Anda di halaman 1dari 9

Contoh Makalah Kasus Etika Bisnis

1.

Kasus : Persaingan Antangin dan Tolak Angin

Perang perseteruan antara Antangin dan Tolak Angin. Konsistensi Tolak Angin dalam
mengedukasi pasar dan mengangkat citra mereknya berbuah manis. Kala lawan sedikit
mengendur,
laju
Tolak
Angin
kian
tak
terkejar.
Wes-ewes-ewes, bablas angine. Demikian ucapan Basuki (alm.) dalam iklan televisi obat/jamu
masuk angin, Antangin JRG. Dulu, iklan tersebut begitu sering menghiasi layar kaca. Miliaran
rupiah dihabiskan PT Deltomed Laboratories untuk mengangkat awareness terhadap mereknya
lewat iklan tersebut. Memang berhasil. Bintang iklannya yang terkenal serta jargon yang jenaka
terasa pas buat mendongkrak Antangin. Wes-ewes-ewes bablas angine identik dengan Basuki
dan Antangin. Produk obat masuk angin ini melejit tanpa kendala berarti.Sesungguhnya saat itu
-- tahun 1999 -- sudah ada jamu sejenis Antangin yang beredar di pasaran, yakni Tolak Angin
Cair dari PT Sido Muncul (SM). Namun, seperti terlibas angin Basuki, nama Tolak Angin kalah
moncer ketimbang Antangin. Tolak Angin Cair, pertama-tama, mengubah citra jamu yang
dianggap kampungan sebagai sesuatu yang modern dan teruji. Dengan slogannya yang sangat
populer, Orang pintar minum Tolak Angin, iklan tersebut menjadi titik balik kebangkitan Tolak
Angin Cair.
Sumber
2.

: http://masrizal-gati.blogspot.com/2009/01/swa-tolak-angin-berlari-kencang.html

Teori dan Pembahasan


Periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan
kepada (calon) konsumen paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya
paling ekonomis. Tujuan periklanan pada dasarnya adalah mengubah atau mempengaruhi sikap
khalayak, dalam hal ini tentunya adalah sikap konsumen terhadap merek yang diiklankan. Selain
itu, iklan sendiri memiliki beberapa tujuan khusus diantaranya untuk membentuk kesadaran akan
suatu produk atau merek baru; menginformasikan fitur dan keunggulan produk atau merek pada
konsumen; membentuk persepsi tertentu akan produk atau merek; membentuk selera akan
produk atau merek ataupun membujuk konsumen untuk membeli produk atau merek yang
diiklankan (Bendixen, 1993).
Iklan adalah sebuah komunikasi persuasif yang mampu mengubah perilaku khalayak.
Sebuah iklan diciptakan untuk dapat menggiring pola pikir dan atau tindakan-tindakan yang
diharapkan oleh pembuat iklan. Daya pikat iklan dibangun untuk mengingatkan khalayak pada
citraan tertentu (Hagijanto, 2000). Di dalam bauran promosi, iklan media massa cetak
diperhitungkan sebagai salah satu pendekatan yang dapat dipakai untuk menciptakan kesadaran
akan produk. Karena iklan ini dapat menjangkau sasaran secara lebih terfokus. Khalayaknya
dapat dipilih, dan dipilah menurut segmentasi produk dan target pasarnya. Hal ini ditangkap
oleh pengiklan dalam menentukan bauran media bagi kepentingan brand awareness (Hagijanto,
2001).

Brand awareness dengan asosiasi yang kuat membentuk citra merek yang spesifik. Brand
awareness dihubungkan pada kuatnya kesan yang tersimpan dalam memori yang direfleksikan
pada kemampuan pelanggan untuk mengingat kembali atau mengenali kembali sebuah merek di
dalam kondisi yang berbeda. Brand awareness dapat dikarakteristikkan menurut kedalaman dan
keluasannya. Kedalaman dari brand awareness berhubungan dengan kemungkinan sebuah merek
dapat diingat atau dikenali kembali. Keluasan dari brand awareness berhubungan dengan
keanekaragaman situasi pembelian dan konsumsi dimana ketika sebuah merek diingat (Keller,
2003).
Kesadaran merek dihubungkan dengan kuatnya kesan yang tersimpan dalam memori
yang direfleksikan pada kemampuan konsumen untuk mengingat kembali sebuah merek di
dalam kondisi yang berbeda. Sebagai contoh, hubungan antara awareness dan tingkat
penggunaan merek Tolak Angin dan Antangin sangatlah kuat . Maka dari itu awareness kedua
merek ini paling tinggi di kategori obat masuk angin (Majalah Marketing, 2007).
Berpijak pada teori tersebut di atas, PT Sidomuncul (Produsen Tolak Angin) selalu
memperhitungkan target pemasaran produknya termasuk Tolak Angin. Dari segi target
pemasaran, menurut Majalah SWA (2006), untuk menembus etnis Tionghoa, Tolak Angin
memanfaatkan petenes Wynne Prakusya, dan memilih Agnes Monika dalam memperluas pasar
ke segmen remaja. Sehingga pada penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian adalah
mahasiswa karena diasumsikan mahasiswa dapat mewakili segmen remaja dan sebagai kaum
intelek sesuai dengan bunyi iklan Tolak Angin yaitu Orang Pintar Minum Tolak Angin.
Tolak Angin adalah obat masuk angin yang diproduksi oleh PT. Sido Muncul yang
merupakan salah satu perusahaan industri jamu terbesar di Indonesia. Saat ini industri jamu
tradisional di tanah air semakin membaik. Puluhan tahun Sidomuncul mengenalkan produk jamu
kemasan dan terus menerus mengeduksi pasar terutama karena penyakit masuk angin masih
menjadi wacana pro dan kontra. Dunia kedokteran mempertahankan eksistensi masuk angin,
(Marketing, 2004). Kesuksesan Tolak Angin begitu besar, menurut riset frontier consulting goup,
merek buatan PT. Sidomuncul berhasil menggeser Antangin, pada tahun 2008, kompetitor Tolak
Angin yang telah lama bersaing ketat
Pada dasarnya berbagai pengembangan Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi
terjadinya pelanggaran etika bisnis. Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti,
dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi,
pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan
harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar
dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah
buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Biasanya faktor keuntungan merupakan
hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis. Dapat kita lihat contohnya
pada kasus di atas dimana kedua perusahaan provider saling bersaing untuk menguasai dan
memonopoli pasar. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluangpeluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan
disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis. Beberapa peraturan perundang-undangan yang
menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat
antara lain adalah peraturan yang diatur oleh Undang-Undang, antara lain, UU No. 40 tahun

1999 tentang Pers, UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran, UU No. 7 tahun 1996, PP No. 69
tahun 1999.
3.

Kesimpulan
Kesimpulan atas masalah penelitian didasarkan atas temuan permasalahan penelitian yang
teridentifikasi dan tersusun pada Bab 1. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah mencari
jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimana
meningkatkan kesadaran konsumen sehingga tercipta sikap konsumen yang positif terhadap
Tolak Angin. Permasalahan penelitian ini dapat terjawab dengan langkah-langkah hasil penelitian
sebagai berikut :
Langkah pertama, untuk membangun sikap merek terhadap produk Tolak Angin dapat diperoleh
dengan meningkatkan daya tari iklan pada produk tersebut melalui keasadaran merek. Iklan
Tolak Angin harus dibuat dengan daya tarik yang sebaikbaiknya, sehingga menghasilkan
kesadaran merek di hati konsumen. Kesadaran merek yang dihasilkan akan menciptakan
karakteristik tertentu pada iklan Tolak Angin sehingga menimbulkan penilaian terhadap merek
yang akan membentuk sikap terhadap merek.
Langkah kedua, dalam peningkatan sikap terhadap merek Tolak Angin dapat dilakukan dengan
meningkatkan experiential marketing melalui kesadaran merek. Experiential marketing akan
memberikan pengalaman bagi konsumen terhadap Tolak Angin yang nantinya akan
menimbulkan kesadaran di hati konsumen. Selanjutnya kesadaran merek yang ditimbulkan
pada iklan Tolak Angin akan langsung Sikap Terhadap Merek Daya Tarik Iklan Kesadaran
Merek memberikan peningkatan pada sikap terhadap merek.

PENDAHULUAN
Pengertian dan Definisi Iklan/Periklanan
Menurut kamus Istilah Periklanan Indonesia, iklan adalah pesan komunikasi dari
produsen/pemberi jasa kepada calon konsumen di media yang pemasangannya dilakukan atas
dasar pembayaran. Periklanan adalah proses pembuatan dan penyampaian pesan yang dibayar
dan disampaikan melalui sarana media massa yang bertujuan memnujuk kosumen untuk
melakukan tindakan membeli/mengubah perilakunya.

Objek Iklan
Rokok DJI SAM SOE Filter

Target Pasar
Kaum Pria/Adam yang ingin menikmati rokok berfilter

Brand Positioning
Produk rokok DJI SAM SOE ini diposisikan untuk penikmat rokok filter dengan rasa dan
aroma DJI SAM SOE kretek yang pada khususnya adalah kaum pria
Deskripsi
Didalam reklame ada unsur sedikit yang kurang baik. Karena merokok dapat
membahayakan bagi si penikmat (perokok) dan bagi lingkungan sekitarnya. Berbahaya juga bagi
kaum pelajar atau anak-anak dibawah umur yang mengkonsumsinya dan mempengaruhi untuk
mencobanya
Analisis
Berdasarkan deskripsi iklan produk reklame DJI SAM SOE Filter diatas, dapat
ditemukan beberapa point yang melanggar etika periklanan di Indonesia :
Reklame iklan DJI SAM SOE Sampoerna Filter melanggar etika yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen. Termuat dalam UU Perlindungan Konsumen no.8 tahun 1999 pasal 4
menyatakan : hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa
Pengaturan mengenai iklan rokok dapat kita temui dalam PP No. 19 Tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (PP 19/2003) yang antara lain dalam Pasal 16 s/d
Pasal 18 PP 19/2003 mengatur beberapa ketentuan untuk iklan rokok sebagai berikut:
Pasal 16
(1).

Iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap orang yang
memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah
Indonesia.

(2).

Iklan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan di media


elektronik, media cetak atau media luar ruang.

(3).

Iklan pada media elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat
dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.

Pasal 17
Materi iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dilarang:

a. merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;


b. menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi
kesehatan;
c.

memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau


gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok atau orang sedang merokok atau
mengarah pada orang yang sedang merokok;

d. ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan atau
gabungan keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil;
e. mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok;
f. bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pasal 18
(1).

Setiap iklan pada media elektronik, media cetak dan media luar ruang harus
mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan.

(2).

Pencantuman peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditulis


dengan huruf yang jelas sehingga mudah dibaca, dan dalam ukuran yang
proporsional disesuaikan dengan ukuran iklan tersebut.

Pengaturan mengenai iklan rokok ini tidak hanya diatur dalam PP 19/2003, tetapi juga diatur
dalam Keputusan Kepala BPOM No. HK.00.05.3.1.3322 Tahun 2004 tentang Tata Laksana
Produk Rokok yang Beredar dan Iklan (selanjutnya disebut Kep BPOM).

Sesuai Pasal 36 ayat (1) PP 19/2003, pengawasan terhadap produk rokok yang beredar dan
iklan dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

BPOM dapat melakukan beberapa tindakan berikut dalam rangka pengawasan, yakni (Pasal
3 Kep BPOM):

a) Sampling terhadap kebenaran kandungan kadar nikotin dan TAR dalam setiap batang rokok
sesuai informasi pada label dan kemasan;
b) Kepatuhan pencantuman peringatan kesehatan pada label dan kemasan produk rokok yang
beredar;
c) Pemantauan dan evaluasi terhadap ketaatan pelaksanaan iklan dan promosi produk rokok
termasuk kegiatan sponsor.

Jika ada pelanggaran termasuk pelanggaran ketentuan iklan rokok, BPOM dapat memberikan
sanksi administratif terhadap produsen atau importir yang melanggar dengan sanksi berupa
teguran lisan; teguran tertulis 3 kali, rekomendasi penghentian sementara kegiatan kepada
instansi terkait; dan rekomendasi pencabutan izin usaha/izin industrinya kepada instansi terkait
(Pasal 36 PP 19/2003 jo. Pasal 6 Kep BPOM).

Selain sanksi administratif tersebut, pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17
PP 19/2003 dapat dipidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 37 PP
19/2003).

Dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, ketentuan larangan tentang iklan


disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK). Yang berbunyi sebagai berikut:

Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang


dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga
khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah
atau guna tertentu;
b.

barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,


persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori

tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor,persetujuan atau afiliasi;
e.

barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f.

barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g.

barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h.

barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i.

secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j.
menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,
tidakmengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k.

menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Dari larangan periklanan tersebut di atas berarti untuk iklan, terutama dalam iklan rokok
telah ditentukan untuk mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan, jika dalam
iklan rokok tidak dicantumkan informasi mengenai risiko atau efek samping dari merokok, maka
dari UUPK menentukan ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 62 ayat [1]
UUPK).

Dalam hal ini, untuk sengketa konsumen, sesuai Pasal 23 UUPK, konsumen dapat
mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK)
atau ke badan peradilan. Kemudian, menurut pasal 52 UUPK, salah satu kewenangan dari
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah menerima pengaduan baik tertulis
maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen. Jadi, penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tidak
perlu persetujuan kedua belah pihak untuk memilih BPSK sebagai forum penyelesaian sengketa.
Lebih jauh simak artikel Kompetensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan;
3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.1.3322 Tahun
2004 tentang Tata Laksana Produk Rokok yang Beredar dan Iklan.

Anda mungkin juga menyukai