Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Berdasarkan perkembangan zaman bentuk dan sediaan obat beragam,
ada yang berbentuk tablet, serbuk, kapsul, sirup, dan suppositoria.
Beragamnya bentuk sediaan tersebut didasarkan atas kebutuhan dari
konsumen atau pasien. Bentuk dan sediaan obat pun dapat diberikan dengan
rute yang berbeda-beda dan memberikan efek yang berbeda-beda. Untuk
suppositoria rute pemberiannya dimasukkan di dalam dubur atau lubang
yang ada di dalam tubuh. Penggunaan suppositoria ditujukan untuk pasien
yang susah menelan, terjadi gangguan pada saluran cerna, dan pada pasien
yang tidak sadarkan diri.
Suppositoria dapat dibuat dalam bentuk rektal, ovula, dan uretra.
Bentuk suppositoria dapat ditentukan berdasarkan basis yang digunakan.
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu
padat dalam suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut
ibahas pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia
sepenuhnya, segera setelah pemakaian. Basis suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan berbagai bobot
molekul dan ester asam lemak polietilen glikol.
Suppositoria dapat memberikan efek lokal dan efek sistemik.
Pada
di daerah tersebut. Obat ini dimaksudkan agar dapat ditahan dalam ruang
tersebut untuk efek kerja local, atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorpsi
untuk mendapat efek sisitemik. Sedangkan pada aksi sitemik membrane
mukosa rectum atau vagina memungkinkan absorbsi dari kebanyakan obat
yang dapat larut. Dalam makalah ini, akan dibahas secara mendalam tentang
suppositoria beserta formula suppositoria dengan zat aktif salbutamol.
I.2
Tujuan
Dapat mengetahui cara memformulasikan suppositoria salbutamol
dengan metode yang sesuai serta evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEG
tidak
dibasahi
karena
mengkerut
pada
proses
kertas.
Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan,
maka pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih ( 10 % ) dan
cetakannya sebelum digunakan harus dibasahi lebih dahulu dengan
Parafin cair atau minyak lemak atau spiritus saponatus ( Soft Soap
liniment ), tetapi spiritus saponatus ini, jangan digunakan untuk
Suppositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi
dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan Ol. Recini dalam
etanol. Khusus Suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak
perlu bahan pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah lepas dari
cetakannya yang disebabkan bahan dasar tersebut dapat mengkerut.
kemudian
tidur
dengan
posisi
miring.
Supositoria
anak. Jika tertelan atau terjadi over dosis segera hubungi dokter
(Bradshaw, 2009).
II.1.4 Anatomi rektum
menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan alam rongga
perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum dapat
menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena
kava.
Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang
mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya
mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah
anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum
di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
a. Definisi (Price and Wilson, 1995).
- Ca. Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum.
- Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada
kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang
-
ada sebelumnya.
Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa
polipoid besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan
cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular.
Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur
kekerasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk
uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana
suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37 0C dipompa
melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan
ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana
suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari
lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan
penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1
menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria
rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan
karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik
hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria
yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan
kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe
penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan
dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir
digunakan untuk menahan sampel di tempatnya dengan kapas,
saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik gelas
(Lachman 3, 1989).
Uji keseragaman bobot
Timbang suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung
persen kelebihan masing-masing suppo terhadap bobot rataratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih
dari 5% (Lachman 3, 1989).
Kode Bahan
Nama Bahan
Fungsi Bahan
001- SAL
Salbutamol
Zat aktif
002-WSL
Witepsol H15
Basis suppositoria
003-SDK
Suspending Agent
Temperatur
Data penelitian menunjukkan salbutamol sulfat masih memiliki
stabilitas yang baik dalam rentang suhu 550 850 C. Dekomposisi
larutan salbutamol sulfat pada 70C pada pH 3,5 dipercepat
bergantung pada konsentrasi baik glukosa dan sukrosa, sedangkan
pada pH 7 hanya bergantung pada konsentrasi glukosa. Degradasi
salbutamol sulfat pada suhu 55-85C dalam larutan buffer berair
2005)
Pada umumnya efek samping dari salbutamol yaitu mulut kering,
dapat
mengiritasi
tenggorokan,
mual,
muntah,
batuk,
dan
(Lachman 3, 1149).
3. Farmakologi salbutamol
Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta-2 adrenergik yang
selektif. Pada bronkus Salbutamol akan menimbulkan relaksasi otot
polos bronkus secara langsung. Maka Salbutamol efektif untuk
mengatasi gejala-gejala sesak napas pada penderita-penderita yang
(Voight, 287)
Basis suppositoria ini mudah melarut atau melebur pada suhu
rektum yaitu 370C karena memiliki titik leleh pada suhu 33,535,50C, sehingga berpengaruh pada pelepasan zat aktif yang
(Fasstrack, 169)
Penambahan Silikon dioksida koloid untuk menanggulangi
masalah-masalah yang disebabkan oleh penggunaan basis lemak
RM/BM
Pemerian
Kelarutan
: (C13H21NO3)2,H2SO4/576.7
: Serrbuk hablur, putih.
: Salbutamol larut 1 dalam 70 bagian air; larut 1
Penyimpanan
Kelarutan
menjadi tengik.
: Larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, eter,
toluena, dan xilena, sedikit larut dalam etanol
dan
supositoria
cenderung
leleh.
berkurang.
Kandungan
etilendiamin
juga
Penyimpanan
HDK.
: SiO2/60.08
: Berwarna, tidak berbau, hambar, bubuk amorf
Kelarutan
putih kebiruan.
: Praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan
asam, kecuali asam fluorida, larut dalam larutan
alkali hidroksida panas. Membentuk dispersi
koloid dengan air. Untuk Aerosil, kelarutan dalam
Titik leleh
Stabilitas
silikon
dioksida
koloid
memiliki
2 mg
2%
Witepsol H15
q.s
Aspirin 0,25 g
= 0,25 g X 10 = 2,5 g
Nilai tukar Aminophylin
= 0,82 X 2,5 g = 2,05 g
Bobot supositoria 2 gr= 2 X 10
= 20 g
10
Ditambahkan 10%
= 100 x 20= 2 g
0,05
1000
x 22
= 0,01 g
7. Dikeluarkan Alfa
tokoferol
dari
cangkang
kapsul
kemudian
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
III.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University: Yogyakarta
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta
Bradshaw, E., Collins, B., & Williams, J. 2009. Administering rectal
suppositories: preparation, assessment and insertion. Gastrointestinal
Nursing, 7(9), 24-28: Retrieved from EBSCOhost.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi keempat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Lachman. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. UI Press: Jakarta
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th edition. The Pharmaceutical Press:
London
Price and Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi
keempat. EGC: Jakarta
Rowe, R. 2004. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition. Pharmaceutical
Press: Washington