi GGA, dan biasanya akibat pemberian natrium
berlebihan (terapi cairan yang tidak benar atau terlalu agresif
memberikan natrium bikarbonat).

Kalium serum
1.

Hiperkalemia merupakan komplikasi penting karena penurunan filtrasi


glomerulus , penurunan sekresi tubulus, asidosis metabolik (setiap 0,1
unit penurunan pH arteri meninggikan kalium serum sebesar 0,3 mEq/L),

2.

dan disertai status katabolisme.


Hiperkalemia paling mencolok pada pasien dengan produksi kalium
endogen berlebihan, misal pada rhabdomiolisis, hemolisis, dan tumor

3.

lysis syndrome.
Hiperkalemia merupakan kedaruratan yang mengancam jiwa dan harus
diatasi segera dan dengan agresif, karena efek depolarisasinya terhadap

4.

lintasan konduksi jantung.


Gejala-gejala dapat mencakup malaise, mual dan kelemahan otot.

Fosfat dan kalsium serum

1. Hiperfosfatemia dan hipokalsemia sering sebagai penyulit GGA oligurik.


Kelebihan fosfat disebabkan berkurangnya ekskresi ginjal dan bisa
mengakibatkan hipokalsemia dan penimbunan kalsium fosfat di berbagai
jaringan.
2. Hipokalsemia diakibatkan oleh gangguan penyerapan kalsium di
gastrointestinal karena produksi vitamin D yang aktif tidak memadai oleh
ginjal,

resistensi

rangka

terhadap

aksi

hormon

paratiroid,

dan

hipoalbuminemia.
3. Kadar ion kalsium penting diukur karena merupakan bentuk kalsium
serum yang tidak berikatan, dan menentukan aktivitas fisiologis. Kalsium
ion bisa ditaksir dengan menganggap 1 mg/dL kalsium berikatan dengan 1
g/dL albumin; jadi, kalsium ion adalah selisih antara kalsium total dan
kadar albumin serum.
4. Asidosis meningkatkan fraksi kalsium total dalam bentuk ion; jadi terapi
bikarbonat yang terlalu agresif bisa mengurangi kadar kalsium ion.
5. Hipokalsemia berat mengakibatkan tetani, kejang dan aritmia jantung.
Imbang asam-basa
1. Gangguan ekskresi asam non-volatil dan penurunan reabsorpsi tubulus
dan berkurangnya produksi bikarbonat ginjal mengakibatkan asidosis
metabolik dengan senjang anion (anion gap) tinggi.
2. Asidosis berat bisa terjadi pada anak yang hiperkatabolik (syok, sepsis)
atau mereka dengan kompensasi respiratorik tidak adekuat.
3. 2 digit terakhir dari pH arteri membantu prediksi kompensasi pernapasan.
Angka-angka ini meramalkan pCO2 (misal, pasien dengan pH arteri 7,25
memiliki kompensasi respiratorik yang adekuat jika pCO2 arteri adalah
25 3 mmHg).
Hitung darah lengkap
1.

Anemia adalah hasil dari pengenceran atau berkurangnya eritropoiesis.


Anemia hemolitik mikroangiopatik dengan skistosit dan trombositopenia

2.

adalah petunjuk untuk sindroma hemolitik-uremik.


Oliguria yang sekunder terhadap lupus eritematosus sistemik bisa

3.
4.

memperlihatkan neutropenia dan trombositopenia.


Eosinofilia adalah selalu disebabkan nefritis intersitial alergika.
GGA yang memanjang bisa mengakibatkan gangguan trombosit.
6

Tes-tes lain yang bisa dikerjakan di unit dengan fasilitas lengkap, antara lain:
Radiologi:
1. Ultrasonografi
2. Voiding cystourethrogram diindikasikan pada kecurigaan obstruksi
bladder outlet.
3. Skan radionuklida mungkin berguna dalam penilaian rejeksi transplan dan
obstruksi.
4. X-foto toraks diindikasikan jika dicurigai ada edema paru.
5. Echocardiogram berguna jika ada gagal jantung bendungan.
D. TATALAKSANA OLIGURIA
Perawatan medis:
Pencegahan
1. Pada situasi klinik di mana diantisipasi hipoperfusi atau keracunan ginjal,
terapi dengan manitol (12,5 gr bolus), diuretik (furosemid 100-300 mg)
dan dopamin dosis rendah (2-5 g/kg/menit) telah digunakan untuk
mencegah atau memulihkan cedera ginjal. Walaupun cara-cara ini tidak
mengubah perjalanan GGA, mereka bisa mengubah status oliguria
menjadi non-oliguria, yang lebih mudah dikelola karena GGA nonoligurik tidak membutuhkan pembatasan cairan dan memungkinan
dukung nutrisi maksimal. Namun, peran dopamin dewasa ini banyak
diperdebatkan, bahkan suatu uji klinik acak terbaru telah memberi kesan
bahwa pemakaian dopamin tidak bermanfaat.
2. Pemberian cairan agresif telah berhasil digunakan untuk mencegah GGA
setelah

pembedahan

jantung,

transplantasi

ginjal

kadaver,

hemoglobinuria, mioglobinuria, hiperurikosuria, infus zat radiokontras


dan terapi dengan amfoterisin B atau cisplatin
3. Percobaan dengan manitol atau furosemid intravena harus diusahakan
pada pasien oliguria yang berlangsung kurang dari 48 dan belum memberi
respons terhadap hidrasi yang adekuat. Manfaat terapi dopamin dosis
renal masih diperdebatkan. Rekomendasi mutakhir adalah pada pasien
yang telah mendapat hidrasi cukup dan resisten terhadap furosemid.
4. Tujuan utama dari manajemen cairan adalah memulihkan dan
mempertahankan volume intravaskular normal. GGA oligurik bisa tampil

dengan hipovolemia, euvolemia atau kelebihan volume, jadi taksiran


status cairan adalah prasyarat untuk memulai terapi.
5. Anak dengan deplesi volume intravaskular membutuhkan resusitasi cairan
cepat dan agresif. Terapi awal membutuhkan NaCl 0,9% atau Ringer
laktat 20 mL/kg dalam 30 menit, yang bisa diulang dua kali jika perlu.
6. Pemberian kalium dikontraindikasikan sebelum aliran urin cukup. Terapi
harus meningkatkan jumlah urin dalam 4-6 jam. Jika oliguria menetap
(dikonfirmasi dengan kateter kandung kemih) pemantauan vena sentral
mungkin diperlukan untuk memandu manajemen selanjutnya.
7. Oliguria dengan kelebihan beban volume membutuhkan pembatasan
cairan dan furosemid intravena. Kegagalan memberi respons terhadap
furosemid memberi kesan nekrosis tubulus akut, bukan hiperfusi ginjal,
dan pembuangan cairan dengan dialisis atau hemofiltrasi mungkin
dibutuhkan jika terbukti ada tanda edema paru.
8. Kalium tidak diberikan dulu sebelum oliguria membaik dan sebelum
kadar kalium mulai turun.
9. Catatan asupan dan keluaran, berat badan harian, pemeriksaan fisik dan
natrium serum menuntun terapi yang sedang berjalan. Bila sesuai, terapi
cairan diberikan, berat badan harus turun sebesar 0,5-1,0% per hari akibat
kekurangan kalori, dan konsentrasi natrium harus stabil. Penurunan berat
badan yang lebih cepat menunjukkan penggantian cairan yang tidak
adekuat. Bila berat badan tidak turun, sementara natrium serum turun ini
memberi kesan kelebihan air bebas.
10. Hiperkalemia
a. Kadar kalium serum 5,5-6,5 mEq/L harus ditanggulangi dengan
menghilangkan semua sumber kalium dari diit atau cairan intravena
dan diberikan resin penukar ion seperti sodium polystyrene sulfonate
(Kayexalate). Kayexalate memerlukan beberapa jam kontak dengan
mukosa kolon sebelum efektif dan lebih disukai pemberian per
rektum. Komplikasi terapi ini mencakup hipernatremia dan
b.

konstipasi.
Tatalaksana darurat dari hiperkalemia diindikasikan bila kalium
serum melebihi 6,5 mEq/L, atau gelombang T runcing. Di samping
Kayexalate,

pasien

harus

diberi

natrium

bikarbonat

yang
8

menyebabkan perpindahan kalium ke dalam sel. Hati-hati karena bisa


c.

menyebabkan hipokalsemia dan kelebihan natrium.


Ambilan kalium oleh sel juga bisa dirangsang dengan infus insulin,
atau beta-agonis (albuterol melalui nebulizer). Khasiat dan
kenyamanan nebulized albuterol telah dilaporkan pada pasien
hemodialisis dengan hiperkalemia, namun sering menyebabkan

d.

takikardia dan pengalaman pada anak masih terbatas.


Interval PR yang menjang atau kelainan EKG lain membutuhkan
pemberian kalsium glukonat (dengan pemantauan EKG kontinyu)

e.

untuk melawan efek hiperkalemia terhadap miokard.


Dalam praktek, terapi definitif untuk hiperkalemia yang bermakna
dan menyertai GGA oligurik sering memerlukan dialisis.

11. Imbang elektrolit dan asam basa lain


a. Tatalaksana primer dari hiponatremia adalah pembatasan air bebas;
namun natrium serum di bawah 120 mEq/L, atau disertai gejala saraf
pusat mungkin membutuhkan infus NaCl 3%.
b. Manajemen hiperfostatemia memerlukan pembatasan diit dan perlu
diberikan pengikat fosfat (kalsium karbonat atau kalsium asetat).
Hipokalsemia biasanya memberi respons terhadap garam kalsium oral
yang

digunakan

untuk

mengendalikan

hiperfosfatemia

tetapi

membutuhkan infus kalsium glukonat 10% jika berat.


c. Asidosis metabolik ringan diatasi dengan natrium bikarbonat oral atau
natrium sitrat. Asidosis berat (pH < 7,2), apalagi jika ada
hiperkalemia membutuhkan terapi bikarbonat intravena. Harus
diketahui bahwa terapi bikarbonat membutuhkan ventilasi adekuat
(untuk mengekskresikan karbon dioksida yang dihasilkan) agar
efektif, dan bikarbonat bisa mencetuskan hipokalsemia dan
hipernatremia. Pasien yang tidak bisa mentoleransi beban natrium
besar (misal, gagal jantung bendungan) bisa dikelola di ICU dengan
trometamin (THAM) intravena, dengan syarat dukungan ventilasi
memadai sebelum dialisis dilaksanakan.
12. Hipertensi

a.

Hipertensi ringan biasanya memberi respons terhadap pembatasan

b.

garam dan pemberian diuretik.


Hipertensi sedang dan asimtomatik paling sering diobati dengan
antagonis kalsium oral atau sublingual, atau dengan hidralazin

c.

intravena.
Jika ada ensefalopati, berikan infus kontinyu sodium nitroprusside
dengan memantau kadar tiosianat. Karena terapi nitroprusid
memerlukan perhitungan tetesan yang seksama, alternatif lain yang
bisa diberikan segera adalah diazoksid atau labetalol intravena. Obat
oral dimulai setelah krisis hipertensi diatasi.

13. Obat-obat dan dialisis


a. Obat-obat nefrotoksik harus dihindari, antara lain media kontras,
b.

aminoglikosida dan AINS.


Pasien pada fase dini harus dianggap memiliki laju filtrasi glomerulus
(GFR) kurang dari 10 mL/menit, tanpa memandang nilai absolut dari

c.

kreatinin serum.
Tujuan umum dari dialisis adalah membuang toksin-toksin endogen
dan eksogen, dan mempertahankan imbang cairan, elektrolit dan
asam basa sebelum fungsi ginjal pulih. Indikasi untuk dialisis akut
adalah tidak mutlak, dan keputusan untuk menggunakan cara ini
tergantung pada cepatnya mula timbul, durasi dan keparahan kelainan
yang harus dikoreksi. Indikasi lazim mencakup kelebihan beban
cairan yang tidak responsif terhadap diuretik atau kesukaran
pemberian nutrisi, gangguan imbang asam-basa/elektrolit yang
simtomatik (khususnya hiperkalemia) yang tidak membaik dengan
manajemen non-dialitik, hipertensi refrakter, dan uremia simtomatik

d.

(gejala-gejala SSP, perikarditis, pleuritis).


Pilihan antara hemodialis dan peritoneal dialisis tergantung pada
kondisi klinik keseluruhan, ketersediaan teknik, etiologi gagal ginjal,

e.

indikasi dan kontraindikasi spesifik.


Pada umumnya peritoneal dialisis lebih disukai pada anak-anak.
Kontraindikasi spesifik mencakup defek dinding perut, distensi usus,

10

perforasi atau adhesi, dan hubungan antara rongga dada dan


f.

abdomen.
Hemodialisis membutuhkan akses vaskular, heparinisasi, dan volume
darah ekstrakorporal yang besar, dan petugas yang terampil, tetapi
keunggulannya adalah cepat mengkoreksi gangguan imbang cairan,

g.

elektrolit dan asam basa.


Suatu kemajuan penting dalam penggunaan membran dialisis sintetis
untuk memulihkan fungsi ginjal. Dalam dekade terakhir, continuous
venovenous

hemofiltration,

atau

continuous

arteriovenous

hemofiltration, telah muncul sebagai terapi alterantif untuk anak-anak


yang membutuhkan eliminasi cairan pada kondisi kritis dan tidak
stabil.

Keunggulan

utama

dari

teknik

ini

terletak

pada

kesanggupannya membuang cairan, sekalipun pada anak hipotensif di


mana

hemodialisis

mungkin

dikontraindikasikan

sementara

peritoneal dialisis tidak efisien. Pasien perlu ditemani (paling sedikit


12 jam sehari) oleh petugas yang terlatih dengan peralatan khusus.
14. Atrial natriuretic peptide (ANP) telah diperlihatkan memperbaiki fungsi
ginjal pada model hewan GGA iskemik, melalui dilatasi arteriol eferen.
Pada suatu uji klinik terbaru pada orang dewasa, ANP mengurangi
kebutuhan akan dialisis dan meningkatkan kelangsungan hidup. pasien
GGA oligurik.
15. Kini tengah berlangsung uji klinik yang melibatkan faktor pertumbuhan,
seperti faktor pertumbuhan seperti-insulin, penghambat nitric oxide,
antagonis reseptor endotelin pada GGA manusia.

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Oliguria didefinisikan sebagai keluaran urin kurang dari 1 mL/kg/jam pada
bayi, kurang dari 0,5 mL/kg/jam pada anak, dan kurang dari 400 mL/hari
pada dewasa. Oliguria merupakan salah satu tanda klinik dari gagal ginjal.
Oliguria dapat diakibatkan oleh 2 proses patofisiologik: mekanisme
prerenal, Urinalisis, Indeks urin, BUN dan kreatinin serum, Fosfat dan
kalsium serum, Imbang asam-basa
B. Saran
Semoga dalam penulisan makalah ini dapat berguna bagi penulis
khususnya, dan bagi pembaca mungkin dalam penyusunan makalah ini
penulis masih banyak kekurangan karena keterbatasan ruang lingkup,
waktu, situasi, kondisi dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
penulisan makalah ini di masa yang akan datang.

12

DAFTAR PUSTAKA
http://nefrologyners.wordpress.com/2012/01/18/oliguria/

13

Anda mungkin juga menyukai