Anda di halaman 1dari 3

Struktur Teks

Kalimat dalam teks

Abstrak

Waktu menunjukkan pukul 06.30


WIB. Salman bersiap-siap menuju ke sekolah
dengan sepeda motor yang telah ia beli tiga
tahun lalu. Jarak yang jauh dari rumah ke
sekolah dan alasan biaya membuatnya
memilih untuk naik sepeda motor ke sekolah.
Ditambah lagi pekerjaannya sebagai seorang
guru menuntutnya agar ia memberi contoh
yang baik tentang kedisiplinan.

Orientasi

Cukup 20 menit waktu yang


dibutuhkan Salman untuk sampai di SMA
tempat ia mengajar. Ini adalah tahun pertama
ia mengajar. Ia tergolong beruntung, begitu
lulus kuliah ia langsung ditawari sebagai
pengajar di salah satu SMA di kotanya.
Hari pertama mengajar tak ada
perasaan grogi pada dirinya. Maklum saja,
pengalaman
Salman
saat
magang
menumbuhkan rasa percaya dirinya ketika
mengajar. Sosok guru muda yang humoris
dengan wajah tampan menjadi nilai tambah
bagi dirinya.

Kompilasi

Sampai
suatu
ketika
Salman
menghadapi dilema. Kala itu jelang
penerimaan rapor, setiap guru harus
menyetorkan nilai para siswa kepada para
wali kelas untuk penyusunan nilai rapor.
Salman dituntut harus memberikan nilai yang
tinggi untuk para siswa yang diajarnya,
berapapun nilainya. Ia keberatan dengan itu.
Bagaimana tidak, nilai ulangan 50 harus ia
naikkan minimal menjadi 80. Ia mengetahui
guru lainnya melakukan hal seperti itu. Ia tak
bisa membayangkan bagaimana bisa nilai 50
dibulatkan menjadi 80, bahkan 90.
Salman
mencoba
dengan
pendiriannya kalau ia hanya akan memberi

nilai sesuai dengan kemampuan siswa. Ia tak


mau profesinya sebagai guru harus dinodai
dengan hal seperti ini. Nilai apa adanya yang
ia serahkan. Namun, ia malah mendapat
teguran dari Kepala Sekolah.
Pak Salman. Bapak tahu kan kalau
ujian nasional nanti nilai rapor
sangat
berpengaruh
untuk
kelulusan?, tanya Kepala Sekolah.
Tahu Pak, jawab Salman.
Untuk itu saya meminta agar para
guru jangan pelit kasih nilai,
termasuk Bapak. Ini demi nama baik
sekolah kita, ujar Kepala Sekolah.
Tapi Pak, saya cuma memberi nilai
apa adanya sesuai kemampuan
siswa, balas Salman.
Begini Pak Salman. Bapak tidak mau
kan murid-murid di sini banyak yang
tidak lulus? Apalagi mereka sudah
bayar mahal-mahal untuk sekolah di
sini... kata Kepala Sekolah.
Tentu saya ingin agar semua murid di
sini lulus. Tapi, saya ingin mereka
tidak sekadar lulus, melainkan juga
paham dengan materi-materi yang
diajarkan di sekolah... balas
Salman.
Cukup. Kamu boleh kembali ke
ruang guru ujar Kepala Sekolah.
Evaluasi

Salman merasa lega mengatakan hal itu di


depan sekolah. Namun, betapa terkejutnya
Salman ketika melihat rapor siswa. Para
siswa yang diajar matematika olehnya
mendapatkan nilai rapor 85, 87, bahkan 90
untuk mata pelajaran matematika. Ia yakin
kalau ada orang yang sudah memanipulasi
nilai rapor siswa.

Resolusi

Hari pelaksanaan ujian nasional pun


hampir tiba. Tak hanya siswa, para guru pun
sibuk
mempersiapkan
diri.
Betapa

terkejutnya Salman ketika dirinya diminta


untuk membantu menjawab soal UN. Ia
diminta agar menjawab soal UN matematika
ketika ujian nasional berlangsung. Ia harus
cepat
mengerjakannya
kemudian
mengirimkan jawaban ke para siswa. Tentu ia
keberatan. Ia tak mau kejujuran yang selama
ini ditanamkan kepada siswa harus dicabut
begitu saja.
Koda

Sebulan kemudian, tibalah pengumuman


hasil ujian nasional. Ternyata banyak siswa
yang tidak lulus. Pihak sekolah menganggap
Salman adalah penyebabnya. Dengan hasil
seperti ini, Salman dibuat tidak betah hingga
akhirnya ia keluar dari sekolah itu.

Anda mungkin juga menyukai