Anda di halaman 1dari 351

Dr Waspodo Tjipto Subroto, M.

Pd

ISBN: 978-979-028-509-5

Dr. Suhanaji, M.Si

Konsep dan Teori

ILMU-ILMU SOSIAL

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga buku yang berjudul: Konsep
danTeori Ilmu-Ilmu Sosial ini dapat terbit tepat pada waktunya. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad
SAW, beserta sahabat, keluarga dan seluruh pengikut beliau hingga akhir jaman.
Buku ini memuat tentang Konsep dan Teori-Teori Ilmu-ilmu Sosial yang
terdiri dari konsep dan teori-teori berbagai disipli Ilmu Sosial, diantaranya :
Geografi, Sejarah, Ilmu Ekonomi, Ilmu Politik, Sosiologi, dan Antropologi yang
menjadi materi pokok dan sumber pengajaran dari Ilmu Pengetahuan Sosial
(Social Studies) di sekolah.
Penguasaan dan pemahaman Ilmu-ilmu Sosial menjadi sangat penting
karena dapat dijadikan landasan berpikir utama bagi para pemula, pecinta ilmu
ilmu sosial sekaligus guru IPS/Pengetahuan Sosial untuk mendalami objek,
kajian, ruang lingkup, serta penguasaan konsep dasar ilmu-ilmu sosial secara
utuh sehingga mereka memiliki wawasan dan pola berpikir secara generalis,
komprehensip struktural dan integrated, yakni dengan memahami konsep, fakta,
generaliasi dan teori.
Mudah-mudahan kehadiran buku ini dapat diterima oleh para pembaca
dengan senang hati, seraya tetap memberikan kritik dan tegur sapa yang
sifatnya konstruktif demi penyempurnaan buku ini di masa mendatang.
Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus
kepada penerbit yang telah berkenan menerbitkan buku ini. Kami berharap
sekecil apapun percikan pemikiran kami dapat bermanfaat bagi pengembangan
Ilmu Pengetahuan, khususnya pengembangan ilmu-ilmu Sosial.
Semoga Allah SWT selalu menerima doa dan harapan kita semua untuk
senantiasa berbuat lebih baik dan menjadi insan yang terpilih untuk memajukan
bangsa dan negara melalui karya-karya yang bermanfaat bagi pengembangan
pendidikan nasional. Semoga.

Surabaya, Medio Juli 2011

Waspodo TS & Suhanaji

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar lsi ...

Bab I

: PENDAHULUAN
1. Rasional

2. Konsep, Konsep Dasar dan Pengetahuan Dasar 7


3. Tujuan Penulisan
Bab II

: PENGETAHLJAN DASAR GEOGRAFI


1. Pengertian Geografi

11

2. Ruang Lingkup Geografi 13


3. Obyek Studi Geograli .

15

4. Konsep-konsep Dasar Geografi . 15


a. Ruang/Region ..

15

b. Bumi sebagai sebuah planet 16


c. Cuaca dan iklim 18
d. Keanekaragaman flora dan fauna . 21
Bab III

: PENGETAHUAN DASAR SEJARAH


1. Pengertian Sejarah .. 24
2. Unsur-unsur sejarah 26
3. Ruang lingkup sejarah 27
4. Sejarah sebagai peristiwa, kisah dan ilm..

28

5. Periodesasi dalam studi ilmu sejarah 30


6. Konsep-konsep dasar sejarah 31
a. Perubahan

31

b. Isime

31

Bab IV

c. Perang ..

32

d. Revolusi

32

: PENGETAIIUAN DASAR ILMU POLITIK


1. Pengertian Ilmu Politik 35
2. Ruang Lingkup dan Bidang Kajian Ilmu Politik . 37
3. Pendekatan dalam Ilmu Politik . 38
4. Konsep-konsep Dasar Ilmu Politik 39
a. Negara ..

39

b. Kekuasaan

42

c. Demokrasi .

43

d. Undang-Undang Dasar 44
Bab V

: PENGETAHUAN DASAR ILMU EKONOMI


1. Pengertian Ilmu Ekonomi 48
2. Pembagian Ilmu Ekonomi ... 49
3. Pelaku Ekonomi 50
4. Motiv Ekonomi .

51

5. Politik Ekonoini

51

6. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Perkembangan llmu


Ekonomi

52

1. Adam Smith ..

53

2. David Ricardo ..

54

3. Karl Marx .

55

4. J.M. Keynes .

57

7. Konsep-Konsep Dasar Ilmu Ekonomi


58
a. Produksi

58

b. Konsumsi .

59

c. Distribusi

60

d. Pasar ..

61

e. Permintaan dan penaran . 65


4

Bab VI

: PENGETAHUAN DASAR SOSIOLOGI


1. Pengertian Sosiologi . 67
2. Obyek Sos iologi 69
3. Metode dalamSosiologi 70
4. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Perkembangan Sosiologi .
71
1. Auguste Comte .. 71
2. Einile Durkheim . 72
3. Max Webwe 74
4. George Simmel 75
5. Konsep-konsepDasarSosiologi .. 76
a. Individu 76
b. Masyarakat . 77
c. Proses sosial . 78
d. Interaksisosial . 78
e. Norma sosial 79
f. Struktursosial .. 79
g. Stratifikasisosial . 80

Bab VII : PENGETAII1JAN DASAR ANTROPOLOGI


1. PengertiandanLatarBelakangAntropologi 81
2. Perbedaan Kajian Antropologi Fisik dan Antmpologi Budaya.
83
3. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Antropologi

87

1. EBTylor

87

2. Branis1awMalinoki ..

89

3. Radcliffe Brown

90

4. Frans Boaz . 91
4. Konsep-konsep Dasar dalam Antropologi . 92
a. Kebudayaan ..

92

b. Eas .

95

c. Suku Bangsa (Etnis) . 96


d. SistemKekerabatan .. 99
DaftarPustaka

101

BAB I
PENDAHULUAN
1. Rasional
Sejak bidang studi IPS ( Social Studies ) masuk dalam Kurikulum
Pendidikan tahun 1975 hingga sekarang, meski dalam Kurikulum Pendidikan
tahun 2004 Berbasis Kompetensi nama IPS berganti menjadi Pengetahuan
Sosial, dan dalam Kurikulum Pendidikan tahun 2006 yang dikenal dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berubah lagi menjadi IPS, namun
demikian keberadaan Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences) selalu menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari materi pengajaran IPS, karena materi IPS memamg
bersumber dari ilmu-ilmu sosial.
Keberadaan IPS sebagai sebuah bidang studi/ mata pelajaran memang
dibangun dari berbagai konsep, fakta, generalisasi dan teori ilmu-ilmu sosial,
sehingga pengembangan materi ajar IPS sangat bergantung dari sejauh mana
ilmu-ilmu sosial itu berkembang dan dimanfaatkan secara optimal oleh IPS.
Karena hakekat ilmu-ilmu sosial adalah ilmu murni (pure science), sedangkan
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah ilmu terapan (applide science), sehingga
menjadi kewajiban bagi ilmu-ilmu sosial untuk selalu mengembangkan body of
knowledge,

sedangkan

tugas

dari

IPS

adalah

memanfaatkan

dan

menyederhanakan materi tersebut ke dalam bahan pembelajaran di sekolah.


Disiplin ilmu-ilmu sosial yang terdiri dari: Geografi, Sejarah, Ilmu ekonomi,
Ilmu Politik, Sosiologi dan Antropologi telah memberikan sumbangan yang nyata
terhadap IPS, terutama konsep-konsep dasarnya (basic concept) telah tersebar,
menyatu dan luluh ke dalam materi pembelajaran IPS di sekolah, mulai dari
tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan pola
pendekatan

dan

tingkat

kesulitan

yang

berbeda-beda

sesuai

dengan

kemampuan berpikir siswa dan jenjang pendidikannya.


Mempelajari Pengetahuan Dasar Ilmu-ilmu Sosial sama artinya dengan
mempelajari landasan berpikir utama dari ilmu-ilmu sosial, karena akan
menyangkut tentang ruang lingkup, pengertian, obyek, kajian, pendekatan dan

konsep-konsep dasar, teori - teori ilmu-ilmu sosial serta tokoh-tokoh yang paling
berpengaruh dalam pengembangan masing-masing disiplin ilmu sosial.
Geografi sebagai disiplin ilmu yang mempelajari gejala-gejala dan sifatsifat permukaan bumi dan penduduknya dalam sistem keruangan dan kaitannya
dengan lingkungan. Bagaimana caranya manusia hidup di lingkungan geografi
tertentu, bagaimana iklim dan cuaca serta lingkungan geografis lainnya
mempengaruhi distribusi penduduk dan variasi cara hidup manusia. Karena
geografi mempelajari kehidupan di atas permukaan bumi, maka dunia tumbuhtumbuhan (flora) dan dunia hewan (fauna) serta lingkungan alam (physical
environment) seperti udara, air dan lapisan tanah sebagai tempat tinggal
manusia juga menjadi obyek dan kajian dari Geografi. Dari kajian tersebut, maka
lahirlah konsep-konsep dasar geografi, seperti: Region, Bumi sebagai sebuah
planet, Cuaca dan iklim. Flora dan Fauna, Variasi cara hidup manusia, Kota,
Peta dan Demografi.
Sedangkan ilmu sejarah sebagai salah satu bagian dari ilmu-ilmu sosial
mempelajari secara sistematis seluruh perkembangan dan proses perubahan
dinamika kehidupan masyarakat dengan segala aspeknya yang terjadi pada
masa lampau. Menurut sejarah, masa lampau bukan sesuatu yang final, terhenti
dan tertutup tetapi bersifat terbuka dan berkesinambungan. Dengan demikian
wajar kalau sejarah itu adalah peristiwa yang terjadi dimasa lampau yang dapat
digunakan sebagai modal untuk bertindak dimasa kini dan menjadi acuan untuk
perencanaan dimasa yang akan datang. Unsur-unsur sejarah, seperti: Manusia,
Waktu dan Tempat kejadian merupakan bagian yang penting dalam sejarah,
karena setiap peristiwa apabila tidak memenuhi unsur-unsur sejarah tidak dapat
disebut sebagai peristiwa sejarah.
Dari kajian dan ruang lingkup sejarah tersebut, maka muncul beberapa
konsep dasar sejarah, diantaranya: Perubahan, Perang, Isme (faham), Revolusi
dan Periodisasi.
Salah satu disiplin ilmu sosial yang sering bersentuhan dengan sejarah
adalah ilmu politik, karena hampir setiap peristiwa politik menjadi sumber
penulisan sejarah.

Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari tentang negara, sifat-sifat


negara

serta

tujuan

mendirikan

negara.

Bagaimana

hubungan

antara

kekuasaan, distribusi, kebijaksanaan dan pengambilan keputusan dalam sistem


demokrasi, juga menjadi kajian dalam ilmu politik. Ilmu politik juga mempelajari
tentang bagaimana kewajiban setiap warga negara terhadap bangsa dan
negaranya, hubungan intra dan antar lembaga-lembaga negara serta partisipasi
individu terhadap organisasi politik sebagai perwujudan dalam menentukan arah
dan kebijakan penyelenggara negara (pemerintah). Ada beberapa konsep dasar
dalam ilmu politik, diantaranya: Negara, Kekuasaan, Demokrasi dan UndangUndang Dasar.
Dan Ilmu Ekonomi adalah ilmu yang secara khusus mempelajari cara-cara
manusia untuk memenuhi kebutuhannya agar memperoleh pendapatan dengan
melakukan tindakan-tindakan ekonomi untuk mencapai kemakmuran. Kebutuhan
manusia itu tidak terbatas bahkan cenderung meningkat, baik jumlah maupun
macamnya, sedangkan alat pemuas kebutuhan yang berupa barang dan jasa
sifatnya terbatas. Oleh sebab itu, manusia akan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dengan cara menggali sumber-sumber produksi, baik yang
sudah tersedia di alam, maupun yang diusahakan sendiri melalui keahlian,
kemampuan

dan

keterampilannya.

Masyarakat

kompleks

(perkotaan)

cenderung untuk menggali sumber-sumber ekonomi melalui kegiatan yang


bersifat jasa, karena banyaknya jenis pekerjaan yang menggunakan keahlian
sebagai profesi untuk rnendapatkan uang demi mencapai kemakmuran.
Sedangkan

pada

masyarakat

sederhana

(pedesaan)

lebih

banyak

menghasilkan barang atau hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhannya,


sehingga pekerjaan yang bersifat jasa jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
masyarakat kompleks.
Dari kajian inilah, telah lahir beberapa konsep dasar ilmu ekonomi,
diantaranya:
Produksi, Konsumsi, Distribusi, Pasar, Permintaan dan Penawaran.
Dua disiplin ilmu sosial yang akan dikaji berikut ini memiliki kemiripan,
sehingga orang awam seringkali merasa kesulitan untuk memisahkannya. Ilmu
tersebut adalah Sosiologi dan Antropologi (khususnya Antropologi Budaya).
10

Meski demikian kedua ilmu tersebut tetap memiliki perbedaan yang mendasar,
khususnya pada obyek dan pendekatan metodologinya.
Jika Antropologi (Budaya) mempelajani tentang kebudayaan suatu etnik
atau komunitas tertentu, maka sosiologi lebih memfokuskan diri kepada
hubungan antar individu

dalam masyarakat,

kelompok-kelompok sosial,

lembaga-lembaga sosial dan interaksi sosial serta pembagian kelompok


masyarakat berdasarkan stratifikasi sosialnya. Ambil contoh, ada suatu
kelompok pemuda yang sering mengganggu ketentraman masyarakat dengan
minum-minuman keras, begadang tiap malam atau bermain judi di tempattempat umum tertentu.
Seorang sosiolog akan melakukan penelitian dengan melihat latar
belakang dan dari lingkungan sosial yang bagaimanakah kelompok pemuda
tersebut,

bagaimana

interaksi

sosial

diantara

anggota

kelompok

serta

bagaimana pula pandangan masyarakat terhadap kelompok ini dan posisi


mereka dalam hubungan sosial dengan kelompok lain.
Dalam kasus yang sama, seorang antropolog akan meneliti tentang nilainilai dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok pemuda tersebut,
pandangan mereka terhadap sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat luas
serta apakah ada pengaruh dari kebudayaan luar (ekstern) terhadap perilaku
para pemuda tersebut.
Pendekatan dan cara melakukan penelitian antara sosiologi dengan
antropologi juga berbeda. Para sosiolog lebih suka menggunakan angket dan
wawancara untuk menggali informasi data yang diperlukan dalam membuat
laporan. Sedangkan antropolog lebih mengandalkan wawancara mendalam dan
jika perlu mereka akan menceburkan diri hidup bersama mereka agar dapat
menggali keterangan dan data yang lengkap dan seasli mungkin tentang
kehidupan kelompok pemuda tersebut untuk kemudian dideskripsikan sebagai
laporan penelitian.
Berdasarkan kajian dari kedua didiplin ilmu sosial tersebut, ada beberapa
konsep dasar yang seringkali digunakan untuk mempelajari dan menelaah
Sosiologi dan Antropologi. Dari sosiologi misalnya, ada konsep dasar: Individu,
Masyarakat, Proses Sosial, Jnteraksi Sosial, Norma Sosial dan Stratifikasi
11

Sosial. Sedangkan dari antropologi, ada konsep dasar: Kebudayaan, Ras, Suku
Bangsa (etnik), Akulturasi dan Folklore.
Apa yang telah terjadi dalam pembahasan di atas, tampaknya dapat
digunakan sebagai kerangka berpikir bahwa mempelajari Pengetahuan Dasar
Ilmu-ilmu Sosial adalah sebagai suatu cara dan panduan dasar dalam memasuki
khasanah ilmu-ilmu sosial yang sesungguhnya.

2. Pengertian tentang Konsep, Konsep Dasar dan Pengetahuan


Dasar dan Teori
1. Konsep (Concept)
Konsep diciptakan oleh manusia semata-mata untuk memenuhi
keperluan hidupnya dalam menyampaikan apa yang dipikirkannya. Dengan
kata lain, konsep dipakai untuk berkomunikasi satu sama lain secara
intelektual. Oleh sebab itu pengembangan konsep semakin hari semakin
kompleks seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kebudayaan manusia.
Dalam rumusan yang sederhana, konsep dalam ilmu-ilmu sosial
dapat dijelaskan sebagai abstraksi dari sejumlah benda-benda atau faktafakta yang memiliki ciri-ciri esensial yang sama yang tidak dibatasi oleh
pengertian ruang dan waktu.
Konsep dalam ilmu-ilmu sosial memang berbeda pengertiannya
dengan konsep dalam percakapan sehari-hari, karena konsep dalam
bahasa sehari-hari mempunyai pengertian dan makna yang berbeda-beda,
seperti konsep dapat dimaknai sebagai rancangan, gambar, tulisan
permulaan (draft). Contohnya: sabar sebentar Pak, saya baru membuat
konsepnya. Nanti kalau selesai akan saya serahkan secepatnya. Disini
pengertian konsep dapat dimaknai sebagai draft atau rancangan, sehingga
pengertian ini tidak dapat digunakan dalam ilmu-ilmu sosial.
Konsep merupakan abstraksi atau pengertian abstrak, karena
merupakan idea tentang sesuatu (benda, peristiwa atau hal) yang ada
dalam alam pikiran manusia. Ia dapat mengandung sebuah penilaian dan

12

penafsiran, untuk itu konsep dapat membantu kita dalam melakukan


pembedaan, penggolongan atau penggabungan fakta yang ada di sekeliling
kita. Misalnya kita mengenal banyak sekali fakta, seperti: Perang
Diponegoro, Perang Paderi, Perang Dunia II dan sebagainya. Begitu juga
kita mengenal fakta tentang: Pasar Atom, Pasar Blauran, Pasar Senen,
Pasar Tanah Abang, Pasar Klewer dan sebagainya.
Pasar dan perang menunjuk pada konsep, karena keduanya tidak
terikat oleh pengertian ruang dan waktu, namun mengandung pengertian,
penilaian dan penafsiran dari seluruh data-data tentang perang dan pasar
yang memiliki pengertian esensial.
Proses berpikir dalam membentuk konsep meliputi: abstraksi,
klasifikasi, katagorisasi dan diskriminasi. Konsep senantiasa berhubungan
dengan arti atau makna, kata hanyalah nama dari konsep itu. Konsep juga
dapat menunjuk kepada hal-hal yang bersifat konkret, objek, kejadian,
tempat, lembaga atau hal-hal yang bersifat abstrak. Contoh: Rumah,
Gunung, Kebudayaan, Peradaban, Sungai, Cuaca, Pasar, Masyarakat,
Uang, Demokrasi, Keadilan, Negara, Pembangunan dan sebagainya.
Konsep-konsep tersebut tersebar secara luas dan hampir merata di
semua bidang ilmu, seperti: Geografi, Sejarah, Politik, Ekonomi, Sosiologi
dan Antropologi. Dan konsep-konsep itu merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari keberadaan Ilmu-Ilmu Sosial maupun dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies).
2. Konsep Dasar (Basic Concept)
Jika konsep bersifat general dan tersebar pada semua bidang ilmu,
tidak demikian dengan konsep dasar. Konsep dasar atau basic concept
bukanlah abstraksi mengenai unsur-unsur yang sama dari berbagai ilmu.
Konsep Dasar hanya berlaku untuk satu disiplin ilmu saja. Hal ini karena
konsep dasar merupakan kendali dalam berpikir dalam kajian ilmu tersebut.
Artinya konsep dasar merupakan karakteristik dan ciri khas dari satu disiplin
ilmu sehingga ilmu tersebut tidak akan kehilangan kepribadiannya, karena
karakteristik ilmu itulah yang menjelma dalam bentuk konsep dasar.
13

Konsep-konsep (bukan konsep dasar) menjadi milik atau dapat


dimiliki oleh beberapa disiplin ilmu sosial. Maksudnya suatu konsep yang
diberi label atau nama yang sama dapat saja dipergunakan untuk beberapa
disiplin ilmu. Contohnya: Konsep pembangunan, konsep desa atau konsep
kota. Konsep-konsep tersebut dapat ditemukan pada Ilmu Ekonomi, Ilmu
Politik, Sosiologi dan Antropologi, meskipun dalam memberikan arti
terhadap

konsep-konsep

tersebut

berbeda-beda

sesuai

dengan

karakteristik dari disiplin ilmu tersebut.


Hal ini sangat berbeda, ketika dihadapkan kepada konsep pasar,
konsep uang, konsep bank atau konsep negara, konsep undang-undang
atau konsep demokrasi. Karena konsep pasar, uang dan bank adalah
Konsep Dasar Ilmu ekonomi, sedangkan konsep negara, undang-undang
dan demokrasi merupakan Konsep Dasar Ilmu Politik. Konsep-konsep
tersebut hanya dimiliki oleh satu disiplin ilmu sosial dan juga dapat disebut
sebagai konsep inti dari ilmu tersebut. Begitu juga dengan konsep
masyarakat, interaksi sosial dan stratifikasi sosial adalah konsep dasar
sosiologi dan konsep kebudayaan, etnik dan ras adalah Konsep Dasar
Antropologi dan sebagainya.
Kesimpulan yang dapat ditanik adalah bahwa setiap konsep dasar
adalah konsep, tetapi tidak semua konsep adalah konsep dasar, karena
konsep dasar hanya dimiliki satu bidang ilmu dan merupakan konsep inti
dari disiplin ilmu tersebut.
Dan apa yang telah ditelaah di atas, tampaknya memberikan pengertian
yang bersifat definitif mengenai konsep dasar. Konsep dasar adalah konsep
utama yang dipergunakan oleh suatu disiplin ilmu untuk melakukan
pengkajian aspek substantif dari ilmu tersebut. Dengan adanya dasar kajian
tersebut

setiap ilmu memiliki karakteristik dalam melihat masalah

pengumpulan data, analisis data maupun proses penarikan kesimpulan.

14

3. Pengetahuan Dasar (Basic Knowledge)


Pengetahuan Dasar adalah pengetahuan minimal yang seharusnya
dimiliki oleh setiap orang yang ingin memahami dan menguasai bidang
keilmuan. Setiap orang itu dapat saja menunjuk kepada mahasiswa, guru,
sarjana, para pemerhati dan pecinta ilmu yang ingin mempelajari secara
mendasar berbagai unsur penting yang dimiliki oleh setiap disiplin ilmu.
Sedangkan pengetahuan dasar ilmu-ilmu sosial adalah sebuah
pandangan dan orientasi untuk memberikan gambaran awal dalam
memasuki khasanah ilmu-ilmu sosial untuk selanjutnya mereka sendiri yang
akan menemukan hakekat dan esensi dari ilmu-ilmu sosial yang
sesungguhnya. Karena pengetahuan dasar merupakan prinsip dasar yang
berisi ruang lingkup, pengertian, kajian, obyek dan tokoh-tokoh yang
dianggap paling berpengaruh dalam mewarnai perkembangan ilmu-ilmu
sosial, sehingga untuk pengkajian lebih lanjut diserahkan sepenuhnya
kepada para peminat untuk mengembangkannya sendiri,
Meskipun sifatnya pengetahuan dasar, tetapi setidaknya dapat
mengenalkan sosok ilmu sosial secara komprehensip, sehingga perkenalan
ini menjadi sangat bermakna bagi para peminat ilmu untuk kemudian dapat
mencintai dengan sepenuh hati.
Keberadaan tokoh-tokoh, seperti Adam Smith, David Ricardo dan
Karl Marx dari Ilmu Ekonomi atau Auguste Comte, Emile Durkhein dan Max
Weber dari tokoh Sosiologi maupun E.B. Tylor, Malinowski dan Levi Strauss
dari Antropologi, tentu menjadi daya tarik tersendiri dalam mempelajari ilmuilmu sosial karena latar belakang kehidupan tokoh-tokoh tersebut maupun
karya-karyanya yang sangat monumental dapat dijadikan inspirasi bagi para
ilmuwan berikutnya untuk mengembangkan ilmu-ilmu sosial, baik pada saat
ini maupun untuk waktu-waktu yang akan datang.
4. Teori
Teori merupakan alat yang terpenting bagi suatu ilmu pengetahuan.
Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta, tetapi tidak
ada ilmu pengetahuan. Teori adalah prinsip-prinsip dasar yang terwujud
15

dalam bentuk rumus atau aturan yang berlaku umum, menjelaskan hakekat
hubungan antara dua gejala atau lebih yang relevan dengan kenyataan
yang ada serta dapat dijadikan alat untuk menjelaskan dan dapat
diverifikasi atau dibuktikan serta berguna dalam meramalkan suatu kejadian
(Sinaga, 1988).
Teori ini berfungsi untuk :
1. Menyimpulkan generalisasi dan fakta-fakta hasil pengamatan
2. Memberikan kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi
fakta-fakta yang diperoleh
3. Memberi ramalan atau prediksi terhadap gejala-gejala baru yang
akan terjadi
4. Mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan tentang gejalagejala yang telah dan sedang terjadi.
Untuk memahami fungsi teori tersebut, berikut ini akan dijelaskan satu
persatu fungsi diatas :
1. Teori sebagai generaliasi
Teori dalam ilmu-ilmu sosial menyimpulkan adanya korelasi antara
fakta-fakta sosial denan proses berpikir dan hasil pengamatan yang
sistematis dan terfokus.
Contoh : Semua masyarakat memiliki kebudayaan dan setiap kota
memiliki masalah sosial yang berbeda (generalisasi). Kesimpulan ini
didasarkan pada sejumlah fakta yang merupakan hasil pengamatan
yang berulang-ulang.
2. Teori sebagai kerangka penelitian
Suatu teori dapat dipakai oleh peneliti ilmu sosial sebagai dasar dan
kerangka pembatasan kepadanya terhadap fakta-fakta konkret. Teori
juga diperlukan untuk mencandra berbagai fenomena sosial yang ada
dalam kehidupan masyarakat.
3. Teori sebagai peramal atau prediksi
Fungsi lain dari teori adalah memberi prediksi atau ramalan sebelumnya
tentang fakta-fakta yang akan terjadi. Karena teori itu merupakan
generaliasi abstrak dari fakta-fakta yang konkret, maka kalau teori itu
16

kita pegang dan kita terapkan kepada kehidupan masyarakat, maka kita
seolah-olah bisa meramalkan bahwa fakta-faka yang merupakan unsurunsur dari teori itu akan terjadi disitu
4. Teori sebagai pengisi lowongan dalam pengetahuan
Masih ada satu fungsi satu lagi dari teori, yaitu fungsi sebagai pengisi
lowongan dalam pengetahuan. Sebenarnya fungsi ini sering tampak
dalam ilmu sejarah, tetapi dalam ilmu sosial lainnya fungsi ini juga cukup
menonjol.

3. Tujuan Penulisan
1. Memberikan pengetahuan dasar Ilmu-Ilmu Sosial sebagai pijakan dalam
memahami pengertian, obyek, ruang lingkup, kajian dan konsep-konsep
dasar ilmu-ilmu sosial.
2. Memahami dan menguasai berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti:
Geografi, Sejarah, Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, Sosiologi dan Antropologi
yang telah memberikan sumbangan nyata terhadap pengembangan
materi ajar Pengetahuan Sosial.
3. Memberikan pemahaman berbagai konsep dasar yang dimiliki oleh
disiplin ilmu-ilmu sosial yang telah tersebar, luluh dan menyatu ke dalam
materi pengetahuan sosial mulai dan tingkat Sekolah Dasar sampai
Sekolah Menengah Atas.
4. Memberikan

landasan

berpikir

bahwa

dalam

memahami

Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) hendaknya tidak mengembangkan pola berpikir


partikularistik maupun separated tetapi yang dikembangkan adalah pola
berpikir yang generalis dan komprehensip.
5. Sangat diharapkan bagi para guru (pengajar) Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) untuk selalu berusaha menguasai seluruh bidang disiplin ilmu sosial
secara terpadu, meskipun mereka ada yang datang dari satu disiplin ilmu
sosial yang berbeda, namun tetap diharuskan mereka mampu menelaah
dan mengembangkan materi ajar secara memadai, komprehensip dan
inovatif.

17

6. Bagi para pemula dan para peminat ilmu-ilmu sosial (social sciences)
dengan masuknya berbagai bidang ilmu sosial dalam satu buku, tentu
akan mempermudah dalam memahami apa, bagaimana dan untuk apa
mempelajari ilmu-ilmu sosial itu.

18

19

BAB II
PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI
Pada hakekatnya pengetahuan geografi telah ada pada setiap orang,
karena sejak manusia lahir ke dunia telah mengenal alam dan lingkungannya
dan dia hidup di bumi dengan manusia lainnya menempati ruang tertentu.
Dengan demikian, usia pengetahuan geografi sesungguhnya sama tuanya
dengan umur manusia yang menempati bumi ini. Namun nama geografi baru
dikenal setelah Eratosthenes (276 - 194 SM) menerapkan konsep geographika
dalam bukunya yang berjudul: Geographika. Jasa penting lainnya dari
Eratosthenes adalah untuk pertama kali menghitung keliling bumi berdasarkan
jarak dari Alexandria - Syena di Mesir. Menurut perhitungannya, keliling bumi
sepanjang 252.000 stadia atau sama dengan 45.654 km. Karena jasanya itu,
oleh beberapa ahli geografi, Eratosthenes dipandang sebagai peletak dasar Ilmu
Geografi.
Secara etimologis (asal kata), geografi berasal dari kata geo dan
graphien. Geo berarti bumi dan graphien berarti lukisan, sehingga geografi
berarti lukisan atau tulisan tentang bumi. Oleh sebab itu obyek kajian dari
geografi adalah bumi dengan segala proses alamiahnya maupun gejala dan
proses kehidupan yang berada di atasnya. Maka didalamnya termasuk
kehidupan tumbuh - tumbuhan, hewan dan manusia sebagai penghuni bumi.
Batasan yang sederhana ini tentu saja terus mengalami perubahan seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pandangan para ahli geografi itu sendiri
dalam mengembangkan konsepnya maupun bahan kajiannya.

1. Pengertian Geografi
Berikut ini akan dipaparkan beberapa definisi dari para ahli geografi,
diantaranya:
-

Ferdinant Von Richtoten mengemukakan pengertian geografi sebagai


berikut. Geografi melukiskan gejala - gejala dan sifat - sifat permukaan
bumi dan penduduknya yang disusun menurut letaknya dan menerangkan
gejala dan timbal baliknya serta sifat - sifat tersebut.

20

Richard Hartstone mengemukakan pengertian geografi sebagai penyajian


deskripsi sifat permukaan bumi yang bervariasi secara tepat (akurat),
berurutan dan rasional.

Prof

Bintarto

memberikan

definisi

bahwa

geografi

adalah

ilmu

pengetahuan yang menceriterakan dan menerangkan sifat-sifat bumi,


menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak
khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi
dalam ruang dan waktu.
-

E A Ackerman mengemukakan bahwa geografi adalah suatu pengertian


tentang sistem yang berinteraksi cepat yang menyangkut semua budaya
manusia dan lingkungan alamiahnya di permukaan bumi.

Panitia Ad Hoc Conumitte on Geography memberikan pengertian bahwa


geografi adalah ilmu yang mencoba menjelaskan bagaimana subsistem
lingkungan alam terorganisasikan di permukaan bumi dan bagaimana
manusia tersebar di permukaan bumi dalam hubungannya dengan gejala
alam dan dengan sesama manusia lainnya.
Dan apa yang telah dikemukakan oleh para ahli geografi dalam

memberikan definisi tentang geografi ternyata cukup bervariasi, namun demikian


ada beberapa unsur yang sama, yaitu:
1. Menekankan pada obyek yang sama yaitu permukaan bumi.
2. Penyebaran manusia dalam ruang dan kaitannya dengan lingkungan.
3. Terdapat unsur - unsur, seperti pencitraan, analisis, penerapan, jarak,
interaksi dan penyebaran.
Pada masyarakat awam, pengetahuan tentang geografi diperoleh secara
alamiah dan turun temurun karena mereka mengalaminya sendiri. Sejak kecil
seseorang telah mengenal alam dan lingkungannya, dan pengetahuan seperti
inilah yang telah dimiliki setiap orang, baik yang masih sangat sederhana tingkat
kehidupannya, maupun bagi mereka yang sudah sangat modem. Setelah
beranjak dewasa, pengetahuan mereka terhadap bumi sebagai tempat
berkembang biaknya semua jenis makhluk hidup terus mengalami perubahan,
apalagi setelah seseorang mendapatkan pengetahuan khusus tentang geografi
yang diperoleh dari bangku sekolah. Dengan life space yang terus berkembang
21

dan meluas, kemampuan, pengalaman akan semakin memiliki keyakinan bahwa


di tempat lain ada wilayah negara lain yang memiliki batas - batas tertentu, ada
gunung, laut dan samudera serta ada penduduk yang memiliki berbagai variasi
baik dilihat dan perbedaan bentuk fisik, warna kulit, kebudayaan, struktur
ekonomi,

jenis

pekerjaan

dan

variasi

kehidupan

lainnya.

Inilah

yang

membuktikan bahwa pengetahuan geografi telah dimiliki oleh hampir setiap


orang, meskipun dengan kadar pemahaman yang berbeda - beda.
Bahkan ada daerah - daerah tertentu yang sering mengalami peristiwa
alam seperti: banjir bandang, gempa bumi, gunung meletus, gelombang tsunami
dan lain-lain mendapatkan pengalaman langsung dari fenomena alam tersebut.
Pengetahuan geografi ini berusaha untuk diajarkan pada anak - anak mereka
dan masyarakat luas di daerah tersebut agar dapat mengantisipasi segala
kemungkinan dan akibat yang ditimbulkan dari bencana alam tersebut.
Sebagai ilustrasi, pada tanggal 26 Desembar 2004 telah terjadi gempa
bumi yang sangat dahsyat disertai dengan gelombang tsunami yang
menghantam sebagian besar daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan
sebagian Sumatera Utara (pulau Nias) yang menelan korban jiwa lebih dan
100.000 orang meninggal dan seluruh bangunan yang diterjang badai tsunami
tersebut hampir semuanya rusak total. Pusat gempa (episentrum) berada di
Samudra Hindia sekitar 60 km arah barat pulau Simeulue dan lebih dari 140 km
dari pulau Meulaboh maupun Banda Aceh.
Anehnya, pulau Simeulue yang jaraknya lebih dekat dengan pusat gempa
menelan korban jiwa paling sedikit, tercatat hanya 6 orang meninggal dunia dan
1 orang hilang dan seluruh penduduk Simeulue yang berjumlah 65.000 jiwa.
Bandingkan dengan Meulaboh maupun Banda Aceh yang menelan korban
puluhan ribu jiwa.
Menurut orang Simeulue, ada semacam pelajaran turun temurun jika ada
gempa diikuti air laut surut, pasti akan diikuti gelombang besar. Orang Simeulue
menyebutnya smong. Istilah smong seolah menjadi tradisi yang wajib
diajarkan turun temurun secara informal sejak terjadi musibah tsunami pada
tahun 1907. karena kisah ini melekat dalam kehidupan masyarakat Simeulue,
maka anak kecilpun pasti memahami isyarat alam tersebut. Dengan demikian
22

pada tanggal 26 Desember 2004, warga pulau Simeulue spontan melakukan


aksi penyelamatan diri dengan cara naik ke lokasi perbukitan begitu merasakan
getaran gempa. Anak kecil, dewasa, orang tua langsung naik ke bukit atau
mencari daratan lebih tinggi, sebab mereka tahu air laut akan pasang. Itulah
sebabnya warga Simeulue banyak yang selamat, dibandingkan dengan daerah
lain, seperti Meulaboh, Banda Aceh maupun Nias yang tidak mendapat geografi
dan masyarakat setempat yang diberi nama smong tersebut (Jawa Pos, 3
Januari 2005).
Ini adalah pelajaran geografi yang diterima oleh masyarakat secara
informal, hal ini tentu saja berbeda apabila kita ingin mendalami geografi sebagai
ilmu pengetahuan. Maka yang dipelajari adalah keberadaan bumi dengan
segala aspek yang berada di permukaannya.

2. Ruang Lingkup Geografi


Secara garis besar ruang lingkup geografi dapat dibagi menjadi dua
bagian pokok, yaitu:
a. Mempelajari fisik bumi sebagai tempat tinggal manusia yang disebut Ilmu
Bumi Alam (Physical Geography) atau Geografi Fisis.
b. Mempelajari kehidupan diatas permukaan bumi, meliputi:
1. Mempelajari dunia tumbuh-tumbuhan dipandang dan segi geografi disebut
Fitogeografi.
2. Mempelajari

dunia

hewan

dipandang

dan

segi

geografi

disebut

Zoogeografi
3. Mempelajari hubungan antara manusia dan lingkungan alam disebut
Geografi Sosial atau Human Geography.
Di dalam geografi kita sering mengenal lingkungan alam (physica
environment), maka udara, air, dan lapisan tanah sebagai tempat tinggal
manusia juga menjadi obyek dan geografi. Termasuk didalamnya berbagai
peristiwa atau gejala alam yang terjadi seperti angin topan, halilintar, hujan,
gempa, gunung meletus, pelapukan, erosi, sedimentasi dan sebagainya menjadi

23

obyek penyelidikan dan obyek pengetahuan geografi yang sangat luas dan
dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Rhoad Murphy mengemukakan ruang lingkup geografi dapat dibagi
menjadi tiga bagian pokok, yaitu:
a. Penyebaran dan relasi umat manusia di permukaan bumi dan aspek
keruangan permukiman serta pemanfaatan permukaan bumi.
b. Interelasi masyarakat manusia dengan lingkungan alam yang merupakan studi
diferensiasi areal.
c. Kerangka regional dan analisis wilayah yang spesifik.
Dari ketiga pokok yang menjadi ruang lingkup geografi tersebut, maka
studi geografi tidak dapat dilepaskan dan aspek alamiah dan aspek insaniah.
Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa geografi menelaah bumi dengan
segenap isinya, yakni manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan karena kehidupan
manusia, hewan dan tumbuhan berada di bagian permukaan kulit bumi yang
berupa daratan dan lautan ditambah dengan udara yang mengelilinginya, maka
obyek geografi adalah geosfer yang meliputi : Litosfer, Hidrosfer, Atmosfer dan
Biosfer.
Dengan demikian, maka geografi memerlukan ilmu penunjang, yaitu:
a. Litosfer terdiri dari batuan dan tanah yang dipelajari dalam geologi dan
pedologi. Bentuk-bentuk permukaan bumi dipelajari dalam geomorfologi.
b. Hidrosfer, terdiri dari laut dan samudra yang di pelajari dalam oceanografi;
sungai, danau dan air tanah dipelajari dalam Hidrografi.
c. Atmosfer, terdiri dari cuaca yang dipelajari dalam meteorology dan iklim yang
dipelajari dalam Klimatologi.
d. Biosfer, terdiri dari dunia hewan dan dunia tumbuhan; dunia hewan dipelajari
dalam Zoogeografi dan dunia tumbuhan dipelajari dalam Fitgeografi
Manusia

sebagai

penghuni

bumi

demi

kelangsungan

hidupnya

bergantung pada litosfer, atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Dan tempat tinggal
sebagai ruang hidup manusia disebut antrosfer.
Berikut ini akan dibuat skema tentang geografi dan ilmu - ilmu
penunjangnya:

24

GEOGRAFI DAN ILMU-ILMU PENUNJANGNYA

Manusia di dalam lingkungan geografisnya serta


Ilmu-ilmu kebumian (earth sciences) yang bertalian dengan itu semua

3. Obyek Studi Geografi


a. Obyek formal geografi adalah cara pandang dan cara berpikir terhadap
obyek material geografi yaitu sudut pandang keruangan dalam konteks
kelingkungan atau kewilayahan.
b. Obyek material geografi adalah geosfer yang meliputi : litosfer, hidrosfer,
atmosfer, biosfer dan amrosfer.
Dan kedua obyek diatas yang dapat digunakan untuk membedakan
dengan disiplin ilmu-ilmu lain adalah obyek formal yaitu sudut pandang
keruangan dalam kelingkungan atau kewilayahan. Oieh sebab itu pendekatan
geografi adalah pendekatan spasial (keruangan), kelingkungan dan kewi
layahan.
1. Pendekatan Spasial
Pendekatan ini menggunakan analisis spasial yaitu perbedaan unsur
atau variabel dari satu tempat ke tempat lain. Atau dapat pula dikatakan
sebagai persamaan dan perbedaan fenomena dan satu tempat ke tempat
lain.

25

Contoh yang dapat diamati : lereng, erosi, kesuburan lahan, kepadatan


penduduk dan lain sehagainya.
2. Pendekatan Kelingkungan
Pendekatan ini menggunakan analisis lingkungan atau ecological yaitu
memandang satu daerah sebagai satu kesatuan. Kajiannya terpusat pada
interaksi antara manusia dengan lingkungan. Manusia dipengaruhi oleh
lingkungan (bukan bergantung pada lingkungan), manusia dapat mengubah
lingkungan pada batas-batas tertentu (mempersubur tanah, mencegah erosi,
mengendalikan banjir, menciptakan udara sejuk, dan lain - lain).
3. Pendekatan Kewilayahan
Pendekatan ini menggunakan analisis wilayah atau kompleks wilayah
yaitu gabungan antara analisis spasial dengan analisis ecological. Contoh:
tiga daerah kabupaten di Jawa Timur yang masing-masing mewakili daerah
pegunungan

dataran

tinggi

(kabupaten

Malang),

daerah

pertanian

(Kabupaten Kediri) dan daerah pesisir utara/dataran rendah (Kabupaten


Lamongan). Ketiga daerah/wilayah tersebut kemudian dicari persamaan dan
perbedaannya. Perbedaan dan persamaan ini dapat menghasilkan analisis
spasial maupun analisis ecological, tergantung dari sudut pandang mana kita
mengkajinya. Bila mengkaji antar daerah akan menghasilkan analisis spasial,
tetapi kalau hanya satu daerah akan menghasilkan analisis ecological.

4. Konsep-Konsep Dasar ( Basic Concept ) Geografi


Konsep-konsep dasar geografi yang menjadi sumber materi pengajaran
pengetahuan sosial (social studies) diantaranya adalah:

a. Ruang
Mempelajari geografi selalu mengangkat aspek ruang, sehingga
geografi ada yang memberi pengertian sebagai ilmu keruangan. Yang
menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah yang dimaksud dengan ruang
itu? apakah sama pengertiannya dengan ruang makan, ruang tidur, ruang
olahraga, ruang belajar dan lain sebagainya? Jawabannya memang ada
persamaan

sekaligus

ada

pula

perbedaannya.

26

Persamaannya

pada

pengertian yang dikemukakan diatas semuanya menyangkut tempat. Tetapi


dalam pengetian geografi, tempat yang dimaksud berkaitan dengan bagian
permukaan bumi yang luasnya bervariasi dan luas yang sangat terbatas
sampai kepada permukaan bumi yang luasnya sampai beribu - ribu km2.
Unsur penting lainnya pada pengertian ruang menurut geografi, meliputi
lapisan atmosfer sampai ketinggian tertentu, laipsan batuan sampai
kedalaman tertentu, lapisan air (hidrosfer) dan proses alamiah yang terjadi
didalamnya.
Kaitan antara gejala - gejala yang terjadi di permukaan bumi, baik kaitan
antara gejala-gejala alam, gejala manusia maupun gejala alam dengan gejala
manusia

dikonsepsikan

sebagai

gejala

keruangan

yang

unsur

dan

intensitasnya berbeda. menghasilkan sifat ruang yang berbeda-beda pula.


Ruang atau wilayah atau tempat yang memiliki sifat-sifat yang khas dengan
karakteristik tertentu yang membedakan dengan wilayah lain disekitarnya,
dalam geografi disebut region.
Region dengan segala aspek dan kondisinya, merupakan salah satu
wilayah penelaahan geografi atau ruang lingkup geografi. Pada region inilah
bergeraknya salah satu studi geografi yang amat penting. Konsep region ini
selain menjadi salah satu ruang lingkup geografi, juga digunakan sebagai
sebuah pendekatan yang dikenal dengan pendekatan Regional.
Ada faktor dominan yang. membentuk karakter region, sehingga kita dapat
mengelompokkan region tersebut sebagai region alamiah, region ekonomi,
region politik, region budaya dan sebagainya. Secara alamiah kita dapat
membedakan daerah gurun, stepa, sabana, hutan dan lain - lain. Secara
ekonomi, kita dapat membedakan region industri, region pertanian, region
pariwisata, region perkebunan, region perikanan dan lain-lain. Dan secara
politik kita dapat membedakan daerah sosialis, daerah komunis, daerah
Kapitalis, daerah liberal dan lain - lain. Begitu juga secara budaya, kita dapat
membedakan daerah Jawa, daerah Minang, daerah Batak, daerah Madura,
daerah Sunda dan lain - lain, Dan konsep region inilah maka berkembang
analisis

region,

hubungan

aritar

region,

kerjasama

regional,

saling

ketergantungan regional atau interdependensi regional, maupun posisi


27

regional dan lain - lain. Contoh kerjasama regional: ASEAN, AFTA, EU dan
lain - lain, contoh posisi regional: posisi Indonesia diantara negara -negara
Asia Tenggara.

b. Bumi Sebagai Sebuah Planet


Dalam susunan tata surya tcrdiri atas matahari, planet, satelit dan
komet. Salah satu planet tersebut adalah bumi kita ini. Bumi sebagai sebuah
planet,

disamping

berputar pada

porosnya

(berotasi),

juga

beredar

mengelilingi matahari (berevolusi). Poros atau sumbu bumi terhadap bidang


peredarannya membentuk sudut 66,50 atau sumbu membuat sudut 23,50
terhadap garis vertikal.
Akibat rotasi bumi yang lamanya 24 jam, maka terjadi siang dan malam
dan berlakunya waktu setempat yang berbeda satu jam untuk tiap 150 garis
meridian atau garis bujur. Akibat revolusi dan kemiringan sumbu bumi, terjadi
perubahan musim. Di daerah lintang sedang ( 23,5 sampai 66,5 LS/LU )
terjadi perubahan empat musim, sedangkan didaerah muson terjadi
perubahan musim hujan dan musim kemarau. Akibat dari gejala ini, terjadi
adanya perbedaan iklim yang berpengaruh terhadap jenis vegetasi (flora) dan
kegiatan pertanian serta kegiatan umat manusia itu sendiri.
POSISI BUMI TERHADAP MATAHARI

28

Dari konsep dasar geografi Bumi sebagai sebuah planet berkembang


konsep- konsep geografi lainnya seperti : rotasi, revolusi, perbedaan iklim,
perbedaan vegetasi dan lain-lain. Konsep - konsep tersebut pasti memiliki
pengertian konotatif luas.
Konsep perbedaan iklim telah melahirkan variasi cara hidup manusia
sehingga

berkembang

konsep-konsep

penggembalaan,

peternakan,

pertanian, kerajinan, nelayan dan lain-lain. Konsep perbedaan iklim juga


melahirkan konsep-konsep daerah iklim tropik, daerah iklim sub tropik,
daerah iklim gurun, daerah iklim kutub dan lain-lain.
Variasi cara hidup manusia mengandung pengertian variasi kemampuan
manusia memanfaatkan pengetahuan dan teknologi dalam memanfaatkan
alam dan lingkungannya. Disini kita berhadapan dengan berbagai kelompok
manusia yang sangat bervariasi tingkat kemajuannya. Menurut teori evolusi
sosial yaitu teori yang mendasarkan diri pada tahap - tahap perkembangan
sosial-budaya, maka pada tahap pertama dikenal dengan masyarakat
berburu

dan

meramu

sehingga

melahirkan

konsep

penggembalaan,

perburuan, meramu (mengumpulkan bahan makanan), lading berpindah dan


lain-lain. Tahap kedua adalah masyarakat pertanian yang kemudian
melahirkan konsep petani, buruh tani, nelayan, peternak, berkebun dan lain
lain. Tahap ketiga adalah masyarakat industri sehingga melahirkan konsep
industriawan, wirausahawan, bankir, teknisi dan berbagai jenis profesi
lainnya. Tahap keempat adalah masyarakat komunikasi dan informasi yang
melahirkan konsep operator komputer, internet, telepon; programmer

29

komputer, internet serta berbagai jenis profesi yang berkaitan dengan dunia
telekomunikasi dan cyber.
Masyarakat pada tahap pertama dan kedua masih bersifat tradisional
karena kehidupannya masih sangat bergantung kepada alam dan lingkungan.
Sedangkan pada masyarakat tahap ketiga dan keempat sudah termasuk
dalam masyarakat modern yaitu masyarakat yang tidak banyak bergantung
kepada alam lingkungan, tetapi lebih mengandalkan kepada kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Terjadinya variasi kehidupan manusia di muka bumi ini sangat dibatasi
oleh kemampuan pengetahuan, ilmu dan teknologi serta kemampuan
mengolah dan memanfaatkan sumber daya untuk kepentingan dan
kesejahteraan hidupnya. Kenyataan ini dapat kita teaah di wilayah Indonesia
sendiri maupun di permukaan bumi lainnya di negara - negara lain. Sehingga
kita dapat melihat variasi tingkat kemampuan ekonomi dalam bentuk
kelompok manusia miskin, berkecukupan dan kaya. Berkaitan dengan
kenyataan tersebut, terungkap juga adanya kelompok manusia yang
terbelakang, sedang berkembang dan maju atau modern.

C. Cuaca dan Iklim


Cuaca dan iklim merupakan kondisi alamiah yang erat kaitannya satu
sama lain, tetapi antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar.
Cuaca merupakan keadaan udara di suatu tempat dan pada saat tertentu,
sedangkan iklim adalah keadaan rata- ram udara di daerah yang luas dan
pada waktu yang lama. Jadi perbedaan yang pokok antara cuaca dengan
iklim terletak pada tempat dan waktu. Jika cuaca tempatnya sempit dan
waktunya singkat, maka iklim tempatnya luas dan waktunya lama.
Ilmu yang mempelajari cuaca disebut Meteorologi, sedangkan ilmu yang
mempelajari iklim disebut Klimatologi. Di Indonesia kedua penistiwa alamiah
tersebut diamati dan diselidiki oleh Badan Meteorologi dan Geofisika di
bawah naungan Departemen Perhubungan, yang mempunyai tugas antara
lain:

30

a. Menyelidiki dan mencatat unsur - unsur cuaca dan iklim


b. Memberikan evaluasi dan meramalkan keadaan cuaca yang akan datang.
Untuk kepentingan tersebut maka pada tempat tempat yang dianggap
penting ditempatkan stasiun meteorology yang secara teratur inemberikan
laporan tentang meteorology dan keadaan cuaca pada daerah yang
bersangkutan, disamping data yang diperoleh dari satelit cuaca.
Meskipun antara cuaca dan iklim memiliki perbedaan pokok, tetapi
keduanya memiliki unsur-unsur yang sama, diantaranya:
1. Suhu atau Temperatur Udara
Suhu udara adalah tingkat atau derajat dan aktivitas molekul dalam
atmosfer dan dinyatakan dalam skala Celcius, Fahrenheit, Rheamur dan
lain sebagainya. Alat pencatat suhu udara adalah Thermometer.
Thermometer maksimum dipergunakan untuk mencatat suhu maksimum,
sedang thermometer minimum untuk mencatat suhu minimum.
Suhu udara berubah dari waktu ke waktu dan tersebar secara tidak
merata baik secara horizontal maupun vertikal. Penyebaran horizontal
hiasanya berlangsung secara tidak teratur yang dipengaruhi kondisi
daerah ataupun bentang alamnya masing-masing. Penyebaran secara
horizontal ditunjukkan oleh peta Isotherm yaitu garis khayal pada peta
yang menghubungkan tempat-tempat dengan suhu udara yang sama.
Sedangkan penyebaran secara vertikal biasanya berlangsung secara
teratur sesuai dengan Gradien Temperatur Vertikal yakni setiap terjadi
kenaikan secara vertikal setinggi 100 meter suhu udara akan turun sekitar
0,5 celcius.
Penyebaran suhu udara baik secara horizontal maupun vertikal pada
dasarnya disebabkan oleh hal - hal sebagai berikut:
a. Letak lintang
Daerah yang terletak di daerah lintang rendah yang menerima panas
matahari dalam jumlah yang banyak serta intensitas yang tinggi
karena sudut datangnya sinar matahari berlangsung secara tegak
lurus di daerah ini, sehingga daerah ini suhu udaranya akan lebih

31

tinggi bila dibandingkan dengan daerah lintang sedang apalagi lintang


tinggi daerah kutub).
b. Jumlah radiasi
Pancaran sinar matahari yang diterima oleh suatu daerah pada setiap
hari, setiap musim maupun setiap tahun akan berpengaruh terhadap
suhu udara pada suatu daerah.
Faktor - faktor yang mempengaruhi jumlah radiasi adalah:
- jarak dari matahari
- intensitas radiasi matahari
- panjang siang dan panjang malam
- pengaruh awan terhadap radiasi yang datang
c. Pengaruh daratan dengan lautan
Daratan mempunyai sifat cepat panas dan cepat pula berubah menjadi
dingin dan mempunyai kecenderungan melepaskan panas yang
diterima ke atmosfer. Sedangkan laut/air mempunyai sifat yang sukar
panas dan sukar pula menjadi dingin serta mempunyai kecenderungan
menyimpan panas yang diterimanya.
d. Pcngaruh ketinggian!altitude
Makin tinggi suatu temp at dari permukaan laut suhu udaranya
semakin rendah.

e. Pengaruh Angin
Pergerakan udara atau angin secara horizontal juga menyebabkan
suhu udara tersebar secara merata.
Indonesia yang memiliki suhu rata - rata tahunan yang tinggi yaitu sekitar
26 C dengan amplitude suhu tahunan yang kecil yaitu sekitar 10 C, hal mi
disebabkan oleh pemanasan matahari yang tinggi sepanjang tahun karena posisi
letak astronomis Indonesia. Suhu udara di Indonesia tidak mengalami perubahan
drastis, begitu juga bentuk kepulauan Negara Indonesia yang memiliki luas
perairan yang sangat besar memiliki pengamh yang sangat besar pula terhadap
pengendalian suhu sehingga menyebabkan perbedaan suhu minimum dengan

32

suhu maksimum tidak terlalu besar. Jika terjadi perubahan suhu di Indonesia,
biasanya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
-

Perbedaan siang dan malam, suhu maksifnum yang terjadi pada siang hari
sekitar pukul 13.00-15.00, sedangkan suhu minimum terjadi sekitar pukul
03.00-05.00

2.

Ketinggian tempat dan permukaan laut.


Tekanan Udara-Angin
Tekanan udara adalah tekanan yang ditimbulkan oleh udara kepada
setiap bidang datar di permukaan bumi seluas 1 cm2 sampai batas atmosfer.
Tekanan udara dapat diukur dengan barometer dan tempat tempat yang
mempunyai tekanan udara sama pada peta ditunjukkan oleh garis Isobar.
Makin tinggi suatu tempat dan muka laut makin rendah tekanan
udaranya karena semakin tinggi tempat udaranya semakin renggang
sehingga tekanan rendah. Barometer juga dapat dipakai untuk mengukur
tinggi tempat dari permukaan air laut, setiap naik secara vertikal setinggi 10
meter, permukaan air raksa dalam tabung turun rata - rata 1 mm sehingga
jika diketahui berapa tinggui air raksa dalam tabung maka akan dapat
diketahui pula ketinggian suatu tempat.

3. Kelembaban Udara - Awan - Hujan


Kelembaban udara adalah perbandingan antara uap air dengan udara
pada saat tertentu dan tempat tertentu. Ada dua macam kelembaban udara,
yaitu:
1. Kelembaban absolut/mutlak adalah banyaknya uap air yang terdapat
dalam udara yang dinyatakan dengan gram uap air per meter3 udara.
2. Kelembaban relative/nisbi ialah perbandingan jumlah uap air yang
terdapat di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dapat dikandung
oleh udara pada suhu yang sama dan dinyatakan dengan persen ( %).
Contoh:

pada suhu 20 C tiap 1 m2 udara maksimum dapat memuat


20 gram uap air, sedangkan waktu itu hanya terdapat uap air
sebanyak 10 gram.
Maka kelembaban absolut /mutlak adalah 20 gram dan
kelembaban relatif/ nisbi adalah 10 / 20 * 100 % = 50 %.
33

Udara dinyatakan jenuh jika kelembaban relatifnya mencapai 100 %


sehingga sebagian dan uap air mengalami kondensasi dan menimbulkan titik
- titilc air yang disebut awan, bila suhu udara makin tinggi maka kelembaban
relatifhya kecil, dan jika suhu udara rendah maka kelembaban relatifnya akan
besar. Kelembaban udara yang selalu tinggi menyebabkan curah hujan yang
tinggi pula.

d. Keanekaragaman Flora dan Fauna


Keanekaragaman flora dan fauna di Indonesia termasuk golongan
tertinggi di dunia, jauh lebih tinggi daripada Amerika dan Afrika tropis apabila
dibandingkan dengan daerah yang beriklim sedang dan dingin. Jenis tumbuh
- tumbuhan di Indonesia diperkirakan mencapai 25.000 jenis atau lebih dari
10 % dan flora di dunia. Lumut dan ganggang diperkirakan berjumlah 35.000
jenis dan tidak kurang dari 40 % dari jenis itu merupakan jenis endemik atau
jenis yang hanya terdapat di Indonesia saja.
Secara umum penyebaran flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh
factor fisis geografis, yaitu:
1. Faktor klimatologis
- Faktor suhu
Sesuai dengan penyebaran temperatur di muka bumi yang terbagi
menjadi tiga yaitu daerah panas, sedang dan dingin, ini akan
mempengaruhi penyebaran flora dan fauna di muka bumi ini baik secara
horizontal (dari equator sampai ke kutub) maupun secara vertikal
(berdasarkan ketinggian tempatnya).
- Faktor curah hujan
Penyebaran curah hujan pada tiap-tiap wilayah yang tidak sama akan
menghasilkan penyebaran jenis flora mulai dan hutan heterogen, hutan
homogen, sabana sampai stepa bahkan sampai jenis yang primitif yaitu
berupa lumut maupun ganggang

34

2. Faktor relief
Fenomena permukaan bumi yang tidak rata dapat menyebabkan
terjadinya perbedaan temperature pada masing-masing tempat yang
akhirnya dapat mempengaruhi penyebaran jenis flora secara vertikal.
Misalnya dari dataran rendah mempunyai jenis yang heterogen, semakin
ke atas semakin homogen dan semakin sederhana.
3. Faktor tanah
Tanah sangat mempengaruhi penyebaran flora, bukan karena
tingkat kesuburannya semata tetapi yang amat menentukan adalah
tentang keadaan teksturnya. Tanah yang subur dan mempunyai tekstur
gembur akan lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanah
daripada tanah yang mempunyai tekstur padat/halus.
4. Sumber Daya Manusia
Faktor kualitas manusia (sumber daya manusia) tidak kalah
pentingnya bila dibandingkan dengan faktor alam, karena manusia
memiliki kebudayaan yang tinggi (pendidikan tinggi) dapat menciptakan
tanaman

atau

budidaya

yang

berpotensi,

misalnya

dengan

mengusahakan perkebunan reboisasi dan usaha - usaha intensifikasi


pertanian dan berbagai jenis kegiatan lainnya.
Sedangkan untuk penyebaran flora dan fauna di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kondisi fisis wilayah masing-masing yang secara umum
dibedakan:
1. Daerah Asiatis / Sunda Flat
Daerah Asiatis meliputi wilayah - wilayah yang dulunya bergabung
dengan benua Asia yang meliputi P. Sumatera, P. Kalimantan, P.
Jawa dan P. Bali. Keadaan flora dan fauna di wilayah barat Indonesia
ini mempunyai perbedaan flora dan fauna di wilayah timur Indonesia.
Perbedaan floranya dibatasi oleh garis Wallace sedangkan perbedaan
faunanya dibatasi oleh garis Weber. Bila kita lihat dan letak
geografisnya wilayah ini sebagian besar berada di sekitar khatulistiwa
dengan curah hujan yang tinggi dan terletak pada jalur pegunungan
Mediterania.

Akibat

dan

kondisi
35

geografis

tersebut

membuat

penyebaran flora pada wilayah ini berupa jenis hutan hujan tropis dan
hutan musim. Sedangkan jenis fauna yang ada seperti harimau, gajah,
badak dan binatang-binatang menyusui besar lainnya.
2. Daerah AustrallSahul Plat
Wilayah ini terletak di bagian timur yang dulunya pemah bergabung
dengan benua Australia. Akibatnya jenis flora dan fauna di wilayah ini
mempunyai kesamaan dengan flora dan fauna yang ada di Australia,
terutama dengan Australia Utara. Jenis floranya pada umuninya
merupakan hutan hujan tropis, sedangkan jenis faunanya terdiri dan
berbagai jenis burung dengan aneka warna bulunya, juga berbagai
reptil dan binatang menyusui yang kecil - kecil.
3. Daerah Austral Asiatis/Peraithan
Wilayah terletak di antara garis Wallace dan garis weber, wilayah ini
dulunya memisahkan antara benua Asia dan Australia. Penyebaran
flora yang ada di wilayah ini mempunyai rumpun yang sama dengan
flora yang ada di Nusa Tenggara, Maluku dan Filipina. Sedangkan
faunanya merupakan peralihan antara yang ada di wilayah timur dan
barat, seperti anoa, komodo, babi rusa, burung maleo, dan
sebagainya.
Ciri - ciri fauna Asiatis dan Australis sebagai berikut:
Fauna Asiatis

Fauna Australis
a. Binatang menyusui kecil

a. Binatang menyusui besar

kecil

b. Terdapat bermacam - macam


kera

b. Tidak terdapat jenis kera

c. Jenis ikan di air tawar banyak

c. Jenis ikan air tawar sedikit

d. Jenis burung berwarna sedikit

d.

Terdapat

burung
berwarna

36

banyak

sekali

e. Kota
Konsep kota pada dasarnya merujuk kepada fenomena yang sangat
bervariasi sesuai dengan perbedaan sejarah dan wilayahnya. Namun secara
umum istilah kota adalah tempat di wilayah tertentu yang dihuni oleh cukup
banyak penduduk dengan tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Studi tentang
masyarakat kota tidak hanya terbatas pada studi tentang masyarakat secara
luas, namun juga karakteristik tertentu dari kehidupan internalnya.
Ditinjau dari sejarahnya, budaya perkotaan bermula di enam daerah
pusat peradaban kuno yang terpisah, yakni Mesopotamia, Lembah Sungai Nil,
Lembah Sungai Indus, Cina Utara, Meso-Amerika, Pegunungan Andes, dan
Yorubaland di Afrika Barat. Di pusat-pusat pemukiman itulah yang menjadi
pusat-pusat monarki dan lembaga-lembaga keagamaan dan masing-masing
memiliki staf administrasi dan pegawai resmi yang berkuasa mengendalikan para
petani dan penduduk di tempat-tempat sekitarnya. Selain itu bangunanbangunan pusat kebudayaan berkembang menjadi serangkaian kompleks
arsitektur monumental yang meliputi candi, istana, gedung peradilan, pasar,
monumen dan gedung gedung pusat kekuasaan. Contoh di jaman kejayaan
kerajaan Romawi dipenuhi oleh bangunan para pemilik tanah yang menjadi elite
kerajaan dan panglima perang dengan segala aktivitasnya yang ditunjang oleh
fasilitas dan ribuan budak.
Sejarahwan Belgia yang memusatkan perhatiannya pada kota-kota tua
adalah Henry Pirenne yang banyak meneliti kota-kota tua di Eropa pada Abad
Pertengahan. Kemudian tokoh lainnya adalah Max Weber, seorang sosiolog
yang mendapatkan pengaruh aliran filsafat historisme dengan mengembangkan
suatu tipe kota ideal dalam karyanya yang berjudul The City (1958). Pengertian
kota ideal dsini adalah komunitas perkotaan dengan pasar sebagai institusi
sentralnya yang ditopang oleh sistem administrasi dan hukum yang otonom.
Weber pun membandingkan antara kota-kota di Eropa dengan kota-kota di Timur
yang lebih terfragmentasi secara internal dan lebih terkait secara integratif
dengan administrasi kerajaan.

37

Namun

perubahan-perubahan

yang

diakibatkan

oleh

urbanisme

sekarang dan mungkin juga di masa yang akan datang, secara kompleks akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi, ekonomi dan teknologi. Terbukti pada
awal abad 20 telah berkembang kota- kota besar tidak hanya di Eropa, tetapi
juga di Amerika Serikat dan di beberapa negara Asia. Bahkan kota kota telah
berkembang menjadi kota metropolis dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta
orang, seperti : Tokyo (Jepang), Mexico City (Mersiko), Jakarta (Indonesia), New
York (AS), Bombay (India), dll.

f. Peta
Konep peta pada dasarnya adalah pola permukaan bumi yang
diukiskan pada bidang datar. Gambar itu dapat menyatakan keadaan fisik bumi,
keadaan budaya, ekonomi bahkan politik. Biasanya titik peta menunjukkan
kedudukan geografis berdasarka skala dan proyeksi yang telah ditentukan.
Berdasarkan penelitian sejarah tentang pembuatan peta yang lebih
dikenal dengan istilah kartograf ternyata pada bangsa-bangsa tertentu kartograf
telah dahulu dikenal daripada perkenalan manusia terhadap huruf. Kajian ini
didasarkan pada penemuan beberapa peta purba yang dibuat oleh bangsabangsa Mesir, Babylonia dan China. Peta tertua berupa tablet terbuat dari tanah
liat, yang saat ini disimpan di Museum Semit Harvard Amerika Serikat.
Pengukuran bumi pertama sudah bersifat ilmiah, yakni pengukuran lintang dan
bujur yang dilakukan oleh Ptolomeus pada abad 3 SM. Namun masih ada
kesalahan utama yang terletak pada peta tersebut, yakni terlalu kecilnya ukuran
bumi. Kemudian pada Abad Pertengahan, kartografi mulai berkembang dan
dipelajari oleh sarjana Arab Al-Idrisi (abad12), melanjutkan pekerjaan Ptolomeus.
Saat ini kartografi telah berkembang dengan pesat sebagai seni dan
teknologi pembuatan serta penggunaan peta untuk menggambarkan lokasilokasi dan hubungan spasialnya. Dikataan seni, karena pembuatan peta tidak
hanya mengandalkan keterampilan grafis, namun juga estetika secara visual.
Sedangkan dengan teknologi karena dalam pembuatan peta tersebut banyak
menggunakan perangkat elektronik, mekanis dan fotografik. Pada awalnya para

38

ahli geografi dan ilmuwan sosial lainnya sering mengidentikkan kartografi


sebagai pembuatan peta atau desain ilustrasi geografis untuk menyertai narasi
verbal. Namun dengan semakin canggihnya proses pembuatan peta maka
pembagian tugas perlu dilakukan, misalnya antara kartografer yang menyusun
peta dan menulis teks dengan ilustrator kartografis yang membuat gambargambarnya.

g. Demografi
Konsep demografi pada dasarnya merujuk kepada analisis terhadap
berbagai

variabel kependudukan. Didalamnya mencakup berbagai metode

perhitungan dan hasil substansi dalam riset mengenai anka kematian


(mortalitas), angka kelahiran (natalitas), migrasi dan jumlah serta komposisi
penduduk atau populasi.
Seringkali para ahli demografi mengumpulkan data kependudukan dan
segenap komponen perubahannya serta membangun model-model dinamika
populasi. Mereka memiliki kontribusi yang sangat penting dalam masalah
kependudukan

yang begitu luas dan mencoba mengaitkan perubahan

kependudukan dengan aspek-aspek non demografi, seperti faktor sosial, politik,


ekonomi

dan

sebagainya.

Dengan

demikian

kajian

demografi

bersifat

interdisipliner yang juga menggunakan konsep-konsep sosiologi, sejarah,


antropologi, ekonomi, psikologi dan lain-lain. Dalam penggunaan metodenyapun
menggunakan analisis statistika dan analisis numerik.
Dilihat dari jenis atau macam variabel kependudukan, demografi terbagi
menjadi 2 jenis variabel. Pertama, variabel stok (stok), yang bersifat statis.
Artinya variabel ini menggunakan sumber-sumber sensus nasional yang
bentuknya elalu berkembang sejak abad ke 17 hingga sekarang menjadi lebih
modern. Beberapa informasi yang didapatkan secara crossectional yang lazim
dikumpulkan dalam sensus tersebut adalah usia dan jenis kelamin, distribusi
penduduk, tempat lahir, status dan mata pencaharian. Kedua, variabel arus
(flow) yang bersifat dinamis. Arus modernisasi yang menurunkan angka
kelahiran dan meningkatkan usia rata-rata harapan hidup sangat berpengaruh

39

terhadap dinamika kependudukan di suatu negara pada waktu yang berbedabeda.Negara-negara maju cenderung angka kelahirannya menurun dan usia
rata-rata harapan hidupnya tinggi, sementara di negara-negara berkembang atau
miskin justru angka kelahirannya tinggi dan usi rata-rata harapan hidupnya
rendah. Bahkan terjadinya perubahan-perubahan demografi yang berkaitan
dengan turunnya tingkat kesuburan demografis juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan penduduk.
Disamping beberapa konsep dasar yang telah disajikan diatas ada
konsep yang dikemukakan Getrude Whipple yang mengungkapkan ada 5
konsep dasar Geografi :
1. Bumi sebagai planet
2. Variasi cara hidup
3. Variasi wilayah-wilayah alamiah
4. Makna wilayah (region) bagi manusia
5. Pentingnya lokasi dalam memahami peristiwa alamiah
Dan Henry J Warman mengemukakan 15 konsep dasar Geografi :
1. Konsep Kewilayahan atau konsep regional
2. Konsep lapisan kehidupan atau konsep biosfer
3. Konsep manusia sebagai faktor ekologi yang dominan
4. Konsep glabalisme atau konsep bumi sebagai planet
5. Konsep Interaksi keruangan
6. Konsep hubungan areal
7. Konsep kesamaan areal
8. Konsep perbedaan areal
9. Konsep keunikan areal
10. Konsep perebaran areal
11. Konsep lokasi relatif
12. Konsepkeunggulan komparatif
13. Konep perubahan yang terus menerusatau perubahan abadi
14. Konsep sumber daya dibatasi secara budaya
15. Konsep bumi yang bundar diatas kertas yang datar atau konsep peta.

40

5. Teori Teori Geografi


1. Teori Ledakan Penduduk dari Thomas Robert Malthus
Thomas Robert Malthus lahir di St. Catherina Inggris pada tanggal
14 Februari 1776 dan meninggal pada tanggal 23 Desember 1834. Ia seoarang
pakar ekonomi yang dikatagorikan mashab klasik bersama Adam Smith. Ajaranajarannya banyak mempengaruhi pemikiran ekonomi lainnya, seperti Ricardo,
dimana perkembangan ekonomi diasumsikan cukup suram dan itu berpengaruh
terhadap perkembangan abad 19. Dalam perspektif ilmu geografi ekonomi dan
populasi, Robert Malthus dikenal sebagai seorang pelopor geografi sosial yang
sangat

diperhitungkan

bahkan

nama

Malthus

diabadikan

dalam

aliran

neomalthusianisme. Teorinya yang sangat terkenal hingga saat ini yakni Teori
Ledakan Penduduk dituangkan dalam karyanya : An Essay on the Principles of
Population (1798). Dalam teori tersebut ada beberapa pokok-pokok pikiran yang
dikemukakan oleh Malthus, diantaranya :
1. Masyarakat manusia akan cenderung tetap miskin karena pertumbuhan
penduduk diasumsikan lebih cepat daripada persediaan bahan makanan.
2. Pertambahan penduduk dapat diibaratkan sebagai deret kali atau deret
ukur, sehingga pelipatgandaan pertumbuhan penduduk akan terjadi dalam
setiap 25 tahun , sedangkan pertambahan sarana kehidupan berjalan
lebih lambat, yakni mengikuti deret tambah.
3. Melalui tindakan pantang seksual atau pantangan kawin, perang,
kelaparan, dan bencana alam, jumlah penduduk memang diusahakan
sesuai dengan sarana kehidupan yang tersedia. Tetapi cara ini tidak
cukup untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sampai diatas batas
minimum.
2. Teori Pengaruh Iklim terhadap Peradaban dari Ellworth Huntington
E. Huntington

adalah seorang pakar geografi Amerika Serikat yang

dikenal sangat produktif menulis berbagai buku terkenal dan teorinya tergolong
fantastis imajiner, bahkan kadang-kadang dinilai terlalu bombastis. Inti teorinya
tertuang dalam 3 bukunya, yakni : The Pulse of Asia (1907), Palestine and Its

41

Transformation (1911) dan Civilization and Climate (1915). Pokok - pokok


pikirannya tersarikan dalam pandangannya berikut ini :
1. Pusat peradaban-peradaban besar yang tersebar di kawasan Asia Tengah
dan Asia

Barat Daya pada jaman kuno, sekarang ini kondisinya

mengerikan, dan pada abad ke-20 diperkirakan terjadi kemerosotan


peradaban yang disebabkan oleh perubahan iklim.
2. Mengeringnya wilayah itu saat ini, tampaknya tidak sesuai dengan
posisinya dahulu sebagai pusat kerajaan. Menurutnya, iklim yang dahulu
jauh lebih lembab dan pada wilayah itu terjadi suatu proses pengeringan
yang terus menerus dan progresif
3. Proses tersebut menjadi bagian dari suatu proses yang lebih besar dari
fenomena-fenomena yang lebih umum. Berdasarkan asumsi tersebut, ia
terdorong untuk membuat postulattentang mengeringnya bumi yang
terjadi dalam pulsasi ritmik, dengan periode-periode dari udara kering dan
basah.
4.

Cerita pengembaraan bangsa Ibrani (Yahudi) dalam kitab suci


berhubungan dengan titik tengah antara masa kekeringan dan masa
kebasahan. Ekspansi kerajaan Moghul dan ekspansi kerajaan barbar
Mongol sampai ke Eropa adalah akibat dari mengeringnya tempat tinggal
asli dari kaum penyerbu.

5.

Proses pengeringan yang progresif dari bumi mengikuti arah tertentu,


umumnya dari timur ke barat. Inilah kondisi yang menjelaskan pergantian
pusat-pusat peradaban besar dari Babylonia ke Mesir, dari Mesir ke
Yunani, dari Yunani ke Romawi, dari Roma ke Perancis, dari Perancis ke
Inggris dan dari Inggris ke Amerika Serikat.

3.. Teori Lokasi Lahan dari Heinrich von Thunen


Johann

Heinrich

von

Thurnen

dalam

Der

Isolierte

Staat

(1826)

mengemukakan bahwa pada dasarnya pengunaan lahan dapat dibagi dalam


beberapa penggunaan. Dengan mengambil satu pusat kota sebagai satusatunya tempat memproduki barang-barang yang dibutuhkan oleh seluruh

42

negara, sedangkan daerah-daerah di sekitarnya hanya sebagai pemasok bahan


mentah ke kota.
1. Lahan pertama berada di dekat pusat kota (pasar), akan dipakai untuk
kegiatan-kegiatan intensif bagi jenis tanaman yang hasilnya cepat rusak,
memakan tempat, dan berat dalam kaitannya dengan transportasi.
2. Lahan kedua merupakan daerah hutan. Hal itu dapat dipahami, mengingat
pada masa itu kebutuhan hasil hutan untuk kayu dan bahan bakar memiliki
sifat yang memakan tempat dan berat sehingga harus ditempatkan dekat dari
pusat kota.
3. Lahan ketiga digunakan untuk menanam sejenis tanaman gandum atau padipadian.
4. Lahan keempat berupa daerah penggembalaan ternak.
5. Lahan kelima adalah daerah three field system yang merupakan daerah
ilalang, dan daerah tandus.
6. Lahan keenam merupakan daerah perburuan.
7. Untuk memudahkan dan efisiensi transportasi, diperlukan sungai yang
membelah kota. Hal itu ternyata dapat menghemat 1/6 transportasi darat
sehingga lahan pertama akan berkembang sepanjang sungai.
8. Perlu dibuat kombinasi transportasi darat dan sungai sehingga akan sama
biaya transpor darat bagi daerah yang tidak dapat dinikmati adanya sungai.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 6.1 berikut ini.

43

6 Rumput

5 Sistem 3 ladang

Lokasi pertanian gandum, rumput

3 Gandum dan biet gula

2 Hutan
1 Tanaman

I Tanaman

*
Kota Kecil

Gambar 6.1 Penggunaan Lahan Model von Thunen


4. Teori Daya Sentrifugal dan Sentripetal dari Charles O Colby
Charles O. Colby adalah penulis artikel Jurnal Annals pada Association
of American Geographers Vol.23 No.1 (Mar.1933), halaman 1-20, yang menulis
topik Centrifugal and Centripetal Forces in Urban Geography. Dalam tulisan
tersebut, Colby menguraikan bahwa proses berekspansinya kota yang makin
meluas dan berubahnya struktur tata guna lahan sebagian besar disebabkan
oleh adanya daya sentrifugal dan sentripetal pada beberapa kota. Daya
sentrifugal mendorong penduduk dan usahanya untuk bergerak ke luar sehingga
terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor serta zona-zona
kota. Sedangkan daya sentripetal mendorong penduduk dan berbagai usahausahanya

bergerak

ke

dalam

kota

(konsentrasi) aktivitas masyarakat.

44

sehingga

menimbulkan

pemusatan

Adapun isi teori yang menyebabkan pada masyarakat kota terjadi daya dan
sentrifugal sebagai berikut.
1) Terdapat gangguan yang sering berulang, seperti kemacetan lalu lintas serta
polusi udara dan bunyi menyebabkan penduduk kota merasa tidak nyaman
bertempat tinggal di tempat itu.
2) Dalam pengembangan industri modern dan besar-besaran, memerlukan
lahan relatif luas serta menjamin kelancaran transportasi dan lalu lintas. Hal
itu hanya dapat dilakukan di pinggiran kota sebab kondisi kota-kota tua
sangat padat.
3) Harga sewa atau harga beli tanah di pinggir atau di luar kota jauh lebih murah
daripada di kota.
4) Di kota sudah penuh dengan gedung-gedung bertingkat tinggi, tidak mungkin
lagi dapat dibangun bangunan baru, kecuali dengan biaya yang sangat tinggi.
5) Kondisi

perumahan

kota

umumnya

padat

dan

sempit,

sulit

untuk

dikembangkan lebih lanjut, kecuali dengan biaya yang tinggi. Berbeda


dengan pinggir atau luar kota, serba mungkin untuk memperoleh perumahan
yang lebih nyaman, segar, dan murah.
6) Hidup di kota terasa sesak, padat, penat, dan berjubel. Sedangkan di pinggir
atau di luar kota lebih terasa asri, segar, sunyi, dan nyaman.
Namun sebaliknya, banyak juga penduduk di luar atau di pinggir kota yang
justru senang tinggal di kota. Penyebabnya berkaitan dengan gaya sentripetal.
1) Memiliki tempat-tempat di pusat kota yang strategis, sangat cocok untuk
pengembangan industri dan merupakan kemudahan tersendiri dalam operasi
industri.
2) Berbagai perusahaan dan bisnis, biasanya lebih menyukai lokasi-lokasi dekat
stasiun kereta api,pelabuhan, terminal bus, maupun pusat-pusat keramaian
publik lainnya.
3) Dalam dunia bisnis, lebih menyukai dan berkecenderungan adanya
konsentrasi-konsentrasi penjual jasa, seperti penjahit, tempat praktik para
dokter, pengacara, tukang gigi, pemangkas rambut dan kecantikan biasanya
terdapat pada lokasi yang berdekatan

45

4) Selain itu, di kota-kota sudah tersusun pusat-pusat perbelanjaan seperti tokotoko, tekstil, elektronik, perhiasan (emas dan perak) pakaian jadi, makanan
dan minuman, barang-barang kelontong, mainan anak, dan sebagainya.
5) Banyaknya flat-flat rumah bersusun untuk golongan masyarakat kecil,
setidaknya dapat meringankan harga sewa bagi penduduk kota.
6) Kota pun menyediakan sejumlah tempat hiburan, olahraga, seni budaya,
pendidikan, di samping menyediakan pekerjaan.
7) Para pegawai dan pekerja kota lainnya, lebih menyukai tempat tinggal yang
tidak berjauhan dengan tempat bekerja. Artinya, kota tetap diminati sebagai
kebutuhan untuk bertempat tinggal karena dekat degan tempat bekerja.
5. Teori Kota Konsentris dari Burgess
E.W. Burgess adalah seorang geograf Amerika Serikat yang mengkaji
struktur kota Chicago pada tahun 1920-an, teori konsentrasi tersebut dimulai
dalam tulsannya yang berjudul The Geography of City (1925). Ini teori kota
konsentris yang dapat sebagai berikut.
1. Pada hakikatnya, kota meluas secara seimbang dan merata dari suatu pusat
atau inti sehingga muncul zona-zona baru sebagai perluasannya
2. dengan demikian, padasetiap saat dapat ditemukan sejumlah zona yang
konsentris letaknya sehingga struktur kota menjadi bergelang (melingkar)
3. Di pusat kota terdapat zona pertama sebagai Central Bisnis District disingkat
CBD, di Chicago disebut loop sebagai jantung kehidupan bisnis,
perdagangan, perekonomian dan kemasyarakatan. Zona kedua sebagai
terdapat Zona Peralihan (transitional zone) yang merupakan kawasan
perindustrian, disertai oleh rumah-rumah pribadi yang kuno, bahkan jika
Chicago telah berubah menjadi Chines Town maupun pertokoan dan
perkantoran berskala kecil. Namun, jika sudah bobrok banyak dimanfaatkan
oleh kaum gelandangan miskin. Zona Ketiga sebagai kawasan perumahan
para buruh yang kebanyakan adalah kaum imigran. Zona Keempat,
penghuninya kelas menengah, cukup rapi, memiliki jarak sanitasi yang lebih
memadai sebagai tempat tinggal ang nyaman dan baik. Namun, terdapat pula
sebagian kecil rumah berkelas elite. Sedangkan pada Zona Kelima
46

merupakan Commuters Zone atau tempat orang yang pergi pulang setiap
hari untuk bekerja. Kondisi alamnya masih asri, luas, dan mewah serta
berfngsi sebagai kota kecil untuk beristirahat dan tidur atau disebut dormitory
towns, disebut demikian karena perumahan untuk orang-orang kaya.

4. Secara Keseluruhan deskripsi teori konsentris yang ideal ini dapat dilihat
pada gambar 6.2 berikut ini.

6
5
4
3

2
1

1.

47

Keterangan Gambar :
Pusat Dagang / CBD
Zona Transisi ( Perdagangan Besar dan Industri Kecil )
Zona Pemukiman Buruh Rendahan
Zona Pemukiman Buruh Menengah
Zona Pemukiman Kaum Elite
Zona Kaum Elite Pergi Pulang Tiap Hari Kerja
1.

48

49

BAB III
PENGETAHUAN DASAR SEJARAH
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa: Orang yang tidak mengerti
sejarah bagaikan membaca buku roman yang tahu halaman terakhirnya saja.
Ungkapan

ini

sangat

tepat

dalam

mcnggambarkan

betapa

pentingnya

mempelajari sejarah. Bagi seseorang, mempelajari sejarah dapat dijadikan


cermin dan pengalaman yang sangat berharga agar mereka dapat belajar dan
cerita sukses maupun kegagalan yang dialami oleh seorang aktor sejarah
sehingga orang tersebut menjadi arif dan bijaksana. Namun bagi kehidupan
suatu bangsa mempelajari sejarah dapat dijadikan sebagai wahana untuk
menanamkan nilai - nilai nasionalisme, moral demokratisasi maupun memupuk
nilai-nilai patriotisme.
Materi pengajaran sejarah tidak hanya menyajikan tentang masa kejayaan
dan keruntuhan dari sebuah kerajaan atau keberhasilan dari seorang tokoh
merebut kekuasaan, tetapi sejarah juga mengajarkan tentang kebudayaan dan
peradaban suatu bangsa sehingga aspek yang dipelajari begitu luas yang
mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan, geografis bahkan
teknologi.
Akhir-akhir ini materi pengajaran sejarah dinilai kontroversial karena tidak
mampu menampilkan fakta yang benar dan obyektif terutama dalam peristiwa
seputar Gerakan 30 September 1965 dan peristiwa pengambil alihan kekuasaan
dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto melalui Surat Perintah
Sebelas Maret (supersemar) tahun 1966 sehingga materi ini untuk sementara
ditiadakan sambil menunggu penelitian yang obyektif dan akurat dari para pakar
sejarah.
Hal semacam ini sangat wajar terjadi karena aktor utama dan peristiwa
tersebut masih hidup dan para pelaku lainnya masih berkuasa di pemerintahan
sehingga secara praktek mereka mampu membelokkan jalannya sejarah.
Sejarah kontemporer (masa kini) seperti ini dapat terjadi di mana saja karena
ditinjau dari babakan waktu usianya relatif masih sangat mudah sehingga para
penulis sejarah dapat diintervensi oleh para penguasa untuk tidak menuliskan

50

hal-hal yang dapat merugikan rezimnya. Tentu saja masalah ini akan sangat
berbeda manakala para pelaku sejarah sudah tidak ada lagi yang masih hidup di
dunia, sehingga para sejarawan akan lebih bebas dan obyektif untuk menuliskan
fakta sejarah secara benar, jujur dan adil.
Dan sisi keilmuan, keberadaan sejarah dalam struktur ilmu pengetahuan
juga masih terjadi debat berkepanjangan yang mempertanyakan, apakah sejarah
itu tennasuk dalam deretan ilmu-ilmu sosial (Social Sciences) atau humaniora
(Humanity).

Karena

ada

beberapa

univertas

terkemuka

di

Indonesia

memasukkan sejarah dalam humaniora sehingga jurusan sejarah merupakan


bagian dan fakultas sastra dan kebudayaan, seperti juga filsafat, budaya, sastra
dan seni. Di kalangan ahli ilmu-ilmu sosial ada semacam keengganan menerima
sejarah masuk dalam rumpun ilmu-ilmu sosial. Alasannya, ilmu- ilmu sosial
adalah ilmu generalis, mempunyai konsep-konsep, teori-teori dan dapat
membuat generalisasi-generalisasi sedangkan sejarah adalah ilmu partikularis:
melihat kekhususan dan keunikannya saja tanpa mengenal teori, konsep-konsep
dan generalisasi- generalisasi. Disamping itu, ilmu sejarah dimulai sebagai ilmu
yang subyektif dan sering kali melihat satu fakta sejarah dari dua sisi yang
berbeda. Contoh: Pangeran Diponegoro bagi bangsa Indonesia dianggap
sebagai seorang pahlawan, tetapi bagi bangsa Belanda (menjajah waktu itu)
menilai sebagai seorang pemberontak.
Tetapi bagi

sebagian

besar universitas

di

Indonesia

senantiasa

memasukkan ilmu sejarah ke dalam deretan ilmu-ilmu sosial bahkan hampir


semua universitas (eks IKIP), jurusan sejarah telah lama menjadi bagian dari
Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial (FIS). Alasan yang paling mendasar adalah bahwa
obyek kajian ilmu-ilmu sosial adalah manusia sebagai faktor sentral. Dalam ilmu
sejarah, setiap peristiwa adalah kejadian mengenai peranan manusia pada
waktu tertentu di suatu tempat tertentu. Dengan menempatkan manusia sebagai
peranan utama, maka ilmu sejarah sangat erat kaitannya dengan ilmu- ilmu
sosial lainnya yang juga menjadikan manusia sebagai pokok kajiannya. Sejarah
diibaratkan sebuah sosiodrama dengan manusia sebagai aktor utama dan bumi
sebagai pentasnya.

51

Dalam perkembangan metodologi sejarah, penelitian dan penulisan


sejarah juga mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pola penulisan
secara konvensional sudah mulai ditinggalkan dan sudah digantikan dengan
cara-cara penulisan sejarah baru dengan metodologi yang lebih komprehensif,
diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan interdisipliner. Dengan
focus tetap sejarah, ilmu sejarah tidak lagi alergi menggunakan konsep-konsep
ilmu-ilmu sosial seperti konsep-konsep dari antropologi, sosiologi, ekonomi,
politik dan lain-lain, bahkan juga menggunakan teori-teori hipotesis atau
generalisasi-generalisasi dari ilmu-ilmu sosial. Pendekatan ini dapat berdiri
sejajar dengan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Oleh sebab itu masalah pro-kontra, apakah sejarah masuk dalam jajaran
ilmu-ilmu sosial atau humaniora harus segera diakhiri. Bagaimanapun ilmu
sejarah adalah bagian dari ilmu-ilmu sosial yang kedudukannya sejajar dengan
ilmu ekonomi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, geografi dan lain-lain.
Disamping itu argumentasi metodologis, obyek kajian dan penerapan teoni - teori
ilmu sosial sudah dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Tulisan dalam buku ini setidaknya memberikan justifikasi (pembenaran)
bahwa ilmu sejarah adalah bagian dan ilmu-ilmu sosial (social sciences). Maka
yang terpenting sekarang adalah bagaimana konsep-konsep dasar sejarah dapat
memberikan sumbangan yang nyata bagi pengembangan materi pembelajaran
pengetahuan sosial (social studies), sehingga antara konsep-konsep sejarah dan
ilmu-ilmu sosial lainnya dalam studi sosial (baca: pengetahuan sosial) sudah
luluh menjadi suatu pengetahuan yang memiliki fungsi pendidikan.

1. Pengertian Sejarah
Sebagai langkah awal untuk mengetahui pengertian secara cermat adalah
dengan mengkaji secara etimologis atau asal kata tersebut. Setelah membaca
pengertian sejarah secara seksama maka kita akan lebih mudah memahami apa
itu sejarah. Secara etimologis, ternyata pengertian sejarah itu merupakan hasil
serapan dan bahasa Arab yang berasal dari kata syajara artinya terjadi atau

52

dari kata syajarotun yang berarti atau syajarah annasab yang artinya pohon
silsilah.
Waktu itu ada kebiasaan menyusun daftar silsilah atau lukisan garis
keturunan yang disusun secara sistematis menyerupai pohon yang lengkap
dengan cabang-cabang dan rantingnya. Dan pohon itu merupakan symbol dan
sebuah kehidupan yang harus terus berjalan seining perjalanan waktu.
Ada juga kata-kata Arab lainnya yang memiliki anti yang hampir sama
dengan kata syajaratun, seperti silsilah, riwayat, atau hikayat, kisah dan
tarikh. Silsilah merujuk pada pengertian susunan keluarga; sehingga kerajaankerajaan masa lampau sering dibuat silsilah keluarga raja mulai dan siapa
pendiri kerajaan sampai kepada raja yang sedang berkuasa. Riwayat atau
hikayat adalah cerita yang diambil dari kehidupan baik perorangan maupun
keluarga. Khusus hikayat adalah cerita kehidupan yang menjadikan seseorang
sebagai obyek utamanya sehingga sering disebut juga sebagai biografi.
Pengertian sejarah setelah diangkat menjadi suatu istilah dalam sebuah
disiplin ilmu, mempunyai padanan arti kata dalam bahasa Inggris, yaitu history.
Kata history berasal dan bahasa Yunani istoria yang artinya ilmu sebagai hasil
inkuiry (inquiry) atau penelitian (research). Ahli filsafat Yunani, Aristoteles
menggunakan kata istoria sebagai seperangkat gejala alam yang tersusun
secara kronologis atau tidak. Tetapi dalam perkembangannya kata istoria
menjadi pengertian tentang gejala-gejala terutama hal ikhwal manusia secara
kronologis.
Dengan demikian dari arti kata, sejarah itu dapat diartikan sesuatu yang
terkait dengan ilmu, terkait dengan perkembangan suatu keluarga (atau lebih
luas: masyarakat) dan merupakan sesuatu yang telah terjadi dimasa lampau
umat manusia. Dari beberapa arti tersebut, semua ada kaitannya dengan
peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Dari beberapa istilah tersebut, tentulah belum dapat memberikan
gambaran tentang pengertian sejarah secara lengkap. Oleh sebab itu di bawah
ini akan dipaparkan pendapat dari para ahli tentang definisi atau pengertian
sejarah.

53

R. Moh. Ali (1963: 56) menerangkan bahwa sejarah adalah keseluruhan


perubahan dan kejadian yang benar-benar telah terjadi pada masa yang
lampau. Leopold Von Ranke juga telah menegaskan bahwa sejarah adalah
apa yang sungguh-sungguh terjadi.

Moh. Hatta (1951) bahwa sejarah dalam wujudnya memberikan pengertian


tentang masa lampau. Sejarah bukan sekedar melahirkan cerita dari kejadian
masa lalu sebagai masalah. Dalam hal ini Moh. Hatta ingin menegaskan
bahwa sejarah tidak sekedar kejadian masa lampau, tetapi pemahaman
masa lampau yang di dalamnya mengandung berbagai dinamika, mungkin
berisi problematika pelajaran bagi manusia berikutnya.

Edward Harlott Carr, mendefinisikan sejarah adalah suatu proses interaksi


antara sejarawan dengan fakta-fakta yang ada padanya, suatu dialog yang
tiada henti-hentinya antara masa sekarang dengan masa silam. Interaksi
dalam pengertian ini ialah bahwa sejarawan merupakan orang yang akan
merekonstruksi peristiwa sejarah. Untuk merekonstruksi tersebut maka
sejarawan menggunakan fakta-fakta sebagai sumbernya.

Ibnu Khaldun, menjelaskan pengertian sejarah dari dua sisi: sisi luar dan sisi
dalam. Dari sisi luar dikatakan bahwa sejarah merupakan perputaran waktu,
rangkaian peristiwa dan pergantian kekuasaan. Dari sisi dalam, sejarah
adalah suatu penalaran kritis dan usaha yang cermat untuk mencari
kebenaran, suatu penjelasan yang cerdas tentang sebab akibat, tentang asal
usul segala sesuatu dan suatu pengetahuan yang mendalam tentang
mengapa serta bagaimana peristiwa itu terjadi.

Kubi, memberikan definisi bahwa sejarah adalah kejadian dan penistiwa


yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau. Sejarah menjadi ilmu
tersendiri dan ahlinya disebut sejarawan.

Beverley Southgate, menyatakan sejarah adalah suatu studi masa lampau


yang hasilnya secara ideal menyajikan masa lampau sebagaimana adanya.
Sejarah dibatasi oleh ketepatan metode ilmu pengetahuan, dengan
penguatan obyektivitas-nya bersumber dari fakta dan menghasilkan suatu
laporan kebenaran. Sejarah bukanlah dongeng atau cerita yang bersifat fiksi

54

atau khayalan, tetapi peristiwa masa lampau memang benar-benar terjadi


yang disertai dengan bukti-bukti yang ditemukan.
-

Robin Winks, menyatakan sejarah adalah studi tentang manusia dalam


kehidupan masyarakat. Sir Charles Firth menyatakan sejarah merekam
kehidupan masyarakat manusia, perubahan masyarakat yang terus menerus,
merekam ide-ide yang membatasi aksi-aksi masyarakat dan merekam
kondisi-kondisi

material

yang

telah

membantu

atau

merintangi

perkembangannya.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah
studi tentang:
a. Manusia sebagai individu maupun dalam kehidupan masyarakat.
b. Kejadian masa lampau yang tidak sekedar masa lampau, tetapi di dalamnya
mengandung dinamika, problematika dan pelajaran bagi manusia berikutnya.
c. Masyarakat yang terus berubah.
d. Peristiwa yang benar-benar terjadi yang disertai dengan bukti-bukti yang
ditemukan.
Berdasarkan berbagai pengertian atau definisi sejarah yang disampaikan
oleh para ahli tersebut, menunjukkan cakupan bahwa kajian sejarah sangat luas
dan kompleks. Sejarah adalah cabang ilmu yang mengkaji secara sistematis
keseluruhan perkembangan proses perubahan dinamika kehidupan masyarakat
dengan segala aspek kehidupannya yang terjadi pada masa lampau. Masa
lampau itu bukan sesuatu yang final, terhenti dan tertutup tetapi bersifat terbuka
dan berkesinambungan. Dengan demikian wajar kalau sejarah itu adalah
peristiwa yang terjadi dimasa yang lampau, yang dapat digunakan sebagai
modal bertindak dimasa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan dimasa yang
akan datang.

2. Unsur-unsur Sejarah
Setiap peristiwa yang telah terjadi tidak secara otomatis menjadi cerita
sejarah. Peristiwa tersebut harus memenuhi unsur-unsur sejarah, yaitu unsur
manusia, waktu, ruang atau tempat kejadian. Jika sebuah peristiwa tidak

55

memenuhi salah satu unsur saja, maka kejadian tersebut hanyalah sebuah fiksi
atau paling tidak sebuah legenda, dan tidak mungkin menjadi sejarah. Oleh
sebab itu agar suatu peristiwa dapat menjadi cerita sejarah harus memenuhi tiga
unsur sejarah, yaitu:
a. Manusia
Dalam peristiwa sejarah, faktor manusia menjadi sentral, ibarat dalam
lakon sebuah drama adalah sebagai pemegang peran utamanya. Karena itu,
unsur manusia menjadi sangat menentukan di dalam suatu peristiwa. Sejarah
adalah sejarahnya manusia, bukan alam atau binatang. Peristiwa yang
dikajinya pun adalah peristiwa yang terkait dengan manusia. Peristiwa itu
bisa cepat atau bisa berlangsung lama, bisa kompleks tetapi bisa sederhana,
tergantung akal manusia dengan lingkungan yang ada. Dengan demikian
manusia menjadi unsur pokok dalam sejarah. Contoh: Soekarno + Moh. Hatta
dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17
Agustus 1045.
b. Waktu
Unsur waktu menjadi unsur yang sangat penting dalam panggung
peristiwa sejarah. Sejarah adalah studi tentang aktivitas manusia dilihat dari
waktu, kronologi dan periodisasi. Dari ketiga konsep waktu inilah, peristiwa
sejarah dapat ditemukenali dari kapan kejadian itu berlangsung.
Contoh: - Perang Diponcgoro teijadipada tahun 1825-1830.
- Tahun 1908-1928 adalali periodisasi perintis kemerdekaan Republik
Indonesia, yang diawali dengan pembentukan Organisasi Boedi
Oetomo sampai tercetusnya Sumpah Pernuda.
c. Ruang atau tempat
Unsur geografis atau ruang menjadi sesuatu yang sangat penting
untuk menentukan dimana peristiwa sejarah itu terjadi. Dengan demikian
akan menjadi pemahaman kita tentang peristiwa sejarah menjadi lebih riil dan
nyata.
Contoh: Pertempuran yang terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945 antara
pasukan sekutu dengan arek-arek Surabaya yang kemudian
melahirkan Hari Pahlawan terjadi di kota Surabaya.
56

Dari uraian tersebut, menunjukkan bahwa setiap peristiwa sejarah tidak


dapat dilepaskan dan tiga unsur. Siapa pelakunya kapan berlangsungnya dan
dimana kejadiannya. Faktor manusia sebagai peranan utama menjadikan ilmu
sejarah memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin ilmu-ilmu sosial
lainnya. Sedangkan faktor waktu (lampau) sangat penting dalam sejarah dan
inilah satu-satunya ciri khas yang membedakan dengan ilmu-ilmu sosial lain
yang mengabaikannya. Dan faktor tempat rnembuat sejarah erat sekali dengan
geografi. Peristiwa sejarah pasti terjadi di suatu tempat tertentu, sehingga pada
kajian geografipun dikenal juga dengan geografi sejarah (historical geography)
.

3. Ruang Lingkup Sejarah


Segala sesuatu yang ada di dunia ini mempunyai sejarah, maka ruang
lingkup dan kajian ilmu sejarah begitu luas karena merupakan suatu disiplin ilmu
yang meliputi segala-galanya. Sejarah menjadi suatu tempat pertemuan dari
berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Apa yang dikatakan oleh sejarawan
terkemuka Indonesia, Prof.Dr. Sartono Kartodirdjo barangkali memang benar,
bahwa ilmu sejarah disebut sebagai omnivoor yaitu binatang yang makan
segala macam jenis makanan.
Meski demikian, Voltaire (l694-l778) yang dianggap sebagai tokoh yang
meletakkan dasar-dasar metodologi sejarah modem, adalah juga orang pertama
yang menganjurkan cakrawala (ruang lingkup) penulisan sejarah: global dan
thematic.
Penulisan sejarah global kemudian menghasilkan tulisan-tulisan sejarah
dunia (World History); penelitian dan penulisan sejarah tidak lagi terbatas
mengenai Eropa saja, tetapi sudah meluas mengenai Asia, Afrika, Australia dan
Amerika Latin. Sedangkan penulisan sejarah thematic telah menghasilkan
tulisan-tulisan sejarah tematis, seperti: sejarah diplomasi, sejarah militer, sejarah
kebudayaan, sejarah kesenian, sejarah ekonomi, sejarah sosial, sejarah
intelektual,

dan

masih

banyak

lagi

terna-tema

yang

barangkali

tidak

terbayangkan oleh Voltaire sendiri akan digarap oleh sejarawan-sejarawan


berikutnya.

57

Sehubungan dengan ruang lingkup di atas, maka kajian sejarah pada


garis besamya dapat dibagi menjadi dua bidang: menurut wilayah geografis dan
menurut tema. Menurut geografis, maka dikenal sejarah Asia, sejarah Afrika,
sejarah Australia, sejarah Amerika dan sejarah Eropa. Berdasarkan letak mata
angin sejarah Asia misalnya dibagi-bagi lagi menjadi sejarah Asia Timur, sejarah
Asia Tenggara, sejarah Asia Selatan, sejarah Asia Barat Daya. Sejarah Amerika
dibagi-bagi menjadi sejarah Amerika Utara, sejarah Amerika Tengah, sejarah
Amenika Selatan. Sejarah Afrika dibagi-bagi menjadi sejarah Afrika Utara,
sejarah Afnika Selatan, sejarah Afrika Barat dan sejarah Afrika Tengah.
Sedangkan sejarah Eropa dibagi menjadi sejarah Eropa Barat, sejarah Eropa
Utara, sejarah Eropa Timur, sejarah Eropa Selatan dan sejarah Eropa Tengah.
Pembagian-pembagian ini didasarkan pada pengelompokan menurut nama laut,
teluk atau pegunungan tertentu, sehingga ada sejarah negara-negara Laut
Tengah, sejarah negara-negara Laut Baltik, sejarah Teluk Persia dan lain-lain.
Sedangkan

pembagian

sejarah

menurut

tema,

sesungguhnya

menunjukkan aspek-aspek kegiatan utama manusia yang dianggap paling


menonjol, sehingga melahirkan: sejarah Kebudayaan, sejarah Sosial, sejarah
Ekonomi, sejarah Militer, sejarah Etnis dan lain-lain.

4. Sejarah sebagai Peristiwa, Kisah dan Ilmu


Keberadaan sejarah dalam khasanah ilmu-ilmu sosial tidak dapat
dilepaskan dari peranannya, baik sebagai peristiwa, sebagai kisah maupun
sebagai ilmu (ilmu pengetahuan).
a. Sejarah sebagai peristiwa, berarti suatu kejadian dimasa lampau, sesuatu
yang sudah terjadi, dan sekali jadi serta tidak bisa diulang. Peristiwa yang
dipelajari dalam sejarah adalah peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Manusia pada
dasarnya makhluk yang multi dimensi, srtinya gambaran peristiwa manusia
dapat dilihat dan berbagai aspek kehidupan, misalnya: sosial, politik, ekonomi
dan budaya dan lain-lain.

58

b. Sejarah sebagai kisah, adalah hasil rekonstruksi dari suatu peristiwa oleh
para sejarawan. Untuk mewujudkan sejarah sebagai kisah diperlukan faktafakta yang dirumuskan dari sumber sejarah, baik tertulis maupun lisan.
Berbeda dengan sejarah sebagai penistiwa atau kenyataan, yang sifatnya
obyektif, sejarah sebagai kisah dapat menjadi subyektif, karena sejarah
sebagai kisah adalah sejarah seperti yang dituturkan atau diceriterakan oleh
seseorang. Suatu kejadian yang sama apabila diceritakan oleh dua orang
atau lebih, akan menghasilkan cerita yang berbeda, dan ini menimbulkan
sejarah serba subyek. Oleh sebab itu dibutuhkan sumber lain yang sifatnya
tertulis seperti biografi (cerita suatu tokoh yang ditulis oleh orang lain) atau
otobiografi (cerita yang ditulis oleh pelakunya sendiri) ataupun dokumendokumen yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat menghindari
subyektivitas yang berlebihan.
c. Sejarah sebagai ilmu, adalah penulisan sejarah yang didasarkan kepada
kaidah-kaidah keilmuan. Sehubungan dengan hal ini Koentowijoyo (1995)
secara rinci menjelaskan beberapa ciri atau karakteristik sejarah sebagai
ilmu, diantaranya:
1) Bersifat empiris
Ilmu sejarah itu bersifat empiris. Sejarah akan sangat bergantung kepada
pengalaman dan aktivitas nyata manusia. Pengalaman itulah yang akan
direkam dalam dokumen, dan dokumen-dokumen inilah yang diteliti oleh
para sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini yang kemudian
dianalisa, dilakukan katagorisasi dan spesifikasi yang kemudian di
interpretasi sehingga muncul tulisan sejarah.
2) Ada obyeknya
Obyek sejarah adalah aktivitas manusia dalam dimensi waktu. Jadi waktu
menjadi unsur yang penting dalam sejarah. Waktu dalam pandangan
sejarah tidak dapat dilepaskan dan manusia, terutama waktu lampau.
Karena itu asal mula atau latar belakang dan suatu peristiwan juga
menjadi obyek kajian sejarah.

59

3) Didasarkan pada teori


Seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, sejarah juga memiliki teori (sering
disebut dengan filsafat sejarah kritis). Teori ini berisi kumpulan tentang
kaidah-kaidah pokok suatu ilmu. Dalam filsafat disebut epistemologi.
Sejarah memiliki tradisi yang panjang, jauh lebih panjang dibandingkan
dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, dan dalam tradisi itu selalu terdapat teori
sejarah. Di Universitas-universitas Amerika yang berorientasi pragmatis,
tidak banyak diajarkan teori sejarah yang bersifat filosofis. Tetapi di negeri
Belanda yang memiliki tradisi kontinental yang lebih kontemplatif, teori
sejarah yang bersifat filosofis lebih banyak diajarkan. Jadi teori sejarah
diajarkan dengan keperluan peradaban dan tradisi yang kuat dari
kelompok negara-negara kontinental. Dalam rekonstruksi sejarah ada
beberapa kaidah dan teori-teori yang harus diperhatikan, yaitu: sebab
akibat, eksplorasi, verifikasi, obyektivitas dan subyektivitas.
4) Memiliki generalisasi
Dalam konsep sejarah, generalisasi adalah kesimpulan yang bersifat
umum. Sebelum menjadi generalisasi, telah melalui proses analisis dan
evaluasi tetapi masih dibutuhkan verifikasi baik dengan tokoh-tokoh yang
terlibat maupun dengan dengan dokumen-dokumen yang ada di lapangan
sebelum menjadi fakta sejarah. Ada perbedaan antara generalisasi dalam
ilmu-ilmu sosial lain dengan ilmu sejarah. Generalisasi untuk ilmu-ilmu
sosial bersifat nomotetik, sedangkan dalam sejarah bersifat idiografik.
5) Mempunyai metode
Ciri penting setiap ilmu adalah obyek, bersifat empiris dan memiliki teori.
Di samping itu setiap ilmu tentu memiliki tujuan. Tujuan ilmu sejarah
adalah

menjelaskan

perkembangan

atau

perubahan

kehidupan

masyarakat. Untuk menjelaskan perkembangan atau perubahan itu


secara benar, perlu ada metode. Dalam penelitian untuk mencari
kebenaran sejarah, ada metode tersendiri (khusus) yang disebut metode
sejarah.

60

Menurut Dr. Hamid Hasan, MA. (1985: 57), setidaknya ada empat
kegiatan utama yang harus ditempuh dalam menggunakan metode
sejarah:
a) Heuristik, yaitu

kegiatan

menghimpun sumber-sumber sejarah

(evidence of history) berupa jejak-jejak atau bukti-bukti yang tersisa


dalam masa lampau. Inilah yang disebut heuristik, yang berasal dan
kata heurisken, yang artinya menemukan. John Martin Vincent
dalam Historical Research membedakan sumber-sumber sejarah
sebagai berikut:
-

Sumber-sumber tertulis, berupa: kronik, biografi, silsilah, memoir,


buku harian, inskripsi, dll.

Sumber-sumber lisan, berbentuk: balada, anekdot, cerita, saga,


fonograf dan rekaman (recordings) dll.

Karya seni, berupa: potret, lukisan-lukisan sejarah, seni patung,


mata uang, medali, film, kineskop, dll.

Relik,

meliputi:

peninggalan-peninggalan

manusia

(belulang),

kesusasteraan, surat-surat, bahasa, adat istiadat, alat-alat artefakartefak, dll.


b) Kritik
Setelah sumber-sumber yang kita cari terkumpul, maka kegiatan
berikutnya adalah melakukan kritik secara kritis. Karena setiap sumber
tertulis mempunyai aspek-aspek ekstern maupun intern, maka kritik
terhadap sumber adalah mengenai kedua aspek tersebut. Kritik
ekstern adalah mengenai masalah otentisitas (authenticity) dan
keaslian (genuineness)sumber, sedangkan kritik intern adalah
mengenai masalah keterandalan (credibility). Adapun tujuan dan
seluruh kritik tersebut adalah untuk memilah-milah data menjadi fakta
sejarah.
c) Interprestasi
Fakta-fakta sejarah saja belum merupakan sejarah, maka sejarawan
dituntut untuk mampu merangkai-rangkaiannya dalam suatu keutuhan
yang bulat yang masuk akal. Ia memasuki tahapan interpretasi atau
61

penafsiran terhadap fakta-fakta tersebut. Disinilah timbul masalah


yang pelik dalam seluruh proses penelitian, yaitu apa yang disebut
masalah obyektivitas dan subyektivitas. Tentu saja seorang sejarawan
sejati dituntut untuk berpegang teguh terus pada etos mencari
kebenaran ilmiah obyektif dalam memberikan tafsiran terhadap faktafakta

sejarah

yang

ditemukannya.

Tugas

seorang

sejarawan

seharusnya adalah seperti ucapan Leopold Von Ranke pada tahun


1830 an, bahwa tugas seorang sejarawan adalah semata-mata
menunjukkan bagaimana peristiwa itu sesungguhnya terjadi dan bukan
seharusnya terjadi.
d) Penyajian
Tahap penyajian adalah puncak dan kegiatan sejarawan yang
menempuh prosedur metode penelitian sejarah. Disini sejarawan
menyajikan semua hasil penelitiannya sejak awal dengan kegiatan
yang disebut historiografi atau penulisan sejarah (dan kata Yunani
istoria dan graphein: tulisan). Tugas sejarawan adalah merekonstruksi
keseluruhan pengalaman masa lampau manusia. Disinilah sejarawan
akan menggunakan retorika atau bahasa yang baik dan benar untuk
dikomunikasikan kepada pembacanya atau peminat sejarah.

5. Periodisasi Dalam Studi Ilmu Sejarah


Periodisasi atau pembabakan waktu adalah pengelompokan peristiwaperistiwa sejarah yang menonjol dalam suatu kesatuan kronologis seperti abad,
masa pemerintahan suatu dinasti atau kerajaan, faham-faham (isme) baru,
peristiwa politik tertentu dan sebagainya. Oleh sebab itu dalam menentukan
periodisasi bisa dengan satuan waktu yang cukup panjang tetapi dapat juga
dengan waktu yang relatif pendek.
Agar lebih memahami konsep periodisasi, berikut ini akan dipaparkan
beberapa contoh:
- Contoh periodisasi sejarah Barat:
a. Peradaban tua di dunia

62

b. Peradaban Yunani dan Romawi


c. Abad Pertengahan
d. Perkembangan Demokrasi dan Revolusi Industri
e. Masa Imperialisme & Kolonialisme
f. Masa Mutakhir.
- Contoh periodisasi sejarah Indonesia berdasarkan aspek politik:
a. Periocle pembentukan kekuasaan tunggal di Nusantara
b. Perjuangan menentang penjajahan
c . Pergerakan nasional
d . Prokiamasi Kemerdekaan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan
e . Perjuangan mengisi kemerdekaan, masa pembangunan.
- Contoh periodisasi sejarah Indonesia berdasarkan aspek sosial:
a. Zaman pengembara
b. Zaman peralihan
c. Zaman menetap, pembentukan desa-desa
d. Zaman lahirnya kota-kota
e. Zaman pembentukan kerajaan
f. Zaman feodalisme
g. Zaman perkembangan perdagangan
h. Zaman kapitalisme
i. Zaman industri
j. Zaman demokrasi.
Ada juga campuran dan berbagai aspek, namun secara umum periodisasi
sejarah
Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Zaman manusia sebelum mengenal tulisan (prasejarah)
b. Zaman pengaruh Hindu - Budha
c. Zaman pengaruh Islam dan kerajaan-kerajaan Islam
d. Zainan penjajahan dan kolonialisme Barat
e. Zaman pergerakan nasional
f. Zaman kemerdekaan
g. Zaman mengisi kemerdekaan
63

6. Konsep-konsep Dasar (Basic Concept) Sejarah


Konsep-konsep

dasar

sejarah

yang

menjadi

sumber

pengajaran

Pengetahuan Sosial (social studies), diantaranya adalah:

a. Perubahan, yaitu ketidaksamaan dan suatu keadaan yang satu dengan


keadaan yang lain, dan waktu yang satu ke waktu yang lain. Perubahan
dalam sejarah ini biasanya ditandai oleh peristiwa-peristiwa monumental
yang menyebabkan berakhirnya sebuah jaman dan melahirkan jaman baru
atau karena peristiwa-peristiwa besar lainnya, seperti peristiwa di bidang
politik dan pemerintahan, ekonomi, sosial, peradaban dan kebudayaan atau
bahkan karena penemuan-penemuan baru di bidang teknologi sehingga
merubah pola pikir dan pola perilaku masyarakat suatu negara bahkan
masyarakat dunia.
- Contoh perubahan di bidang politik: perubahan dan masa Demokrasi
Terpimpin ke Demokrasi Pancasila atau perubahan dan masa Orde Lama
ke Orde Baru kemudian ke Orde Reformasi, dan sebagainya.
- Contoh perubahan di bidang ekonomi: terjadinya kolonialisme bangsabangsa Barat pada abad 15 telah merubah kehidupan bangsa-bangsa Asia,
Afrika dan Amerika Latin menjadi bangsa-bangsa yang terjajah dan miskin.
- Contoh perubahan di bidang teknologi: penemuan mesin uap oleh James
Watt pada abad 17 telah merubah masyarakat dunia dan jaman pra industri
menjadi masyarakat industri.

b. Isme, adalah faham yang dibangun dari sistem kepercayaan yang meliputi
bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Isme ini dapat
menjadi identifitas bahkan dapat berubah menjadi sebuah ideologi yang
harus diperjuangkan oleh suatu komunitas, suatu bangsa atau kelompok
bangsa. Dalam sejarah, isme ini sangat besar pengaruhnya dalam perubahan
jaman karena seringkali dapat merubah jalannya sejarah.
Contoh isme di bidang politik:

64

- Tumbuhnya Nasionalisme pada bangsa-bangsa Asia dan Afrika pada


pertengahan abad 20 telah menimbulkan konflik dan perang kemerdekaan
tetapi sekaligus melahirkan negara-negara baru di kawasan tersebut.
- Ideologi Komunisme pada Partai Komunis Indonesia (PKI) telah mendorong
lahirnya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Contoh isme di bidang ekonomi:
- Kapitalisme dan Liberalisme telah menjadi ideologi ekonomi bagi sebagian
besar bangsa-bangsa Eropa dan Amerika Serikat.

c. Perang
Sepanjang sejarah, perselisihan, ketidaksepakatan dan permusuhan
diantara individu-individu, kelompok-kelompok dan bangsa-bangsa karena
perbedaan kepentingan dan cara-cara untuk memperjuangkan hak dan
kepentingannya itu seringkali diselesaikan lewat perang.
Para

sejarawan

banyak

menggunakan

waktunya

untuk

mendokumentasikan perang dan akibat-akibat yang ditimbulkan dari perang


ini. Banyak perubahan-perubahan politik, hukum, keamanan, sosial ekonomi,
kebudayaan dan berbagai aspek lainnya yang diakibatkan oleh perang ini.
Dan

terdapat

bennacam-macam

bentuk

perang,

seperti:

konflik,

pemberontakan, kerusuhan (riot), perselisihan, revolusi dan lain-lain.


Dalam berbagai sudut pandang, perang selalu dilihat sebagai sebuah
malapetaka atau bencana. Oleh sebab itu sedapat mungkin untuk dicegah
karena takut akibatnya begitu besar bagi kelangsungan kehidupan manusia.
Tetapi dilihat dari dimensi yang berbeda, perang dianggap sebagai jalan
terbaik untuk mengakhiri sebuah konflik atau perselisihan. Oleh sebab itu
perang harus dipandang sebagai mekanisme penyelesaian konflik, maka
biasanya ada hikmah yang dapat dipetik dan sebuah perang.
Contoh:
- Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II telah mengakhiri penjajahan di
Asia Timur dan melahirkan negara-negara baru di kawasan ini termasuk
Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.

65

- Perang Kemerdekaan Indonesia telah memupuk rasa nasionalisme dan


patriotisme seluruh rakyat Indonesia.
- Perang dingin antara negara-negara Barat yang berideologi Kapitalisme
dengan negara-negara Eropa Timur yang berideologi sosialisme telah
melahirkan era globalisasi.

d. Revolusi
Jika evolusi diartikan sebagai pembahan dalam berbagai aspek
kehidupan yang berlangsung relatif lambat tetapi selalu menuju kepada
kondisi yang lebih baik, maka revolusi dapat diartikan sebagai perubahan
yang mendasar yang berjalan cepat, tetapi dampaknya tidak selalu menuju
kearah yang lebih baik.
Konsep revolusi dalam ilmu sejarah sangat penting, karena revolusi
dapat dianggap sebagai tonggak sejarah dan perjuangan suatu bangsa dan
seringkali dapat merubah jalannya arah sejarah Maka penulisan sejarah tidak
hanya terfokus kepada saat terjadinya revolusi, tetapi juga sebab-sebab
terjadinya revolusi dan akibat-akibat yang ditimbulkan dan sebuah revolusi.
Banyak sekali contoh yang merujuk kepada istilah revolusi, seperti:
Revolusi

Industri di Inggris,

Kebudayaan

di

China,

Revolusi

Revolusi

Politik

di Perancis,

Kemerdekaan

Indonesia,

Revolusi
Revolusi

Kemerdekaan Philipina, Revolusi Kemerdekaan India dan lain-lain. Revolusi


yang terjadi di suatu negara dengan negara lain tentu tidak sama,
ketidaksamaan itu karena: waktunya tidak sama, tempatnya tidak sama dan
manusia-manusia sebagai pelaku sejarah juga tidak sama. Masing-masing
memiliki kekhususan dan keistimewaan. Inilah yang dinamakan keunikankeunikan sejarah, sehingga sejarah dikatakan sebagai ilmu yang partikularis.
Dalam tradisi ilmu-ilmu sosial penggunaan pendekatan generalisasi
dan metode induktif menjadi kekuatan untuk melakukan studi komparasi.
Apabila ada kondisi-kondisi tertentu yang dapat dijadikan faktor pemicu
terjadinya sebuah revolusi maka hal itu dapat terjadi hampir di semua negara
atau tempat. Tetapi dalam tradisi studi ilmu sejarah, cara menarik kesimpulan
seperti itu akan ditolaknya, karena studi sejarah memililci keunikan-keunikan

66

dan kekhususan-kekhususan tersendiri. Faktor pemicu (kondisi obyektif) yang


relatif sama belum tentu terjadi sebuah revolusi, sehingga Revolusi Rusia,
Revolusi Amerika, Revolusi Indonesia maupun Revolusi India tentu memiliki
keunikan sendiri.
Jadi, setiap revolusi yang terjadi disuatu tempat atau negara pasti
memiliki kekhususan sendiri, dan tidak mudah untuk dilakukan generalisasi
hanya dengan melakukan studi komparasi.

e. Sebab Akibat
Istilah sebab merujuk kepada pengertian faktor-faktor yang determinan
fenomena pendahulu yang mendorong terjadinya sesuatu perbuatan,
perubahan, maupun peristiwa berikutnya, sekaligus sebagai kondisi yang
mendahului peristiwa. Sedangkan akibat adalah sesuatu yang menjadikan
kesudahan atau produk dari suatu perbuatan maupun dampak dari peristiwa.

7. TEORI-TEORI SEJARAH
Teori merupakan unsur yang sangat esensial dalam kajian tentang suatu
fenomena, baik pada masa lalu maupun sekarang. Namun, untuk ilmu sejarah,
kedudukan teori menimbulkan perdebatan sengit, terutama antara aliran
empirisme dan idealisme, khususnya mengenai penerapan hukum umum
(general law) dan teori generalisasi (generalizing theory). Menurut go1onan
idealis, terutama Neo-Kantian, seperti Wilhelm Dilthey, Henrich Rickert,
Windelband, dan Max Weber serta Neo-Hegelian, seperti Benedetto Croce dan
RG. Collingwood, bahwa ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan kajian-kajian
manusia (human studies) termasuk humaniora merupakan jenis-jenis olahan
intelektual yang sama sekali berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Dikatakan
berbeda karena jika ilmu-ilmu alam bertujuan untuk menemukan hukum-hukum
umum (generals laws) dan bersifat nomotetik, sedangkan sejarah bertujuan
untuk menegakkan dan mendeskripsikan individu dan fakta-fakta unik serta
peristiwa-peristiwa yang bersifat ideografik. Ilmu-ilmu alam itu bersifat objektif
yang dapat dilakukan dengan berbagai metode observasi langsung maupun

67

eksperimen-eksperimennya. Sedangkan dalam kajian-kajian kemanusiaan,


termasuk sejarah bersifat subjektif yang hanya dilakukan atas metode
interpretasi dan pemahaman, Verstehen menurut Dilthey dan Weber, serta
berpikir ulang (rethinking) menurut Collingwood (Sjamsuddin, 1996: 35).
Menurut kelompok yang antiteori, sejarah teoretis adalah sejarah yang
spekulatif dan itu harus diserahkan kepada para ahli filsafat (Barzun, 1974).
Selain itu, menurut kelompok antiteori tersebut bahwa kebudayaan manusia
begitu kaya dan beragam sehingga memiliki keunikan masing-masing dari setiap
tempat dan zamannya. Oleh karena itu, model-model sejarah dan tingkah laku
manusia yang dijelaskan secara umum adalah penipuan belaka. Adapun tugas
sejarawan adalah merekonstruksi peristiwa peristiwa serta situasi-situasi
menurut keunikan individual dan interpretasi-interpretasi mereka hanya berlaku
untuk serangkaian kondisi-kondisi tertentu saja. Tidak ada manfaatnya membuat
komparasi situasi-situasi sejarah yang dipisahkan oleh waktu dan tempat (Tosh,
1984: 131).
Lebih keras lagi sikap antiteori itu pun dikemukakan oleh David Thomson
maupun G.R. Elton. Bagi Thomson (Tosh, 1984: 132) bahwa sikap sejarah
menurut definisinya adalah bermusuhan dengan pembuatan system (system
making). Thomson berpandangan seperti ini karena ia adalah pengikut yang
tidak menyukai filsafat sejarah spekulatif yang tidak menghargai keunikan gerak
sejarah. Pendapat serupa pun dikemukakan oleh Elton bahwa menempatkan
sejarah dalam upaya membuat teori-teori adalah sama halnya

dengan

menempatkan sejarah dalam hubungan yang tergantung pada ilmu-ilmu sosial.


Atau

para sejarawan teoretisi adalah perongrong atau pengganggu otonomi

disiplin sejarah. Sebab menurutnya, dalam bentuk yang tidak lemah, sejarah
memberikan obat penawar yang paling ampuh terhadap pembentuk-pembentuk
system (system builders) di antara ahli-ahli ilmu sosial yang menawarkan
penyelesaian

penyelesaian

yang

segera

serta

tidak

ragu-ragu

dalam

permasalahan kehidupan manusia yang sangat kompleks (Elton, 1969).


Sebaliknya, golongan empiris berpendapat bahwa walaupun terdapat
perbedaan dalam metode, sebenarnya harus mampu menunjukkan pengetahuan
yang benar dan sejarah pun harus mengikuti aturan yang sama (Lubaz, 199368

1964: 3). Mereka mengemukakan bahwa besarnya tuduhan-tuduhan yang


merendahkan pendukung teoretisi itu hanyalah atas dasar prasangka belaka.
Bahkan, kecenderungan kecenderungan negatif yang dimiliki oleh kaum
tradisionalis jika dibiarkan dan tidak terkendali hanya akan menimbulkan akibat
yang lebih buruk serta terjadinya pemiskinan pemahaman sejarah (Tosh, 1984:
133). Selain itu, mereka pun berpendapat bahwa dalam penulisan sejarah itu
tidak sepenuhnya dan semuanya menekankan keunikan semata mata, di mana
para sejarawan pun membuat keumuman-keumuman, seperti membuat kategori,
konsep, serta generalisasi dan peristiwa sejarah.
Para teoretisi pun beranggapan bahwa tidak ada salahnya studi
komparasi itu dilakukan jika memang bermanfaat, seperti penyusunan modelmodel masyarakat industri, agraris ataupun feodal, teknologis, dan sebagainya.
Dengan demikian, tidak benar pula jika sejarah diorientasikan pada kajian
keunikan individual semata-mata melainkan pada kajian kelompok (kolektif),
seperti nasionalitas, budaya, agama, dan komunitas. Sebab dengan memberikan
identitas-identitas yang lebih besar akan dapat memberikan arti pada mereka
sebagai makluk sosial. Selain itu, dengan pembentukan teori tidak berarti akan
menghapuskan

kemerdekaan

dan

peranan

individu,

justru

dengan

pengembangan teori akan mencari solusi untuk menjelaskan kendala-kendala


yang

membatasi

kemerdekaan

individu.

Sebaliknya,

jika

sejarawan

mempertahankan suatu fokus eksklusif pada pikiran-pikiran dan perbuatan para


individu, seperti yang sering dikaji oleh sejarawan naratif politik atau diplomasi.
Hal itu hanya akan menemukan suatu yang hanya berisikan suatu deskripsi
kronologis maupun peristiwa-peristiwa yang tidak terduga (Berkhofer, 1969: 271272; Tosh, 1984: 135). Selanjutnya, menurut sejarawan Indonesia Sartono
Kartodirdjo ( 1992: 120-156) bahwa justru dengan penggunaan teori teori sosial
melalui fenomena rapprochement, merupakan titik tolok (point of departure), di
mana karya sejarah akan dapat memodifikasi teori-teori itu, membentuk teoriteori baru, serta menempatkan ilmu sejarah sejajar dengan ilmu-ilmu sosial
daripada sebagai subordinasi sejarah pada ilmu-ilmu sosial.
Reaksi keras dari teoretisi lainnya pun dikemukakan oleh Carl G.Hempel
dalam tulisannya Explanation and Laws (1959) dan Cristopher Lioyd dalam
69

Explanation in Social History (1988) yang mengemukakan bahwa setiap


penjelasan dalam sejarah harus dapat diterangkan oleh hukum umum (general
law) sebab secara metodologis, menurutnya tidak ada perbedaan mendasar
antara sejarah dengan ilmu-ilmu lainnya. Dalam sejarah pun bertujuan untuk
hubungan-hubungan kausatif (causative connections), yaitu penjelasan itu
diperoleh dengan menempatkan peristiwa-peristiwa itu di bawah hipotesis, teori,
atau hukum umum. Dengan kata lain, penjelasan itu diperoleh dengan
mendeduksikannya dari pernyataan-pernyataan hukum umum. Terlepas dari pro
dan kontra terhadap pernytaan tersebut, adanya kontroversi mendasar antara
dua aliran itu berimplikasi pada sedikitnya jumlah teori-teori sejarah yang
dihasikannya.
1. Teori Gerak Siklus Sejarah Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun (1332-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf sosial
Islam kelahiran Tunisia yang merupakan penggagas pertama dalam teori siklus
ini, khususnya dalam sejarah pemikiran manusia, terutama dari dimensi social
dan filosofis pada umumnya. Karya monumentalnya adalah Al-Muqaddimah
(1284 H) yang secara orisinal dan luas membahas kajian sejarah, budaya, dan
sosial.
Adapun inti atau pokok-pokok pikiran dalam teori Khaldun tersebut
dikemukakan dalam Al-Muqaddimah sebagai berikut.
a. Kebudayaan adalah masyarakat manusia yang memiliki landasan di atas
hubungan antara manusia dan tanah di satu sisi dan hubungan manusia
dengan manusia lainnya di sisi lain yang menimbulkan upaya mereka untuk
memecahkan kesulitan-kesulitan lingkungan serta mendapatkan kesenangan
dan kecukupan dengan membangun industri, menyusun hukum, dan
menertibkan transaksi.
b. Bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat
fase,yaitu

fase

primitive

ataufase

nomaden,

fase

urbanisasi,

fase

kemewahan, dan fase kemunduran yang mengantarkan kehancuran.


c. Kehidupan fase primitif atau nomaden adalah bentuk kehidupan manusia
terdahulu (tertua) yang pernah ada. Pada masa ini. sifat kehidupan kasar
70

yang diwarnai oleh keberanian dan ketangguhan mendorong mereka untuk


menundukkan kelompok-kelompok lain. Selain itu, pada masa ini pun pada
kelompok-kelompok tersebut tumbuh solidaritas, ikatan, dan persatuan yang
menopang mereka meraih kekuasaan dan kesenangan.
d. Dalam

fase

urbanisasi,

pembangunan

yang

mereka

lakukan

tetap

berlangsung sehingga perkembangan kebudayaan semakin maju, khususnya


di kota-kota.
e. Pada fase kemewahan, banyak kelompok yang tenggelam dalam masa
kemewahan, di mana pada fase ini dicirikan oleh beberapa indikator, seperti
ketangguhan dalam mempertahankan diri, memperoleh kemewahan dalam
kekayaan, keinginan untuk hidup bebas, serta mengejar nafsu kepuasan dan
kesenangan, namun di pihak lain ada juga yang menghendaki pada
kesederhanaan. Akibatnya, friksi dan solidaritas mereka menjadi melemah.
f. Pada fase kemunduran, kerajaan dan pemerintahan melalaikan urusan
kenegaraan/pemerintahan

dan

kemasyarakatan

yang

mempercepat

kehancuran, ditandai dengan ketidakmampuan dalam mempertahankan diri.


Ini pertanda bahwa usainya daur kultural dalam sejarahnya dan bermulannya
daur baru, begitu seterusnya (A1-Sharqawi, 1886: 145-146).
g. Biasanya kelompok-kelompok yang terkalahkan akan selalu mengekor
kepada kelompok-kelompok yang menang, baik dalam slogan, pakaian,
kendaraan, maupun tradisi lainnya.
2. Teori Daur Kultural Spiral Giambattista Vico
Nama filsuf sejarah Italia, Giambattista Vico (1668-1744) memang jarang
dikenal, padahal jasanya begitu besar, terutama dalam teorinya tentang gerak
sejarah ibarat daur kultural spiral yang dimuat dalam karyanya The New Science
(1723) yang telah diterjemahkan Downs tahun 1961. Atau mungkin karena
teorinya yang sering diidentikkan dengan teori siklus, di mana nama-nama besar
tokoh 1ainnya, seperti Pitirim Sorokin (1886-1966), Oswald Spengler (18801936), dan Arnold Toinbee (1889-1975), melebihi bayangan nama besarnya.

71

Secara makro, pokok-pokok pikiran Vico yang tertuang dalam teori daur
spiralnya dalam The New Science (Dows, 1961: 113; Al-Sharkawi, 1986: 147148) sebagai berikut.
a. Perjalanan sejarah bukanlah seperti roda yang berputar mengitari dirinya
sendiri sehingga memungkinkan seorang filsuf meramalkan terjadinya hal
yang sama pada masa depan.
b. Sejarah

berputar

dalam

gerakan

spiral

yang

mendaki

dan

selalu

memperbaharui diri, seperti gerakan pendaki gunung yang mendaki melalui


jalan melingkarke atas, setiap lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran
sebelumnya sehingga ufuknya pun semakin luas dan jauh.
c. Masyarakat manusia bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu dan
terjalin erat dengan kemanusiaan yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam
tiga fase, yaitu fase teologis, fase herois, dan fase humanistis. J. Ide
kemajuan adalah substansial, mesti tidak melalui satu penjalanan lurus ke
depan, tetapi bergerak dalam lingkaran-lingkaran historis yang satu sama lain
saling berpengaruh. Dalam setiap lingkaran pola-pola budaya yang
berkembang dalam masyarakat, baik agama, politik, seni, sastra, hukum,
maupun filsafat saling terjalin secara organis dan internal sehingga masingmasing lingkaran itu memiliki corak kultural, khususnya yang merembes ke
dalam berbagai ruang lingkup kulturalnya (Collingwood, 1956: 67).
3. Teori Tantangan dan Tanggapan Arnold Toynbee
Arnold Toynbee (1889-1975) adalah seorang sejarawan Inggris, ia pendukung
teori siklus lahir-tumbuh-mandek-hancur. Seperti halnya Khaldun yang dikenal
sebagai jenius Arab, Toynbee melihat bahwa proses lahir-tumbuh-mandekhancur suatu kehidupan sosial, lebih ditekankan pada masyarakat atau
peradaban sebagai unit studinya yang lebih luas dan komprehensif daripada
studi terhadap sesuatu bangsa maupun periode tertentu. Pemikiran-pemikiran
Toynbee yang cemerlang itu dituangkan dalam karya monumentalnya yang terbit
sebanyak 12 jilid dan ringkasan dari karyanya itu adalah A Study of History.
Pokok-pokok pikiran dari teori tantangan dan tanggapan (challenge and
response) tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
72

a. Menunut Toynbee, tendapat 21 pusat peradaban di dunia, misalnya


peradaban Mesir kuno, India, Sumeria, Babilonia, dan peradaban Barat atau
Kristen. Enam peradahan muncul serentak dari masyarakat primitive yang
berasal dan Mesir, Sumeria, Cina Maya, Minoa

(di P. Kreta), dan India.

Masing-masing muncul secara terpisah dari yang lain dan terlihat di kawasan
luas yang terpisah. Semua peradaban lain berasal dari enam peradahan asli
itu. Sebagai tambahan, sudah ada tiga peradaban gagal, yaitu peradaban
Kristen Barat Jauh, Kristen Timur Jauh, dan Skandinavia, dan lima
peradaban yang masih bertahan, yaitu Polinesia, Eskimo,Nomadik, Ottoman,
dan Spartan.
b. Peradaban

muncul

sebagai

tanggapan

(response)

atas

tantangan

(challenge), walaupun atas dasar murni hukum sebab akibat, melainkan


hanya sekedar hubungan, dan hubungan itu dapat terjadi antara manusia
dan alam atau antara manusia dan manusia.
c. Sebagai contoh, peradapan Mesir muncul sebagai hasil tanggapan yang
memadai atas tantangan yang berasal dari rawa dan hutan belantara lembah
Sungai Nil, sedangkan peradapan lain muncul dari tantangan konflik
antarkelompok.
d. Berjenis-jenis tantangan yang berbeda dapat menjadi tantangan yang
diperlukan bagi kemunculan suatu peradaban.
e. Terdapat lima kawasan perangsang yang berbeda bagi kemunculan
peradaban, yakni kawasan ganas, baru, diperebutkan, ditindas, dan tempat
pembuangan.
f. Kawasan ganas, mengacu kepada lingkungan fisik yang sukar ditaklukkan,
seperti kawasan lembah S. Hoang Ho (Toynbee, 1961: 88). Kawasan baru,
mengacu kepada daerah yang belum pernah dihuni dan diolah. Kawasan
diperebutkan, termasuk yang baru ditaklukkan dengan kekuatan militer.
Kawasan tertindas, menunjukkan suatu situasi ancaman dari luar yang
berkepanjangan.

Kawasan

hukuman/pembuangan,

mengacu

kepada

kawasan tempat kelas dan ras yang secara historis telah menjadi sasaran
penindasan, diskriminasi, dan eksploitasi.

73

g. Antara tantangan dan tanggapan berbentuk kurva linear. Artinya, tingkat


kesukaran yang cukup besar dapat membangkitkan tanggapan memadai:
tetapi tantangan ekstrem dalam arti terlalu lemah dan terlalu keras, tidak
rnemungkinkan dapat membangkitkan tanggapan yang memadai. Jika
tantangan

terlalu

keras,

peradaban

dapat

hancur

atau

terhambat

perkembangannva. Dalam kasus seperti itu, tantangan memiliki cukup untuk


mencegah perkembangan normal, meskipun tidak cukup keras sehingga
menyebabkan kehancurannya.
h. Untuk terciptanya suatu tanggapan yang memadai, kriteria pertama adalah
keras atau lunaknya tantangan. Kriteria kedua, kehadiran elite kreatif yang
akan memimpin dalam memberikan tanggapan atas tantangan itu. Sebab
seluruh tindakan sosial adalah karya individu-individu pencipta atau yang
terbanyak karya minuritas kreatif itu (Toynbee, 1961: 214). Namun,
kebanyakan umat manusia cenderung tetap terperosok ke dalam cara-cara
hidup lama. Oleh karena itu, tugas minoritas kreatif bukanlah semata-mata
menciptakan bentuk-bentuk proses sosial baru, tetapi juga menciptakan caracara barisan belakang yang mandek itu bersama-sama dengan mereka untuk
mencapai kemajuan (Toynbee, 1961: 215).
4. Teori Dialektika Kemajuan Jan Romein
Jan Marius Romein adalah teoretisi dan sejarawan Belanda (1893-1962) yang
pertama kalinya melihat gejala lompatan dalam sejarah umat manusia sebagai
suatu kecenderungan umum dalam kemajuan maupun keberlanjutan. Pikiranpikiran Jan Romein ini dituangkan dalam Dialektika Kemajuan atau De Dialektiek
van de Vooruitgang: Bijdrage tot het ontwikkelingsbegrip in de geschiedenis
(1935). Adapun pokok-pokok pikiran teori Jan Romen tersebut sebagai berikut.
a. Gerak sejarah umat manusia itu kebalikan dari perkembangannya secara
berangsur-angsur (evolusi), melainkan maju dengan lompatan lompatan
yang sebanding dengan mutasi yang dikenal dalam dunia alam hidup
biologis.
b. Suatu langkah baru dalam evolusi manusia, kecil kemungkinannya terjadi
dalam masyarakat yang telah mencapai tingkat kesempurnaan yang tinggi
74

dalam arah tertentu. Sebaliknya, kemajuan yang pernah dicapai di masa lalu,
mungkin akan berlaku sebagai suatu penghambat terhadap kemajuan lebih
lanjut (Wertheim, 1976: 58). Sebab suatu suasana yang puas diri dan adanya
kepentingan yang bercokol pada kelompok itu cenderung menentang
langkah-langkah

lebih

jauh

yang

mungkin

menyangkut

suatu

perombakanmenyeluruh terhadap lembaga-lembaga atau perlengkapan yang


sudah ada.
c. Dengan demikian, keterbelakangan dalam hal-hal tertentu dapat dijadikan
sebagai suatu keunggulan (situasi yang mengnntungkan) untuk mengejar
ketinggalannya. Sebaliknya, kemajuan yang relative pesat di masa lalu, dapat
berlaku sebagai penghambat kemajuan. Inilah yang dinamakan Dialektika
Kemajuan (Dialectics of Progress).
5. Teori Despotisme Timur Wittfogel
Karl Wittfogel, penulis buku Oriental Despotism (1957) mengemukakan teoriteorinya sebagai berikut.
a. Cara produksi Asiatis,menurut pendapatnya yang khas pada masyarakatmasyarakat yang berdasarkan irigasi besaran-besaran, telah menimbulkan
suatu garis lain dalam perspektif evolusi.
b. Masyarakat-masyarakat hidrolis, hanya dicirikan oleh irigasi, tetapi dalam halhal tertentu

oleh bangunan drainase besar-besaran adalah tipikal

Despotisme Timur yang menjalankan perintah dengan kekuasaan total oleh


suatu birokrasi yang bercabang luas dan terpusat, serta secara tajam mesti
dibedakan dari masyarakat feodal, seperti dikenal dalam masyarakat di
Eropa Barat dan Jepang.
c. Bila masyarakat-masyarakat feodal memungkinkan suatu perkembangan
menuju kapitalisme borjuis maka birokrasi-birokrasi Asiatis itu (mencakup
Tsar Rusia) sama sekali tidak cocok bagi perkembangan apapun menuju
suatu struktur yang lebih modern.
d. Struktur-struktur politik baru yang dilahirkan di kerajaan-kerajaan Despotis
Timur di masa lalu (Rusia dan Cina), sebenarnya tidak dapat dipandang
sebagai suatu subtipe dari suatu masyarakat modern atau sebagai sesuatu
75

yang baru, melainkan hanya merupakan salinan-salinan dari despotisme


despotisme Timur tradisional, di mana kemungkinan-kemungkinan untuk
menjalankan kekuasaan mutlak dan teror, telah berkembang hingga tingkat
yang luar biasa tingginya (Wittfogel, 1957: 438).
e. Doktrin ini bermaksud menunjukkan bahwa Uni Soviet (sekarang Rusia)
maupun Cina tidak dapat menawarkan apa pun yang mungkin diinginkan oleh
bangsa-bangsa lain, jalan satu-satunya ke arah kemajuan adalah mengikuti
garis peradaban modern yang berdasarkan hak milik. Menurut Wittfogel, garis
ini tampaknya tidak lagi menuju pada sosialisme, melainkan hanya bergerak
menuju suatu masyarakat polisentrisme dan demokratis, di mana komplekskompleks birokrasi yang lebih besar saling mengendalikan satu sama lain
(Wittfogel, 1957: 366-367), dan jika meminjam istilah Karl Popper, hal itu
memalukan masyarakat terbuka.
6. Teori Perkembangan Sejarah dan Masyarakat Karl Marx
Karl Heinrich Marx (1618-1883) dilahirkan di Trier distrik Moselle, Prusian
Rhineland pada 5 Mei 1618. Ia berasal dari silsilah panjang rabbi, baik garis
ayah maupun ibunya. Ayahnya seorang pengacara terhormat. Ia menikah
dengan Jenny anak tokoh sosialis awal Baron von Wesphalen. Pertamanya
Masuk ke Universitas Bonn, tahun berikutnya ia pindah ke University of Berlin. Di
universitas ini ia menjadi pengikut filsafat Hegelianisme. Marx bercita-cita
Menjadi pengajar di universitas, ia mendapat gelar doktor mengenai filsafat
pasca Aristotelian Yunani (McLellan, 2000: 618).
Ia adalah ilmuwan social revolusioner Jerman yang analisisnya tentang
masyarakat kapitalis menjadi basis teoritis untuk pergerakan sejarah dan politik.
Kontribusi utama Marx terletak pada penekanan terhadap peran factor ekonomi
berubahnya cara masyarakat dalam memproduksi alat-alat subsistensi dalam
membentuk jalannya sejarah. Perspektif ini memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap seluruh jajaran ilmu social. Teori besar atau materialisme histories,
dapat diungkap dari perkataan friederich Engels-sahabat terdekatnya sebagai
berikut.

76

sebab yang utam dan kekuatan penggerak terbesar dari semua


peristiwa sejarah yang terpenting terletak pada perkembangan ekonomi
masyarakat,

Perubahan-perubahan

model

dalam

produksi

dan

pertukaran, pembagian masyarakat dalam kelas-kelas yang berlainan,


dan pada perjuangan kelas-kelas ini melawan kelas yang lain (Shaw,
2000: 620).
Teori-teorinya tentang gerak sejarah dan masyarakat, tertuang dalam Die
Deutch

Ideologie (Ideologi Jerman) tahun 1845-1846, secara ringkas dapat

dikemukakan sebagai berikut.


a. Struktur ekonomi masyarakat yang ditopang oleh relasi-relasinya dengan
produksi, merupakan fondasi riil masyarakat. Struktur tersebut sebagai dasar
munculnya suprastruktur hukum dan politik, berkaitan dengan bentuk tertentu
dari kesadaran sosial. Di sisi lain, relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri
berkaitan dengan tahap perkembangan tenaga-tenaga produktif materiil
(masyarakat). Dalam kerangka ini, model produksi dari kehidupan materiil
akan mempersiapkan proses kehidupan sosial, politik, dan intelektual pada
umumnya.
b. Seiring dengan tenaga produktif masyarakat berkembang, tenaga-tenaga
produktif ini mengalami pertentangan dengan berbagai relasi produksi yang
ada sehingga membelenggu pertumbuhannya. Kemudian, mulailah suatu era
revolusi sosial, seiring dengan terpecahnya masyarakat akibat konflik.
c. Konflik-konflik itu terselesaikan sedemikian rupa sehingga menguntungkan
tenaga-tenaga produktif, lalu muncul relasi-relasi produksi yang baru dan
lebih tinggi yang persyaratan materiilnya telah matang dalam rahim
masyarakat itu sendiri. Masyarakat dan pemerintahan kelas memang tidak
terhindarkan, sekaligus diperlukan untuk memaksa produktivitas para
produsen agar melampaui tingkat subsistensinya. Namun, kemajuan produktif
yang dihasilkan kapitalime tersebut mcnghancurkan kelayakan dan landasan
historis pemerintahan ke1as. Karena negara merupakan alat suatu kelas
untuk mengamankan pemerintahannya maka negara akan melemah dalam
masyarakat pascakelas.
77

d. Relasi-relasi produksi yang lebih baru dan lebih tinggi ini mengakomodasi
secara

lebih baik keberlangsungan

pertumbuhan

kapasitas produksi

masyarakat. Di sinilah model produksi borjuis mewakili era progresif paling


baru dalam formasi ekonomi masyarakat, tetapi hal itu merupakan bentuk
produksi antagonistik yang terakhir. Dengan matinya bentuk produksi
tersebut maka prasejarah kemanusiaan berakhir.
e. Di sinilah kapitalisme akan hancur oleh hasratnya sendiri untuk meletakkan
masyarakat pada tingkat produktif yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Selain itu perkembangan tenaga-tenaga produktif yang
membayangkan munculnya kapitalisme sebagai respons terhadap tingkat
tenaga produktif pada awal mula terbentuk.
f. Dengan

demikian,

perkembangan

kapasitas

produktif

masyarakat

menentukan corak utama evolusi yang dihasilkan, yang para gilirannya


menciptakan institusi-institusi hukum dan politik masyarakat suprastruktur.

7. Teori Feminisme Wolistonecraft


Mary Wolistonecraft dilahirkan di Inggris tahun 1759. Ia adalah orang miskin
yang berasal dan keluarga berantakan karena ayahnya pecandu peminum
alkohol yang kronis. Sebagai seorang pemikir wanita otodidak berani dan radikal,
Wollstonecraft menulis beberapa buku. Buku yang pertama ia tulis adalah
Thoughts on the Educations of Daughters. Pada tahun 1785, ia beralih profesi
sebagai

penulis

wanita.

Selanjutnya,

ia

menerbitkan

ulasan-ulasan,

menerjemahkan karya-karya besar, serta menulis lebih banyak lagi bukubukunya. Dan yang lebih tragis lagi, ia mendapatkan citra buruk karena
dukungan penuhnya terhadap prinsip-prinsip republikan dalam bukunya A
Vindication of the Rights of Man (1790), yang merupakan salah satu dari sekian
banyak tanggapan atas kritik Edmund Burke terhadap Revolusi Prancis.
Karyanya yang paling terkenal adalah A Vindication of the Rights of Woman
(1792), menyusul 2 tahun setelah memperoleh citra buruk atas karya
sebelumnya.
78

Isi pokok pemikiran (teori) Wollstonecraft adalah sebagai berikut.


a. Salah satu ciri yang paling universal sekaligus mencolok adalah subordinasi
wanita atas pria. Seka1ipun saat ini banyak kemajuan-kemajuan politik dan
budaya

yang

diperolehnya,

masyarakat

tetap

menempatkan

wanita

sebagagai subordinate posisi pria.


b. Dalam beberapa segi, hal itu disebabkan oleh kaum wanita itu sendiri yang
berprasangka buruk terhadap kapabilitas bakat-bakat dan kapasitaskapasitas mereka sendiri sebuah pandangan yang diajukan oleh banyak
penulis dan pemikir pembenci wanita.
c. Padahal pria dan wanita sama-sama mampu bernalar dan memperbaiki diri.
Meskipun demikian, kapasitas wanita bagi tindakan rasional dan bagi
keseluruhan sejati, telah dikurangi oleh beragamnya intitusi social dan
tuntutan-tuntutan budaya.
d. Masyarakat dan kaum pria telah membatasi kesempatan-kesempatan yang
dimiliki wanita untuk menggunakan

kemampuan alaminya bagi kebaikan

masyarakat.
e. Keluhuran-keluhuran

jinak

dan

kesenangan-kesenangan

hampa

telah

mendorong kaum wanita berfokus pada penyanjungan dan penyenangan pria


yang dapat menjauhkan wanita untuk benkontribusi pada kehidupan moral,
budaya, dan politik.
f. Wanita tidak boleh memiliki status inferior, sekalipun penyebabnya oleh kaum
wanita itu sendiri yang begitu pasrah menerima citra mereka yang tidak
menguntungkan diri.
g. Semakin baik pendidikan mereka, semakin baik wanita menjadi warga
negara, istri, dan ibu. Wanita terdidik adalah orang-orang yang lebih rasional
dan lebih luhur budinya.

79

80

BAB IV
PENGETAHUAN DASAR ILMU POLITIK
Jika ilmu politik dipahami semata-mata sebagai salah satu cabang dari
ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, ruang lingkup, kerangka dan fokus yang
jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih relatif muda usianya, baru
lahir pada akhir abad 19. Pada tahapan ini ilmu politik berkembang secara pesat
berdampingan dengan disiplin ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi,
psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka saling mempengaruhi.
Tetapi apabila ilmu politik dipahami alam kerangka yang lebih luas, yaitu
sebagai kajian dan berbagai aspek negara, berbagai aspek dan kekuasaan
maupun berbagai pembahasan tentang kehidupan politik, maka ilmu politik
memiliki usia yang sangat tua, bahkan ia sering disebut ilmu sosial yang tertua
di dunia. Pada tahapan ini ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat
(Budiardjo, 2002).
Pada masa Romawi dan Yunani Kuno misalnya, pemikiran tentang
negara telah dimulai sejak abad 4 SM, seperti terbukti dalam karya-karya ahli
sejarah seperti Herodotus atau filsuf seperti: Plato, Aristoteles, Socrates dan
sebagainya, sehingga kita mengenal polis (negara kota) Yunani atau polis
Athena dan lain-lain. Di Asia, ada beberapa pusat kebudayaan tertua di dunia,
seperti India dan Cina yang telah mewariskan karya-karya yang sangat bermutu.
Tulisan-tulisan dan India terkumpul dalam kekusasteraan Dharmasastra dan
Artasastra yang berasal dan abad 5 SM. Sedangkan filsafat dan Cina yang
terkenal diantaranya adalah Confusius atau Kong Fu Tse (551-497 SM) dan Lao
Tse sebagai guru dan ajaran Tao.
Di Indonesia sendiri, kita memiliki beberapa karya yang membahas
masalah sejarah dan ketatanegaraan, seperti Negara Kertagama dan Babad
Tanah Jawi yang ditulis pada masa Majapahit pada abad 13 dan abad 15. Tetapi
sayang, dinegara-negara Asia kesusasteraan yang mencakup bahasan politik
dan kenegaraan pada abad 19 mengalami kemunduran karena terdesak oleh
pemikiran-pemikiran Barat melalui penjajahan yang dilakukan oleh negara-

81

negara Inggris, Perancis, Jerman, Amerika Serikat dan Belanda dalam rangka
Kolonialisme dan Imperialisme.
Tetapi sesudah Perang Dunia II, ketika negara-negara jajahan di Asia,
Afrika telah banyak yang merdeka, ketika itu pula perkembangan ilmu-ilmu politik
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat kita lihat di Indonesia
sendiri telah didirikan Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gajahmada di
Yogyakarta dan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia di Jakarta,
dimana Ilmu Politik merupakan Departemen/ Jurusan tersendiri, kemudian
disusul berdirinya universitas-universitas lainnya.
Dalam

proses

perkembangannya,

seiring

dengan

pesatnya

perkembangan ilmu politik dan semakin gegap gempitannya kehidupan politik di


Indonesia, ada dua pandangan yang berbeda dalam memahami hakekat ilmu
politik. Yang pertama berpendapat bahwa politik tidak tepat dinyatakan sebagai
ilmu akan tetapi ia lebih tepat dikatakan sebagai seni (art), karena hanya
merupakan kemahiran belaka yang berkenaan dengan tingkah laku manusia
dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara. Sedangkan pandangan yang
kedua berpendapat sebaliknya, mereka menyatakan bahwa ilmu politik dapat
dikategonikan sebagai ilmu pengetahuan, karena dalam pembahasan dan
penelitiannya sudah menggunakan kaidah-kaidah ilmiah dan hasilnya dapat
dipelajari. Di samping itu lahirnya pendekatan tingkah laku (behavioral
approach) dalam ilmu politik memberikan bobot tersendiri bahwa ilmu politik
adalah sebagai ilmu pengetahuan dan merupakan bagian yang tidak terpisah
dari ilmu-ilmu sosial.
Ilmu politik sebagaimana ilmu sosial lainnya dalam kaitannya dengan
Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki posisi yang sangat strategis sebagai sumber
keilmuan IPS. Dengan memahami dan menguasai konsep-konsep dasar ilmu
politik, guru IPS dapat mengembangkan bahan pengajaran yang bersumber dan
ilmu tersebut.

82

1. Pengertian Ilmu Politik


Secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dan kata
polis, negara kota, kemudian lahir istilah politites, yang artinya
kewarganegaraan. Dari sini lahirlah istilah-istilah yang berkenaan dengan
ilmu politik, misalnya: politic science, science of polities.
Para pakar ilmu politik seringkali memberikan definisi tentang ilmu
politik dari satu sudut pandang yang berasal dan salah satu konsep ilmu
politik, sehingga terjadi variasi dan perbedaan dalam memberikan batasan
terhadap ilmu politik. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh pemahaman yang
tidak sama terhadap berbagai konsep inti (core concept) yang melengkapi
ilmu politik.
Ada beberapa konsep inti (core concept) yang dijadikan pijakan
dalam memberikan definisi tentang ilmu politik, yaitu:
1. Negara (state)
2. Kekuasaan (power)
3. Pengambilan keputusan (decision making)
4. Kebijaksanaan (policy)
5. Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation)
Sehingga ada beberapa ahli yang menekankan negara sebagai inti dan
politik, diantaranya adalah:
- Roger F. Soltau, dalam Introduction to Polities mengatakan bahwa ilmu
politik mempelajani negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga
yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan
warga negaranya serta dengan negara-negara lain.
- J. Barents, dalam Ilmu Politika menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu
yang mempelajani kehidupan negara yang merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat dan ilmu politik juga mempelajari negara-negara itu
melakukan tugas-tugasnya.
Sedangkan ahli yang menekankan kekuasaan sebagai inti dari ilmu
politik beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut

83

masalah bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan. Ahli-ahli


yang berpendapat demikian diantaranya adalah:
- Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society: Ilmu
Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.
- W.A. Robson dalam The University Teaching of Social Sciences: Ilmu
Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu tentang sifat hakiki,
dasar, prosesproses, ruang lingkup dan hasil-hasilnya.
- Deliar Noer dalam Pengantar ke Pemikiran Politik: Ilmu Politik
memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan
bersama atau masyarakat.
Ahli yang menekankan pengambilan keputusan sebagai inti dan
politik beranggapan bahwa pengambilan keputusan adalah menyangkut
keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan yang mengikat seluruh
masyarakat.
- Joyce Mitchell dalam Political Analysis and Public Policy: Politik
adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan
umum untuk masyarakat seluruhnya.
- Karl W. Deutsch: Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana
umum. Dikatakan selanjutnya bahwa keputusan-keputusan semacam ini
berbeda dengan pengambilan keputusan-keputusan pribadi oleh orang
seorang dan bahwa keseluruhan dari keputusan-keputusan semacam itu
merupakan sektor umum atau sektor publik dan suatu negara.
Dan ahli yang menekankan kebijaksanaan umum sebagai inti dari
politik menganggap bahwa setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan
bersama. Cita-cita bersama itu ingin dicapai melalui usaha bersama, dan
untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang dituangkan
dalam kebijaksanaan oleh pihak berwenang, dalani hal ini pemerintah.
- Hooger Werf: Obyek dan ilmu politik adalah kebijaksanaan pemerintah,
proses terbentuknya serta akibat-akibatnya. Yang dimaksud dengan
kebijaksanaan umum disini menurut Hooger Werf adalah membangun
masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan.

84

- David Easton dalam The Political System: Kehidupan politik mencakup


bermacam-macam kegiatan yang mempengaruhi kebijaksanaan dan pihak
yang berwenang, yang diterima untuk suatu masyarakat dan yang
mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijaksanaan itu.
Sementara ahli yang menekankan pembagian sebagai inti dan politik
beranggapan bahwa politik adalah membagikan dan mengalokasikan nilainilai secara mengikat. Yang perlu ditekankan disini bahwa pembagian ini
sering tidak merata dan karena itu dapat menyebabkan konflik.
- Harold Laswell dalam Who gets what, when and flow: Politik adalah
masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.
- David Easton dalam A System Analysis of Political Life, menyatakan
bahwa:
Sistern politik adalah keseluruhan dan interaksi-interaksi yang mengatur
pembagian nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan
atas nama masyarakat.
Dari beberapa uraian tentang pengertian ilmu politik seperti paparan di
atas, kiranya tidak mudah untuk membuat suatu definisi yang ringkas yang
hanya bertumpu pada satu konsep inti dan ilmu politik. Yang harus dilakukan
adalah mengakomodasi berbagai konsep inti (core concept) yang dijadikan
dasar pijakan dalam membuat definisi ilmu politik, yaitu: negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan pembagian atau alokasi. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari
tentang:
1. Negara, tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan
tujuan tersebut.
2. Kekuasaan, pembentukan dan pembagian kekuasaan.
3. Pengambilan keputusan kolektif untuk kepentingan masyarakat umum
(publik).
4. Kebijaksanaan pemerintah, proses terbentuknya dan akibat-akibat yang
ditimbulkan
5. Pembagian nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan
atas nama masyarakat.
85

2. Ruang Lingkup dan Bidang Kajian Ilmu Politik


Yang menjadi ruang lingkup dan bidang kajian ilmu politik meliputi
bidang-bidang sebagai berikut:
I. Teori Politik
1. Teori politilc
2. Sejarah perkembangan ide-ide politik
II. Lembaga-lembaga Politik
1. Undang-Undang Dasar
2. Pemerintahan Nasional
3. Pemerintahan Daerah dan Lokal
4. Fungsi Ekonomi dan Sosial dan Pemerintah
5. Perbandingan Lembaga-lembaga Politik.
III. Partai-partai, Golongan-golongan (group) dan Pendapat Umum
1. Partai-partai Politik
2. Golongan-golongan dan Asosiasi-asosiasi
3. Partisipasi warga negara dalam pemerintah dan administrasi.
4. Pendapat umum.
IV. Hubungan Intemasional
1. Politik Internasional
2. Organisasi-organisasi dan Administrasi Internasional
3. Hukum Intemasional.
Pembahasan bidang teori politik meliputi pembahasan yang sistematis
tentang generalisasi-generalisasi dan fenomena politik, sedangkan ide-ide
politik dibahas dengan sejarah perkembangan dimana dan kapan serta
bagaimana gagasan tersebut dituangkan.
Sedangkan lembaga-lembaga politik membahas tentang fungsi dan
peranan dari berbagai lembaga politik dalam kaitannya dengan usaha-usaha
untuk mencapai tujuan bernegara/bermasyarakat. Pendekatannya lebih
menitik beratkan kepada doktrin politik dan filosofis.

86

Pada pembahasan bidang ketiga, yaitu mengenai partai-partai,


golongan-golongan dan pendapat umum, banyak menggunakan konsepkonsep sosiologis dan sering disebut political dynamic, oleh karena sangat
menonjolkan aspek-aspek dinamis dan proses-proses politik.
Dan pada pembahasan bidang keempat yang membahas tentang
politik internasional yang menekankan pada hubungan internasional, baik
hubungan bilateral maupun multilateral yang dilandasi oleh kaidah-kaidah
politik internasional dan hukum-hukum intemasional.

3. Pendekatan dalam Ilmu Politik


Setiap ilmu pengetahuan dalam melaksanakan fungsinya selalu
menggunakan berbagai jenis pendekatan, begitu juga dalam hal politik. Maka
timbul pertanyaan, pendekatan apa yang digunakan oleh ilmu politik dalam
melaksanakan fungsinya itu? Hal ini penting diketahui dalam rangka studi
ilmu politik, apalagi bagi kepentingan pengembangan konsep dan ilmu ini
sebagai materi bagi bidang studi Pengetahuan Sosial (IPS). Seorang guru
IPS akan dapat lebih mudah menguasai konsep-konsep ilmu politik,
manakala ia dapat mengenal pendekatan yang digunakan oleh ilmu tersebut.
Dalam ilmu politik ada tiga pendekatan yang sering digunakan dalam
mengkaji kehidupan sosial politik atau peristiwa-peristiwa politik:
1. Pendekatan perilaku (behavioral approach)
2. Pendekatan struktural fungsional (structural fungtional approach)
3. Pendekatan analisis sistem (system analysis approach)
Berikut ini akan diuraikan satu persatu dan ketiga pendekatan tersebut:
1) Pendekatan perilaku (Behavioral approach)
Pendekatan ini berusaha meneliti gejala-gejala dan peristiwaperistiwa politik secara lebih sistematis berdasarkan pengalamanpengalaman empiris dan dengan menggunakan kerangka teoritis yang
lebih terperinci. Mempelajari peristiwa politik dengan mendasarkan diri
pada pengalaman empiris memungkinkan untuk dilakukan, karena
peristiwa tersebut bisa merupakan pengulangan peristiwa yang pernah

87

terjadi kendati pun tidak sama persis, tetapi dapat dijadikan sandaran
untuk menarik beberapa kesimpulan atau altematif-alternatif yang relevan
dengan peristiwa-peristiwa tersebut.
Contoh: Kegagalan atau pengulangan keberhasilan dan sebuah partai
politik pada pemilu yang akan datang (tahun 2009), sebenarnya
sudah dapat diprediksi jauh sebelum pelaksanaan pemilu. Hal ini
berdasarkan peristiwa-peristiwa politik maupun kondisi obyektif
yang berkembang saat ini, kondisi-kondisi tersebut didasarkan
kepada:
- populanitas dan tokoh/fungsionaris partai
- bekerjanya mesin politik dan partai tersebut
- performance dan partai yang bersangkutan
- ada atau tidaknya regenerasi dalam partai tersebut
- ada atau tidaknya isu-isu yang ditawarkan oleh partai terhadap
perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan keamanan bagi warga
masyarakat.
- dan lain-lain.
2) Pendekatan Struktural Fungsional (Structural Fungtional Approach)
Dalam pandangan struktural fungsional, tidak ada masyarakat yang
tidak memiliki struktur dan setiap strata sosial pasti ada posisi
(kedudukan), status dan peran yang harus dijalankan oleh seseorang atau
strata tertentu sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Contoh: Dalam masyarakat kita, pasti ada stratifikasi sosial dan yang
lazim kita kenal dalam kehidupan sehari-hari adalah: golongan
masyarakat

atas

(upper

classes),

golongan

masyarakat

menengah (misdie classes) dan golongan masyarakat bawah


(lower classes), Khusus untuk golongan kelas menengah pada
umumnya dihuni oleh kaum profesional, seperti: dokter, dosen,
barkir, wartawan dan lain-lain, wiraswastawan, pedagang dan
lain-lain.

88

Dokter, dosen, bankir dan wartawan adalah jabatan yang


mempunyai status dan mereka harus berperan melaksanakan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dalam kehidupan politik, golongan masyarakat menengah ini
biasanya lebih rasional, pragmatis dan berorientasi pada
program, karena golongan ini memiliki tingkat pendidikan yang
sangat memadai dan berbasis di perkotaan. Sehingga partai
politik

pilihannya

adalah

partai

yang

mampu

membawa

perubahan kearah kehidupan yang lebih baik tanpa terikat oleh


sentimen ideologi tertentu atau ikatan emosional dengan
seorang tokoh, atau adanya ikatan-ikatan primordialisme tertentu,
misalnya primordialisme daerah, primordialisme kesukuan dan
lain-lain.
3) Pendekatan Analisis Sistem (System Analysis Approach)
Dalam pandangan analisis sistem bahwa setiap organisasi atau
program harus mampu memfungsikan semua unsur atau semua
komponen (sub sistem) apabila ingin menuai keberhasilan. Jika ada salah
satu komponen (sub sistem) tidak dapat berfungsi dengan baik, maka
akan dapat berpengaruh terhadap semua komponen atau mempengaruhi
berjalannya sebuah sistem, sehingga sangat mungkin tujuan utamanya
tidak akan tercapai.
Contoh: Apabila sebuah negara ingin membangun sebuah sistem
demokrasi, maka semua komponen (sub sistem) harus dapat
berfungsi dengan baik. Jika ada satu lembaga negara saja yang
tidak dapat berfungsi dengan baik, maka niscaya tidak akan
dapat

terwujud

sebuah

negara

yang

menjadi

demokrasi

seperti

yang

diharapkan.
Lembaga-lembaga

sub

sistem

dan

sistem

demokrasi yang ingin dibangun oleh suatu negara demokrasi,


diantaranya adalah:

89

1. Lembaga Eksikutif (pemerintah) harus mampu memegang


teguh

prinsip-prinsip

demokrasi

dalam

melaksanakan

tugasnya.
2. Lembaga Legislatif harus memiliki kredibilitas yang tinggi
sebagai lembaga perwakilan rakyat yang produk-produk
hukum dan undang-undang yang dihasilkan dapat berfungsi
dengan baik dan kredibel.
3. Lembaga Yudikatif harus mampu menjadi lembaga yang
dapat menegakkan pilar-pilar demokrasi, adil, jujur dan
memiliki keberanian dalam menegakkan hukum dan peradilan.
4. Masyarakat umum harus mampu mendorong terciptanya
sistem demokrasi dan dapat melaksanakan kontrol sosial
secara proporsional.

4. Konsep-konsep Dasar Ilmu Politik


Konsep-konsep dasar ilmu politik yang menjadi sumber materi
pengajaran Pengetahuan Sosial (Social Studies), adalah:
a. Negara
Sampai saat ini negara dianggap sebagai salah satu konsep dasar
ilmu politik yang sangat penting karena negara merupakan konsep inti
daripada ilmu politik.
Negara

merupakan

lembaga/organisasi

tertinggi

dalam

kehidupan

masyarakat (Barent, 1965).


Negara merupakan integrasi dan kekuasaan politik, ia adalah
organisasi pokok dan kekuasaan politik. Negara adalah agency (alat)
dan masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubunganhubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala
kekuasaan dalam masyarakat. Manusia dalam suasana kerjasama,
sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan. Negara adalah
organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaan
secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat

90

menetapkan

tujuan-tujuan

dan

kehidupan

bersama

itu.

Negara

menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di semua kekuasaan


dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan
golongan atau asosiasi maupun oleh negara sendiri. Dengan demikian ia
dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dan
penduduknya ke arah tujuan bersama.
Menurut Prof. Miriam Budiardjo (2002: 39), negara itu setidaknya
memiliki dua tugas:
1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial,
yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi
antagonisme yang membahayakan.
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongangolongan

kearah

tercapainya

tujuan-tujuan

dari

masyarakat

seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasiasosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasional.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan
perantaran pemerintah beserta alat-alat perlengkapannya. Kekuasaan
negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu
semua golongan atau asosiasi yang mempenjuangkan kekuasaan, harus
dapat menempatkan diri dalam rangka ini.
Di bawah ini akan disajikan beberapa rumusan mengenai negara:
Roger H. Soltan: Negara adalah alat (agency) atau wewenang
(authority) yang mengatur atau mengendalilcan persoalan-persoalan
bersama, atas nama masyarakat (The stale is an agency or authority
managing or controling the (common) affairs on behalf on and in the name
of the community. Sedang Max Weber berpendapat bahwa negara
adalah sebuah human society yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (The state
is a human society that (succes fully) claims the monopoly of the
legitimate use of physical force within a given territory). Dan Robert M.
Mac Iver mempunyai pandangan bahwa negara adalah asosiasi yang
91

menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu


wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh
suatu pemerintahan yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan
memaksa (The state is an association which, acting through law as
promulgated by a government endowed to this and with coercive power,
maintains within a community territorially demarcated the external
conditions of order).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas, sebuah negara
yang sah harus mempunyai sifat-sifat khusus yang merupakan
manifestasi yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja
dan tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya. Oleh sebab itu,
negara memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Sifat memaksa
Agar peraturan perundang-undangan ditaati dan dengan demikian
penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dapat
dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa dalam arti rnempunyai
kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk
itu adalah polisi, tentara dan aparat negara lainnya.
2. Sifat monopoli
Negara memiliki monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dalam
masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu
aliran kepercayaan, aliran politik atau ideologi tertentu dilarang hidup
dan disebarluaskan oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan
masyarakat.
3. Sifat mencakup semua
Semua peraturan perundang-undangan harus berlaku untuk semua
orang tanpa kecuali. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau
seseorang dibiarkan berada di luar ruang lingkup aktivitas negara
maka usaha negara kearah tercapainya masyarakat yang dicitacitakan akan gagal.
Pada hakekatnya berdirinya sebuah negara harus mempunyai
syarat-syarat atau unsur-unsur tertentu yang dapat dijadikan patokan dan
92

sumber hukum yang mengikat. Unsur-unsur tersebut dapat diperinci


sebagai berikut:
1. Wilayah
Setiap negara menduduki tempat tertentu dimuka bumi dan
memiliki batas-batas tertentu. Kekuasaan negara mencakup seluruh
wilayah, tidak hanya tanah, tetapi laut disekelilingnyadan angkasa di
atasnya. Karena kemajuan teknologi dewasa ini, seringkali masalah
wilayah lebih rumit dibandingkan dengan keadaan dimasa lampau.
Sebagai contoh, jika pada masa lampau laut sejauh 3 Mil dan pantai
(sesuai dengan jarak tembak meriam) dianggap sebagai perairan
territorial yang dikuasai sepenuhnya oleh negara, maka peluru-peluru
Misille sekarang membuat jarak 3 Mil tidak ada artinya. Oleh karena itu
beberapa negara (termasuk Indonesia) mengusulkan agar perairan
teritorial diperlebar menjadi 12 Mil.
Di samping itu kemajuan teknologi yang memungkinkan
penambangan minyak serta mineral lain dilepas pantai, atau
dinamakan landas benua (continental shelf) telah mendorong
sejumlah besar negara untuk menuntut penguasaan atas wilayah yang
jauh lebih luas. Wilayah ini diusulkan selebar 200 Mil sebagai
economic zone agar juga dapat mencakup hak menangkap ikan dan
kegiatan ekonomi lainnya.
2. Penduduk
Setiap negara mempunyai penduduk, dan kekuasaan negara
menjangkau

semua

penduduk

di

dalam

wilayahnya.

Dalam

mempelajari soal penduduk maka perlu diperhatikan faktor-faktor


seperti kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, hiteroginitas, tingkat
sosial ekonomi dan masalah nasionalisme dan patriotisme.
Penduduk

dalam

suatu

negara

biasanya

menunjukkan

beberapa ciri khas yang membedakannya dengan bangsa lain.


Perbedaan ini tampak dalam kebudayaannya, nilai-nilai politiknya atau
identitas nasionalnya. Kcsamaan dalam sejarah perkembangannya,
kesamaan bahasa, kesamaan suku bangsa, ras, agama dapat
93

dijadikan faktor perekat kearah terbentuknya persatuan nasional dan


identitas nasional yang kuat.
Yang harus diperhatikan bahwa kesamaan bahasa, kesamaan
agama bahkan kesamaan ras atau suku bangsa tidak dapat dijadikan
jaminan bangsa itu menjadi faktor perekat kokohnya persatuan
nasional.
3. Pemerintah
Setiap negara mempunyai suatu organisasi yang berwenang
untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang
mengikat bagi seluruh penduduk di dalam suatu wilayah. Keputusankeputusan itu antara lain berbentuk undang-undang dan peraturanperaturan lain. Dalam hal ini pemerintah bertindak atas nama negara
dan menyelenggarakan kekuasaan dan negara. Pemerintah seringkali
berubah, sedangkan negara akan terus bertahan kecuali bila negara
tersebut dianeksasi oleh negara lain.
4. Kedaulatan
Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat
undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara termasuk
dengan cara memaksa. Negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi
ini untuk memaksa penduduknya agar mentaati undang-undang dan
peraturan-peraturannya. Di samping itu negara mempertahankan
kemerdekaannya terhadap serangan-serangan dari negara lain dan
mempertahankan kedaulatan keluar (external). Untuk itu negara
menuntut pengabdian yang mutlak dan warga negaranya.
Namun

yang

terpenting

dari

itu

semua

adalah

tujuan

dibentuknya sebuah negara, yaitu untuk menciptakan kebahagiaan


bagi rakyatnya. Seperti yang disampaikan oleh Harold J. Laski,
bahwa tujuan dibentuknya negara adalah menciptakan keadaan
dimana

rakyatnya

maksimal.

dapat

Sedangkan

mencapai
tujuan

keinginan-keinginan

negara

Republik

secara

Indonesia

sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah:


Untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
94

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah


Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa yang ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
dengan

berdasarkan

kepada:

Ketuhanan

Yang

Maha

Esa,

kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan


kerakyatan

yang

permusyawaratan

dipimpin

oleh

perwakilan

hikmah

serta

kebijaksanaan

dengan

mewujudkan

dalam
suatu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


b. Kekuasaan
Kekuasaan

menjadi

keinginan

hampir

setiap

orang

untuk

mencapainya, karena kekuasaan dapat memberikan kepuasan dalam


hidup. Bahkan apabila kekuasaan sudah diperoleh, maka seseorang akan
berusaha

seoptimal

mungkin

untuk

tetap

mempertahankannya.

Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (relationship) dalam arti bahwa


ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah, satu
pihak yang memberi perintah, satu pihak lainnya yang mematuhi perintah.
Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi daripada
yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan.
Oleh Robert M Mac Iver dikemukakan, bahwa kekuasaan dalam suatu
masyarakat selalu berbentuk piramida. Hal ini terjadi karena adanya suatu
kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membuktikan dirinya lebih unggul
daripada lainnya. Itu berarti bahwa yang satu lebih kuat dengan cara
mensubordinasikan kekuasaan lainnya. Atau dengan kata lain struktur
piramida

kekuasaan

dalam

sejarah

kehidupan

masyarakat

telah

membuktikan bahwa golongan yang berkuasa selalu lebih kecil jumlahnya


dibandingkan dengan golongan yang dikuasai.
Sumber kekuasaan dapat berasal dan berbagai segi, ia dapat
bersumber dan kekuatan fisik, dapat juga bersumber pada kedudukan
atau bersumber dan kekayaan dan juga kepercayaan. Berkaitan erat
dengan kekuasaan adalah pengaruh (influence), sehingga sering
dikatakan bahwa pengaruh adalah bentuk lunak dan kekuasaan. Biasanya
95

seseorang yang mempunyai kekuasaan yang besar juga memiliki


pengaruh yang besar pula terhadap komunitasnya.
Diantara banyak bentuk kekuasaan, ada satu bentuk penting dan
kekuasaan yaitu kekuasaan politik. Kekuasaan politik adalah kemampuan
untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah), baik proses
terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan
pemegang kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan politik merupakan sebagian
saja dari kekuasaan sosial, yakni kekuasaan sosial yang fokusnya
ditujukan kepada negara sebagai satu-satunya pihak yang berwenang
untuk mengendalikan tingkah laku sosial dengan paksaan. Dalam
kekuasaan politik harus ada penguasa yaitu pelaku yang memegang
kekuasaan dan harus ada alat kekuasaan agar penggunaan kekuasaan
dapat dilakukan dengan baik.
Pada kebanyakan negara-negara yang baru merdeka, dimana
kesetiaan lokal (primordial attachment) tampak masih lebih kuat
dibandingkan dengan kesetiaan nasional serta banyaknya suku, golongan
dan aliran, maka soal keabsahan (legitimacy) perlu digalang dan
ditegakkan. Keabsahan adalah konsep bahwa kedudukan seseorang atau
sekelompok penguasa dapat diterima dengan baik oleh masyarakat,
karena sesuai dengan azas-azas dan prosedur serta mendapatkan
dukungan politik yang riil dari masyarakatnya.
c. Demokrasi
Ada

berbagai

macam

istilah

demokrasi,

ada

demokrasi

konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi


Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional dan
sebagainya. Semua konsep mi memakai istilah demokrasi, yang menurut
asal katanya berarti rakyat berkuasa atau government or rule by the
people. Dalam bahasa Yunani, demokrasi berasal dan kata demos
berarti rakyat dan kratos atau kratein berarti kekuasaan atau berkuasa.
Pasca Perang Dunia II, dimana banyak sekali negara-negara yang
baru merdeka hampir sebagian besar dan mereka menjadikan demokrasi
sebagai bentuk negaranya. Hal ini wajar karena demokrasi dianggap
96

sistem yang cocok dan dipandang paling baik dalam menegakkan nilainilai kemanusiaan dan egalitarian sesuai dengan semangat saling
menghormati, saling mengayomi, keadilan dan kesamaan seperti yang
selama ini diperjuangkan oleh negara-negara tersebut yang anti terhadap
kekerasan, kolonialisme dan imperalisme serta bentukbentuk penindasan
lainnya.
Tetapi diantara sekian banyak aliran pikiran yang dinamakan
demokrasi, ada dua kelompok aliran yang penting, yaitu demokrasi
konstitusional dan satu kelompok aliran yang menamakan dirinya
komunisme. Kedua kelompok aliran demokrasi ini mula-mula berasal dan
Eropa tetapi setelah Perang Dunia II tampaknya mendapatkan dukungan
dari negara-negara baru di kawasan Asia, seperti India, Pakistan,
Philipina dan Indonesia, meskipun terdapat bermacam-macam bentuk
pemerintahan maupun gaya pemerintahan dan masing-masing negara
tersebut. Dilain piliak ada negara-negara baru di Asia yang mendasarkan
diri atas azas-azas komunisme, yaitu RRC, Korea Utara dan sebagainya.
Demokrasi yang dianut oleh Indonesia yaitu demokrasi Pancasila,
yang hingga saat ini masih mencari bentuk sehingga sifat-sifat dan ciricirinya terdapat berbagai tafsiran dan pandangan-pandangan. Tetapi yang
tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi
konstitusional cukup jelas tersirat di dalam UUD 1945. Selain itu UndangUndang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai
naskah itu, dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai sistem
pemerintahan negara, yaitu:
I. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, dan tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (Hukum Dasar) tidak
bersifat absulutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan
dua istilah Rechtsstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa
demokrasi yang menjadi dasar dan UIJD 1945 ialah demokrasi
konstitusional. Di samping itu ciri khas demokrasi Indonesia, yaitu
97

kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmah

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan perwakilan, seperti dimuat dalam Pembukaan


Undang-Undang Dasar 1945.
d. Undang-Undang Dasar
Constitution adalah kata yang berasal dan bahasa Inggris yang
kemudian diterjemahkan ke dalam kata dalam bahasa Indonesia menjadi
Undang-Undang Dasar. Ada suatu kesulitan dalam pemakaian istilah
Undang-Undang Dasar, karena langsung dibayangkan suatu naskah yang
tertulis, dan pengertian Undang-undang Dasar bagi orang awam
dikonotasikan sebagai hal yang tertulis. Pada hal istilah constitution bagi
banyak pakar ilmu politik merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu
keseluruhan dari peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Terjemahan kata constitution dengan kata Undang-Undang Dasar
memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan orang Jerman
yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata Grondwet (Grond =
dasar dan Wet = undang-undang) yang kedua-duanya menunjukkan
sebagai naskah tertulis. Dan memang tidak dapat dipungkiri bahwa
dewasa ini hampir semua negara (kecuali Inggris) memiliki naskah tertulis
sebagai undang-undang dasarnya.
Menurut L.J. Van Apeldom, ada perbedaan antara pengertian
undang-undang dasar (grondwet) dengan konstitusi (constitution) yaitu
bahwa undang-undang dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi,
sedangkan konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan
yang tidak tertulis. Dan tampaknya para penyusun Undang-Undang Dasar
1945 menganut pikiran di atas, sebab dalam penjelasan UUD 1945
dikatakan: Undang-Undang Dasar suatu negara ialah Hukum Dasar yang
tertulis, sedang disampingnya UUD itu berlaku juga Hukum Dasar yang
tidak tertulis yaitu berupa aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.

98

Bagi para ahli ilmu politik yang memandang negara dari sudut
kekuasaan dan menganggapnya sebagai organisasi kekuasaan, maka
undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan
azas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa
lembaga kenegaraan, misalnya antara Badan Legislatif, Badan Eksekutif
dan Badan Yudikatif, serta hubungan-hubungan antar lembaga negara
tersebut dalam suatu negara. Dalam hal ini, Aristoteles (seorang filsuf
Yunani pada abad 5 Sumenep) dianggap sebagai orang pertama yang
telah berhasil menyusun Undang-Undang Dasar terhadap 186 negara
kota (polis) Yunani dengan jalan mencatat pembagian kekuasaan serta
hubungan-hubungan kekuasaan dalam setiap negara kota tersebut.
Sedangkan pendapat para ahli ilmu politik yang memandang
negara dan sudut demokrasi konstitusional adalah bahwa UndangUndang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggara kekuasaan tidak
bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga
negara akan lebih terlindungi, dan gagasan inilah yang dinamakan
konstitusionalisme.
Gagasan konstitusionalisme sebenarnya telah timbul lebih dahulu
daripada konstitusi itu sendiri. Konstitusionalisme dalam arti bahwa
penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan karena itu kekuasaannya
harus diperinci secara tegas, telah ada sejak abad pertengahan di Eropa.
Pada tahun 1215, raja John dan Inggris dipaksa oleh beberapa
bangsawan untuk mengakui beberapa hak mereka, yang kemudian
dicantumkan dalam Magna Charta (Piagam Besar). Dalam Charter of
English Liberties ini Raja John menjamin bahwa pemungutan pajak tidak
akan dilakukan tanpa persetujuan dari yang bersangkutan dan bahwa
tidak akan diadakan penangkapan tanpa ada proses peradilan. Meski
belum sempurna, Magnaa Charta di dunia Barat dapat dipandang sebagai
permulaan dari gagasan konstitusionalisme serta pengakuan terhadap
kebebasan dan kemerdekaan rakyat.

99

Gagasan konstitusionalisme juga telah melanda Amerika Serikat


pada abad 18. Dalam suasana perjuangan melawan kolonialisme Inggris
di Amerika kita dapat menyaksikan lahirnya Declaration of Independence
pada tahun 1776 yang juga merupakan salah satu tulang punggung hakhak kebebasan individu. Disitu dinyatakan bahwa Tuhan pencipta telah
memberi karunia setiap manusia dengan hak-hak yang tidak dapat
dirampas, diantaranya hak atas hidup, hak atas kemerdekaan dan hak
atas kesejahteraan, maka wajib bagi pemerintah harus bertindak sesuai
dengan kehendak rakyatnya.
Gagasan yang sama juga telah terjadi di Perancis yang dapat
disaksikan pada suatu reaksi atas perlakuan sewenang-wenang dan rajaraja absulut sehingga memicu timbulnya Revolusi Perancis pada tahun
1789. Dan sesuai dengan tujuan revolusi tersebut, pada tahun 1789 telah
diproklamirkan suatu pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan
rakyat yang terkenal sebagai: Declaration des dro its de Jhomme et do
citoyen. Dengan sendirinya ini berarti pembatasan atas kekuasaan raja.
Dengan demikian, berdasarkan pengalaman dan sejarah dunia
cukup punya bukti bahwa seseorang atau golongan yang memiliki
kekuasaan

tak

terbatas

akan

menyalahgunakan

atau

menyelewengkannya sehingga berakibat diinjak-injaknya hak-hak azasi


manusia. Maka dari itu tepatlah apa yang dikatakan oleh Lord Acton:
Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely
(Manusia

yang

mempunyai

kekuasaan

cenderung

untuk

menyalahgunakannya, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan


absulut sudah pasti akan menyalahgunakannya).
Lain halnya dengan yang terjadi di negara-negara komunisme,
gagasan tentang konstitusionalisme hampir-hampir tidak dikenal. Sesuai
dengan pandangan komunisme bahwa seluruh aparatur serta aktivitas
kenegaraan harus ditujukan kepada tercapainya masyarakat yang
komunistis, maka kaum komunis menolak ide dan prinsip konstitualisme
seperti yang dikenal di negara-negara demokrasi. Di negara-negara
Komunis Undang-Undang Dasar memiliki fungsi ganda. Disatu pihak
100

mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam


perjuangan kearah tercapainya masyarakat komunis dan merupakan
catatan formal dan legal dari kemajuan yang telah dicapai. Tetapi dilain
pihak, Undang-Undang Dasar memberikan kerangka dan dasar hukum
untuk perubahan masyarakat seperti yang dicita-citakan dalam tahap
perkembangan berikutnya.
Pada negara-negara yang baru merdeka seperti yang timbul di
Asia dan Afrika semuanya mempunyai UUD sebagai salah satu atribut
kenegaraan yang melambangkan kemerdekaan yang baru diperolehnya
itu. Diantara negara-negara itu ada yang menganggap UUD sebagai
suatu dokumen yang mempunyai arti yang khas (konstitusionalisme),
seperti: India, Philipina dan juga Indonesia. Sebaliknya negara-negara
komunis di Asia, seperti RRC dan Korea Utara menganggap IJUD nya
sebagai suatu registrasi belaka dan perkembangan yang telah tercapai
serta kerangka legal untuk masa depan sesuai dengan anggapan Uni
Soviet.
Meski terjadi perbedaan disana-sini, boleh dikatakan bahwa
hampir-hampir negara baru menganggap perlu mempunyai suatu
konstitusi yang sifatnya tertulis (UUD). Begitu pula halnya dengan
Indonesia, ketiga UUD yang pernah berlaku (UUD 1945, UUD 1949 dan
UUD 1950) semuanya merupakan UUD tertulis dan berdasarkan
demokrasi konstitusional.
Setiap

Undang-Undang

Dasar

memuat

ketentuan-ketentuan

mengenai soal-soal sebagai berikut:


1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara Badan
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Di negara Federal, pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian
dan sebagainya.
2. Hak-hak azas manusia
3. Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar
4. Ada juga yang memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dalam
UUD. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya peristiwa yang
101

baru terjadi dan tidak ingin terulang lagi. Contohnya: mengindari


teijadinya praktek diktator atau kembalinya sistem pemerintahan
monarchi.

5. TEORI-TEORI ILMU POLITIK


Meminjam istilah Miller (2002: 796), teori politik merupakan enterprise dan jika
ditelusuri akar-akarnya memiliki silsilah yang panjang dan istimewa. Ketika para
pendahulu berhenti memandang institusi-institusi sosial dan politik karena
mereka hanya dikeramatkan oleh tradisi. Mereka mulai bertanya, mengapa
mengambil bentuk yang mereka lakukan, dan apakah mereka mungkin
memperbaikinya atau tidak teori politik itu? Hal-hal apa saja yang seharusnva
dibolehkan oleh hukum, dan apa saja yang dilarang? Siapa yang seharusnya
mengatur, dan seberapa jauh seharusnya yang diatur menerima kewajiban untuk
menaati? Apa itu keadilan, di antara individu-individu dan masyarakat? Demikian
pertanyaan-pcrtanyaan itu bermunculan dan tidak terelakkan manakala orang
mulai merefleksikan secara kritis praktik-praktik dan institusi-institusi mereka. Di
sinilah teori politik mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
secara sistematis.
Sebagian teori telah memulai dengan konsepsi tentang sifat manusia, dan
mempertanyakan pengaturan politik serta sosial apa yang akan mengisi dengan
baik

kebutuhan-kebutuhan

dan

kepentingan-kepentingan

umat

manusia.

Sebagian lagi menafsirkan intitusi-institusi yang ada sebagai bagian dan pola
keseluruhan
perkembangan

sejarah

perkembangan,

pranata,

maupun

baik

sebagai

sebagai
tahapan

titik

puncak

persinggahan

dari
yang

dipersiapkan untuk digantikan oleh sesuatu yang lain. Sedangkan sebagian lagi,
memulai dengan mempertanyakan apa jenis pengetahuan yang mungkin dalam
masalah-masalah

politik,

serta

melanjutkan

pada

masalah-masalah

mempertahankan pengaturan institusi yang memberikan kekuasaan kepada

102

rakyat sesuai dengan proporsi kapasitas untuk menggunakannya demi kebaikan


masyarakat.
Teori politik tersebut pada abad ke-20 mengalami perkembangan yang
pesat, terutama setelah terpengaruh oleh pemikiran positivisme. Sedangkan teori
politik sebelumnya, seperti Plato, Aristoteles, hingga Marx dan Mill berusaha
menggabungkan dalam keseluruhan terhadap dunia sosial dan politik. Dominasi
positivisme tersebut terletak pada klaim bahwa tidak mungkin ada hubungan
yang logis antara proposisi empiris yang menjelaskan dunia apa adanya dan
proposisi normative yang mengatakan bagaimana seharusnya kita bertindak.
Penerimaan terhadap klaim inimenyiratkan

bahwa teori politik sebagaimana

dipahami secara tradisional, bertumpu pada kesalahan. Kesalahan tersebut


adalah menggabungkan sekaligus memberi penjelasan hubungan sosial dan
politik dengan rekomendasi mengenai bagaimana hubungan-hubungan itu
seharusnya.
Terdapat tiga bentuk penteorian dalam ilmu politik, yakni teori politik
empiris,
teori politik formal, dan teori politik normatif.
1. Teori Politik Empiris
Biasanya digunakan untuk mengacu kepada bagian-bagian teoretis ilmu politik.
Para ahli ilmu politik tertarik dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa politik
tertentu, sekaligus tertarik dalam mengembangkan teori-teori yang lebih luas
dalam satu payung politik.
2. Teori Politik Formal
Merupakan teori politik yang kadang-kadang dirasakan tumpang-tindih dengan
teori-teori sosial maupun teori-teori pilihan publik (Miller, 2002: 787). Istilah ini
meminjam dari gagasan ilmu ekonomi tentang pelaku-pelaku rasional yang
berusaha mencapai tujuan-tujuannya, kemudian mencoba mengembangkan
model sistem politik dan seolah-olah mereka tersusun dari pelaku-pelaku dalam
berbagai peran politik (politisi. birokrat. pemilih. dan lain-lain). Salah satu hasil
yang sangat terkenal mengenai investigasi ini adalah Teori Arrow (1963).

103

Menurut teori tersebut, tidak ada aturan keputusan yang secara simultan dapat
memenuhi sejumlah kondisi yang sangat masuk akal. Pada bagian lain, para ahli
teori, lagi-lagi mengasumsikan satu populasi dengan preferensi politik tertentu,
dan melihat bagaimana partai-partai politik berperilaku dalam sistem pemilihan
yang

demokratis,

dengan

asumsi

bahwa

setiap

tujuan

partai

adalah

memenangkan pemilihan dan masing-masing tujuan pemilih adalah untuk


mengamankan kebijakan yang sesuai, mungkin dengan preferensinya sendiri.
Penerangan ini pada mulanya di kembangkan oleh Antony Down (1957) dan
sejak itu telah dielaborasi secara meluas.
3. Teori Politik Normatif
Merupakan teori politik yang tetap paling dekat dengan enterprise tradisional,
sejauh ia berkenaan dengan justifikasi institusi dan kebijakan politik (Miller, 2002
: 797). Tujuannya adalah meletakkan prinsip-prinsip otoritas, kebebasan,
keadilan, dan lain-lain. Kemudian, mengkhususkan pada tatanan sosial macam
apa yang paling memadai untuk memenuhi prinsip-prinsip tersebut. Selain itu,
tugas teori politik menurut pandangan ini adalah
a. Tercapai sebagian karena menjelaskan prinsip-prinsip dasar itu sendiri.
Tugas ahli teori tersebut menurut pandangan ini adalah menjelajah apa
makna gagasan kebebasan dan kemudian menerapkannya pada masalahmasalah praktis.
b. Spektrum itu berdiri di mana mereka memihak kepada beberapa bentuk
fondasionalisme, di mana pandangan tersebut adalah mungkin untuk
menemukan landasan tujuan dalam mendukung prinsip-prinsip politik yang
mendasar. Kelompok yang menonjol di sini adalah berbagai versi teori politik
kontraktarian. Kelompok ini berpendapat bahwa ada seperangkat prinsip
politik dasar yang semua orang rasional akan sependapat terhadap kondisi
tertentu yang sesuai. Contoh politik demikian adalah teori keadilan John
Rawls (1971) yang memahami keadilan sebagai prinsip individu-individu yang
rasional akan menyepakatinya. Contoh serupa, yaitu klaim Jurgen Hubermas
(1971) yang menyatakan bahwa norma-norma yang akan disetujui dalam
situasi pembicaraan yang ideal, di mana penindasan dan dominasi tidak ada,
104

serta partisipan memengaruhi atau membujuk satu sama lain secara


argumentatif (Miller, 2002: 798).
1. Teori Politik Kekuasaan Niccolo Machiavelli
Sebagaimana telah dicatat sebelumnya, teori politik kekuasaan Niccolo
Machiavelli dapat dilihat sebagai penanda transisi dan dunia kuno ke modern
yang sangat kontroversi. Melalui karyanya yang berjudul The Prince tahun 1513,
ia sering dituduh gurunya kejahatan karena nasihat-nasihatnya yang amoral
seandainya

bukan

immoral.

Meskipun

karya-karyanya

akhir-akhir

ini

diinterpretasikan agak bersimpati, di belakang daya tarik buah terlarang yang


lezat bagaimanapun para ahli telah menemukan kontribusi-kontrihusi signifikan
lain dalam karya Machiavelli tersebut. Dengan menawarkan sebuah analisis
empiris yang rasional tentang negara dan politik modern, meskipun tulisantulisannya muncul dalam bentuk ujaran-ujaran praktis, dipandang sebagai
sebuah kunci pembuka dari ilmu politik kontemporer.
Machiavelli dilahirkan pada tahun 1469 di kota Florence, sekarang Italia.
Ia menghabiskan karier masa mudanya sebagai seorang diplomat dan
administrator di kota Florence, meskipun ia tidak pernah menjadi duta besar, ia
menjalankan misi diplomatik dan menjadi cukup ahli dalam urusan-urusan militer.
Ketika Republik Florentine jatuh, digantikan oleh keluarga Medici pada tahun
1512, Machiavelli dipaksa keluar dari posisinya dan mulai menjalani studi
seumur hidup dalam bidang sejarah dan politik. Dalam pikiran-pikirannya,
Machiavelli

percaya bahwa rezim-rezim masuk ke dalam dua tipe, yaitu

kepangeranan atau principality dan republik. Dalam buku The Prince, ia


memberikan nasihat tentang bagaimana mendapatkan dan mempertahankan
sebuah kepangeranan.
Adapun isi dan teori Machiavelli (Skinner, 1985: 4) sebagai berikut.
a. Untuk melakukannya, seorang penguasa yang bijak hendaknya mengikuti
jalur yang dikedepankan berdasarkan kebutuhan, kejayaan, dan kebaikan
negara. Hanya dengan memadukan machismo semangat keprajuritan, dan
pertimbangan

politik,

seorang

penguasa

barulah

dapat

kewajibannya kepada negara dan mencapai keabadian sejarah.


105

memenuhi

b. Penguasa bijak hendaknya memiliki hal-hal sebagai berikut.


1) Sebuah kemampuan untuk menjadi baik sekaligus buruk, baik dicintai
maupun ditakuti.
2) Watak-watak, seperti ketegasan, kekejaman, kemandirian, disiplin, dan
kontrol diri.
3) Sebuah reputasi menyangkut kemurahan hati, pengampunan, dapat
dipercaya, dan tulus.
c. Seorang pangeran harus berani untuk melakukan apa pun yang diperlukan,
betapa pun tampak tercela karena rakyat pada akhirnya hanya peduli dengan
hasilnya, yaitu kebaikan negara.
2. Teori Negara Berdaulat Jean Bodin
Jean Bodin hidup tahun 1530-1596, lahir diAnjou, Prancis dari keluarga kelas
menengah yang kaya. Pemikiran politik Bodin dibangun di bawah tekanan
pengalaman pribadinya. Ia hidup pada masa pertentangan agama yang sudah
lama dan mencapai puncak ketika tcrjadi pembunuhan St. Barthomew tahun
1572 yang mengakibatkan Prancis berada diambang kehancuran. Untuk itulah ia
bergabung dalam kelompok kecil pengacara dalam Politiques yang di dalamnya
terdapat tokoh-tokoh ternama, seperti Michel de LHopital dan Duke of Alencon.
Ia merasa sangat prihatin dengan perpecahan itu, sehingga ia menulis Six Books
of Commonwealth. Sepuluh edisi karya ini dalam versi bahasa Prancis dan tiga
dalam bahasa Latin. Inti teorinya adalah sebagai berikut.
a. Watak dan tujuan negara merupakan hal yang penting untuk diketahui
sebelum beralih pada cara mencapai tujuan negara. Orang yang tidak
memahami tujuan dan tidak dapat menentukan masalahnya dengan benar,
tidak dapat berharap akan menemukan cara-cara untuk meraihnya,
sebagaimana orang yang melepaskan ke udara dengan cara serampangan
tidak akan mengenai sasaran (Bodin, 1957).
b. Negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan baik dari beberapa
keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan yang berdaulat.
Terdapat empat unsur dalam negara, yaitu tatanan yang benar; keluarga;
kekuasaan yang berdaulat; tujuan bersama.
106

c. Keluarga merupakan unit dasar bagi negara, bukan individu. Kelurga yang
harmonis citra sejati dan commonwealth. Sebagaimana dalam keluarga di
mana tunduk pada perintah ayah adalah penting bagi kesejahteraan
keluarga, demikian pula patuh pada penguasa adalah penting bagi stabilitas
negara.
d. Ayah yang memiliki kekuasaan penuh dalam keluarga maka dalam penguasa
commonwealth harus memiliki yurisdiksi penuh terhadap warga negaranya.
Karena berkeluarga itu seperti bernegara; hanya ada satu penguasa, satu
pemimpin, dan satu tuan. Jika beberapa orang memiliki otoritas, mereka akan
merusak tatanan dan menimbulkan bencana yang terus berlanjut.
e. Elemen yang membedakan negara dan semua hentuk asosiasi manusia
lainnya adalah kedaulatan. Tidak boleh ada commonwealth yang sejati tanpa
kekuasaan yang berdaulat menyatukan semua anggota-anggotanya. Suatu
otoritas yang mutlak dan tertinggi yang tidak tunduk pada kekuasaan
manusia lainnya harus ada dalam lembaga politik.
3. Teori Kekuasaan Negara Terbatas John Locke
John Locke (1632-1704) dilahirkan di Wrington, Somerset. Orang tuanya adalah
penganut Puritan, dimana ayahnya adalah seorang tuan tanah dan pengacara
yang berperang di parlemen pada waktu perang sipil. Karya utamanya adalah
Two Treatises of Government, sebuah karya yang sering kali disebut sebagai
Bibel Liberalisme Modern (Schmandt. 2002: 336),
Inti ajaran Locke pada hakikatnya sebagai berikut.
a. Manusia hidup pada awalnya adalah dalam kondisi alamiah (state of nature),
yaitu kondisi hidup bersama di bawah bimbingan akal tanpa ada kekuasaan
tertinggi di atas bumi yang menghakimi mereka untuk berbeda dalam
keadaan alamiah. Dalam masyarakat prapolitik ini orang bebas, sederajat,
dan merdeka.
b. Setiap orang memiliki kemerdekaan alamiah untuk bebas kekuasaan dari
setiap kekuasaan superior di atas bumi dan tidak berada di bawah kehendak
atau otoritas legislatif manusia.

107

c. Meskipun keadaan alamiah adalah keadaan kemerdekaan, ia bukan keadaan


kebebasan penuh. Ia pun bukan masyarakat yang tidak beradab, tetapi
masyarakat anarki yang beradab dan rasional. Ia tidak memiliki kemerdekaan
untuk menghancurkan dirinya atau apa yang menjadi miliknya.
d. Untuk menanggulangi kelemahan dalam hukum alam, terdapat kebutuhan
hokum yang mapan yang diketahui, diterima, dan disetujui oleh kesepakatan
bersama untuk menjadi standar benar dan salah.
e. Individu tidak menyerahkan kepada komunitas tersebut hak-hak alamiahnya
yang substansial, tetapi hanya hak-hak untuk melaksanakan hukum alam.
f. Hak yang diserahkan oleh individu tidak diberikan kepada orang atau
kelompok tertentu, tetapi kepada seluruh komunitas.
g. Kontrak adalah perjanjian untuk membentuk suatu masyarakat politik. Ketika
masyarakat itu telah terbentuk, kemudian harus membentuk pemerintahan
yang dilanjutkan dengan membentuk lembaga-lembaga yang tepercaya untuk
mencapai tujuan pemerintahan tersebut.
h. Masyarakat politik adalah pembuat sekaligus pewaris keputusan tersebut.
Sebagai pembuat ia menetapkan batas-hatas kekuasaan, sedangkan
sebagai pewaris ia adalah penerima manfaat yang berasal dari pelaksanaan
kekuasaan tersebut.
4. Teori Pemisahan Kekuasaan Baron de Montesquieu
Baron de Montesquieu (1689-1755) yang populer dikenal Montesquieu,
dilahirkan dari keluarga kaya raya kelas ningrat (petite noblese), di Paris,
Prancis. Karyanya yang terkenal adalah De lesprit des lois atau Spirit of the
Laws (Jiwa Perundang-undangan) pada tahun 1748. Montesquieu lebih dikenal
sebagai Bapak Teori Pemisahan Kekuasaan, kendatipun tidak sedikit gagasangagasan beliau yang membahas tentang hubungan antara hukum dan institusi
politik yang perlu disesuaikan dengan lingkungan, sejarah, dan geografi,
khususnya iklim di mana orang itu tinggal. Secara keseluruhan, teori
Montesquieu ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

108

a. Hukum dan institusi politik harus disesuaikan dengan lingkungan sejarah,


geografi, dan iklim- di mana orang tinggal. Tidak ada aturan yang pasti dan
tidak ada bentuk pemerintahan yang berlaku bagi semua masyarakat
(relativisme).
b. Bentuk pemerintahan yang pa1ing tepat ada1ah pemerintahan yang paling
sesuai dengan karakter orang-orang yang mendiami wilayah itu.
c. Dalam klasifikasi pemerintah, terdapat tiga jenis pemerintahan, yakni
republik, monarki, dan despotik. Republik dapat berupa demokrasi ketika
kedaulatan diserahkan kepada semua lembaga kerakyatan. atau aristokrasi
ketika kekuasaan tertinggi hanya diserahkan sebagian anggota masyarakat.
Monarki adalah pemenintahan konstitusional oleh satu orang, sedangkan
despotisme adalah kekuasaan yang sewenang-wenang oleh satu orang
dimana tidak mentolerir intervensi keberadaan aristokrasi atau beberapa
kekuasaan perantara yang berdiri di antara penguasa dan rakyat yang
bertindak sebagai penengah.
d. Untuk menghindari ketegangan politik dan perang maka hukum dibutuhkan,
baik itu hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antarbangsa atau
negara merdeka, hukum sipil yang mengatur hubungan antarindividu-individu,
dan hukum politik yang mengatur dan menentukan hubungan antara
penguasa dengan rakyat.
e. Negara yang cocok untuk memaksimalkan kebebasan dan menyeimbangkan
persamaan adalah negara di mana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif pemerintah dipisahkan sendiri-sendiri sehingga hukum sipil dapat
dibuat menurut kebutuhan semua bagian masyarakat (Apter, 1996:86).
5. Teori Hak Pemilikan Legal Robert Nozick
Sebagaimana kaum libertarian membela pasar bebas, mereka menentang
penggunaan kekuasaan negara bagi kebijaksanaan sosial, termasuk pola-pola
perpajakan redistributif dalam menerapkan teori persamaan liberal. Akan tetapi,
tidak semua orang yang mendukung pasar bebas dapat digolongkan sebagai
seorang libertarian karena tidak semua dari mereka menerima pandangan kaum
libertarian bahwa pasar bebas secara inheren adil yang membela kaum
109

kapitalisme tanpa batas (unrestricted capitalism) adalah produktivitasnya


(Kimlicka. 2004: 127).
Seperti yang dikatakan Nozick (1974: ix) Individu memiliki hak dan
terdapat hal-hal yang tidak seorang pun atau sebuah kelompok pun boleh
mencampurinya (tanpa melanggar hak itu). Sedemikian kuat dan luas
jangkauan hak-hak ini. Karena orang memiliki hak untuk menghabiskan
sekalipun untuk kepemilikannya menurut apa yang dianggap sesuai. Sedangkan
campur tangan pemerintah sama dengan pemaksaan kerja yang merupakan
sebuah pelanggaran. bukan atas efisiensi, tetapi atas hak-hak moral dasar kita.
Dengan demikian, klaim pokok Nozick dapat dikemukakan: Jika kita
menganggap bahwa semua orang memiliki hak legal (entiled) atas barangbarang sekarang dimilikinya maka distribusi yang adil secara sederhana adalah
distribusi yang dihasilkan dari pertukaran bebas (free exchanges) di antara
orang-orang. Semua distribusi yang timbul oleh pemerintah secara bebas (free
exchanges) dari sebuah situasi yang adil dengan sendirinya adalah adil. Namun,
jika pemerintah berusaha memajaki pertukaran tersebut dengan melawan
kemauan orang itu, berarti itu tidak adil, bahkan seandainya pajak tetap
dipergunakan untuk memberikan kompensasi bagi seseorang yang harus
menanggung biaya ekstra karena rintangan alamiah yang tidak semestinya.
Dengan demikian, satu-satunya perpajakan yang sah adalah mengumpulkan
penghasilan demi memelihara latar belakang institusi-institusi yang diperlukan
untuk melindungi sistem pertukaran bebas, misalnya polisi beserta jajaran
penegak hukum lainnya dalam menegakkan pertukaran bebas.
Nozick mengklaim bahwa dengan meningkatnya kekayaan sosial akan
erjadi proefisiensi secara maksimal. Secara lebih rinci, menurut Nozick dalam
karyanya yang berjudul Anarchy, State, and Utopia (1974) terdapat tiga prinsip
utama dalam entitlement theory (teori hak pemilikan legal) sebagai berikut.
a. Prinsip transfer (principle of transfer) apa pun yang diperoleh secara adil
dapat ditransfer secara bebas.
b. Prinsip perolehan awal yang adil (principle of just initial acquisition) penilaian
tentang bagaimana orang pada awalnya sampai memiliki sesuatu yang dapat
ditransfer menurut prinsip pertama.
110

c. Prinsip pembenaran ketidakadilan (principle of rectification of injustice)


bagaimana berhubungan dengan pemilikan (holdings) jika hal itu diperoleh
atau ditransfer melalui cara yang tidak adil.
Dengan

demikian,

secara

bersama

ketiga

prinsip

tersebut

mengimplikasikan bahwa jika apa yang sekarang ada pada orang diperoleh
dengan cara yang adil, maka rumus distribusi yang adil adalah Setiap orang
memberikan sesuai dengan pilihannya, dan setiap orang menerima sesuai
dengan apa yang dipilihnya atau from each as they choose, to each as they are
choose (Nozick, 1974: 160)

111

112

BAB IV
PENGETAHUAN DASAR ILMU EKONOMI
Pengetahuan ekonomi telah diakui sebagai ilmu pengetahuan sejak tahun
1776 yang ditandai dengan terbitnya buku yang berjudul: An Inquiry into the
Nature and Causes of Wealtf of Nations atau yang lebih populer dengan nama
The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith. Oleh sebab itu tidak
berlebihan apabila Adam Smith mendapat julukan sebagai bapak Ilmu Ekonomi.
Kedudukan ilmu ekonomi dalam ilmu-ilmu sosial (social sciences) dapat
ditelusuri dari ilmu filsafat sebagai induk dari segala ilmu. Sesuai dengan
perkembangan jaman, filsafat telah melahirkan tiga disiplin ilmu, yaitu ilmu-ilmu
kealaman (natural sciences), ilmu-ilmu sosial (social sciences) dan humaniora
(humanities). Ilmu ekonomi sebagai bagian dan ilmu-ilmu sosial mempelajari
aktivitas manusia dalam berproduksi distribusi, konsumsi, ketenagakerjaan,
pengangkutan, sistem moneter dan keuangan, perdagangan, dunia usaha serta
menyangkut kemakmuran manusia dimasa sekarang dan dimasa yang akan
datang.
Timbulnya ilmu ekonomi karena manusia memiliki kebutuhan yang tidak
pernah berhenti dan sifatnya selalu berkembang, bahkan cenderung berubah,
baik jumlah maupun macamnya. Apabila status dan kedudukan seseorang
dalam masyarakat semakin baik, maka akan bertambah banyak pula
kebutuhannya. Bahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perubahan sosial-budaya, perubahan gaya hidup juga ikut berperan dalam
mempengaruhi variasi kebutuhan manusia.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia, biasanya diperlukan alat pemuas,
yaitu barang dan jasa. Kebutuhan akan barang ada yang sudah disediakan oleh
alam, seperti: air, udara, hutan dan barang-barang tambang, tetapi ada juga
yang harus diproduksi oleh manusia sendiri. Barang-barang yang diproduksi oleh
manusia biasanya sangat bervariasi, mulai dan kebutuhan pokok (primer),

113

kebutuhan penunjang (skunder) sampai kebutuhan barang-barang mewah


(tersier).
Namun yang sering menjadi masalah pokok dalam ekonomi adalah
bagaimana mencapai keseimbangan (equilibrium) antara kebutuhan dengan
alat pemuas kebutuhan. Menurut ajaran ekonomi klasik yang dipelopori oleh
Adam Smith, ada tiga hal yang menjadi masalah pokok dalam ekonomi, yaitu
produksi, konsumsi dan distribusi. Artinya, apabila permintaan barang meningkat
sedangkan produksi terbatas, maka akan terjadi kelangkaan, sehingga nilai
ekonomi dari suatu barang tersebut menjadi mahal. Sebaliknya apabila produksi
terlalu banyak, sedangkan penawaran terbatas, maka akan terjadi over produksi
sehingga nilai ekonomi dari barang tersebut menjadi sangat murah. Bahkan
masalah ekonomi tidak hanya datang dari faktor produksi dan konsumsi tetapi
juga bisa dari faktor distribusi. Artinya, meskipun terjadi keseimbangan antara
produksi dengan faktor konsumsi, tetapi distribusi tidak berjalan sebagaimana
mestinya sehingga supply barang tidak lancar maka akan terjadi kelangkaan
bahkan suatu ketika dapat terjadi ledakan barang di pasaran.
Teori ekonomi klasik ini berbeda dengan teori ekonomi modern yang
berpendapat bahwa: semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia
dalam memenuhi kebutuhannya semakin bermasalah. Masalah itu disebabkan
oleh semakin meningkatnya kebutuhan manusia, sedangkan alat pemuasnya
relatif terbatas. Teori ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kompleksnya
kebutuhan manusia tidak akan dapat berjalan secara seiring dengan pemuas
kebutuhan.
Yang saat ini banyak dilakukan oleh para pelaku dunia usaha dalam
sistem

ekonomi

yang

dipenuhi

oleh

persaingan-persaingan

dalam

era

komunikasi dan informasi adalah menciptakan peluang-peluang pasar dengan


cara melakukan studi pasar, misalnya studi tentang perilaku dan karakteristik
konsumen, promosi secara besar-besaran melalui media masa agar barangbarang yang diproduksi dapat dikenal oleh pasar. Mereka memiliki prinsip bahwa
nilai ekonomi suatu barang atau jasa sangat ditentukan oleh mekanisme pasar.
Oleh sebab itu faktor modal (kapital) memegang peranan yang sangat penting

114

dalam iklim dunia usaha yang berorientasi pada sistem ekonomi terbuka seperti
sekarang ini.
Harus diakui akhir-akhir ini ilmu ekonomi mengalami perkembangan yang
cukup pesat seiring dengan pesatnya pertumbuhan .dunia usaha dengan segala
variasinya. Oleh sebab itu perkembangan ini harus mampu memperkaya
konsep-konsep dasar ilmu-ilmu sosial yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan Pengetahuan Sosial (IPS). Untuk itu tugas guru
Pengetahuan Sosial adalah menjadi pengembang sekaligus katalisator dalam
rangka pengembangan bahan pembelajaran di sekolah.

1. Pengertian Ilmu Ekonomi


Secara etiniologis, istilah ekonomi berasal dari dua kata Yunani, yaitu
dari kata oikos yang berarti rumah tangga dan nomos yang berarti
aturan/mengatur. Jadi ilmu ekonomi berarti ilmu yang mengatur rumah
tangga. Pengertian ini tidak hanya mengatur suatu rumah tangga dalam
keluarga, tetapi mengatur perekonomian suatu negara dan bangsa secara
keseluruhan. Istilah atau kata ekonomi ini diciptakan oleh Xenophon.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pengertian ilmu ekonomi yang
diberikan oleh para ahli ekonomi:
- Adam Smith, menyatakan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang
menyelidiki sebab musabab kemakmuran bangsa.
- L. Mayers, mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan
yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuas kebutuhan manusia.
- JL Mey Jr, berpendapat bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari usaha-usaha manusia untuk mencapai kemakmuran.
- Lionel Robbins, menyatakan bahwa ekonomi merupakan ilmu yang
mempelajari perilaku manusia sebagai kaitan antara hasil (tujuan) dengan
sarana yang langka dan memiliki berbagai alternatif penggunaan.
- Paul A. Samuelsen, memberikan pendapat bahwa:
a. Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai kegiatan-kegiatan yang
menyangkut produksi dan transaksi diantara banyak orang.

115

b. Ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku orang dan


masyarakat dalam memilih cara menggunakan sumber daya yang
langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan dalam rangka
memproduksi berbagai komoditi untuk kemudian menyalurkannya baik
sekarang maupun yang akan datang.
c. Ilmu ekonomi merupakan studi tentang bagaimana memilih cara
menggunakan sumber daya produksi terbatas yang memiliki beberapa
alternatif penggunaan dalam rangka memproduksi berbagai komoditi.
Dan definisi tersebut di atas, setidaknya ada 4 ciri ilmu ekonomi:
1. Usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Kebutuhan-kebutuhan manusia tidak terbatas jumlahnya.
3. Alat-alat pemuas kebutuhan terbatas jumlahnya.
4. Alat-alat itu bersifat alternatif, artinya scsuatu berida atau jasa dapat
dipergunakan untuk berbagai macam tujuan.

2. Pembagian Ilmu Ekonomi


Pembagian Ilmu Ekonomi dapat digambarkan dalam struktur berikut ini

1. Ekonomi Deskriptif (Descriptive Economics)


Ekonomi Deskriptif adalah bagian dari ilmu ekonomi yang
menggambarkan keadaan atau kegiatan ekonomi yang benar-benar
terjadi pada suatu tempat atau negara tertentu.
Contoh: - Produksi padi kabupaten Banyuwangi pada musim panen tahun
2004

116

- Produksi timah Indonesia yang diekspor ke Jepang mencapai


20.000 ton per tahun.
2. Ekonomi Teori (Analysis Economics)
Ekonomi teori adalah ilmu yang menganalisis ekonomi dimana
penjelasan ekonomi diberikan secara sederhana.
Contoh: Hubungan antara variabel-variabel ekonomi yang menganalisa
tentang pengaruh variabel kenaikan upah dan tenaga kerja yang
dikaitkan dengan daya beli dan pola konsumsi masyarakat.
a. Ekonomi mikro (micro economics)
Ekonomi mikro adalah bagian dan ekonomi teori yang pandangan
utamanya diarahkan pada satuan-satuan atau unit-unit kecil dari suatu
kegiatan ekonomi.
Contoh: Untuk mengetahui keadaan perekonomian suatu daerah dapat
ditinjau

dan

satuan-satuan

kegiatan

ekonomi,

seperti

tabungan masyarakat, perilaku konsumen, industri, daya beli


masyarakat dan lain-lain.
Ekonomi mikro dikembangkan oleh tokoh-tokoh ekonomi klasik pada
abad 18, seperti: Smith, David Ricardo, Marshall dll.
b. Ekonomi makro (macro economics)
Ekonomi makro adalah bagian ekonomi teori yang pandangan
utamanya

diarahkan

terhadap

perekonomian

sebagai

suatu

keseluruhan.
Contoh: Untuk mengetahui tentang kemakmuran masyarakat suatu
negara dapat ditinjau dari pendapatan seluruh masyarakat,
produktivitas dari seluruh masyarakat angka partisipasi murni
dari seluruh angkatan kerja dan lain-lain.
Ekonomi makro ditandai dengan diterbitkannya buku: The General
Theory of Employment Interest and Money pada tahun 1937 oleh JM
Keynes.
3. Ekonomi Terapan (Applise Economics)
Ekonomi

terapan

adalah

bagian

dari

ilmu

ekonomi

yang

menyangkut kebijakan-kebijakan yang harus diterapkan dalam suatu


117

wilayah daerah atau negara Contoh:

operasi

pasar

untuk

menstabilkan harga
- program padat karya untuk mengatasi pcngangguran.

3. Pelaku Ekonomi
Pelaku ekonomi adalah setiap orang atau badan yang terlibat dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi, baik secara sebagian maupun keseluruhan.
Yang termasuk pelaku ekonomi adalah: rumah tangga, perusahaan,
pemerintah dan masyarakat luar negeri.
1. Rumah tangga
Rumah tangga adalah pelaku ekonomi yang paling kecil skalanya
dalam kegiatan ekonomi masyarakat, karena hanya terdiri dari anggota
keluarga yang melakukannya.
Contoh: Seorang suami yang bekerja sebagai kuli bangunan, sedangkan
istrinya bekerja sebagai buruh pabrik sepatu yang keduanya
mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangganya.

Rumah

tangga

sebagai

pelaku

ekonomi

membutuhkan barang dan jasa.


2. Perusahaan
Perusahaan disebut sebagai pelaku ekonomi karena kegiatannya
menghimpun faktor-faktor produksi, seperti: modal, skill, tenaga kerja,
bahan mentah dan lain-lain, untuk menghasilkan barang dan jasa. Di
samping itu perusahaan juga sebagai pemakai barang-barang modal.
3. Pemerintah
Pemerintah sebagai pelaku ekonomi karena ikut campur dalam
kegiatan ekonomi terutama dalam cabang-cabang produksi yang
menguasai hajat hidup orang banyak. seperti hasil-hasil tambang,
perkebunan, listrik dan lain-lain. Pemerintah juga bertanggung jawab
untuk menyiapkan sarana untuk keperluan orang banyak, seperti:
pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan sarana transportasi. Di

118

samping itu pemerintah sebagai penghasil juga memiliki kebutuhan untuk


membiayai negara, misalnya membayar gaji PNS, TNI dan Polri.
4. Masyarakat Luar negeri
Masyarakat luar negeri atau masyarakat internasional juga dapat
dikatakan sebagai pelaku ekonomi karena sebagian dan produksi barang
dan jasa dalam negeri dijual ke luar negeti, seperti: minyak, timah, kayu.
kupi, karet bahkan akhir-akhir ini TKI (Tenaga Kerja Indonesia) sebagai
produksi jasa yang diekspor ke luar negeri.
Sebaliknya kita juga rnernbeii atau mengimpor barang dan jasa dan
luar negeri, khususnya barang-barang yang belum mampu diproduksi di
dalam negeri, misalnya: otomotif, sepeda motor, pesawat terbang dan
lain-lain.
Kegiatan ekspor-impor sangat berpengaruh terhadap aktivitas
ekonomi di dalam negeri, terutama menyangkut peredaran uang, harga,
kesempatan kerja, produksi, iklim usaha, peluang usaha, dan lain-lain.

4. Motiv Ekonomi
Setiap orang berusaha memperoleh sumber pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai cara dilakukan dalam upaya untuk
memperoleh pendapatan melalui bekerja atau melakukan tindakan ekonomi,
baik sebagai petani, buruh tani, buruh di pabrik, pedagang, tukang batu,
penjahit, bankir, bekerja di kantor baik pemerintah maupun swasta , guru,
dosen, dokter dan sebagainya sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
Sekarang timbul pertanyaan, mengapa seseorang melakukan itu
semua? Untuk apa melakukan itu? Pasti ada sesuatu yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan ekonomi tersebut. Sesuatu yang
memotivasi orang untuk melakukan tindakan inilah yang disebut motiv.
Sedangkan yang memotivasi seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan
ekonomi disebut motiv ekonomi.
Adapun faktor-faktor yang menjadi motiv ekonomi adalah:

119

1. Dorongan ingin hidup makmur, misalnya mendirikan badan usaha untuk


memperoleh keuntungan.
2. Keinginan mendapatkan kekuasaan dalam masyarakat, misalnya seorang
petani

yang

kaya,

tetapi

masih

mendirikan

perusahaan

sepatu,

perusahaan bordir, usaha taxi, ingin menjadi lurah atau anggota DPRD
dan lain-lain.
3. Ingin terpandang di masyarakat, seorang pengusaha yang sukses telah
mendirikan yayasan Panti Asuhan atau yayasan Panti Jompo dengan
menggunakan namanya sendiri. Dalam hal ini uang tidak inenjadi tujuan,
tetapi ia ingin namanya dikenal secara luas dalam masyarakat (populer).
4. Keinginan berbuat sosial (berbuat amal), misalnya orang menyisihkan
sebagian dan pendapatannya untuk berbuat amal atau untuk tujuan
kemanusiaan, seperti memberikan beasiswa, menyuinbang bencana alam
dan lain-lain.

5. Politik Ekonomi
Politik ekonomi adalah tindakan-tindakan yang harus diambil oleh
pemerintah, untuk mempertinggi kemakmuran rakyat. Ahli-ahli ekonomi
senantiasa melakukan penyelidikan untuk memberikan saran-saran kepada
pemerintah dalam usaha menstabilkan perekonomian negara.
Cara pemerintah dalam melaksanakan politik ekonomi adalah
mengeluarkan

peraturan-peraturan

atau

kebijakan-kebijakan

yang

memungkinkan dapat meningkatkan pendapatan negara, menciptakan


peluang usaha bagi masyarakat, mengatur regulasi ekspor-impor, peraturan
bea masuk, mengatur ketersediaan pangan dan lain-lain.
Politik ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi
dan ideologi dari negara tersebut, sehingga apabila suatu negara menganut
sistem ekonomi liberal maka semua kebijakan dan peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintahannya akan bersifat liberal pula. Deinikian pula
sebaliknya apabila sistem perekonomian suatu negara menganut sistem
ekonomi sosialis, maka politik ekonominya akan bersifat sosialis.

120

Pada dasarnya sistem perekonomian di dunia ini secara garis besar


dapat dibagi dalam:
(1) sistem ekonomi liberal
(2)

sistem ekonomi sosialis


a) sistem ekonomi sosialis absulut (komunis)
b) sistem ekonomi sosialis terpimpin.
Sistem

ekonomi

liberal

ialah

susunan

perekonomian

yang

menghendaki kebebasan bertindak, berusaha, baik dalam masalah produksi,


distribusi, penetapan harga, mengadakan persaingan maupun mengadakan
perjanjian perburuhan untuk mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya.
Sistem ekonomi sosialis adalah suatu susunan ekonomi yang
menghendaki campur tangan pemerintah dalam lapangan ekonomi untuk
melindungi golongan yang lemah ekonominya. Sistem perekonomian sosialis
ini timbul akibat adanya sistem perekonomian yang bebas (liberal).
Sistem ekonomi sosialis absulut ialah suatu susunan perekonomian
yang diatur dan direncanakan secara mutlak oleh pemerintah pusat. Seluruh
alat-alat produksi, distribusi maupun konsumsi dikuasai oleh pemerintah dan
ditujukan untuk kemakmuran masyarakat/rakyat. Sistem ekonomi sosialis
mutlak lazim dianut oleh negara-negara yang berideologi komunis.
Sistem ekonomi terpimpin ialah suatu susunan perekonomian yang
diatur dan direncanakan oleh pemerintah, sedangkan hak milik swasta masih
tetap diakui.
Sistem ekonomi di Indonesia menurut UUD 1945, khususnya pasal 33,
ayat 1, 2 dan 3 ialah demokrasi ekonomi, yakni yang menjamin keserasian
hubungan ekonomi antara rakyat dan pemerintah. Rakyat diberikan
kesempatan untuk memperoleh kebebasan di bidang ekonomi sedangkan
pemerintah bertugas memberikan bimbingan, pembinaan, perlindungan
terhadap pembangunan ekonomi rakyat agar dapat tumbuh dan berkembang
ke arab yang sehat.
Dalam sistem demokrasi ekonomi harus dihindari praktek-praktek
negatif sebagai berikut:

121

(1) Tree fight liberalism, yaitu sistem ekonomi yang menumbuhkan


eksploitasi terhadap manusia.
(2) Sistem Etafisme, yaitu sistem ekonomi yang dibangun oleh aparatur
negara yang bersifat dominan dan mematikan potensi dan daya kreasi
unit-unit ekonomi di luar sektor Negara.
(3) Pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok yang merugikan
masyarakat.

6. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Perkembangan Ilmu Ekonomi


Dalam buku yang berjudul: Okonomen Verander die Welt yang
kemudian diterjemahkan menjadi Tokoh-tokoh ekonomi mengubah dunia:
Pemikiran-pemikiran yang mempengaruhi hidup kita (1987) yang ditulis oleh
Paul-Heinz

Koesteis,

terdapat

beberapa

tokoh

terkemuka

yang

mempengaruhi perkembangan Ilmu Ekonomi, diantaranya:


1. Adam Smith(1723-1790)
Adam Smith yang dilahirkan di Skotlandia pada
tahun 1723 adalah orang yang sangat berjasa
dalam ilmu ekonomi melalui bukunya yang sangat
populer: The Wealth of Nations yang kemudian
mengantarkannya sebagai Bapak Ilmu Ekonomi.
Ia seorang profsor filsafat moral, pendidik,
seorang anak bangsawan dan terakhir bekerja
sebagai pegawai tinggi bea cukai di Edinburg.
Buku The Wealth of Nations atau kemakmuran bangsa-bangsa
dianggap memiliki pengaruh yang hampir sama besarnya dengan Alkitab
dan Das Kapital nya Karl Mark. J. Schumpeter, salah satu ekonom
terbesar abad ini, berpendapat bahwa buku Kemakmuran bangsabangsa mungkin merupakan suatu kerja ilmiah paling sukses yang
diterbitkan

sampai

kini.

Bahkan

G.

Schmoelder

mengatakan:

Perkembangan ekonomi nasional dalam dua ratus tahun terakhir ini lebih

122

banyak ditentukan oleh Adam smith daripada oleh ahli-ahli ekonomi


lainnya.
Di kubu ekonomi sosialis, Smith yang dianggap sebagai tokoh yang
menyebarkan kapitalisme klasik ini sangat dihormati. Adrey Anikin,
seorang ahli sejarah ekonomi Uni Soviet (sekarang Rusia) terkemuka,
berpendapat bahwa buku Kemakmuran dan Smith sebagai suatu
monumen budaya manusia yang penting dan sebuah sumber dan
marxisme. Marx sendiri menamakan karya tersebut sebagai usaha untuk
masuk ke dalam fisiologi sistem borjuis dan melihat penulisannya
sebagai kesimpulan politik ekonomi daripada manufaktur.
Smith

juga

terkenal

karena

tampil

sebagai

lawan

dan

merkantilisme. Pengertian ini terbentuk dan suatu politik ekonomi abad


16 yang salah satu pandangannya mengatakan bahwa kekayaan suatu
bangsa terletak pada logam mulia yang dimilikinya. Anggapan ini
membawa merkantilisme sampai pada gagasan untuk memaksa
terjadinya ekspor barang dan menghindarkan impor sebisa mungkin,
kecuali impor barang mentah. Karena melalui ekspor berarti uang
mengalir masuk dalam bentuk emas dan perak. Secara tegas dapat
dikatakan bahwa merkantilisme tidak mengikuti teori tertentu, tetapi lebih
banyak terdiri atas kumpulan peraturan yang mempunyai sasaran
memperkuat keuangan negara atau lebih tepat lagi untuk memperkuat
keuangan penguasa absulut yang sedang berkuasa. Hal ini terjadi dengan
didirikannya kongsi dagang yang mendapat bantuan dan negara yang
hasilnya untuk beaya perang dan kemewahan istana. Bentuk ekonomi
kapitalisme awal ini, dan telah mencapai puncaknya di bawah raja
Perancis: Louis XIV/ raja Matahari (1638 - 1715) yang memiliki semboyan
Negara adalah Aku, berkembang secara bertahap menjadi bentuk
ekonomi modern yang diwarnai oleh pemikiran Smith.
Sikap Laissez Faire (biarkan saja) adalah buah pemikiran Adam
Smith yang lebih mengembangkan persaingan bebas merupakan sikap
yang berlawanan dengan pemikiran merkantilisme maupun sosialisme.
Smith melihat bahwa dalam ekonomi pasar bebas, akan bekerja dua
123

prinsip dasar yaitu kebebasan dan kebutuhan. Kedua prinsip tersebut


(kebebasan dan kebutuhan), sepintas lalu kelihatannya tidak saling
berhubungan. Kedua prinsip ini baru akan bertemu jika pengertian
kebebasan didefinisikan sebagai tidak adanya halangan. Diibaratkan, air
akan terus bergerak selama tidak dihalangi oleh bendungan. Tetapi dia
akan tetap mengalir turun dan gunung karena mengikuti hukum gaya
berat. Seperti itulah ekonomi pasar, yang diusulkan oleh Adam Smith.
Ekonomi

akan

berkembang

dengan

bebas

jika

negara

tidak

menghalanginya dengan memberi batasan-batasan. Namun dalam


perkembangannya yang bebas, ekonomi harus mematuhi hokum-hukum
ekonomi, seperti hukum persaingan yang mengatur harga.
Sebuah pemikiran yang lain dari Smith yang cukup mendasar
adalah: Bahwa Smith sangat memuji sifat mementingkan diri sendiri
sebagai penggerak dan segala kegiatan ekonomi. Ia menulis, kita bisa
makan bukan karena kebaikan hati si tukang roti, tukang minuman, atau si
tukang daging, melainkan karena sifat mementingkan diri sendiri yang ada
di dalam diri mereka. Kita bukan mengharapkan cinta mereka terhadap
orang lain, melainkan cinta mereka terhadap dirinya sendiri.
Dan pandangan ini, pada akhirnya Smith membuat sebuah tesis
yang mengatakan bahwa kegiatan demi kepentingan diri sendiri yang
tidak terhitung jumlahnya itulah yang mempertahankan jalannya ekonomi.
Kegiatan-kegiatan itu tidak membawa kekacauan dalam ekonomi, malah
membawa pada aturan yang sudah sewajarnya seperti yang sudah
dikehendaki oleh Tuhan. Bagaikan sebuah tangan yang tak terlihat
(invisible hand) yang mengatur hukum yang mencakup produksi,
penjualan dan pembelian barang. Siapa yang melanggarnya, maka dia
akan menanggung akibat buruknya.

2. David Ricardo (1772 - 1823)

124

Ricardo dilahirkan di Inggris pada 18 April tahun 1772 dan keluarga kaya,
tetapi tidak pernah masuk universitas. Meskipun ia bukan seorang ahli,
tetapi David Ricardo bersikap sebagai seorang akademikus dengan
pemikirannya yang abstrak, sehingga mengangkat ekonomi kesuatu
tingkat yang lebih tinggi. Kaum kapitalis, yang kepentingannya diwakili
oleh Ricardo, jarang sekali dapat mengikuti jalan pikirannya. Namun
mereka mengenal namanya dan secara intuisi menganggapnya sebagai
seorang yang pandai terlebih lagi, melalui pribadi Ricardo paling tidak
ekonomi menjadi populer dimasyarakat borjuis.
Menurut Karl Marx, Ricardo adalah tokoh besar terakhir dan
ekonomi klasik, dan dapat dikatakan selain filsuf George Friedrich Hegel
tidak terdapat orang lain yang memberi inspirasi lebih kuat terhadap si
pemikir sosialisme ilmiah selain si pemikir yang mencita-citakan
kapitalisme industri ini. Buktinya jilid keempat dan buku Das Kapital dan
Marx membahas tentang ajaran Ricardo ini lebih dan 100 halaman.
Selanjutnya Marx mengatakan bahwa David Ricardo ingin mengetahui:
berdasarkan hukum apa terjadi pembagian pendapatan nasional, upah
kerja, laba modal dan sewa tanah dalam kelas-kelas masyarakat. Dalam
mencari jawabannya ia sampai pada suatu pemikiran yang dapat
digunakan dengan mudah sebagai senjata melawan ekonomi boijuis
Pemikiran Ricardo juga dianggap oleh Karl Marx sebagai pemikiran
yang merusak kepercayaan yang telah dibangun Adam Smith, yang
mengatakan bahwa kapitalisme adalah bentuk ekonomi yang harmonis
yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sebaliknya Ricardo berpendapat: tiga kelas dalam masyarakat, yakni:
buruh - pengusaha dan tuan tanah berhadapan satu sama lainnya, suatu
pertentangan yang paling tajam adalah pertentangan antara pemilik modal
(pengusaha) dengan tuan tanah. Selanjutnya dengan adanya kekayaan
yang tumbuh terus itu, tidak semua kelas dalam masyarakat mendapat
untung. Yang lebih banyak terjadi dalam perjuangan untuk pembagian
pendapatan nasional adalah munculnya seorang pemenang yaitu tuan
tanah.
125

Meskipun ada kelemahan dan kesalahan dari sistem kapitalisme


yang ditemukannya, Ricardo tidak sampai pada gagasan bahwa
kapitalisme hanyalah merupakan gejala sejarah yang sementara dan
kaum buruh sebagai kelas sosial terbesar yang selalu dirugikan dapat
bangkit dan menghapuskan sistem kapitalisme. Justru kebalikannya
bahwa kapitalisme akan tetap ada sampai dunia kiamat. Karena
kapitalisme merupakan satu-satunya tatanan ekonomi yang cocok dengan
sifat manusia, yaitu sifat ingin memiliki dan pengakuan atau penghargaan.
Dan walaupun ada kelas yang selalu dirugikan tetapi tidak dapat
disangkal bahwa secara keseluruhan kapitalisme memproduksi kekayaan
yang paling banyak, sebuah argumentasi yang akan mampu bertahan
hingga sekarang.
David Ricardo sendiri adalah orang yang suka menolong, dan ia
berusaha meringankan penderitaan orang-orang disekelilingnya dengan
cara menyumbang uang untuk sekolah-sekolah dan rumah sakit. Tetapi
dalam tulisannya ia termasuk bersikap keras terhadap orang miskin. Di
suatu negara, seperti Jerman Barat yang menolong golongan sosial
lemah dengan uang hasil pajak, pasti Ricardo tidak menyukainya. Karena,
jika setiap manusia yang memerlukan bantuan yakin bahwa ia akan
mendapat bantuan tersebut, maka usaha buruh (orang miskin) hanya
akan bertujuan meminta bantuan negara.
3.

Karl Marx (1818 - 1883)

Karl Marx dilahirkan di Trier, Jerman pada


tanggal 2 Mei 1818 sebagai anak pengacara
yang tidak kaya. Marx adalah seorang teoritikus
yang handal, tokoh sosialis Jerman dan Bapak
gerakan sosial demokrasi dan komunisme.
Dalam setiap buku yang ditulisnya, seperti
Manifesto

Partai

Komunismaupun

Das

Kapital, Marx selalu melihat adanya sistem


penghisapan dalam kapitalisme. Teman Marx

126

Friedrich Engels, menamakan jilid pertama rangkaian buku Marx sebagai


kitab suci kaum buruh. Dan meskipun sampai sekarang hanya sedikit
buruh yang mempelajari buku itu secara mendalam, tetapi ia memiliki efek
besar bagi perjuangan kaum proletor untuk menenggelamkan kapitalisme
(borjuis).
Para ekonom borjuis menilai karya Karl Marx dengan pandangan
yang berbeda-beda. Tahun 1969, Paul A. Samuelson orang Amerika yang
menerima hadiah Nobel menilai bahwa Marx sebagai Ricardian kecil.
Maksud Samuelson adalah Das Kapital tidak mencapai tingkat teori
seperti tulisan David Ricardo, walaupun demikian karya ini telah
mengubah jalannya sejarah.
Sedangkan

Joseph

Schampeter,

seorang

ekonom

Austria

menganggap Marx sebagai seorang jenius dan seorang ilmuwan yang


hebat yang meneliti setiap masalah sampai kedasarnya. Dan Prof. Havard
yang meninggal pada tahun 1950, menganggap Marx memiliki dua
kepribadian, yaitu Marx sebagai agitator yang menganjurkan bangkitnya
kaum buruh melawan kaum kapitalis penghisap dan Marx sebagai
seorang analis yang membahas ekonomi borjuis secara ilmiah dan sangat
teliti.
Kritik paling tajam sampai sekarang terhadap pemikir revolusi
dunia ini dilontarkan oleh seorang filsuf kenamaan yang hidup di Inggris,
yaitu Karl Raimund Popper. Marx, begitu argumentasi Popper, bertolak
dari pemisahan bahwa sejarah berjalan menurut hukum-hukum yang
dikenal, dan atas dasar hukum-hukum ini dimungkinkan membuat
ramalan-ramalan tentang jalannya sejarah dimasa mendatang. Bagi
Popper

hal

ini

merupakan

sesuatu

yang

benar-benar

tahayul.

Argumentasi dan bantahan Popper kira-kira seperti ini:


Perjalanan sejarah manusia sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
pengetahuan manusia. Oleh karena itu suatu ramalan tentang jalannya
sejarah

dimasa

mendatang

harus

memperhitungkan

pertumbuhan

pengetahuan kita. Tetapi hal ini tidaklah mungkin terjadi, karena tidak ada

127

seorang ilmuwan yang mampu melaporkan hasil kerjanya dimasa datang.


Singkatnya ia tidak bisa mengatakan hari ini, apa yang terjadi besok.
Popper

juga

menguji

argumentasi

Marx

yang

menyatakan

perkembangan masyarakat tanpa kelas sebagai sesuatu yang tidak dapat


terelakkan. Marx berpendapat, bahwa dalam kapitalisme (pertama)
konsentrasi kekayaan kaum kapitalis dan penderitaan kaum buruh
semakin

meningkat.

Hal

ini

mengakibatkan

(kedua)

terjadinya

ketegangan antara kedua kaum tersebut, akhirnya timbul revolusi dan


menuju kemenangan kaum proletar (bumh). Dan dari kedua pendapat ini
Marx mengambil kesimpulan (ketiga) setelah revolusi akan terjadi
masyarakat yang hanya terdiri dari satu kelas dan merupakan
masyarakat tanpa kelas (sosialis) tanpa penghisapan.
Popper kemudian memberikan pendapat: Meskipun tesis pertama
(meningkatnya kekayaan dan kemiskinan) dan juga tesis kedua (revolusi
yang menang) sebagai argumentasi yang dapat dianggap benar namun
belum tentu tesis ketiga (masyarakat tanpa kelas) akan terjadi. Karena
persatuan dan solidaritas dari kaum buruh yang diuji dalam perjuangan
ternyata mudah rapuh, sehingga membentuk kelas-kelas baru, seperti
yang terjadi di Uni Soviet ada elite-elite partai dan ada kelas yang
menderita.
Namun tidak berarti Popper berpendapat bahwa sosialisme tidak
datang atau tidak bisa terjadi. Ia hanya ingin memperlihatkan, bahwa
kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh Marx tidak membuktikan apaapa. Dengan kesimpulan ini, tidak dapat diramalkan apakah akan terjadi
masyarakat tanpa kelas atau tidak.
Tetapi Popper tetap mengakui bahwa Marx adalah seorang pencari
kebenaran yang sejati dan mempunyai keinginan yang menggebu-gebu
untuk menolong kaum yang tertindas, sehingga ia harus diakui sebagai
seorang tokoh besar.
Diluar semua kritik yang ada, bagi para penganut ekonomi politik
kini, Das Kapital tetap merupakan landasan pemikiran sosialisme
internasional. Kumpulan kritik dalam buku Das Kapital, yang ditujukan
128

kepada ekonom borjuis memberikan impirasi kepada tokoh-tokoh seperti:


Lenin, Mao, dan Castro membuat revolusi untuk mengubah wajah dunia.
Karl Marx sangat yakin bahwa dengan bukunya Das Kapital, ia
telah menyumbangkan sesuatu untuk pembebasari manusia. Untuk itu
Marx bersedia berkorban. Ia mencatat: Aku tidak percaya, bahwa dalam
keadaan kurang uang seperti itu akan ditulis mengenai masalah uang.

4. John Maynard Keynes (1883 - 1946)


John M. Keynes lahir di Cambridge, Inggris
pada tanggal 5 Juni 1883, dari ayah seorang
ahli matematika dan ekonomi Universitas
Cambridge dan ibunya adalah walikota selama
beberapa tahun di sebuah kota kecil.
Keynes dianggap sebagai seorang ekonom
yang paling berpengaruh dalam abad 20 bagi
pengikut-pengikutnya ia lebih dari sekedar
ekonom yang berpengaruh, mereka bahkan
menempatkan Keynes setingkat dengan Sigmund Freud, si penemu teori
Psikoanalisa.
Melalui bukunya yang sangat terkenal: The general theory on
employment, interest in money (1936) yang merupakan suatu revolusi
total dalam pemikiran ilmu ekonomi dan sarana bagi kebijaksanaan
ekonomi untuk mengatasi keadaan depresi secara aktif, pemikiran Keynes
dianggap mampu menggoyahkan Ekonomi Nasional Klasik dari Adam
Smith.
Dogma terpenting dari ekonomi klasik ini berbunyi: Dalam sistem
ekonomi persaingan bebas harus patuh pada sebuah tatanan yang
alamiah, artinya ekonomi dipimpin oleh prinsip-prinsip dan hukum alam
yang oleh Smith disebut sebagai invisible hand. Pasar memiliki sebuah
kekuatan

untuk

menyembuhkan
129

dirinya

sendiri,

yaitu

mengatasi

kemungkinan-.kemungkinan gangguan yang timbul dan kembali menuju


keseimbangan (harmoni) yang ada dalam dirinya. Dengan dasar ini si
ekonom liberal tersebut menolak campur tangan negara.
Keynes mencoba melempar suatu tesis, bahwa ia menolak dalam
sistem ini tersimpan sesuatu yang secara otomatis, yang setiap saat
dapat membuat goncangan-goncangan ekonomi menjadi seimbang
kembali. Keynes berpendapat: Suatu keseimbangan yang ideal, terutama
kesempatan kerja penuh untuk manusia dan mesin, tidak merupakan
sebuah aturan tetapi merupakan sesuatu yang kebetulan saja. Oleh
karena itu negara sebagai kekuatan yang berdiri di luar sistem tersebut
harus menyediakan pekerjaan yang cukup. Keynes yakin bahwa dunia
hanya dikuasai oleh pikiran-pikiran para ekonom dan filsuf negara.
Sedangkan orang-orang yang menjalankannya hanyalah budak dari salah
seorang pemikir-pemikir tersebut.
Meskipun kesempatan kerja penuh menjadi pokok pemikiran
Keynes, tetapi ia bukanlah seorang ekonom kiri. Bahkan karya Marx,
seperti Das Kapital dianggapnya sebagai teori yang usang. Ia
mengatakan bahwa perjuangan kelas dan kaum buruh (proletor)
seperti yang diajarkan Marx adalah akan datang dengan sendirinya.
Dalam hal ini ia berada dipihak kaum borjuis yang berpendidikan.
Sedangkan dalam politik. ia memihak pada golongan liberal, karena kaum
konservatif dianggapnya tidak menawarkan sesuatu yang berarti untuk
masa depan.
Secara moral, Keynes lebih banyak bertumpu kepada dasar-dasar
teori yang abstrak daripada pengalaman konkret: Sehingga pengangguran
massal diakhir tahun 1920an memberinya gagasan untuk memikirkan
kesempatan kerja penuh. Hal ini timbul dari pengamatan umum, bahwa
pengangguran akan menghancurkan demokrasi, meskipun ia sendiri tidak
tertarik terhadap kehidupan orang-orang kecil.

7. Konsep-konsep Dasar Ilmu Ekonomi

130

Konsep-konsep dasar ilmu ekonomi yang menjadi sumber materi


pengajaran Pengetahuan Sosial (IPS), diantaranya:
a. Produksi
Kata produksi berasal dan bahasa latin producere yang artinya
mengeluarkan atau meluncurkan. Dengan demikian, prodksi dapat
memiliki dua pengertian:
1. Produksi dalam arti sempit, yaitu setiap tindakan yang menghasilkan
barang nyata. Contohnya produksi: tempe, genting, roti dan lain-lain.
2. Produksi dalam arti luas, yaitu setiap tindakan atau usaha yang
menghasilkan barang dan jasa serta menambah manfaat suatu benda
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Contoh: produksi
sepatu, diperlukan bahan kulit lembu atau kulit kambing untuk diolah
menjadi bahan jadi kulit sepatu, pengangkutan, memasarkan hasil
produksi kepada agen atau langsung ke konsumen. Kesemua proses
itu termasuk dalam produksi.
Setiap barang dan jasa yang diproduksi pasti memiliki tujuan yang
hendak dicapai:
1. Dari segi perusahaan, dengan tujuan memenuhi kebutuhan manusia.
2. Dari segi pengusaha, mencari keuntungan semaksimal mungkin.
3. Dilihat secara macro, meningkatkan jumlah produksi berarti akan
meningkatkan

penghasilan,

memperluas

kesempatan

kerja,

mendorong permintaan hasil produksi. Jika ini berlangsung secara


terus menerus akan terjadi pertumbuhan ekonomi nasional signifikan
dan masyarakat akan semakin makmur. Secara nasional tujuan
produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka mencapai
kemakmuran masyarakat.
Sedangkan untuk menghasilkan barang dan jasa yang kita
perlukan harus ada faktor produksi, karena tanpa faktor produksi tidak
mungkin proses produksi dapat berlangsung. Faktor-faktor produksi
tersebut meliputi:
1. Faktor produksi alam

131

Faktor produksi alam atau sumber daya alam mutlak harus ada
dalam proses produksi. Faktor sumber daya alam meliputi hal-hal:
tanah, air, tumbuh-tumbuhan dan hewan, iklim, udara dan cuaca serta
semua barang tambang, seperti: minyak bumi, batu bara, bijih besi,
timah dan lain-lain.
2. Faktor produksi tenaga kerja
Faktor produksi tenaga kerja sama pentingnya dengan faktor
alam. Jika sumber alam tersedia tetapi tenaga kerja tidak ada, proses
produksi juga tidak akan berlangsung. Tenaga kerja adalah setiap
usaha manusia baik jasmani maupun rohani yang dicurahkan dalam
proses produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan.
Menurut kualitasnya, tenaga kerja dai5at dibedakan menjadi:
a. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih (unskilled labour)
b. Tenaga kerja terlatih (trained labour)
c. Tenaga kerja terdidik (Skilled labour).

3. Faktor produksi modal


Modal adalah alat untuk mempermudah atau memperlancar
produksi barang dan jasa. Modal yang dipakai dalam proses produksi
sangat menentukan jumlah produksi yang dihasilkan. Pertambahan
modal dalam kegiatan ekonomi seiring dengan perkembangan dan
kemajuan berpikir manusia dan tingkat kebudayaan masyarakat.
4. Faktor produksi skill/keahlian
Faktor produksi skill dapat sebagai tenaga ahli yang menyusun
kerjasama antara faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal dalam
suatu sistem usaha, agar produksi berlangsung sesuai dengan
rencana dan mencapai efisiensi dan efektivitas yang tinggi.
Skill dapat digolongkan atas 3 bentuk, yaitu:
1. Managerial skill, yaitu tenaga ahli yang mempunyai kemampuan
secara manaterial, mulai dan organisasi, proses produksi, teknik

132

dan cara tepat dalam produksi sehingga hasil yang dicapai lebih
baik.
2. Technogical skills, yakni keahlian khusus yang bersifat teknis.
3. Unskills, yaitu keahlian pengusaha dalam mengatur berbagai
usaha, baik kepentingan perusahaan maupun yang berhubungan
dengan masyarakat dan lingkungan.
b. Konsumsi
Secara

etimologis,

konsumsi

berasal

dan

bahasa

latin

Comsumptio yang berarti menggerogoti atau menghabiskan. Dalam


kehidupan sehari-hari konsumsi sering dihubungkan dengan makan atau
minum. Menurut ilmu ekonomi, konsumsi mempunyai arti yang luas, tidak
hanya sekedar makan atau minum. Konsumsi adalah setiap tindakan
manusia untuk mengurangi atau menghabiskan nilai guna barang dan
jasa secara sekaligus atau berangsur-angsur.
Jika diamati secara cermat, ada dua hal penting yang berkaitan
dengan pengertian konsumsi di atas, yaitu pengertian barang konsumsi
dan ciri-cirinya. Barang konsumsi adalah semua barang yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Barang-barang semacam
itu dapat dibedakan menjadi dua macam: 1. Barang yang dapat dipakai
berulang-ulang sehingga mempunyai nilai guna barang, contoh: TV,
sepatu, komputer dan lain-lain. 2. Barang yang hanya dapat dipakai sekali
pakai lalu habis, contoh: makanan, minuman, sabun, shampo dan lainlain.
Sedangkan ciri-ciri barang konsumsi:
1. Barang itu dihasilkan oleh manusia, misalnya: pakaian, mobil, kursi,
TV, dan lain-lain.
2. Barang yang dikonsumsi yang bertujuan memenuhi kebutuhan hidup,
misalnya: makanan, pakaian, perumahan, dan lain-lain.
3. Barang itu habis apabila dipakai atau akan habis secara berangsurangsur sampai tidak memiliki ni]ai guna.
Dan tinggi rendahnya komsumsi masyarakat terhadap barang dan
jasa, sangat dipenuhi oleh faktor- faktor sebagai berikut:
133

1. Tingkat penghasilan
Semakin tinggi penghasilan yang diterima, semakin tinggi pula daya
belinya. Sebaliknya semakin rendah penghasilan, maka tingkat
kemampuan berbelanja juga akan berkurang.
2. Pola kebiasaan konsumen
Pada hari-hari tertentu atau musim-musim tertentu, ada kelompokkelompok masyarakat yang memiliki pola kebiasaan tersendiri
sehingga

barang-barang

yang

dikonsumsi

menjadi

meningkat.

Misalnya: Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, atau dalam
masyarakat nelayan disaat-saat musim ikan tiba.
3. Selera konsumen
Ada sebagian masyarakat yang mengkonsumsi barang dan jasa
terhadap jenis dan mode-mode tertentu yang sangat digemari, karena
konsumen tipe ini mempunyai kekhasan tersendiri dan memang setiap
konsumen memiliki selera masing-masing yang tidak dapat disama
ratakan.
c. Distribusi
Dalam pengertian sehari-hari, distribusi berarti membagi-bagikan
barang kepada konsumen yang berhak menerimanya. Di dalam kegiatan
perekonomian,

distribusi

mencakup

kegiatan

perdagangan,

pengangkutan, penyimpanan, penanggungan resiko dan kegiatan lainnya


sampai barang diterima konsumen. Dengan kata lain distribusi adalah
semua kegiatan yang ditujukan untuk menyalurkan barang dan jasa dan
produsen kepada konsumen.
Alur distribusi dapat digambarkan sebagai berikut:

Produsen

Distnibusi

Konsumen

Pada masyarakat modern, produsen dan konsumen sangat


mungkin berada ditempat berbeda bahkan sangat berjauhan, seperti
konsumen berada di pulau lain atau negara lain. Oleh sebab itu fungsi
distribusi memegang peranan yang amat penting, diantaranya adalah:
134

1. Fungsi pokok distribusi, meliputi:


a. Pengangkatan
Kegiatan mengangkat mutlak dilaksanakan, jika tidak distnibusi
akan terhenti.
b. Menyimpan
Perbedaan

tempat

antara

produsen

dengan

konsumen

menimbulkan pula perbedaan waktu, antara waktu produksi


dengan waktu mengkonsumsi, sehingga dibutuhkan kegiatan
penyimpanan barang.
c. Jualbeli
Kegiatan jual beli adalah kegiatan pemindahan hak memiliki barang
dan produsen kepada konsumen.
d. Menanggung resiko
Pada

proses

penyimpanan

barang

dan

produsen

kepada

konsumen, baik karena perbedaan tempat atau perbedaan waktu


selalu ada kemungkinan barang yang hilang atau rusak yang
menjadi tanggungan pemilik barang. Pengalihan beban resiko ini
dapat dilakukan dengan cara mengasuransikan barang-barang
yang diperdagangkan.
2. Fungsi tambahan dan distribusi, meliputi:
a. Menyeleksi
Menyeleksi adalah mengelompokkan barang berdasarkan mutu
atau ukuran besar kecilnya barang.
b. Mengepak atau mengemas
Pengiriman barang ketempat yang jauh seperti ekspor misalnya
diperlukan pengepakan atau pengemasan.
c. Memberi informasi
Tujuan informasi ini adalah memberikan petunjuk terhadap
penggunaan barang serta berbagai karakteristik terhadap barangbarang yang diproduksi demi kepuasan konsumen.
d. Pasar
135

Pasar dalam arti terbatas adalah tempat tertentu dan tempat yang
mempertemukan antara penjual dengan pembeli. Sedangkan pasar dalam
arti luas tidak tergantung pada tempat, karena dimanapun dapat terjadi
pasar asalkan ada transaksi (permintaan dan penawaran). Dan suatu
transaksi tidak harus face to face relations antara penjual dengan
pembeli tetapi dapat melalui telepon, surat menyurat, surat kabar atau
internet.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat berbagai jenis
pasar dengan segala variasinya.
1. Pasar menurut jenis barang utama yang diperjualbelikan, sehingga
ada pasar burung, pasar sayur, pasar kembang, dan lain-lain.
2. Pasar menurut hari ramainya, sehingga ada pasar Senin, pasar Rabu,
pasar Minggu dan lain-lain.
3. Pasar menurut nama tempatnya, sehingga ada pasar Wonokromo,
pasar Manggarai, pasar Cikini, dan lain-lain.
Namun dalam kehidupan masyarakat modern dengan sistem
perekonomian yang kompleks, ada berbagai macam pasar yang sangat
berbeda dengan bentuk pasar seperti di atas, karena termasuk dalam
pasar abstrak, yaitu Pasar Uang, Pasar Modal, Pasar Valuta Asing,
Pasar Tenaga Kerja dan Pasar Komoditas.
a. Pasar uang
Pengertian pasar uang tidak jauh berbeda dengan pengertian
pasar yang sudah diberikan di atas. Dalam pasar uang, yang
dipertemukan adalah antara pihak yang mempunyai surplus dana
dengan pihak yang mengalami difisit dana, dimana dananya berjangka
pendek. Hal ini sesuai pengertian yang diberikan oleh Hins Siahaan
(1990), Pasar uang adalah pasar yang menyediakan sumber
pembelanjaan jangka pendek. Pendapat ini diperkuat dengan
pendapat Basjirudin A. Sarida (1991): Pasar uang menyediakan
berbagai fasilitas untuk terjadinya pertukaran/pengalihan secara cepat
dan dapat dipercaya, berbagai surat utang jangka pendek yang

136

digunakan untuk membelanjai kebutuhan dunia usaha, pemerintah dan


para konsumen.
Dengan demikian pasar uang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Jangka waktu dana yang pendek
2. Tidak terikat pada tempat tertentu
3. Pada umumnya supply dan demand bertemu secara langsung
dan tidak perlu quarantor
Ada berbagai jenis pasar uang yang sudah dikenal: Pasar uang
antar bank, SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBPU (Surat Berharga
Pasar Uang) dan Sertifikat Deposito.
b. Pasar modal
Pasar modal atau Capital Market pada hakekatnya adalah
suatu wahana untuk mempertemukan pihak yang memerlukan dana
jangka panjang (pembeli) dengan pihak yang menyediakan dana
(penjual). Tempat bertemu penjual modal dengan pembeli modal
dilaksanakan dalam satu lembaga resmi yang disebut bursa efek.
Jadi bursa efek sebenarnya sama dengan pasar-pasar lainnya, yaitu
tempat

bertemunya

penjual

dan

pembeli.

Hanya

saja

yang

diperdagangkan di bursa efek adalah efek-efek.


Efek sebenarnya sebuah istilah yang penggunaannya sangat
luas, semua surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan bisa
disebut efek. Misalnya: surat pengakuan utang, surat berharga
komersial (Comercial paper), saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda
bukti utang, bukti rights (right issue), waran (warrants), opsi,
produk-produk turunan dan sebagainya.
Saat ini bursa efek di Indonesia dijalankan oleh dua perseroan
terbatas, yaitu PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) untuk Jakarta dan Bursa
Efek Surabaya (BES) untuk Surabaya. Pemegang saham dari bursa
efek adalah para pialang (broker) anggota bursa efek yang
bersangkutan. Sebagai pasar, bursa efek dapat memainkan peran
sebagai berikut:
1. Menciptakan pasar modal yang wajar, teratur dan efisien.
137

2. Merangsang investor untuk menerapkan diversifikasi investasi


dengan aman, tertib dan optimal.
3. Memberikan kesempatan perolehan sumber dana yang lebih
ekonomis bagi emiten (yang mengeluarkan kertas berharga).
4. Menciptakan likuiditas perdagangan efek
5. Cermin indikator ekonomi.
Ada beberapa istilah dari pasar modal yang lazim digunakan:
1. Capital Gain adalah keuntungan yang disebabkan naiknya nilai
modal yang ditanamkan dalam surat berharga tertentu. Misalnya
saham dibeli seharga Rp 2.250,- kemudian dijual Rp 3.000,- maka
capital gainnya Rp 750,2. Ballish adalah pendapat umum tentang pasar bahwa harga
diperkirakan akan naik yaitu harga pada umumnya atau harga
saham tertentu.
3. Agio adalah nilai lebih di atas nominal yang dibayar oleh pembeli
suatu efek di Pasar Perdana.
4. Go Public adalah sebutan pada suatu perusahaan disaat pertama
kali menawarkan saham-sahamnya kepada masyarakat pemodal.
5. Indeks Harga Saham (HIS) adalah suatu angka yang secara
sederhana menggambarkan rata-rata turun atau naiknya harga
saham pada saat tertentu.
6. Indeks Harga Saham Individual (IHSI) adalah indek harga saham
secara individual, indeknya dapat dicari dengan rumus sebagai
berikut:

Indek Saham =

Harga saham di bursa (pada hari itu)


x 100
Harga perdana saham

7. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indeks harga


saham secara keseluruhan. Indeksnya dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut:

138

Nilai pasar dan semua saham yang tercatat di bursa


(setiap hari)
IHSG =
Nilai pasar dan semua saham yang tercatat pada han
dasar

c. Pasan Valuta Asing


Pasar valuta asing atau bursa valuta asing adalah suatu
aktivitas

yang

bertujuan

untuk

mempertemukan

pihak

yang

membutuhkan devisa atau mata uang asing dengan yang menawarkan


devisa. Pada umumnya, pihak-pihak yang menyelenggarakan bursa
valuta asing adalah bank pemerintah, bank swasta nasional devisa
atau perusahaan swasta dengan kegiatan jual beli valuta asing.
Banyak sebab yang mendorong seseorang menukarkan rupiah
dengan uang asing, misalnya: membayar utang dengan uang asing,
membeli barang dengan uang asing atau memenuhi Keputusan
Pemerintah No. 18/1998 tentang larangan membawa keluar rupiah
dan membawa masuk rupiah dari dan ke daerah Republik Indonesia.
Adapun manfaat pasar valuta adalah:
1. Memudahkan baik pembeli maupun penjual dalam melakukan
transaksi
2. Penetapan harga sangat tergantung pada situasi pasar (hukum
permintaan dan penawaran).
d. Pasar Tenaga Kerja
Pasar tenaga kerja atau bursa tenaga kerja adalah suatu
kegiatan untuk mempertemukan antara pencari kerja dengan yang
membutuhkan pekerja. Di Indonesia urusan tenaga kerja berada di
bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Salah satu
kegiatan Kantor Depnakertrans adalah melakukan pendaftaran para
pencari kerja dan menyalurkannya seperti yang diamanatkan dalam
UUD 1945, pasal 27 ayat 2 yang berbunyi: Tiap-tiap warga negara

139

berhak

atas

pekerjaan

dan

penghidupan

yang

layak

bagi

kemanusiaan.
Dengan adanya pasar tenaga kerja yang berfungsi untuk
menemukan pencari kerja dengan orang atau perusahaan yang
memerlukan tenaga kerja, maka akan diperoleh manfaat sebagai
berikut:
1. Orang yang sedang mencari pekerjaan dengan mudah dapat
memperoleh informasi lowongan kerja.
2. Orang atau pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja dapat
mencari tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang dikehendaki.
3. Dan sisi pemerintah, dapat mengurangi pengangguran.
e. Pasar Komoditas
Pasar komoditas merupakan suatu wadah atau tempat
berkumpulnya

para

pedagang,

makelar,

komisioner,

produsen,

konsumen, dan pihak-pihak lain yang ada kaitannya dengan


perdagangan untuk merundingkan tentang jual beli barang-barang
dengan hanya membawa sampel dalam bentuk monster.
Contoh pasar komoditi adalah Pasar ASEAN dan Pasar
Tunggal Eropa. Barang yang diperdagangkan ada yang berupa hasil
perkebunan, hasil bumi, barang tambang, hasil industri dan lain-lain.
Pengembangan pasar komoditi dapat dilakukan melalui pameran yang
bertaraf nasional atau internasional. Transaksi dapat terjadi apabila
ada penyesuaian antara harga dan kualitas barang serta monster
sesuai dengan keadaan barang yang sesungguhnya.
Pasar komoditi dapat menyelenggarakan dua macam pasar,
yaitu pasar fisik dan pasar berjangka.
1. Pasarfisik
Penjual diwajibkan melakukan penyerahan komoditas kepada
pembeli sesuai dengan ketentuan dalam kontrak jual beli yang
telah disetujui oleh kedua belah pihak. Perdagangan ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

140

a. Spot

contract,

komoditas

diperdagangkan

berdasarkan

penjualan tunai dan penyerahan segera.


b. Forword contract, penjual dan pembeli sepakat untuk
melakukan

transaksi

dengan

harga

yang

tetap,

tetapi

trading

yaitu

penyerahannya dikemudian hari.


2. Pasar berjangka
Disebut

juga

sebagai

pasar

paper

memperdagangkan surat kontrak yang mewakili komoditas yang


disimpan di gudang. Dalam pasar berjangka, penyerahan barangbarang dengan harga dan kualitas yang sudah disetujui akan
dilakukan dalam jangka waktu tertentu dikemudian hari.
Keanggotaan bursa komoditas dibagi dua macam, yaitu anggota biasa (full
member) anggotanya WNI dan memiliki perusahaan yang berbentuk PT, CV
dan Badan Usaha Nasional. Sedangkan anggota luar biasa adalah perwakilan
perusahaan dagang asing.
e. Permintaan dan Penawaran
Jika keinginan penjual dan pembeli dapat dipertemukan, maka
terjadilah jual beli (transaksi). Ilmu Ekonomi menggunakan istilah tersendiri
untuk hubungan jual beli suatu barang. Dan segi penjual (produsen) disebut
penawaran dan dari segi pembeli (konsumen) disebut permintaan.
Kekuatan pemintaan dan penawaran adalah faktor yang amat penting dalam
pembentukan harga (price).
Permintaan (demand) adalah berbagai jumlah barang atau jasa yang akan
dibeli oleh konsumen di pasar pada berbagai tingkat harga dalam jangka
waktu tertentu, atau dapat dikatakan bahwa permintaan adalah jumlah unit
barang yang mgin dibeli di pasar tertentu pada saat tertentu dengan harga
tertentu pula.
Dalam mekanisme pasar ada hukurn permintaan, yaitu hukum yang
menjelaskan tentang adanya hubungan yang bersifat negatif antara tingkat
harga dengan jumlah barang yang diminta konsumen. Hukum permintaan itu
berbunyi:

141

Semakin rendah harga barang, semakin banyak permintaan akan barang


tersebut dan sebaliknya semakin tinggi tingkat harga, semakin sedikit jumlah
barang yang diminta.
Hukum permintaan hanya berlaku dalam keadaan tertentu, yaitu
bahwa hal- hal yang dapat mempengaruhi permintaan tidak berubah (ceteris
paribus), misalnya sebagai benikut:
a. Penghasilan tetap. Jika penghasilan bertambah kenaikan harga tidak
banyak mempengaruhi permintaan. Meski harga barang-barang naik,
permintaan tetap karena penghasilan masyarakat bertambah.
b. Selera konsumen terhadap barang itu tetap. Jika orang tidak lagi
menyukai barang tersebut, walaupun harganya turun, jumlah permintaan
tidak berubah.
c. Orang tidak menganggap turunnya harga merupakan suatu tanda bahwa
harga barang akan turun terus.
d. Tidak adanya barang substitusi baru. Jika ada benda baru, kenaikan
harga sedikit saja akan menyebabkan berkurangnya permintaan yang
sangat berlebihan. Orang akan berganti dengan barang substitusi yang
baru tersebut, dapat juga terjadi harga tetap, tetapi permintaan menjadi
berkurang karena adanya barang substitusi tersebut.
e. Tidak ada pengharapan (expectation) perubahan harga yang langsung.
Apabila harga turun dan orang mengetahui bahwa turunnya akan terus
berlangsung, orang tidak akan tergesa-gesa membeli barang. Tetapi
kalau harga naik dan ada kecenderungan kenaikan terus menerus maka
orang akan cepat-cepat membeli barang. lni bertentangan dengan hukum
permintaan.
Untuk memenuhi kebutuhan suatu barang, masyarakat dapat saja
membeli di pasar dengan harga tertentu. Tetapi ada kalanya yang
menginginkan barang tidak mampu membeli, tetapi ada pula yang mampu
membeli tetapi tidak jadi membeli. Dari kejadian ini dapat disimpulkan bahwa
permintaan itu berjenis-jenis, yaitu:

142

1. Permintaan absulut (absolute demand), yaitu permintaan yang tidak


berdaya beli atas permintaan yang tidak disertai kemampuan membayar
harganya.
2. Permintaan efektif (efective demand), yaitu permintaan dan konsumen
atau pembeli yang disertai kemampuan untuk membayar.
3. Permintaan

potensial

(potensial

demand),

yaitu

yang

memiliki

kemampuan untuk membeli tetapi belum melaksanakan pembelian


tersebut.
8. TEORI TEORI EKONOMI
Teori ekonomi makro adalah teori ekonomi yang membahas masalah-masalah
ekonomi secara keseluruhan, secara besar-besaran, menyangkut keseluruhan
system dan organisasi ekonomi. Dalam ekonomi makro, dibahas teori-teori yang
bersifat umum dari gejala-gejala ekonomi keseluruhan. Hal itu terutama
menyangkut peristiwa-peristiwa ekonomi yang berhubungan dengan tingkat
harga umum; keseluruhan permintaan dan penawaran yang berkaitan dengan
jumlah penduduk dan jumlah produksi masyarakat keseluruhan; jumlah
kesempatan kerja, lapangan kerja, serta penempatan kerja dari seluruh tenaga
yang ada dalam masyarakat. Jadi, teori ekonomi makro membahas keseluruhan
gejala dan peristiwa dalam kehidupan ekonomi serta hubungannya satu sama
lain, baik yang bersifat hubungan kausal maupun hubungan fungsional.
Berbeda dengan teori mikro yang merupakan suatu teori yang membahas
peristiwa atau hubungan kausal dan fungsional antara beberapa peristiwa
ekonomi yang bersifat khusus. Pengertian khusus di sini adalah pada kajiankajian yang lebih terbatas (spesifik), seperti pada orang tertentu, keluarga
tertentu, perusahaan tertentu, dan sebagainya. Dengan demikian, pokok kajian
utama pada teori mikro terbatas pada kebutuhan barang dan jasa, harga, upah,
dan pendapatan dari suatu organisme ekonomi dalam lingkup rumah tangga,
keluarga, atau perusahaan (Choumain dan Prihatin, 1994: 19).
1. Teori Ekonomi Klasik Adani Smith

143

Teori ini merupakan karya Adam Smith yang dituangkan dalam buku An Inquiry
into Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776). Smith adalah seorang
Guru Bcsar Falsafah Moral di Universitas Glasgow yang memusatkan
perhatiannya kepada persoalan-persoalan umum, yaitu bagaimana menciptakan
kerangka politik dan social yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara
swasembada (Jhingan, 1994: l38; Sastradipoera, 2001). Adapun pokok-pokok
pikiran dan teorinya sebagai berikut.
a. Kebijaksanaan Pasar Bebas
Tercapainya suatu keterlibatan pemerintah yang minimum untuk mencapai
suatu bentuk persaingan yang sempurna maka secara otomatis harus bebas
atau

campur

tangan

pemerintah

seminimal

mungkin.

Karena

itu,

semboyannya the best government governs the least. Sebab teori tersebut
berasumsi bahwa yang akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah
tangan-tangan yang tak kelihatan.
b. Keuntungan Merangsang bagi Investasi
Menurut pandangan teori ini bahwa keuntungan itu merangsang investasi.
Artinya, semakin besar keuntungan, akan semakin besar pula akumulasi
modal dan investasi.
c. Keuntungan Cenderung Menurun
Artinya, keuntungan tidak akan naik secara terus-menerus, namun cenderung
menurun apabila persaingan untuk menghimpun modal antarkapitalis
meningkat. Alasannya adalah dengan menaiknya upah sebagai akibat
persaingan antarkapitalis. Sementara upah dan sewa naik karena naiknya
harga-harga pangan. Hal itu mendapat pembenaran dari Ricardo.
d. Keadaan Stationer
Pars ahli ekonomi klasik meramalkan akan timbulnya keadaan stationer pada
akhir proses pemupukan modal. Sekali keuntungan mulai menurun, proses ini
akan berlangsung terus sampai keuntungan menjadi nol, pertumbuhan
penduduk dan pemupukan modal terhenti, dan tingkat upah mencapai tingkat
kebutuhan hidup minimal.
2. Teori Tahapan Pertumbuhan Ekonomi Modernisasi Rostow
144

Teori Pertumbuhan Ekonomi Modernisasi yang paling terkenal adalah teori dari
ekonom W.W. Rostow yang ditulis dalam bukunya The Stage of Economic
Growth: A Non Communist Manifesto (1960) dan juga dalam The Process of
economic Growth (1953), kajiannya memakai pendekatan sejarah dalam
menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Menurut Rostow, perkembangan
ekonomi suatu masyarakat meliputi lima tahap perkembangan, yaitu tahap
masyarakat tradisional, tahap prakondisi tinggal landas, tahap tinggal landas,
tahap kematangan (maturity), tahap konsumsi massa tinggi atau besar-besaran.
a. Tahap Tradisional
Masyarakat tradisional diartikan sebagai suatu masyarakat yang strukturnya
berkembang di sepanjang fungsi produksi berdasarkan ilmu pengetahuan
dan teknologi pra-Newtonian, yaitu zaman dinasti-dinasti Cina, Peradaban
Timur Tengah, daerah Mediterania, dan dunia Eropa pada Abad Pertengahan
(Rostow, 1960: 5). Dalam masyarakat ini, pertanian masih mendominasi
aktivitas ekonomi dan kekuatan politik umumnya masih pada penguasa
tanah. Ini tidak berarti bahwa pada masyarakat tersebut tidak ada perubahan
ekonomi. Sebenarnya, banyak

tanah dapat digarap, skala dan pola

perdagangan dapat diperluas, manufaktur dapat dibangun, dan produktivitas


pertanian dapat ditingkatkan sejalan dengan pertambahan penduduk yang
nyata. Namun fakta menunjukkan bahwa keinginan untuk menggunakan ilmu
pengetahuan

dan teknologi modern secara teratur dan sistematis masih

bertabrakan dengan suatu batas, yaitu tingkat output perkapita yang dapat di
capai. Selain itu, struktur sosial masyarakat seperti itu berjenjang, hubungan
dan keluarga memainkan peranan yang menentukan (Jhingan, 1994: 180).
b. Tahap prakondisi tinggal landas
Tahap

ini

merupakan

masa

transisi

di

mana

prasyarat-prasyarat

pertumbuhan swadaya dibangun atau diciptakan. Di Eropa Barat. Sejak akhir


abad ke-15 dan awal abad ke-16 menempatkan kekuatan penalaran
(reasoning) dan ketidakpercayaan (skepticism) yang merupakan pengaruh
empat kekuatan, yaitu Renaissance, Kerajaan Baru, Dunia Baru, dan Agama
Baru atau Protestan, sebagai pengganti kepercayaan (faith) dan kewenangan
(authority). mengakhiri feodalisme, membawa ke kebangkitan negara
145

kebangsaan, menanamkan semangat pengembaraan yang menghasilkan


berbagai penemuan, dan dominannya kaum borjuis dalam dunia usaha.
Manusia-manusia baru yang mau bekerja keras muncul memasuki sektor
ekonomi

swasta,

pemerintah,

atau

keduanya,

manusia

baru

yang

bersemangat menggalakkan tabungan dan berani mengambil risiko dalam


mengejar

keuntungan.

Bank

dan

lembaga

lain

bermunculan

untuk

mengerahkan modal sehingga investasi meningkat di berbagai bidang, yaitu


pengangkutan, perhubungan, dan bahan mentah yang memiliki daya tarik
ekonomis bagi bangsa lain. Jangkauan perdagangan dari dalam dan luar
negeri menjadi makin luas. Di mana-mana muncul perusahaan manufaktur
yang menggunakan metode baru (Rostow, 1960: 6-7).
c. Tahap Tinggal Landas
Merupakan masa awal yang menentukan di dalam suatu kehidupan
masyarakat.
Ketika

pertumbuhan

mencapai

kondisi

normalnya...

kekuatan

modernisasi berhadapan dengan adat istiadat dan lembaga-lembaga.


Nilai-nilai dan kepentingan masyarakat tradisional membuat terobosan
yang menentukan dan kepentingan bersama membentuk

struktur

masyarakat tersebut bahwa pertumbuhan biasanya berjalan menurut


deret ukur, rekening tabungan yang bunganya dibiarkan bergabung
dengan simpanan pokok,revolusi industri yang berkaitan secara
langsung dengan perubahan radikal di dalam metode produksi yang
dalam jangka waktu relative singkat menimbulkan konsekuensi yang
menentukan (Rostow, 1960:9-11).
d. Tahap Kematangan (Maturity)
Rostow mendefinisikan tahap ini merupakan tahapan

ketika masyarakat

telah dengan efektif menerapkan serangkaian teknologi modern terhadap


keseluruhan sumber daya mereka. Masa ini pun merupakan suatu tahap
pertumbuhan swadaya jangka panjang yang merentang melebihi masa empat
dasawarsa. Teknik produksi baru menggantikan teknik yang lama. Berbagai
sektor penting baru tercipta. Tingkat investasi neto lebih dari 10% dari
pendapatan nasional. Perekonomian mampu menahan segala guncangan
146

yang tidak terduga. Dalam hal ini Rostow memberikan bukti-bukti simbolis
kematangan teknologi pada negara-negara industri, seperti Inggris (1850),
Amerika Serikat (1900), Jerman (1910), Prancis (1910), Swedia (1930),
Jepang (1940), Rusia (1950), dan Kanada (1950) (Jhingan, 1994: 187).
e. Tahap Konsumsi Massa Tinggi atau Besar-besaran
Merupakan suatu masa yang ditandai dengan pencapaian banyak sektor
penting (leading sector) dalam perekonomian berubah menuju produksi
barang dan jasa konsumsi. Abad konsumsi besar-besaran pun ditandai
dengan migrasi ke pinggiran kota, pemakaian mobil secara luas, serta
barang-barang konsumen dan peralatan rumah tangga yang tahan lama.
Pada tahap ini, keseimbangan perhatian masyarakat beralih dari penawaran
ke permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi, dan
kesejahteraan dalam arti luas. Ada tiga kekuatan yang tampak dalam tahap
purna dewasa ini, yaitu sebagai berikut.
1. Penerapan kebijaksanaan untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh
melampaui batas-batas nasional.
2. Ingin

memiliki

suatu

negara

kesejahteraan

dengan

pemerataan

pendapatan nasional yang lebih adil melalui pajak progresif, peningkatan


jaminan sosial, dan fasilitas hiburan bagi para pekerja.
3. Keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sektor penting
seperti mobil, rumah murah, berbagai peralatan rumah tangga yang
Menggunakan listrik, dan sebagainya (Jhingan, 1994: 114).
3. Teori Dampak Balik dan Dampak Sebar Gunnard Myrdal
Gunnard Myrdal adalah ahli ekonomi Swedia dan pejabat pada perserikatan
Bangsa-Bangsa,terkenal

dengan

tulisannya

Economic

Theory

and

Underdeveloped Regions (1957) dan Asian Drama: An Inquiry into Poverty of


Nations (1968), berpendapat

bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan

suatu proses sebab musabab sirkuler yang membuat si kaya mendapat


keuntungan semakin banyak dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi
semakin terhambat. Dampak balik (blackwash effects) cenderung mengecil.

147

Secara kumulatif, kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan


internasional dan menyebabkan ketimpangan regional di antara negara-negara
terbelakang. Sebaliknya, di negara terbelakang proses kumulatif dan dissirkuler
pun dikenal istilah lingkaran setan kemiskinan berjalan menurun dan karena
tidak teratur menyebabkan meningkatnya ketimpangan. Myrdal yakin bahwa
pendekatan teoretis yang kita warisi tidak cukup menyelesaikan problem
ketimpangan ekonomi tersebut. Teori perdagangan internasional dan tentu saja
teori ekonomi secara umum, tidak pernah disusun untuk menjelaskan realitas
keterbelakangan dan pembangunan ekonomi (Myrdal: 1957).
Pada tesis Myrdal adalah membangun dari suatu keterbelakangan dan
pembangunan ekonominya di sekitar ketimpangan regional pada taraf nasional
dan internasional. Untuk itu ia menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
a. Dampak Balik
Semua perubahan yang bersifat merugikan dari ekspansi ekonomi suatu tempat
karena sebab-sebab di luar tempat itu, atau dapat disebut juga dampak migrasi.
Dampak ini merupakan perpindahan modal dan perdagangan serta keseluruhan
dampak yang timbul dari proses sebab musabab sirkuler antara faktor-faktor
ekonomi dan nonekonomi.

b. Dampak Sebar
Mengunjuk pada dampak momentum pembangunan yang menyebar secara
sentrifugal dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya.
Sebab utama ketimpangan regional adalah kuatnya dampak balik dan lemahnya
dampak sebar di negara-negara terbelakang.
c. Ketimpangan Regional
Terjadi lebih banyak karena berakar pada dasar nonekonomi yang berkaitan erat
dengan sistem kapitalis yang dikcndalikan oleh motif laba, di mana terpusat di
wilayah-wilayah (Negara-negara) yang memiliki laba tinggi. Gejala ini disebabkan
oleh peranan kekuatan pasar bebas yang cenderung memperlebar ketimpangan
regional karena produksi, industri, perdagangan, perbankan, asurani, dan
148

perkapalan

cenderung

mendatangkan

keuntungan

bagi

wilayah

maju(Myrdal,1957:26).
d. Dampak Balik dan Dampak Sebar
Dalam laju perkembangannya, kedua dampak tersebut tidak mungkin berjalan
seimbang. Hal itu disebabkan ketimpangan regional jauh lebih besar di negaranegara miskin daripada di Negara-negara kaya. Selain itu, di negara-negara
miskin ketimpangan regional semakin melebar, sedangkan di negara maju
menyempit. Hal itu disebabkan oleh semakin tinggi tingkat pembangunan
ekonomi yang sudah dicapai suatu negara, biasanya semakin kuat pula dampak
sebar yang akan terjadi.
Mengingat

pembangunan

tersebut

disertai

oleh

transportasi

dan

komunikasi, yang makin baik, tingkat pendidikan makin tinggi, dan semakin
dinamis antara ide dan nilai yang semuanya cenderung memperkuat daya sebar
sentrifugal dan hambatan-hambatannya cenderung melunak. Dengan demikian,
suatu negara berhasil mencapai tingkat pembangunan yang tinggi, maka
pembangunan ekonomi akan menjadi suatu proses yang berjalan otomatis.
Sebaliknya, penyebab utama keterbelakangan terletak pada lemahnya dampak
sebar dan kuatnya dampak balik sehingga dalam proses yang semakin
menggumpal, kemiskinan itu adalah penyebab yang berasal dari dirinya sendiri.
e. Peranan Pemerintah
Kebijaksanaan nasional sering memperburuk ketimpangan regional, terutama
oleh peranan kekuatan pasar bebas dan kebijaksanaan liberal sebagai akibat
lemahnya dampak sebar. Faktor lain yang menyebabkan ketimpangan regional
di negara miskin adalah lembaga feodal yang kokoh dan lembaga lainnya yang
tidak egaliter, serta struktur kekuasaan yang membantu si kaya menghisap si
miskin (Myrdal. 1957: 28). Oleh karena itu. pemerintah negara terbelakang,
harus menerapkan kebijaksanaan yang adil dan egaliter.
f. Ketimpangan Internasional

149

Pada umumnya perdagangan internasional menguntungkan negara kaya dan


memperlemah negara terbelakang. Sebab negara maju/kaya memiliki basis
industri manufaktur yang kuat dengan dampak sebar yang kuat pula. Dengan
mengekspor produk industri mereka ke negara terbelakang akan mematikan
industri skala kecil. Ini cenderung mengubah negara terbelakang menjadi
produsen barang-barang primer untuk ekspor. Mengingat permintaan akan
barang-barang ekspor inelastic (di pasar ekspor) maka mereka menderita akibat
fluktuasi harga yang menggila. Sebagai konsekuensinya, mereka tidak dapat
mengambil untung dari naik turunnya harga barang di dunia ekspor.
g. Perpindahan Modal
Hal ini pun gagal menghapuskan ketimpangan internasional, karena negara lebih
maju lebih menjanjikan keuntungan dan jaminan bagi para investor maka modal
akan semakin menjauhkan diri dari negara terbelakang. Modal yang mengalir
ke negara terbelakang diarahkan sebagian besar pada produksi barang primer
untuk ekspor, hal ini akan meragukan mereka karena dampak balik yang kuat.
Apa pun yang diinvestasikan pihak asing, akan meningkatkan dampak balik yang
domain serta tidak menjadi pemecah masalah dalam ketimpangan internasional
(Jhingan, 1994: 274).
4. Teori Nilal Surplus Karl Marx
Karl Marx adalah seorang filsuf Jerman (1818-1883). Di mata para ekonom
Barat, ia adalah seorang agitator yang telah membangkitkan persatuan di
kalangan kaum buruh dan intelektual yang telah merasa dirugikan oleh
kapitalisme pasar dan sekaligus sebagai penjerumus ekonomi ke abad
kegelapan baru. Kemudian ia mcnghancurkan ikatan kapitalisme dan mengoyakoyak dasardasar sistem kebebasan natural Adam Smith (Skousen, 2005: 163
164).
Sesuai dengan subjudul di atas, pada kajian Teori Nilai Surplus di sini
tidak akan dibahas tentang peranan Karl Marx di bidang filsafat sejarah, politik,
komunisme, serta alienasi. Adapun pokok pikiran yang dituangkan Marx dalam
Teori Nilai Surplus dapat dikemukakan sebagai berikut.
150

1. Jika tenaga kerja adalah satu-satunya penentu nilai, lalu ke mana profit dan
bunganya? Marx menyebut profit dan bunganya itu sebagai nilai surplus.
2. Oleh karena itu, a berkesimpulan bahwa kapitalis dan pemilik tanah adalah
pihak yang mengeksploitasi para pekerja.
3. Jika semua nilai adalah produk dan tenaga kerja maka semua profit yang
diterima adalah oleh kapitalis dan pemilik tanah pastilah merupakan nilai
surplus yang diambil secara tidak adil dari pendapatan kelas pekerja.
4. Adapun rumus matematis untuk teori nilai surplus dapat dikemukakan bahwa
tingkat profit (p) atau eksploitasi adalah sama dengan nilai surplus (s) dibagi
dengan nilai produktif akhir (r). Dengan demikian,
s
P=
r
Misalnya, pabrik pakaian mempekerjakan buruh untuk membuat baju.
Kapitalis menjual bajunya seharga $100/buah, tetapi ongkos tenaga kerjanya
adalah $70/ baju. Karena itu, tingkat profit atau eksploitasinya adalah
$30
P=

= 0,3, atau 30%


$100

5. Marx membagi nilai produk akhir menjadi dua bentuk kapital (modal), yakni
kapital konstan (c) dan kapital variabel (v). Kapital konstan
merepresentasikan pabrik dan peralatan. Kapital adalah biaya tenaga kerja
.Jadi, pcrsamaan untuk tingkat profit menjadi:
P = s(v.c)

5. Teori Monetarisme Pasar Bebas Friedman


Milton Friedman lahir di Brooklyn pada tahun 1912. Ia adalah satu-satunya anak
lelaki dari empat bersaudara imigran Yahudi dan Eropa Timur yang bekerja
serabutan di New York. Pada tahun 1932, saat depresi, Friedman mendapat
beasiswa untuk belajar ekonomi di University of Chicago. Di Chicago ia bertemu
dengan rekannya George Stigler seumur hidupnya, selain itu ia bertemu Rose
Director, yang kelak menjadi istrinya. Tahun 1938 Friedman menikah dengan

151

Rose, mereka menjadi rekan dan bersama-sama menulis beberapa buku, serta
dikaruniai dua anak. Friedman mendapat gelar master tahun 1933.
Kemudian, tahun 1946 Friedman memperoleh gelar Ph.D. dari Columbia
dan ia kembali mengajar di University of Chicago, bahkan melanjutkan tradisinya
memperkuat versi terbaru dan teori kuantitas uang Irving Fisher yang
diterapkannya pada kebijakan moneter. Ia menulis banyak topik yang berkaitan
dengan ekonomi moneter dan berpuncak pada riset dan tulisan empirisnya yang
paling terkenal, yaitu A Monetary History of the United States (1867-1960) yang
dipublikasikan oleh National Bureau of Economic Research dan ditulis bersama
Anna J.Schwartz. Pada intinya, studi monumental ini menunjukkan kekuatan
uang dan kebijakan moneter dalam gejolak perekonomian Amerika Serikat,
termasuk Depresi Besar dan era pascaperang, ketika para ekonom arus utama
percaya bahwa uang tidak penting. Kemudian, ia pun menulis buku Capitalism
and Freedom yang diluncurkan pada ulang tahun perkawinan Friedman dan
Rose ke-25. Inti teorinya sebagai berikut.
a. Metodologi Positivisme, menurut Friedman, validitas suatu teori tidak
tergantung pada unsur generalisasinya maupun kekokohan asumsi-asumsi
dasarnya, melainkan semata-mata pada kesesuaian implikasinya secara
relatif terhadap implikasi teori-teori lain, yang diukur berdasarkan statistuk
primer.
b. Pasar dianggap sebagai mekanisme utama dalam menyelesaikan berbagai
masalah ekonomi, asalkan di dukung kebebasan politik

intelektual. Para

ekonom aliran Chicago melihat perekonomian sebagai suatu kondisi yang


perlu, namun bukan kondisi cukup untuk menciptakan masyarakat bebas.
c. Aturan moneter yang ketat lebih disukai untuk pengambilan keputusan yang
diskret oleh otoritas pemerintah. Setiap sistem yang memberi banyak
kekuasaan dan banyak keleluasaan bagi segelintir orang, di mana kekeliruan
mereka entah itu disengaja atau tidak dapat menimbulkan efek yang luas
adalah sistem yang buruk (Friedman, 1969: 50).
d. Ia lebih menekankan pada kebijakan moneter 0, kuantitas uang jauh lebih
penting daripada P. Opininya yang segar dan sangat berbeda dengan opini
Fisher dan Simons seperti kilatan tiba-tiba, baginya Aturan dan sudut
152

pandang kuantitas uang jauh lebih unggul, baik itu untuk jangka pendek
maupun jangka panjang, daripada aturan dari sudut pandang stabilisasi
harga (Friedman, 1969: 84).
e. Pengelolaan administratif dan intervensi kebijakan ekonomi yang bersifat ad
hoc hanya akan merusak situasi ekonomi. Dalam soal kebijakan moneter dan
fiskal, ia menekankan pentingnya kesinambungan.
f. Ia menolak standar emas sebagai numeraire moneter dengan dua alasan,
yaitu biaya resources-nya yang tinggi dan implementasinya yang tidak
praktis. Selain itu, produksi emas jarang dapat mengimbangi pertumbuhan
ekonomi dan karena itu bersifat deflasioner. Betapa mustahil menyia-nyiakan
sumber

daya

untuk

menggali

tanah

mencari

emas,

hanya

untuk

menguburkannya lagi di kolong Fort Knox, Kentuky.


g. Moneterisme jauh lebih baik daripada fiskalisme dalam regulasi makro
ekonomi.
h. Kebijakan fiskal baginya diyakini sebagai wahana yang tepat untuk
mengentaskan kemiskinan, namun redistribusi pendapatan bagi kalangan di
atas garis kemiskinan justru akan lebih banyak menimbulkan kerugian.
i.

Imperialisme disipliner yang menonjolkan penerapan analisis ekonomi oleh


para ekonom terhadap semua bidang yang biasanya dianggap sebagai
disiplin lain, seperti sejarah, politik, hukum, dan sosiologi.

153

154

BAB VI
PENGETAHUAN DASAR SOSIOLOGI
Pada hakekatnya, manusia di samping sebagai makhluk individu, ia
adalah makhluk sosial (homo socius) sehingga di dalam kehidupannya ia selalu
membutuhkan orang lain, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
maupun dalam kehidupan masyarakat. Sebagai manusia yang ingin terus maju
dan berkembang dalam kehidupan sosialnya, tentu mereka membutuhkan
interaksi sosial tidak hanya dengan masyarakat disekitarnya tetapi juga dengan
masyarakat yang lebih luas dan kompleks.
Dengan kemajuan teknologi transportasi, komunikasi dan informasi,
kontak sosial yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain tidak harus
tergantung kepada faktor jarak atau tempat. Meski dengan lokasi yang sangat
berjauhan sekalipun, seseorang tetap dapat melakukan kontak sosial dengan
orang lain (siapapun) melalui media komunikasi, misalnya lewat telepon, SMS,
teleconference atau melalui email, dan lain-lain.
Mobilitas seseorang yang begitu tinggi dengan aktivitas ekonomi yang
sangat padat, menjadikan orang tersebut dapat melakukan hubungan sosial
dengan siapa saja, kapan saja bahkan dimana saja, baik dengan kerabat, teman
atau sahabat, relasi bisnis atau kolega politik, tanpa harus terhalang oleh sekatsekat geografis. Sementara ada orang yang memiliki hubungan sosial yang
sangat terbatas, sehingga life space dan mobilitas sosialnya begitu rendah. Hal

155

mi dapat terjadi pada diri seseorang yang berada dalam lingkungan masyarakat
sederhana atau masyarakat pedesaan yang jauh dari pola-pola kehidupan
modern.
Sosiologi sebagai salah satu disiplin ilmu-ilmu sosial yang lahir pada
pertengahan abad 19, sesungguhnya tidak hanya mempelajari hubungan antara
manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok maupun kelompok
masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya dalam masyarakat yang
masih sederhana (peasant society), tetapi obyek dan kajian sosiologi telah
berkembang kearah masyarakat modern (urban society) bahkan juga mampu
mengkaji masyarakat postmodern.
Selama ini, kehadiran sosiologi dalam khasanah Ilmu Pengetahuan di
Indonesia telah memberikan sumbangan yang signifikan bagi perkembangan
bahan ajar IPS atau Pengetahuan Sosial. Konsep-konsep dasar dan konsepkonsep sosiologi serta berbagai teori telah mewarnai dan tersebar secara luas
dalam materi pembelajaran IPS, tidak hanya di tingkat SD tetapi juga di SMP dan
SMA.
Oleh sebab itu dengan memahami Pengetahuan Dasar Sosiologi yang
berupa pengertian, obyek, metode, aliran pemikiran dan tokoh-tokoh sosiologi
maupun konsep-konsep dasar sosiologi, setidaknya dapat dijadikan pijakan bagi
para guru IPS dalam mengembangkan materi pembelajaran.

1. Pengertian Sosiologi
Berbicara tentang sosiologi tidak dapat dipisahkan dan nama
Auguste Comte, seorang filosof dari Perancis yang hidup pada tahun 1798 1857 M. Comte adalah orang yang pertama kali melahirkan nama sosiologi
pada tahun 1842, tatkala ia menerbitkan jilid terakhir dari bukunya yang
berjudul: Positive Philosophy. Ia memunculkan nama sosiologi dengan
mcnggabungkan dua kata, yaitu socius berasal dan bahasa Romawi yang
artinya teman atau kawan yang selanjutnya diartikan sebagai masyarakat.
Sedangkan 1ogos berasal dan bahasa Yunani yang berarti ilmu. Jadi

156

sosiologi dapat dipahami sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajani


hubungan antar teman atau antar anggota masyarakat.
Berikut ini akan disajikan pendapat dari beberapa ilmuwan tentang
pengertian sosiologi:
-

Adam Kuper, berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan


yang fokusnya mempelajari masyarakat. Dalam tulisan ini pula, Kuper
juga menyebut sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tindakan atau
perilaku manusia di dalam kelompoknya.

Pitirin

Sorokin,

mengatakan

bahwa

sosiologi

suatu

ilmu

yang

mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam


gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan
ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan sebagainya.
-

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, menyatakan bahwa


sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur
sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial.
Selanjutnya struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur
sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial),
lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial serta lapisan-lapisan
sosial. Sedangkan proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara
pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbal balik antara
segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi
kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan
agama dengan segi kehidupan ekonomi dan sebagainya. Salah satu
proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadinya
perubahan-perubahan di dalam struktur sosial.

Nursid Sumaatmadja (1986), berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu


pengetahuan

tentang

relasi-relasi

sosial,

artinya

bahwa

manusia

merupakan makhluk yang aktif mengadakan kontak-kontak dengan


antaraksi-antaraksi sosial yang berupa tingkah laku dan dapat saling
mempengaruhi. Oleh karena itu ada juga yang menyebutkan bahwa
sosiologi dapat diartikan secara luas sebagai studi tentang antaraksiantaraksi dengan tipe-tipenya yang timbul dan kontak antar individu157

individu. Kelanjutan interaksi sosial terjadi antarelasi sosial yang akhimya


membentuk suatu kelompok sosial. Dan kelompok-kelompok sosial ini
merupakan bagian yang aktif dari kelompok-kelompok sosialnya.
Dari apa yang dikemukakan oleh para ilmuwan tentang pengertian
sosiologi, ternyata pendapat-pendapatnya sangat bervariasi, namun demikian
ada beberapa unsur yang dapat ditarik sebagai kesimpulan bahwa sosiologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari:
1. Hubungan timbal balik antara manusia dengan manusia lainnya, maupun
individu dengan masyarakat.
2. Kehidupan masyarakat dan semua tindakan atau perilaku manusia dalam
kelompoknya.
1. Struktur sosial, proses sosial termasuk perubahan sosial.
2. Pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan, seperti:
ekonomi, moral, politik, agama dan lain-lain.

2. Obyek Sosiologi
Obyek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari hubungan antar
manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Sosiologi sebagai ilmu Pengetahuan yang berdiri sendiri memiliki ciri-ciri yang
membedakan dengan disiplin ilmu yang lain, yaitu:
1. Sosiologi bersifat empirik, artinya sosiologi itu mendasarkan diri pada hasil
pengamatan (observasi) dan penalaran (rasional). Pengamatan berarti
semua yang berhubungan dengan panca indera manusia, yang
dialaminya dalam kehidupan sosial. Sedangkan penalaran berarti semua
yang berhubungan dengan akal sehat manusia atau yang bersifat
rasional. Sering sifat empirik ini dihubungkan dengan sifat ilmu yang dapat
dibuktikan kebenarannya dengan fakta di lapangan.
2. Sosiologi itu bersifat teoritik, artinya sosiologi berusaha untuk menyusun
abstraksi dani hasil observasi. Abstraksi merupakan kerangka dan unsur-

158

unsur yang tersusun secara logis untuk menjelaskan hubungan sebab


akibat hingga menjadi teori.
3. Sosiologi bersifat tidak menilai (nonetik), artinya sosiologi dalam usahanya
menggambarkan dan menjelaskan tentang masyarakat atau individu,
sama sekali tidak bermaksud untuk menanyakan apakah masyarakat
dilihat dari segi moral, baik atau tidak, masyarakat yang asosial atau tidak.
Sosiologi hanya ingin menjelaskan perilaku sosialnya, tanpa harus menilai
baik-buruknya. Jika seorang ahli sosiologi melihat bahwa dalam suatu
masyarakat tertentu ada kebiasaan mencuri atau korupsi sudah demikian
merajalela, dia ingin melihat (meneliti) mengapa sampai terjadi demikian,
apa yang menjadi penyebabnya, dan sebagainya. Ahli sosiologi itu tidak
akan mengatakan atau melakukan penilaian bahwa perbuatan mencuri
atau korupsi itu jelek atau tidak sesuai dengan norma- norma hukum atau
tidak sesuai dengan norma susila atau tidak.
4. Sosiologi itu bersifat kumulatif, artinya teori dan konsep-konsep sosiologi
tidak sekaligus jadi, dia dibentuk dari teori-teori yang sudah ada tetapi
teori dan konsep-konsepnya terus disempurnakan, ditambah, diperluas,
diperbaiki, dan terus digali dan dikembangkan agar fakta, konsep dan
teorinya sesuai dengan perkembangan jaman.
5. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni) (pure science) dan bukan
merupakan ilmu pengetahuan terapan (applied science). Perlu diketahui
bahwa ditinjau dari sudut pandang penerapannya, ilmu pengetahuan
dibagi menjadi dua bagian, yaitu ilmu pengetahuan murni dan ilmu
pengetahuan terapan. Ilmu pengetahuan murni adalah ilmu pengetahuan
yang bertujuan untuk mengembangkan konsep dan teori-teorinya untuk
kepentingan ilmu pengetahuan itu sendiri (mempertinggi mutunya).
Sedangkan ilmu pengetahuan terapan adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan
tersebut untuk membantu kehidupan masyarakat.

3. Metode-metode dalam Sosiologi

159

Pada dasarnya cara kerja atau metode yang dipergunakan oleh


sosiologi juga sering digunakan oleh disiplin ilmu lainnya, terutama sesama
ilmu-ilmu sosial. Namun demikian metode-metode dalam sosiologi tetap
memiliki kekhususan-kekhususan. Ada dua jenis metode dalam sosiologi
yang lazim digunakan, yaitu: metode kualitatif dan metode kuantitatif.
Metode kualitatif mengutamakan bahan-bahan yang sulit diukur
dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran yang sifatnya eksak,
meskipun bahan-bahan tersebut terdapat secara nyata dalam kehidupan
masyarakat. Yang termasuk dalam metode kualitatif adalah metode historis
dan metode komparatif yang keduanya dikombinasikan menjadi historiskomparatif. Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa
masa lalu untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Seorang sosiolog yang
ingin menyelidiki evolusi sosial, akan mempergunakan bahan-bahan sejarah
maupun bahan-bahan arkeologi untuk dianalisis kemudian dirumuskan
bagaimana bentuk kehidupan. masyarakat dimasa silam, dari suatu tahapan
perkembangan yang satu ke tahapan perkembangan yang lain. Sedangkan
metode komparatif mengutamakan perbandingan antara bermacam-macam
masyarakat beserta bidang-bidangnya, memperoleh perbedaan-perbedaan
dan persamaan-persamaan serta faktor-faktor penyebabnya. Perbedaan dan
persamaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk mengenai
perilaku masyarakat pada masa lalu maupun masa sekarang serta
memperoleh gambaran tentang tingkat peradaban yang sama maupun yang
berbeda.
Metode kualitatif juga sering menggunakan metode studi kasus (case
study) yaitu studi penelitian yang bertujuan untuk mempelajari sedalamdalamnya salah satu aspek dan gej ala nyata kehidupan masyarakat.
Sasaran studi kasus adalah kelompok masyarakat, lembaga-lembaga sosial,
kondisi masyarakat atau individu-individu dalam interaksinya dengan
masyarakat. Instrumen penelitian yang sering dipakai dalam studi kasus
adalah wawancara (interview), daftar pertanyaan-pertanyaan (questionare)
dan observasi partisipasi yaitu teknik penelitian dimana penelitiannya ikut
terlibat dalam kehidupan sehari-hari dan kelompok sosial yang sedang
160

diselidikinya. Tetapi peneliti harus berusaha keras untuk tidak ikut


mempengaruhi pola-pola kehidupan masyarakat yang ditelitinya.
Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan
angka-angka sehingga gejala-gejala sosial yang diteliti dapat diukur dengan
mempergunakan skala, indeks, tabel dan formula-formula yang semua itu
menggunakan ilmu pasti atau matematik. Yang termasuk jenis metode
kuantitatif adalah metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala
sosial secara matematis. Data-data yang bersifat kualitatif, seperti: sangat
baik, baik, cukup, kurang dan kurang sekali dikuantifikasi (diangkakan)
menjadi: 5, 4, 3, 2 dan 1. Data-data tersebut kemudian diolah dengan
menggunakan rumus-rumus statistik, seperti: Tes Analisis Korelasional yang
meliputi Teknik Korelasi Product Moment, Teknik Korelasi Rank Order,
Teknik Korelasi Phi, Teknik Korelasi Point Serial ataupun menggunakan Tes
Kai Kuadrat, Tes t dan lain- lain.
Dalam metode kuantitatif juga dikenal metode sociometry yaitu suatu
pendekatan dengan mempergunakan skala-skala dan angka-angka untuk
meneliti hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat. Jadi
sociometry adalah himpunan konsep-konsep dan metode-metode yang
bertujuan untuk menggambarkan dan meneliti hubungan-hubungan antar
manusia dalam masyarakat secara kuantitatif.
Di samping metode-metode di atas, sosiologi juga mengenal metode
induktif dan metode dediktif. Metode induktif adalah metode yang
mempelajari suatu gejala yang khusus untuk mendapat kaidah-kaidah yang
berlaku dalam lapangan yang lebih luas (umum), sedangkan metode deduktif
menggunakan proses yang sebaliknya yaitu mulai dengan kaidah-kaidah
yang dianggap berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam keadaan yang
khusus.
Sesungguhnya metode-metode sosiologi tersebut di atas bersifat
saling melengkapi dan para ahli sosiologi seringkali menggunakan lebih dari
satu metode untuk menyelidiki objeknya. Bahkan sosiologi juga sering
menggunakan metode dari ilmu-ilmu sosial lainnya untuk melengkapi metode
yang sudah ada, seperti metode sociometry yang lazim digunakan oleh
161

psikologi dan metode fungsionalisme yang sering dipakai dalam lapangan


antropologi.
Metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembagalembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metodemetode

tersebut

berpedoman

bahwa

unsur-unsur

yang

membentuk

masyarakat dan kebudayaannya mempunyai hubungan timbal balik yang


saling mempengaruhi dan masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dalam
membangun kehidupan sosial. Dalam lapangan antropologi, metode tersebut
dipopulerkan oleh tokoh antropologi: Bronislaw Malinowski dan AR Radcliffe
Brown, sedangkan dalam bidang sosiologi oleh Talcott Parsons dan Robert
K. Merton.

4. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Perkembangan Sosiologi


Ada beberapa tokoh penting yang buah pemikiran dan ide-idenya
sangat mempengaruhi perkembangan sosiologi, diantaranya adalah:
1. Auguste Comte (1798 - 1857 M).
Auguste Comte lahir di Mountpelier, Perancis
pada tanggal 19 Januari 1798. Keluarganya
beragama Katolik dan berdarah bangsawan,
tetapi Comte adalah seorang mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak sehingga ia
tidak pemah mendapat ijazah dari perguruan
tingginya. Dalam setiap kelasnya di Ecole
Polytecnique, Comte bersama seluruh kelasnya
dikeluarkan

karena

gagasan

politik

dan

pemberontakan yang mereka lakukan. Pemecatan ini berpengaruh buruk


terhadap karir akademiknya. Tahun 1817 ia menjadi sekretaris dan sekaligus
anak angkat Saint Simon, seorang filsuf yang 40 tahun lebih tua.
Mereka bekerja bersama secara akrab selama beberapa tahun dan
Comte menyatakan utang budinya kepada Saint Simon. Tetapi pada tahun
1824 keduanya bersengketa karena Comte yakin Saint Simon menghapus

162

namanya dari salah satu karya sumbangannya. Comte kemudian menyurati


teman-temannya sambil menuduh Saint Simon bersifat katastropik dan
menyebutnya sebagai penyulap besar.
Salah satu keistimewaan dari tokoh ini adalah bahwa ia memiliki daya
ingat yang luar biasa. Berkat daya ingat yang seperti foto copy itu ia mampu
menceriterakan kembali kata-kata yang tertulis di satu halaman buku yang
hanya sekali dibaca. Kemampuan berkonsentrasinya sedemikian rupa
sehingga ia mampu mengungkapkan keseluruhan isi buku yang akan
ditulisnya tanpa harus menulisnya. Materi kuliah seluruhnya disajikan tanpa
berbekal catatan. Bila ia duduk untuk menulis buku, ia menuliskan segalanya
dari ingatannya (Ritzer & Donglos, 2004).
Auguste Comte dikenal sebagai bapak sosiologi, karena dia yang
pertama kali memberi nama pada ilmu tersebut, yaitu dari kata socius dan
logos. Pokok pikiran dari Comte yang terpenting adalah bahwa sosiologi
terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamic.
Social statistic dan sosiologi merupakan sebuah ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antar lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sedangkan social

dynamic mempelajari bagaimana lembaga-lembaga

tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa.


Perkembangan tersebut harus melewati
3 tahap, yaitu:
-

Tahap teologis, yaitu tingkat perkembangan pemikiran manusia yang


menyatakan bahwa semua benda di dunia ini mempunyai roh atau jiwa
dan itu disebabkan oleh kekuatan yang berada di atas manusia.

Tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejalagejala di dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di
atas manusia. Cara pemikiran pada tahap teologis maupun tahap
metafisis tidak dapat digunakan dalam ilmu pengetahuan karena ilmu
pengetahuan bertujuan untuk mencari sebab-sebab dan akibat-akibat dan
gejala-gejala tersebut.

163

Tahap ilmiah, merupakan tahap dimana manusia telah sanggup untuk


berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini telah terjadi perkembangan ilmu
pengetahuan yang cukup pesat.

Beberapa karya Comte yang terpenting adalah:


-

The scientific labors aecessory for the reorganization of society (1822)

The positive philosophy (6 jilid: 1830 1890)

Subyective synthesis (1820).

2. Emile Durkheim (1858 - 1917)


Durkheim lahir di epinal Perancis, 15 April 1858. Ia
keturunan pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk
menjadi pendeta (rabbi), tetapi ketika berumur 10
tahun Durkheim menolak menjadi pendeta. Sejak saat
itu

perhatiannya

terhadap

agama

lebih

bersifat

akademis daripada teologis.


Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama tetapi juga
pendidikan umum, dan ia banyak memberikan perhatian kepada masalah
kesusasteraan dan estetika. Durkheim juga mendalami metodologi ilmiah
dan prinsip-prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan
sosial. Meski ia tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada
bidang studi sosiologi, sehingga antara tahun 1882 - 1887 ia mengajar
filsafat di sejumlah sekolah di Paris.
Tahun-tahun berikutnya dilalui dengan serentetan kesuksesan
dirinya, yang ditandai antara lain dengan diterbitkannya tesis doktornya,
The Devision of Labor in Sosiety dalam bahasa Perancis dan tesisnya
tentang Montesquicu dalam bahasa Latin. Sekitar tahun 1896 ia menjadi
profesor penuh di lJniversitas Bordeaux dan tahun 1902 ia mendapat
kehormatan mengajar di Universitas Sarbone yang sangat terkenal itu.
Pada tahun 1913, Durkheim dinobatkan sebagai profesor bidang ilmu
pendidikan dan sosiologi, sehingga semakin mengukuhkan dirinya
sebagai ilmuwan ilmu sosial yang sangat disegani.
Tetapi Durkheim dianggap penganut pemikiran politik konservatif
dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula.
164

Namun dimasa hidupnya ia sesungguhnya berpikiran liberal dan ini


ditunjukkan oleh peranan yang sangat aktif dalam membela Alfred
Dreyfus, seorang kapten tentara Yahudi yang dijatuhi hukuman mati
karena penghianatan yang oleh banyak orang dirasakan bermotif anti
Yahudi.
Perhatian

Durkheim

terhadap

kasus

Dreifus

berasal

dari

perhatiannya yang sangat mendalam terhadap moralitas dan krisis moral


yang dihadapi masyarakat modern, Menurut Durkheim perbaikan moral
tidak dapat dilakukan secara cepat dan mudah, dan ia menyarankan
tindakan yang lebih khusus seperti menindak tegas orang yang
mengobarkan rasa benci terhadap orang lain dan pemerintah harus
berupaya menunjukkan kepada publik bahwa menyebarkan rasa benci
terhadap orang lain adalah perbuatan menyesatkan dan terkutuk. Ia
kemudian mendesak rakyat agar memiliki keberanian untuk secara
lantang menyatakan bersatu untuk mencapai kemenangan dalam
perjuangan menentang segala bentuk ketidak adilan dan kewenangwenangan.
Minat Durkheim terhadap sosialisme dapat dijadikan bukti bahwa ia
menentang pemikiran yang menganggapnya sebagai seorang konservatif,
meski jenis pemikiran sosialismenya sangat berbeda dengan pemikiran
Karl Marx dan pengikutnya. Ia tidak melihat proletariat sebagai
penyelamat masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau tindak
kekerasan. Bagi Durkheim, sosialisme mencerminkan sebuah sistem
dimana didalamnya prinsip-prinsip moral dapat ditemukan melalui studi
sosiologi ilmiah (Ritzer & Douglas, 2004).
Emile Durkheim memiliki pengaruh besar dalam perkembangan
sosiologi, tetapi pengaruhnya ternyata tidak hanya terbatas di bidang
sosiologi saja, sebagian besar pengaruhnya terhadap bidang lain tersalur
melalui jumal Lannee Sociologique. Melalui jurnal ini gagasan
Durkheim mempengaruhi berbagai bidang, seperti antropologi, sejarah,
bahasa dan psikologi.

165

Dalam jurnal ini pula, Durkheim mengadakan pembagian sosiologi


atas tujuh bidang, yaitu:
1. Sosiologi umum, yang mencakup kepribadian individu dan kelompok
manusia
2. Sosiologi agama.
3. Sosiologi hukum dan moral yang mencakup organisasi politik,
organisasi sosial, perkawinan dan keluarga.
4. Sosiologi tentang kejahatan.
5. Sosiologi ekonomi yang mencakup ukuran-ukuran penelitian dan
kelompok kerja.
6. Demografi yang mencakup masyarakat pedesaan dan perkotaan.
7. Sosiologi Estetika.
Karya-karya Durkheim yang terkemuka, diantaranya:
-

The devision of Labor in Society (1893)

The rules of sociological method (1895)

The elementary forms of religious life (1912).


3.

MaxWeber (1864-1920)

Weber lahir di Erfurt, Jerman pada 21


April 1864, berasal dan keluarga kelas
menengah. Perbedaan prinsip antara
kedua orangtuanya berpengaruh besar
terhadap

orientasi

perkembangan

intelektual

psikologi

dan

Weber.

Ayahnya adalah seorang birokrat yang


kedudukan politiknya relatif penting, dan
menjadi bagian dan kekuasaan politik
yang mapan. Ia adalah seorang yang
sangat menyukai kesenangan duniawi
tetapi sekaligus bertolak belakang dengan prinsip yang dianut oleh
istninya. Ibu Max Weber adalah seorang Calvinis yang taat, wanita yang

166

menjalani kehidupan prihatin (ascetik) tanpa kesenangan seperti yang


sangat menjadi dambaan suaminya.
Perhatiannya sangat tertuju pada aspek kehidupan akherat,
sehingga

ia

menghindari

kenikmatan-kenikmatan

duniawi

yang

dianggapnya dapat merusak kebahagiaan di akherat.


Perbedaan prinsip yang mendalam inilah sering menjadi pemicu
terjadinya ketegangan dari pasangan ini dan suasana semacam ini dapat
berpengaruh terhadap kepribadian Max Weber. Karena tidak mungkin
menyamakan diri terhadap pembawaan orang tuanya yang bertolak
belakang, Weber kecil lalu berhadapan dengan sebuah pilihan yang jelas.
Mula-mula ia memilih orientasi hidup ayahnya, tetapi kemudian ia tertarik
dan makin mendekati orientasi dan prinsip-prinsip hidup dan ibunya.
Keyakinan ini kemudian mendorong terbitnya sebuah karya dan Weber
yang sangat monumental: The Protestant Ethic and the spirit of
Capitalism yang terbit antara tahun 1904 - 1905. Dalam buku ini Weber
menyatakan besarnya pengaruh agama ibunya (Calvinis merupakan salah
satu sekte dan agama Protestan) yang banyak mengilhami dan sisi
akademis. Weber kemudian banyak menghabiskan waktu untuk belajar
agama meski secara pribadi ia tak religius.
Menjelang akhir hayatnya (14 Juni 1920), ia menulis karya yang
sangat penting, yaitu: Economy and Society. Meski buku ini diterbitkan
dan diterjemahkan kedalam beberapa bahasa, namun sesungguhnya
karya ini belum selesai.
Ada

beberapa

pokok

pikiran

dan

Weber

yang

sangat

mempengaruhi perkembangan sosiologi. Menurut Max Weber, sosiologi


dikatakan sebagai ilmu yang berusaha menjelaskan pengertian tentang
aksi-aksi sosial. Dia juga berusaha memberikan pengertian mengenai
perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya
interaksi sosial.
Di samping terkenal dengan metode pengertiannya (method of
understanding) Weber juga dikenal dengan teori ideal typus, yaitu
sebuah konstruksi dalam alam pikiran seorang peneliti yang dapat
167

digunakan
masyarakat.

sebagai

alat

untuk

Ajaran-ajaran

perkembangan

stsiologi,

Max

menganalisis

gejala-gejala

Weber

amat

misalnya

yang

analisisnya

dalam

menyumbang

tentang

wewenang,

birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan lain- lain.


Di luar dua karya Weber tersebut di atas, ada beberapa buku yang
ditulisnya, diantaranya:
-

The history of trading companies during the middle Ages (disertasi,


1889).

Collected essays on sociology of relidion (3julid, 1921)

The theory of social and economic organization 1947) diterjemahkan


oleh Tarcoff Parson.

Dan lain-lain.

4. George Simmel (1858- 1918)


Simmel lahir di Berlin, Jerman pada 1 Maret
1858, dari ayah seorang pedagang Yahudi
kaya

yang

masuk

agama

Kristen

dan

meninggal ketika Simmel masih sangat kecil.


George Simmel menerima gelar doktor dan
Universitas Berlin tahun 1881 dan mulai
mengajar disana tahun 1885. dia merupakan
seorang guru yang sangat cemerlang, peka,
sangat

dalam

pengetahuannya

mengenai

berbagai macam hal. Kuliahnya begitu berhasil sehingga tidak hanya


mahasiswa saja yang menghadirinya tetapi juga kaum elit intelektual
Berlin.
Meskipun pengetahuan sangat hebat dan tulisan-tulisannya sangat
bermutu, tetapi pengakuan profesionalnya sebagai seorang dosen
sangatlah tidak memadai. Selama lima belas tahun dia tetap sebagai
dosen privat (privat dozent), yaitu dosen yang tidak dibayar yang gajinya
berdasarkan pembayaran mahasiswa.

168

Kemudian ia menenima gelar profesor luar biasa tetapi hanya


merupakan

gelar

kehormatan

saja

tanpa

kompensasi

gaji

yang

selayaknya. Akhirnya Simmel meninggalkan Universitas Berlin pada tahun


1914 untuk menerima jabatan sebagai guru besar penuh pada Universitas
Strasbourg, namun malang kehidupan akademisnya segera terhenti
karena pecah perang.
George Simmel yang hidup sejaman dengan Max Weber dan
bersama-sama mendirikan masyarakat sosiologi Jerman (German Society
for Sociology) adalah seorang teoritisi sosiologi yang luar biasa bahkan ia
dianggap sebagai tokoh yang turut menentukan pusat kajian sosiologi
Amerika

di

Universitas

Chicago

dan

teori

utamanya

adalah

interaksionisme simbolik.
Jika Marx Weber dan Karl Max lebib fokus mengkaji masalahmasalah besar seperti rasionalisasi masyarakat dan ekonom kapitalis,
Simmel sangat terkenal karena karyanya tentang masalah-masalah
berskala lebih kecil (mikro), terutama tindakan dan interaksi individu. Ia
memberikan

sumbangan

dalam

perkembangan

sosiologi

karena

pemikirannya tentang bentuk-bentuk interaksi (misalnya konfiik) dan tipetipe orang-orang yang berinteraksi, karena menurut Simmel bahwa salah
satu tugas utama dari sosiologi adalah memahami interaksi antar individu.
Dalam memahami interaksi antar individu, kita harus mengetahui
kepentingan-kepentingan dan dorongan-dorongan apa yang ingin dicapai
oleh individu tersebut dalam melakukan kontak social.
Diantara karya-karya Simmel dapat disebutkan disini, diantaranya
adalah:
-

Concerning social differentiation (1890)

Sociology, studies oh the forms of socialization (1908)

Basic problems of sociology(1917)

Conflict of Modern Culture (1918).

5. Konsep-konsep Dasar (basic concept) Sosiologi

169

Konsep-konsep

dasar

sosiologi

yang

menjadi

sumber

materi

pengajaran Pengetahuan Sosial, adalah:


a. Individu
Individu berasal dan kata Latin individuum, arti.nya yang tak
terbagi. Jadi individu merupakan satu kesatuan yang paling kecil dan
terbatas dan tidak dapat dipisahkan antara jasmani dan rokhani (jiwa).
Untuk menyebut individu sering digunakan sebutan orang seorang atau
manusia perseorangan.
Individu merupakan konsep sosiologik, yang berarti bahwa konsep
individu tidak dapat disamakan artinya dengan konsep sosial yang sering
digunakan dalam percakapan sehari-hari. Dalam bahasa sehari-hari,
konsep individu menunjuk pada orang pribadi tertentu, misalnya si Ani, si
Somad, si Umar dan lain-lain. Tetapi sebagai konsep sosiologik, individu
memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu menunjuk kepada subyek yang
melakukan sesuatu, subyek yang mempunyai pikiran dan perasaan,
subyek yang mempunyai kehendak, subyek yang mempunyai kebebasan,
subyek yang dapat memberi makna kepada sesuatu, yang dapat menilai
tindakan dan akibat dan tindakan tersebut. Jadi individu adalah subyek
yang bertindak sebagai aktor.
Dengan kata lain individu tersebut tumbuh menjadi pribadi yang
dalam proses pertumbuhannya senantiasa dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Faktor pembawaan yang
ia miliki berupa potensi fisik-biologis dan potensi mental psikologis, yang
keduanya dibawa seseorang sejak ia lahir. Sedangkan faktor kedua yang
juga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi terbentuknya pribadi
seseorang adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, seperti kondisi
alam dan kondisi geografis, maupun lingkungan sosial, seperti lingkungan
budaya, lingkungan keluarga, lingkungan politik dan ekonomi dan lainlain.
b. Masyarakat
Pada hakekatnya setiap individu adalah makhluk sosial, sehingga
ia selalu membutuhkan orang lain dan terjadi saling ketergantungan
170

diantara

sesama

manusia.selalu

membutuhkan

dan

saling

ketergantungan inilah yang menjadikan keinginan seseorang untuk hidup


bersama (berkelompok), saling bekerja bersama untuk memenuhi
kebutuhannya sehingga terbentuk sebuah masyarakat yang memiliki rasa
solidaritas, norma-norma dan membangun kebudayaan.
Sebuah masyarakat tidak hanya sekedar kumpulan orang-orang
atau kerumunan manusia (crowd) yang memiliki tujuan tertentu, seperti
para penonton sepak bola di stadion atau kerumunan manusia yang
sedang menyaksikan kecelakaan di jalan raya ataupun orang-orang yang
sedang

berada

di

pasar,

plaza

atau

supermall.

Bentuk-bentuk

persekutuan atau kerumunan semacam ini tidak dapat disebut sebagai


masyarakat, karena menurut Anderson dan Parker, bahwa masyarakat
itu harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaltu:
a. adanya sejumlah orang, dua orang atau lebih
b. memiliki hubungan yang tetap dan teratur
c. tinggal dalam suatu daerah atau lokasi tertentu
d. mereka terlibat karena memiliki kepentingan bersama
e. mempunyai tujuan bersama dan bekerja bersama
f. mempunyai perasaan solidaritas dan perasaan berbagi rasa
g. sadar akan saling ketergantungan sath sama lain.
h. Memiliki norma-norma dan aturan-aturan tertentu
i.

Mengadakan ikatan/kesatuan berdasarkan unsur-unsur sebelumnya

j.

Berdasarkan unsur-unsur di atas kemudian membentuk kebudayaan


bersama melalui hubungan antar manusia.
Menurut Ralph Linton, masyarakat adalah setiap kelompok

manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga
mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai
satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
Sedangkan menurut

Peter

L. Berger, menyatakan bahwa

masyarakat merupakan suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia


yang luas sifatnya.

171

Salah satu unsur yang penting yang harus dipenuhi oleh suatu
masyarakat adalah adanya sejumlah orang yang hidup bersama, yang
sekurang-kurangnya berjumlah dua orang. Suami dan istri yang hidup
bersama (satu keluarga inti) dapat disebut sebagai masyarakat. Dengan
kata lain keluarga adalah satuan masyarakat yang terkecil.
Jika kita melihat sejarah perkembangan masyarakat dimanapun
saja, bahwa pertumbuhan masyarakat itu melalui beberapa tahap
perkembangan, mulai dari masyarakat sederhana (masyarakat berburu
dan meramu ataupun masyarakat ladang berpindah), masyarakat
pedesaan (masyarakat pertanian), masyarakat perkotaan (masyarakat
industri) sampai masyarakat kompleks (masyarakat post modem).
Keempat bentuk masyarakat tersebut masih dapat kita temui dalam
kehidupan masyarakat Indonesia saat tni, seperti masyarakat berburu dan
meramu dapat kita temukan pada masyarakat suku-suku bangsa terasing
di daerah pedalaman Irian Jaya/Papua maupun pedalaman di Kalimantan.
Masyarakat pedesaan atau masyarakat pertanian dapat kita temukan di
daerah pedesaan di pulau Jawa Sumatera Sulawesi, Kalimantan dan lainlain. Sedangkan masyarakat perkotaan atau masyarakat industri telah
tumbuh subur di Indonesia seiring dengan banyaknya jenis-jenis usaha
diluar sektor pertanian maupun banyaknya pabrik-pabrik yang dibangun di
daerah

perkotaan,

sehingga

kita

dapat

menemukan

masyarakat

perkotaan Tangerang, Bekasi, Semarang, Gresik, Sidoarjo, Kediri, Batam,


Denpasar dan lain-lain. Pada masyarakat kompleks atau masyarakat post
modern adalah jenis masyarakat yang kehidupan sebagian dan warganya
lebih banyak mengandalkan pada kemampuan teknologi komunikasi dan
informasi, seperti: media masa cetak atau elektronik, telepon nasional
maupun SLJJ, internet, email, teleconference, perbankan, bursa efek,
valuta asing dan lain-lain. Bentuk masyarakat semacam itu dapat kita
temukan pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia, seperti
masyarakat Jakarta, Surabaya, Medan dan lain-lain, ataupun pada
masyarakat kota-kota besar dunia, seperti masyarakat Tokyo, Singapura,

172

Hongkong, San Fransisco, Washington DC, Paris, London, Seoul dan


lain-lain.
c. Proses sosial
Dalam masyarakat, ada dua segi kehidupan sosial yang melekat,
yaitu dari segi statisnya atau struktur sosialnya dan dari segi dinamisnya
atau proses sosialnya. Bentuk-bentuk dari segi statisnya, seperti:
kelompok-kelompok sosial kebudayaan, lembaga sosial, status dan
kekuasaan. Sedangkan dari

segi dinamisnya dapat dilihat pada

perubahan sosial, proses sosial, interaksi sosial dan lain-lain.


Pengetahuan

tentang

proses-proses

sosial

memungkinkan

seseorang untuk memperoleh gambaran tentang gerak masyarakat yang


terus mengalami perubahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila
seseorang

atau

kelompok-kelompok

sosial

saling

bertemu

dan

menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut dan apabila


ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola
kehidupan yang telah ada. Dengan kata lain, proses sosial dapat diartikan
sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama,
misalnya: pengaruh-mempengaruhi antara kehidupan sosial dengan
politik,

politik

dengan

ekonomi,

ekonomi

dengan

kebudayaan,

kebudayaan dengan politik, dan lain-lain.


d. Interaksi sosial
Pada dasarnya bentuk umum dari proses sosial adalah interaksi
sosial. Oleh karena itu interaksi sosial menjadi syarat utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorang,
antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang-perorang
dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial
dimulai pada saat itu juga. Mereka mungkin saling bertegur sapa, berjabat
tangan, saling berbicara atau bahkan telah terlibat percekcokan atau
perkelahian. Jadi interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan sosial

173

yang saling mempengaruhi diantara dua orang atau lebih, individu dengan
individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu: 1)
Imitasi yaitu proses belajar dengan cara meniru atau mengikuti perilaku
orang lain, 2) Identifikasi yaitu upaya yang dilakukan oleh individu untuk
menjadi sama (identik) dengan individu lain yang ditirunya, 3) Sugesti
yaitu stimulasi atau bahkan pengaruh yang diberikan seseorang kepada
pihak lain sedemikian rupa sehingga orang yang diberi sugesti menuruti
atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional, 4) Motivasi yaitu
dorongan atau rangsangan yang diberikan oleh individu kepada individu
lain

sehingga

individu

tersebut

melaksanakan

sesuatu

dengan

pertimbangan rasional dan penuh rasa tanggung jawab, 5) Simpati


adalah proses kejiwaan dimana seseorang tertarik kepada pihak lain, 6)
Empati yaitu tidak sekedar simpati, tetapi ikut merasakan seperti apa
yang dirasakan oleh orang lain.
e. Norma sosial
Norma dan nilai sosial mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat, karena norma dan nilai sosial berperan
untuk mengatur tata kehidupan masyarakat bagi para anggotanya. Jadi
norma sosial adalah petunjuk kehidupan yang berisi perintah maupun
larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama untuk
mengatur

perilaku

manusia

dalam

masyarakat

demi

terciptanya

ketentraman sosial.
Norma sosial berfungsi sebagai: 1) memberikan batas-batas bagi
perilaku dan perbuatan masyarakat, 2) pedoman hidup kegiatan seharihari, 3) menjaga solidaritas antar anggota masyarakat.
Ada berbagai macam norma sosial, dilihat dari sumbernya:
a. Norma agama, yaitu norma mutlak yang berasal dan Tuhan Yang
Maha

Esa,

yang

mengharuskan

manusia

untuk

mengerjakan

perintahNya dan menjauhi laranganNya


b. Norma kesusilaan, yaitu petunjuk hidup berdasarkan ukuran-ukuran
susila, baik atau buruk, pantas atau tidak pantas dan lain-lain.
174

c. Norma kesopanan, yaitu petunjuk hidup yang mengatur bagaimana


seseorang harus berperilaku dalam kehidupan masyarakat.
d. Norma kebiasaan, adalah kumpulan petunjuk tentang perilaku yang
diulang-ulang dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan
dalam masyarakat.
e. Norma hukum, merupakan petunjuk hidup atau peraturan yang dibuat
oleh pemerintah untuk mengatur dan melarang seseorang agar
berperilaku sesuai dengan keputusan hukum atau undang-undang.
f. Struktur sosial
Perhatian tentang masyarakat dapat dilihat dari segi statisnya
(struktur sosial) dan dari segi dinamisnya (proses sosial). Struktur sosial
adalah jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah
atau norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok
sosial serta lapisan-lapisan sosial.
Menurut Rodcife Brown, struktur sosial sebagai pola dari hak dan
kewajiban para pelaku dalam suatu sistem interaksi yang terwujud dari
rangkaian-rangkaian hubungan sosial yang relatif stabil dalam jangka
waktu tertentu. Sedangkan Raymond Firth menyatakan bahwa struktur
sosial merupakan suatu pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe
kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pula lembagalembaga dimana orang banyak tersebut mengambil bagian.
Corak struktur sosial beraneka ragam, ada yang sederhana dan
ada juga yang kompleks. Sumber struktur sosial ada yang berasal dan
sistem kekerabatan, sistem ekonomi, sistem pelapisan sosial tetapi ada
yang merupakan perpaduan dan berbagai pranata tersebut.
g. Stratifikasi sosial
Sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) selalu dijumpai dalam
setiap masyarakat. Harta benda, jabatan, kekuasaan, pendidikan dan
keturunan

merupakan

faktor-faktor

yang

menjadi

penentu

status

seseorang dalam pelapisan sosial. Secara faktual sistem pelapisan sosial


ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Orang kaya, orang miskin,
pedagang, pengusaha, pejabat tinggi negara, pegawai rendahan, tukang
175

becak, buruh pabnik, petani, buruh tani dan sebagainya adalah contohcontoh status yang dimiliki seseorang dalam masyarakat dan sekaligus
menunjukkan tinggi-rendahnya status sosial seseorang.
Semakin kompleks. suatu masyarakat, semakin kompleks pula
pelapisan sosialnya dan semakin sederhana masyarakat semakin
sederhana pula stratifikasi sosialnya.
Menurut Pifirin A. Sorokin, bahwa stratifikasi sosial merupakan ciri
yang tetap pada setiap kelompok sosial yang teratur. Lebih lanjut dia
menyatakan bahwa stratifikasi sosial merupakan pembedaan penduduk
atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat.
Sedangkan Robert MZ Lawang, menyatakan bahwa stratifikasi
sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu
sistem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan hirarkis berdasarkan
dimensi kekuasaan, privelese dan prestise.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stratifikasi
sosial adalah pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan dalam masyarakat,
dari yang paling atas, menengah dan paling rendah. Stratifikasi sosial
akan selalu ditemukan dalam masyarakat manapun, selama ada sesuatu
yang dihargai.

6.TEORI TEORI SOSIOLOGI


Teori Sosiologi dan Antrpologi yang hendak dikemukakan dibawah ini
adalah teori-teori yang paling sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena
sosial yang ada disekitar kehidupan kita, baik pada masyarakat yang masih
sederhana (rural society), lebih-lebih pada masyarakat yang telah memasuki era
industrialisasi seperti yang saat ini dialami oleh masyarakat kita (industrial
society). Pemahaman teori-teori ini menjadi begitu penting, agar kita mampu
mencandra realitas sosial dan melakukan analisis sosial guna melakukan

176

tindakan-tindakan sosial yang sesuai dengan perkembangan masyarakat serta


konteks pendidikan kekinian.
A. TEORI EVOLUSI SOSIAL
Teori evolusi sosial mendapatkan pengaruh yang sangat kuat dari teori
evolusi biologis yang digagas oleh Charles Darwin yang amat terkenal pada
abad XIX. Inti teori ini adalah mengumpamakan masyarakat sebagai organisme
yang tumbuh secara bertahap sesuai dengan fase-fase perkembangannya.
Charles Darwin membuktikan bahwa berbagai variasi yang ada di alam
flora dan fauna merupakan hasil evolusi dari suatu proses yang panjang . Flora
dan fauna tersebut ada yang terus hidup dan bertahan, tetapi ada juga yang
tidak mampu mengembangkan kehidupannya sehingga species tersebut menjadi
hilang atau punah. Begitu juga dalam kehidupan kemasyarakatan, ada
masyarakat yang sangat adaptif dengan lingkungan sosialnya, sehingga mereka
cepat mengalami perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya secara
evolutif. Tetapi ada juga kelompok masyarakat yang tidak mudah menyesuaikan
diri dengan

perkembangan masyarakat sekitar, sehingga mereka lambat

berkembang bahkan cenderung tidak mengalami perkembangan yang cukup


berarti dari waktu ke waktu. Setiap organisme yang hidup harus mampu
bertahan dan terus berjuang untuk dapat berkembang secara wajar, jika tidak
mampu bertahan maka ada kemungkinan mereka akan mati, karena mereka
tidak mampu mengatasi persoalan hidup dan lingkungannya (survival) . Itulah
sebabnya dalam memahami teori evolusi ada empat prinsip yang harus
diperhatikan :
1) Harus terus berjuang untuk hidup (struggle for life).
2) Mereka yang bertahan hidup adalah mereka yang memiliki perlengkapan
hidup yang paling baik (survival of the fittest)
3) Adanya seleksi alam (natural selection)
4) Adanya kemajuan yang cukup berarti (progress)
Charles Darwin selanjutnya menjelaskan bahwa hidup dibumi ini ditandai
oleh adanya persaingan yang sangat ketat dan kejam, yang paling kuat atau

177

yang memiliki peralatan paling efisien dan lengkap akan memiliki kesanggupan
untuk bertahan hidup lebih baik. Setelah mampu bertahan hidup, selanjutnya
mereka akan memperoleh kemajuan secara bertahap dan berkesinambungan.
Menurut Darwin terdapat kesamaan antara alam flora dan fauna dengan
manusia. Kesamaannya adalah bahwa dunia manusia juga berkembang dari
keadaan yang lebih sederhana atau primitif ke arah keadaan yang modern yang
serba rumit dan kompleks, bahkan perkembangan berikutnya sampai pada era
global yang ditandai oleh era komunikasi dan informasi yang lebih kompleks lagi.
Kenyataan seperti ini menurut Darwin terdapat juga ditengah-tengah
kehidupan sosial, kelompok yang lemah selalu dikalahkan atau disingkirkan oleh
kelompok yang lebih kuat tanpa belas kasihan, bahkan ada kecenderungan
untuk menghancurkan atau meniadakan kelompok lain.
Para ahli mengetengahkan bahwa teori Charles Darwin ini ada
kelemahannya, yaitu karena menyamakan sosilogi atau ilmu sosial pada
umumnya dengan ilmu biologi. Namun demikian, teori Darwin tetap dianggap
memberi

warna

tersendiri

dalam

memberikan

sumbangan

terhadap

perkembangan teori sosial


Beberapa tokoh lain dalam teori evolusi yang kemudian diadopsi sebagai
teori evolusi sosisl, diantaranya adalah Herbert Spencer

(1820-1903), Lewis

Henry Morgan (1818-1881). Auguste Comte (1798-1857) dan Freidrich Hegel


(1770-1831).
1) Herbert Spencer (Stephen K. Sander, 1993:15) mengembangkan teori
evolusi sosial yang mirip dengan teori evolusi biologisnya Charles Darwin.
Spencer berusaha memahami proses terjadinya segala sesuatu di alam semesta
ini dengan mereduksinya ke dalam prinsip universal tunggal yang disebut
hukum evolusi. Menurut hukum ini segala sesuatu di alam semesta ini memiliki
kecenderungan berkembang dari keadaan yang tidak tentu, kacau dan seragam
kepada keadaan yang dapat ditentukan, teratur dan beragam.
Menurut Herbert Spencer bahwa segala sesuatu cenderung berkembang
dari bentuk yang sederhana dan tidak terspesialisasi menjadi bentuk yang lebih
terspesialisasi dan kompleks. Kecenderungan universal ini adalah kunci utama
dalam melihat semua teka-teki besar di alam semesta ini.
178

Contoh kecil dari tendensi kosmologis yang melekat pada sifat alam
semesta ini adalah evolusi masyarakat manusia. Begitu pula tentang kehidupan
sosial ke alam materi, bahwa sesungguhnya materi itu dikekang oleh hukum
penggabungan dari penggandaan. Karena kondisi demikian, maka keadaan
yang semula homogen (serba sama, seragam) menjadi hiterogen (serba
berbeda). Penggabungan antara anasir-anasir tersebut memunculkan alam
tetumbuhan dan badan manusia. Kemudian penggabungan penginderaanpenginderaan menghasilkan pikiran. Akhirnya, penggabungan pikiran akan
menghasilkan suatu ilmu pengetahuan dan filsafat. Hukum seperti ini juga
berperan dalam kehidupan masyarakat. Bias yang kita lihat, apabila individuindividu bergabung maka akan menjadi keluarga, jika keluarga-keluarga
bergabung akan menjadi kelompok, jika kelompok-kelompok bergabung akan
menjadi desa, jika desa-desa bergabung akan menjadi kota, jika kota-kota
bergabung akan menjadi Negara, dan jika Negara-negara bergabung akan
menjadi satu kelompok asosiasi. Oleh karena itu prinsip evolusi yang demikian
ini disebut juga sebagai hukum penggabung materi.
2) Lewis Henry Morgan (Stephen K. Sanderson, 1993:15-16), seorang ahli
hukum dan antropolog Amerika Serikat memberi perhatian kepada evolusi
teknologis. Ia membagi sejarah manusia ke dalam tiga tahap besar yaitu tahap
kebuasan, barbarisme dan peradaban.
Tahap kebuasan adalah saat orang menggantungkan hidupnya dengan
berburu binatang liar dan meramu tanaman liar. Transisi ke tahap barabarisme
ditandai dengan domestikasi berbagai binatang dan tanaman tersebut serta
adanya perbaikan tambahan dalam teknologi yang digunakan. Munculnya tahap
peradaban menandai transisi dari masyarakat primitif yang disebut societas
ke masyarakt sipil yang disebut civitas. Morgan memandang perkembangan
alphabet fonetik dan tulisan sebagai karakteristik utama pada tahap ini.
3) Auguste Comte (Karl J. Veeger, 1992:80-81) mengemukakan teori
evolusinya dengan mengambil cirri khas manusia, yaitu akal budi sebagai prinsip
evolusinya. Akal budi menurut Comte dikekang oleh suatu hukum atau daya
gerak evolusioner dari dalam diri manusia yang secara bertahap menyebabkan
umat manusia mula-mula berfikir konkrit dan partikular, lantas berfikir abstrak
179

dan umum dan akhirnya berpikir positif serta empiris. Kehidupan sosial itu
menurut Comte memcerminkan ketiga tahap di atas. Misalnya di zama orang
masih berfikir konkrit, partikular, dan bukan disiplin rasional, maka magic, takhyul
dan agama, memainkan peranan utama dalam masyarakat. Rakyat mengenakan
kesaktian dan daya adi manusia secara mutlak pada pemimpin mereka yang
berkuasa.

Sedangkan

di masa

pemikitan

empiris,

teknologi

dan

ilmu

pengetahuan mengambil alih peran magic, dan rakyat menganggap diri


berwenangdan berkuasa (demokrasi).
Menurut Comte; agama di zaman pemikiran empiris merupakan suatu
anakronisme atau peninggalan dari suatu zaman yang telah lewat dan mestinya
diganti. Patung-patung di Gereja atau di Klenteng mestinya memberi tempat
kepada lambang-lambang Negara. Hari-hari raya keagamaan mestinya di tukar
dengan hari-hari raya sipil. Ibadah agama mestinya menjadi upacara bendera,
pawai politik dan sebagainya. Hidup yang diresapi nilai-nilai sacral mestinya
menjadi profan atau secular melulu (dalam, Nazsir, 2008)
Kelemahan Auguste Comte dalam teori di atas, adalah menganggap
agama, filsafat dan magic, harus ditinjau kembali, diubah, disesuaikan dan
dilengkapi pemikiran bebas di bawah kekangan hukum evolusi. Gagasan Comte
tersebut membuktikan bahwa ia menjadi korban dari teorinya sendiri. Meski
evolusi mengakui bahwa mereka selalu meninggalkan pendahulu-pendahulunya,
seperti anak kecil yang berkembang menjadi dewasa dan meninggalkan cirri-ciri
masa kanak-kanak; namun agama dari zaman manusia masih berfikir konkrit
atau filsafat dan zaman manusia berfikir abstrak, bukan hanya merupakan
produk evolusi semata tetapi juga karena adanya pemikiran bebas.
4) Freidrich Hegel (Karl J. Veeger, 1992:81-82) menyebutkan bahwa
sejarah dunia merupakan perwujudan bertahap dari roh yang berdiri sendiri.
Kehidupan bersama merupakan penjelmaan konkrit dan manifestasi peran roh
itu. Para sosiolog yang mengikuti paham filsafat Hegel diantaranya adalah
Vilfedo Trotter dengan teori nalurinya, Lugwig Gumplowicz dengan teori rasanya.
Sedangkan Frederic Le Play dengan teori determinismenya, memisahkan
perkembangan masyarakat dari manusia, dan mengembalikan seluruh realitas

180

sosial itu kepada roh. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa prinsip teori evolusi
Hegel ini bertentangan dengan prinsip teori evolusi Herbet Spencer (ibid).
Menurut Stephen K. Sanderson (1993:15-16) walaupun gagasan para
evolusionis ini tersa provokatif, namun gagasan-gagasan tersebut memiliki
sejumlah cacat yang serius. Salah satu cacatnya adalah kecenderungan
menggunakan deskripsi transformasi evolusioner semata untuk menjelaskan
transformasi itu sendiri. Kecenderungan ini sangat menonjol dalam karya
Spencer. Ia berpendapat bahwa evolusi sosial adalah sesuatu yang melekat
pada semua masyarakat dan tampak menganggap observasi ini cukup
menjelaskan mengapa evolusi sosial itu terjadi. Cacat lain dalam pemikiran
evolusionis abad XIX adalah etnosentrisme, yakni mereka selalu memandang
masyarakat sendiri (peradaban Barat) lebih unggul dari semua masyarakat
lainnya; dengan menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat pada tahap-tahap
evolusioner awal menunjukkan penilaian yang rendah kepada masyarakat
mereka sendiri. Dengan demikian mereka mengklaim bahwa evolusi sosial
merupakan indikasi bagi kemajuan, bagi perbaikan secara umum dalam
rasionalisasi kebahagiaan dan moralitas manusia.
Mereka cenderung melihat peradaban Barat sebagai titik akhir evolusi
sosial sebagai puncak milennium kemajuan manusia. Inilah pandangan yang
secara tegas di tolak oleh banyak para sosiolog dan antropolog modern
sekarang ini. Pemikiran evolusionis menghadapi berbagai kritik tajam yang
muncul pada akhir abad XIX. Ketika kritik terhadapnya memuncak, maka
evolusionisme akhirnya diabaikan oleh

banyak ilmuwan sosial. Sepanjang

beberapa dekade awal abad XX, para ilmuwan sosial mengalihkan perhatian
mereka kepada pertanyaan dan problem selain yang menyangkut perubahan
sosial jangka panjang. Tetapi evolusionisme ini tidaklah mati sama sekali, ia
hanya tertidur pada awal tahun 1940-an, dan bangkit kembali secara signifikan.
Tak pelak lagi , seluruh problem yang menyangkut perubahan evolusioner
jangka

panjang

kembali

menyibukkan

pikiran

banyak

ilmuwan

sosial.

Pendekatan-pendekatan evolusioner terhadap kehidupan sosial sekarang dianut


banyak sosiolog dan antropolog.

181

Teori

evolusi

ini

mengalami

perkembangan

yang

berbeda-beda.

Kebanyakan diantaranya dapat ditempatkan dalam salah satu dari dua teori
evolusioner yang berbeda yaitu teori evolusioner fungsional dan teori evolusioner
materialistis. Kedua teori evolusi ini lebih banyak perbedaannya daripada
persamaannya.

B. TEORI FUNSIONALISME STRUKTURAL


Teori fungsionalisme struktural muncul dan menjadi bagian dari analisis
sosiologis sekitar tahun 1940-an. Teori ini mencapai kejayaannya pada tahun
1950-an. Saat itu teori fungsionalisme struktural merupakan teori standar yang
diikuti mayoritas sosiolog dan hanya sebagian kecil saja yang menentangnya.
Namun

mulai

tahun

1960-an

dominasi

teori

fungsionalisme

struktural

mendapatkan tantangan keras.


Akan tetapi di Amerika Serikat teori ini masih merupakan perspektif yang
dominan lewat karya Hebert Spencer dan Emile Durkheim yang tradisinya dapat
ditelusuri pada Bapak Sosiologi : Auguste Comte,

maupun dari kajian

Malinowski dan Radclife Brown sebagai penggagas teori fungsionalisme dalam


antropologi yang sangat terkenal itu. Namun karya-karya mereka masih sangat
dipengaruhi oleh teori Emile Durkheim, kemudian teori mereka mempengaruhi
sosiolog Amerika Serikat, Talcott Parsons yang kemudian menjadi teoritisi yang
sangat

berpengaruh

di

Amerika.

Sebagai

intelektual

muda,

Parsons

memperkenalkan karya Emile Durkheim dan perspektif fungsionalisme struktural


kepada Robert K. Merton salah seorang muridnya di Universitas Harvard di
Amerika Serikat.
Secara esensial, prinsip-prinsip pokok fungsionalisme struktural ini
menurut Stephen K. Sanderson (1993:9) adalah sebagai berikut:
1)

Masyarakat merupakan sistem yang kompleks yang terdiri dari bagianbagian yang saling berhubungan dan saling tergantung, dan setiap bagian
saling berpengaruh secara signifikan terhadap bagian-bagian lainnya.

182

2)

Setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut


memiliki fungsi penting dalam memelihara eksistensi dan stabilitas
masyarakat ssecara keseluruhan.
Karena itu eksistensi satu bagian tertentu dari masyarakat dapat
diterangkan
apabila

fungsinya

bagi

masyarakat

sebagai

keseluruhan

dapat

diidentifikasi.
3)

Semua masyarakat memiliki mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya,


yaitu mekanisme yang dapat merekatkannya menjadi satu. Salah satu
bagian penting dari mekanisme ini adalah komitmen para anggota
masyarakat kepada serangkaian kepercayaan dan nilai yang sama.

4)

Masyarakat cenderung mengarah kepada suatu keadaan ekuilibrium atau


keseimbangan, dan gangguan pada salah satu bagian cenderung
menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercapai harmoni dan
stabilitas.

5)

Perubahan

sosial

merupakan

kejadian

yang

tidak

biasa

dalam

masyarakat. Tetapi bila itu terjadi juga, maka perubahan itu pada
umumnya akan membawa kepada konsekuensi-konsekuensi yang
menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.
Emile

Durkheim

sebagai

tokoh

fungsionalisme

struktural

selalu

membahas dan menguraikan berbagai dampak dari fenomena sosial bagi


kehidupan manusia. Hasil temuan Malinowsky dan Radclife Brown di Melanesia
dan Polinesia tentang peraturan dan adat kebiasaan yang berbeda jauh dari
dunia Barat, menyimpulkan bahwa setiap aturan dan adat kebiasaan itu memiliki
fungsinya. Seperti magic memiliki fungsi untuk menenangkan rakyat dari
kegelisahan dan rasa takut ketika menghadapi musibah yang dalam banyak hal
mereka

merasa

tidak

berdaya.

Agama

dengan

upacara-upacara

yang

menumpahkan darah, bermaksud untuk mencegah rakyat lari dalam keadaan


tercerai berai dan mencoba mengintegrasikan mereka dalam kesatuan sosial.
Konsep fungsi dari Malinowsky dan Radclife di atas, di rinci oleh sosiolog
Amerika Serikat, Robert K. Merton yang telah menghabiskan karir sosiologisnya
mempersiapkan dasar struktur fungsional untuk karya-karya sosiologisnya
183

menegaskan bahwa terdapat enam arti fungsi di atas (Karl J. Veeger, 1992:8390) yaitu sebagai berikut:
1) Sosiologi mengartikan fungsi sebagai akibat atau konsekuensi logis,
obyektif (nyata, lepas dari maksud atau motivasi seseorang) terbuka untuk setiap
pengamatan empiris dan dari suatu unsur sosio-budaya bagi kesatuan sosial
yang lebih besar.
Contoh, dapat dipertanyakan apakah yang menjadi fungsi dari sekolah
bagi masyarakat luas? Suatu inventarisasi menghasilkan bahwa sekolah
menyampaikan

pengetahuan

dan

keterampilan

kepada

generasi

muda,

mengurung anak-anak di satu kompleks selama sekitar beberapa jam sehingga


tidak

merepotkan

orang

tua

atau

membahayakan

lalu

lintas,

saling

mempertemukan orang yang sebelumnya tidak dikenal, membuat orang


mengalami berbagai pengaruh yang berperan untuk membentuk kepribadian
mereka dan lain-lain. Fungsi sosial sekolah ini yang mendapatkan akibat
terbesar adalah keluarga, kelompok dan masyarakt pada umumnya. Juga tidak
dilupakan akan adanya hal-hal negatif yang timbul dari suatu fenomena sosiobudaya ini yang mungkin tidak disadari orang adalah termasuk dalam konsep
fungsi. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu dapat mengakibatkan
tertundanya

proses pendewasaan para remaja, menghambat pemikiran

individual, mengakibatkan ketergantungan yang lebih lama atau suatu kultus


guru yang berlebih-lebihan. Selama anak-anak berada di sekolah, mereka tidak
dapat membantu orang tuanya. Fungsi negatif seperti ini sering diajukan orang
yang kemudian membiarkan anak-anaknya tidak masuk sekolah. Yang pasti,
sejauh akibat-akibat ini adalah nyata dan dapat ditinjau oleh siapapun maka hal
itu disebut sebagai fungsi.
2) Merton, dalam hal fungsi ini membantah pendapat Malinowsky, bahwa
semua praktek atau unsur sosio-budaya mesti mempunyai suatu fungsi.
Pandangan Fungsionalisme semacam ini tidak boleh diapriorikan. Hanya
penelitian empiris saja yang dapat membuktikannya. Lagi pula jika semua gejala
sosio-budaya dianggap fungsional, kata fungsi diberikan arti yang sedemikian
longgar, sehingga tidak menghasilkan pengetahuan ilmiah yang diharapkan.
Sebab memang selalu dapat dikatakan bahwa suatu praktek atau kebiasaan
184

setidak-tidaknya masih mempunyai fungsi untuk mempertalikan orang dengan


masa lampau secara emosional, atau bahan kepuasan batin yang diperoleh dari
meneruskan adat kuno merupakan fungsinya. Keterangan semacam ini terlalu
umum dan tidak menghasilkan pengertian yang berarti tentang perilaku sosial
manusia. Jadi suatu fungsionalisme universal ditolak oleh Merton. Setidaktidaknya secara prinsip harus diperhitungkan kemudian bahwa ada juga hal-hal
yang non-fungsional.
3) Merton juga membatasi asumsi lain dari Malinowsky dan Radclife
Brown yang menyebutkan bahwa setiap unsur sosio-budaya mempunyai fungsi
baik dan positif, baik bagi keseluruhan kehidupan sosial maupun bagi semua
anggotanya. Lebih-lebih di zaman sekarang ini, kondisi dan komposisi
masyarakat bersifat pluricultural dan terdiri dari kelas-kelas sosial yang jarang
atau tidak pernah akan terjadi bahwa suatu adat kebiasaan, peraturan atau
norma menjadi sama fungsinya untuk semua golongan.
Dalam hal ini menurut Karl J. Veeger dapat diberi contoh misalnya
kebiasaan memakai baju baru pada hari raya Idul Fitri kiranya fungsional bagi
orang banyak, akan tetapi pasti disfungsional bagi kaum miskin yang tergoda
untuk mencuri justru dalam masa bulan Ramadhan. Begitu pula larangan operasi
becak di Jakarta tidak mempunyai efek yang sama bagi seluruh masyarakat
Jakarta. Jadi selalu perlu dipertanyakan fungsional itu untuk siapa? Untuk kaum
elitekah? Untuk penguasakah? Atau untuk rakyat kecilkah? Atau untuk penganut
agama tertentukah? Dan sebagainya!.
4) Dalam mempelajari dan mengiventarisasi konsekuensi-konsekuensi
tertentu, haruslah diperhitungkan juga adanya kemungkinan bahwa suatu adat
atau norma dapat diganti. Jika diandaikan bahwa setiap praktek sosial
mempunyai fungsi yang sedemikian penting bagi eksistensi dan keutuhan
masyarakat sehingga tidak dapat diganggu gugat. Maka setiap usaha dari luar
masyarakat sendiri untuk memasukkan perubahan sosial harus dilawan. Sejarah
dunia mengakui bahwa kedatangan peradaban atau agama baru sering
mengakibatkan punahnya nilai-nilai dan struktur-struktur sosial tradisional.
Paham tentang mutlak perlu (indespensability) setiap gejala sosial bersifat terlalu
185

ekstrem. Bukan perubahan yang menyebabkan punahnya suatu kebudayaan,


melainkan cara tidak bijaksana yang digunakan dalam mengadakan perubahan
itu. Misalnya jika suatu perubahan struktural tidak disertai perubahan mental,
maka timbul kesenjangan antara struktur lahirlah dengan nilai-nilai budaya yang
dihayati dalam masyarakat. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa
kebiasaan-kebiasaan lama tidak boleh diganggu gugat, karena adanya
pandangan harus mutlak perlu. Memang benar bahwa tugas masyarakat atau
kelompok harus menanggulangi sejumlah problem yang universal, namun bukan
berarti bahwa caranya problem-problem itu ditanggulani harus selalu sama
sepanjang zaman. Analisis fungsional harus mempelajari dan menyuarakan
sstruktur-struktur dan nilai-nilai lain yang dapat menjadi alternative-alternatif
structural dan budaya, yang pantas dipertimbangkan juga oleh masyarakat,
meskipun saat itu pandangan baru masih ditolak oleh adat lama. Apa yang
kiranya tidak baik, dapat diganti dengan yang lebih baik, sedang apa yang sudah
baik mungkin dapat menjadi lebih baik. Dengan demikian, konsep fungsi yang
tadinya dipandang statis menjadi lebih dinamis, dan fungsionalisme yang dituduh
bersikap konservatif bias menjadi progresif juga. Kekuatan-kekuatan sosial
konservatif selalu akan mencoba untuk mempertahankan dan menyelamatkan
warisan sosial masa lampau dan mendidik generasi muda hanya sebagai
generasi penerus saja. Sejarah dunia membuktikan bahwa perubahan sosial sulit
dibendung secara terus menerus, bilamana pemimpin dan sebagian besar rakyat
sudah disadarkan tentang adanya alternative-alternatif lain yang lebih unggul.
Adapun perubahan yang tidak memberikan peluang secukupnya untuk berakar
dan berkembang di dalam masyarakat, wajar jika ditolak.
Contoh dalam hal ini diumpamakan Karl J. Veeger, yaitu akan
kepercayaan dan kebiasaan berobat pada dukun, berakibat tidak majunya
proyek Puskesmas di daerah masyarakat yang bersangkutan. Fungsionalisme
akan mengatakan bahwa suatu program penerangan diperlukan untuk
menyadarkan rakyat akan keunggulan sistem pengobatan modern. Dari
pemahaman konsep ini, sejak tahun 1984 di Indonesia telah lahir program
pendukung Puskesmas yaitu Posyandu.

186

5) Disamping konsep alternatif-alternatif fungsional di atas, menurut


Merton harus juga dipahami konsep keharusan fungsional (functional
necessity) atauprasyarat fungsional (functional prerequisites).
Telah dikatakan di atas bahwa kelangsungan suatu kelompok atau
masyarakat menuntut agar beberapa problema ditanggulangi atau beberapa
prasyarat harus dipenuhi. Gehart dan Jean Lenski dalam bukunya Humand
Societies (1974:28) menyebutkan ada enam keharusan fungsional, yaitu:
komunikasi, produksi, distribusi, pertahanan, penggantian anggota lama, dan
kontrol sosial. Apakah pemerintah atau pimpinan juga merupakan suatu
keharusan fungsional? Karl Marx dalam hal ini pernah berpendapat bahwa
pemerintahan hanya perlu selama masyarakat penggembala tanpa kelas belum
terwujud. Tetapi saat ini tidak ada seorangpun yang sependapat dengannya.
Hanya di zaman purba yang pernah ada, misal kelompok masyarakat
penggembala mengangkat seorang pemimpin saat berperang atau saat mau
pindah tempat. Sedangkan dalam masyarakat modern yang sudah demikian
kompleks, maka pemerintahan merupakan suatu keharusan fungsional untuk
mengkoordinasikan bagian-bagian masyarakat guna menjamin terwujudnya
kesejahteraan seluruh rakyat. Artinya, pemerintahan dalam hal ini merupakan
suatu keharusan fungsional.
6) Dalam hal fungsi di atas, Merton membuat pembedaan terkenal, yaitu
fungsi nyata (manifest function) dan fungsi sembunyi (latent function). Fungsi
disebut nyata, apabila konsekuensi tersebut disengaja, dimaksudkan atau
setidaknya diketahui. Adapun fungsi disebut sembunyi, apabila konsekuensinya
tersebut secara obyektif ada tetapi tidak (belum) diketahui. Pembedaan fungsi
seperti ini banyak memberi manfaat dalam menelah kesatuan sosial, seperti
berikut :
(a) Dapat membantu orang untuk memahami mengapa praktek-praktek
tertentu di dalam masyarakat nampak tidak masuk akal dan tidak mencapai
tujuannya, tapi masih tetap di teruskan.
Misalnya, ada suku bangsa yang pada waktu tertentu mengadakan
upacara untuk menurunkan hujan demi kesuburan tanah. Pandangan akal jelas
bahwa tidak ada hubungan dengan kausal antara upacara di atas dengan
187

turunnya hujan. Namun demikian upacara itu masih terus dipertahankan dalam
suatu masyarakat tertentu. Kenapa demikian? Tidak bijak jika dijawab bahwa
masyarakat tersebut masih bodoh. Lantas karena apa? Pada awal abad ini,
Emile Durkheim telah mencoba memaparkan bahwa praktek-praktek semacam
itu memiliki fungsi sembunyi, yakni guna memperkuat identitas diri kelompok
masyarakat yang bersangkutan. Saat upacara berlangsung, tumbuh perasaan
bersatu dalam masyarakat tersebut yang sangat erat.
(b) Kenyataan sosial dan keadaan yang sebenarnya bisa dikenali lebih
baik, bila fungsi-fungsi sembunyi dari suatu fenomena sosial dipelajari. Misalnya,
apa yang langsung dikenal sebagai pengabdian pada bangsa, Negara atau
agama sebagai fungsi nyata? Karena sering tampak bahwa aplikasinya tidak
lebih dari fungsi pelayanan kepada kepentingannya sendiri (fungsi sembunyi),
sekali pun tidak pernah dikatakan atau disadari. Apa yang langsung tampak
sebagai kenyataan, sering tidak begitu penting. Justru dibalik hal-hal yang nyata
itulah tersembunyi sebenarnya realitas hidup.
(c)

Menemukan

fungsi-fungsi

sembunyi

atau

selalu

menambah

pengetahuan sosiologi. Orang akan belajar dan mengatakan bahwa kehidupan


sosial itu tidak pernah sesederhana sebagaimana kelihatan dari luarnya.
Misalnya, orang yang membeli mobil mahal atau mengadakan perjamuan di
hotel berbintang lima, tidak semata-mata karena mencari sarana transportasi
atau makan makanan yang bergizi, melainkan sebagai gengsi dan status yang
dianggap lebih tinggi saja. Mahal disamakan mereka dengan lebih penting.
Karena mengingat bahwa perilaku manusia untuk sebagian besar berasal dari
perasaan, dorongan naluri dan nafsu, meski semua ini tidak diakui dan hanya
jadi fungsi sembunyi yang dibenamkan ke bawah sadar. Lalu apabila mereka
mulai sadar, baik akibat studi atau paparan media massa, maka fungsi sembunyi
berubah menjadi fungsi nyata. Dan akibatnya adalah adanya perubahan perilaku
manusia atau masyarakat yang bersangkutan.
(d) Kepekaan akan fungsi-fungsi sembunyi dapat membuat orang lebih
hati-hati dalam menilai praktek-praktek atau kenyataan sosial. Biasanya
penilaian etis didasarkan pada fungsi-fungsi nyata yang dikenal secara umum
dan mudah menjadi tolok ukur untuk suatu pelukisan hitam putih. Pungutan188

pungutan siluman disebut korupsi atau kejahatan, atau begitu juga dengan
pelacuran yang merupakan pergaulan seksual di luar perkawinan demi imbalan
uang dikatakan sebagai kejahatan.
Penganut teori fungsionalisme struktural sering dituduh mengabaikan
variable konflik dan perubahan sosial dalam teori-teori mereka. Teori mereka
menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan
perubahan dalam masyarakat. Konsep utama mereka adalah fungsi, disfungsi,
fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (aquilibrium). Masyarakat
dipandang sebagai suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau
elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.
Menurut Geoge Ritzer (1985:25), asumsi dasar teori Fungsional Struktural
adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, juga berlaku fungsional
terhadap yang lainnya. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak
akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Teori ini cenderung melihat
sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dan karena itu
mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dalam
beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara
ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua
struktural adalah fungsional bagi suatu masyarakat.
Dengan demikian pada kondisi tertentu, misalnya peperangan, ketidak
samaan sosial, perbedaan ras bahkan kemiskinan diperlukan oleh suatu
masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-lahan dalam masyarakat.
Kalau terjadi konflik, maka penganut teori fungsionalisme struktural memutuskan
perhatiannya kepada masalah bagaimana cara menyelesaikannya sehingga
masyarakat tetap dalam keseimbangan.
Dalam memahami Teori Fungsionalisme Struktural, ada nama yang
sangat terkenal yang selalu melekat pada pengembang teori ini, yakni Talcott
Parsons yang akan dikaji secara khusus berikut ini.

C. TEORI FUNGSINALISME STRUKTURAL : Talcott Parsons

189

Teori Fungsionalisme Strukturalisme Parsons ini berkembang pesat,


terutama di Amerika Serikat . Teori ini merupakan pemahaman Parsons tentang
sistem sosial dalam kerangka A-G-I-L. Menurut Parsons sistem sosial dapat
dianalisa melalui persyaratan-persyaratan fungsional yang harus dimiliki oleh
sebuah struktur masyarakat atau sistem sosial dapat dikembangkan jika
memenuhi persyaratan-persyaratan fungsional dalam kerangka A-G-I-L.
Analisis Parsons (Johnson, 1986: 130) pada dasarnya merupakan bagan
AG-I-L yang menunjukkan seperangkat empat persyaratan fungsional yang
harus dimiliki oleh sistem sosial yaitu:
A-Adaption, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk
menghadapi lingkungannya. Ada dua dimensi permasalahan yang dapat
dibedakan, pertama harus ada suatu penyesuaian dan sistem itu terhadap
tuntutan kenyataan yang keras, yang tidak dapat diubah (inflexible) yang
datang dari lingkungan. Kedua, ada proses transformasi aktif dari situasi
itu. Ini meliputi penggunaan segi-segi situasi itu yang dapat dimanipulasi
sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi, usaha memperoleh alat
itu secara analitis harus dipisahkan dan pencapaian tujuan. Lingkungan
meliputi yang fisik dan yang sosial. Untuk suatu kelompok kecil lingkungan
sosial akan terdiri dan satuan intitusional yang lebih besar di mana
kelompok itu berada. Untuk sistem-sistem yang lebih besar seperti
masyarakat keseluruhan lingkungan akan meliputi sistem-sistem sosial
lainnya (misalnya masyarakat lain) dan lingkungan fisik. Dengan kata lain
agar masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan dirinya
dengan lingkungan maupun menyesuaikan lingkungan dengan dirinya.
G-Goal Attainment, merupakan persyaratan fungsionaI yang muncul
danri tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuannya Namun perhatian
yang diutamakan disini bukanlah tujuan pribadi individu, melainkan tujuan
bersama para anggota dalam suatu sistem sosial. Dalam salah satu dan
kedua hal itu pencapaian tujuan merupakan sejenis kulminasi tindakan
yang secara intrinsik memuaskan, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan
penyesuaian persiapan. Menurut skema alat, tujuan pencapaian maksud

190

ini adalah tujuannya, sedangkan tindakan penyesuaian yang sudah terjadi


sebelumnya merupakan alat untuk merealisasi tujuan ini. Pada tingkat
individu dan sistem sosial ada berbagai tujuan yang diinginkan. Jadi
persyaratan fungsional untuk mencapai tujuan akan meliputi pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan prioritas dan sekian banyak tujuan.
Sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan berusaha
mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
I-Integration,

merupakan

persyaratan

yang

berhubungan

dengan

integrasi antara para anggota dalam sistem sosial itu. Supaya sistem
sosial itu berfungsi secara efektif sebagai satu satuan, harus ada paling
kurang suatu tingkat solidaritas di antara individu yang termasuk di
dalamnya. Masalah integrasi menunjuk pada kebutuhan untuk menjamin
bahwa ikatan emosional yang cukup yang menghasilkan solidaritas dan
kerelaan untuk bekerja Sama dikembangkan dan dipertahankan. Ikatanikatan emosional ini tidak boleh tergantung pada keuntungan yang
diterima atau sumbangan yang diberikan untuk tercapainya tujuan individu
atau kolektif. Kalau tidak solidaritas sosial dan kesediaan untuk kerjasama
akan jauh lebih goyah sifatnya karena hanya didasarkan pada
kepentingan diri pribadi semata-mata. Jadi suatu masyarakat harus
mampu mengatur hubungan diantara komponennya agar dapat berfungsi
secara maksimal.
L-Latent Pattern Maintenance. Konsep Latency menunjukkar pada
berhentinya interaksi. Para anggota pada sistem sosial apa saja bisa letih
dan jenuh serta tunduk pada sistem sosial lainnya di mana mungkin
mereka terlibat. Karena itu semua sistem sosial harus berjaga-jaga sistem
itu suatu waktu kocar-kacir dan para anggotanya tidiak lagi bertindak atau
berinteraksi

sebagai

anggota

sistem.

Setiap

masyarakat

harus

mempertahankan, memperbaiki dan memperbaharui motivasi atau polapola budaya untuk menciptakan suasana yang tetap kondusif.
Keempat persyaratan fungsional yang fundamental yang digambarkan
dalam skema A-G-I-L Parsons di atas menunjukkan bahwa setiap sistem sosial
harus memiliki adaptasi dalam menghadapi lingkungannya dan harus memiliki
191

tujuan, sehingga setiap tindakan bersama para anggota dalam sistem sosial itu
diarahkan ada tujuan-tujuannya.
Pada setiap sistem sosial harus memiliki persyaratan integrasi karena
berkait dengan integrasi antara para anggota dalam sistem sosial itu agar sistem
sosial dapat berfungsi secara efektif sebagai satu- satuan. Karena itu dalam
sistem seperangkat solidaritas di antara individu merupakan satu keharusan dan
integrasi menjadi kebutuhan untuk menjamin adanya ikatan emosional yang
cukup dalam sistem sosial itu guna menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk
bekerja sama yang bahkan harus dikembangkan dan dipertahankan.
Mengenai Latent Pattern Maintenance atau strategi memertahankan pola
merupakan suatu keharusan bagi sistem sosial agar interaksi yang dibangun
dalam sistem sosial itu tetap masih dapat dipertahankan.
Menurut Johnson (1986:131) gerakan tahap dalam A-G-l-L itu antara lain
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Suatu ketegangan dalam sistem sosial dapat dilihat sebagai suatu
ketidaksesuaian antara suatu sistem sekarang ini dengan suatu keadaan yang
diinginkan sebagai atau kurangnya suatu pemuasan yang rnenyenangkan atau
keseimbangan

yang

semakin

berkurang.

Ketegangan

ini

merangsang

penyesuaian dan suatu tujuan tertentu serta menggiatkan semangat dorong


yang diarahkan ke pencapaian tujuan itu. Pencapaian tujuan itu memberikan
kepuasan yang dengan demikian mengatasi ketegangan atau menguranginya.
Tetapi sebelum suatu tujuan dapat tercapai harus ada suatu tahap penyesuaian
terhadap keadaan genting dan situasi dimana tenaga harus diarahkan dan alat
yang perlu untuk mencapai tujuan itu harus disiapkan. Selama tahap ini
pemuasan harus ditunda. Juga dalam kasus sistem sosial harus paling kurang
ada suatu tingkat solidaritas minimal di antara para anggota sehingga sistem itu
dapat bergerak sebagai satu satuan menuju tercapainya tujuan itu. Tetapi
tuntutan pelaksanaan tugas disiplin yang dikenakan pada para anggota
kelompok itu didalam bergerak maju menuju tujuan sistem akan seringkali
merusakkan solidaritas emosional. Jadi tahap pencapaian tujuan secara khas
diikuti oleh suatu tekanan pada interaksi di mana solidaritas keseluruhan
diperkuat terlepas dari usaha apa saja untuk tercapainya tugas instrumental.
192

Pada gilirannya tahap ini diikuti oleh tahap mempertahankan pola tanpa interaksi
atau bersifat laten (latent Pattern Maintenance).
Penjelasan Johnson di atas menggarnbarkan bagaimana keempat
masalah fungsional yang mendasar dalam satu sistem sosial dapat dilihat tahaptahap gerakannya melalui skema A-G-l-L tersebut.
D. TEORI KONFLIK
Teori konflik sebenarnya dibangun untuk menentang secara langsung
teori fungsionalisme struktural, karena teori ini dianggap kurang memperhatikan
fenomena konflik dalam kehidupan masyarakat, padahal sesungguhnya konflik
selalu hadir dalam setiap relasi sosial. Tidak mengherankan apabila proposisi
yang dikemukakan oleh penganut teori konflik selalu bertentangan dengan
proposisi dalam teori fungsionalisme struktural.
Teori konflik adalah suatu perspektif dalam sosiologi yang melihat
masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian yang
masing-masing komponennya memiliki kepentingan yang berbeda, dan masingmasing berusaha untuk menaklukkan guna memenuhi hasratnya. Teori ini
memiliki akar yang kuat dalam karya Karl Marx dalam teori sosiologi klasik.
Dasar ajaran Marx adalah penguasaan alat-alat produksi (mode of
production) dan barang-barang material dapat menyebabkan konflik sosial.
Menurut Marx, dalam proses produksi barang-barang material tersebut, ada dua
kelompok yang terlibat. Pertama adalah pemilik modal dan pemilik alat produksi
(kaum borjouis), kedua adalah kelompok pekerja (kaum proletariat) yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari yang pertama. Dalam pola hubungan yang
demikian ini, kaum proletariat dianggap memiliki posisi yang lemah (subordinat),
sehingga mereka mengalami alienasi (keterasingan) dalam bidang, : 1. alienasi
dari pekerjaannya, 2. alienasi dari hasil pekerjaannya, 3. alienasi dari pekerja
lainnya, dan, 4. alienasi dari kemampuan mereka (Raho, 2007).
Dalam kondisi seperti inilah kaum kapitalis (borjouis) sering terlibat konflik
yang tak terelakkan dengan kaum proletar, karena masing-masing memiliki
kepentingan yang saling berlawanan. Di satu pihak, ingin mendapatkan

193

keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi dilain pihak kaum proletar ingin


mendapatkan

upah

yang

selayak-layaknya.

Menurut

Marx,

konflik

ini

sesungguhnya bisa berakhir manakala ada perubahan yang mendasar dalam


sistem produksi dan pembagian yang lebih adil.
Teori konflik ini ketika itu berkembang di Eropa Barat pasca Revolusi
Industri, namun kemudian mulai muncul kembali dalam sosiologi Amerika Serikat
pada tahun 1960-an sesuai dengan kondisi masyarakat Amerika saat itu dalam
memasuki industrialiasi yang berjalan sangat cepat. Itulah sebabnya kehadiran
teori ini dianggap merupakan kebangkitan kembali gagasan yang diungkapkan
sebelumnya oleh Karl Marx maupun Max Weber. Kedua tokoh ini merupakan
teoritis konflik meski satu sama lain mereka berbeda. Oleh karena itu teori konflik
modernpun terpecah menjadi dua tipe utama, yaitu teori konflik neo-Marxian dan
teori konflik neo-Weberian. Versi neo-Marxian lebih terkenal dan berpengaruh
ketimbang versi neo-Weberian.
Kedua teoritisi konflik ini, Marxian dan Weberian menolak tegas terhadap
gagasan bahwa masyarakat cenderung kepada beberapa konsensus dasar atau
harmoni, dimana struktur masyarakat bekerja untuk kebaikan setiap orang.
Kedua teoritis ini memandang konflik dan pertentangan kepentingan serta
concern dari berbagai individu dan kelompok yang saling bertentangan adalah
determinan utama dalam pengorganisasian kehidupan sosial. Dengan kata lain
struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan
oleh berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang
terbatas untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan mereka. Karena
sumber-sumber daya ini dalam kadar tertentu selalu terbatas, maka konflik untuk
mendapatkannya akan selalu terjadi.
Marx dan Weber menerapkan gagasan umum ini dalam teori sosiologi
mereka dengan cara masing-masing yang mereka pandang menguntungkan.
Karl Marx (Stephen K. Sanderson, 1993:12-13) berpendapat bahwa bentukbentuk konflik yang terstruktur antara berbagai individu dan kelompok muncul
terutama melalui terbentuknya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi
sampai pada titik tertentu dalam evolusi kehidupan sosial manusia, hubungan
pribadi dalam produksi mulai menggantikan pemilihan komunal atas kekuatan
194

produksi. Dengan demikian masyarakat terpecah menjadi kelas-kelas sosial


berdasarkan kelompok-kelompok yang memiliki dan mereka yang tidak memiliki
kekuatan-kekuatan produksi. Dalam masyarakat yang telah berbagi berdasarkan
kelas, maka kelas sosial yang memiliki kekuatan-kekuatan produksi dapat
mensub-ordinasikan kelas sosial yang lain sekaligus memaksanya untuk bekerja
memenuhi kepentingannya. Jadilah kelas dominan menjalin hubungan dengan
kelas-kelas yang tersub-ordinasi dalam sebuah proses eksploitasi ekonomi.
Secara alamiah saja, kelas-kelas yang tersubordinasi ini akan marah karena
diekploitasi dan terdorong untuk memberontak dari kelasnya. Dalam situasi,
hanya negara yang mampu menekan pemberontakan tersebut dengan kekuatan.
Dengan demikian, teori Marx di atas memandang eksistensi hubungan
pribadi dalam produksi dan kelas-kelas sosial sebagai elemen kunci dalam
banyak masyarakat. Ia sangat yakin bahwa hubunga-hubungan kelas sosial
memainkan peranan yang krusial dalam membentuk pola-pola sosial suatu
masyarakat seperti sistem politik dan agama. Ia juga berpendapat bahwa
pertentangan antar kelas dominan dan kelas yang tersubordinasi memainkan
peranan sentral dalam menciptakan bentuk-bentuk penting perubahan sosial.
Sebenarnya sebagaimana yang ia kumandangkan, sejarah dari semua
masyarakat yang ada hingga kini adalah sejarah pertentangan-pertentangan
kelas. Dalam hal ini Stephen K. Sanderson (1993:12) menyebutkan bahwa,
beberapa strategi konflik Marxian-Modern adalah sebagai berikut:
1)

Kehidupan

sosial pada dasarnya

pertentangan

diantaradan

merupakan

didalam

arena

konflik atau

kelompok-kelompok

yang

kekuasaan-kekuasaan

politik

bertentangan.
2)

Sumber-sumber

daya

merupakan

penting,

hal

ekonomi

dan

sehingga

berbagai

kelompok

berusaha

merebutnya.
3)

Akibat tipikal dari pertentangan ini adalah pembagian masyarakat menjadi


kelompok yang determinan secara ekonomi dan kelompok yang
tersubordinasi.

195

4)

Pola-pola sosial dasar suatu masyarakat sangat ditentukan oleh pengaruh


sosial dari kelompok yang secara ekonomi merupakan kelompok yang
determinan.

5)

Konflik

dan

masyarakat

pertentangan
melahirkan

sosial

didalam

kekuatan-kekuatan

dan

diantara

yang

berbagai

menggerakkan

perubahan sosial.
6)

Karena konflik dan pertentangan merupakan ciri dasar kehidupan sosial,


maka perubahan sosial menjadi hal yang umum dan sering terjadi.
Berikutnya Stephen K Sanderson menjelaskan bahwa strategi konflik

Maxian secara essensial lebih merupakan strategi materialis ketimbang idealis.


Tentu saja ini tidak mengherankan, secara karena kenyataan menunjukkan
bahwa Marx mengusulkan gagasan bersifat materialistis dan konflik. Para teoritis
konflik Marxian memandang konflik sosial muncul terutama karena adanya
upaya untuk memperoleh akses kepada kondisi-kondisi material yang menopang
kehidupan sosial. Para teoritis ini melihat kedua fenomena ini sebagai
determinan krusial bagi pola-pola sosial dasar suatu masyarakat.
Sementara itu menurut R. Collins (Stephen K. Sanderson, 1993:13).
Weber menyakini bahwa konflik terjadi dengan cara yang jauh lebih dari sekedar
kondisi- kondisi material. Weber mengakui bahwa konflik dalam memperebutkan
sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar kehidupan sosial. Tetapi jangan
dilupakan bahwa banyak tipe-tipe konflik lain yang juga terjadi. Diantara berbagai
tipe konflik tersebut, Weber menekankan dua tipe yang sangat penting.
Pertama, yaitu bahwa konflik dalam arena politik sebagai sesuatu yang
sangat fundamental. Baginya kehidupan sosial dalam kadar tertentu merupakan
pertentangan untuk memperoleh kekuasaan dan dominasi oleh sebagian individu
dan kelompok tertentu terhadap yang lain dan dia tidak menganggap
pertentangan untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Sebaliknya Weber
melihat dalan kadar tertentu sebagai tujuan pertentangan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi. Lebih jelasnya Weber melihat dalam kadar tertentu
sebagai tujuan pertentangan itu sendiri; ia berpendapat bahwa pertentangan
untuk memperoleh kekuasaan tidaklah terbatas hanya pada organisasi-

196

organisasi politik formal, tetapi juga terjadi di dalam setiap tipe kelompok seperti
organisasi keagamaan dan pendidikan.
Kedua, adalah tipe konflik dalam hal gagasan dan cita-cita. Ia
berpendapat bahwa orang seringkali tertantang untuk memperoleh dominasi
dalam hal pandangan dunia mereka. Baik itu berupa doktrin keagamaan, filsafat
sosial ataupun konsepsi tentang bentuk gaya hidup kultural yang terbaik. Lebih
dari itu, gagasan cita-cita tersebut bukan hanya dipertentangkan, tetapi dijadikan
senjata atau alat dalam pertentangan lainnya, misalnya pertentangan politik. Jadi
orang dapat berkelahi untuk memperoleh kekuasaan dan pada saat yang sama,
berusaha saling meyakinkan satu sama lain bahwa bukan kekuasaan itu yang
mereka tuju tetapi kemenangan prinsip-prinsip yang secara etis dan filosofis
benar.
Dengan demikian jelaslah bahwa Weber bukan seorang materialis
ataupun idealis. Ia biasa disebut para sosiolog modern sebagai contoh seorang
pemikir yang mengkombinasikan pola penjelasan materialis dan idealis dalam
pendekatan sosiologis yang bersifat menyeluruh. Lebih jauh, Weber berpendapat
bahwa gagasan bukanlah semata-mata hasil dari kondisi-kondisi material yang
ada, tetapi keduanya seringkali signifikansi kausalnya sendiri-sendiri.
Jikalau kita urut perbedaan antara Marx Weber dan Karl Marx dalam hal
menyangkut kemungkinan untuk memecahkan konflik dasar dalam masyarakat
masa depan, dengan teori mereka di atas, maka terlihat seperti berikut:
1) Marx berpendapat bahwa karena konflik pada dasarnya muncul dalam
upaya memperoleh akses terhadap kekuatan-kekuatan produksi. Karenanya,
begitu kekuatan-kekuatan ini dikembangkan kepada seluruh masyarakat, maka
konflik dasar tersebut akan dapat dihapuskan. Jadi begitu kapitalis digantikan
dengan sosialisme, maka kelas-kelas akan terhapuskan dan pertentangan kelas
akan berhenti.
2) Weber memiliki pandangan yang jauh pesimistik. Ia percaya bahwa
pertentangan merupakan salah satu prinsip kehidupan sosial yang sangat kukuh
dan tak dapat dihilangkan. Dalam suatu tipe masyarakat masa depan, baik
kapitalis, sosialis atau tipe lainnya orang-orang akan tetap selalu bertarung
memperebutkan berbagai sumber daya. Karena itu Weber menduga bahwa
197

pembagian atau pembelaan sosial adalah cirri permanent dari semua


masyarakat yang sudah kompleks, walaupun tentu saja akan mengambil bentukbentuk dan juga tingkat kekerasan yang secara substansial sangat bervariasi.

Tokoh utama teori konflik ini setelah era Karl Marx dan Marx Weber yang
ternama adalah Ralp Dahredorf dan Lewis A. Coser.
Berbeda dari beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua
perspektif yang berbeda yaitu teori kaum fungsional struktural versus teori
konflik,

maka

Coser

mengemukakan

komitmennya

pada

kemungkinan

menyatukan pendekatan tersebut.


Lewis A. Coser (Margaret M. Poloma, 1992:103) mengakui bahwa
beberapa susunan struktural merupakan hasil persetujuan dan konsensus, yang
menunjukkan pada proses lain yaitu konflik sosial. Dalam membahas berbagai
situasi konflik, Coser membedakan konflik yang realistis dari yang tidak realistis.
Konflik yang realistis berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus
yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para
partisipan dan yang ditunjukkan pada obyek yang dianggap mengecewakan.
Para karyawan yang mengadakan pemogokan melawan manajemen merupakan
contoh dari konflik realistis, sejauh manajemen memang berkuasa dalam hal
kenaikan gaji serta berbagai keuntungan buruh lainnya. Adapun konflik yang
tidak realistis adalah yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang
antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari
salah

satu

pihak.

Contoh

lain

dalam

hubungan

antar

kelompok,

pengkambinghitaman digunakan untuk menggambar keadaan saat seseorang


menggunakan kelompok pengganti sebagai objek tersangka dengan tidak
melepaskan prasangka mereka terhadap kelompok-kelompok hewan.
Dalam hal lain, Lewis A. Coser (Margaret M. Poloma, 1992:113-117)
mengemukakan teori konflik dengan membahas tentang permusuhan dalam
hubungan-hubungan sosial yang intim, fungsionalitas konflik dan kondisi-kondisi
yang mempengaruhi konflik dengan kelompok luar dan struktur kelompok sosial,
sebagai berikut:

198

1) Permusuhan dalam hubungan sosial yang intim. Bila konflik


berkembang dalam hubungan-hubungan sosial yang intim, maka pemisahan
antara konflik realistis dan non realistis lebih sulit untuk dipertahankan. Karena
semakin dekat suatu hubungan, semakin besar rasa kasih sayang yang sudah
tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menelan
kebimbangan mengungkapkan rasa permusuhan.
Sedang pada hubungan-hubungan sekunder, seperti misalnya dengan
mitra bisnis, rasa permusuhan relatif masih dapat lebih bebas diungkapkan. Hal
ini tidak bias terjadi dalam hubungan-hubungan primer karena ketertibatan total
para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian bias
membahayakan hubungan tersebut. Yang bersifat paradoks ialah, semakin dekat
hubungan semakin sulit rasa permusuhan itu diungkapkan. Tetapi semakin lama
perasaan demikian ditekan, maka semakin penting pengungkapannya demi
mempertahankan hubungan yang intim tersebut. Akibatnya, adalah saat tak
tertahankan maka konflik itu benar-benar meledak, dan mungkin sangat keras.

2) Fungsionalitas konflik Coser mengutip hasil pengamatan George


Simmel yang menunjukkan bahwa konflik mungkin positif sebab dapat
merupakan

ketegangan

yang

terjadi

dalam

suatu

kelompok

dangan

memantapkan keutuhan dan keseimbangan. Sebagai contoh hasil pengamatan


Simmel terhadap masyarakat Yahudi, bahwa peningkatan konflik dalam
kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan dan ke
dalam masyarakat secara keseluruhan. Karena homogenitas mungkin penting
bagi kelangsungan suatu kelompok terisolir yang berarti konflik internal tidak
ada, meski hal ini dapat juga berarti kelemahan integrasi kelompok tersebut
dengan masyarakat secara keseluruhan. Orang-orang Yahudi yang tinggal
berbatasan dengan perkampungan bangsa Eropa dapat mengalami konflik in
group berkadar renfektif dalam masyarakat. Sementara di Amerika Serikat dapat
mencerminkan integrasi orang-orang Yahudi. Coser menyatakan bahwa tipe isu
subyek konflik akan menentukan apakah suatu konflik fungsional atau tidak.
Konflik

fungsional

positif

bilamana

tidak

mempertanyakan

dasar-dasar

hubungan, dan sebaliknya fungsional negatif jika menyerang suatu nilai inti. Bila
199

seseorang melangsungkan perkawinan misalnya karena ingin menjadi orang tua,


sedangkan pasangannya ingin tetap tidak punya anak, maka konflik tentang
punya atau tidak punya anak ini menyangkut perjanjian persetujuan mengenai
tujuan hubungan itu sendiri.
3) Coser berpendapat bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi konflik
dengan kelompok luar dan struktur kelompok akan membantu memantapkan
batas-batas struktural. Dan sebaliknya konflik dengan kelompok luar juga dapat
mempertinggi integrasi didalam kelompok. Tingkat konsensus kelompok sebelum
konflik terjadi merupakan hubungan timbal-balik paling penting dalam konteks
apakah konflik dapat mempertinggi persatuan kelompok. Namun bilamana
konsensus dasar suatu kelompok lemah, maka ancaman dari luar dapat
mengancam perpecahan. Penelitian tentang dampak depresi terdapat keluarga,
misalnya, telah menunjukkan bahwa keluarga-keluarga yang sebelum masa
depresi memiliki solidaritas internal yang rendah akan memberikan tanggapan
apatis dan akhirnya hancur, sedangkan keluarga dengan solidaritas tinggi
ternyata makin kuat.

Bila ditilik teori konflik dari Coser di atas, maka terlihat bahwa teori yang ia
kemukakan berbeda dengan analisis banyak kaum fungsionalis. Teoritis
fungsionalis memandang bahwa konflik itu merupakan disfungsional bagi suatu
kelompok. Sementara Coser memandang positif yaitu bahwa konflik membantu
mempertahankan struktur sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat merupakan
mekanisme

atau

filter

untuk

bentuk

kelompok

dan

batas-batasnya

dipertahankan. Bahkan lebih lanjut, ia berpendapat bahwa konflik dapat


menyatukan para anggota kelompok lewat pengukuhan kembali identitas
kelompok.

Coser juga menyebutkan konflik itu merupakan sumber kohesi atau


perpecahan kelompok tergantung atas asal mula ketegangan, isu tentang konflik,
cara bagaimana ketegangan itu ditangani yang penting adalah tipe struktur
dimana konflik itu berkembang. Berikutnya Coser juga menyebutkan bahwa
terdapat perbedaan antar konflik in group dan konflik dengan out group, antara
200

nilai inti dengan masalah dan lebih bersifat pinggiran, antara konflik yang
menghasilkan perubahan struktural lawan konflik yang disalurkan lewat lembagalembaga savety value yang salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai
untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Begitu pula
antara konflik pada struktur jaringan longgar dan struktur berjaringan ketat; dan
antara realistis dengan non realistis.
Faktor-faktor di atas secara keseluruhan akan menentukan fungsi konflik
sebagai suatu proses sosial. Teori Coser dalam hal ini lebih menggambarkan
fungsionalisme

konflik;

persfektif

integrasi

dan

persfektif

konflik

bukan

merupakan skema penjelasan yang saling bersaing; keduanya adalah teori-teori


parsial yang data atu peristiwa berhubungan dengan penjelasan teoritis yang
menyeluruh. Konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses
fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda merupakan
bagian dari seriap sistem sosial yang dapat dimengerti.
Ralf Dahrendorf melihat teori konflik sebagai teori parsial, menganggap
teori itu merupakan perspektif yang dapat digunakan untuk menganalisa
fenomena sosial. Ia menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik
dan sisi kerjasama. Kemudian ia menyempurnakan posisi tersebut dengan
menyatakan bahwa segala sesuatu yang dapat dianalisis dengan fungsionalisme
struktural, dapat pula dianalisis dengan teori konflik secara lebih baik
Ralf Dahrendorf (Margaret M. Poloma, 1952:45) menggunakan teori
perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan
kelasnya dalam masyarakat industri kontemporer. Kelas tidak berarti pemilikan
sarana-sarana produksi seperti yang dilakukan oleh Marx tetapi lebih merupakan
pemilikan kekuasaan yang mencangkup hak sah untuk menguasai orang lain.
Perjuangan kelas dalam masyarakat modern baik dalam perekonomian kapitalis
maupun komunis, dalam pemerintahan bebas dan totaliter, berada di seputar
pengendalian kekuasaan. Dahrendorf melihat kelompok-kelompok pertentangan
sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para
individu yang mampu berorganisasi. Proses ini ditempuh melalui perubahan
semua kelompok menjadi kelompok kepentingan yang mampu memberi dampak
pada

struktur.

Lembaga-lembaga

yang
201

berbentuk

sebagai

hasil

dari

kepentingan- kepentingan itu dan kemudian merupakan jembatan dimana


perubahan sosial itu terjadi. Berbagai usaha harus diarahkan untuk mengatur
pertentangan sosial melalui institusionalisasi yang efektif daripada melalui
penekanan pertentangan itu.
Berikutnya

Dahrendorf

mengemukakan

teori

konfliknya

melalui

pembahasan tentang wewenang dan posisi yang merupakan faktor sosial. Ia


berpendapat bahwa distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata
akan jadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis. Perbedaan
wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat.
Perbedaan posisi serta perbedaan wewenang di antara individu dalam
masyarakat itulah yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog. Struktur
yang sebenarnya dari konflik-konflik harus diperhatikan di dalam susunan
peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap kemungkinan
mendapatkan

dominasi.

Tugas

utama

menganalisis

konflik

adalah

mengidentifikasi sebagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.


Kekuasaan dan wewenang menurut Dahrendorf (George Ritzer; 1985:31)
senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam
setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang
tidak tunduk terhadap wewenang yang ada, akan terkena sanksi. Dengan
demikian masyarakat disebut oleh Dahrendorf sebagai persekutuan yang
terkoordinasi secara paksa. Kekuasaan itu selalu memisahkan dengan tegas
antara penguasa dan yang dikuasai, maka akibatnya dalam masyarakat selalu
terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan
dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara
substansial dan secara langsung di antara golongan-golongan itu. Pertentangan
itu

terjadi

dalam

dalam

situasi

golongan

yang

berkuasa

berusaha

mempertahankan status quo sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk


mengadakan perubahan-perubahan. Pertentangan kepentingan ini selalu ada
setiap waktu dan dalam setia struktur. Karena itu kekuasaan yang sah selalu
berada dalam keadaan terancam bahaya dalam golongan yang anti status quo.
Kepentingan yang terdapat dalam satu golongan tertentu selalu dinilai obyektif
oleh golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan dengan posisi
202

individu yang termasuk ke dalam golongan itu. Seorang individu akan bersikap
dan bertindak sesuai dengan cara-cara yang berlaku dan diharapkan oleh
golongannya. Dalam situasi konflik seorang individu akan menyesuaikan diri
dengan peranan yang diharapkan oleh golongan itu yang oleh Dahrendorf
disebut sebagai peranan laten. Selanjutnya, ia membedakan golongan yang
terlibat konflik itu atas dua tipe, yaitu kelompok semu (quasi group) dan
kelompok kepentingan (interest group). Kelompok semu merupakan kumpulan
dari para pemegang kekuasaan atau jabatan yang disertai kepentingan tertentu
yang lama terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan
kelompok kedua yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok banyak
yang lebih luas.
Kelompok kepentingan ini memiliki struktur, organisasi, program, tujuan
serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan ini yang menjadi sumber nyata
timbulnya konflik dalam masyarakat; kemudian terdapat mata rantai antara
konflik dan perubahan sosial, konflik ini memimpin kearah perubahan dan
pembangunan. Dalam situasi konflik, golongan ini akan terlihat melakukan
tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau
konflik itu terjadi secara hebat maka perubah yang timbul akan bersifat radikal.
Begitu juga jika konflik itu disertai oleh penggunaan kekerasan maka perubahan
struktural akan lebih efektif
Pandangan Dahrendorf (Magaret M. Poloma, 1992:134) tentang alasan
teoritis utama mengapa revolusi ala Marx tidak terjadi, ini disebabkan karena
pertentangan yang ada cenderung diatur melalui institusionalisasi. Pengaturan
atau institusionalisasi terbukti dari timbulnya serikat-serikat buruh yang telah
memperlancar mobilitas sosial serta mengatur konflik antara buruh dan
manajemen. Melalui institusionalisasi pertentangan tersebut, setiap masyarakat
mampu mengatasi masalah-masalah baru yang timbul. Dahrendorf menyatakan
bahwa institusionalisasi pertentangan kelas bermula dari pengakuan bahwa
buruh dan manajemen merupakan kelompok-kelompok kepentingan yang sah.
Organisasi

mengisyaratkan

keabsahan

kelompok-kelompok

kepentingan,

sehingga keberadaannya akan menghilangkan ancaman perang gerilya yang


bersifat permanent dan biasanya tak dapat diperhitungkan. Pada saat yang
203

sama

hal

ini

membuat

pengaturan

pertentangan

secara

sistematis

dimungkinkan, karena organisasi adalah institusionalisasi. Di dalam melancarkan


kritik sosiologis terhadap teori Karl Marx, Dahrendorf mendukung dan menolak
beberapa pernyataan Marx. Oleh karena perubahan sosial, sebagaimana yang
diramalkan Marx melalui revolusi, ternyata tidak terjadi di negara-negara industri.
Lebih daripada itu adalah jelas bahwa kelas-kelas sosial tidak lagi berdasarkan
atas pemilikan sarana-sarana produksi sebagaimana yang dinyatakan oleh Marx.
Walaupun demikian ia menerima ide pertentangan kelas sebagai satu bentuk
konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Kemudian ia memodifikasi teori
pertentangan kelas Marx dengan memasukkan perkembangan-perkembangan
yang terjadi akhir-akhir ini.
Menurut Dahrendorf, ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai
pengganti

konsepsi

pemilikan

sarana

produksi

yang

dijadikan

alasan

kemunculan perbedaan kelas oleh Marx. Yakni hubungan-hubungan kekuasaaan


yang menyangkut bawahan dan atasan akan memunculkan unsur-unsur bagi
kelahiran kelas; terdapat dikotomi antara mereka yang berkuasa dan yang
dikuasai. Dengan kata lain ada beberapa orang turut serta dalam struktur
kekuasan yang ada dalam kelompok, sedang yang lain tidak. Beberapa orang
turut serta dalam struktur kekuasaan yang ada dalam kelompok, sedang yang
lain tidak. Perbedaan dalam tingkat dominasi selalu sangat besar. Tetapi pada
dasarnya tetap terdapat dua sistem kelas (dalam perkumpulan khusus) yaitu
mereka yang berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan dan
mereka yang tidak berpatisipasi melalui penundukan.

Kalau ditilik bahasan Dahrendorf di atas, maka terlihat bahwa bahasan


teorinya tentang konflik itu lebih menekankan kekuasaan daripada pemilikan
sarana-sarana produksi, karena dalam masyarakat industri modern pemilik
sarana produksi tidak sepenting orang yang melaksanakan pengendalian atas
sarana itu.
Kenyataan ini terlihat terulang kembali pada pandangan teori konfliknya
berikut ini. Menurut Dahrendorf (Margaret M. Poloma, 1992:137) pertentangan
kelas harus dilihat sebagai kelompok-kelompok pertentangan yang berasal dari
204

struktur kekuasaan asosiasi-asosiasi yang terkoordinir secara pasti. Jika


kelompok-kelompok yang bertentangan itu ditetapkan sebagai kelompok
kepentingan, maka mereka akan terlibat dalam pertentangan yang niscaya akan
menimbulkan perubahan struktur sosial. Pertentangan antara buruh dan
manajemen yang merupakan topik permasalahan utama bagi Marx misalnya,
akan terlembaga lewat serikat-serikat buruh. Pada gilirannya serikat buruh
tersebut akan terlibat dalam pertentangan yang mengakibatkan perubahan di
bidang hukum serta ekonomi dan perubahan-perubahan konkrit dalam sistem
pelapisan masyarakat. Timbulnya kelas menengah baru, sebenarnya merupakan
suatu perubahan struktural yang berasal dari institusionalisasi pertentangan
kelas.
Menurut Margaret M. Poloma (1992:137-138), Dahrendorf menegaskan
bahwa teori konfliknya merupakan model pluralistis yang berbeda dengan model
dua kelas yang sederhana dari Karl Marx. Marx menggunakan seluruh
masyarkat sebagai unit analisis, dengan orang-orang yang mengendalikan
sarana produksi lewat pemilikan sarana tersebut atau orang yang tidak ikut
dalam pemilikan yang demikian. Manusia dibagi ke dalam kelompok yang punya
dan yang tidak punya. Dalam menggantikan hubungan-hubungan kekayaan
dengan hubungan kekuasaan sebagai inti dari teori kelas, Dahrendorf
menyatakan bahwa model dua kelas ini tidak dapat diterapkan pada masyarakat
secara keseluruhan tetapi hanya pada asosiasi-asosiasi tertentu yang ada dalam
suatu masyarakat kekayaan, status ekonomi san status sosial, walaupun bukan
merupakan determinan pencerminan kelas tetapi dapat mempengaruhi intensitas
pertentangan. Dalam hal ini Dahrendorf mengajukan proposinya yaitu, semakin
rendah korelasi ekonomi lainnya, maka semakin rendah intensitas pertentangan
kelas dan sebaliknya. Dengan kata lain kelompok-kelompok yang menikmati
status ekonomi relatif tinggi memiliki kemungkinan yang rendah untuk terlibat
dalam konflik yang keras dengan struktur kekuasaan daripada mereka yang
terbuang dari status sosial ekonomi dan kekuasaan.
Dari uraian di atas dapatlah terlihat bahwa terdapat perubahan nyata
antara

teori

fungsionalisme

struktural

dengan

teori

konflik.

Jika

teori

fungsionalisme struktural memandang bahwa masyarakat itu berada dalam


205

kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan, maka


menurut teori konflik malah sebaliknya yaitu bahwa masyarakat senantiasa
berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus
menerus diantara unsur-unsurnya. Kalau menurut teori fungsionalisme struktural,
setiap elemen atau setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas,
maka teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan
terhadap disintegrasi sosial.
Kontras lainnya adalah bahwa kalau penganut teori fungsionalisme
struktural melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma,
nilai-nilai dan moralitas umum, maka teori konflik menilai keteraturan yang
terdapat dalam masyarakat itu hanya disebabkan karena adanya tekanan atau
pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.
Sebenarnya antara teori fungsionalisme struktural dengan teori konflik
tidaklah saling menolak, tetapi saling melengkapi. Sosiolog yang baik pasti akan
memadukan kedua pendekatan ini untuk menelaah kehidupan sosial. Dengan
berbuat demikian ia akan memperoleh suatu gambaran yang lebih lengkap
tentang kondisi suatu masyarakat. Sebenarnya, asal struktural konflik sosial
terletak pada relasi-relasi hirakis berupa kuasa atau wewenang yang berlaku di
dalam kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi sosial. Setiap kesatuan itu
menunjukkan pembagian yang sama yakni antara sejumlah orang yang berada
di dalam posisi memegang kuasa dan wewenang dengan sejumlah besar lain
yang berada di posisi bawahannya.
Mengenai penalaran teori konflik ini dijelaskan oleh Karl J. Veeger
(1992:93-95) sebagai berikut:
1) Kedudukan orang-orang di dalam kelompok, atau masyarakat tidaklah
sama karena ada pihak yang berkuasa dan berwenang, dan ada pula pihak yang
tergantung.
2) Perbedaan dalam kedudukan menimbulkan kepentingan-kepentingan
yang berbeda pula. Yang satu hendak berhasil dalam kedudukannya yang tinggi,
mempertahankannya, memakai kesempatan-kesempatan khusus yang berkaitan
dengan jabatan, mengontrol arus informasi, dan mampu membalas jasa-jasa dari
mereka yang setia agar mereka lebih setia. Pihak yang satu ini cenderung
206

mengarah kepada konservatisme. Mereka berkepentingan dengan susunan yang


sedang berlaku. Pihak kedua tidak dapat bergerak, atau setidak-tidaknya
senantiasa merasa diri terancam dalam pergerakan, menunggu sambil mencari
kesempatan untuk mengubah status mereka (misalnya kenaikan gaji), tidak
menguasai privileged information, merasa iri hati terhadap pihak yang menikmati
kemudahan-kemudahan istimewa yang dibiayai pihak lain.
3) Mula-mula sebagian kepentingan-kepentingan yang berada itu tidak
disadari dan karenanya dapat disebut kepentingan tersembunyi (latent interest),
yang tidak akan mencetuskan aksi. Misalnya, berabad-abad lamanya bangsabangsa yang pernah dijajah tidak menyadari kepentingannya dan dininabobokan
oleh ideologi-ideologi palsu. Tetapi apabila latent interest ini menjadi manifest
interest, maka kedua belah pihak mulai bertindak. Pihak yang menyadari
ketertindasannya mengorganisir diri ke dalam kelompok-kelompok seperti partai
politik, serikat kerja, dan lain-lain, masing-masing dengan program perjuangan,
ideologi, dan alat-alat komunikasi sendiri. Pihak berkuasa juga mulai bertindak
dengan menahan orang tertentu, mengendalikan pers, larangan untuk
berkumpul, dan sebagainya. Kedua belah kelompok kepentingan sekarang
terlibat ke dalam konflik yang terus menerus yakni pertentangan status quo
versus pengubahnya.
4) Konflik akan berhasil membawa suatu perubahan daalam struktur
relasi-relasi sosial, jika kondisi-kondisi tertentu telah terpenuhi yaitu:

a)

K
ondisi-kondisi

yang

menyangkut

keorganisasian, seperti:
k

omunikasi

efektif,

pengerahan

dan penempatan tenaga kerja


yang tepat
k

esempatan
berasosiasi.
207

dan

kebebasan

ersedianya

perintis

(pendiri),

pemimpin.
b)

K
ondisi-kondisi yang menyangkut konflik
sendiri seperti:
a

danya mobilitas sosial, sehingga


individu-individu atau keluargakeluarga secara realistis dapat
mengharapkan

dan

memperjuangkan

perubahan

sosial.
e

kanisme / sarana-sarana efektif


dalam menangani dan mengatur
konflik sosial.
c)

A
khirnya

ada

kondisi-kondisi

menentukan

bentuk

dan

yang

besarnya

perubahan struktural. Perubahan yang


diharapkan

sampai

sejauh

mana

seorang pemimpin mampu dan kuat


mempertahankan
kekuasaannya
penekanan

kuasanya

serta
dari

atau

berapa

besar

kelompok

yang

mendominir?
F. TEORI KRITIS
Teori kritis ini adalah bagian sekaligus perkembangan dari teori konflik
yang sering disebut sebagai variasi teori Neo-Marxis. Teori kritis dikemukakan
oleh sekelompok ilmuwan dari Sekolah Frankfurt ( Frankfurt School), seperti
Marx Horkheimer, Theodor Adorno, Erich Fromm, Herbert Marcuse dan Jurgen
208

Habermas. Aliran ini disebut Frankfurt School karena para pendukungnya


bekerja pada Institut Riset Sosial Universitas Frankfurt Jerman Barat. Sebagian
terbesar dari mereka adalah berasal dari kelas menengah Yahudi dan saat
Perang Dunia II mereka melarikan diri ke Amerika Serikat. Teori yang mereka
kemukakan adalah teori kritis (Critical Theory), karena karya-karya mereka
adalah melakukan kritik dalam berbagai hal dalam kehidupan masyarakat (
Ritzer, 2010 : 176).
Ada beberapa kritik yang dilontarkan oleh Sekolah Franfurt terhadap
kondisi objektif yang berkembang di masyarakat, seperti kritik mereka kepada
ilmu sosial. Kritiknya adalah sebagai berikut :

Ilmu Sosial dinilai tidak bisa bersifat objektif , karena ide-idenya


adalah produk dari masyarakat dimana mereka hidup. Maka kita tidak
mungkin mencapai pengetahuan dan kesimpulan yang objektif, yakni
kesimpulan yang bebas dari pengaruh lingkungan dan masa tertentu.

Para ilmuwan sosial tidak boleh mengabaikan nilai-nilai dalam


karya mereka. Para kritikus tidak setuju dengan pendapat yang
mengatakan bahwa ilmu sosial itu bebas nilai. Sebaliknya mereka
harus bersikap kritis dan berpihak

pada terbangunnya perubahan

sosial.

Mereka juga mengritik Sosiologi yang dianggapnya sibuk dengan


pengembangan metode-metode ilmiah dan tidak perduli kepada nasib
banyak orang. Sosiologi mestinya menjadi agen perubahan sosial,
mereka harus melakukan kririk masyarakat dan menjadi pendorong
terjadinya perubahan masyarakat.

Selanjutnya kritik juga dilakukan untuk masyarakat modern dengan segala


komponennya, namun ada perbedaan antara kritik yang dilontarkan oleh Marx
dengan kritik dariSekolah Franfurt. Jika Karl Marx melakukan terhadap sistem
kapitalis yang menindas, maka kritik Sekolah Franfurt lebih diarahkan pada
sistem budaya yang juga menindas masyarakat. Menurut mereka kehidupan
yang mendominasi masyarakat modern telah beralih, dari bidang ekonomi ke
bidang kebudayaan. Itulah sebabnya, mereka ingin memusatkan perhatiannya

209

pada represi budaya atau tekanan yang disebabkan oleh budaya terhadap
individu (aktor).
Dipengaruhi

oleh

pikiran

Weber,

mereka

berpendapat

bahwa

rasionalitas merupakan unsur penting dan paling dominan dalam masyararat


modern. Menurut mereka, penyebab utama problem-problem sosial dalam
masyarakat modern telah mengalami pergeseran dari sebab-sebab ekonomi ke
sebab-sebab rasionalitas. Mereka membedakan dua macam rasionalitas, yaitu
rasionalitas formal dan rasinalitas substantif.
Rasionalitas formal ini berbeda dari rasionalitas substantif, rasionalitas
formal berkaitan dengan upaya-upaya yang efektif untuk mencapai tujuan
tertentu dan tujuan tertentu itu telah didefinisikan oleh para penguasa, sementara
rasionalitas substantif selalu mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti
keadilan, perdamaian, dan kebahagiaan dalam menentukan cara.
Menurut Herbert Mercuse : Sekalipun dunia modern ditandai oleh halhal yang kelihatannya rasional, namun masyarakat secara keseluruhan adalah
irasional atau tidak masuk akal (Ritzer, 2008). Selanjutnya Marcuse
menyatakan bahwa teknologi adalah suatu metode yang paling efektif untuk
mengontrol individu dari luar. Dia tidak percaya bahwa teknologi itu bersifat
netral. Sebaliknya ia melihat teknologi adalah alat untuk mempengaruhi dan
mendominasi orang lain. Contohnya adalah televisi, karena alat ini mampu untuk
mempengaruhi pendapat dan tindakan orang lain bahkan mampu untuk
memperbudak orang.

Marcuse tidak memusuhi televisi, tetapi harus diingat

bahwa televisi saat ini sebagai media yang sangat mendominasi kehidupan
masyarakat modern.
Sedangkan Erich Fromm melakukan kritik terhadap masyarakat
modern, karena teknologi dan sistem kapitalis telah menciptakan alienasi
didalam individu-individu namun sekaligus menciptakan kepribadian yang
otoriter. Studi Fromm terhadap prejudise dan anti semit menyimpulkan adanya
hubungan antara kepribadian dan struktur sosial.
Dalam kajian tentang kebudayaan, para ilmuwan Sekolah Franfurt
sangat pesimis dengan kebudayaan kontemporer yang disebutnya sebagai
kebudayaan massa. Kebudayaan massa adalah kebudayaan yang merupakan
210

produk industri, seperti budaya yang disebarluaskan oleh jaringan televisi.


Kebudayaan massa disebutnya sebagai kebudayaan yang penuh kepalsuan.
Efek dari budaya ini adalah upaya menentramkan, membius tetapi sekaligus
menekan orang, sehingga individu tidak memiliki kreativitas melainkan mengikuti
begitu saja apa yang terjadi. Adorno kemudian mencontohkan musik jazz dan
musik pop, yang dianggapnya sebagai budaya yang membuat individu-individu
menjadi pasif dan telah meningkatkan alienasi didalam diri individu-individu.
F.TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
Teori Interaksionisme Simbolik ini merupakan sisi lain dari pandangan
yang melihat individu sebagai produk yang ditentukan oleh masyarakat. Istilah
Interaksi Simbolik digunakan pertama kali oleh Herbert Blumer, yang
menekankan pada perspektif psikologi sosial, yakni memusatkan perhatiannya
pada analisis hubungan antar pribadi (Raho, 2007 : 95).
Meski

istilah

ini

digunakan

pertama

kali

oleh

Blumer,

namun

kenyataannya teori ini justru berkembang ditangan dua orang tokoh besarnya
yaitu

John

Dewey

dan

Charles

Horton

Cooley.

Kedua

tokoh

ini

mengembangkan teori Interaksionisme Simbolik di Universitas Michigan. Dewey


yang kemudian pindah ke Universitas Chicago mempengaruhi beberapa orang
tokoh di sana seperti W.I.Thomas dan G.H.Mead. Adapun Robert Park yang
sedang studi di Harvard di bawah dua orang tokoh teori Interaksionisme Simbolik
lainnya yaituWilliam James dan Josiah Royce, kemudian juga pindah ke
Universitas Chicago. Robert Park yang datang dengan membawa pengaruh dari
George Simmel yang berpengalaman di dunia pendidikan dan persuratkabara,
mendorong pemikiran Interaksionisme Simbolik bergeser kea rah empirisme.
Karena itu tidak mengherankan bila pemikiran aliran Chicago lebih filosofis dan
empiris daripada pemikiran Harvard ini merupakan antitesa dalam berbagai
tingkat terhadap kepentingan aliran Chicago. Oleh karena itu teori abstrak yang
dihasilkan oleh Harvard diuji kebenarannya melalui penelitian empiris oleh
pengikut Interaksionisme Simbolik.

211

Pada teori ini menurut Margaret M. Poloma (1992:277), konseptualisasi


diri dianggap sedang mengalami proses dan tidak benar-benar menyesuaikan
diri dengan apa yang dicita-citakan yaitu manusia kaum fungsionalis yang terlalu
disosialisir. Orang rnenerapkan makna subyektif pada dunia obyek mereka,
daripada hanya menerima penafsiran realitas obyektif yang telah dirancang
sebelumnya. Kemudian struktur sosial dilihat sebagai produk interaksi bersama
para anggota masyarakat daripada sebagai kenyataan dalam dirinya, seperti
yang dipostulatkan oleh Emile Durkheim dan kaum fungsionalis yang dewasa ini
merupakan pengikutnya.
Disamping kedua tokoh

utama dan tokoh-tokoh lainnya dari teori

interaksionisme simbolik di atas, tak dapat disisihkan peranan Hebert Blumer


dalam mengembangkan teori ini, karenanya ia disebut juga sebagai tokoh
modern dari teori Interaksionisme simbolik.
Menurut Blumer (George Ritzer, 1985:61) istilah interaksionisme simbolik
menunjukan kepada sifat khas dan interaksi antar manusia. Kekhasannya,
adalah bahwa manusia saling rnenerjemahkan dan saling mendefinisikan
tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dan tindakan seseorang
terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung
terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas makna yang diberikan
terhadap tindakan orang lain itu. interaksi antar individu, diatur oleh penggunaan
simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling niemahami
maksud dari tindakan masing-masing. Sehingga dalam proses interaksi manusia
itu bukan suatu proses saat adanya stimulis secara otomatis dan langsung
menimbulkan tanggapan atau respons. Tetapi antara stimulus yang diterima dan
respon yang terjadi sesudahnya oIeh proses interpretasi diantaranya oleh si
aktor. Jelas proses interpretasi ini adalah proses berfikir yang merupakan
kemampuan yang dimiliki manusia. Proses interpretasi yang menjadi penengah
antara stimulus dan respon menempati posisi kunci dalam teori intraksionisme
simbolik.
Disamping itu menurut hebert Blumer (Margaret M. Poloma, 1992:277),
tindakan-tindakan bersama yang mampu membentuk struktur atau lembaga itu

212

hanya mungkin disebabkan oleh interaksi simbolis, yang dalam menyampaikan


makna menggunakan isyarat dan bahasa melaui simbol-simbol.
Menurut Margaret M. Poloma (1992:227) premis-premis Interaksionisme
simbolis Blumer tersebut membimbingnya dalam menetapkan garis besar
metodologi penelitian. Tindakan sosial harus dilihat sebagai suatu proses dan
berhubungan dengan bagaimana tindakan itu terbentuk. Karena itu organisasi
struktur sosial dilihat sebagai tindakan organisasi. Interaksionisme simbolik
mencoba menjelaskan bagaimana cara para partisipan membatasi, menafsirkan
dan menangkap situasi yang kemudian memperlancar pembentukan struktur
atau

perubahannya.

Dalarn

peneIitian

empiris,

hakikat

prosedural

pembembentukan diri dan struktur sosial tidak boleh diabaikan.


Berbeda

dan

pandangan

paradigma

fakta

sosial

menurut

teori

Interaksionisme simbolik fakta sosial bukanlah merupakan barang sesuatu yang


mengendalikan dan memaksakan tindakan manusia. Fakta social sebagai aspek
yang memang penting dalam kehidupan niasyarakat, ditempatkan didalam
kerangka symbol-simbol interaksi manusia.
Menurut George Ritzer

(I985:62) Blumer kembali menyatakan bahwa

organisasi rnasyarakat jadi faktor sosial, merupakan kerangka atau wadah


tindakan-tindakan sosial rnengambil tempat, bukan merupakan faktor penentu
dari tindakan sosial. Pengorganisasian dan perubahan- perubahan yang terjadi
di dalam masyarakat itu adalah hasil dari kegiatan unit-unit tindakan bukan
karena kekuatan-kekuatan yang terletak di luar perhitungan unit-unit tindakan itu.
Kumpulan orang-orang yang merupakan unit-unit tindakan tidak bertindak
menurut kultur, struktur sosial atau kesukaannya saja, melainkan bertindak
menurut situasi tententu.
Menurut

George

Hebert

dalam

membahas

teorinya

tentang

Interaksionisme simbolik (Karl J. Verger. I 992:95-96) melukiskan mind (pikiran


manusia) sebagai salah satu cara bertindak manusia yang berlangsung di dalam
diri individu. Mind ini merupakan sejenis interaksi individu dengan dirinya sendiri,
yaitu percakapan atau konservasi dalam batinnya sendiri, dimana bagian yang
satu menanggapi, mengulas bahkan membandingkannya apa yang telah
dikemukakan pada bagian lainnya kadang-kadang dapat didengar, ini terjadi
213

apabila mereka menduga Ia dalam kesendiriannya. Bersama waktu pula mind ini
selalu berkaitan dengan orang-orang lain, mind ini tidak pernah merupakan suatu
kegiatan atau produk seseorang yang terkucilkan yang terjadi lepas, bebas dan
kontrak sosial. Karena merupakan proses interaksi dan bagian dan interaksi
dengan orang lain. Sama dengan Charles Horton Cooley, Mead menyatakan,
bahwa mind memiliki corak sosial. Sebenarnya harus dikatakan bahwa
percakapan dalam bathin adalah pencakapan antara aku dengan yang lain di
dalam aku. Dalam pikiran saya memberi tanggapan kepada diri saya bahwa atas
cara merekalah akan memberi tanggapan kepada saya.
Menurut Mead (Karl J. Veeger, 1992:97), isyarat merupakan simbol yang
mengandung arti tertentu. oleh Karena itu interaksi antara manusia berlangsung
bukan melalui isyarat-isyarat melainkan symbol-sirribol, khususnya adalah
bahasa. Manusia tidak beraksi secara pasif dan mekanis terhadap factor-faktor
sosial seperti struktur-struktur sosial, sistem, kaidah-kaidah dan perananperanan tertentu dalam masyarakat dan secara psikologis (kenafsuan,
keinginan, sikap dan motivasi), tetapi dari merancang perilakunya secara aktif
yaitu:
1) Ia mengarahkan atau menghadirkan diri pada hal-hal yang
didengar, dilihat atau diperitahkan.
2) Ia rnenafsirkan semua (suatu kejadian kreatif).
3) Selalu memperhitungkan situasi konkrit dan spesifik dimana 1) dan 2)
terjadi.

Jadi
kebudayaan,
menentukan

tidak

disangkal

stratifikasi
perilaku

bahwa

ada

peranan-peranan

dan

hanya

unsur-unsur
sosial,

merupakan

struktural,

tetapi

mereka

kondisi-kondisinya.

seperti
tidak
Waktu

mempelajar konsep peranan sosial, telah dilihat bahwa menurut pandangan


interaksionisme simbolik, peranan sosial tidak langsung mengenakan kepada
orang yang bersangkutan. Ia tidak dicetak antara peranan dan perilaku, tetapi
terjadi proses interprestasi dan evaluasi, Orang yang diminta bertindak,
menempatkan diri dalam posisi orang lain untuk mencari tahu apa yang
dimaksudkan pihak lain dan bagamana ia harus memberi tanggapan.
214

Konsep diri atas identitas seseorang timbul atas cara yang sama.
Lingkungan

sosial

mnyampaikan

kepada

seseorang

bahwa

ia

adalah

mahasiswa, generasi muda, orang jawa, orang Katolik dan sebagainya. Lalu
rnenyampaikan itu senantiasa merangsang tanggapan individual seseorang.
Identitas diri (self) merupakan hasil dari proses-proses interaksional yang
bertahap-tahap. Mead hendak menghindari determinasi dengan menganalisis
kompisisi berganda dari diri. Menurut Mead, diri adalah terbentuk dari dua
unsur, yaitu daku (me) dan aku (I). Me boleh dikatakan merupakan unsur
sosial dalam diri orang dan terdiri dari generalized other dari semua sikap,
makna dan simbol yang telah dibatinkan dan dikerahkan oleh individu pada saat
dan dalam situasi tertentu Me adalah pemantulan orang lain atau lingkungan
sosial: I rnerupakan unsur individual dan bagian diri orang yang kreatif, merasa
bebas, dan mampu rnengungkapan diri. Idan Me bersama-sama sambil saling
menembusi dan merembes-rembes rnenentukan dan rnelahirkar perilaku
manusia.
Walaupun Herbert Blumer berusaha membuat pernyataan-pernyataan
metodologis sebagai tokoh terkemuka interaksionisme simbolis modern, yang
berlandaskan pada teorinya ini, akan tetapi dalam penelitian empiris, konsep
seperti ini menurut Margaret M, Poloma ( 1992:277) tetap saja masih kabur dan
sulit dijabarkan.
Sebagai anggota disiplin yang menentukan pentingnya pengujian dan
verifikasi teori, banyak para sosiolog termasuk anggota interaksionisme simbolis
aliran jawa menganggap rumusan teori dan metoda interaksionisme simbolis
Blumer ini Mustahil diterapkan dalam penelitian. Masa depan interaksionisme
simbolis sebagai perspektif sosiologis tetap kabur.
Beberapa ahli teori interaksionisme yang terdahulu sudah beralih ke
perspektif otnometodologis suatu teori yang banyak memiliki prmis-premis
interaksionisme simbolis, tetapi tetap mencoba menggabungkan teori ini dengan
penelitian empiris.
Akhirnya usaha-usaha untuk menganalisis teori-teori sosiologi dan
strukturnya dalam bab ini memerlukan telah yang seksama terhadap perspektifperspektif umum yang akan dapat menjelaskan berbagai proses terjadinya
215

pelembagaan maupun perkembangan. Apabila dikemukakan mengenai masalah


ketertiban sosial yang menjadi pusat perhatian sosiologi karena pernyataan yang
dilontarkan oleh Thomas Hobbes, seorang filosof terkemuka pada abad ke 17,
maka hal itu tidak berarti bahwa teori-teori sosiolog selalu dapat memberikan
jawaban-jawaban untuk menanggulangi masalah-masalah yang timbul didalam
masyarakat.
Dalam bukunya yang berjudul Leviathan, Hobbes pernah menyatakan
bahwa keadaan alamiah masyarakat manusia senantiasa diliputi rasa takut dan
terancam bahaya kematian karena kekerasan. Dikatakan Hobbes, bahwa
kehidupan manusia selalu dalam keadaan menyendiri, miskin, penuh kekotoran
dan kekerasan serta jangka waktu kehidupannya pendek. Apbila manusia
dibiarkan menanggung nasibnya sendiri, maka manusia akan menjadi korban
keinginan merebut kekuasaan dan kepentingan, sehingga sebenarnya manusia
dikuasai

oleh

motif-motif

untuk

memenuhi

kepentingan

dirinya.

Dalam

menghadapi situasi yang secara potensial mengembangkan hasrat untuk


berperang dan adanya konflik, Hobbes mengajukan masalah bagaimana
caranya menciptakan suatu organisasi dan ketertiban sosial yang selanjutnya
dapat dipelihara dengan baik.
Pada umumnya para sosiolog sependapat dengan asumsi-asumsi
Hobbes tentang keadaan alamiah manusia. Namun dalam hal ini, yang paling
penting adalah bahwa Hobbes telah mengajukan suatu masalah fundamental
mengenai pembetulan teori dalam sosiologi yakni bagaimana dan mengapa ada
masyarakat, beserta kemungkinan pembentukannya. Masalah berintikan pada
hal ihwal ketertiban yang mungkin ada tanpa menghapuskan keadaan alamiah
manusia.
Ketertiban bukanlah suatu proses untuk memerangi motif-motif pribadi
manusia. Masalah yang diajukan Hobbes di atas menurut Soerjono Soekanto
(1988:9), merupakan suatu faktor yang menyebabkan para ahli sosiologi
menaruh perhatian pada niasalah bagaimana pola-pola organisasi sosial
terbentuk, dipelihara dan mengalarni perubahan-perubahan.
Keinginan untuk rnengetahui bagaimana pola organisasi sosial terbentuk
dipelihara dan berubah, merupakan dorongan untuk merumuskan berbagai
216

pertanyaan-pertanyaan teoritis rnengenai terbentuknya kelompok-kelompok


organisasi.

lembaga

dan

sebenarnya.

Usaha-usaha

untuk

mempelajari

masyarakat dan unit-unit sosial yang lebih kecil telah mengungkapkan berbagai
data mengenai pola-pola kehidupan organisasi serta proses-proses internal yang
terjadi. Pada saat itulah timbul teori-teori sosiologis yang merupakan kegiatan
yang

mencoba

menjelaskan

proses-proses

pelembagaan

dan

perkembangannya. Ruang lingkup dan masalahnya adalah melalui prosesproses bagaimanakah terbentuk berbagai tipe struktur sosial, dan bagaimanakah
struktur sosial itu berkembang, berubah atau bahkan hapus. Walaupun penelitian
dilakukan terhadap kelompok-kelompok kecil yang teratur maupun yang tidak
teratur, atau bahkan terhadap masyarakat luas, akan tetapi teori sosiologi
memusatkan perhatiannya pada kondisi-kondisi yang terjadi dalam proses dan
pola struktur sosial.
Kenyataan inilah yang dibahas oleh keempat teori sosiologi di atas atau
dalam bab ini. Biar bagaimanapun teori itu adalah merupakan suatu kegiatan
intelektual paling tidak atau sedikit mengandung tiga tujuan pokok seperti yang
dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1984: 10) sebagai berikut:
1) Menyusun suatu klasifikasi dan mengorganisasi berbagai gejala agar
dapat digolongkan ke dalam suatu perspektif tertentu.
2) Manjelaskan factor-faktor yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala
dimasa lalu dan mencoba membuat prediksi bilamana, dimana dan
bagaimana gejaIa-gejala yang akan diambil di masa mendatang.
3) Menyajikan suatu pemahaman mengenai mengapa dan bagaimana
gejala-gejala tertentu itu terjadi.

G. INTERAKSI SIMBOLIK : Erving Goffman


Erving Goffman cenderung melihat kehidupan sosial sebagai satu seri
drama atau seri pertunjukan dimana para aktor memainkan peran-peran tertentu.
Pendekatan ini disebut pendekatan dramaturgi. Dalam pendekatan ini dia
membandingkan kehidupan sosial sebagai sebuah pertunjukkan atau drama.
Dalam pertunjukkan itu, panggung berarti lokasi atau tempat dimana kehidupan

217

sosial berlangsung, drama atau pertunjukan adalah kehidupan sosial, sedang


aktor atau aktris adalah posisi atau status-status tertentu dalam kehidupan
masyarakat.
Dalam memahami dramaturginya Goffman, maka ia berbicara tentang
beberapa bagian yang terdapat dalam sebuah pertunjukan drama atau teater,
yaitu : front stage (panggung depan), personal front ( properti), appearance
(penampilan), manner (gaya) dan back stage (bagian belakang panggung).
Bagian panggung depan (front stage) berfungsi untuk mendefinisikan
situasi. Kemudian Goffman masih membedakan bagian-bagian dari front stage.
Ada bagian yang disebut setting. Setting adalah bagian-bagian yang secara fisik
(alat-alat) yang harus berada disana apabila si aktor tampil. Tanpa ada setting,
seorang aktor tidak mungkin tampil, demikian pula dalam kehidupan masyarakat,
seseorang yang menduduki posisi tertentu harus memiliki kelengkapan tertentu
untuk menjalankan tugasnya. Misalnya ruang operasi untuk ahli bedah, literature
untuk seorang dosen, cangkul untuk petani, canting untuk pembatik, dan lainlain. Personal front merupakan properti untuk memberi kesan yang kuat kepada
penonton, sehingga penonton langsung dapat memahami dan mengidentifikasi
peran apa yang sedang diperankan oleh aktor.
Personal Fronf oleh Goffman masih dibagi menjadi : appearance
(penampilan) dan manner (gaya). Appearance menunjukkan atribut yang dapat
menunjukkan kepada penonton tentang status sosial yang mereka miliki.
Sedangkan manner menunjukkan model atau gaya yang dimainkan oleh aktor
dalam performennya. Appearance dan manner harus menyatu dan konsisten.
Menurut Goffman, ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dalam
sebuah dramaturgi, terutama ketika seoarang aktor berada dalam fronf stage :

Seorang aktor hendaknya mampu menyembunyikan keburukankeburukan atau tindakan-tindakan yang negatif, karena
dianggap tidak kompatibel dengan pertunjukan yang
dilakoninya.

Misalnya

seorang

dokter

harus

menyembunyikan hal-hal yang negatif yang berlawanan


dengan profesinya.

218

Aktor harus mampu menyembunyikan kekeliruan-kekeliruan yang


terjadi selama latihan, sehingga ia perform secara
sempurna.

Seorang aktor harus menekan perasaan yang ada pada dirinya,


sehingga perasaan itu (benci, sakit hati, dendam bahkan
cinta, sayang atau empati) tidak mempengaruhinya ketika
berada di front stage. Yang ada hanya peran yang sesuai
dengan skenarionya.

Salah satu aspek dari dramaturgi, khususnya dalam frot stages


bahwa si aktor atau aktris harus seringkali mencoba untuk
memberikan kesan bahwa mereka lebih dekat dengan
penonton

daripada

Seorang

aktor

kenyataan

harus

yang

memperkuat

sesungguhnya.
kesan

bahwa

pementasan yang sedang dilakoninya adalah pementasan


yang paling penting dalam kehidupan mereka.

Jika penonton menemukan kekeliruan, mereka mengharapkan


bahwa hal itu tidak bakal merubah citra mereka dimata
penonton.

Salah satu teknik yang digunakan oleh aktor dalam melakukan


pertunjukkan adalah melakukan mystification, yaitu aktor
berusaha

menjaga

jarak

dengan

penonton

untuk

menciptakan kekaguman-kekaguman agar image aktor


tetap terjaga.
Goffman juga berusaha untuk menempatkan panggung belakang (back
stage) sebagai arena yang memunculkan tindakan-tindakan atau perilaku yang
non formal yang akan muncul. Front stage biasanya tertutup atau terpisah dari
bagian panggung depan. Si aktor sangat tidak mengharapkan apa yang terjadi
pada panggung belakang diketahui oleh penonton. Performance akan menjadi
sangat sulit manakala mereka tidak berhasil mencegah penonton memasuki
wilayah back stage.

219

Dalam dunia sosial, back stage ini adalah tempat atau arena dimana
seorang individu tidak perlu bertingkah laku sesuai dengan harapan-harapan
orang dari statusnya itu. Panggung belakang merupakan wilayah yang bersifat
privat (pribadi), sehingga orang luar tidak perlu menyaksikan aktivitas-aktivitas
yang bersifat privat.
Panggung politik di Indonesia pada akhir-akhir ini (setelah era otonomi
daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung) sangat cocok bila
dianalisis dengan teori dramaturginya Erving Goffman. Apa yang ditampilkan
oleh para kandidat kepala daerah ketika mereka menggandeng calon lain dari
partai yang berbeda untuk menjadi wakil bupati, wakil walikota bahkan wakil
gubernur ataupun wakil presiden adalah panggung depan yang terlihat oleh
masyarakat . Masyarakat tidak mengetahui bagaimana proses rekruitmen para
kandidat tersebut ketika mereka diusung oleh partai-partai potik yang berbedabeda, bahkan dengan latar belakang ideologis dan platform yang berbeda pula.
Ada deal-deal tertentu ataupun negosiasi-negosiasi khusus yang bagaimanakah
yang telah dimainkan oleh para aktor politik

dibelakang panggung, dimana

penonton (masyarakat) tidak perlu tahu pembicaraan yang terjadi di arena back
stage.
Ada perbedaan yang nyata antara panggung depan dengan panggung
belakang, terutama agenda-agenda yang tidak terlihat di panggung belakang.
Bagaimana mungkin partai yang secara ideologi dan pendukung dengan latar
belakang yang berbeda terkadang dapat dipertemukan dalam ajang pilkada atau
pilgub, kalau tidak ada drama di panggung belakang yang penuh dengan tekateki yang tidak terlihat di panggung depan. Masyarakat penonton hanya mampu
menebak atau mengira-ngira skenario apa yang sedang dimainkan oleh para
aktor di back stage, apakah ada permainan uang ataupun ada agenda khusus
yang tersembunyi yang berkaitan dengan strategi pilpres mendatang. Semua
hanyalah permainan sandiwara yang terjadi dalam drama kehidupan politik di
Indonesia saat ini.

220

221

BAB VII
PENGETAHUAN DASAR ANTROPOLOGI
1. Pengertian Dan Latar Belakang Antropologi
Sebelum memasuki ruang lingkup dan kajian antropologi, ada
baiknya terlebih dahulu kita berkenalan dengan antropologi itu sendiri.

222

Maksudnya agar kita sebagai pemula, memiliki pengetahuan dan


pemahaman lebih dini tentang apa itu antropologi dan bagaimana sifat
dan hakekatnya.
Oleh sebab itu memulai dengan pengertian antropologi diharapkan
kita akan dapat memiliki gambaran awal tentang apa yang ingin kita
pelajari dalam antropologi, sehingga perkenalan ini menjadi amat penting
karena kita akan dihadapkan dengan berbagai istilah dan konsep-konsep
yang barangkali masih asing dalam khasanah pengetahuan kita.
Sesungguhnya sejak masuknya bidang studi IPS dalam kurikulum
1975 sampai dengan kurikulum 2004 ini, antropologi senantiasa
memberilcan peranan yang nyata dalam pengembangan materi IPS
(social studies) terutama lewat konsep-konsep dasarnya, seperti:
kebudayaan, peradaban, ras, suku, bangsa, sistem kekerabatan dan lainlain, yang telah kukuh, menyatu dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dan materi pelajaran IPS di sekolah.
Dilihat secara etimologis, istilah antropologi berasal dan dua kata,
yaitu anthropos (Latin) yang berarti manusia dan logos (Yunani) yang
berarti ilmu. Jadi antropologi adalah ilmu tentang manusia. Namun
pengertian tentang manusia sangat luas dan memiliki berbagai aspek.
Oleh sebab itu perlu dibuat suatu definisi (batasan pengertian), sehingga
kita dapat mengetahui dengan jelas apa sesungguhnya obyek kajian
antropologi itu dan sejauh mana ruang lingkupnya.
Berikut ini akan diturunkan beberapa pendapat para ahli yang telah
memberikan batasan pengertian tentang antropologi.
Koentjaraningrat.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari makhluk antropos atau
manusia dan merupakan paduan dari beberapa ilmu yang masing-masing
mempelajari masalah-masalah khusus mengenai makhluk manusia.
William A. Haviland
Antropologi adalah suatu studi tentang manusia yang berusaha
menyusun

generalisasi

yang

bermanfaat

223

tentang

manusia

dan

perilakunya dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang


keanekaragaman manusia.
Harsojo
Antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari umat
manusia sebagai makhluk masyarakat. Perhatian ilmu pengetahuan
ini ditujukan kepada sifat khusus badaniah dan cara produksi, tradisi
dan nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda
dari pergaulan hidup lainnya.
Bila disimpulkan pendapat-pendapat tersebut di atas, akan
diperoleh difinisi sebagai berikut:
Antropologi adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari makhluk

manusia, baik manusia ditinjau dari fisik atau biologisnya (bentuk fisik, ciriciri tubuh dan perkembangannya, maupun manusia ditinjau dari sosiobudayanya (sistem sosial dan perkembangan kebudayaannya).
Yang harus diingat, antropologi bukanlah satu-satunya ilmu yang
mempelajari manusia, karena manusia sebagai makhluk hidup dengan
segala perilakunya juga dikaji dalam berbagai disiplin ilmu, seperti
sosiologi,

sejarah,

psikologi,

politik,

hukum,

biologi,

filsafat

dan

sebagainya. Disamping itu antropologi juga rnempunyai tujuan bersama


dengan ilmu-ilmu sosial lainnya maupun dengan ilmu-ilmu alamiah,
seperti: Fisika, Kimia, Astronomi dan lain-lain dalam membangun struktur
Ilmu Pengetahuan untuk kesejahteraan umat manusia. Hanya saja ahli
antropologi

mempunyai

kemampuan

khusus

dalam

memperoleh

pandangan umum yang luas dan menyeluruh tentang organisme biologis


dan kebudayaan makhluk manusia.
Sebagai gambaran bahwa seorang ahli antropologi sosial-budaya
dalam bekerja atau melakukan penelitian dapat tinggal selama berbulanbulan bahkan bertahun-tahun bersama dengan masyarakat atau obyek
yang ditelitinya.
Dalam melakukan penelitian di lapangan, mereka datang sendiri
dan menceburkan diri dalam suatu masyarakat untuk mendapatkan
224

keterangan tentang gejala kehidupan manusia dan kebudayaannya. Disitu


mereka melakukan observasi dan wawancara secara mendalam untuk
mengumpulkan bahan keterangan dari orang-orang yang ditunjuk sebagai
informan.

Seorang

informan

bukanlah

sembarang

orang,

tetapi

merupakan orang-orang yang terpilih yang diharapkan dapat memberikan


keterangan secara lengkap dan terpercaya tentang keadaan masyarakat
yang sedang ditelitinya.
Seorang antropologi hams mampu beradaptasi dengan masyarakat
lingkungannya dan berusaha merasakan hidup seperti mereka (empati)
serta memahami kehidupannya secara total, tanpa hrus mempengaruhi
dan memberi arahan kepada masyarakat agar mengikuti kehendak
peneliti.
Dengan begitu mereka dapat memperoleh data secara obyektif
untuk kemudian diolah dan dianalisa, sehingga tersusunlah suatu laporan
yang menggambarkan secara utuh dan menyeluruh tentang kondisi sosial
dan kebudayaan masyarakat tersebut.
Ruang lingkup dan kajian antropologi sesungguhnya sangat luas,
tetapi ada sementara anggapan para ahli antropologi adalah orang-orang
yang menjelajahi pelosok dunia yang belum dikenal untuk mempelajani
bangsa-bangsa asing dan suku-suku terasing sebagai orang-orang yang
menggali permukaan bumi untuk menemukan sisa-sisa atau alat-alat dan
artefak-artefak yang dipergunakan oleh manusia yang hidup pada suatu
masa yang begitu jauh jaraknya dengan masa kini.
Anggapan tersebut memang tidak salah, tetapi lebih bersifat
stereotipe. Sebab latar belakang lahirnya antropologi memang didasarkan
pada:
a. Melalui bahan-bahan keterangan tentang adat-istiadat dan bentukbentuk kehidupan masyarakat di luar kebudayaan Eropa seperti Asia,
Afrika, Amerika Latin dan Oseania yang ditulis oleh orang-orang Eropa
pada saat mereka mulai melakukan ekspansi perdagangan dan
kekuasaan.

225

b. Dari kisah-kisah perjalanan para pelaut dan musafir bangsa Eropa


yang melakukan perjalanan jauh di beberapa belahan dunia yang
belum mcreka ketahui.
c. Bahan-bahan laporan dari para missionnanis Nasrani saat mereka
menyebarluaskan agamanya.
d. Beberapa karangan dan laporan yang ditulis oleh para pegawai
pemenintah penjajah dari negara-negara Eropa.
Kemudian bahan-bahan itu disusun secara sistematis dalam
berbagai tulisan yang biasa disebut bahan ethnografi, termasuk
didalamnya penulisan tentang ciri-ciri tubuh manusia secara luas. Melalui
penulisan tersebut kemudian Iahirlah konsep-konsep seperti ras yang
didasarkan pada ciri-ciri tengkorak, klasifikasi aneka warna ciri-ciri tubuh
manusia yang kemudian dikembangkan dengan masalah penyebaran
kebudayaan manusia.
Hanya saja cara penulisannya tidak mempergunakan kaidahkaidah ilmiah sebagaimana mestinya, sehingga hasil laporannya menjadi
kurang obyektif. Meskipun demikian harus diakui, melalui aktivitasaktivitas yang impresif tersebut antropologi dapat berkembang seperti
sekarang ini.
Perkembangan dan sasaran peneletiannyapun sejak lebih dari 70
tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun 1930 tidak lagi hanya suku-suku
bangsa primitif yang tinggal di benua-benua di luar Eropa saja, melainkan
sudah beralih kepada manusia di daerah pedesaan pada umumnya, baik
ditinjau dari bentuk fisiknya, masyarakatnya serta kebudayaannya. Dalam
hal ini perhatian tidak hanya tertuju kepada penduduk daerah pedesaan di
luar Eropa, tetapi juga kepada suku-suku bangsa di daerah pedesaan di
Eropa (seperti suku bangsa Soami, Flam, Lapp, Inlandia, penduduk
pegunungan Siera dan lain-lain) dan kepada penduduk kota kecil di
Amerika Serikat (Middletown, Jonesivile dan lain-lain).
Bahkan

sekitar

tahun

1930-1940

telah

berkembang

studi

antropologi yang memusatkan perhatiannya kepada penduduk perkotaan.


Robert Redfield adalah orang pertama yang melakukan penelitian di kota
226

Yucatan-Mexico,

sehingga

dia

dianggap

sebagai

pelopor

dalam

antropologi perkotaan.
Gambaran tersebut di atas sekaligus dapat menepis anggapan
bahwa antropologi bukanlah ilmu yang hanya mengkaji dan mempelajari
masyarakat primitif atau kebudayaan suku bangsa terasing, tetapi ruang
lingkup dan kajian antropologi telah berkembang pesat menjadi disiplin
ilmu yang mampu mengkaji sistem kemasyarakatan dan kebudayaan
pada masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan.

2. Perbedaan Kajian Antropologi Fisik dan Antropologi Budaya.


Secara garis besar disiplin antropologi dibagi menjadi dua cabang
besar, yaitu: Antropologi Fisik (Ragawi) dan Antropologi Budaya. Untuk lebih
jelasnya akan dikaji satu persatu sebagai berikut:
1. Antropologi Fisik (Ragawi)
Antropologi fisik memusatkan perhatiannya kepada manusia
sebagai organisme, dan salah satu yang menjadi pokok perhatiannya
adalah evolusi manusia. Melalui analisis terhadap fosil-fosil dan
pengamatan terhadap primat-primat yang masih hidup, ahli antropologi
fisik berupaya melacak nenek moyang jenis manusia untuk mengetahui
bagaimana, kapan dan mengapa kita menjadi jenis makhluk seperti
sekarang ini.
Bidang lain dari antropologi fisik adalah studi tentang berbagai
variasi umat manusia. Meskipun kita semua adalah anggota dari satu
jenis, secara menyolok atau tidak kita ini berbeda-beda. Kita tidak hanya
berbeda dalam hal yang tampak, seperti warna kulit, bentuk mata, bentuk
hidung, jenis dan wama rambut, tetapi mengenal faktor-faktor biokimia
seperti golongan darah dan kepekaan terhadap penyakit tertentu. Para
ahli antropologi fisik modern menggunakan pengetahuan genetika dan
biokimia untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang variasi umat
manusia dan cara orang menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang
beraneka ragam.

227

Dalam antropologi fisik terdapat pandangan bahwa manusia dapat


digolongkan berdasarkan kesamaan struktur kedalam kelas mammalia,
famili homoniidae, ordo primat, genus homo dan species homo sapiens.
species homo sapiends tersebut terpecah dalam kelompok-kelompok ras.
Seperti kita ketahui, manusia adalah makhluk yang hidup dalam
lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan transenden. Dari
ketiga lingkungan itu, lingkungan alamlah yang berkembang menjadi
ekologi manusia dan ternyata mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap struktur tubuh manusia dan perkembangannya. Sebagai contoh
dapat disebutkan bahwa kemungkinan ada hubungan antara ukuran celah
hidung dari berbagai ras dengan perbedaan derajat kelembaban udara
dan temperature di lain daerah di muka bumi. Sayap hidung orang Negro
yang lebar dan sayap hidung orang-orang Eropa Utara yang sempit
memberikan contoh yang baik tentang adanya hubungan itu. Perbedaan
lingkungan ekologis sangat berpengaruh pada kebutuhan tubuh manusia,
seperti untuk memanaskan udara dingin akan berpengaruh pada selaput
lendir yang panas kemudian masuk ke paru-paru, maka sayap hidung
orang Eropa yang lebih sempit merupakan contoh yang baik yang
menunjukkan

ada

hubungan

antara

bentuk

fisik

dengan

alam

sekelilingnya.
Satu cabang baru dalam antropologi fisik adalah penyelidikan
terhadap proses perubahan yang berhubungan dengan keturunan. Ilmu
yang menyelidiki masalah ini ialah ilmu genetika. Antropologi fisik tidak
semata-mata merupakan studi yang sifatnya teoritis saja, sebab diantara
ahlinya terdapat mereka yang menggunakan ilmu itu untuk keperluan
praktis. Mereka disebut kaum applide physical anthropologist, yang
memusatkan perhatiannya pada pengukuran manusia secara anatomis
fisiologis untuk menentukan misalnya standar tentang pakaian, alat
senjata untuk angkatan bersenjata, tempat duduk kendaraan umum, kursi
roda untuk penyandang cacat tertentu dan lain-lain.
Penyelidikan antropologi fisik empiris belum terlalu tua usianya,
diperkirakan baru dimulai pada abad 17. Hal tersebut disebabkan oleh
228

keengganan orang yang hidup sebelum abad 17 untuk melakukan


konfrontasi spiritual dan intelektual dengan diri sendiri. Keengganan itu
disebabkan oleh pandangan skolastik yang sangat keras tentang tempat
manusia dalam sistem penciptaan. Baru setelah abad 17 tinjauan analitis
mulai berkembang dan studi ini makin tumbuh dalam abad 18. Namanama seperti Lineus, Blumenbach dan Petrus Camper sangat terkenal
dalam perkembangan antropologi fisik. Dan dalam abad ke 19, tampillah
tokoh-tokoh yang lebih besar, seperti De Lamach dan Charles Darwin
yang mengemukakan ajaran tentang teori evolusi organik atau evolusi
biologi dengan sangat jelas.
Kajian di atas telah memberi arah kepada kita bahwa studi
antropologi fisik meliputi studi mengenai tempat manusia di dalam
klasifikasi zoologi, hubungan antara manusia dengan makhluk lain yang
bukan manusia, perkembangan evolosi makhluk hidup, teori evolusi
organik, masalah keturunan dan ras sebagai konsepsi biologis.
Dan kajian ini dapat disusun suatu batasan pengertian atas definisi
dan antropologi fisik dengan cabang-cabangnya.
Antropologi fisik adalah bagian antropologi yang mempelajari
tentang usul-usul manusia, bentuk fisik dan ciri-ciri tubuhnya serta
penyebarannya di muka bumi.
Antropologi fisik ini dibagi atas:
1. Paleoantropologi :

Ilmu bagian antropologi yang menyelidiki asal-

usul atau terjadinya evolusi makhluk manusia dan


penyebarannya dengan mempergunakan bahan
penelitian dari kerangka manusia atau tulang-tulang
yang sudah menjadi fosil.
2. Somatologi

: Ilmu bagian antropologi yang mempelajari varitas


manusia yang masih hidup, antara lain tentang
perbedaan warna kulit, mata, rambut, bentuk muka,
indeks tengkorak, golongan darah, perbedaan seks
dan perbedaan varitas perseorangan.

229

Dalam perkembangan selanjutnya sesuai dengan kekhususan lapangan


penyelidikannya, antropologi fisik terpecah dalam cabang-cabang ilmu
yang lebih kecil, seperti:
a. Palaeontologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang aneka wama
bentuk fisik manusia yang telah tidak ada lagi hidup di dunia dan
tentang makhluk lain yang erat hubungannya dengan manusia.
b. Evolusi manusia, yaitu ilmu yang mempelajari tentang tahap-tahap
pertumbuhan dan tingkat perkembangan manusia yang dimulai dari
makhluk bukan manusia.
c. Antropometri, yaitu ilmu yang mempelajari tentang teknik-teknik
pengukuran tubuh manusia.
d. Antropologi rasial, yaitu ilmu yang mempelajari tentang perbedaan
penggolongan manusia yang didasarkan pada kelompok ras, sejarah
dan percampuran ras.
e. Studi tentang perbandingan dan pertumbuhan organik dan antropologi
konstitusional, yaitu ilmu yang mempelajari predisposisi dari tubuh
manusia terhadap penyakit tertentu dan tingkah laku khusus seperti
tingkah laku krimunal.
2. Antropologi Budaya.
Satu cabang besar dari antropologi yang mempelajari tentang
kebudayaan dari berbagai bangsa di seluruh dunia adalah Antropologi
Budaya. Ilmu ini menyelidiki bagaimana manusia mampu berkebudayaan
dan mengembangkan kebudayaannya sepanjang masa. Ahli yang
pertama kali mengemukakan definisi kebudayaan secara sistematis
adalah E.B. Taylor. Dalam bukunya yang sangat terkenal Prmitive
Culture, ia menulis bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan lain
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Antropologi budaya mempelajari seluruh cara hidup manusia. Ilmu
ini mempelajari bagaimana manusia dengan akal dan kemampuan
fisiknya berhasil mengubah lingkungannya yang tidak ditentukan oleh pola
230

naluriah, tetapi berhasil mengubah lingkungan hidupnya berdasarkan


pengalaman dan proses belajar dalam arti yang seluas-luasnya.
Sebagai gambaran dapat dicontohkan disini bahwa semua tingkah
laku yang digerakkan oleh insting dan naluri tidak termasuk dalam
kebudayaan, meskipun dapat mempengaruhi kebudayaan. Kebutuhan
akan makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam
kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan-kebutuhan itu dipenuhi, apa
yang kita makan, bagaimana cara kita makan, bagaimana cara mencari
makan dan bagaimana kebutuhan-kebutuhan itu dapat dipenuhi adalah
bagian dan kebudayaan. Jadi, semua orang makan, tetapi kebudayaan
yang berbeda melakukan kegiatan dasar itu dengan cara-cara yang
sangat berbeda pula.
Kebudayaan sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat
esensial bagi kehidupan manusia. Hanya manusialah yang mampu
berkebudayaan, sedangkan hewan tidak memiliki kemampuan tersebut.
Salah satu sebab dasar mengapa manusia dapat memiliki kebudayaan
adalah karena manusia dapat berbahasa dan belajar. Kemampuan ini
disebabkan oleh karena manusia dapat menggunakan lambang dan tanda
yang bersumber pada akal manusia. Dan karena kebudayaan diperoleh
dengan jalan belajar dalam arti luas dan bukan didapatkan dari sejak lahir
atau diturunkan, maka ujud kebudayaan itu tidak seragam melainkan
sangat beraneka ragam, tergantung dari lingkungan alam, lingkungan
sosial dan sejarah perkembangannya.
Antropologi
kebudayaan

budaya

manusia

dan

mempelajari
mencoba

segala
memberikan

keanekaragaman
jawaban

atas

pertanyaan mengapa suatu kelompok masyarakat, suatu etnik atau


bahkan suatu bangsa berbeda adat istiadatnya, cara hidupnya, sistem
kepercayaannya, sistem ekonominya berbeda dengan suku bangsa atau
bangsa lainnya. Atau lebih kongkrit lagi, antropologi budaya mencoba
memaharni mengapa orang Batak memiliki adat istiadat, cara hidup dan
sistem religi yang berbeda dengan orang Minangkabau meskipun mereka
berada di pulau yang sama, yaitu pulau Sumatera, begitu juga orang Jawa
231

dengan orang Sunda di pulau Jawa, orang Bugis dan orang Makasar di
pulau sulawesi dan lain sebagainya.
Lebih luas daripada itu mengapa kebudayaan Jepang berbeda
dengan kebudayaan Arab, kebudayaan orang-orang Eropa berbeda
dengan kebudayaan orang Indonesia dan sebagainya.
Tetapi antropologi budaya ternyata tidak hanya mempelajari aneka
ragam kebudayaan, tetapi juga membicarakan tentang asal-usul, sejarah
perkembangan

suatu

kebudayaan

sampai

kepada

bagaimana

kebudayaan itu menyebar dan berasimilasi dengan kebudayaan lainnya.


Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan disajikan pengertian
antropologi budaya dan beberapa cabang ilmu yang berkaitan dengan
antropologi budaya.
Antropologi Budaya adalah bagian antropologi yang mempelajari tentang
asal-usul kebudayaan manusia yang meliputi sejarah perkembangan dan
penyebarannya, terjadinya aneka warna kebudayaan dan aneka ragam
bahasa yang diucapkan serta aspek-aspek kemasyarakatan manusia.
Antropologi Budaya terbagi atas:
a. Frehisteri atau Arkeologi Prehistori, yaitu cabang khusus dari
antropologi budaya yang mempelajari sejarah perkembangan dan
penyebaran kebudayaan manusia dalam jaman sebelum manusia
mengenal tulisan.
b. Etnolinguistik atau antropologi Linguistik, yaitu cabang antropologi
budaya yang mempelajari tentang asal-usul bahasa, perkembangan
dan penyebarannya.
c. Etnologi, yaitu cabang khusus antropologi budaya yang mempelajari
tentang kebudayaan-kebudayaan dari sebanyak mungkin suku bangsa
yang tersebar di seluruh dunia pada masa sekarang ini.
Dalam proses perkembangannnya Etnologi terbagi menjadi:
a. Etnologi dalam arti khusus (Antropologi Diakromik)
b. Antropologi Sosial (Antropologi Sinkronik).
3. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Perkembangan Antropologi

232

Ada beberapa tokoh penting yang berperan dalam mewarnai


perkembangan antropologi budaya, diantaranya adalah:
1. Edward Burnett Tylor (1832-1917)
EB Tylor dilahirkan di London Inggris pada
tgl. 2 Oktober 1832 dan keluarga Quaker
yang kaya. Tylor tidak pernah mendapatkan
pendidikan formal di Universitas, tetapi ia
adalah seseorang yang memiliki bakat
alamiah yang luar biasa, sehingga dan
bakatnya tersebut ia banyak belajar tentang
kesusasteraan dan peradaban Yunani dan
Romawi Klasik untuk kemudian tertarik
mempelajari arkeologi
Sebagai orang yang dianggap menguasai ilmu arkeologi, maka
pada tahun 1856 ia turut dalam suatu ekspedisi Inggris untuk menggali
benda-benda arkeologi di Mexico, yang kemudian menghasilkan
seluruh karya tulis yang berjudul: Anahuac or Mexico and the
Mexicans, Ancieat and Modern (1861). Buku ini merupakan karya
pertama dari EB. Tylor dari beratus-ratus buku dan karangan yang
terbit kemudian.
Berikut jasanya yang begitu besar di bidang arkeologi dan
etnografi, menjadikan ia diangkat menjadi guru besar antropologi pada
Oxford University pada tahun 1883. Tylor juga sering dianggap
sebagai bapak antropologi Inggris dan di negara-negara yang
berbahasa Jnggris. Melalui karya-karyanya, terutama dari bukunya
yang berjudul: Researches into the Early History of Man kind (1817),
sangat tampak pendidikannya sebagai penganut dan cara berpikir
Evolusionisme.
Menurut

EB

Tylor,

seorang

ahli

antropologi

bertujuan

mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan yang beraneka ragam di


dunia, mencari unsur-unsur persamaan dalam kebudayaan itu, dan
kemudian mengklasifikasikannya berdasarkan unsur-unsur persamaan
233

itu sedemikian rupa, sehingga tampak sejarah evolusi kebudayaan


manusia dan satu tingkat ketingkat yang lain.
Suatu penelitian yang hampir serupa dilakukan sendiri dengan
mengambil

unsur

pokok

kebudayaan,

seperti

sistem

religie,

kepercayaan, kesusasteraan, adat istiadat, upacara dan kesenian.


Penelitian ini menghasilkan karya-karya terpenting, yaitu Primitive
Culture Researches into the Developmnt of Mythology, Philosophy,
Religion, Language, Art and Custom (1874),
Khusus pada bukunya yang berjudul: Primitive Celture, EB
Tylor dikenal sebagai ahli antropologi yang pertama kali memberikan
definisi tentang Culture (kebudayaan) secara rinci dan lengkap.
Menurut Tylor, kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang
komplek, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai kemampuan lain
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Sebagai seorang tokoh aliran klasik dalam Antropologi budaya,
Tylor juga dikenal sebagai tokoh utama penganut Teori Evolusi
Religie. Ia mengajukan teorinya tentang asal mula religie, yang
berbunyi sebagai berikut: Asal mula religie (yang kemudian oleh Tylor
disebut sebagai animisme), adalah kesadaran manusia akan adanya
jiwa.
Kesadaran akan adanya faham jiwa itu disebabkan karena dua hal:
(1)

Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang


hidup dan hal-hal yang mati. Satu organisme pada satu saat
bergerak, artinya hidup, tetapi tidak lama kemudian organisme itu
tidak bergerak lagi, artinya mati. Maka manusia mulai sadar akan
adanya sesuatu kekuatan yang menyebabkan gerak itu, yaitu jiwa.

(2) Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di


tempat-tempat lain, maka manusia mulai membedakan antara
tubuh jasmani yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian lain dan

234

dirinya yang pergi ke tempat lain. Bagian lain itulah yang disebut
jiwa.
Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada
manusia, bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh
jasmaninya. Pada waktu hidup, jiwa itu masih tersangkut kepada tubuh
jasmani dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur
atau pingsan. Karena pada saat-saat serupa itu kekuatan hidup pergi
melayang, maka tubuh berada dalam keadaan lemah. Tetapi Tylor
berpendirian bahwa walaupun sedang melayang, hubungan jiwa
dengan jasmani pada saat tidur atau pingsan, masih tetap ada. Hanya
apabila manusia mati, jiwanya melayang terlepas, dan terputuslah
hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya.
2. Branislaw Malinowski (1884-1942).
Malinowski dilahirkan di Cracow, Polandia pada
tahun 1884, sebagai putra keluarga bangsawan
yang

sangat

terpandang.

Ayahnya

adalah

seorang guru besar dalam ilmu Sastra Slavilc,


sehingga

tidak

mengherankan

apabila

Malinowski memperoleh pendidikan yang kelak


memberikan karier yang sangat memadai di
bidang akademik.
Pada tahun 1908 ia lulus Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam dan
Universitas Cracow, namun selama studinya ia gemar membaca buku
tentang Folklore dan dongeng-dongeng rakyat sehingga ia menjadi
tertarik terhadap ilmu psikologi.
Ketertarikannya pada folklore menyebabkan ia banyak membaca
buku J.G. Frazer, The Golden Bough, mengenai ilmu gaib, yang
menyebabkan ia tertarik kepada ilmu etnologi. Ia melanjutkan belajar di
London School of Economics, tetapi karena di Perguruan Tinggi itu tidak
ada ilmu foilciore, maka ia memilih ilmu yang paling dekat dengan kedua
perhatiannya itu, yaitu ilmu yang disebut Sosiologi Empitikal. Gurunya
antara lain adalah ahli etnologi, yaitu CG. Seligman.
235

Pada tahun 1916, Malinowski mendapat gelar doktor dalam ilmu


tersebut dengan menyerahkan dua buku karangannya, yaitu: The Family
Among The Australian Aborigines (1913) dan The Native Of Maila
(1913) sebagai ganti disertasi. Dan buku itulah menyebabkan ia sangat
tertarik kepada penelitian lapangan terutama pada masyarakat dan
kebudayaan di sekitar Australia dan kepulauan Pasifik Selatan.
Branislaw

Malinowski

adalah

tokoh

utama

dari

aliran

Fungsionalisme, karena karyanya yang sangat monumental dan menarik


perhatian dunia ilmu etnologi dan antropologi, yaitu: The Argonauts of the
Western Pasific (1922). Setelah itu disusul karya-karya berikutnya,
seperti:
Crime and Custom in Savage Sociaty (1926) dan The Sexual Life
of the Savages (1929). Ketiga buku itu berlatar belakang masyarakat dan
kebudayaan suku bangsa. Trobriand di daerah Pasifik Selatan. Pada
tahun 1927, Malinowski diangkat menjadi guru besar dalam ilmu
antropologi, suatu jabatan yang pertama kali diadakan di London School
of Economics path waktu itu.
Sebagai guru besar antropologi yang memiliki perhatian besar
terhadap pengembangan antropologi terapan, maka Malinowski banyak
diundang menjadi dosen tamu di berbagai Universitas di Eropa dan di
Amerika dalam dasawasa antara tahun 1926 dan 1936.
Karya Etnograsi Malinowski dari hasil penelitian lapangan di
Kepulauan Troksiand di sebelah tenggara Papua Nugini yang berjudul
The
Argonauts of the Western Pasific (1922) telah banyak menarik
perhatian kalangan luas, tidak hanya diantara para ahli antropologi, tetapi
juga para ahli sosiologi dan kalangan awan.
Sesuatu yang sangat unik dan etnografi Malinowski yang belum
pernah dilakukan oleh pengarang etnografi sebelumnya adalah cara
Malinowski menggambarkan hubungan terkait antara sistem Kula
dengan lingkungan alam sekitar pulau-pulau serta berbagai macam unsur
kebudayaan dan penduduknya, keindahan laut karangnya, maka wama
236

flora, pola pemukiman komunitas, arti lingkungan alam, barang-barang


yang diperdagangkan dalam kula, sistem kekerabatan serta kaitannya
dengan kerjasama dalam sistem kula. Bahan-bahan keterangan tersebut
diuraikan dengan gaya bahasa yang sangat lancar dan memikat,
sehingga seluruh aktivitas kehidupan masyarakat Trobriand tampak
terbayang di depan mata sebagai suatu sistem sosial yang berintegrasi
secara fungsional.
3. Radcliffe Brown (1881 - 1955).
Radcliffe Brown dilahirkan di Inggris pada th.
1881, adalah seorang ahli antropologi yang menjadi tokoh utama dari aliran struktural fungsional. Brown dan para pengikutnya berpendapat
bahwa setiap kebiasaan dan kepercayaan dalam
masyarakat mempunyai fungsi tertentu, yang
berfungsi untuk melestarikan struktur masyarakat yang bersangkutan, susunan dan bagianbagiannya yang teratur, sehingga masyarakat tersebut tetap lestari. Jadi
pekerjaan ahli antropologi adalah mempelajari cara-cara bagaimana
kebiasaan dan kepercayaan memecahkan masalah yang berhubungan
dengan pemeliharaan sistem. Studi semacam ini akan menghasilkan
hukum-hukum umum tentang perilaku manusia.
Karya terpenting dan Radcliffe Brown adalah sebuah deskripsi
mengenai kebudayaan penduduk Negrito di kepulauan Andaman, yaitu:
The Andaman Islanders (1922) bersamaan dengan terbitnya buku
Malinowski The Argonauts of the western Pasific (1922).
Dibandingkan dengan etnografi Malinowski tentang penduduk
Trobriand, maka etnografi Radcliffe Brown tentang kebudayaan penduduk
kepulauan Andaman, memang tidak sekaya dan selengkap karya
Malinowski.
Etnografi Brown hanya mengandung deskripsi mengenai organisasi
sosial secara umum, tidak mendetril dan lebih banyak mengenai upacara
keagamaan dan mitologi. Disamping itu ada beberapa deskripsi tentang
237

pengetahuan dan teknologi serta bahasa-bahasa orang Andaman tetapi


tidak terintegrasi dalam tubuh etnografinya, hanya merupakan lampiran
atau appendix saja.
Kekeringan bahan etnografi Radcliffe Brown dibandingkan dengan
etnografi Malinowski yang luar biasa karyanya tersebut, disebabkan
karena Malinowski lebih lama tinggal di desa-desa penduduk Toobriand
daripada Radcliffe Brown di desa-desa Andaman. Wawancara juga tidak
dilakukan dengan cara bergaul secara intensif dengan orang-orang
Andaman serta protisipasi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi hanya
terbatas pada kunjungan-kunjungan singkat kepada beberapa informan
tertentu melalui seorang penterjemah.
Meskipun etnografi Brown tidak dapat dibandingkan dengan karya
Malinowski, tetapi dipandang dari kualitas dan kuantitas bahan dan
datanya serta dan gaya bahasa dan metodologinya, etnografi The
Andaman Islanders adalah contoh lain dari suatu deskripsi terintegrasi
secara struktural fungsional, dimana berbagai upacara agama dikaitkan
dengan mitologi atau dongeng-dongeng suci yang dikaitkan dengan
struktur dari komunitas desa Andaman yang kecil menjadi tampakjelas.
4. Franz Boas (1858 - 1942).
Franz Boas dilahirkan di Westfalen Jerman, pada 9
Juli 1958, adalah seorang sarjana geografi yang
kemudian menjadi pendekar antropologi di Amerika
Serikat. Sebagai sarjana geografi, Boas melakukan
suatu ekspedisi ke daerah-daerah suku bangsa
Eskimo di pantai pulau Baffinland dalam th. 18831884.
Bahan etnografi yang dikumpulkan tersebut telah menghasilkan
buku The Central Eskimo (1888) serta berpuluh-puluh buku yang terbit
kemudian. Ekspedisi tersebut telah menghantarkan Boas lebih condong
untuk mendalami antropologi, meskipun jabatan dosen yang diterimanya
dari Universitas Berlin pada tahun 1886 adalah dalam mata kuliah
geografi.
238

Penelitian yang lain adalah di daerah suku bangsa Indian Belakula


di pantai barat Kanada, yang juga menghasilkan beberapa tulisan tentang
adat istiadat, juga mengenai ciri fisik dan bahasa dari suku bangsa
tersebut. Setelah melakukan penelitian itu, ia pergi ke New York (AS)
karena ia mendapatkan pekerjaan dalam suatu penerbitan. Di Amerika
Serikat kemudian ia menikah dan menjadi warga negara AS, sehingga
pada tahun 1899 Boas diangkat menjadi guru besar bidang antropologi
pada Universitas Columbia di New York.
Sebelum menjadi guru besar, Boas melakukan suatu ekspedisi
antropologi yang sangat terkenal dalam sejarah ilmu antropologi yaitu
Jessup North Pacific Expedition (1897). Ekspedisi yang dilakukan di
daerah Kanada barat laut tersebut bertujuan meneliti hubungan
kebudayaan antara Siberia dan Amerika Utara serta meneliti asal usul
penduduk asli benua Amerika. Ekspedisi tersebut telah menghasilkan
buku yang terdiri dari tiga jilid: Handbook of American Indian languages
(1911, 1922 dan 1938) yang disusun sebagai suatu proyek bersama oleh
berbagai sarjana dibawah pimpinan Franz Boas, dan merupakan klimaks
dari aktivitas-aktivitas dalam hal penelitian bahasa-bahasa Indian
Amerika.
Salah satu warisan Boas yang sangat berharga adalah konsep
Culture Arca. Menurut boas pertumbuhan kebudayaan menyebabkan
tumbuhnya unsur-unsur baru yang akan mendasak unsur-unsur lama itu
ke arah pinggir, sekeliling daerah tersebut sebagai pusat pertumbuhan.
Karena itu jika hendak mencari unsur-unsur tersebut yang kuno, maka
tempat untuk mendapatkannya adalah di daerah-daerah pinggir.
Boaz juga telah meletakkan konsepsi dasar yang hingga saat ini
masih dianut oleh hampir semua universitas di Amerika Serikat, yaitu
kesatuan dari semua ilmu tentang manusia dan kebudayaannya yang
terdiri dari paleo antropologi, antropologi fisik, antropologi budaya,
arkeologi pschistori dan etnolinguistik bergabung dalam satu disiplin ilmu
yang disebut antropologi.

239

3. Konsep-Konsep Dasar dalam Antropologi.


a. Kebudayaan
Ada perbedaan secara prinsipiil antara manusia dengan makhluk
lain (terutama hewan), ialah bahwa manusia adalah makhluk berbudaya,
karena manusia diberi anugerah yang sangat berharga dari sang Pencipta
berupa budi atau akal pikiran. Dengan kemampuan akalnya, manusia
dapat menciptakan kebudayaan sehingga tingkat kehidupannya dapat
terus berkembang, jauh berbeda dengan kehidupan hewan yang relatif
sangat statis. Oleh sebab itu manusia disebut pula sebagai makhluk sosio
budaya, artinya makhluk yang harus hidup bersama dan makhluk yang
mencipta kebudayaan, karena dengan kebudayaannya mereka dapat
mecukupi kebutuhan hidupnya.
Istilah kebudayaan berasal dan bahasa Sansekerta: buddayah
yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi yang berarti budi atau
akal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya adalah daya dari
budi yang berupa cipta, karsa dan rasa sehingga kebudayaan adalah
hasil dari cipta, karsa dan rasa.
Dalam bahasa asing, kebudayaan berarti cultuur (bahasa
Belanda) atau Culture (bahasa Inggris) yang keduanya berasal dari
bahasa Latin Colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan
dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Bertolak
dari arti tersebut, kemudian kata culture ini berkembang pengertiannya
menjadi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.
Ada beberapa pakar antropologi yang memberikan definisi tentang
kebudayaan, diantaranya:
EB Tylor.
Kebudayaan adalah keseluruhan yang komplek yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan

240

berbagai kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia


sebagai anggota masyarakat.
R. Linton
Kebudayaan adalah konfigarasi dari tingkah laku dan hasil laku
yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh
anggota masyarakat tertentu.
Selo Soemardjan
Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Kontjaraningrat.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya, manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan pendapat 1 tersebut diatas, dapat dibuat sebuah
kesimpulan dan definisi tentang kebudayaan sebagai berikut:
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan yang berupa
moral, adat istiadat, hukum, kepercayaan, kesenian, dan perilaku manusia
yang terpola serta hasil perilaku, yang didapat melalui proses belajar.
Memang terdapat 3 wujud (tiga) kebudayaan menurut Honigman,
yaitu: ideal, activities dan artefacts. Sedangkan koentjaraningrat juga
membagi kebudayaan menjadi 3(tiga) wujud, yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan
manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Sedangkan sifat-sifat kebudayaan dapat diidentifikasi sebagai benikut:
1. Kebudayaan adalah milik bersama
Kebudayaan sesungguhnya merupakan norma, standar perilaku
yang dimiliki oleh masyarakat untuk mencapai cita-cita, tujuan
241

bersama yang ingin dilaksanakan. Perilaku seseorang dalam suatu


kelompok akan cenderung sama dengan individu lain dalam kelompok
yang sama karena mereka dibatasi oleh kesamaan norma dan aturan.
2. Kebudayaan cenderung bertahan dan berubah sesuai dengan situasi.
Secara faktual banyak kebudayaan yang bertahan bahkan
cenderung stagnan, tetapi ada juga kebudayaan yang mengalami
perubahan sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi berkembang
disekitamya. Masing-masing kebudayaan seringkali yang dihadapkan
kepada banyaknya pengaruh dari luar (ekstemal), ada kebudayaan
yang tetap bertahan dengan nilai-nilai adat istiadat, tradisi-tradisi,
upacara-upacara ritual, sistem religi maupun norma-norma yang masih
dijunjung tinggi oleh para pendukung kebudayaan. Namun ada juga
kebudayaan yang sangat adaptif dengan perubahan yang ada
dilingkungannya, karena komunitasnya memiliki pandangan bahwa
kebudayaanpun mengikuti perubahan jaman.
3. Kebudayaan berfungsi membantu manusia memenuhi kebutuhan
hidup.
Ada beberapa kebutuhan hidup manusia, yaitu antara lain
kebutuhan

biologis

(makan,

minum,

istirahat,

kesehatan,

sos,

perlindungan, dan lain-lain); kebutuhan sosial (hidup bersama, gotong


royong, organisasi, keteraturan dan harmonisasi sosial, norma, hukum,
moral

dll.),

kebutuhan

psikologis

(cinta

dan

kasih

sayang,

penghargaan, keindahan, aktualisasi diri dll.).


Kebutuhan tersebut dari waktu ke waktu terus berkembang, bahkan
cenderung meningkat

seiring dengan

semakin

berkembangnya

tuntutan kehidupan manusia. Oleh sebab itu dibutuhkan kebudayaan,


karena dengan kebudayaan (pengetahuan, teknologi, sistem mata
pencaharian, dll.) manusia akan mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya.
4. Kebudayaan diperoleh manusia melalui belajar dalam masyarakat dan
lingkungannya.

242

Kebudayaan yang didapatkan oleh manusia tidak dibawa sejak


lahir (given), tetapi diperoleh melalui proses belajar baik melalui
proses

internalisasi,

sosialisasi

maupun

proses

enkultusasi.

Internalisasi adalah suatu proses dari berbagai pengetahuan yang


berada di luar diri individu tersebut. Sedangkan sosialisasi adalah
proses

penyesuaian

diri

seorang

individu

kedalam

kehidupan

kelompok dimana individu tersebut berada, sehingga kehadirannya


dapat diterima oleh anggota kelompok yang lain. Dan enkulturasi
adalah proses ketika individu memilih nilai-nilai yang dianggap baik
dan pantas untuk hidup bermasyarakat, sehingga dapat dipakai
sebagai pedoman untuk bertindak dan bertingkah laku. Yang harus
diperhatikan dalam mempelajari kebudayaan itu adalah dapat
mengetahui isi/unsur kebudayaan, sehingga kebudayaan itu tidak
hanya dipahami sebagai kesenian atau ritual-ritual kepercayaan
bahkan kebudayaan seringkali dianggap sebagai upacara-upacara
tradisional yang diselenggarakan oleh masyarakat suku bangsa
terasing.
Anggapan

itu

memang

tidak

semuanya

salah,

tetapi

kebudayaan dalam konteks ini dipahami terlalu sempit, sehingga


menimbulkan kesan yang keliru. Pada hal sesungguhnya, kebudayaan
itu meliputi 7 unsur, yaitu: 1) Sistem Religi, termasuk didalamnya
adalah:

emosi

keagamaan,

keyakinan

kepada

Tuhan,

ritual

keagamaan, upacara-upacara penyembahan dll., 2) Organisasi Sosial,


termasuk

didalamnya

adalah

sistem

kekerabatan,

sistem

kemasyarakatan, sistem politik dll., 3) Sistem Pengetahuan, meliputi:


ilmu, keahlian, ketrampilan dan lain-lain., 4) Peralatan atau teknologi,
meliputi:

alat-alat

produksi

mulai

yang

sederhana

sampai

menggunakan mesin-mesin yang canggih, alat komunikasi, senjata,


alat transportasi dli., 5) Sistem Mata pencaharian hidup, meliputi:
berbagai jenis pekerjaan, sistem pasar, permodalan, sistem produksi,
konsumsi, distribusi dll., 6) Bahasa, meliputi: bahasa lisan, bahasa tulis
dan bahasa simbol, variasi penggunaan bahasa dll., 7) Kesenian,
243

meliputi: benda-benda hasil seni, bentuk kesenian daerah, seni


pertunjukan, dll.
b. Ras
Menurut Dunn & Dobzhanky dalam bukunya yang berjudul:
Heredity, Race and Society, menyatakan bahwa ras adalah populasi
yang dapat dibedakan berdasarkan persamaan gen atau katagori individu
yang secara turun temurun memiliki ciri-ciri fisik dan biologis tertentu yang
sama. Ras merupakan pengertian secara biologis, bukan merupakan
pengertian sosial budaya, maksudnya kalau kita menyatakan kelompok
ras, maka yang kita maksudnya adalah ciri-ciri fisiknya bukan ciri mental
atau sifat-sifat budayanya.
Dalam rangka menggolongkan aneka ras manusia yang hidup di
dunia para ahli mengklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri lahiriah atau ciriciri morfologi yang terdapat pada tubuh individu dari berbagai bangsa di
dunia. Ciri morfologi pada dasarnya merupakan ciri yang tampak (fenotip)
yang dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu:
-

Ciri-ciri kualitatif, yakni: warna kulit, rambut, mata dll.

Ciri-ciri kuantitatif, yakni: bentuk badan, index tengkorak, bentuk muka


dll.
Klasifikasi ras manusia sangat beraneka ragam, karena masing-

masing ahli memakai salah satu ciri fisik sebagai dasar penggolongannya.
Salah satu ahli yang pendapatnya seringkali dipakai dalam penggolongan
ras adalah AL Kroebar. Ia mengklasifikasikan ras di dunia ini menjadi:
1. Ras Kaukasoid, yang terbagi atas:
-

Nordic, terdapat di Eropa Utara dan sekitar laut Baltik.

Alpin, terdapat di Eropa Tengah dan Eropa Timur.

Mediteranian, terdapat di sekitar Laut Tengah, Afrika Utara,


Armenian, Arabia dan Irania.

Indic, terdapat di India, Pakistan dan Srilanka.

2. Ras Mongoliod, terbagi atas:


-

Asiatik Mongoloid, terdapat di Asia Utara, Tengah dan Timur.

244

Malayan Mongoloid, terdapat di Asia Tenggara, Kepulauan


Indonesia, Malaysia dan Filipina.

American Mongoloid, terdapat di Amerika Utara (orang Mexico) dan


penduduk Terra del Fuego di Amerilca Selatan.

3. Ras Negroid, terbagi atas:


-

African Negroid, terdapat di benua Afrika.

Negrito, terdapat di Africa Tengah, semenanjung Malaka dan


Filipina.

Melanisia, terdapat di Iran dan kepulauan Malanesia.

4. Ras-ras khusus, terdiri atas:


-

Bushmen, terdapat di daerah gurun Kalahari di Afrika Selatan.

Weddoid, terdapat di pedalaman Srilangka dan Sulawesi Selatan.

Australoid, penduduk ash Australia yaitu orang Aborigin

Polinesia, terdapat di kepulauan Mikronesia dan Polinesia.

Ainu, terdapat di pulau Karafuto, Hokaido di Jepang Utara.

Sedangkan ciri-ciri morfologi orang Indonesia dapat dibagi menjadi 4


(empat) golongan:
1. Papua Melanosoid, ciri-cirinya rambut rindang atau keriting kecil
dan kulit hitam. Yang termasuk golongan ini adalah penduduk
pulau Trian (Papua), Kai dan Aru.
2. Negroid.
Melihat namanya kita dapat menduga bahwa golongan ini
mempunyai sifat luar negro, seperti terdapat di Afrika tetapi bukan
berarti mereka keturunan Negro. Ciri-cirinya rambut keriting,
perawakan kecil dan berkulit hitam.
Contoh: Orang Semang di semenanjung Malaka dan orang
Milcopsi di pulau Andaman.

3. Weddoid.

245

Arti kata Weddoid berasal dan bangsa Weda di Srilanka,


Karena beberapa sifat luar golongan ini sama dengan bangsa
Weda yang ada di Srilanka. Ciri-cirinya perawakan kecil, kulit sawo
matang dan rambut berombak.
Contoh:

Orang Sakai (si Siak), orang Kubu (di Jambi) orang


Enggano, Mentawai, Toala, Takae dan orang Tomuna (di
Pulau Muna).

4. Melayu Mongoloid:
Golongan ini diduga datang ke Indonesia pada jaman batu
(neolitichum) atau pada jaman perunggu. Dan golongan ini
merupakan golongan terbesar yang ada di Indonesia dan dianggap
sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Ciri-cirinya rambut ikal
atau lurus dan muka agak bulat, kulit sawo matang. Golongan ini
dibagi atas:
-

Proto Melayu (Melayu tua), contoh: orang Batak, Toraja, Dayak.

Deutro Melayu (Melayu Muda) contoh: orang Jawa, Bali, Bugis,


Madura, Banjar dan sebagainya.

c. Suku bangsa (etnis)


Suku bangsa atau etnis adalah kesatuan sosial yang dapat
dibedakan berdasarkan atas kesamaan budaya, bahasa, adat istiadat
atau bahkan faktor keturunan.
Kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan
yang terdiri atas pulau besar dan kecil yang memanjang dan Sabang
sampai

Merauke

dan

terdiri

dan

kurang

lebih

13.680

pulau,

mengakibatkan Indonesia dihuni oleh berbagai suku bangsa yang saling


terpisah karena berdiam di pulau yang cukup berjauhan jaraknya
sehingga memiliki adat istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam.
Menurut antropolog kenamaan Indonesia, Prof.Dr. Koentjaraningrat
bahwa masyarakat Indonesia mempunyai paling sedikit 200 sampai 250
suku bangsa atau etnis. Sedangkan menurut Hildera Geertz, seorang
antropolog dari Amerika Serikat yang banyak melakukan penelitian di
Indonesia, menyatakan bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari 300 etnis
246

yang masing-masing memiliki bahasa dan identitas kultural yang berbedabeda.


Komposisi etnis di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari etnis
yang memiliki jumlah prosentase lebih dan 40% sampai ada etnis yang
hanya memiliki komunitas kurang dari 1%.
Berikut ini akan dikaji 11 (sebelas) etnis terbesar yaitu etnis yang
berjumlah lebih dari 1.5%. Yakni: Jawa< Sunda, Melayu, Madura, Batak,
Minangkabau, Betawi. Bugis. Banten, Banjar dan Bali. Hal ini bukan
berarti bahwa etnis yang lainnya kurang penting untuk dibahas, tetapi
memerlukan kajian yang lebih rinci.
Berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik (BDS) th. 2000,
bahwa Etnis Jawa masih tetap merupakan etnis terbesar di Indonesia dan
orang Jawa hampir terdapat pada seluruh propinsi di Indonesia dengan
jumlah dan komposisi yang berbeda-beda. Jumlah etnis Jawa telah
berlipat tiga dan 27,8 juta jiwa pada th. 1930 menjadi 83,8 juta jiwa path
th. 2000, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 1,58%. Namun angka
pertumbuhan jumlah etnis Jawa lebih rendah dari

pada angka

pertumbuhan penduduk Indonesia secara keseluruhan.


Prosentase etnis Jawa menurun dan 47,02% pada th. 1930
menjadi 41,71% pada th. 2000, hal ini karena terjadinya penurunan
fertilitas yang relatif cepat selama paruh kedua periiode 1938-2000. Tetapi
etnis Jawa merupakan satu-satunya etnis yang terdapat pada semua
Propinsi dengan konsentrasi yang relatif tinggi, namun konsentrasi
terendah terdapat di Nusa Tenggara Timur. Ada sekitar 72,28% etnis
Jawa yang berdomisili di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta yang
dianggap sebagai propinsi asal etnis Jawa.
Sedangkan etnis Sunda yang merupakan etnis terbesar kedua di
Indonesia, jumlahnya meningkat dan 8,6 juta jiwa pada th. 1930 menjadi
31,0 juta jiwa pada th. 2000, dengan angka pertumbuhan penduduk per
tahun 1,83% lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia.
Di propinsi asal mereka, yaitu Jawa Barat, etnis Sunda hanya sekitar
73,73% dan penduduk Jawa Barat, propinsi Banten hanya 22,66%.
247

Jakarta: 15,27% dan propinsi Lampung ada 8,78% dan seluruh


penduduknya.
Etnis terbesar ketiga adalah etnis Melayu, yang terdiri dari sub
etnis Melayu: Sumatera Selatan, Riau, Jambi dan Bangka Belitung.
Berdasarkan perhitungan pada th. 2000, etnis Melayu berjumlah 6,946
juta jiwa, lebih dari tujuh kali jumlah pada th. 1930 yang hanya 953 ribu
jiwa. Rata-rata angka pertumbuhan selama periode 1930-2000 sebesar
2,8% per tahun, lebih besar dari pada angka pertumbuhan penduduk
Indonesia.
Etnis terbesar keempat adalah etnis Madura, sehingga menjadikan
propinsi Jawa Timur tidak hanya merupakan propinsi asal etnis Jawa,
tetapi juga etnis Madura, terutama di wilayah Timur Laut, yaitu pulau
Madura. Jumlah penduduk Madura meningkat dan 4,3 juta jiwa pada th.
1930 menjadi 6,7 juta jiwa pada th. 2000 dengan rata-rata pentumbuhan
penduduk 8,65% per tahun, lebih rendah dari angka pertumbuhan
penduduk etnis Jawa dan Sunda.
Sebagian besar (92,75%) etnis Madura, tinggal di Jawa Timur,
tetapi hanya 18,07% dan warga negara Indonesia yang tinggal di propinsi
tersebut. Diluar Jawa Timur, orang Madura juga mempunyai proporsi yang
signifikan di empat propinsi di Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat ada
sekitar 200 ribu jiwa (5,46%), Kalimantan Tengah ada 62 ribu jiwa
(3,46%), Kalimantan Tirnur ada kurang lebih 30 ribu jiwa (1,24%) dan
Kalimantan Selatan ada sekitar 36 ribu jiwa (1,22%) dan seluruh warga
negara yang ada di propinsi masing-masing.
Etnis Batak adalah etnis terbesar kelima dari seluruh etnis di
Indonesia. Pada th. 2000 jumlahnya mencapai 6,076 juta jiwa, lima kali
lipat dari jumlah pada th. 1930. Rata-rata angka pertumbuhan
penduduknya 2,31% per tahun, lebih besar dari angka pertumbuhan
penduduk etnis Jawa, Sunda dan Madura namun lebih rendah dari etnis
Melayu.
Etnis Batak dibagi kedalam lima sub etnis, yaitu Batak Tapanuli,
Batak Karo, Batak Toba, Batak Mandailing dan Angkola, Propinsi
248

Sumatera Utara merupakan propinsi asal etnis Batak dengan persentase


sebesar 41,95% dari semua warga negara Indonesia di propinsi tersebut.
Di luar propinsi Sumatera Utara, orang Batak banyak bertempat tinggal di
propinsi tetangga, seperti Riau, Sumatera Barat tetapi ada yang
berdomisili relatif lebih jauh, seperti Jakarta dan Jawa Barat.
Urutan etnis Minangkabau mengalami penurunan, dari urutan
keempat pada th. 1930 menjadi keenam pada th. 2000. Namun secara
absolut jumlahnya meningkat lebih dari dua kalinya, dan 1,989 juta jiwa
pada th. 1930 menjadi 5,475 juta jiwa pada th. 2000, dengan rata-rata
pertumbuhan penduduk 1,45 per tahun, sedikit lebih rendah dari angka
pertumbuhan etnis Jawa, Sunda, Batak dan Melayu, tapi lebih tinggi dari
angka pertumbuhan etnis Madura.
Sumatera Barat merupakan propinsi asal etnis Minangkabau
dengan persentase sebesar 68,44% dari seluruh warga negara Indonesia
yang tinggal di Sumatera Barat, tetapi berhubung orang Minangkabau
memiliki budaya merantau maka hampir di seluruh propinsi di Indonesia
ada orang Minangkabau yang tinggal disitu dengan jumlah dan
persentase yang berbeda-beda.
Urutan ketujuh adalah Etnis Betawi yang meningkat dengan cepat
menjadi 5,042 juta jiwa pada th. 2000, lima kali jumlah di tahun 1930,
dengan rata-rata angka pertuimbuhan 2,34% per tahun. Angka tersebut
merupakan

angka

pertumbuhan

terbesar

kedua

setelah

angka

pertumbuhan etnis Melayu (2,89%) Propinsi DKI Jakarta merupakan asal


etnis Betawi, namun persentase yang tinggal di propinsi ini orang Betawi
hanya merupakan etnis urutan kedua setelah etnis Jawa.
Etnis Betawi juga tidak banyak melakukan migrasi ke daerah lain,
sehingga mobilitasnya hanya ada disekitar Jakarta seperti Jawa Barat
(37,72%) dan propinsi Banten (15,42%).
Data BPS pada th. 2000 menunjukkan bahwa etnis Bugis
menempati urutan kedelapan, urutan ini menurun karena pada th. 1930
etnis Bugis menempati peringkat ke lima dari seluruh etnis di Indonesia.
Dilihat dari jumlahnya memang terjadi peningkatan dan 1,533 juta jiwa
249

pada th. 1930 menjadi 5.0 10 juta jiwa pada th. 2000 dengan rata-rata
angka pertumbuhan penduduk 1,69% per tahun. Propinsi Sulawesi
Selatan merupakan asal etnis Bugis dengan 65,19% dari semua etnis
Bugis yang tinggal di propinsi tersebut.
Etnis Bugis, juga banyak yang tinggal di propinsi yang berdekatan,
seperti propinsi Sulawesi Tenggara (6,82%) dan Sulawesi Tengah (5,7%).
Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah etnis Bugis yang
menyeberang ke Kalimantan Timur (18,26%) atau sekitar 446 ribu jiwa,
tetapi di Kalimantan Barat hanya terdapat 120 ribu jiwa.
Etnis Banten merupakan etnis besar kesembilan di Indonesia,
dengan jumlah penduduk 4,1 juta jiwa pada th. 2000 atau 2,05% dari
semua warga negara Indonesia. Tetapi pada th. 1930 tidak ada data
tentang etnis Banten, karena jumlahnya terlalu kecil sehingga dinyatakan
sebagai suku bangsa lainnya. Atau kernungkinan lain, etnis Banten
dikiasifikasikan sebagai etnis Sunda.
Sebagian besar (92,04) etnis Banten tinggal di propinsi Banten,
sedangkan tiga besar selanjutnya terdapat di Lampung (4,04%), Jawa
Barat (1,5%) dan Sumatera Utara (1,18%).
Etnis terbesar kesepuluh adalah etnis Banjar, yang memiliki jumlah
warganya pada th. 2000 adalab 3,496 juta jiwa (1,74%) dengan angka
pertumbuhan penduduk 1,94 lebih tinggi dari angka pertumbuhan etnis
Jawa dan etnis Bugis. Etnis Banjar tinggal hampir disetiap propinsi, sesuai
dengan pola kebiasaannya yang suka bermigrasi. Sebagian besar tinggal
di tiga propinsi Kalimantan, yaitu: Kalimantan Selatan, sebagai tempat
asal etnis Banjar yakni sebesar 2,975 juta jiwa (64,97%), kalimantan
Tengah ada 1,800 juta jiwa (12,46%) dan Kalimantan Timur sekitar 1,441
juta jiwa (9,74%)
Etnis terbesar kesebelas di Indonesia adalah etnis Bali yang
konsentrasinya hanya ada lima propinsi saja, yaitu di propinsi Bali sendiri
(88,85%), Nusa Tenggara Barat (3,28%), Sulawesi Tengah (2,92%),
Sulawesi Tenggara (1,38%) dan di Yogyakarta (0,10%).

250

Sebenarnya urutan etnis Bali telah mengalami penurunan dari


peringkat ke tujuh pada th. 1930 menjadi peringkat ke sebelas pada th.
2000, namun secara absulut jumlahnya meningkat menjadi tiga kali lipat
pada th. 2000 menjadi 3,028 juta jiwa.
Di samping sebelas etnis yang telah disebutkan di atas, tentu
masih ada berpuluh-puluh bahkan lebih dari dua ratus suku bangsa yang
mendiami tanah air Indonesia, namun populasinya lebih sedikit atau
kurang dari 1% dan seluruh penduduk Indonesia. Etnis-etnis tersebut
antara lain:
Makasar (0,99%), Cirebon (0,94%), Tionghoa/Cina (0,86%), Gorontalo
(0,48%), Aceh (0,43%), Toraja (0,37), Nias (0,36%), Minahasa (0,33%)
dan lain-lain.
d. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan adalah suatu kesatuan sosial yang para anggotanya
mempunyai hubungan keturunan atau hubungan darah, yang seringkali
hubungan itu diikat oleh tali perkawinan. Dalam sistem kekerabatan
dikenal seperangkat istilah-istilah dalam kekerabatan yang dihubungkan
dengan seperangkat pola-pola perilaku dan sikap-sikap tertentu yang
berhubungan dengan adat-istiadat setempat.
Dalam

membicarakan

sistem

kekerabatan,

faktor

keluarga

memegang peranan penting karcna keluarga mencerminkan sistem


kekerabatan dan pola-pola perilaku dari komunitasnya. Hubungan yang
melekat dalam sistem kekerabatan memberikan konsekwensi terhadap
hak dan kewajiban bagi para pendukungnya. Hak-.hak tersebut, misalnya
hak untuk mewarisi harta, gelar kebangsawanan, benda-benda pusaka,
nama marga, lambang-lambang dan hak untuk menempati suatu
kedudukan. Sedangkan kewajibannya misalnya menjaga nama baik
keluarga, melakukan aktivitas-aktivitas yang sifatnya kooperatif dan
produktif, melakukan upacara-upacara yang berlaku bagi kerabatnya dll.
Setiap masyarakat dari suku bangsa atau etnis manapun
mempunyai ikatan hukum tertentu yang harus dipatuhi oleh setiap
251

anngotanya. Itulah sebabnya maka masyarakat genealogis juga disebut


masyarakat hukum. Didalam masyarakat hukum yang berdasarkan
genealogis terdapat dua sistem kekerabatan yang sangat pokok, yaitu:
1. Sistem Bilateral atau Parental.
Sistem kekerabatan ini hampir terdapat di seluruh suku bangsa
yang ada di Indonesia. Kerabat bilateral ini makin lama makin menjadi
luas, sehingga pertalian darah tidak mudah lagi dibuktikan. Akan tetapi
mereka tetap percaya, bahwa mereka berasal dari nenek moyang
yang sama, sehingga diantara anggotanya akan masih tetap merasa
sebagai satu golongan tersendiri. Golongan ini biasanya disebut suku
bangsa. Kita dapat mengetahui kesatuan sosial mereka, karena
mereka mempunyai nama suku bangsa sendiri, bahasa sendiri dan
adat istiadat sendiri yang berasal dan nenek moyang mereka.
Contoh: suku bangsa Jawa, Madura, Minahasa, Bugis, Batak, dll.

2. Sistem Unilateral.
Sistem ini berdasarkan susunan keluarga yang menarik garis
keturunannya hanya dari satu pihak ayah atau ibu saja. Apabila
menarik dari pihak ayah maka keluarga tersebut menganut sistem
patrilineal, dan apabila menarik garis keturunan dari pihak ibu
dinamakan sistem matrilineal.
Dalam sistem kekerabatan terdapat kesatuan yang lebih jelas hubungan
darahnya yang disebut Clan (klen), sehingga susunan keluarga
seperti di atas disebut Klen Patrilineal dan Klen Matrilineal. Dalam
hubungan perkawinan, klen biasanya bersifat exogami, artinya
anggota-anggota dari satu klen harus mencari jodohnya diluar klennya.
H. TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL : Bronislaw K . Malinowski
Berbeda dari teori fungsional struktural sebelumnya yang lebih beraroma
sosiologis, dalam teori struktural fungsional yang dikembangkan Malinowski
dan Radcliffe Brown ini merupakan teori-teori sosial yang berbasis antropologi.

252

Objek kajiannyapun lebih banyak pada folklore, dongeng rakyat, dan bendabenda budaya yang dijadikan aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang masih
sederhana.

Itulah sebabnya, pendekatan penelitiannya menggunakan tradisi

penelitian antropologis, yakni penelitian etnografi yang kemudian berkembang


menjadi etnologi.
Bronislaw Malinowski dilahirkan di Cracow Polandia pada tahun 1884,
anak

seorang

guru

besar

dalam

Ilmu

sastra

Slavik,

sehingga

tidak

mengherankan apabila Malinowski memperoleh pendidikan yang sangat layak


yang menghantarkan ia mendapatkan gelar akademik tertinggi dan berkarier di
dunia pendidikan tinggi. Mula-mula ia belajar di London School of Economi,
tetapi karena di perguruan tinggi tersebut tidak ada ilmu folklore maupun
etnologi, maka ia memilih ilmu yang paling dekat yakni ilmu yang disebutnya
sebagai ilmu sosiologi empirikal (Koentjaraningrat, 1980, 161).
Atas bantuan gurunya, Prof Seligman ia berangkat ke Kepulauan
Trobriand di bagian utara kepulauan Masim, sebelah tenggara Papua Nugini
untuk melakukan penelitian tentang masyarakat Trobriand pada tahun 1914.
Hasil penelitian tersebut telah menghasilkan sebuah karya yang sangat menarik
perhatian dunia, khususnya dalam karya etnografi Malinowski yang diberi judul :
Argonauts of the Western Pacific (1922). Pada tahun 1926 terbit karya kedua
dari Malinowski tentang kebudayaan masyarakat Trobriand yaitu : Crime and
Custom in Savage Society dan buku ketiganya, yaitu : The Sexual Life of the
Savage (1929).
Gambaran yang dikemukakan Malinowski dalam buku Argonauts of the
Western Pacific ini merupakan aktivitas kehidupan masyarakat di desa-desa
kepulauan Trobiand terletak di sebelah Timur Papua Nugini Tenggara, yang
mengungkapkan tentang suatu

sistem sosial yang berintegrasi secara

fungsional. Di samping itu Malinowski juga mengemukakan tentang syarat-syarat


metode etnografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya menjadi
konsep mengenai fungsi sosial dan adat, tingkah laku manusia, dan pranatapranata

sosial

lainnya.

Tentang hal ini banyak para ahli memberi tanggapannya, seperti Kaberry yang
menyebutkan bahwa Malinowski dalam mengemukakan pokok pikirannya
253

tentang fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia dan pranata-pranata sosial
melalui tiga tingkat abstraksi sangatlah tepat adanya, ini dapat terlihat dari ketiga
abstraksi yang dikemukakan Kaberry (1957:71-72) yaitu sebagai berikut:
a. The social function of a custom, a social Institution or essential culture
elements in its initial stage could simply be abstracted from their
influences, or effects on custom, human behavior, as well as a social
institution which is already existing in the society itself.
b. The social function of a. custom, a social institution, or essential culture
elements in its second stage could also be epitomized by their influences
or effects on the needs and wants of a custom as well as other institution,
to pursue and achieve their ends, as has been defined by the members of
the society concerned.
c. The social function of a custom or a social institution in its third stage one
way or another could be stripped away from their influences, or effects
pertaining to the absolute needs and warms, in order to proceed steadily
into a lully integrated social system already foxed in a given society.
Ketiga abstraksi yang dikemukakan Kaberry di atas memberi gambaran
bahwa fungsi sosial dan suatu adat, pranata sosial atau unsur-unsur kebudayaan
pada tingkat pertama, dapat diabstraksikan melalui pengaruh atau efeknya
terhadap adat, tingkah laku manusia dan pranata sosial yang ada di dalam
masyarakat itu sendiri. Berikutnya bahwa fungsi sosial dan suatu adat, pranata
sosial, atau unsur-unsur kebudayaan pada tingkat kedua, dapat diabstraksikan
rnelalui pengaruh atau efeknya terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain
untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat
yang bersangkutan. Begitu pula bahwa fungsi sosial dan suatu adat atau pranata
sosial pada tingkat abstraksi ketiga, dapat diabstraksikan melalui pengaruh atau
efeknya terhadap kebutuhan mutlak, untuk berlangsungnya secara terintegrasi
dari suatu sistem sosial yang ada di dalam suatu masyarakat.
Ketiga fungsi sosial dan adat-istiadat dan pranata-pranata sosial manusia
dalam masyarakat itu, ia kembangkan ke dalam tingkat abstraksi berikutnya
melalui teori fungsional tentang kebudayaan dan teori tentang perubahan

254

kebudayaan yang dikemukakannya di dalam bukunya A Scientific Theory of


Culture and Ohet Essays (1944).
Dalam paparan etnologi di atas, Malinowski juga membicarakan mengenai
persoalan dasar dan aktivitas pengendalian sosial atau hukun di dalam suatu
masyarakat. Menurut Malinowski, dalam masyarakat modern, tata tertib
kemasyarakatan dijaga, antara lain oleh suatu sistem pengendalian sosial yang
bersifat memaksa, yaitu hukum. Untuk melaksanakan hukum itu, ia disokong
oleh suatu sistem alat kekuasaan seperti kepolisian, pengadilan dan sebagainya,
yang kesemuanya ini diorganisir oleh negara. Sedangkan pada masyarakat
primitive, alat kekuasaan serupa itu kadang-kadang tidak ada. Yang menjadi
pertanyaan apakah dalam hal ini masyarakat primitif itu tidak ada hukum?
Seandainya demikian maka timbulah suatu persoalan lain yaitu bagaimana suatu
masyarakat serupa itu dapat menjaga tata tertib dan kelancaran dari segala
kehidupan sosialnya.
Malinowski dengan mempergunakan bahan dari masyarakat Trobiand
menerangkan bahwa berbagai macam sistem tukar menukar yang ada di dalam
masyarakat merupakan suatu daya pengikat dan daya gerak dari masyarakat itu
sendiri. Melalui sistem penyumbangan untuk menimbulkan kewajiban membalas
di dalam masyarakat, merupakan suatu dasar atau suatu prinsip, yang
mengaktifkan kehidupan dan suatu masyarakat dan ini disebut sebagai prinsip
timbal balik atau principle of reciprocity.
Penjelasan mengenai hal ini menurut Koentjaraningrat (1990:167)
diilustrasikan Malinowski rnelalui tulisannya tentang masyarakat Trobiand
dimana

ia

menjelaskan:

Penukaran tenaga dan benda dalam masyarakat Trobiand telah mengaktifkan


hubungan ekonomi; sedangkan penukaran kewajiban terhadap kaum kerabat
telah mengaktifkan kehidupan kekerabatan; sistem penukaran mas kawin, telah
mengaktifkan hubungan antara kelompok-kelompok kekerabatan; begitupula
penukaran

bingkisan

antara

kelompok-kelompok

pada

upacara-upacara

keagamaan dan sebagainya turut rnengaktifkan hubungan antara kelompokkelonpok kekerabatan.

255

Ada yang berkata bahwa prinsip timbal balik yang kemudian menjadi
penting sekali dalam pemikiran Malinowski ini merupakan suatu perluasan dan
suatu pendirian yang sepintas lalu pernah disebut oleh seorang sarjana lain,
yaitu Richard Thurwald.
Suatu pendirian penting lagi dan pemikiran Malinowski adalah tentang
teorinya untuk menganalisa fungsi dari kebudayaan, yang disebutnya sebagai
teori fungsional tentang kebudayaan atau a functionaI theory of culture.
Inti dari teori ini adalah niengenai pendirian Malinowski bahwa segala
aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian
dan sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan
seluruh kehidupannya. Sebagai contoh adalah kesenian, yang merupakan salah
satu unsur kebudayaan ini terjadi mula-mula karena manusia ingin memuaskan
kebutuhan nalurinya akan keindahan. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan
yang timbul dari adanya kebutuhan naluri manusia untuk tahu, namun banyak
juga aktivitas kebudayaan terjadi karena adnya kombinasi dari berbagai macam
Human needs.
Malinowski, dengan paham ini, mengatakan bahwa seorang peneliti dapat
menganalisa dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat
dan kebudayaan manusia (Koentjaraningrat 1990:238).
Menurut Honigman (1976:I8) istilah fungsionalisme yang digunakan oleh
Malinowski dalam bukunya Argonauts of the Western Pacific (I922) dan Sexual
Life of the Savage (1929), pada hakikatnya adalah merupakan usahanya untuk:
To describe cultural conceptions as integral part of a system which
components are highly interconnected, each depends on the other. After that he
makes use to define his attitudes towards culture as a tool to satisfy his basic
need, as well as his cultural responses.
Penjelasan

di

atas

terlihat

bahwa

usaha

Malinowski

untuk

menggambarkan konsepsi kebudayaan adalah suatu yang terintegrasi, sebagai


suatu sistem yang unsur-unsurnya bersifat saling tergantung satu sama Iainnya.
Kemudian istilah-istilah ini ia gunakan dalam pokok pikirannya tentang
kebudayaan sebagai suatu alat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia,
disamping respon kulturalnya.
256

Sebaliknya,

Malinowski

memandang

bahwa

setiap

aspek

dalam

kehidupan masyarakat itu, satu sama lainnya saling berhubungan dan menjadi
penggerak bagi perkembangan rnasyarakat dan kebudayaannya, dalam rangka
pemenuhan berbagai kebutuhan kelompok dan individu yang terdapat di dalam
masyarakat. Jalinan hubungan antara aspek-aspek ekonomi, sosial, politik,
agama, serta berbagai aspek lainnya yang terdapat di dalam masyarakat ini
merupakan bentuk dinamika dari masyarakat itu sendiri.
Selain itu bila ditilik pendekatan struktural-fungsional dari Malinowski ini,
disamping berorientasi biologikal yang berintikan kebutuhan, pendekatan ini juga
menggunakan pendekatan psikologikal, yang kenudian telah melahirkan satu
konsep kebudayaan personality. Pendekatan psikologikal ini terlihat ketika
Malinowski membuat kajiannya tentang organisasi sosal masyarakat di Trobiand.
Sebab itu Malinowski memandang bahwa keluarga merupakan satu lembaga
yang membentuk personality, dan tempat dimana ikatan emosi seseorang serta
emosi sosial yang penting terwujud. Dalam hal ini Malinowski mengkaitkan
sedemikian itu, karena ia beranggapan bahwa keluarga merupakan lembaga
yang membentuk dan mendidik, serta menjaga anak-anak sejak dari lahir hingga
nenjadi dewasa.
Oleh sebab itu, Malinowski mencoba mengutarakan satu hubungan antara
personality dengan kebudayaan dalam suatu pendekatan strukural-fungsional. Ia
melihat emosi serta kesetiaan dalam keluarga lahir dari sifat individu untuk
kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya. Personaliti ini menurut Malinowski
amat penting untuk melanjutkan sistem kekeluargaan. Sementara itu keperluan
emosi yang Iebih luas dalam masyarakat sering menimbulkan konflik atau
bertentangan sebagai akibat beragamnya tuntutan yang terjadi di dalam
masyarakat.
Demikianlah bahwa kajian tentang struktur sosial dan masyarakat melalui
pendekatan struktural-fngsional yang dikemukakan oleh Malinowski ini telah
memuncuIkan suatu bentuk pemikiran kajian yang kemudian berkembang di
Amerika Serikat, sejak ia mengembangkannya pada tahun 1940-an. Pendekatan
Kemudian membawa pengaruh kepada terwujudnya pendekatan antropologi
personality.
257

I.TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL : Radcliffe Brown


Teori-teori Struktural dalam antropologi ada beberapa macam, tetapi
konsepnya pertama kali diajukan oleh A R Radcliffe Brown. Brown dilahirkan di
Inggris pada tahun 1881, ia belajar filsafat kemudian memperdalam psikologi,
dan ekonomi dari gurunya seperti Prof Rivers seorang guru besar psikologi dan
etnologi yang sangat terkenal. Konsep dan teori Struktural Fungsiona1 yang
dikemukakan oleh A.R. Radcliffe-Brown (1881-1955) dapat ditemukan dalam
kumpulan tulisannya yang berjudul Structure and Function In Primitive Society
(1952). Dalam tulisan On the Concept or Function In Social Science ia
menjelaskan bahwa kehidupan sosial adalah merupakan suatu komunitas yang
memberi fungsi kepada strukturnya dan fungsi suatu proses kehidupan sosial ini
adalah untuk memelihara kehidupan sosial secara keseluruhan.
Guna memperjelas pengertian struktur ini pada tulisannya On Social
Structure Radclife-Brown (1980: 220) menyatakan bahwa: Struktur sosial itu
hanya dapat dilihat dalam kenyataan yang konkrit dan dapat diamati secara
langsung karena struktur itu terdiri dan (a) semua hubungan sosial yang terjadi
antara individu dengan individu lainnya; (b) adanya perbedaan antara individu
yang satu dengan individu yang Iainnya serta kelas sosial di antara mereka
sebab mengikuti peranan sosial yang dimainkan oleh mereka. Apabila kita
menggunakan istilah struktur, maka berarti merujuk kepada suatu jenis susunan
bagian-bagian atau komponen-komponen yang teratur adanya. Komponenkomponen atau unit-unit dari dari struktur sosial itu terdiri dan individu-individu
dan individu ini dianggap sebagai pemenuhan kedudukan dalam strukturnya.
Jika kita menghadapkan pemahaman Radcliffe-Brown mengenai struktur
dalam pengertian Levi-Strauss tentang struktur, maka terlihatlah dengan jelas
bahwa Raddclife-Brown tidak sependapat dengan Levi-Strauss yang rnencari
rasionalitas dan konfigurasi. Akan tetapi yang rnenarik di sini ialah bahwa
Radcliffe-Brown telah memberikan sumbangan kepada pengertian struktur Levi-

258

Strauss. Hal ini terjadi terutama sekali pada pada tulisan Radcliffe-Brown yang
berjudul The Mother Brother in South Africa.
Apa yang dikemukakan oleh Radclife -Brown ini kemudian diperkuat pula
oleh suatu pemahaman melalui visi dalam tahun yang sama oleh keterangan
Bronislaw K. Malinowski berdasarkan hasil temuan penelitian lapangannya yang
dilakukan di Trobiand, dimana dalam masyarakatnya yang matrilineal, saudara
laki-laki pihak ibu (mohr) juga merupakan penguasa sedangkan seorang ayah
adalah merupakan seorang sahabat yang akrab. Melalui contoh-contoh ini
disimpulkan beberapa hal pokok yang pada 25 tahun kemudian memainkan
peranan dalam karya Levi-Strauss tentang strukturalisme. Dari kenyataan ini
menunjukkan bahwa Radcliffe-Brown memiliki pandangan yang jelas tentang arti
relasi sosial dalam relasi antara saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam
kehidupan suatu masyarakat.
Contoh lain yang dikemukakan oleh Radcliffe-Brown adalah tentang
analisanya yang tajam mengenai joking relationship yang di Afrika dianggap
begitu penting adanya. Menurut. Radcliffe-Brown, joking relationship ini di Afrika
adalah hal yang dipunyai beberapa orang untuk bersikap sangat bebas terhadap
saudara tertentu (suatu kali dapat juga terjadi terhadap kelompok orang asing
tertentu). Sering hal itu terjadi dalam bentuk gangguan-gangguan kecil atau
dengan menggunakan bahasa cabul. Yang sering digunakan Radcliffe-Brown
tentang joking relationship ini ketika ia mengamati sekelompok masyarakat di
Afrika, dan diantara orang-orang indian Amerika Utara. Biasanya Hal itu terjadi
dalam relasi antara saudara laki-laki pihak ibu dan laki-laki saudara perempuan,
serta antara ipar lelaki, dan juga antara kakek-nenek dan cucu-cucunya.
Biasanya relasi antara kakek-nenek dan cucunya tersebut berlangsung sangat
baik. Mengenai relasi antara saudara laki-laki pihak ibu dan anak lelaki saudara
perempuan bisa mengambil bentuk yang lebih tajam, seperti meminjam atau
mengambil seekor binatang dan ternak saudara laki-laki pihak ibu, yang
kemudian saudara laki-laki pihak ibu ini paling banyak boleh mengambil binatang
yang kurang berharga dan ternak kepunyaan anak lelaki dari saudara
perempuannya.

259

Kalau diteliti rnengenai relasi-relasi ini lebih teliti lagi menurut RadcliffeBrown, maka hal itu selalu terjadi dalam relasi antara pribadi-pribadi yang karena
perbedaan kelompok, posisi dan atau umur dapat terjadi suatu ketegangan
tertentu, sedangkan yang diinginkan sebenamya adalah agar hubungan itu tetap
selalu baik. Dalam hal seperti ini menurut Radclife-Brown dapat terjadi karena
ada dua kemungkinannya. Yang pertama ialah adanya usaha untuk menghindari
Avoidance taboo yang telah ditulis oleh Edward B.Taylor (1832-1917). Dan
kemungkinan yang lain ialah joking relationship dimana hak yang ditunjukkan
seseorang untuk mengganggu adalah dengan rnenggunakan bahasa yang kasar
kepada orang lain, .sedangkan pihak yang lain dilarang untuk menjadi marah.
Mengenai hal itu terjadi karena adanya tradisi untuk menentukan bahwa ini
adalah merupakan cara pergaulan yang baik diantara mereka.
Jika terjadi ketegangan yang memuncak, seperti misalnya pertikaian
antara mertua perempuan dengan menantu laki-lakinya, maka pilihan yang
terbaik yang diambil ialah menghindar. Dalam Hal ini menurut Radclife-Brown,
jika terjadi penghindaran maka itu bukan berarti karena adanya pertikaian atau
permusuhan. Tetapi ini dilakukan untuk memberikan rasa hormat kepada pihak
yang disengketa. Motif yang demikian ini menurut Radclife-Brown merupakan
suatu gambar tentang wujud adanya rasa hormat di dalam masyarakat tersebut,
Namun dalam beberapa hal joking itu dapat merupakan jalan ke arah
pemecahan untuk menjembatani jarak sosial yang terjadi dalam masyarakat itu.
Bila ditilik tentang hal ini yang menarik dan pernyataan di atas yang
kemudian dijelaskan Radclife-Brown (1980: 220) di dalam tulisannya On Social
Structure aalah bahwa:
Pangkal dari hal yang bersangkutan mengenai posisi mereka di dalam
sistem relasi kekerabatan yang jelas rnenggambarkan adanya ciri-ciri yang
sedikit banyaknya adalah bersifat universal dan khas bagi kalangan masyarakat
yang sederhana atau primitif. Sebagaimana terlihat di dalam uraian di atas yang
dapat dijadikan sebagai argumentasi untuk memperkuat pemikiran bahwa yang
dikemukakan oleh Radcliffe-Brown adalah mempersoalkan mengenai struktur
dalam pemahaman relasi dengan inti adanya keteraturan yang hakiki.

260

Perhatian RadcliIfe-Brown mengenai hal di atas sebagaimana juga


dikemukakannya dalam tulisannya Religion and Society (1945) menunjukkan
bahwa adanya usaha Radcliffe-Brown untuk menggabungkan diri kepada
pemahaman Emile Durkheim yang menyebutkan tentang fungsi yang ada dalam
religi. Walaupun dalam merumuskannya Radcliffe-Brown menggunakan cara
yang lain dan Emile Durkheim, yaitu bahwa realigi itu menciptakan suatu
kesadaran akan adanya suatu ketergantungan (a sense of dependence) yang
bersegi dua. Di sini terlihat bahwa di satu pihak Radcliffe-Brown membuat
manusia untuk menanggung nasib malangnya karena dengan kepercayaan itu
manusia memandang bahwa ia tergantung kepada kekuasaan dimana atau
kepada siapa ia akan tergantung dan di lain pihak ia dipaksa untuk menyerahkan
dirinya kepada kekuasaan yang menguasai dirinya.
Selanjutnya bagaimana pandangan Radcliffe-Brown mengenai kajian
struktural-fungsional terhadap struktur sosial, ada baiknya disimak penjelasan
Herbert Spencer dan Jonathan H. Turner yang mengemukakan tentang teori
fungsionalisme sehubungan dengan penjelasan Radcliffe-Brown di atas yang
pada dasarnya berangkat dari teori tentang struktur sosial yang memiliki fungsi.
teori ini sebenarnya adalah bahwa sejak awal Radcliffe-Brown telah menerima
dan menggunakan teori dasar Herbert Spencer mengenai konsep struktur dari
fungsi yang berkaitan dengan ide kaji hayati (kajian biologi) sebagai bahan
analisanya.
Teori Herbert Spencer itu menurut Daud (I 992:25) dikemukakan bahwa
masyarakat adalah sebagai suatu organisme biologi dan anggota masyarakat
sebagai sel-sel dan organisme yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya
yang membentuk struktur masyarakat yang berfungsi memastikan penerusan
organismenya.

Pemahaman ini kemudian diuraikan oleh Herbert Spencer (Daud,


1992:26) sebagai berikut:
a.

Masyarakat dan organisme dapat dibedakan dan bahan tak organik


masing masingnya dapat membesar dan berkembang;

261

b.

Kedua-duanya memiliki perbedaan dalam struktur dan diikuti


dengan perubahan pada fungsi;

c.

Pertambahan dan segi ukuran kedua-duanya mempunyai arti


pertambahan dalam kompleksitas serta perbedaannya;

d.

Tiap-tiap bagian dan komponen keseluruhannya memiliki saling


ketergantungan dan pertambahan pada satu bagian akan mempengaruhi
pada bagian lainnya;

e.

Pada masyarakat dan organisme, setiap komponennya itu sendiri


merupakan satu masyarakat mikro atau organisme:

f.

Kehidupan dan keseluruhan sistem dalam masyarakat dan


organismenya akan terus kekal untuk sementara waktu.
Ketika menjelaskan tentang perbandingan antara individu dengan

organisme sosial, menurut Daud (1992:26), Herbert Spencer memperbandingkan


melalui pembedaan tentang struktur dan fungsi. Di sini struktur mempunyai
fungsi dalam mengekalkan keseluruhan sosial, apabila perubahan terjadi pada
struktur maka akan membawa akibat terhadap perubahan dalam fungsi secara
keseluruhan dan sistem.
Turner (1979: 13) dalam bukunya yang berjudul Functionalism membuat
satu kesimpulan pemahaman tentang unsure-unsur yang dilahirkan oleh Herbert
Spencer dalam fungsionalisme dan organismenya yaitu:
a. A society is both system and totality that has been united by its parts:
b. This system could only be comprehended from the point of view of its
specific structure and functions to perpetuate the entire social life,
c. It harbors a need that should be satisfied, if it will survive. The function of
a structure will be determined by studying the needs it satisfies.
Unsur-unsur

yang

dilahirkan

olel

Herbert

Spencer

sebagaimana

disebutkan di atas memperlihatkan bahwa masyarakat ialah satu sistem dan satu
keseluruhannya yang bersatu dibentuk oleh bagian-bagiannya. Sistem ini hanya
dapat dipahami dan segi perjalanan struktur yang khusus dan mempunyai fungsi
untuk mengekalkan keseluruhan kehidupan sosial. Ia mempunyai keperluan
yang harus dipenuhi, jika Ia ingin terus hidup. Fungsi suatu struktur adalah
ditentukan dengan mengkaji keperluan yang dipenuhinya.
262

Demikianlah teori dasar Herbert Spencer yang dijadikan bagan analisis


oleh Radcliffe-Brown dalam mengembangkan kajian struktural-fungsionalisnya
sebagai usaha untuk menerangkan tentang konsep struktur sosial yang memiliki
fungsi.

Pada

dasarnya

pokok

kajian

yang

terdapat

dalam

struktural-

fungsionalisme Radcliffe-Brown ini adalah mengkaji tentang struktur sosial


dengan menggunakan perbandingan analogi organik. Ini ditemukan pada
pemahaman Radcliffe-Brown tentang batasan struktur sosial, penerusan sosial,
hubungan tingkah laku individu dengan norma dan peraturan, aspek-aspek
struktur sosial, penerusan struktur sosial, konsep personaliti sosial, fungsi
institusi sosial, struktur dan fungsi dalam sistem sosial.
Batasan tentang struktur sosial, Radcliffe-Brown (1980:222) menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan struktur sosial adalah satu jaringan hubungan
sosial yang benar-benar ada. Oleh karena itu kajian ke atas struktur sosial berarti
kajian ke atas kumpulan dan hubungan yang saling tergantung antara fenomena
yang membentuk cirri-ciri sosial-budaya.
Tentang kedudukan sosial Radcliffe-Brown (1980:223) menjelaskan
bahwa kedudukan sosial yang berlainan yang terdapat di dalam masyarakat
pada hakikatnya membentuk bagian-bagian dalam struktur sosial. Begitu pula
penyesuaian yang terjadi antara anggota masyarakat secara ekonomi dan
ekologi berfungi mengekalkan struktur sosial.
Perihal hubungan antara penerusan sosial dengan penerusan struktur
sosial. Radcliffe-Brown (1980:227) menjelaskan bahwa:
Penerusan sosial itu pada dasarnya ditentukan oleh penerusan struktur
sosial yang penerusan dalam penyusunan orang dan hubungan mereka antara
yang satu dengan yang lainnya. Seperti tubuh badan manusia yang memiliki
struktur, di mana komponennya terdiri dan motif yang mengakibatkan perubahan
pada tubuh di samping mengekalkan penerusan struktur. Begitu pula tentang
rangkaian hubungan sosial yang membentuk struktur sosial pada dasarnya
ditentukan oleh proses sosial. Mengenal hubungan tingkah laku individu dengan
norma dan peraturan yang terdapat di dalam masyarakat, Radcliffe-Brown
(1980:227) menjelaskan bahwa:

263

Hubungan tingkah laku individu ketika mereka saling berinteraksi antara


yang satu dengan yang lainnya, tidak dapat dipisahkan dengan norma dan
peraturan-peraturan yang ada di dalam masyarakat itu. Sebab norma dan
peraturan ini berfungsi mengontrol tingkah laku mereka yang dibentuk dalam
kehidupan sosial tertentu dikenal dengan institusi yang diterima oleh suatu
kelompok atau kelas-kelas sosial yang ada dan dapat diidentifikasi.
Ketika menjelaskan hubungan antara organisasi dengan konsep struktur
sosial (1980:227) menyebutkan bahwa:
Organisasi itu berhubungan erat dengan Konsep struktur sosial walaupun
antara keduanya tidaklah sama. Satu yang membedakan antara organisasi
dengan konsep struktur sosial adalah dengan menafsirkan struktur sosial
sebagai satu susunan orang di dalam institusi (lembaga) yang terkontrol atau
hubungan yang terdapat di dalam struktur sosial tersebut merupakan hubungan
antara orang-orang yang telah ditentukan, misalnya mengenai struktur keluarga
di mana terdapat anggota-anggota keluarga seperti, ibu, bapak, anak-anak dan
pembantu rumah tangga. Sedangkan organisasi di sini ditafsirkan sebagai
sesuatu yang ada hubungannya dengan susunan aktivitas, contohnya ialah
dalam sebuah pabrik terdapat adanya susunan kerja, seperti adanya direktur,
pengurus, pekerja dan pengawas pabrik, di mana dari setiap orang-orang ini
mempunyai peranan yang berbeda atau masing-masing.Oleh karena itu apabila
kita membincangkan tentang sistem sosial, berarti kita merajuk kepada satu
sistem kedudukan sosial. Sementara itu dalam organisasi, ia hanya merangkumi
sistem peranan yang ada.
Hal ini terlihat hahwa RadciffeBrown mencoba membangun beberapa
hukum umum yang membentuk fenomena sosial dengan menggunakan
metode ilmiah seperti yang terdapat dalam ilmu pengetahuan alam. Ia melihat
bahwa antropologi sosial yang didasarkan pada generalisasi induktif akan dapat
menerangkan bagaimana dan mengapa sesuatu itu terjadi atau berlaku, dengan
dasar hukum-hukum tertentu. Generalisasi induktif ini pada dasarnya merujuk
kepada generalisasi yang disahkan melalui suatu ujian yang sistematis, yaitu
melalui pengamatan yang teliti dan menyeluruh yang dinamakan hukum-hukum
ilmiah.
264

Berikutnya Radcliffe-Brown (1980:228) dalam menjelaskan tentang aspekaspek struktur sosial menyebutkan ada dua aspek struktur sosial:
Pertama, ia beranggapan bahwa semua hubungan sosial yang terjadi di
antara individu sebagai bagian dan struktur sosial, misalnya dalam struktur
keluarga terdapat hubungan antara anak dan ibu-bapak. Dalam satu suku
bangsa Australia seluruh struktur sosial didasarkan pada jalinan hubungan
antara individu melalui perikatan perselisihan. Kedua, dalam struktur sosial itu
terdapat perbedaan antara individu dan kelas sosial karena mengikuti peranan
sosial yang dimainkan oleh masing-masing mereka. Contohnya seperti
perbedaan dan segi peranan dan kedudukan sosiaal antara lelaki dan
perempuan, pemimpin dengan rakyatnya dan majikan dengan para pekerjanya.
Mengenai konsep struktur sosial dihubungkan dengan konsep personaliti
sosial, Radclif1e-Brown (1980:229) menjelaskan hahwa:
Konsep struktur sosial ini berhubungan erat dengan konsep personaliti
sosial yaitu tentang kedudukan seseorang dalam struktur sosial yang kompleks.
Setiap manusia mempunyai dua ciri, yaitu ciri individu dan ciri manusia. Sebagai
individu, ia adalah suatu organisme biologi, yaitu kumpulan dari sejumlah besar
molekul yang tersusun dan yang di dalamnya berlaku suatu proses saling
berinteraksi serta adanya perubahan yang bersifat fisiologikal dan psikologikal.
Manusia sebagai orang, merupakan suatu yang kompleks dalam hubungan
sosialnya dengan berbagai peranan yang tidak sama. Di sini terlihat bahwa
pembagian kerja sosial adalah satu dari struktur sosial yang penting. Aktivitas ini
dijalankan karena ia memberi satu kepuasan dan yang menjadi ciri dasar
kehidupan sosial itu ialah aktivitas seseorang dapat memberi kepuasan pada
orang lain. Terdapat satu mekanisme sosial yang mudah atau kadangkala
kompleks yang membolehkan sistem itu bergerak. Misalnya sistem ekonomi
dengan aktivitas penghasilan, pelayanan dan pertukaran barang menjadi
mekanisme di mana hubungan antara individu serta kelompok dikekalkan.
Disini

Radcliffe-Brown

membuat

suatu

kesimpulan

bahwa

dalam

masyarakat manapun, peraturan, tata tertib, undang-undang, agama adalah


bagian mekanisme yang mengekalkan kewujudan satu rangkaian hubungan
sosial serta suatu struktur sosial tertentu. Dalam memberikan penjelasan tentang
265

konsep fungsi; Radcliffe- Brown mendasarkan analoginya antara kehidupan


dengan

kehidupan organik.

Ia menyebutkan

bahwa

organisme

adalah

merupakan satu sistem molekul yang kompleks, di mana strukturnya dibentuk


oleh hubungan yang terjadi antara unit-unitnya. Dalam proses penerusan
struktur, ia dikatakan berfungsi bila terdapat peranan dan sumbangannya
terhadap kehidupan organisme secara keseluruhnya. Misalnya mengenai fungsi
proses fisiologi yang berulang mempunyai hubungan dengan keperluan
organisme yaitu keperluan yang merujuk kepada keadaan yang perlu untuk
hidup (survival). Dalam membincangkan tentang organisme Radcliffe-Brown
menguraikan tiga aspek dan masalah yang ada. Pertama adalah masalah
morfologi, yaitu mengenai jenis struktur organik yang ada, perubahan dan
persamaannya, serta cara mengklasifikasikannya. Aspek kedua ialah berkenaan
dengan masalah fisiologi, yaitu tentang bagaimana struktur organik itu
menjalankan fungsinya dan juga proses kehidupannya. Ketiga ialah evolusi atau
kemajuan yakni bagaimana jenis organisme yang baru ini berwujud.
Untuk hal ini Radcliffe-Brown kelihatannya memberi perhatian yang lebih
kepada aspek fisiologi, terutamanya tentang konsep fungsi dan struktur. Ia
mendefinisikan fungsi institusi sosial sebagai penyesuaian dengan keadaan yang
perlu bagi kewujudan organisme sosial. Ia sebenarnya merupakan sumbangan
yang diberikan oleh aktivitas bagian kepada keseluruhan di mana kegiatan
bagian ini ialah salah satu dari keseluruhannya.
Tentang integasi sosial Radcliffe-Brown (1980:230) mengandalkannya
dengan fungsi kebudayaan secara keseluruhannya yaitu:
Menyatupadukan setiap manusia dalam satu struktur sosial yang dapat
dikatakan stabil. Dalam kehidupan sosial, menurut Radcliffe-Brown, tiap-tiap
individu ialah unit yang penting, karena dengan hubungan sosial ia membentuk
Kepaduan dalam keseluruhan kehidupan sosial. Sedangkan penerusan struktur
sosial dalam hal ini dapat dinamakan dengan organik yang tidak terancam oleh
adanya perubahan yang terjadi di dalam unitnya.
Kejelasan mengenai fungsi oleh Radcliffe-Brown (1980:230) diterangkan
bahwa fungsi adalah:

266

Sumbangan aktivitas bagian terhadap keseluruhan sistem, sedangkan


fungsi perbuatan sosial adalah memberikan sumbangan kepada keseluruhan
kehidupan sosial. Sistem sosial (keseluruhan struktur sosial masyarakat,
bersama-sama dengan keseluruhan amalan atau perbuatan sosial di mana
terdapat adanya struktur sosial) mempunyai satu jenis kesatuan yang dinamakan
kesatuan fungsional (functional-unity). Kesatuan fungsional ini adalah keadaan di
mana semua bagian dalam sistem sosial itu bekerja dalam keadaan yang amat
harmonis dan tanpa adanya persengketaan yang tidak dapat diselesaikan.
Apabila ditilik rnengenai penjelasan mengenai analisis fungsional,
Radcliffe-Brown terlihat mencoba membangun satu persetujuan antara satu
institasi sosial dengan keperluan organisme. Keperluan disini dipahamkan
dengan makna keadaan yang perlu untuk hidup. Ia sebenarnya merujuk kepada
satu integrasi sosial, dengan ia keadaan. Pertama, keperluan bagi pengekalan
suatu struktur sosial. Kedua bagi penerusan sistem sosial tersebut.
Radcliffe-Brown dalam mengembangkan konsep dan teori-teorinya
tentang struktur sosial dan analisa struktural terlihat diwarnai oleh prinsip
fungsional yang kemudian menjadi analisa struktural fungsional. Inti dari prinsip
fungsional itu adalah menyebutkan bahwa tiap-tiap bagian atau elemen
kehidupan masyarakat tempatkan berada dalam suatu keseluruhan yang
berintegrasi. Disini Radcliffe-Brown menerapkan prinsip fungsional tersebut
dalam melihat dan mempelajari jalinan hubungan-hubungan sosial yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat berdasarkan analoginya dengan suatu kehidupan
organisme. Karena ketatnya penggunaan prinsip integrasi fungsional dalam
analisa strukturalnya, maka Radctife-Brown dan murid-muridnya bisa disebut
sebagai penganut paham struktural-fungsionalisme.
Demikianlah dalam perspektif teori struktural-fungsional Radcliffe-Brown
yang menegaskan bahwa dalam mempelajari struktur suatu masyarakat, maka
kenyataan-kenyataan yang terlihat dan menjadi perhatian utama kita adalah
keseluruhan dan relasi-relasi sosial yang memang benar terjadi dalam kaitan
waktu tertentu dan yang menggabungkan antara manusia. Relasi-relasi sosial
tersebut yang dapat kita amati secara langsung merupakan kenyataan yang
berhubungan dengan berbagai bidang kehidupan manusia sehari-hari. Tetapi
267

kita tidak berhenti pada pencatatan atas kenyataan tersebut dalam wujud atau
bentuk bagian per bagian dan yang bersifat unik. Untuk kepentingan ilmu
pengetahuan kita hanya perhubungan dengan gejala yang bersifat umum,
dengan bentuk yang teratur melalui proses kejadian-kejadian yang selalu
berulang kembali.
Melalui fenomena-fenomena nyata yang nampak dalam kehidupan seharihari tersebut, kita harus dapat menangkap dan memformulasikan gejala umum
yang tenjaring keteraturan hubungan atau relasi-relasi sosial antara anggota
masyarakat yang secara nyata memiliki peranan sentral dalam mengintegrasikan
dan bahwa mengendalikan setiap tingkah laku dan aktivitas yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi jelas bahwa usaha perumusan struktur sosial
sebagai gejala umum itu merupakan sasaran studi yang tidak dapat diabaikan.
Atau dengan kata lain keterangan-keterangan tenteng bentuk struktur sosial jelas
merupakan hal yang sangat diperlukan dan penting dalam rangka studi tentang
masyarakat.
Sebagaimana halnya dengan struktur organisme yang selama hidupnya
selalu berubah, maka struktur sosial pada dasarnya pun juga bersifat dinamis
dan selalu mengalami perubahan-perubahan mengikuti perkembangan waktu.
Gerakan atau aktivitas nyata berdasarkan hubungan atau reaksi sosial antara
pribadi individu dan antar kelompok ataupun antara individu dengan kelompok
selalu tidak pernah sama dari tahun ke tahun atau bahkan dari hari ke hari.
Tetapi walaupun banyak aktivitas dan peristiwa-peristiwa nyata yang
selalu berubah, bentuk struktur yang bersifat umum, biasanya relatif tetap dalam
jangka waktu yang lama atau pendek. Struktur sosial memang bersifat supraindividual artinya tidak terikat sepenuhnya pada individu-individu pendukungnya,
meskipun berarti bahwa sama sekali tidak akan berpengaruh. Berbagai gerakan
dan aktivitas nyata dapat saja telah berubah banyak dalam kurun waktu yang
berbeda tetapi bentuk umum struktur sosial atau pola jaringan hubungan antar
anggota masyarakat yang bersangkutan tidak otomatis ikut berubah dalam
tingkat kuantitas dan kualitas yang sama. Walaupun misalnya terjadi revolusi
atau penyerbuan musuh dari luar sehingra timbul perubahan sosial besar-

268

besaran secara tiba-tiba, beberapa bentuk umum struktur sosialnya biasanya


tinggal tetap dan masih ada yang bertahan.
Analisa struktural-fungsional yang dikembangkan oleh Radcliffe-Brown ini
terlihat juga khususnya tentang mekanisme pembentukkan struktur sosial atau
jaringan relasi-relasi sosial yang teratur dan tentang bagaimana bekerjanya
dalam kehidupan masyarakat dengan berbagai contoh misalnya melalui studi
tentang bahasa, sistem pembagian kerja, sistem ekonomi, sistem pertukaran,
dan sistem kepercayaan.
Radcliffe-Brown terlihat bertahan pada dasar-dasar analogi struktur sosial
dengan

struktur

organisme

yang

dianggapnya

masih

tetap

dapat

dipertanggungjawabkan dari sudut pemikiran ilmiah. Dikatakannya bahwa


struktur sosial itu ditimbulkan dan dipertahankan kelangsungannya oleh suatu
kompleks mekanisme yang melibatkan unsur-unsur moral, hukum, etika,
kepercayaan, pemerintahan dan pendidikan sebagai bagian-bagian yang
terintegrasi. Keseluruhannya dilihat tidak dalam posisi sendiri-sendiri tetapi
dalam kesatuan hubungan yang saling berfungsi langsung atau tidak Iangsung
dalam kerangka struktur sosial yang teratur. Dalam beberapa contoh terungkap
bahwa dengan mempelajari struktur sosial, maka secara langsung kita akan
terlihat juga pada studi tentang nilaia budaya sebagai faktor yang turut
menentukan relasi-relasi sosial yang terjadi dalam Kehidupan masyarakat.
Apabila kedua tokoh struktur dan fungsi ini dicarikan persamaan dan
perbedaan di antara mereka maka ada beberapa pemahaman yang dapat
dikemukakam. Ini terlihat ketika membicarakan tentang fungsi pemikiran
mereka berdua terlihat diliputi oleh konsep-konsep yang mirip satu sama lainnya.
Misalnya mereka sepakat bahwa unsur-unsur kebudayaan maupun masyarakat
itu selalu dalam keadaan terintegrasi dan memiliki pola hubungan satu sama
lainnya secara utuh. Sekalipun demikian di antara mereka masih terdapat
beberapa perbedaan misalnya dalam menafsirkan tentang konsep fungsi itu
sendiri.
Bagi Malinowski, institusi sosial dan budaya itu sangat tergantung pada
kebutuhan manusia. Sedangkan bagi Radcliffe-Brown hubungan sosial dan
individual itu dipengaruhi oleh suatu prinsip sosial yang disebut struktur sosial. Ini
269

berarti bahwa struktur sosial itulah yang mengikat unsur-unsur kebudayaan


dalam masyarakat secara keseluruhan.

-----------Selesai disini----------

270

Keterampilan Dasar Ilmu-ilmu Sosial


Ilmu-ilmu sosial (Social Sciences) dapat diartikan sebagai bagian ilmu
pengetahuan mengenai manusia dengan konteks sosialnya atau sebagai anggota
masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Mackenzie, Norman 1968:7) bahwa social
sciences are all the academic disciplines which deal with men in their social context.
Jadi, dengan demikian tiap ilmu pengetahuan yang mempelajari dan mengkaji aspek
kehidupan manusia dalam masyarakat, termasuk bagian ilmu-ilmu sosial.
Manusia adalah suatu dinamika. Dinamika ini tidak pernah berhenti, melainkan
tetap terus aktif. Dinamika manusia inilah yang memadukan manusia dengan sesamanya
dan dengan dunia lingkungannya (Drijarkara, 1969 : 44).
Dinamika manusia merupakan ungkapan hakikat jiwa manusia sebagai makhluk
yang berakal-budi (homo sapies) dan sebagai makhluk sosial. Hakikat inilah yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya di permukaan bumi. Pengembangan akalbudi manusia dengan relasi sosial inilah yang telah menyebabkan keadaan kehidupan di
permukaan bumi seperti kenyataan dewasa ini.
Pengembangan dan pemanfaatan akal-budi manusia, telah menghasilkan yang kita
istilahkan sebagai kebudayaan, kemampuan budaya dan kemampuan memanfaatkan
pengetahuan kebudayaan manusia telah membantu meningkatkan kesejahteraan manusia
itu sendiri. Pengungkapan budaya dalam bentuk benda materi dan yang non-materi, telah
mengembangkan kehidupan kelompok manusia menjadi kelompok sosial yang luas.
Bahasa yang merupakan salah satu aspek kebudayaan, telah lebih mengembangkan akalbudi manusia dalam mengungkapkan buah pikiran dan perasaannya sehingga lebih
memperlancar pemanfaatan segala sumber daya yang ada di sekitarnya. Bahasa menjadi
dasar pendorong terungkapnya pikiran dan perasaan manusia yang menghasilkan ilmu
pengetahuan.
Cara berpikir yang dilakukan manusia secara sistematis, telah menghasilkan ilmu
pengetahuan. Sebaliknya perkembangan ilmu pengetahuan telah pula mengembangkan
dan meningkatkan cara berpikir. Kemajuan ilmu pengetahuan menjadi dasar
perkembangan dan kemajuan teknologi. Melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan

271

teknologi, manusia telah dapat memanfaatkan sumber daya untuk menjamin


kelangsungan hidupnya.
Manusia sebagai makhluk biologis, dalam pertumbuhan hidupnya memerlukan
kebutuhan jasmaniah. Kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan sejak ia lahir, seperti
makan, minum, perlindungan terhadap cuaca yang buruk. Seianjutnya, pemenuhan
kebutuhan ini mengungkapkan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi.
Kelangsungan hidup manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat dilepaskan dan
kemampuannya mengatur kebijaksanaan dalam kelompok. Di sini kelihatan jelas bahwa
manusia adalah makhluk yang berpolitik yang mampu mengatur ketenteraman,
kebijaksanaan, dan kesejahteraan bersama dengan kelompoknya masing-masing, mulai
dan keluarga, warga desa, sampai ke tingkat bangsa dan negara.
Selanjutnya, manusia sebagai makhluk sosial. juga memiliki sikap, kemampuan,
emosi dan potensi-potensi kejiwaan lainnya, yang dapat berkembang dalam kehidupan
bermasyarakat. Manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi kejiwaan yang dapat
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan semangat kelompoknya. Gelala dan
kemampuan psiko-sosial yang dimiliki manusia, membedakan manusia dengan makhluk
lainnya.
Interelasi dan interaksi sosial manusia sesamanya, diatur serta dikembangkan oleh
aturan-aturan, nilai-nilai dan pranata-pranata tertentu. Aturan-aturan dan keteraturan
inilah yang menjaga dan mempertahankan kelestarian hidup manusia. Manusia adalah
makhluk yang mengenal hukum dan peraturan. Manusia adalah makhluk pencipta dan
pengabdi hukum.
Dari uraian di atas, terungkaplah hakikat kehidupan manusia sebagai suatu
dinamika. Dinamika itu mengungkapkan bahwa manusia bukan makhluk biologik
semata-mata. melainkan juga makhluk sosial-budayaekonomi-politik-hukum-psikologik
dan seterusnya. Aspek-aspek itu terdiri dan interaksi sosial, budaya, kebutuhan materi,
kehidupan, norma dan peraturan, sikap dan reaksi kejiwaan, geografi dan sebagainya.
Aspek-aspek inilah yang menghasilkan ilmu pengetahuan seperti sosiologi, Antropologi,
ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, ilmu hukum, psikologi sosial, geografi dan sebagainya
(Nursid Sumaatmadja, 1980:33).
Sebagian kita maklumi bersama, ilmu-ilmu pengetahuan tersebut di atas dewasa
ini berkembang menjadi disiplin ilmu sesuai dengan perkembangan dan dinamika
272

masyarakat. Ilmu harus benar-benar ilmiah mengumpulkan konsep-konsep dan hukumhukum umum, mengembangkan ruang lingkup pengetahuan. Di dalamnya dikemhangkan
saling hubungan antar konsep, membentuk generalisasi dan teori-teori yang
dikembangkan melalui observasi dan eksperimen yang tekun dan terus-menerus diuji
melalui observasi dan eksperimen kembali (riset).
Setiap disiplin ilmu memiliki struktur. Menurut Jarome S. Bruner. struktur ilmu
menyangkut saling berhubungan antara ide-ide dasar dan disiplin ilmu yang
bersangkutan. Ia memiliki dua dimensi, yaitu:
1. Dimensi konsepsional, meliputi konsep-konsep tertentu, prinsip-prinsip, generalisasi,
pengertian dan ide-ide yang mendasari disiplin ilmu yang bersangkutan.
2. Dimensi inetodologis, meliputi pengorganisasian, metode perielitian, pendekatan
yang ditentukan oleh disiplin ilmu yang bersangkutan.
Setiap disiplin ilmu memiliki strukturnya masing-masing, ia memberikan batas
atau ruang lingkup bagi suatu disiplin ilmu dan membedakannya dari cabang ilmu lain.
Struktur merupakan konsep pedagogis dan perlu diajarkan melalui IPS, agar murid
secepatnya dapat menghayati ide-ide dan ilmu yang dimaksud. Objek setiap kegiatan
belajar menurut Bruner ialah melayani atau memenuhi keperluan anak didik untuk hari
depannya. Adapun dua cara untuk itu yaitu (1) pemindahan/transfer keterampilan melalui
kurikulum sekolah sebagai dasar untuk dipakai kelak di dalam masyarakat, (2)
pemindahan/transfer prinsip-prinsip dan sikap melalui kurikulum sekolah, bukan sekadar
untuk memperoleh keterampilan. tetapi untuk mendapatkan ide-ide dasar dan ide-ide
umum yang dapat dipergunakan sebagai dasar menangani masalah masyarakat. Tipe
transfer yang kedua ini merupakan inti ciri proses pendidikan masa kini melalui IPS,
syarat untuk itu antara lain penguasaan struktur ilmu/ilmu-ilmu yang hendak dihayati
(Kosasih Djahiri, 1982/1983: 8).
Hal tersebut diperlukan agar anak didik menerapkan ide-ide yang telah
dihayatinya kepada situasi baru yang dihadapi. Makin mendasar ide-ide yang dimiliki itu,
makin besar kemungkinan penerapannya kepada masalah yang lebih luas.
Ide kepada penguasaan struktur itu berdasarkan proporsi berikut:
1. Apa saja dapat diajarkan kepada siapa saja tingkat (umur) mana saja.
2. Sebagian besar dan belajar dengan efektif berupa belajar menentukan
(Discoveri learning). Sebab dengan itu akan dapat: (I) meningkat lebih baik,
273

(2) mentransfer hasil belajar kepada masalah dan subjek lain, (3)
mengembangkan kepercayaan kepada din sendiri (self confident) melalui
kekuatan sendiri.
3. Proses belajar adalah sama pada setiap tingkat umur.
4. Kurikulum harus berdasarkan struktur disiplin ilmu (Jerome S. Bruner).
Sebagai guru IPS, pengetahuan yang berhubungan dengan disiplin ilmu-ilmu
social (social sciences) sangat diperlukan baik yang berhubungan dengan ruang lingkup
bahasannya, objek yang dipelajari, metode dan pendekatan dan tiap-tiap disiplin ilmuilmu sosial tersebut. Dengan mengetahui dan menguasai pengetahuan ilmu-ilmu sosial,
bahasan/topiktopik IPS baik berupa konsep, prinsip, generalisasi, teori maupun faktafakta yang bersumber dan masyarakat dapat dibahas lebih mendalam.
Untuk selanjutnya Anda diajak untuk melihat kemampuan-kemampuan dasar dan
setiap disiplin ilmu sosial dalam melaksanakan tugas sebagai guru, khusus guru IPS di
Sekolah Dasar.

A.

KEMAMPUAN/KETERAMPILAN DALAM ILMU GEOGRAFI


Sebelum kita membicarakan keterampilan dasar ilmu geografi, perlu diketahui

pengertian, hakikat, ruang lingkup, objek studi dan ilmu geografi.


Pada Modul 2 yang Anda pelajari, Anda sudah mengetahui mengenal serta
memahami konsep-konsep dasar dan ilmu sosial, termasuk kedalamnya konsep-konsep
dasar geografi.
Banyak pengertian geografi yang dikemukakan oleh ahli geografi terdahulu.
Geography is that character discipline that seeks to describe and interpret the character
from place of the earth as the world of man.

Pada bahasan ini Hartshorne menekankan kepada karakter variabel dan suatu
tempat ke tempat lainnya sebagai dunia tempat kehidupan manusia. Dalam hal ini
geografi sebagai bidang ilmu mencari penjelasan dan interpretasi tentang karakter tadi
sebagai hasil interaksi faktor-faktor geografi yang mencarikan tempat-tempat di
permukaan bumi sebagai dunia kehidupan manusia. Ke dalam interaksi itu termasuk
pemanfaatan sumber daya lingkungan oleh manusia bagi kepentingan hidupnya.

274

Pengertian lainnya oleh panitia Ad Hoc Geografi (ad Hoc Committe on


Geography, Hagett, 1975:582) geografi menekankan kepada penjelasan bagaimana
lingkungan fisik di permukaan bumi terorganisasi dan bagaimana tersebar di permukaan
itu dalam hubungannya dengan gejala alam tersebut dan dengan sesama manusia.
Pengertian geografi yang kedua ini tidak bertentangan dengan yang dikemukakan
pertama, bahkan saling memperkuat. Sifat khas tempat-tempat di permukaan bumi
sebagai dunia kehidupan manusia, tidak dapat dilepaskan dari karakter lingkungan fisik
yang memberikan

peluang kepada penyebaran umat

manusia dengan corak

kehidupannya. Dengan demikian studi geografi tidak terlepas dari kenyataan kehidupan
manusia di permukaan bumi sebagai hasil hubungan manusia dengan faktor-faktor
geografi tadi, memberikan cirri-ciri khas kepada tempat-tempat sebagai dunia kehidupan
manusia.
Pakar-pakar geografi Indonesia pada seminar dan lokakarya penelitian kualitas
pengajaran geografi di Semarang tahun 1988, telah merumuskan konsep geografi sebagai
berikut.
Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena
geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan.
Konsep geografi yang diketengahkan di atas secara jelas menegaskan bahwa yang
menjadi objek studi geografi adalah geosfer, yaitu permukaan bumi yang hakikatnya
merupakan bagian dari bumi yang terdiri atas Atmosfer (lapisan udara), lithosfer (lapisan
batuan, kulit bumi) hidrosfer (lapisan air, perairan) dan biosfer (lapisan kehidupan).
Pada konsep ini, geosfer atau permukaan bumi tadi ditinjau dari sudut pandang
kewilayahan atau kelingkungan yang menampakkan persamaan dan perbedaan.
Persamaan dan perbedaan tadi tidak terlepas dari adanya relasi keruangan dari unsurunsur geografi yang membentuknya. Di sini geografi melihat dan mempelajari wilayahwilayah di permukaan bumi yang tersebar yang membentuk lingkungan-lingkungan
geografi tertentu yang menunjukkan sistem kewilayahan (regional sistem) dan sistem
lingkungan (ekosistem) tertentu. Dari sekian sistem kewilayahan dan sistem lingkungan
tadi sudah pasti terdapat persamaan dan perbedaan gejala, bahkan keunikan di wilayhwilayah atau eksostem tadi (Nursid Sumaatmadja, 1990: 19).
Dari konsep geografi yang terakhir ini, dimanakah kedudukan manusia? dan
bagaimanakah kegiatan studi geografi dengan kepentingan manusia yang memanfaatkan
275

geosfer sebagai dunia kehidupannya? Jawabnya adalah bahwa manusia sebagai salah satu
unsur geografi yang juga menjadi objek studi geografi, ada dalam konteks biosfer. Hanya
dalam.hal ini sebagai unsur pokok dalam geografi, merupakan faktor yang paling
dominan terhadap faktor atau unsur geografi lainnya (man ecological dominant). Dengan
demikian. apa pun yang menjadi objek studi (udara, batuan, air, makhluk hidup dan
sebagainya) selalu dihubungkan dengan kedudukan dan kepentingan hidup manusia.
Dengan demikian dapat diketengahkan bahwa pengajaran geografi hakikatnya
adalah pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan
keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya.
Dengan perkataan lain, pengajaran geografi merupakan hakikat geografi yang diajarkan
di sekolah yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang
pendidikan masing-masing.
Sebagai ruang lingkup pengajaran geografi sama dengan ruang lingkup ilmu
geografi itu sendiri, yaitu meliputi:
1. alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia.
2. penyebaran umat manusia dengan variabel kehidupannya.
3. interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungannya yang memberikan
variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi.
4. kesatuan regional yang merupakan perpaduan antara darat, perairan dan udara di
atasnya.

Dari hakikatnya dan ruang lingkup pengajaran geografi yang telah dikemukakan
di atas. menjadi jelas di mana materi geografi adalah kehidupan nanusia di masyarakat,
alam lingkungan dengan segala sumber dayanya, rgion-region di perrnukaan bumi,
menjadi sumber pengajaran geografi. Selain gejala-gejala kehidupan yang langsung
terjadi di permukaan bumi, buku-buku dan kepustakaan lain yang juga berkenaan dengan
gejala tadi, menjadi sumber yang dapat dimanfaatkan dalam pengajaran geografi. Dalam
hal penggalian dan pemanfaatan alam lingkungan, kehidupan manusia dan hasil interaksi
faktor-faktor geografi sebagai sumber materi geografi, dari guru dituntut kemampuan dan
keterampilan melakukan seleksi terhadap materi tadi, sehingga apa yang diproses dalam
belajar- mengajar menjadi efektif dan efisien sesuai dengan tingkat perkembangan anak
didik. Di sini ternyata bahwa kemampuan dasar guru geografi berkenaan dengan
276

penguasaan materi, tujuan pengajaran geografi dan tingkat perkembangan mental anak
sangat dituntut.
Sebagaimana tujuan pendidikan pada umumnya, mengacu kepada tujuan
pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus sampai kepada
tujuan yang operasional. Tujuan instruksional merupakan tujuan yang wajib dicapai pada
pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian tujuan instruksional pengajaran geografi
adalah tujuan yang wajib direalisasikan pada pelaksanaan pengajaran geografi.
Pencapaian tujuan tersebut melalui proses berbagai keterampilan yang mengandung
keaktifan anak didik dalam merealisasikannya. Dengan anak aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran maka pencapaian tujuan pembelajaran itu akan lebih diresapi oleh
siswa sehingga kesannya akan tahan lama.
Kembali kepada tujuan pengajaran/tujuan instruksional khusus berisi perilaku
yang harus dicapai melalui proses belajar-mengajar dengan pendekatan keterampilan
proses dapat mengacu kepada teori Bloom dan kawan-kawan tentang tujuan pendidikan.
Hierarki tujuan pendidikan dikelompokkan ke dalam tiga dominan/matra, yaitu (1) matra
kognitif, (2) matra efektif (3) matra psikomotor. Hierarki Bloom ini diterapkan pada
tujuan instruksional, dalam hal ini tujuan instruksional geografi. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yang harus kita realisasikan, melalui pendidikan termasuk
pendidikan geografi, menciptakan manusia Indonesia yang seimbang tingkat kognisi,
efeksi dan psikomotornya maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran haruslah
berlangsung secara seimbang pula.
Sebagai guru yang profesional, selain mampu menguasai materi yang akan
diajarkan kepada para siswanya, ia juga harus mampu mentransfernya sehingga hasil
belajar siswa dapat optimal. Di sinilah diperlukan keterampilan guru untuk memilih
metode yang tepat, dapat menggunakan sumber belajar, dapat membuat dan
menggunakan alat bantu/media dan alat peraga, mampu menciptakan suasana belajar
yang kondusif dan lain sebagainya.

Baiklah, secara singkat akan dibahas beberapa keterampilan guru, khususnya guru
geografi berkenaan dengan kegiatan belajar-mengajar topik/bahasan geografi.

1. Metode Pembelajaran
277

Sesuai dengan hakikat dan ruang lingkup bahasan geografi, maka pengajaran
geografi dapat dilaksanakan di dalam kelas dan di luar kelas. Banyak metode
pembelajaran yang dapat dilakukan di dalam kelas, seperti metode ceramah-ceramah
bervariasi, tanya jawab, diskusi, role playing, sosiodrama, kerja kelompok dan
sebagainya. Sedangkan metode pembelajaran yang dilakukan di luar kelas, seperti
metode tugas belajar dan metode karyawisata. Pada dasarnya tidak ada metode
pembelajaran yang paling baik. Tiap metode mempunyai kelebihan/kebaikan dan ada
kekurangannya. Pada pelaksanaannya, semua metode tadi diterapkan secara kombinasi
terpadu sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan instruksional/pembelajaran yang harus
dicapai. Di sini lah kemampuan/ keterampilan guru untuk memilih metode pembelajaran
mana yang paling tepat/efektif.

2. Penggunaan Sumber Belajar


Sebagaimana yang sudah dikemukakan di atas, bahwa sumber belajar geografi
dapat berupa fenomena/gejala-gejala yang ada di sekitar lingkungan (baik di lingkungan
alam, maupun lingkungan manusia), kemudian dari buku-buku, majalah, surat kabar, dan
media elektronika lainnya yang berhubungan dengan materi/topik bahasan geografi. Pada
umumnya guru- guru hanya menggunakan buku sumber sebagai sumber belajar, padahal
buku sumber hanya salah satu dan sumber belajar yang dapat dilakukan guru. Dengan
mengambil sumber belajar dan gejala-gejala yang ada di sekitarnya, proses belajarmengajar geografi akan lebih menarik perhatian siswa dan tidak membosankan. Di
sinilah diperiukan kernampuan/keterampilan guru agar supaya hasil belajar siswa dapat
optimal.

3. Penggunaan Media/Alat Pembelajaran


Bagaimanapun kondisi dan situasinya. penerapan metode pembetajaran dalam
kegiatan belajar-mengajar, tidak dapat dilepaskan dan penggunaan media pengajaran
yang sesuai dengan teknik-teknik mengajar serta tujuan instruksional yang ingin dicapai.
Pengajaran geografi, hakikatnya adalah pengajaran tentang gejala-gejala geografi yang
tersebar di permukaan bumi. Untuk memberi citra tentang penyebaran dan lokasi gejalagejala tadi, anak didik (lebih-lebih SD) tidak mungkin hanya mendengarkan ceramah,
berdiskusi atau tanya jawab saja, melainkan harus mengamati secara langsung.
278

Gejala/fenomena yang ada di sekitar tempat tinggal anak, baik berupa gejalal
fenomena kehidupan mausia, selain sebagai sumber belajar, dapat juga dijadikan media
pembelajaran geografi tidak dapat hanya diceramahkan, didiskusikan atau tanya jawab
saja, melainkan harus ditunjukkan dan diragakan.

4. Menciptakan suasana Belajar yang Kondustif


Menciptakan suasana belajar yang dapat merangsang/memotivasi kegiatan belajar
aktif sehingga keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar akan menghasilkan
pencapaian belajar yang penuh makna (meaningful learning). Di sini diperlukan
kemampuan guru untuk menciptakan suasana belajar yang tidak mencekam, tidak terlalu
kaku dan juga tidak terlalu bebas yang menimbuikan suasana belajar malah tidak
terkendali.

B.

KEMAMPUAN/KETERAMPILAN DALAM ILMU SEJARAH


Sama halnya dengan bahasan kemampuan/keterampilan dalam ilmu geografi di

atas, ini akan kita bicarakan secara singkat mengenai disiplin ilmu sejarah dan
kemampuan mentransferkan ilmu tersebut kepada para siswa.
Sejarah atau ilmu sejarah dapat diartikan ebagai riwayat tentang masa lampau
atau bidang ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan menuturkan riwayat masa lampau
sesuai dengan metode-metode tertentu yang dapat dipercaya (Fairchild, H.P. 1964:141).
Sejarah berarti menceritakan atau kisah. kejadian atau peristiwa dan studi atau ilmu
pengetahuan tentang cerita yang benar-benar telah terjadi atau berlangsung pada waktu
yang lalu (H. Ismaun. 1992 : 22). Pada hakikatnya sejarah itu adalah suatu konsep
tentang waktu yang lalu selaras dengan rangkaian sebab akibatnya. Akan tetapi inti
sejarah adalah perubahan.
Apakah yang menjadi objek atau bidang kajian serta ruang lingkup sejarah?
Menurut H. Ismaun (1992:30-31), sebagai berikut: Dalam arti luas objek studi sejarah
adalah sejarah sebagal kenyataan dalam arti luas yang meliputi segala sesuatu yang
pernah terjadi dalam kehidupan umat manusia, dan semua gejala alamiah. Sedangkan
sejarah dalam arti terbatas ialah sejarah umat manusia, dimulai dan saat adanya dan
kehadiran makhluk manusia di dunia. Kehadiran manusia itu ialah dalam masyarakat.

279

Ilmu menjadikan masa lampau masyarakat manusia sebagai objek penelitiannya secara
sistematis dan kritis dengan tujuan untuk memelihara hasil penelitian itu sebagai
pengetahuan yang bermakna dan berguna.
Dan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah gambaran masa
lampau tentang manusia sebagai makhluk sosial dan lingkungan hidupnya, yang disusun
secara sistematis dan logis yang meliputi urutan fakta-fakta pada masa lampau, dengan
tafsiran dan penjelasan yang memberikan pengertian dan kepahaman tentang apa yang
telah berlaku.
Berikut ini tentang apa yang dimaksud dengan fungsi dan peran sejarah? Sesuai
dengan ruang lingkup bidang studinya tugas ilmu sejarah adalah menyelidiki dan
mengkaji segala peristiwa dan proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat manusia
dengan segala aspeknya, rangkaian sebab dan akibatnya, fungsi dan peran serta arti atau
makna dalam kehidupan manusia.
Selain mengumpulkan fakta-fakta mengenai peristiwa-peristiwa dan fenomenafenomena dalam masyarakat manusia pada masa yang lalu, juga dapat memperhitungkan
kemungkinan-kemungkinan, kecenderungan-kecenderungan pada masa yang akan
datang. Sedangkan tujuan ilmu sejarah adalah untuk memahami masa lampau dan
memelihara pengetahuan tentang masa lampau tersebut. Dengan memahami masa lampau
kita dapat memahami masa kini dan perspektif kecenderungan atau perkembangan di
masa yang akan datang.
Berikutnya sebagai guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya selain dapat
menguasai disiplin ilmu yang diasuhnya, mampu merumskan tujuan instruksional/
pembelajaran, ia harus mempunyai keterampilan untuk mentransferkan materi/topik
bahasan kepada siswa-siswanya. Khusus untuk mentransferkan materi/topik bahasan
bukan lah pekerjaan yang mudah. Karena untuk mencapai tujuan pembelajaran secara
optimal diperlukan herbagai kemampuan/keterampilan guru itu sendiri, seperti rnemilih
dan menentukan metode pembelajaran yang tepat/efisien, memilih sumber, memilih dan
menggunakan media/alat pembelajaran, menceritakan kondisi ituasi, suasana belajar yang
mendukung siswa aktif dan sebagainya. Tentunya keterampilan-keterampilan yang perlu
dimiliki guru antara satu iengan yang lain harus saling menunjang/mendukung
pencapaian tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan.

280

Untuk

memilih

metode

pembelajaran

mana

yang

paling

aktif

perlu

dipertimbangkan berbagai segi antara lain: Bahan/topik yang akan diajarkan, tujuan yang
ingin dicapai, kondisi siswa, sarana prasarana yang ada, bahkan kemampuan guru itu
sendiri, dan sebagainya. Satu hal yang mendapatkan perhatian guru, termasuk guru yang
mengajar sejarah adalah anak/siswa Japat terlibat langsung secara aktif dalam kegiatan
belajar-mengajar. Agar upaya kegiatan belajar-mengajar dapat mengarah kepada cara
penerapan CBSA, diperlukan keterlibatan secara terpadu, berkesinambungan dan
berkeseimbangan hal-hal sebagai berikut (1) mengarah pada jenis interaksi belajarmengajar yang optimal, (2) menuntut berbagai jenis aktivitas peserta didik, (3) strategi
belajar-mengajar yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, (4) menggunakan multi
metode, (5) menggunakan media yang bervariasi, (6) mengarah kepada multi sumber
belajar, (7) menutup perubahan kebiasaan cara guru mengajar.
Metode yang digunakan dalam mengajarkan materi sejarah antara lain: metode
ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi, tugas, bermain peran dan sebagainya. Karena
sumber belajar sejarah selain sumber tertulis (buku-buku literatur, brosur, dokumentasi),
juga berupa peninggalan-peninggalan (prasati, candi, istana-istana, dan sebagainya) maka
metode karyawisata sangat membantu dalam mempelajari sejarah. Hanya masalahnya
dalam melaksanakan karyawisata harus benar-benar dipersiapkan dan direncanakan
dengan matang. Sebab kalau tidak, tujuan pembelajaran tidak tercapai karena kegiatan
semacam ini hanyalah piknik belaka. Dalam melaksanakan karyawisata, dahulukan
tempat-tempat peninggalan sejarah atau benda-benda bersejarah yang ada di sekitar kita,
baru berjarak lebih jauh, jangan dibalik. Yang jauh dapat dikunjungi, sedangkan yang ada
di sekitar kita anak/siswa tidak mengetahuinya.

C.

KEMAMPUAN/KETERAMPILAN DALAM ILMU EKONOMI


Sebagai seorang guru ekonomi atau guru yang mengajarkan ekonomi harus

mengetahui dan menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori yang merupakan topik


bahasannya. Untuk itu secara singkat kita akan bicarakan mengenai pengertian ekonomi,
sasaran atau objek, metode/pendekatan, tujuan dan ilmu ekonomi.
Banyak para sarjana yang telah mendefinisikannya, apa, ilmu ekonomi itu, Di
antara definisi yang satu dengan definisi yang lain kadang-kadang berbeda. Albert L.
Meyers,

ia

mengemukakan

bahwa

ekonomi

281

adalah

ilmu

pengetahuan

yang

mempersoalkan kebutuhan dan pemuasan kebutuhan manusia. Kemudian, Prof. DR. J. L.


Mey berpendapat bahwa ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajani usaha
manusia ke arah kemakmuran. Sedangkan Brown, G.D. mengemukakan bahwa ekonomi
adalah suatu studi mengenai cara bagaimana manusia memenuhi kebutuhan materinya
melalui pranata-pranata. Mereka memanfaatkan sumber daya alam, modal dan tenaga
kerja yang terbatas.
Dan definisi ekonomi di atas. walaupun kata-katanya ada perbedaan. akan tetapi
intinya

adalah

sama

yaitu

di

satu

pihak

mengemukakan

tentang

adanya

kejarangan/kelangkaan akan barang-barang dan jasanya. Kebutuhan manusia akan


barang-barang dan jasa-jasa menurut jenisnya sangat beragam dan secara agregat
jumlahnya tidak terbatas. Di lain pihak barang-barang dan jasa-jasa sebagai alat pemuas
kebutuhan walaupun jenisnya sangat beragam, akan tetapi secara relatif adanya terbatas
jika dibandingkan dengan kebutuhannya. Di samping terbatas, sesuatu barang kadangkadang mempunyai penggunaan yang altematif, artinya suatu barang dapat dipergunakan
untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Contohnya, sekaleng minyak tanah selain
dapat dipergunakan untuk mengisi kompor untuk keperluan memasak, juga dapat
dipergunakan untuk mengisi lampu untuk keperluan penerangan. Oleh karena itu,
manusia harus memilih salah satu di antara dua atau beberapa alternatif penggunaannya,
yaitu alternatif yang mempunyai daya guna yang paling besar. Tindakan memilih seperti
yang dikemukakan itu disebut tindakan ekonomi. Agar pilihan kita merupakan pilihan
yang paling menguntungkan maka dalam melakukan tindakan ekonomi itu kita harus
menggunakan prinsip-prinsip ekonomi. Secara umum, prinsip-prinsip ekonomi dapat
dikatakan bahwa dengan pengorbanan tertentu seseorang berusaha untuk memperoleh
hasil yang sebesar-besarnya atau dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya seseorang
berusaha untuk mencapai ha! tertentu.
Jadi, jelas yang menjadi persoalan di dalam ilmu ekonomi ialah bahwa manusia di
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan selalu menghadapi ketidakseimbangan
antara banyaknya kebutuhan dengan banyaknya barangbarang dan jasa-jasa yang tersedia
atau dengan kata lain bahwa kebutuhan terhadap barang-barang dan jasa-jasa tidak
terbatas sedang sumber-sumber, baik sumber alam maupun sumber daya manusia
terbatas.

282

Apa tujuan dan ilmu ekonomi? Sebagai tujuan ilmu ekonomi adalah (1) untuk
mencari pengertian tentang hubungan peristiwa ekonomi baik hubungan yang bersifat
kausal maupun hubungan yang bersifat fungsional, (2) untuk menguasai peristiwaperistiwa tersebut dan untuk dapat mengatasi masalah-masalah ekonomi yang kita
hadapi.
Sudah menjadi asumsi kita. bahwa sumber daya alam di permukaan bumi tersebar
tidak merata. bahkan di wilayah-wilayah tertentu. sumber daya tertentu dapat dikatakan
langka atau sama sekali tidak ada. Melalui pranata-pranata yang diciptakan manusia
dalam bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya diusahakan dapat memenuhi
kebutuhan. Dalam kenyataannya pemenuhan kebutuhan ini berbentuk pertanian,
peternakan, perindustrian, perdagangan serta jasa-jasa lainnya.
Setelah kita mengetahui dan memahami tentang disiplin ilmu ekonomi. tentunya
bagi seorang guru ekonomi atau guru yang mengajar ekonomi dituntut juga untuk dapat
mentransfer konsep-konsep. Teori-teori yang merupakan topik bahasan ekonomi kepada
anak didik/siswanya. Untuk dapat mencapai tujuan instruksional/pembelajaran secara
optimal dibutuhkan beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh guru tersebut. Guru
harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat merangsang/mendorong siswa
untuk belajar, mencari dan menemukan sendiri. Dengan demikian hasil belajar siswa
akan lebih melekat dan tahan lama.
Dalam mempehijari konsep-konsep ekonomi yang merupakan topik bahasannya
selain bersumber dan buku-buku literatur yang sesuai dengan kurikulum, banyak konsepkonsepnya yang bisa dikembangkan dan gejala-gejala ekonomi yang ada di sekitar lokasi
sekolah atau di sekitar tempat tinggal siswa itu sendiri. Oleh karena itu, sumber
pembelajaran ekonomi juga dapat diambil dan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat
yang ada di sekitar lingkungannya, misalnya kegiatan pertanian, perkebunan, kerajinan,
perikanan, industri, pertukangan serta jasa-jasa lainnya. Hal ini penting, karena kebiasaan
guru dalam mengajar lebih terfokus kepada konsep-konsep yang hanya bersumber dan
buku-buku literatur. Lebih-lebih bagi anak usia sekolah dasar (SD), dengan mengambil
sumber pembelajaran dan kegiatan ekonomi yang ada di sekitar lingkungannya,
pembelajaran

lebih

bersifat

konkret.

Oleh

karena

itu,

diperlukan

kemampuan/keterampilan guru pengajar ekonomi untuk memilih metode pembelajaran

283

yang tepat. Sumber pembelajaran, medialalat bantu pembelajaran serta menciptakan


suasana belajar yang dapat merangsang/mendorong siswa belajar.

D.

KEMAMPUAN/KETERAMPILAN DALAM ILMU POLITIK


Banyak orang/pakar yang mendefinisikan pengertian ilmu politik, misalnya saja

Prof. Mr. Moh. Jamin ...ilmu politik memusatkan tinjauannya kepada masalah kekuasaan
dan bagaimana jalannya tenaga kekuasaan dalam masyarakat dan susunan negara. Ilmu
politik dengan sendirinya membahas dan mempersoalkan pembinaan negara dan
masyarakat atau kekuasaan. Dr. Deliar Noer, menyatakan ilmu politik pada umumnya
berkenaan dengan dua hal, yaitu kekuasaan dan susunan masyarakat. Dengan demikian
ilmu politik meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kedua masalah itu.
Pengertian lain yang dikemukakan oleh Brown. GD., ilmu politik adalah studi
tentang sistem politik. Sedangkan sistem politik yaitu semua pranata dan proses yang
mengatur atau memerintahkan masyarakat. Politik itu sendiri sebagai proses pelaksanaan
kekuasaan untuk mencapai tujuan tertentu. Atau dapatjuga diartikan sebagai teori, seni
dan praktik memerintahkan (Fairchid. 1964: 224). Dan batasan-batasan yang telah
dikemukakan di atas, jelas bahwa objek studi ilmu politik yaitu pemerintahan,
kenegaraan, termasuk di dalamnya pelaksanaan kebijaksanaan untuk memelihara
kesejahteraan, keamanan dan ketenteraman masyarakat. Dengan demikian pengertian
ilmu politik tidak hanya dapat diterapkan kepada pelaksanaan pemerintahan negara
secara formal, di dalam keluarga pun dapat diterapkan. Keluarga dengan proses
kehidupan dan pranata-pranatanya juga merupakan suatu bentuk pemerintahan.
Adanya pranata politik dalam kehidupan manusia, menunjukkan bahwa manusia
merupakan makhluk yang dapat mengatur kesej ahteraannya, mengatur ketenteraman dan
keamanan hidupnya. Manusia sebagai makhluk yang berpolitik inilah yang membedakan
diri dengan makhluk lainnya. yang dapat melestarikan dan meningkatkan kesejahteraan
jasmani dan rohani. manusia memiliki kemampuan mengatur kehidupan kelompok, mulai
dan kelompok yang kecil (keluarga) sampai kepada kelompok yang besar (bangsa atau
negara) dan sampai pula kepada kelompok yang menembus batas-batas kebangsaan
(antarbangsa).

284

Karena ruang lingkup, ilmu politik yang sedemikian luas, yang menembus
berbagai aspek kehidupan sosial manusia, dalam rangka kerjanya tidak dapat melepaskan
diri dan bantuan ilmu-ilmu lainnya, seperti sosiologi, ilmu negara, ilmu hukum,
administrasi negara, psikologi dan sebagainya. Selanjutnya setelah kita mengetahui dan
memahami ilmu politik, ruang lingkup bahasan, objek studinya, guru yang mengajarkan
konsep-konsep

yang

berhubungan

dengan

ilmu

tersebut

diharapkan

dapat

menstransfernya kepada para siswanya. Untuk mentransfer konsep-konsep, prinsipprinsip, teori-teori yang berhubungan dengan topik bahasan yang akan diajarkan,
diperlukan keterampilan-keterampilan tertentu. Sama halnya dengan mengajarkan materi
yang termasuk pokok bahasan/topik bahasan geografi, sejarah, ekonomi yang
dikumpulkan di atas. Guru yang mengajarkan pokok bahasan/topik bahasan politik pun
harus dapat memilih metode pembelajaran yang tepat, sumber belajar, media/alat bantu
pelajaran dan sebagainya. Namun karena objek studi, ruang lingkup bahasan serta tujuan
pembelajaran yang berbeda maka dalam pembelajaran selain bersumber dan buku-buku
literatur yang digunakan, dapat juga dengan melihat sistem politik yang berlaku.
Lembaga-lembaga pemerintahan baik dan tingkat pusat sampai tingkat yang paling
rendah (pemerintahan desa) dapat dijadikan sumber pembelajaran. Bahkan dalam
kehidupan rumah tangga dapat dijadikan sumber pembelajaran. Bagaimana keluarga
dapat mengatur serta memelihara kesejahteraannya, keamanan, ketenteraman semua
anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai fungsi masing-masing dan
sekaligus mempunyai hak serta kewajibannya. Contohnya, Seorang Ayah berfungsi
sebagai kepala keluarga. Sedang kepala keluarga si Ayah mempunyai hak untuk
dihormati oleh seluruh anggota keluarga, ditaati nasihat-nasihatnya dan sebagainya.
Selain ia memiliki hak juga mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah dalam rangka
menjamin kesejahteraan keluarga, dan sebagainya. Begitu juga seorang ibu, anak-anak
mempunyai hak dan kewaj iban masing-masing.
Jadi, dalam pengajaran politik, diharapkan para siswa selain mengetahui, juga
menyadari hak dan kewajiban baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai warga
negara. Selain itu juga siswa harus menyadari bahwa untuk hidup aman, tenteram
sejahtera penuh dengan aturan-aturan yang perlu ditaati dan dilaksanakan.
Untuk itu diperlukan keterampilan guru untuk dapat mencapai tujuan/sasaran yang
diharapkan.
285

E.

KEMAMPUAN/KETERAMPILAN DALAM ILMU


SOSIOLOGI
Dalam bahasan ini terlebih dahulu diperkenalkan mengenai ilmu sosiologi, objek

studinya, ruang lingkup dan tujuan serta peran sosiologi. Hal ini perlu diketahui oleh guru
yang mengajar konsep-konsep/teori-teori sebagai pokok/topik bahasan.
Pengertian sosiologi dapat diartikan sebagai berikut: Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari masyarakat. Kemudian Brown, GD. (1975:35) mengartikan sosiologi adalah
interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok/masyarakat, dan
masyarakat dengan masyarakat.
Apa yang dimaksud. dengan masyarakat? Masyarakat meliputi sejurnlah manusia
yang hidup berkelompok-kelompok atau bergolong-golongan yang dengan sendirinya
satu sama lain saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Keadaan saling
berhubungan dan golongan dengan golongan lain, atau antarperorangan dengan suatu
golongan. Dengan terlepas dan tidak berhubungan serta tidak pengaruh mempengaruhi
satu sama lain, tidak dapat dipandang sebagai suatu masyarakat. Sebaiknya meskipun
jumlahnya tidak herapa banyak tetapi satu sama lain saling berhubungan dan saling
mempengaruhi maka kelompok itu memenuhi syarat untuk disebut masyarakat.
Aspek masyarakat yang manakah yang dipelajari oleh sosiologi? Kita mengetahui
bahwa semua ilmu sosial mempelajari masyarakat, tetapi apa-apa yang dipelajari dalam
sejarah berlainan dengan yang dipelajari dalam geografi, berlainan pula dengan yang
dipelajari dalam ekonomi, antropologi, politik dan sebagainya. Setiap ilmu sosial
mempelajari aspek segi yang khusus. Sosiologi mempelajari masyarakat secara umum
sehingga ada yang menamakannya ilmu masyarakat umum. Meskipun demikian ada yang
merupakan bahwa sosiologi menekankan studinya kepada empat hal berikut: (1) bentuk
masyarakat, (2) hubungan masyarakat, (3) tenaga sosial, (4) proses sosial (Sudardja
Adiwikarta, 1979/1980 : 4).
Interaksi sosial baik secara sempit, maupun secara luas terus dilakukan oleh
manusia. Interaksi ini berlangsung mulai dan lingkungan keluarga sampai kepada
lingkungan bangsa dan antarbangsa. Pada sosiologi dijelaskan mengapa manusia
mengadakan interelasi dan interaksi sosial. Dijelaskan pula mengapa intereiasi dan

286

interaksi di suatu kelompok masyarakat sangat erat, sedangkan pada kelompok Iainnya
renggang. Pokoknya segala gejala dan masaah yang berhubungan dengan relasi sosial,
menjadi pembahasan dan pengkajian sosiologi. Baik pada penelaahan, maupun pada
penelitiannya, sosiologi memiliki metode analisis sendiri.
Sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, sosiologi mempunyai tujuan, yaitu (1) semakin
berkembang dan semakin kayanya ilmu itu sendiri sebagai ilmu dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip atau teori-teori yang diperoleh dari hasil pemikiran, pengalaman dan
penelitian. ini adalah aspek teoretis dari sosiologi yang dapat dinamakan sosiologi
teoretis, (2) semakin luas dan semakin tinggi taraf ketepatan penerapan prinsip dari teoriteori tersebut dalam kehidupan masyarakat untuk menibantu memecahkan masalah
rnanfaat yang lebih besar dapat dinamakan sosiologi terpakai (applied sociology).
Pertanyaan berikutnya yang berhubungan dengan tugas guru yang akan
mengajarkan konsep-konsep atau teori-teori sosiologi yang berupa pokok/topik bahasan
adalah bagaimana guru tersebut mengajarkannya kepada siswa-siswanya? Untuk
menjawab pertanyaan itu, tentunya guru harus memiliki keterampilan-keterampilan
mengajar. Bagaimana guru memilih metode penibelajaran yang tepat, sumber
pembelajaran, medialalat bantu pembelajaran yang dipergunakan. dan sebagainya.
Agar mampu/terampil untuk menciptakan suasana belajar-mengajar yang
mendorong/merangsang siswa ikut terlibat di dalamnya. Sama halnya dengan
mengajarkan konsep-konsep atau teori-teori disiplin ilmu-ilmu sosiologinya, dalam
pembelajaran dengan mengenal contoh gejala yang ada di sekitar lingkungan anak/siswa.
Hal ini sekali lagi agar terhindar dan pembelajaran yang bersifat verbalisme (lebih-lebih
para siswa kelas rendahan), dan hasil belajar siswa akan lebih mantap dan tahan lama.

F.

KEMAMPUAN/KETERAMPILAN DALAM ILMU


ANTROPOLOGI
Seperti uraian terdahulu, akan diketengahkan hal yang berhubungan dengan ilmu

antropologi, yaitu yang berhubungan dengan pengertian, objek studi, ruang lingkup
bahasan ilmu antropologi.
Antropologi adalah suatu studi tentang manusia dengan pekerjaannya (Fairchild,
H.P. 1964:12). Ke dalam pekerjaan manusia termasuk segala hasil pemikirannya atau
hasil akal-budinya (kebudayaan).

287

Pertanyaan berikut: apa yang dirnaksud dengan kebudayaan? Menurut Prof.


Koentjaraningrat, kebudayaan terdiri dan kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang
teratur oleh tata-kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun
ke dalam kehidupan masyarakat. Seluruh kelakuan dan hasil kelakuan itu tidak hanya
terbatas kepada bentuk kebendaan, seperti peralatan, bangunan, pakaian, senjata dan lainlain, melainkan meliputi pula hal-hal yang tidak bersifat kebendaan. Ggasan peraturan
hukum ilmu pengetahuan, bahasa dan sebagainya, termasuk juga hasil kelakuan manusia.
Oleh karena itu kebudayaan ada yang bersifat material dan non-material.
Sebagai objek studi antropologi adalah aspek budaya atau karya cipta manusia.
Tetapi tidak semua karya cipta manusia itu termasuk kebudayaan, misalnya orang yang
sedang tidur, kemudian ia mengigau dan dapat berbahasa Inggris dengan lancar padahal
sebenarnya ia tidak dapat berbahasa Inggris, hal tersebut merupakan kelakuan manusia,
tetapi itu bukan kebudayaan.
Mengapa?
Kebudayaan mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu: (1) kebudayaan hanya dimiliki
manusia, (2) kebudayaan diperoleh dengan cara belajar, (3) kebudayaan selalu berubah,
(4) kebudayaan didukung oleh masyarakat (memasyarakatkan), (5) kebudayaan
merupakan karya cipta manusia dengan sadar.
Semua masyarakat memiliki kebudayaan, tidak ada masyarakat yang tidak
memiliki kebudayaan. Tetapi kehudayaan antara masyarakat yang satu dengan lainnya
terdapat perbedaan.
Perbedaan kebudayaan tersebut disebabkan berbagai faktor, antara lain faktor
Iingkungan alam (fisis) maupun karena perbedaan manusia (ilmu pengetahuan dan
teknologi, kebiasaan, sifat keterbukaan, dan sebagainya). Namun demikian terdapat
unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal (cultural universals). Unsur-unsur
kebudayaan itu bisa dijumpai di semua kebudayaan yang ada di dunia, unsur-unsur
universal itu, meliputi: (1) sistem peralatan hidup atau sistem teknologi, (2) sistem
kemasyarakatan, (3) sistem mata pencaharian hidup, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem
pengetahuan, (7) sistem religi atau kepercayaan.
Hal lain yang perlu kita ketahui bahwa kebudayaan selalu mengalami perubahan
sesuai dengan dinamika masyarakat. Masalahnya ada kebudayaan yang berubah dengan
cepat dan ada juga yang perubahannya lambat. Mengapa? Demikianlah gambaran secara
288

umum pengertian ilmu antropologi, objek studi dan ruang lingkupnya. Selanjutnya
sebagai seorang guru yang mengajarkan konsep-konsep atau teori-teori antropologi harus
mampu dan memiliki keterampilan khusus yang berhubungan dengan pembelajaran agar
tujuan instruksional/pembelajaran dapat dicapai dengan optimal.
Untuk itu Anda harus memiliki keterampilan dalam rnemilih/menentukan metode
mengajar yang tepat, media yang diperlukan, serta kemampuan untuk mencari sumber
pembelajaran. Dan harus selalu di ingat, untuk menciptakan suasana belajar yang
mendukung siswa aktif, serta contoh-contoh yang digunakan dapat dilihat, dirasakan atau
dihayati oleh para siswa.

G.

KEMAMPUAN/KETERAMPILAN DALAM ILMU


PSIKOLOGI SOSIAL
Psikologi sosial dapat dimasukkan ke dalam kelompok ilmu-ilmu social (social

sciences). Psikologi sosial adalah suatu studi tentang proses mental manusia sebagai
makhluk sosial (Fairchild, H.P., 1964:290).
Objek studi psikologi sosial adalah tingkah laku manusia di masyarakat sebagai
ungkapan proses mental, kejiwaan yang meliputi kemauan, minat, reaksi emosional,
kecerdasan dan seterusnya, termasuk pembentukan kepribadiannya. Sikap mental
seseorang, reaksi emosional, kemauan dan perhatiannya merupakan dorongan dan gejala
kejiwaannya, tetapi semua itu tidak hanya semata-mata merupakan ungkapan proses
mentalnya, melainkan juga dipengaruhi oleh lingkungan alam, lingkungan sosial dan
lingkungan budaya. Motivasi seseorang untuk bertindak dipengaruhi oleh dorongan dan
proses kejiwaannya. Motif tersebut tidak saja karena adanya rangsangan dan Iingkungan
saja. Segala gejala dan masalah yang digambarkan di atas, merupakan objek studi
psikologi sosial.
Jadi kalau sosiologi lebih memperhatikan peran seseorang dalam kehidupannya di
masyarakat sebagal hasil adanya interelasi sosial dan interaksi sosial, perhatian psikologi
sosial lebih terarah kepada tingkah Iakunya yang merupakan perpaduan proses kejiwaan
dengan rangsangan dan lingkungannya sebagai makhluk sosial. Atau dengan perkataan
lain tertuju kepada keseluruhan atau sebagian kepribadian individu yang merupakan hasil
kerja sama faktor kejiwaan dengan faktor lingkungannya.

289

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, tiap bidang keahlian yang
langsung berhubungan dengan kehidupan masyarakat (pemerintah, kedokteran,
pendidikan, keagamaan, kesenian dan seterusnya) ataupun yang tidak begitu erat
hubungannya dengan masyarakat perlu dilengkapi oleh pengetahuan dan kemampuan
psikologi sosial ini. Dengan dimilikinya pengetahuan ini seseorang akan lebih mengerti
dasar dan sebab-sebab seseorang bertindak, bertingkah laku dan bereaksi terhadap
sesuatu gejala yang berasal dari luar dirinya. Kita akan dapat memahami tingkah laku
eseorang di berbagai tempat pada berbagai suasana dan situasi.
Itulah gambaran tentang ilmu psikologi sosial yang perlu Anda ketahui sebagai
salah satu disiplin ilmu-ilmu sosial untuk memperkaya pemahaman Anda sebagai guru
IPS, khususnya guru IPS di Sekolah Dasar (SD). Dan ambaran tersebut akan membantu
Anda dalam mengajarkan konsep-konsep, teori-teori psikologi sosial dalam kegiatan
belajar-mengajar/membelajarkan IPS.
Sudah barang tentu pencapaian tujuan instruksional/pembelajaran banyak
tergantung kepada kemampuan/keterampilan Anda untuk memilih metode mengajar,
keterampilan Anda dalam memilih serta rnenggunakan media/alat pembelajaran,
keterampilan dalam memilih sumber belajar sehingga tercipta suasana belajar yang dapat
merangsang/mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar/proses
pembelajaran.
Perlu Anda ingat, bahwa pengajaran IPS di Sekolah Dasar (SD) diajarkan secara
terpadu, Anda tidak mengajarkan disiplin ilmu sosial secara sendiri-sendiri.
Pertanyaannya: mengapa Anda perlu mengetahui dan memahami disiplin ilmu-ilmu
sosial (Geografi, Sejarah, Ekonomi, Politik, Sosiologi, Antropologi, Psikologi Sosial)?
Lihat Modul 2 yang telah Anda pelajari!

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas. kerjakanlah
latihan berikut!
1) Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, hukan hanya makhluk biologis semata.
tetapi juga merupakan makhluk sosial, budaya. ekonomi, politik, hukum, psikologik
dan seterusnya. Sebagai keterampilan dasar IPS Anda melihat manusia dengan
kehidupannya merupakan satu kesatuan yang utuh/bulat. Coba Anda jelaskan!
290

2) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berkaitan erat dengan ilmu-ilmu sosial (Social
Sciences). Coba Anda jelaskan letak keterkaitannya itu!
3) Ilmu-ilmu Sosial dapat diartikan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari
dan mengkaji aspek-aspek kehidupan manusia di masyarakat. Coba Anda kemukakan
perbedaan objek kajian dan masingmasing ilmu sosial (Social Sciences) tersebut!
4) Sebagai guru IPS di Sekolah Dasar (SD), Anda harus mengajarkan konsep-konsep
dasar IPS sebagal pokok/topik bahasannya. Agar tujuan instruksional/pembelajaran
itu dapat dicapai dengan optimal, kemampuan/keterampilan apa saja yang perlu Anda
miliki dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar/pembelajaran! Jelaskan!
5) Coba Anda adakan simulasi mengajar konsep-konsep geografi, Sejarah, Ekonomi,
Politik, Antropologi. Sosiologi dan Psikologi Sosial bersama teman-teman Anda baik
secara kelompok maupun klasikal, sehingga Anda tidak merasa canggung/ragu-ragu
dalam mengajarkannya di hadapan siswa-siswa Anda kelak!

Petunjuk Jawaban Latihan


Untuk jawaban atas pertanyaan-pertanyaan latihan tadi, tidak ada kuncinya. Oleh
karena itu, Anda sangat dianjurkan membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Melalui cara yang demikian, wawasan
Anda berkenaan dengan keterampilan dasar IPS dalam pelaksanaan tugas sebagai guru,
akan semakin meluas dan meningkat. Selamat bekerja!

RANGKUMAN

1. Ilmu pengetahuan yang mempelajari dan mengkaji aspek-aspek kehidupan manusia di


masyarakat, termasuk bagian dari ilmu-ilmu sosia (Social Sciences).
2. Pada hakikatnya manusia merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari
berbagai aspek, seperti aspek biologik/jasmaniah dan aspek rohaniah/kejiwaan yang
dalam kehidupannya tidak terlepas dari interelasi dan interaksi dengan lingkungan
alam/fisis, lingkungan sosial maupun lingkungan budaya, sehingga berkembang
disiplin ilmu pengetahuan, seperti ilmu Geografi, Sosiologi, Antropologi, Sejarah,
Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan sebagainya.

291

3. Sebagai guru IPS, pengetahuan yang berhubungan dengan disiplin ilmu-ilmu sosial
(Social Sciences) sangat diperlukan, karena sumber bahan pembelajaran IPS yang
berupa konsep, konsep-prinsipprinsip, teori-teori (merupakan struktur ilmu)
bersumber dari ilmu-ilmu sosial yang merupakan ciri/karakter keterampilan dasar
IPS.
4. Perbedaan yang nampak dari setiap disiplin ilmu sosiologi (psikologi sosial) terletak
pada objek studinya/ruang lingkup bahasannya.
5. Bagi seorang guru, termasuk guru IPS, selain harus rnenguasai materi/bahan yang
akan diajarkan baik berupa konsep, prinsip teori maupun fakta, juga harus mampu
mentransfer/mengajarkannya
instruksional/pembelajaran

kepada
dapat

dicapai

siswa-siswanya.
dengan

Agar

baik/optimal,

tujuan
diperlukan

kemampuan/ keterampilan guru untuk menciptakan suasana belajar yang dapat


merangsang/mendorong keterlibatan siswa (CBSA), oleh karena itu guru harus
mampu dan terampil memilih metode pembelajaran, memanfaatkan sumber belajar,
menggunakan media/alat bantu pembelajaran.

TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Ruang lingkup Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences) adalah
A. manusia dengan lingkungan alamnya
B. manusia dengan lingkungan sosialnya
C. manusia dengan lingkungan budayanya
D. manusia dengan berbagai aspek kehidupannya di masyarakat
2) Metode pendekatan dalam pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Sekolah
Dasar (SD) adalah
A. konsep-konsep ilmu-ilmu sosial yang dipadukan
B. konsep-konsep digabungkan menjadi generalisasi
C. topik bahasan dibahas/dilihat dari berbagai ilmu-ilmu sosial
D. topik bahasan dikembangkan dari salah satu disiplin ilmu sosial

292

3) Manusia dalam hidup dan kehidupannya memerlukan kebutuhan akan makan,


minum, perlindungan terhadap cuaca buruk. Pemenuhan kebutuhan ini mengungkap
bahwa manusia sebagai
A. makhluk biologis
B. makhluk ekonomi
C. makhluk sosial
D. makhluk berpolitik
4) Sebagai objek studi geografi adalah geosfer. Berikut ini lapisan/bagian yang termasuk
geosfer, kecuali
A. atmosfer (lapisan udara)
B. lithosfer (lapisan batuan, kulit bumi)
C. barisfer (lapisan inti bumi)
D. hidrosfer (lapisan air, perairan)
5) Pengajaran geografi hakikatnya adalah pengajaran tentang gejala-gejala geografi yang
tersebar di permukaan bumi. Untuk memberi citra tentang penyebaran dan lokasi
gejala-gejala tadi diperlukan media/alat pembelajaran. Sebagai media utama pada
PBM geografi adalah
A. peta, globe, atlas
B. bagan, grafik, gambar
C. OHP, slide projector
D. lingkungan sekitar
6) Objek studi sejarah adalah
A. semua kejadian-kejadian yang menimpa manusia
B. segala sesuatu yang pernah terjadi dalam kehidupan umat manusia
C. semua peninggalan objek-objek yang bersejarah
D. bangunan-bangunan yang masih ada/tersisa yang dapat kita saksikan sekarang
7) Ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha manusia ke arah
kemakmuran. Pendapat ini dikemukakan oleh
A. Prof. DR. J.L. Mey
B. Albert L. Mayers
C. Brown. G.D
D. Fairchied
293

8) Ilmu yang mempelajari masyarakat secara umum adalah


A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
B. Ilmu Politik
C. Ilmu Antropologi
D. Ilmu Sosiologi
9) Objek studi Anropologi adalah
A. interaksi antara manusia
B. interaksi antara alam/fisis dengan manusia
C. aspek budaya atau karya cipta manusia
D. sistem kemasyarakatan
10) Sebagai inti mengajarkan/mentransfer konsep-konsep/prinsip-prinsip dan sikap
melalui kurikulum sekolah dalam pembelajaran IPS adalah
A. mentransfer keterampilan untuk dipakai kelak di masyarakat
B. mentransfer pengetahuan yang seluas-luasnya
C. mendapatkan ide-ide dasar dan ide-ide umurn yang dapat dipergunakan sebagai
dasar menangani masalah masyarakat
D. dapat bertingkah laku dan bertindak sesuai keinginan masyarakat
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat
di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk - mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar x 100%


10
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70- 79%

=cukup

<70%

=kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi
Kegiatan Belajar I, terutama bagian yang belum dikuasai.

294

KEGIATAN BELAJAR 1

Keterampilan Dasar Ilmu-ilmu Sosial


Sebagai manusia, seorang guru selain berperan dalam melaksanakan pendidikan
di sekolah-sekolah formal, juga dapat berperan dalam kehidupannya di masyarakat.
Pengetahuan dan keterampilan dasar IPS akan membantu guru dalam melaksanakan
tugas-tugas kependidikan di sekolah, juga dapat membantu dan membimbing dirinya
dalam berkiprah di dalam masyarakat. Hal ini mau tidak mau karena guru sebagai
anggota masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam bahasan kali ini akan dibicarakan
yang berhubungan dengan penerapan keterampilan dasar IPS dalam kehidupan
bermasyarakat.
Kita sebagai makhluk yang bermasyarakat, dalam kehidupan sehari-hari tidak
dapat terlepas dan kehidupan bermasyarakat. Baik secara luas maupun terbatas, kita harus
selalu berhubungan dengan orang lain di luar diri kita masing-masing. Hubunganhubungan tadi merupakan tuntutan dasar untuk dapat memenuhi kebutuhan kita di

295

masyarakat. Tiap hari kita mengalami dan menyatakan fragmen-fragmen kehidupan di


masyarakat, baik yang secara langsung menyangkut pribadi kita, maupun yang tidak
langsung mengenai kehidupan sendiri. Kita menyaksikan proses, gejala dan masalah
kehidupan. Melalui bacaan dan pendengaran, kita juga dapat meigikuti proses tadi di
tempat lain di luar jangkauan mata kita. Dapat tidaknya kita mengerti dan menghayati
proses kehidupan tadi, sepenuhnya bergantung kepada ketajaman panca indra,
pengalarnan dan pengetahuan yang ada pada diri kita masing-masing. Pengertian dan
penghayatan dipengaruhi pula oleh minat, perhatian dan keingintahuan yang hidup pada
diri kita. Hal ini sepenuhnya merupakan kekayaan pribadi kita masing-masing sebagai
hasil pengaruh dan kerja sama kondisi psiko-biologis, lingkungan dan pendidikan kita.
Jadi merupakan hasil keseluruhan sistem pribadi kita masing-masing.
Untuk menyelamatkan kehidupan pribadi kita di tengah-tengah masyarakat yang
penuh dengan tantangan dan permasalahan yang pada akhirnya juga untuk
menyelamatkan kehidupan dan kelestarian masyarakat, kita harus menaruh perhatian
terhadap proses, gejala dan masalah yang kita hadapi sehari-hari. Kita harus menelaah
dan mengkaji hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat. Pembinaan
kehidupan masyarakat yang tenteram, sejahtera dan lestari, sepenuhnya ada di tangan
anggota-anggota masyarakat yang menjadi pendukung. Kita, manusia merupakan subjek
dan sekaligus pula menjadi objek kehidupan di masyarakat. Kenyataan-kenyataan
kehidupan yang penuh dengan tantangan dewasa ini, mengundang perhatian kita
bersama.
Kehidupan manusia di permukaan bumi, baik yang menyangkut aspek fisik
maupun yang menyangkut aspek sosial-budayanya senantiasa mengalami perubahan.
Cepat ataupun lambat, perubahan-perubahan tadi dapat menimbulkan permasalahan bagi
kehidupan

manusia.

pertumbuhan

Pertumbuhan

aspek-aspek

penduduk

kehidupan

yang

yang

cepat,

menyangkut

menjadi

pendorong

kebutuhan

penduduk.

Ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan sarana


penunjang kehidupannya, telah menimbulkan bermacam-macam masalah. Masalah
masalah tersebut meliputi masalah ekonomi, politik, budaya, hukum, lingkungan dan lain
sebagainya. Masalah-masalah tadi menuntut perhatian dan pemikiran manusia untuk
mengatasinya.

296

Sistem masalah sosial yang berhubungan dengan kependudukan, berinterelasi


dengan masalah-masalah kemiskinan, kebodohan, pengangguran, kelaparan, tingkat gizi
yang rendah, tingkat kesehatan yang buruk dan seterusnya. Tiap masalah tadi jika
ditinjau sebagai satu sistem, terdiri dari komponen-komponen berbagai aspek kehidupan.
Sebagai contoh, masalah kemiskinan akan menyangkut aspek sosiologi (hubungan antara
manusia), aspek geografi (ruang, kesuburan tanah, sumber daya), aspek politik
(pemerintahan, kenegaraan), aspek hukum (norma sosial, peraturan, perundangundangan), aspek budaya (adat istiadat, tradisi, tingkat teknologi) aspek ekonomi
(lapangan kerja, sumber daya, model) aspek psikologi (sikap mental, tingkah laku,
kepribadian) dan seterusnya. Demikian pula dengan masalah-masalah lainnya. Masalah
yang satu dengan masalah yang lain, tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena
ada hubungan keterkaitan yang sangat erat.
Contoh lain, sistem masalah ketimpangan ekologi atau sistem masalah
lingkungan, menyangkut berbagai masalah seperti masalah erosi, masalah banjir, masalah
pencemaran lingkungan, masalah sampah, masalah kesehatan lingkungan tempat tinggal
(sanitasi) dan lain sebagainya. Suatu bentuk ketimpangan ekologi kehidupan sebagai
subsistem atau komponennya. Sebagai contoh, masalah erosi tidak dapat terlepas dan
aspek sosiologi (hubungan antara manusia, kepemimpinan), aspek ekonomi (pendapatan,
lapangan kerja, sumber daya, modal). Aspek politik (pemerintahan, kenegaraan) aspek
hukum (peraturan, perundang-undangan, norma sosial), aspek budaya (adat istiadat,
tradisi, tingkat teknologi), aspek geografi (sumber daya, kemiringan tanah, keadaan
tanah, lokasi), aspek psikologi (harga diri sikap mental), aspek pendidikan (kebodohan,
pengetahuan), dan lain sebagainya. Masalah erosi ini bukan semata-mata merupakan
masalah atau aspek geografi saja, melainkan menyangkut aspek-aspek lain yang lebih
luas. Dalam hal ini kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan pembangunan
merupakan faktor terpenting terjadinya erosi.
Masalah yang seolah-olah sama yang dialami berbagai wilayah karena adanya
variasi wilayah yang bersangkutan, belum tentu disebabkan oleh faktor yang sama.
Sebaiknya, faktor yang sama yang terjadi di berbagai wilayah, belum tentu menimbulkan
masalah yang sama. Inilah keunikan masalah kehidupan manusia. Gejala dan masalah
kehidupan sosial, tidak dapat dirumuskan secara mutlak dan eksak karena adanya variasi
aspek-aspek kehidupan yang berinterelasi satu sama lainnya tidak sama. Perbedaan
297

wilayah dan tingkat pendidikan penduduknya, sudah akan memberikan karakteristik


kepada gejala dan masalah sosial setempat.
Oleh karena itu, untuk mengungkapkan permasalahan yang pelik tadi, penerapan
ilmu pengetahuan sosial dengan metode pendekatan interdisiplinernya dapat membantu
untuk mengungkapkan sebab terjadinya masalah maupun untuk menyusun alternative
pemecahan masalah.
Untuk selanjutnya, kita akan melihat penerapan keterampilan dasar IPS dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk ini kita melihatnya dari beberapa aspek, seperti
keterampilan mental, keterampilan personal, dan keterampilan sosial.

A.

KETERAMPILAN MENTAL
Sebelum kita bicara keterampilan mental, terlebih dahulu, kita pertanyakan:

apakah yang dimaksud dengan mental itu?


Ada yang menjelaskan bahwa mental itu meliputi sistem nilai atau pandangan
hidup dan sikap (value system and attitude). Sistem nilai adalah konsepsi yang abstrak
yang dianut oleh sebagian besar warga masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang
buruk, apa yang penting dan apa yang sepele, apa yang berharga dan apa yang kurang
berharga dan sebagainya. Misalnya, orang-orang dalam suatu masyarakat memandang
atau menilai bahwa hidup berkumpul di tempat kelahiran bersama dengan seluruh
keluarga dan kerabat adalah lebih baik daripada merantau seorang diri. Tetapi ada juga
orang-orang dalam suatu masyarakat memandang atau menilai bahwa justru kemauan dan
keberanian merantau adalah lehih baik dan harus dimiliki setiap pemuda daripada
kesenangan hidup menetap di tempat kelahiran sampai ia meninggal dunia.
Contoh di atas menunjukkan sistem nilai atau pandangan hidup yang berlaku pada
dua masyarakat. Dan contoh itu jelas bahwa sistem nilai itu dapat berbeda pada kelompok
sosial yang berlainan. Memang demikian adanya. Oleh karena itu ada pepatah yang
mengatakan bahwa lain padang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Kita harus
menghadapi masyarakat dengan pendirian ini. Mengenai sikap diterangkan sebagai
kecenderungan yang tetap dalam beraksi terhadap lingkungannya. Perlu diketengahkan
bahwa antara sistem nilai dan sikap ada hubungannya. Orang yang menilai bahwa tinggal
di tempat kelahiran lebih baik daripada orang yang merantau, akan bersikap menolak

298

terhadap anjuran untuk bertransmigrasi, misalnya. Selanjutnya sikap ini akan merupakan
dasar bagi suatu perbuatan atau tindakan, Dalam contoh di atas, orang tersebut misalnya
akan menyatakan tidak bersedia bertransmigrasi, ketika petugas menanyakan kepadanya
tentang kesediaannya untuk bertransmigrasi. Jadi, orang yang punya sistem nilai
menunjang pembaharuan/pembangunan akan mempunyai sikap menunjang pembaruan/
pembangunan dan demikian pula tindakannya. Mengenai wujud nilai dan sikap yang
menunjang itu meskipun terdapat rumusan yang berlainan, tetapi tidak ada perbedaan
yang fundamental.
Bagi kita/orang yang mengetahui dan memahami apalagi sebagai guru Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) seperti halnya Anda akan keberadaan sistem nilai dan sikap
masyarakat yang berlaku di setiap wilayah, lebih-lebih sistem nilai dan sikap masyarakat
di mana Anda tinggal. Dengan rnengetahui itu kita/Anda dapat menilai apakah sistem
nilai dan sikap tersebut baik atau buruk, menghambat upaya pembaruan/pembangunan
atau mendukungnya, dan sebagainya.
Dalam kehidupan di masyarakat kita masih banyak menemukan sikap mental
yang tidak cocok atau menghambat pembangunan. Seperti yang dikemukakan oleh
Kuncaraningrat (Antropolog) terdapat beberapa sikap mental yang menghambat
pembangunan, di antaranya sikap mental penerobosan (mengambil jalan pintas), sikap
mental priyayi, sikap mental yang mengagung-agungkan masa lalu, sikap mental yang
cepat puas dan lain sebagainya.
Sikap mental penerobos yang dimiliki oleh orang-orang yang ingin rnencapai citacita/target dengan menempuh jalan pintas dan biasanya ditempuh dengan jalan yang tidak
sesuai prosedur/aturan yang ada, sedangkan kemampuannya sendiri sebenarnya tidak
mendukungnya. Barangkali kita sering mendengar perkataan seperti yang penting
sekarang, terserahlah untuk masa mendatang atau nanti .... ya , bagaimana nanti saja, atau
bisa juga: yang penting kaya, terserah jalannya dari mana saja (rnenghalalkan segala
cara), dan lain sebagainya.
Sikap mental priyayi, orang yang memiliki mental yang demikian apabila ia
menghadapi atasan, terlalu mengagungkan/menyembah-nyembah (menjilat), tetapi kalau
dengan bawahan, memeras, kalau perlu menginjaknya.
Sikap mental mengagungkan masa lalu, orang yang demikian biasanya
menganggap masa lalu lebih baik dari sekarang. Hidup sekarang banyak masalah/susah,
299

dulu saya hidup senang serba kecukupan, dulu saya dihormati/dipuja-puja orang sekarang
saya diacuh kanorang, dan sebagainya.
Sikap mental yang cepat puas, orang yang demikian merasa cepat puas dengan
apa yang ada/dimiliki, tidak ingin berusaha untuk meningkatkannya, mereka cepat
pasrah, bagaimana nasib saja. Orang yang mempunyai mental seperti ini jelas tidak
kreatif/kurang kreatif.
Itu hanya sekadar beberapa contoh sikap mental yang ada pada kehidupan
bermasyarakat di sekitar kita, tentunya masih banyak lagi contoh-contoh semacam itu.
Silakan Anda mencari contoh lain yang terdapat di sekitar tempat kediaman Anda!
Selanjutnya, kita ingin melihat sikap mental (mentalitas) yang bagaimana yang
mendorong pembangunan yang juga merupakan kemampuan/keterampilan IPS yang
dapat Anda terapkan, sebagai berikut.

1. Memandang bahwa hidup ini dapat diperbaiki


Orang ini tidak menyerah begitu saja pada nasib, melainkan menghargai usaha
dan kemampuannya. Ia percaya akan kemampuan akal, ilmu dan teknologi. Kalau ia
ingin berhasil baik dalam bercocok tanam misalnya maka ia bukannya akan membakar
kemenyan, melainkan akan berusaha dengan menggunakan prinsip-prinsip intensifikasi
pertanian dengan baik dan benar.

2. Menghargai usaha manusia dalam mencapai hasil yang lebih baik


Orang ini tidak puas dengan apa yang telah dimilikinya, melainkan berusaha
untuk mencapai yang lebih bermutu, lebih banyak, cara yang lebih efisien dan produktif,
dan seterusnya. Ia bersedia menerima pembaruan dan perubahan.

3. Mempunyai kesadaran waktu yang tinggi


Orang

ini

menggunakan

waktunya

secara

efisien,

tidak

menyia-

nyiakan/membuang waktu dengan berpangku tangan/melamun atau pekerjaan yang siasia/tidak berguna. Perhatiannya akan hari esok menyebabkan ia hidup secara hemat dan
membuat rencana mengenai hari yang akan datang.

300

4. Mampu menyatakan pendapat/gagasan dan menghargai pendapat/gagasan


orang lain
Orang ini percaya kepada kemampuan dan harga diri sendiri, memperhatikan
kepentingannya sendiri di samping kepentingan masyarakat. Ia tidak tenggelam terhadap
pengaruh dan kepentingan pihak lain. Ia menghargai seseorang sesuai dengan
prestasinya. Itulah sifat-sifat terpenting dari manusia yang berjiwa atau bermental
pembangunan. Ada orang-orang yang menekankan bahwa dengan memiliki sifat-sifat itu,
hal-hal lainnya mudah didatangkan, seperti modal keterampilan teknis, keahlian
mengelola, fasilitas-fasilitas fisik, dan sebagainya. Sifat-sifat yang demikian merupakan
keterampilan mental yang harus dimiliki oleh kita/Anda sebagai guru IPS dalam
kehidupan bermasyarakat.

B.

KETERAMPILAN PERSONAL
Manusia lahir ke permukaan bumi sebagai satu kesatuan biologik atau sebagai

individu yang belum mendapat pengaruh lingkungan di sekitarnya. Secara biologik


manusia terus berkembang dan mendapat pengaruh dari lingkungan di sekitarnya. Kalau
individu tadi itu telah mendapat pengaruh lingkungannya, maka ia disebut person atau
suatu pribadi. Person atau suatu pribadi adalah manusia yang telah menjadi anggota
masyarakat atau sebagai anggota kelompok di masyarakat. Manusia sebagai individu
memiliki potensi-potensi yang dapat berkembang melalui proses pendidikan. Proses
pendidikan terjadi pada lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Akibat
proses pendidikan disertai penanaman nilai-nilai/norma-norma sosial budaya maka terjadi
person atau pribadi yang memiliki kepribadian (personality).
Mengenai kepribadian (personality), banyak yang berpendapat/mengartikan
istilah kepribadian tersebut, antara lain G.W. Allport mengemukakan bahwa kepribadian
adalah organisasi dinamik sistem psikofisik yang ada pada suatu individu, yang
menentukan karakteristik tingkah laku dan berpikimya.
Sedangkan Hornell Hart mengemukakan batasan kepribadian adalah organisasi
dinamik, ide, sikap dan kebiasaan yang dibina dari dasar mekanisme psiko-fisik yang
diwariskan secara biologik dan organisme tunggal dan dari transmisi pola budaya secara

301

sosial, dan yang menjelmakan semua pengaturan motif, keinginan dan tujuan individu
terhadap kebutuhan dan kemungkinan lingkungan sosial dan subsosialnya.
Dan kedua batasan di atas dapat kita ungkapkan bahwa kepribadian merupakan
organisasi dinamik dan proses-proses kejiwaan yang diwariskan secara biologik
berkenaan dengan sikap, keinginan, pikiran dan tingkah Jaku sesuai dengan kondisi dan
situasi lingkungannya. Dari ungkapan dinamikanya ternyata kepribadian seseorang itu
luwes dan cenderung mengalami perubahan. Tetapi meskipun demikian, kepribadian itu
memiliki sifat dasar yang stabil yang mencirikan kepribadian itu secara normal.
Karakteristik sebagai ciri dari kepribadian merupakan perpaduan faktor individu sebagai
hasil kesatuan psiko-fisik warisan biologik dengan faktor lingkungan, yang diterima
individu dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Jadi kepribadian terbentuk sejak lahir, dan dari pengaruh lingkungan tempat ia
tinggal. Kepribadian seseorang merupakan perpaduan antarwarisan biologik dengan
kondisi kehidupannya. Karena baik biologik maupun kondisi kehidupan yang dimiliki
dan dijalani tiap orang tidak sama maka dapat dikatakan tidak ada dua orang yang
memiliki kepribadian yang sama. Tiap orang memiliki keprihadian masing-masing yang
tidak sama dengan kepribadian orang lain, walaupun dalam satu keluarga. Namun
demikian kita sebagai kelompok/masyarakat, bahkan sebagai bangsa memiliki
kepribadian tertentu, yang memiliki ciri-ciri/karakteristik tertentu yang dapat dibedakan
dengan kelompok/masyarakat atau bangsa lainnya. Orang Sunda memiliki kepribadian
sendiri yang berbeda dengan kepribadian orang Batak. Orang/bangsa Indonesia memiliki
kepribadian sendiri yang berbeda dengan kepribadian bangsa-bangsa lainnya.
Kepribadian seseorang dibina dan dikembangkan oleh lingkungan tertentu, baik
luas maupun sempit. Selanjutnya kepribadian tidak hanya dibina oleh lingkungan,
melainkan kepribadian itu pun dapat mempengaruhi lingkungan. Tokoh-tokoh
masyarakat dan pemimpin-pemimpin besar pada zamannya, yang kepribadiannya kuat
dan agung, malah bukan hanya mempengaruhi lingkungan di sekitarnya, bahkan dapat
mengendalikan lingkungan ke arah tertentu. Contohnya para nabi/rasul. tokoh-tokoh
lainnya seperti kepala-kepala negara apakah raja-raja/presiden, tokoh-tokoh dalam
berbagai bidang kehidupan, dan lain sebagainya merupakan orang-orang yang memiliki
kepribadian yang kuat.
Nah, sekarang bagaimana dengan kita/Anda sebagai orang yang telah
302

mempelajari bahkan sebagai guru IPS. Dalam kehidupan di tengah-tengah

C.

KETERAMPILAN SOSIAL
Masyarakat yang merupakan kelompok manusia yang tinggal pada wilayah

tertentu yang diikat oleh norma/sistem nilai yang dimilikinya selalu mengalami
perubahan. Perubahan yang terjadi pada setiap masyarakat tidak sama. Ada masyarakat
yang berubahnya sangat lambat, tetapi ada juga masyarakat yang berubah dengan cepat.
Perubahan sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertumbuhan demografi, akan
mendorong pertumbuhan dan perkembangan aspek kehidupan manusia lainnya.
Pertumbuhan dan pertambahan penduduk, akan mendorong pertumbuhan kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan manusia yang tidak dapat ditinggalkan yaitu kebutuhan
ekonominya. Cara manusia memenuhi kebutuhan ini dari waktu ke waktu telah
mengalami perubahan dan perkembangan. Dalam memanfaatkan sumber daya atau
lingkungan, manusia telah melakukan perubahan cara mulai dari cara meramu kepada
bercocok tanam sampai cara bertani yang modern, peternakan dan sampai pula pada
industri modern. Perubahan cara pemenuhan kebutuhan tadi atau lebih sempit lagi
perubahan produksi, sudah pasti diikuti oleh perubahan-perubahan lainnya, seperti
perubahan organisasi, perubahan struktur, perubahan nilai dan norma, dan lain
sebagainya.
Kalau perubahan dalam kelompok telah meliputi berbagai aspek (organisasi,
struktur, nilai dan norma, kelembagaan), dan telah didukung dan diakui oleh sebagian
besar anggota kelompok maka pada kelompok itu sudah terjadi perubahan sosial.
Perubahan sosial dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi di masyarakat, yang
meliputi berbagai aspek kehidupan, sebagai akibat adanya dinamika anggota masyarakat,
dan yang telah didukung oleh sebagian besar anggota masyarakat, merupakan tuntutan
kehidupan dalam mencari kestabilannya (Nursid Sumaatmadja, 1980: 88). Interelasi dan
interaksi sosial manusia di masyarakat, mendorong perkembangan berpikir dan reaksi
emosional para anggotanya. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengadakan berbagai
perubahan sesuai dengan suasana tadi. Perkembangan kualitas anggota masyarakat, juga
menjadi pendorong terjadinya perubahan sosial. Dengan demikian perubahan sosial itu
karena adanya dorongan dari dalam dan dari luar kelompok.

303

Perubahan sosial yang disebabkan faktor-faktor dari dalam kelompok adalah


karena penemuan-penemuan atau penciptaan-penciptaan baru (inovasi). Tentunya
terjadinya penemuan-penemuan baru (inovasi) dapat terjadi apabila anggota-anggota
masyarakat memiliki hal-hal berikut:
1. Adanya kesadaran anggota masyarakat akan perlunya upaya meningkatkan kehidupan
secara terus-menerus. Kesadaran tersebut akan timbul apabila adanya rasa tidak puas
terhadap apa yang telah dicapainya. Oleh David C. Mc. Clelland dikatakan memiliki
Ach (Need for Achievement) yang tinggi. Need for Achievement adalah suatu
dorongan kebutuhan untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
2. Adanya kualitas anggota masyarakat dalam kelompok yang kreatif. Anggota
masyarakat yang kreatif ini merupakan inovator dan modernisator bagi perubahan
sosial dan perubahan dalam kelompok yang bersangkutan. Oleh para ahli psikologi,
orang yang memiliki akal dan daya kreatif yang tinggi ini, disebut vitus mental.
3. Adanya suasana persaingan yang sehat di antara anggota-anggota masyarakat untuk
mencapai prestasi yang tinggi demi kemajuan kelompok yang bersangkutan.
4. Adanya dorongan kepada anggota yang berprestasi baik berupa piagam penghargaan
maupun insentif lain, agar ia terus berprestasi dan berkarya.

Sedangkan yang berasal dari luar yang berpengaruh terhadap perubahan sosial
nampaknya lebih dominan. Hal ini disebabkan karena globalisasi yang semakin terbuka,
lebih-lebih pada saat sekarang ini di mana teknologi semakin canggih. Masuknya unsurunsur kebudayaan asing ke dalam suatu kebudayaan yang kemudian terjadi perubahan
sosial pada masyarakat itu. Masuknya unsur-unsur kebudayaan tadi dapat melalui
akulturasi (kontak kebudayaan), dapat juga berupa asimilasi (pembauran unsur
kebudayaan) atau juga melalui difusi (penyebaran unsur kebudayaan). Contoh unsurunsur kebudayaan asing (yang berasal dari luar) banyak sekali yang kita.jumpai di
tengah-tengah kehidupan kita, yang kadang-kadang kita sendiri tidak merasakan bahwa
hal tersebut berasal dari luar dan kita merasakan sebagai kebudayaan kita sendiri. Dan ini
terjadi di berbagai bidang kehidupan kita, mulai dari sistem pendidikan (sistem
persekolahan), proses produksi (pertanian, kerajinan, pertemuan, industri dan
sebagainya), bentuk bangunan, corak pakaian, ilmu pengetahuan dan teknologi, sarnpai

304

kepada berbagai hasil produksi, bahkan juga yang berhubungan dengan sikap hidup, cara
hidup, cara bertingkah-laku dan sebagainya.
Tentu saja unsur-unsu kebudayaan asing yang masuk ke dalam masyarakat kita
banyak bermanfaat dalam rangka kita membangun bangsa dan negara ini. Tanpa
pengaruh luar, jelas kita akan tertinggal dengan Negara-negara lain yang sudah lebih
dahulu bahkan kita akan tertinggal lebih jauh lagi.
Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita miliki sekarang yang tentunya
berasal dari kebudayaan luar, kita bisa membangun seperti kita rasakan saat ini. Dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi kita bisa memanfaatkan sumber daya alam yang kita
miliki. Kita bisa rneningkatkan produksi pertanian, kita bisa mengolahnya sehingga nilai
ekonominya bertambah. Begitu juga dalam bidang produksi lainnya sehingga kehidupan
bangsa kita dari tahun ke tahun terus meningkat. Namun demikian tidak semua unsurunsur kebudayaan asing (luar), membawa dampak positif, yang membawa dampak
negatif bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara pun, banyak. Banyak unsur-unsur
kebudayaan asing tidak cocok dengan kebudayaan kita, yang dapat menjadi
permasalahan bagi masyarakat kita, misalnya pergaulan. Sikap hidup, cara hidup ke
Barat-baratan dan sebagainya.
Lebih-lebih sarana komunikasi yang semakin canggih unsur-unsur kebudayaan
yang tidak cocok dengan kebudayaan bangsa kita, cepat dapat dilihat, ditangkap bahkan
ditiru. Minum-minuman keras, obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, sadisme,
perkosaan serta pelanggaran hukum lainnya yang banyak dilakukan terutama oleh para
pemuda terutama yang terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya,
Medan dan kota-kota lainnya di Indonesia, bahkan juga sudah merambat dan menyebar
ke desa-desa bukan mustahil akibat pengaruh asing (luar), yang merupakan masalah
sosial yang dapat kita lihat dan rasakan pada saat ini. Yang jelas unsur-unsur kebudayaan
asing sulit untuk dibendungnya dan memang mustahil untuk menutupnya karena kondisi
globalisasi yang sudah melanda dunia ini. Yang penting dalam menghadapi kondisi
semacam ini, kita harus membekali para pemuda atau masyarakat dengan penanaman
norma-norma/nilai-nilai yang cocok dengan kebudayaan kita, terutarna Normanorma/nilai-nilai

keagamaan, Yang tertentunya

pada/terkandung dalam Pancasila.

305

cocok dengan nilai

yang ada

Masalah sosial yang ada di masyarakat kita, memang sangat beragam dan
kompleks, oleh karena itu untuk mengatasi/mengurangi masalah tersebut tidaklah mudah.
Hal ini disebabkan oleh faktor penyebabnya pun berasal dari berbagai faktor.
Untuk mengatasi/mengurangi masalah-rnasalah sosial yang terjadi di masyarakat
perlu kerja sama dari berbagai departemen secara lintas sektoral dengan berbagai
keahlian secara terpadu. Pemecahan masalah sosial yang dilakukan departemen atau oleh
salah satu bidang keahlian melalui satu disiplin ilmu tidak akan dapat menyelesaikannya
secara tuntas.
Bagaimana dengan peran Anda yang berbekal pengetahuan IPS dalam .hidupan
bermasyarakat? Keterampilan-keterampilan dasar IPS yang bagaimana yang dapat
diterapkan dalam kehidupan yang penuh gejolak, tantangan, dan masalah?
Sebagai guru IPS, tentunya juga sebagai anggota masyarakat mau tidak mau harus
berperan dan peka terhadap berbagai kejadian dari masalah yang terjadi di Masyarakat
Anda tidak boleh bersifat masa bodoh atas kejadian-kejadian atau masalah-masalah
dalam kehidupan di masyarakat Anda harus aktif dan melibatkan diri dan bersatu dengan
anggota masyarakat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan membantu mencarikan
jalan pemecahan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat.
Keterampilan-keterampilan dasar IPS yang dapat diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat, antara lain berikut ini.
1. Dalam upaya meningkatkan taraf kehidupan masyarakat; sebagai anggota
masyarakat, ia harus melibatkan diri dalam berbagai kegiatan pembangunan bersama
anggota masyarakat lainnya. Dengan berbekal ilmu pengetahuan yang dimiliki ia
harus kreatif dan bertindak sebagai inovator dan dinamisator gerak pembangunan. Di
sini diperlukan ide-ide dan gagasan-gagasan terhadap pembaruan/pembangunan yang
diperlukan masyarakat.
2. Dalam upaya menangkal unsur-unsur kebudayaan yang tidak sesuai, ia harus dapat
menyadarkan kepada anggota masyarakat akan pentingnya menjaga dan memelihara
norma-norma luhur yang terkandung dalam Pancasila maupun agama sebagai
pegangan hidupnya. Untuk menanamkan kesadaran akan hal tersebut, pengetahuan
anggota masyarakat perlu terus ditingkatkan sehingga ia tahu mana yang baik mana
yang buruk dan tidak cocok bagi kebudayaan kita. Hal itu bisa dilakukan dengan
berbagai cara seperti. melalui ceramah-ceramah, penyuluhan, pengajian (agama),
306

pesantren kilat dan lain sebagainya. Dengan demikian anggota masyarakat dapat
memilih unsur-unsur kebudayaan-kebudayaan asing mana yang dapat ia terima dan
mana yang ditolak.
3. Dalam rangka upaya mengatasi/mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di
masyarakat, misalnya masalah kenakalan remaja, pergaulan bebas, tindakan asusila,
kekerasan dan sadisme, dan lain sebagainya serta masalah lingkungan seperti
pencemaran, banjir, kekeringan, erosi dan lain sebagainya diperlukan keterampilan
untuk mencarikan jalan pemecahannya. Dalam mengambil langkah-langkah
mengatasi/mengurangi masalah permasalahan tersebut.
Seperti contoh yang. dikemukakan di atas, bahwa suatu masalah terjadi akibat berbagai
faktor, oleh karena itu pendekatan dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu sosial.
Di sinilah keterampilan-keterampilan dasar IPS membantu untuk melihat faktor-faktor
penyebab dari timbulnya suatu permasalahan sosial secara interdisipliner/multidisipliner.
Dengan mengetahui berbagai faktor-faktor terjadinya masalah sosial yang ada di
masyarakat maka upaya mengatasi permasalahan tersebut akan lebih tepat pada
sasarannya.

sDemikianlah gambaran yang berhubungan dengan keterampilan dasar IPS


terutama keterampilan sosial yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk selanjutnya, setelah Anda mempelajari materi bahasan di atas, untuk latihan, coba
Anda kerjakan tugas berikut ini.
-----------------------------------------------------------------------------------

I. TEORI-TEORI SEJARAH
Teori merupakan unsur yang sangat esensial dalam kajian tentang suatu fenomena, baik
pada masa lalu maupun sekarang. Namun, untuk ilmu sejarah, kedudukan teori
menimbulkan perdebatan sengit, terutama antara aliran empirisme dan idealisme,
khususnya mengenai penerapan hukum umum (general law) dan teori generalisasi
(generalizing theory). Menurut go1onan idealis, terutama Neo-Kantian, seperti Wilhelm
Dilthey, Henrich Rickert, Windelband, dan Max Weber serta Neo-Hegelian, seperti
Benedetto Croce dan RG. Collingwood, bahwa ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan
kajian-kajian manusia (human studies) termasuk humaniora merupakan jenis-jenis olahan

307

intelektual yang sama sekali berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Dikatakan berbeda
karena jika ilmu-ilmu alam bertujuan untuk menemukan hukum-hukum umum (generals
laws) dan bersifat nomotetik, sedangkan sejarah bertujuan untuk menegakkan dan
mendeskripsikan individu dan fakta-fakta unik serta peristiwa-peristiwa yang bersifat
ideografik. Ilmu-ilmu alam itu bersifat objektif yang dapat dilakukan dengan berbagai
metode observasi langsung maupun eksperimen-eksperimennya. Sedangkan dalam
kajian-kajian kemanusiaan, termasuk sejarah bersifat subjektif yang hanya dilakukan atas
metode interpretasi dan pemahaman, Verstehen menurut Dilthey dan Weber, serta
berpikir ulang (rethinking) menurut Collingwood (Sjamsuddin, 1996: 35).
Menurut kelompok yang antiteori, sejarah teoretis adalah sejarah yang spekulatif
dan itu harus diserahkan kepada para ahli filsafat (Barzun, 1974). Selain itu, menurut
kelompok antiteori tersebut bahwa kebudayaan manusia begitu kaya dan beragam
sehingga memiliki keunikan masing-masing dari setiap tempat dan zamannya. Oleh
karena itu, model-model sejarah dan tingkah laku manusia yang dijelaskan secara umum
adalah penipuan belaka. Adapun tugas sejarawan adalah merekonstruksi peristiwa
peristiwa serta situasi-situasi menurut keunikan individual dan interpretasi-interpretasi
mereka hanya berlaku untuk serangkaian kondisi-kondisi tertentu saja. Tidak ada
manfaatnya membuat komparasi situasi-situasi sejarah yang dipisahkan oleh waktu dan
tempat (Tosh, 1984: 131).
Lebih keras lagi sikap antiteori itu pun dikemukakan oleh David Thomson
maupun G.R. Elton. Bagi Thomson (Tosh, 1984: 132) bahwa sikap sejarah menurut
definisinya adalah bermusuhan dengan pembuatan system (system making). Thomson
berpandangan seperti ini karena ia adalah pengikut yang tidak menyukai filsafat sejarah
spekulatif yang tidak menghargai keunikan gerak sejarah. Pendapat serupa pun
dikemukakan oleh Elton bahwa menempatkan sejarah dalam upaya membuat teori-teori
adalah sama halnya dengan menempatkan sejarah dalam hubungan yang tergantung pada
ilmu-ilmu sosial. Atau para sejarawan teoretisi adalah perongrong atau pengganggu
otonomi disiplin sejarah. Sebab menurutnya, dalam bentuk yang tidak lemah, sejarah
memberikan obat penawar yang paling ampuh terhadap pembentuk-pembentuk system
(system builders) di antara ahli-ahli ilmu sosial yang menawarkan penyelesaian
penyelesaian yang segera serta tidak ragu-ragu dalam permasalahan kehidupan manusia
yang sangat kompleks (Elton, 1969).
308

Sebaliknya, golongan empiris berpendapat bahwa walaupun terdapat perbedaan


dalam metode, sebenarnya harus mampu menunjukkan pengetahuan yang benar dan
sejarah pun harus mengikuti aturan yang sama (Lubaz, 1993-1964: 3). Mereka
mengemukakan bahwa besarnya tuduhan-tuduhan yang merendahkan pendukung
teoretisi

itu

hanyalah

atas

dasar

prasangka

belaka.

Bahkan,

kecenderungan

kecenderungan negatif yang dimiliki oleh kaum tradisionalis jika dibiarkan dan tidak
terkendali hanya akan menimbulkan akibat yang lebih buruk serta terjadinya pemiskinan
pemahaman sejarah (Tosh, 1984: 133). Selain itu, mereka pun berpendapat bahwa dalam
penulisan sejarah itu tidak sepenuhnya dan semuanya menekankan keunikan semata
mata, di mana para sejarawan pun membuat keumuman-keumuman, seperti membuat
kategori, konsep, serta generalisasi dan peristiwa sejarah.
Para teoretisi pun beranggapan bahwa tidak ada salahnya studi komparasi itu
dilakukan jika memang bermanfaat, seperti penyusunan model-model masyarakat
industri, agraris ataupun feodal, teknologis, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak
benar pula jika sejarah diorientasikan pada kajian keunikan individual semata-mata
melainkan pada kajian kelompok (kolektif), seperti nasionalitas, budaya, agama, dan
komunitas. Sebab dengan memberikan identitas-identitas yang lebih besar akan dapat
memberikan arti pada mereka sebagai makluk sosial. Selain itu, dengan pembentukan
teori tidak berarti akan menghapuskan kemerdekaan dan peranan individu, justru dengan
pengembangan teori akan mencari solusi untuk menjelaskan kendala-kendala yang
membatasi kemerdekaan individu. Sebaliknya, jika sejarawan mempertahankan suatu
fokus eksklusif pada pikiran-pikiran dan perbuatan para individu, seperti yang sering
dikaji oleh sejarawan naratif politik atau diplomasi. Hal itu hanya akan menemukan suatu
yang hanya berisikan suatu deskripsi kronologis maupun peristiwa-peristiwa yang tidak
terduga (Berkhofer, 1969: 271-272; Tosh, 1984: 135). Selanjutnya, menurut sejarawan
Indonesia Sartono Kartodirdjo ( 1992: 120-156) bahwa justru dengan penggunaan teori
teori sosial melalui fenomena rapprochement, merupakan titik tolok (point of departure),
di mana karya sejarah akan dapat memodifikasi teori-teori itu, membentuk teori-teori
baru, serta menempatkan ilmu sejarah sejajar dengan ilmu-ilmu sosial daripada sebagai
subordinasi sejarah pada ilmu-ilmu sosial.
Reaksi keras dari teoretisi lainnya pun dikemukakan oleh Carl G.Hempel dalam
tulisannya Explanation and Laws (1959) dan Cristopher Lioyd dalam Explanation in
309

Social History (1988) yang mengemukakan bahwa setiap penjelasan dalam sejarah harus
dapat diterangkan oleh hukum umum (general law) sebab secara metodologis,
menurutnya tidak ada perbedaan mendasar antara sejarah dengan ilmu-ilmu lainnya.
Dalam sejarah pun bertujuan untuk hubungan-hubungan kausatif (causative connections),
yaitu penjelasan itu diperoleh dengan menempatkan peristiwa-peristiwa itu di bawah
hipotesis, teori, atau hukum umum. Dengan kata lain, penjelasan itu diperoleh dengan
mendeduksikannya dari pernyataan-pernyataan hukum umum. Terlepas dari pro dan
kontra terhadap pernytaan tersebut, adanya kontroversi mendasar antara dua aliran itu
berimplikasi pada sedikitnya jumlah teori-teori sejarah yang dihasikannya.

1. Teori Gerak Siklus Sejarah Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun (1332-1406) adalah seorang sejarawan dan filsuf sosial Islam
kelahiran Tunisia yang merupakan penggagas pertama dalam teori siklus ini, khususnya
dalam sejarah pemikiran manusia, terutama dari dimensi social dan filosofis pada
umumnya. Karya monumentalnya adalah Al-Muqaddimah (1284 H) yang secara orisinal
dan luas membahas kajian sejarah, budaya, dan sosial.
Adapun inti atau pokok-pokok pikiran dalam teori Khaldun tersebut dikemukakan
dalam Al-Muqaddimah sebagai berikut.
h. Kebudayaan adalah masyarakat manusia yang memiliki landasan di atas hubungan
antara manusia dan tanah di satu sisi dan hubungan manusia dengan manusia lainnya
di sisi lain yang menimbulkan upaya mereka untuk memecahkan kesulitan-kesulitan
lingkungan serta mendapatkan kesenangan dan kecukupan dengan membangun
industri, menyusun hukum, dan menertibkan transaksi.
i. Bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat fase,yaitu fase
primitive ataufase nomaden, fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran
yang mengantarkan kehancuran.
j. Kehidupan fase primitif atau nomaden adalah bentuk kehidupan manusia terdahulu
(tertua) yang pernah ada. Pada masa ini. sifat kehidupan kasar yang diwarnai oleh
keberanian dan ketangguhan mendorong mereka untuk menundukkan kelompokkelompok lain. Selain itu, pada masa ini pun pada kelompok-kelompok tersebut
tumbuh solidaritas, ikatan, dan persatuan yang menopang mereka meraih kekuasaan
dan kesenangan.
310

k. Dalam fase urbanisasi, pembangunan yang mereka lakukan tetap berlangsung


sehingga perkembangan kebudayaan semakin maju, khususnya di kota-kota.
l. Pada fase kemewahan, banyak kelompok yang tenggelam dalam masa kemewahan, di
mana pada fase ini dicirikan oleh beberapa indikator, seperti ketangguhan dalam
mempertahankan diri, memperoleh kemewahan dalam kekayaan, keinginan untuk
hidup bebas, serta mengejar nafsu kepuasan dan kesenangan, namun di pihak lain ada
juga yang menghendaki pada kesederhanaan. Akibatnya, friksi dan solidaritas mereka
menjadi melemah.
m. Pada

fase

kemunduran,

kerajaan

dan

pemerintahan

melalaikan

urusan

kenegaraan/pemerintahan dan kemasyarakatan yang mempercepat kehancuran,


ditandai dengan ketidakmampuan dalam mempertahankan diri. Ini pertanda bahwa
usainya daur kultural dalam sejarahnya dan bermulannya daur baru, begitu seterusnya
(A1-Sharqawi, 1886: 145-146).
n. Biasanya kelompok-kelompok yang terkalahkan akan selalu mengekor kepada
kelompok-kelompok yang menang, baik dalam slogan, pakaian, kendaraan, maupun
tradisi lainnya.

2. Teori Daur Kultural Spiral Giambattista Vico


Nama filsuf sejarah Italia, Giambattista Vico (1668-1744) memang jarang dikenal,
padahal jasanya begitu besar, terutama dalam teorinya tentang gerak sejarah ibarat daur
kultural spiral yang dimuat dalam karyanya The New Science (1723) yang telah
diterjemahkan Downs tahun 1961. Atau mungkin karena teorinya yang sering
diidentikkan dengan teori siklus, di mana nama-nama besar tokoh 1ainnya, seperti Pitirim
Sorokin (1886-1966), Oswald Spengler (1880- 1936), dan Arnold Toinbee (1889-1975),
melebihi bayangan nama besarnya.
Secara makro, pokok-pokok pikiran Vico yang tertuang dalam teori daur
spiralnya dalam The New Science (Dows, 1961: 113; Al-Sharkawi, 1986: 147-148)
sebagai berikut.
d. Perjalanan sejarah bukanlah seperti roda yang berputar mengitari dirinya sendiri
sehingga memungkinkan seorang filsuf meramalkan terjadinya hal yang sama pada
masa depan.

311

e. Sejarah berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui diri,
seperti gerakan pendaki gunung yang mendaki melalui jalan melingkarke atas, setiap
lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya sehingga ufuknya pun
semakin luas dan jauh.
f. Masyarakat manusia bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu dan terjalin
erat dengan kemanusiaan yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam tiga fase, yaitu
fase teologis, fase herois, dan fase humanistis. J. Ide kemajuan adalah substansial,
mesti tidak melalui satu penjalanan lurus ke depan, tetapi bergerak dalam lingkaranlingkaran historis yang satu sama lain saling berpengaruh. Dalam setiap lingkaran
pola-pola budaya yang berkembang dalam masyarakat, baik agama, politik, seni,
sastra, hukum, maupun filsafat saling terjalin secara organis dan internal sehingga
masing-masing lingkaran itu memiliki corak kultural, khususnya yang merembes ke
dalam berbagai ruang lingkup kulturalnya (Collingwood, 1956: 67).

3. Teori Tantangan dan Tanggapan Arnold Toynbee


Arnold Toynbee (1889-1975) adalah seorang sejarawan Inggris, ia pendukung teori siklus
lahir-tumbuh-mandek-hancur. Seperti halnya Khaldun yang dikenal sebagai jenius
Arab, Toynbee melihat bahwa proses lahir-tumbuh-mandek-hancur suatu kehidupan
sosial, lebih ditekankan pada masyarakat atau peradaban sebagai unit studinya yang lebih
luas dan komprehensif daripada studi terhadap sesuatu bangsa maupun periode tertentu.
Pemikiran-pemikiran

Toynbee

yang

cemerlang

itu

dituangkan

dalam

karya

monumentalnya yang terbit sebanyak 12 jilid dan ringkasan dari karyanya itu adalah A
Study of History. Pokok-pokok pikiran dari teori tantangan dan tanggapan (challenge and
response) tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
i. Menunut Toynbee, tendapat 21 pusat peradaban di dunia, misalnya peradaban Mesir
kuno, India, Sumeria, Babilonia, dan peradaban Barat atau Kristen. Enam peradahan
muncul serentak dari masyarakat primitive yang berasal dan Mesir, Sumeria, Cina
Maya, Minoa (di P. Kreta), dan India. Masing-masing muncul secara terpisah dari
yang lain dan terlihat di kawasan luas yang terpisah. Semua peradaban lain berasal
dari enam peradahan asli itu. Sebagai tambahan, sudah ada tiga peradaban gagal,
yaitu peradaban Kristen Barat Jauh, Kristen Timur Jauh, dan Skandinavia, dan lima

312

peradaban yang masih bertahan, yaitu Polinesia, Eskimo,Nomadik, Ottoman, dan


Spartan.
j. Peradaban muncul sebagai tanggapan (response) atas tantangan (challenge),
walaupun atas dasar murni hukum sebab akibat, melainkan hanya sekedar hubungan,
dan hubungan itu dapat terjadi antara manusia dan alam atau antara manusia dan
manusia.
k. Sebagai contoh, peradapan Mesir muncul sebagai hasil tanggapan yang memadai atas
tantangan yang berasal dari rawa dan hutan belantara lembah Sungai Nil, sedangkan
peradapan lain muncul dari tantangan konflik antarkelompok.
l. Berjenis-jenis tantangan yang berbeda dapat menjadi tantangan yang diperlukan bagi
kemunculan suatu peradaban.
m. Terdapat lima kawasan perangsang yang berbeda bagi kemunculan peradaban, yakni
kawasan ganas, baru, diperebutkan, ditindas, dan tempat pembuangan.
n. Kawasan ganas, mengacu kepada lingkungan fisik yang sukar ditaklukkan, seperti
kawasan lembah S. Hoang Ho (Toynbee, 1961: 88). Kawasan baru, mengacu kepada
daerah yang belum pernah dihuni dan diolah. Kawasan diperebutkan, termasuk yang
baru ditaklukkan dengan kekuatan militer. Kawasan tertindas, menunjukkan suatu
situasi ancaman dari luar yang berkepanjangan. Kawasan hukuman/pembuangan,
mengacu kepada kawasan tempat kelas dan ras yang secara historis telah menjadi
sasaran penindasan, diskriminasi, dan eksploitasi.
o. Antara tantangan dan tanggapan berbentuk kurva linear. Artinya, tingkat kesukaran
yang cukup besar dapat membangkitkan tanggapan memadai: tetapi tantangan
ekstrem dalam arti terlalu lemah dan terlalu keras, tidak rnemungkinkan dapat
membangkitkan tanggapan yang memadai. Jika tantangan terlalu keras, peradaban
dapat hancur atau terhambat perkembangannva. Dalam kasus seperti itu, tantangan
memiliki cukup untuk mencegah perkembangan normal, meskipun tidak cukup keras
sehingga menyebabkan kehancurannya.
p. Untuk terciptanya suatu tanggapan yang memadai, kriteria pertama adalah keras atau
lunaknya tantangan. Kriteria kedua, kehadiran elite kreatif yang akan memimpin
dalam memberikan tanggapan atas tantangan itu. Sebab seluruh tindakan sosial
adalah karya individu-individu pencipta atau yang terbanyak karya minuritas kreatif
itu (Toynbee, 1961: 214). Namun, kebanyakan umat manusia cenderung tetap
313

terperosok ke dalam cara-cara hidup lama. Oleh karena itu, tugas minoritas kreatif
bukanlah semata-mata menciptakan bentuk-bentuk proses sosial baru, tetapi juga
menciptakan cara-cara barisan belakang yang mandek itu bersama-sama dengan
mereka untuk mencapai kemajuan (Toynbee, 1961: 215).

4. Teori Dialektika Kemajuan Jan Romein


Jan Marius Romein adalah teoretisi dan sejarawan Belanda (1893-1962) yang pertama
kalinya melihat gejala lompatan dalam sejarah umat manusia sebagai suatu
kecenderungan umum dalam kemajuan maupun keberlanjutan. Pikiran-pikiran Jan
Romein ini dituangkan dalam Dialektika Kemajuan atau De Dialektiek van de
Vooruitgang: Bijdrage tot het ontwikkelingsbegrip in de geschiedenis (1935). Adapun
pokok-pokok pikiran teori Jan Romen tersebut sebagai berikut.
d. Gerak sejarah umat manusia itu kebalikan dari perkembangannya secara berangsurangsur (evolusi), melainkan maju dengan lompatan lompatan yang sebanding
dengan mutasi yang dikenal dalam dunia alam hidup biologis.
e. Suatu langkah baru dalam evolusi manusia, kecil kemungkinannya terjadi dalam
masyarakat yang telah mencapai tingkat kesempurnaan yang tinggi dalam arah
tertentu. Sebaliknya, kemajuan yang pernah dicapai di masa lalu, mungkin akan
berlaku sebagai suatu penghambat terhadap kemajuan lebih lanjut (Wertheim, 1976:
58). Sebab suatu suasana yang puas diri dan adanya kepentingan yang bercokol pada
kelompok itu cenderung menentang langkah-langkah lebih jauh yang mungkin
menyangkut

suatu

perombakanmenyeluruh

terhadap

lembaga-lembaga

atau

perlengkapan yang sudah ada.


f. Dengan demikian, keterbelakangan dalam hal-hal tertentu dapat dijadikan sebagai
suatu keunggulan (situasi yang mengnntungkan) untuk mengejar ketinggalannya.
Sebaliknya, kemajuan yang relative pesat di masa lalu, dapat berlaku sebagai
penghambat kemajuan. Inilah yang dinamakan Dialektika Kemajuan (Dialectics of
Progress).

5. Teori Despotisme Timur Wittfogel


Karl Wittfogel, penulis buku Oriental Despotism (1957) mengemukakan teori-teorinya
sebagai berikut.
314

f. Cara produksi Asiatis,menurut pendapatnya yang khas pada masyarakat-masyarakat


yang berdasarkan irigasi besaran-besaran, telah menimbulkan suatu garis lain dalam
perspektif evolusi.
g. Masyarakat-masyarakat hidrolis, hanya dicirikan oleh irigasi, tetapi dalam hal-hal
tertentu oleh bangunan drainase besar-besaran adalah tipikal Despotisme Timur yang
menjalankan perintah dengan kekuasaan total oleh suatu birokrasi yang bercabang
luas dan terpusat, serta secara tajam mesti dibedakan dari masyarakat feodal, seperti
dikenal dalam masyarakat di Eropa Barat dan Jepang.
h. Bila masyarakat-masyarakat feodal memungkinkan suatu perkembangan menuju
kapitalisme borjuis maka birokrasi-birokrasi Asiatis itu (mencakup Tsar Rusia) sama
sekali tidak cocok bagi perkembangan apapun menuju suatu struktur yang lebih
modern.
i. Struktur-struktur politik baru yang dilahirkan di kerajaan-kerajaan Despotis Timur di
masa lalu (Rusia dan Cina), sebenarnya tidak dapat dipandang sebagai suatu subtipe
dari suatu masyarakat modern atau sebagai sesuatu yang baru, melainkan hanya
merupakan salinan-salinan dari despotisme despotisme Timur tradisional, di mana
kemungkinan-kemungkinan untuk menjalankan kekuasaan mutlak dan teror, telah
berkembang hingga tingkat yang luar biasa tingginya (Wittfogel, 1957: 438).
j. Doktrin ini bermaksud menunjukkan bahwa Uni Soviet (sekarang Rusia) maupun
Cina tidak dapat menawarkan apa pun yang mungkin diinginkan oleh bangsa-bangsa
lain, jalan satu-satunya ke arah kemajuan adalah mengikuti garis peradaban modern
yang berdasarkan hak milik. Menurut Wittfogel, garis ini tampaknya tidak lagi
menuju pada sosialisme, melainkan hanya bergerak menuju suatu masyarakat
polisentrisme dan demokratis, di mana kompleks-kompleks birokrasi yang lebih besar
saling mengendalikan satu sama lain (Wittfogel, 1957: 366-367), dan jika meminjam
istilah Karl Popper, hal itu memalukan masyarakat terbuka.

6. Teori Perkembangan Sejarah dan Masyarakat Karl Marx


Karl Heinrich Marx (1618-1883) dilahirkan di Trier distrik Moselle, Prusian Rhineland
pada 5 Mei 1618. Ia berasal dari silsilah panjang rabbi, baik garis ayah maupun ibunya.
Ayahnya seorang pengacara terhormat. Ia menikah dengan Jenny anak tokoh sosialis
awal Baron von Wesphalen. Pertamanya Masuk ke Universitas Bonn, tahun berikutnya ia
315

pindah ke University of Berlin. Di universitas ini ia menjadi pengikut filsafat


Hegelianisme. Marx bercita-cita Menjadi pengajar di universitas, ia mendapat gelar
doktor mengenai filsafat pasca Aristotelian Yunani (McLellan, 2000: 618).
Ia adalah ilmuwan social revolusioner Jerman yang analisisnya tentang
masyarakat kapitalis menjadi basis teoritis untuk pergerakan sejarah dan politik.
Kontribusi utama Marx terletak pada penekanan terhadap peran factor ekonomi
berubahnya cara masyarakat dalam memproduksi alat-alat subsistensi dalam membentuk
jalannya sejarah. Perspektif ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap seluruh
jajaran ilmu social. Teori besar atau materialisme histories, dapat diungkap dari perkataan
friederich Engels-sahabat terdekatnya sebagai berikut.
sebab yang utam dan kekuatan penggerak terbesar dari semua peristiwa
sejarah yang terpenting terletak pada perkembangan ekonomi masyarakat,
Perubahan-perubahan model dalam produksi dan pertukaran, pembagian
masyarakat dalam kelas-kelas yang berlainan, dan pada perjuangan kelas-kelas
ini melawan kelas yang lain (Shaw, 2000: 620).

Teori-teorinya tentang gerak sejarah dan masyarakat, tertuang dalam Die Deutch
Ideologie (Ideologi Jerman) tahun 1845-1846, secara ringkas dapat dikemukakan sebagai
berikut.
g. Struktur ekonomi masyarakat yang ditopang oleh relasi-relasinya dengan produksi,
merupakan fondasi riil masyarakat. Struktur tersebut sebagai dasar munculnya
suprastruktur hukum dan politik, berkaitan dengan bentuk tertentu dari kesadaran
sosial. Di sisi lain, relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri berkaitan dengan
tahap perkembangan tenaga-tenaga produktif materiil (masyarakat). Dalam kerangka
ini, model produksi dari kehidupan materiil akan mempersiapkan proses kehidupan
sosial, politik, dan intelektual pada umumnya.
h. Seiring dengan tenaga produktif masyarakat berkembang, tenaga-tenaga produktif ini
mengalami pertentangan dengan berbagai relasi produksi yang ada sehingga
membelenggu pertumbuhannya. Kemudian, mulailah suatu era revolusi sosial, seiring
dengan terpecahnya masyarakat akibat konflik.
i. Konflik-konflik itu terselesaikan sedemikian rupa sehingga menguntungkan tenagatenaga produktif, lalu muncul relasi-relasi produksi yang baru dan lebih tinggi yang
316

persyaratan materiilnya telah matang dalam rahim masyarakat itu sendiri.


Masyarakat dan pemerintahan kelas memang tidak terhindarkan, sekaligus diperlukan
untuk memaksa produktivitas para produsen agar melampaui tingkat subsistensinya.
Namun, kemajuan produktif yang dihasilkan kapitalime tersebut mcnghancurkan
kelayakan dan landasan historis pemerintahan ke1as. Karena negara merupakan alat
suatu kelas untuk mengamankan pemerintahannya maka negara akan melemah dalam
masyarakat pascakelas.
j. Relasi-relasi produksi yang lebih baru dan lebih tinggi ini mengakomodasi secara
lebih baik keberlangsungan pertumbuhan kapasitas produksi masyarakat. Di sinilah
model produksi borjuis mewakili era progresif paling baru dalam formasi ekonomi
masyarakat, tetapi hal itu merupakan bentuk produksi antagonistik yang terakhir.
Dengan matinya bentuk produksi tersebut maka prasejarah kemanusiaan berakhir.
k. Di sinilah kapitalisme akan hancur oleh hasratnya sendiri untuk meletakkan
masyarakat pada tingkat produktif yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Selain itu perkembangan tenaga-tenaga produktif yang membayangkan munculnya
kapitalisme sebagai respons terhadap tingkat tenaga produktif pada awal mula
terbentuk.
l. Dengan demikian, perkembangan kapasitas produktif masyarakat menentukan corak
utama evolusi yang dihasilkan, yang para gilirannya menciptakan institusi-institusi
hukum dan politik masyarakat suprastruktur.

8. Teori Feminisme Wolistonecraft


Mary Wolistonecraft dilahirkan di Inggris tahun 1759. Ia adalah orang miskin yang
berasal dan keluarga berantakan karena ayahnya pecandu peminum alkohol yang
kronis. Sebagai seorang pemikir wanita otodidak berani dan radikal, Wollstonecraft
menulis beberapa buku. Buku yang pertama ia tulis adalah Thoughts on the Educations of
Daughters. Pada tahun 1785, ia beralih profesi sebagai penulis wanita. Selanjutnya, ia
menerbitkan ulasan-ulasan, menerjemahkan karya-karya besar, serta menulis lebih
banyak lagi buku-bukunya. Dan yang lebih tragis lagi, ia mendapatkan citra buruk karena
dukungan penuhnya terhadap prinsip-prinsip republikan dalam bukunya A Vindication of
the Rights of Man (1790), yang merupakan salah satu dari sekian banyak tanggapan atas
kritik Edmund Burke terhadap Revolusi Prancis. Karyanya yang paling terkenal adalah A
317

Vindication of the Rights of Woman (1792), menyusul 2 tahun setelah memperoleh citra
buruk atas karya sebelumnya.
Isi pokok pemikiran (teori) Wollstonecraft adalah sebagai berikut.
h. Salah satu ciri yang paling universal sekaligus mencolok adalah subordinasi wanita
atas pria. Seka1ipun saat ini banyak kemajuan-kemajuan politik dan budaya yang
diperolehnya, masyarakat tetap menempatkan wanita sebagagai subordinate posisi
pria.
i. Dalam beberapa segi, hal itu disebabkan oleh kaum wanita itu sendiri yang
berprasangka buruk terhadap kapabilitas bakat-bakat dan kapasitas-kapasitas mereka
sendiri sebuah pandangan yang diajukan oleh banyak penulis dan pemikir pembenci
wanita.
j. Padahal pria dan wanita sama-sama mampu bernalar dan memperbaiki diri. Meskipun
demikian, kapasitas wanita bagi tindakan rasional dan bagi keseluruhan sejati, telah
dikurangi oleh beragamnya intitusi social dan tuntutan-tuntutan budaya.
k. Masyarakat dan kaum pria telah membatasi kesempatan-kesempatan yang dimiliki
wanita untuk menggunakan kemampuan alaminya bagi kebaikan masyarakat.
l. Keluhuran-keluhuran jinak dan kesenangan-kesenangan hampa telah mendorong
kaum wanita berfokus pada penyanjungan dan penyenangan pria yang dapat
menjauhkan wanita untuk benkontribusi pada kehidupan moral, budaya, dan politik.
m. Wanita tidak boleh memiliki status inferior, sekalipun penyebabnya oleh kaum wanita
itu sendiri yang begitu pasrah menerima citra mereka yang tidak menguntungkan diri.
n. Semakin baik pendidikan mereka, semakin baik wanita menjadi warga negara, istri,
dan ibu. Wanita terdidik adalah orang-orang yang lebih rasional dan lebih leluhur.
G. TEORI TEORI EKONOMI
Teori ekonomi makro adalah teori ekonomi yang membahas masalah-masalah ekonomi
secara keseluruhan, secara besar-besaran, menyangkut keseluruhan system dan organisasi
ekonomi. Dalam ekonomi makro, dibahas teori-teori yang bersifat umum dari gejalagejala ekonomi keseluruhan. Hal itu terutama menyangkut peristiwa-peristiwa ekonomi
yang berhubungan dengan tingkat harga umum; keseluruhan permintaan dan penawaran
yang berkaitan dengan jumlah penduduk dan jumlah produksi masyarakat keseluruhan;
jumlah kesempatan kerja, lapangan kerja, serta penempatan kerja dari seluruh tenaga
318

yang ada dalam masyarakat. Jadi, teori ekonomi makro membahas keseluruhan gejala
dan peristiwa dalam kehidupan ekonomi serta hubungannya satu sama lain, baik yang
bersifat hubungan kausal maupun hubungan fungsional.
Berbeda dengan teori mikro yang merupakan suatu teori yang membahas
peristiwa atau hubungan kausal dan fungsional antara beberapa peristiwa ekonomi yang
bersifat khusus. Pengertian khusus di sini adalah pada kajian-kajian yang lebih terbatas
(spesifik), seperti pada orang tertentu, keluarga tertentu, perusahaan tertentu, dan
sebagainya. Dengan demikian, pokok kajian utama pada teori mikro terbatas pada
kebutuhan barang dan jasa, harga, upah, dan pendapatan dari suatu organisme ekonomi
dalam lingkup rumah tangga, keluarga, atau perusahaan (Choumain dan Prihatin, 1994:
19).

1. Teori Ekonomi Klasik Adani Smith


Teori ini merupakan karya Adam Smith yang dituangkan dalam buku An Inquiry into
Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776). Smith adalah seorang Guru Bcsar
Falsafah Moral di Universitas Glasgow yang memusatkan perhatiannya kepada
persoalan-persoalan umum, yaitu bagaimana menciptakan kerangka politik dan social
yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara swasembada (Jhingan, 1994: l38;
Sastradipoera, 2001). Adapun pokok-pokok pikiran dan teorinya sebagai berikut.
e. Kebijaksanaan Pasar Bebas
Tercapainya suatu keterlibatan pemerintah yang minimum untuk mencapai suatu
bentuk persaingan yang sempurna maka secara otomatis harus bebas atau campur
tangan pemerintah seminimal mungkin. Karena itu, semboyannya the best
government governs the least. Sebab teori tersebut berasumsi bahwa yang akan
memaksimumkan pendapatan nasional adalah tangan-tangan yang tak kelihatan.
f. Keuntungan Merangsang bagi Investasi
Menurut pandangan teori ini bahwa keuntungan itu merangsang investasi. Artinya,
semakin besar keuntungan, akan semakin besar pula akumulasi modal dan investasi.
g. Keuntungan Cenderung Menurun
Artinya, keuntungan tidak akan naik secara terus-menerus, namun cenderung
menurun apabila persaingan untuk menghimpun modal antarkapitalis meningkat.
Alasannya adalah dengan menaiknya upah sebagai akibat persaingan antarkapitalis.
319

Sementara upah dan sewa naik karena naiknya harga-harga pangan. Hal itu mendapat
pembenaran dari Ricardo.
h. Keadaan Stationer
Pars ahli ekonomi klasik meramalkan akan timbulnya keadaan stationer pada akhir
proses pemupukan modal. Sekali keuntungan mulai menurun, proses ini akan
berlangsung terus sampai keuntungan menjadi nol, pertumbuhan penduduk dan
pemupukan modal terhenti, dan tingkat upah mencapai tingkat kebutuhan hidup
minimal.

2. Teori Tahapan Pertumbuhan Ekonomi Modernisasi Rostow


Teori Pertumbuhan Ekonomi Modernisasi yang paling terkenal adalah teori dari ekonom
W.W. Rostow yang ditulis dalam bukunya The Stage of Economic Growth: A Non
Communist Manifesto (1960) dan juga dalam The Process of economic Growth (1953),
kajiannya memakai pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan
ekonomi. Menurut Rostow, perkembangan ekonomi suatu masyarakat meliputi lima
tahap perkembangan, yaitu tahap masyarakat tradisional, tahap prakondisi tinggal landas,
tahap tinggal landas, tahap kematangan (maturity), tahap konsumsi massa tinggi atau
besar-besaran.
f. Tahap Tradisional
Masyarakat tradisional diartikan sebagai suatu masyarakat yang strukturnya
berkembang di sepanjang fungsi produksi berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi pra-Newtonian, yaitu zaman dinasti-dinasti Cina, Peradaban Timur Tengah,
daerah Mediterania, dan dunia Eropa pada Abad Pertengahan (Rostow, 1960: 5).
Dalam masyarakat ini, pertanian masih mendominasi aktivitas ekonomi dan kekuatan
politik umumnya masih pada penguasa tanah. Ini tidak berarti bahwa pada
masyarakat tersebut tidak ada perubahan ekonomi. Sebenarnya, banyak tanah dapat
digarap, skala dan pola perdagangan dapat diperluas, manufaktur dapat dibangun, dan
produktivitas pertanian dapat ditingkatkan sejalan dengan pertambahan penduduk
yang nyata. Namun fakta menunjukkan bahwa keinginan untuk menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern secara teratur dan sistematis masih bertabrakan
dengan suatu batas, yaitu tingkat output perkapita yang dapat di capai. Selain itu,

320

struktur sosial masyarakat seperti itu berjenjang, hubungan dan keluarga memainkan
peranan yang menentukan (Jhingan, 1994: 180).
g. Tahap prakondisi tinggal landas
Tahap ini merupakan masa transisi di mana prasyarat-prasyarat pertumbuhan
swadaya dibangun atau diciptakan. Di Eropa Barat. Sejak akhir abad ke-15 dan awal
abad ke-16 menempatkan kekuatan penalaran (reasoning) dan ketidakpercayaan
(skepticism) yang merupakan pengaruh empat kekuatan, yaitu Renaissance, Kerajaan
Baru, Dunia Baru, dan Agama Baru atau Protestan, sebagai pengganti kepercayaan
(faith) dan kewenangan (authority). mengakhiri feodalisme, membawa ke
kebangkitan negara kebangsaan, menanamkan semangat pengembaraan yang
menghasilkan berbagai penemuan, dan dominannya kaum borjuis dalam dunia usaha.
Manusia-manusia baru yang mau bekerja keras muncul memasuki sektor ekonomi
swasta, pemerintah, atau keduanya, manusia baru yang bersemangat menggalakkan
tabungan dan berani mengambil risiko dalam mengejar keuntungan. Bank dan
lembaga lain bermunculan untuk mengerahkan modal sehingga investasi meningkat
di berbagai bidang, yaitu pengangkutan, perhubungan, dan bahan mentah yang
memiliki daya tarik ekonomis bagi bangsa lain. Jangkauan perdagangan dari dalam
dan luar negeri menjadi makin luas. Di mana-mana muncul perusahaan manufaktur
yang menggunakan metode baru (Rostow, 1960: 6-7).
h. Tahap Tinggal Landas
Merupakan masa awal yang menentukan di dalam suatu kehidupan masyarakat.
Ketika pertumbuhan mencapai kondisi normalnya... kekuatan modernisasi
berhadapan dengan adat istiadat dan lembaga-lembaga. Nilai-nilai dan
kepentingan masyarakat tradisional membuat terobosan yang menentukan dan
kepentingan bersama membentuk

struktur masyarakat tersebut bahwa

pertumbuhan biasanya berjalan menurut deret ukur, rekening tabungan yang


bunganya dibiarkan bergabung dengan simpanan pokok,revolusi industri
yang berkaitan secara langsung dengan perubahan radikal di dalam metode
produksi yang dalam jangka waktu relative singkat menimbulkan konsekuensi
yang menentukan (Rostow, 1960:9-11).
i. Tahap Kematangan (Maturity)

321

Rostow mendefinisikan tahap ini merupakan tahapan ketika masyarakat telah dengan
efektif menerapkan serangkaian teknologi modern terhadap keseluruhan sumber daya
mereka. Masa ini pun merupakan suatu tahap pertumbuhan swadaya jangka panjang
yang merentang melebihi masa empat dasawarsa. Teknik produksi baru
menggantikan teknik yang lama. Berbagai sektor penting baru tercipta. Tingkat
investasi neto lebih dari 10% dari pendapatan nasional. Perekonomian mampu
menahan segala guncangan yang tidak terduga. Dalam hal ini Rostow memberikan
bukti-bukti simbolis kematangan teknologi pada negara-negara industri, seperti
Inggris (1850), Amerika Serikat (1900), Jerman (1910), Prancis (1910), Swedia
(1930), Jepang (1940), Rusia (1950), dan Kanada (1950) (Jhingan, 1994: 187).
j. Tahap Konsumsi Massa Tinggi atau Besar-besaran
Merupakan suatu masa yang ditandai dengan pencapaian banyak sektor penting
(leading sector) dalam perekonomian berubah menuju produksi barang dan jasa
konsumsi. Abad konsumsi besar-besaran pun ditandai dengan migrasi ke pinggiran
kota, pemakaian mobil secara luas, serta barang-barang konsumen dan peralatan
rumah tangga yang tahan lama. Pada tahap ini, keseimbangan perhatian masyarakat
beralih dari penawaran ke permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan
konsumsi, dan kesejahteraan dalam arti luas. Ada tiga kekuatan yang tampak dalam
tahap purna dewasa ini, yaitu sebagai berikut.
1. Penerapan kebijaksanaan untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh
melampaui batas-batas nasional.
2. Ingin memiliki suatu negara kesejahteraan dengan pemerataan pendapatan
nasional yang lebih adil melalui pajak progresif, peningkatan jaminan sosial, dan
fasilitas hiburan bagi para pekerja.
3. Keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sektor penting seperti
mobil, rumah murah, berbagai peralatan rumah tangga yang Menggunakan listrik,
dan sebagainya (Jhingan, 1994: 114).

3. Teori Dampak Balik dan Dampak Sebar Gunnard Myrdal


Gunnard Myrdal adalah ahli ekonomi Swedia dan pejabat pada perserikatan BangsaBangsa,terkenal dengan

tulisannya Economic Theory and Underdeveloped Regions

(1957) dan Asian Drama: An Inquiry into Poverty of Nations (1968), berpendapat bahwa
322

pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab musabab sirkuler yang


membuat si kaya mendapat keuntungan semakin banyak dan mereka yang tertinggal di
belakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (blackwash effects) cenderung
mengecil.
Secara kumulatif, kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan
internasional dan menyebabkan ketimpangan regional di antara negara-negara
terbelakang. Sebaliknya, di negara terbelakang proses kumulatif dan dissirkuler pun
dikenal istilah lingkaran setan kemiskinan berjalan menurun dan karena tidak teratur
menyebabkan meningkatnya ketimpangan. Myrdal yakin bahwa pendekatan teoretis yang
kita warisi tidak cukup menyelesaikan problem ketimpangan ekonomi tersebut. Teori
perdagangan internasional dan tentu saja teori ekonomi secara umum, tidak pernah
disusun untuk menjelaskan realitas keterbelakangan dan pembangunan ekonomi (Myrdal:
1957).
Pada tesis Myrdal adalah membangun dari suatu keterbelakangan dan
pembangunan ekonominya di sekitar ketimpangan regional pada taraf nasional dan
internasional. Untuk itu ia menjelaskan hal-hal sebagai berikut.

h. Dampak Balik
Semua perubahan yang bersifat merugikan dari ekspansi ekonomi suatu tempat karena
sebab-sebab di luar tempat itu, atau dapat disebut juga dampak migrasi. Dampak ini
merupakan perpindahan modal dan perdagangan serta keseluruhan dampak yang timbul
dari proses sebab musabab sirkuler antara faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi.

i. Dampak Sebar
Mengunjuk pada dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal
dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Sebab utama
ketimpangan regional adalah kuatnya dampak balik dan lemahnya dampak sebar di
negara-negara terbelakang.

j. Ketimpangan Regional
Terjadi lebih banyak karena berakar pada dasar nonekonomi yang berkaitan erat dengan
sistem kapitalis yang dikcndalikan oleh motif laba, di mana terpusat di wilayah-wilayah
323

(Negara-negara) yang memiliki laba tinggi. Gejala ini disebabkan oleh peranan kekuatan
pasar bebas yang cenderung memperlebar ketimpangan

regional karena produksi,

industri, perdagangan, perbankan, asurani, dan perkapalan cenderung mendatangkan


keuntungan bagi wilayah maju(Myrdal,1957:26).

k. Dampak Balik dan Dampak Sebar


Dalam laju perkembangannya, kedua dampak tersebut tidak mungkin berjalan seimbang.
Hal itu disebabkan ketimpangan regional jauh
daripada di Negara-negara

lebih besar di negara-negara miskin

kaya. Selain itu, di negara-negara miskin ketimpangan

regional semakin melebar, sedangkan di negara maju menyempit. Hal itu disebabkan oleh
semakin tinggi tingkat pembangunan ekonomi yang sudah dicapai suatu negara, biasanya
semakin kuat pula dampak sebar yang akan terjadi.
Mengingat pembangunan tersebut disertai oleh transportasi dan komunikasi, yang
makin baik, tingkat pendidikan makin tinggi, dan semakin dinamis antara ide dan nilai
yang semuanya cenderung memperkuat daya sebar sentrifugal dan

hambatan-

hambatannya cenderung melunak. Dengan demikian, suatu negara berhasil mencapai


tingkat pembangunan yang tinggi, maka pembangunan ekonomi akan menjadi suatu
proses yang berjalan otomatis. Sebaliknya, penyebab utama keterbelakangan terletak
pada lemahnya dampak sebar dan kuatnya dampak balik sehingga dalam proses yang
semakin menggumpal, kemiskinan itu adalah penyebab yang berasal dari dirinya sendiri.

l. Peranan Pemerintah
Kebijaksanaan nasional sering memperburuk ketimpangan regional, terutama oleh
peranan kekuatan pasar bebas dan kebijaksanaan liberal sebagai akibat lemahnya dampak
sebar. Faktor lain yang menyebabkan ketimpangan regional di negara miskin adalah
lembaga feodal yang kokoh dan lembaga lainnya yang tidak egaliter, serta struktur
kekuasaan yang membantu si kaya menghisap si miskin (Myrdal. 1957: 28). Oleh
karena itu. pemerintah negara terbelakang, harus menerapkan kebijaksanaan yang adil
dan egaliter.

m. Ketimpangan Internasional

324

Pada

umumnya

perdagangan

internasional

menguntungkan

negara

kaya

dan

memperlemah negara terbelakang. Sebab negara maju/kaya memiliki basis industri


manufaktur yang kuat dengan dampak sebar yang kuat pula. Dengan mengekspor produk
industri mereka ke negara terbelakang akan

mematikan industri skala kecil. Ini

cenderung mengubah negara terbelakang menjadi produsen barang-barang primer untuk


ekspor. Mengingat permintaan akan barang-barang ekspor inelastic (di pasar ekspor)
maka mereka menderita akibat fluktuasi harga yang menggila. Sebagai konsekuensinya,
mereka tidak dapat mengambil untung dari naik turunnya harga barang di dunia ekspor.

n. Perpindahan Modal
Hal ini pun gagal menghapuskan ketimpangan internasional, karena negara lebih maju
lebih menjanjikan keuntungan dan jaminan bagi para investor maka modal akan semakin
menjauhkan diri dari negara terbelakang. Modal yang mengalir ke negara terbelakang
diarahkan sebagian besar pada produksi barang primer untuk ekspor, hal ini akan
meragukan mereka karena dampak balik yang kuat. Apa pun yang diinvestasikan pihak
asing, akan meningkatkan dampak balik yang domain serta tidak menjadi pemecah
masalah dalam ketimpangan internasional (Jhingan, 1994: 274).

4. Teori Nilal Surplus Karl Marx


Karl Marx adalah seorang filsuf Jerman (1818-1883). Di mata para ekonom Barat, ia
adalah seorang agitator yang telah membangkitkan persatuan di kalangan kaum buruh
dan intelektual yang telah merasa dirugikan oleh kapitalisme pasar dan sekaligus sebagai
penjerumus ekonomi ke abad kegelapan baru. Kemudian ia mcnghancurkan ikatan
kapitalisme dan mengoyak-oyak dasardasar sistem kebebasan natural Adam Smith
(Skousen, 2005: 163164).
Sesuai dengan subjudul di atas, pada kajian Teori Nilai Surplus di sini tidak akan
dibahas tentang peranan Karl Marx di bidang filsafat sejarah, politik, komunisme, serta
alienasi. Adapun pokok pikiran yang dituangkan Marx dalam Teori Nilai Surplus dapat
dikemukakan sebagai berikut.
5. Jika tenaga kerja adalah satu-satunya penentu nilai, lalu ke mana profit dan
bunganya? Marx menyebut profit dan bunganya itu sebagai nilai surplus.

325

6. Oleh karena itu, a berkesimpulan bahwa kapitalis dan pemilik tanah adalah pihak
yang mengeksploitasi para pekerja.
7. Jika semua nilai adalah produk dan tenaga kerja maka semua profit yang diterima
adalah oleh kapitalis dan pemilik tanah pastilah merupakan nilai surplus yang diambil
secara tidak adil dari pendapatan kelas pekerja.
8. Adapun rumus matematis untuk teori nilai surplus dapat dikemukakan bahwa tingkat
profit (p) atau eksploitasi adalah sama dengan nilai surplus (s) dibagi dengan nilai
produktif akhir (r). Dengan demikian,
s
P=
r
Misalnya, pabrik pakaian mempekerjakan buruh untuk membuat baju. Kapitalis
menjual bajunya seharga $100/buah, tetapi ongkos tenaga kerjanya adalah $70/ baju.
Karena itu, tingkat profit atau eksploitasinya adalah
$30
P=

= 0,3, atau 30%


$100

6. Marx membagi nilai produk akhir menjadi dua bentuk kapital (modal), yakni kapital
konstan (c) dan kapital variabel (v). Kapital konstan merepresentasikan pabrik dan
peralatan. Kapital adalah biaya tenaga kerja .Jadi, pcrsamaan untuk tingkat profit
menjadi:
P = s(v.c)

5. Teori Monetarisme Pasar Bebas Friedman


Milton Friedman lahir di Brooklyn pada tahun 1912. Ia adalah satu-satunya anak lelaki
dari empat bersaudara imigran Yahudi dan Eropa Timur yang bekerja serabutan di New
York. Pada tahun 1932, saat depresi, Friedman mendapat beasiswa untuk belajar ekonomi
di University of Chicago. Di Chicago ia bertemu dengan rekannya George Stigler seumur
hidupnya, selain itu ia bertemu Rose Director, yang kelak menjadi istrinya. Tahun 1938
Friedman menikah dengan Rose, mereka menjadi rekan dan bersama-sama menulis
beberapa buku, serta dikaruniai dua anak. Friedman mendapat gelar master tahun 1933.

326

Kemudian, tahun 1946 Friedman memperoleh gelar Ph.D. dari Columbia dan ia
kembali mengajar di University of Chicago, bahkan melanjutkan tradisinya memperkuat
versi terbaru dan teori kuantitas uang Irving Fisher yang diterapkannya pada kebijakan
moneter. Ia menulis banyak topik yang berkaitan dengan ekonomi moneter dan
berpuncak pada riset dan tulisan empirisnya yang paling terkenal, yaitu A Monetary
History of the United States (1867-1960) yang dipublikasikan oleh National Bureau of
Economic Research dan ditulis bersama Anna J.Schwartz. Pada intinya, studi
monumental ini menunjukkan kekuatan uang dan kebijakan moneter dalam gejolak
perekonomian Amerika Serikat, termasuk Depresi Besar dan era pascaperang, ketika para
ekonom arus utama percaya bahwa uang tidak penting. Kemudian, ia pun menulis buku
Capitalism and Freedom yang diluncurkan pada ulang tahun perkawinan Friedman dan
Rose ke-25. Inti teorinya sebagai berikut.
j. Metodologi Positivisme, menurut Friedman, validitas suatu teori tidak tergantung
pada unsur generalisasinya maupun kekokohan asumsi-asumsi dasarnya, melainkan
semata-mata pada kesesuaian implikasinya secara relatif terhadap implikasi teori-teori
lain, yang diukur berdasarkan statistuk primer.
k. Pasar dianggap sebagai mekanisme utama dalam menyelesaikan berbagai masalah
ekonomi, asalkan di dukung kebebasan politik
Chicago melihat perekonomian sebagai

intelektual. Para ekonom aliran

suatu kondisi yang perlu, namun bukan

kondisi cukup untuk menciptakan masyarakat bebas.


l. Aturan moneter yang ketat lebih disukai untuk pengambilan keputusan yang diskret
oleh otoritas pemerintah. Setiap sistem yang memberi banyak kekuasaan dan banyak
keleluasaan bagi segelintir orang, di mana kekeliruan mereka entah itu disengaja atau
tidak dapat menimbulkan efek yang luas adalah sistem yang buruk (Friedman, 1969:
50).
m. Ia lebih menekankan pada kebijakan moneter 0, kuantitas uang jauh lebih penting
daripada P. Opininya yang segar dan sangat berbeda dengan opini Fisher dan Simons
seperti kilatan tiba-tiba, baginya Aturan dan sudut pandang kuantitas uang jauh
lebih unggul, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang, daripada aturan
dari sudut pandang stabilisasi harga (Friedman, 1969: 84).

327

n. Pengelolaan administratif dan intervensi kebijakan ekonomi yang bersifat ad hoc


hanya akan merusak situasi ekonomi. Dalam soal kebijakan moneter dan fiskal, ia
menekankan pentingnya kesinambungan.
o. Ia menolak standar emas sebagai numeraire moneter dengan dua alasan, yaitu biaya
resources-nya yang tinggi dan implementasinya yang tidak praktis. Selain itu,
produksi emas jarang dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi dan karena itu
bersifat deflasioner. Betapa mustahil menyia-nyiakan sumber daya untuk menggali
tanah mencari emas, hanya untuk menguburkannya lagi di kolong Fort Knox,
Kentuky.
p. Moneterisme jauh lebih baik daripada fiskalisme dalam regulasi makro ekonomi.
q. Kebijakan fiskal baginya diyakini sebagai wahana yang tepat untuk mengentaskan
kemiskinan, namun redistribusi pendapatan bagi kalangan di atas garis kemiskinan
justru akan lebih banyak menimbulkan kerugian.
r. Imperialisme disipliner yang menonjolkan penerapan analisis ekonomi oleh para
ekonom terhadap semua bidang yang biasanya dianggap sebagai disiplin lain, seperti
sejarah, politik, hukum, dan sosiologi.

I. TEORI-TEORI ILMU POLITIK


Meminjam istilah Miller (2002: 796), teori politik merupakan enterprise dan jika
ditelusuri akar-akarnya memiliki silsilah yang panjang dan istimewa. Ketika para
pendahulu berhenti memandang institusi-institusi sosial dan politik karena mereka hanya
dikeramatkan oleh tradisi. Mereka mulai bertanya, mengapa mengambil bentuk yang
mereka lakukan, dan apakah mereka mungkin memperbaikinya atau tidak teori politik
itu? Hal-hal apa saja yang seharusnva dibolehkan oleh hukum, dan apa saja yang
dilarang? Siapa yang seharusnya mengatur, dan seberapa jauh seharusnya yang diatur
menerima kewajiban untuk menaati? Apa itu keadilan, di antara individu-individu dan
masyarakat? Demikian pertanyaan-pcrtanyaan itu bermunculan dan tidak terelakkan
manakala orang mulai merefleksikan secara kritis praktik-praktik dan institusi-institusi
mereka. Di sinilah teori politik mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
secara sistematis.
Sebagian teori telah memulai dengan konsepsi tentang sifat manusia, dan
mempertanyakan pengaturan politik serta sosial apa yang akan mengisi dengan baik
328

kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umat manusia. Sebagian lagi


menafsirkan intitusi-institusi yang ada sebagai bagian dan pola keseluruhan sejarah
perkembangan, baik sebagai titik puncak dari perkembangan pranata, maupun sebagai
tahapan persinggahan yang dipersiapkan untuk digantikan oleh sesuatu yang lain.
Sedangkan sebagian lagi, memulai dengan mempertanyakan apa jenis pengetahuan yang
mungkin dalam masalah-masalah politik, serta melanjutkan pada masalah-masalah
mempertahankan pengaturan institusi yang memberikan kekuasaan kepada rakyat sesuai
dengan proporsi kapasitas untuk menggunakannya demi kebaikan masyarakat.
Teori politik tersebut pada abad ke-20 mengalami perkembangan yang pesat,
terutama setelah terpengaruh oleh pemikiran positivisme. Sedangkan teori politik
sebelumnya, seperti Plato, Aristoteles, hingga Marx dan Mill berusaha menggabungkan
dalam keseluruhan terhadap dunia sosial dan politik. Dominasi positivisme tersebut
terletak pada klaim bahwa tidak mungkin ada hubungan yang logis antara proposisi
empiris yang menjelaskan dunia apa adanya dan proposisi normative yang mengatakan
bagaimana seharusnya kita bertindak. Penerimaan terhadap klaim inimenyiratkan bahwa
teori politik sebagaimana dipahami secara tradisional, bertumpu pada kesalahan.
Kesalahan tersebut adalah menggabungkan sekaligus memberi penjelasan hubungan
sosial dan politik dengan rekomendasi mengenai bagaimana hubungan-hubungan itu
seharusnya.
Terdapat tiga bentuk penteorian dalam ilmu politik, yakni teori politik empiris,
teori politik formal, dan teori politik normatif.
1. Teori Politik Empiris
Biasanya digunakan untuk mengacu kepada bagian-bagian teoretis ilmu politik. Para ahli
ilmu politik tertarik dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa politik tertentu, sekaligus
tertarik dalam mengembangkan teori-teori yang lebih luas dalam satu payung politik.

2. Teori Politik Formal


Merupakan teori politik yang kadang-kadang dirasakan tumpang-tindih dengan teori-teori
sosial maupun teori-teori pilihan publik (Miller, 2002: 787). Istilah ini meminjam dari
gagasan ilmu ekonomi tentang pelaku-pelaku rasional yang berusaha mencapai tujuantujuannya, kemudian mencoba mengembangkan model sistem politik dan seolah-olah

329

mereka tersusun dari pelaku-pelaku dalam berbagai peran politik (politisi. birokrat.
pemilih. dan lain-lain). Salah satu hasil yang sangat terkenal mengenai investigasi ini
adalah Teori Arrow (1963). Menurut teori tersebut, tidak ada aturan keputusan yang
secara simultan dapat memenuhi sejumlah kondisi yang sangat masuk akal. Pada bagian
lain, para ahli teori, lagi-lagi mengasumsikan satu populasi dengan preferensi politik
tertentu, dan melihat bagaimana partai-partai politik berperilaku dalam sistem pemilihan
yang demokratis, dengan asumsi bahwa setiap tujuan partai adalah memenangkan
pemilihan dan masing-masing tujuan pemilih adalah untuk mengamankan kebijakan yang
sesuai, mungkin dengan preferensinya sendiri. Penerangan ini pada mulanya di
kembangkan oleh Antony Down (1957) dan sejak itu telah dielaborasi secara meluas.

3. Teori Politik Normatif


Merupakan teori politik yang tetap paling dekat dengan enterprise tradisional, sejauh ia
berkenaan dengan justifikasi institusi dan kebijakan politik (Miller, 2002 : 797).
Tujuannya adalah meletakkan prinsip-prinsip otoritas, kebebasan, keadilan, dan lain-lain.
Kemudian, mengkhususkan pada tatanan sosial macam apa yang paling memadai untuk
memenuhi prinsip-prinsip tersebut. Selain itu, tugas teori politik menurut pandangan ini
adalah
c. Tercapai sebagian karena menjelaskan prinsip-prinsip dasar itu sendiri. Tugas ahli
teori tersebut menurut pandangan ini adalah menjelajah apa makna gagasan
kebebasan dan kemudian menerapkannya pada masalah-masalah praktis.
d. Spektrum itu berdiri di mana mereka memihak kepada beberapa bentuk
fondasionalisme, di mana pandangan tersebut adalah mungkin untuk menemukan
landasan tujuan dalam mendukung prinsip-prinsip politik yang mendasar. Kelompok
yang menonjol di sini adalah berbagai versi teori politik kontraktarian. Kelompok ini
berpendapat bahwa ada seperangkat prinsip politik dasar yang semua orang rasional
akan sependapat terhadap kondisi tertentu yang sesuai. Contoh politik demikian
adalah teori keadilan John Rawls (1971) yang memahami keadilan sebagai prinsip
individu-individu yang rasional akan menyepakatinya. Contoh serupa, yaitu klaim
Jurgen Hubermas (1971) yang menyatakan bahwa norma-norma yang akan disetujui
dalam situasi pembicaraan yang ideal, di mana penindasan dan dominasi tidak ada,

330

serta partisipan memengaruhi atau membujuk satu sama lain secara argumentatif
(Miller, 2002: 798).

1. Teori Politik Kekuasaan Niccolo Machiavelli


Sebagaimana telah dicatat sebelumnya, teori politik kekuasaan Niccolo Machiavelli dapat
dilihat sebagai penanda transisi dan dunia kuno ke modern yang sangat kontroversi.
Melalui karyanya yang berjudul The Prince tahun 1513, ia sering dituduh gurunya
kejahatan karena nasihat-nasihatnya yang amoral seandainya bukan immoral. Meskipun
karya-karyanya akhir-akhir ini diinterpretasikan agak bersimpati, di belakang daya tarik
buah terlarang yang lezat bagaimanapun para ahli telah menemukan kontribusikontrihusi signifikan lain dalam karya Machiavelli tersebut. Dengan menawarkan sebuah
analisis empiris yang rasional tentang negara dan politik modern, meskipun tulisantulisannya muncul dalam bentuk ujaran-ujaran praktis, dipandang sebagai sebuah kunci
pembuka dari ilmu politik kontemporer.
Machiavelli dilahirkan pada tahun 1469 di kota Florence, sekarang Italia. Ia
menghabiskan karier masa mudanya sebagai seorang diplomat dan administrator di kota
Florence, meskipun ia tidak pernah menjadi duta besar, ia menjalankan misi diplomatik
dan menjadi cukup ahli dalam urusan-urusan militer. Ketika Republik Florentine jatuh,
digantikan oleh keluarga Medici pada tahun 1512, Machiavelli dipaksa keluar dari
posisinya dan mulai menjalani studi seumur hidup dalam bidang sejarah dan politik.
Dalam pikiran-pikirannya, Machiavelli percaya bahwa rezim-rezim masuk ke dalam dua
tipe, yaitu kepangeranan atau principality dan republik. Dalam buku The Prince, ia
memberikan nasihat tentang bagaimana mendapatkan dan mempertahankan sebuah
kepangeranan.
Adapun isi dan teori Machiavelli (Skinner, 1985: 4) sebagai berikut.
c. Untuk melakukannya, seorang penguasa yang bijak hendaknya mengikuti jalur yang
dikedepankan berdasarkan kebutuhan, kejayaan, dan kebaikan negara. Hanya dengan
memadukan machismo semangat keprajuritan, dan pertimbangan politik, seorang
penguasa barulah dapat memenuhi kewajibannya kepada negara dan mencapai
keabadian sejarah.
d. Penguasa bijak hendaknya memiliki hal-hal sebagai berikut.

331

1) Sebuah kemampuan untuk menjadi baik sekaligus buruk, baik dicintai maupun
ditakuti.
2) Watak-watak, seperti ketegasan, kekejaman, kemandirian, disiplin, dan kontrol
diri.
3) Sebuah reputasi menyangkut kemurahan hati, pengampunan, dapat dipercaya, dan
tulus.
c. Seorang pangeran harus berani untuk melakukan apa pun yang diperlukan, betapa pun
tampak tercela karena rakyat pada akhirnya hanya peduli dengan hasilnya, yaitu
kebaikan negara.

2. Teori Negara Berdaulat Jean Bodin


Jean Bodin hidup tahun 1530-1596, lahir diAnjou, Prancis dari keluarga kelas menengah
yang kaya. Pemikiran politik Bodin dibangun di bawah tekanan pengalaman pribadinya.
Ia hidup pada masa pertentangan agama yang sudah lama dan mencapai puncak ketika
tcrjadi pembunuhan St. Barthomew tahun 1572 yang mengakibatkan Prancis berada
diambang kehancuran. Untuk itulah ia bergabung dalam kelompok kecil pengacara dalam
Politiques yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh ternama, seperti Michel de LHopital
dan Duke of Alencon. Ia merasa sangat prihatin dengan perpecahan itu, sehingga ia
menulis Six Books of Commonwealth. Sepuluh edisi karya ini dalam versi bahasa Prancis
dan tiga dalam bahasa Latin. Inti teorinya adalah sebagai berikut.
f. Watak dan tujuan negara merupakan hal yang penting untuk diketahui sebelum
beralih pada cara mencapai tujuan negara. Orang yang tidak memahami tujuan dan
tidak dapat menentukan masalahnya dengan benar, tidak dapat berharap akan
menemukan cara-cara untuk meraihnya, sebagaimana orang yang melepaskan ke
udara dengan cara serampangan tidak akan mengenai sasaran (Bodin, 1957).
g. Negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan baik dari beberapa keluarga serta
kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan yang berdaulat. Terdapat empat unsur
dalam negara, yaitu tatanan yang benar; keluarga; kekuasaan yang berdaulat; tujuan
bersama.
h. Keluarga merupakan unit dasar bagi negara, bukan individu. Kelurga yang harmonis
citra sejati dan commonwealth. Sebagaimana dalam keluarga di mana tunduk pada

332

perintah ayah adalah penting bagi kesejahteraan keluarga, demikian pula patuh pada
penguasa adalah penting bagi stabilitas negara.
i. Ayah yang memiliki kekuasaan penuh dalam keluarga maka dalam penguasa
commonwealth harus memiliki yurisdiksi penuh terhadap warga negaranya. Karena
berkeluarga itu seperti bernegara; hanya ada satu penguasa, satu pemimpin, dan satu
tuan. Jika beberapa orang memiliki otoritas, mereka akan merusak tatanan dan
menimbulkan bencana yang terus berlanjut.
j. Elemen yang membedakan negara dan semua hentuk asosiasi manusia lainnya adalah
kedaulatan. Tidak boleh ada commonwealth yang sejati tanpa kekuasaan yang
berdaulat menyatukan semua anggota-anggotanya. Suatu otoritas yang mutlak dan
tertinggi yang tidak tunduk pada kekuasaan manusia lainnya harus ada dalam
lembaga politik.

3. Teori Kekuasaan Negara Terbatas John Locke


John Locke (1632-1704) dilahirkan di Wrington, Somerset. Orang tuanya adalah
penganut Puritan, dimana ayahnya adalah seorang tuan tanah dan pengacara yang
berperang di parlemen pada waktu perang sipil. Karya utamanya adalah Two Treatises of
Government, sebuah karya yang sering kali disebut sebagai Bibel Liberalisme Modern
(Schmandt. 2002: 336),
Inti ajaran Locke pada hakikatnya sebagai berikut.
i. Manusia hidup pada awalnya adalah dalam kondisi alamiah (state of nature), yaitu
kondisi hidup bersama di bawah bimbingan akal tanpa ada kekuasaan tertinggi di atas
bumi yang menghakimi mereka untuk berbeda dalam keadaan alamiah. Dalam
masyarakat prapolitik ini orang bebas, sederajat, dan merdeka.
j. Setiap orang memiliki kemerdekaan alamiah untuk bebas kekuasaan dari setiap
kekuasaan superior di atas bumi dan tidak berada di bawah kehendak atau otoritas
legislatif manusia.
k. Meskipun keadaan alamiah adalah keadaan kemerdekaan, ia bukan keadaan
kebebasan penuh. Ia pun bukan masyarakat yang tidak beradab, tetapi masyarakat
anarki yang beradab dan rasional. Ia tidak memiliki kemerdekaan untuk
menghancurkan dirinya atau apa yang menjadi miliknya.

333

l. Untuk menanggulangi kelemahan dalam hukum alam, terdapat kebutuhan hokum


yang mapan yang diketahui, diterima, dan disetujui oleh kesepakatan bersama untuk
menjadi standar benar dan salah.
m. Individu tidak menyerahkan kepada komunitas tersebut hak-hak alamiahnya yang
substansial, tetapi hanya hak-hak untuk melaksanakan hukum alam.
n. Hak yang diserahkan oleh individu tidak diberikan kepada orang atau kelompok
tertentu, tetapi kepada seluruh komunitas.
o. Kontrak adalah perjanjian untuk membentuk suatu masyarakat politik. Ketika
masyarakat itu telah terbentuk, kemudian harus membentuk pemerintahan yang
dilanjutkan dengan membentuk lembaga-lembaga yang tepercaya untuk mencapai
tujuan pemerintahan tersebut.
p. Masyarakat politik adalah pembuat sekaligus pewaris keputusan tersebut. Sebagai
pembuat ia menetapkan batas-hatas kekuasaan, sedangkan sebagai pewaris ia adalah
penerima manfaat yang berasal dari pelaksanaan kekuasaan tersebut.

4. Teori Pemisahan Kekuasaan Baron de Montesquieu


Baron de Montesquieu (1689-1755) yang populer dikenal Montesquieu, dilahirkan dari
keluarga kaya raya kelas ningrat (petite noblese), di Paris, Prancis. Karyanya yang
terkenal adalah De lesprit des lois atau Spirit of the Laws (Jiwa Perundang-undangan)
pada tahun 1748. Montesquieu lebih dikenal sebagai Bapak Teori Pemisahan
Kekuasaan, kendatipun tidak sedikit gagasan-gagasan beliau yang membahas tentang
hubungan antara hukum dan institusi politik yang perlu disesuaikan dengan lingkungan,
sejarah, dan geografi, khususnya iklim di mana orang itu tinggal. Secara keseluruhan,
teori Montesquieu ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
f. Hukum dan institusi politik harus disesuaikan dengan lingkungan sejarah, geografi,
dan iklim- di mana orang tinggal. Tidak ada aturan yang pasti dan tidak ada bentuk
pemerintahan yang berlaku bagi semua masyarakat (relativisme).
g. Bentuk pemerintahan yang pa1ing tepat ada1ah pemerintahan yang paling sesuai
dengan karakter orang-orang yang mendiami wilayah itu.
h. Dalam klasifikasi pemerintah, terdapat tiga jenis pemerintahan, yakni republik,
monarki, dan despotik. Republik dapat berupa demokrasi ketika kedaulatan

334

diserahkan kepada semua lembaga kerakyatan. atau aristokrasi ketika kekuasaan


tertinggi hanya diserahkan sebagian anggota masyarakat. Monarki adalah
pemenintahan konstitusional oleh satu orang, sedangkan despotisme adalah
kekuasaan yang sewenang-wenang oleh satu orang dimana tidak mentolerir intervensi
keberadaan aristokrasi atau beberapa kekuasaan perantara yang berdiri di antara
penguasa dan rakyat yang bertindak sebagai penengah.
i. Untuk menghindari ketegangan politik dan perang maka hukum dibutuhkan, baik itu
hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antarbangsa atau negara merdeka,
hukum sipil yang mengatur hubungan antarindividu-individu, dan hukum politik yang
mengatur dan menentukan hubungan antara penguasa dengan rakyat.
j. Negara yang cocok untuk memaksimalkan kebebasan dan menyeimbangkan
persamaan adalah negara di mana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
pemerintah dipisahkan sendiri-sendiri sehingga hukum sipil dapat dibuat menurut
kebutuhan semua bagian masyarakat (Apter, 1996:86).

5. Teori Hak Pemilikan Legal Robert Nozick


Sebagaimana kaum libertarian membela pasar bebas, mereka menentang penggunaan
kekuasaan negara bagi kebijaksanaan sosial, termasuk pola-pola perpajakan redistributif
dalam menerapkan teori persamaan liberal. Akan tetapi, tidak semua orang yang
mendukung pasar bebas dapat digolongkan sebagai seorang libertarian karena tidak
semua dari mereka menerima pandangan kaum libertarian bahwa pasar bebas secara
inheren adil yang membela kaum kapitalisme tanpa batas (unrestricted capitalism) adalah
produktivitasnya (Kimlicka. 2004: 127).
Seperti yang dikatakan Nozick (1974: ix) Individu memiliki hak dan terdapat
hal-hal yang tidak seorang pun atau sebuah kelompok pun boleh mencampurinya (tanpa
melanggar hak itu). Sedemikian kuat dan luas jangkauan hak-hak ini. Karena orang
memiliki hak untuk menghabiskan sekalipun untuk kepemilikannya menurut apa yang
dianggap sesuai. Sedangkan campur tangan pemerintah sama dengan pemaksaan kerja
yang merupakan sebuah pelanggaran. bukan atas efisiensi, tetapi atas hak-hak moral
dasar kita.
Dengan demikian, klaim pokok Nozick dapat dikemukakan: Jika kita menganggap
bahwa semua orang memiliki hak legal (entiled) atas barang-barang sekarang dimilikinya
335

maka distribusi yang adil secara sederhana adalah distribusi yang dihasilkan dari
pertukaran bebas (free exchanges) di antara orang-orang. Semua distribusi yang timbul
oleh pemerintah secara bebas (free exchanges) dari sebuah situasi yang adil dengan
sendirinya adalah adil. Namun, jika pemerintah berusaha memajaki pertukaran tersebut
dengan melawan kemauan orang itu, berarti itu tidak adil, bahkan seandainya pajak tetap
dipergunakan untuk memberikan kompensasi bagi seseorang yang harus menanggung
biaya ekstra karena rintangan alamiah yang tidak semestinya. Dengan demikian, satusatunya perpajakan yang sah adalah mengumpulkan penghasilan demi memelihara latar
belakang institusi-institusi yang diperlukan untuk melindungi sistem pertukaran bebas,
misalnya polisi beserta jajaran penegak hukum lainnya dalam menegakkan pertukaran
bebas.
Nozick mengklaim bahwa dengan meningkatnya kekayaan sosial akan erjadi
proefisiensi secara maksimal. Secara lebih rinci, menurut Nozick dalam karyanya yang
berjudul Anarchy, State, and Utopia (1974) terdapat tiga prinsip utama dalam entitlement
theory (teori hak pemilikan legal) sebagai berikut.
d. Prinsip transfer (principle of transfer) apa pun yang diperoleh secara adil dapat
ditransfer secara bebas.
e. Prinsip perolehan awal yang adil (principle of just initial acquisition) penilaian
tentang bagaimana orang pada awalnya sampai memiliki sesuatu yang dapat
ditransfer menurut prinsip pertama.
f. Prinsip pembenaran ketidakadilan (principle of rectification of injustice) bagaimana
berhubungan dengan pemilikan (holdings) jika hal itu diperoleh atau ditransfer
melalui cara yang tidak adil.
Dengan demikian, secara bersama ketiga prinsip tersebut mengimplikasikan
bahwa jika apa yang sekarang ada pada orang diperoleh dengan cara yang adil, maka
rumus distribusi yang adil adalah Setiap orang memberikan sesuai dengan pilihannya,
dan setiap orang menerima sesuai dengan apa yang dipilihnya atau from each as they
choose, to each as they are choose (Nozick, 1974: 160)
E. SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI
Pemikiran dan perhatian intelektual terhadap masalah-masalah serta isu-isu yang
berhubungan dengan sosiologi sudah lama berkembang sebelum sosiologi itu lahir
menjadi suatu disiplin ilmu. Para ahli filsafat Pencerahan (Enlightenment) pada abad ke336

18 sudah menekankan peranan akal budi budi yang potensial dalam memahami perilaku
manusia dan dalam memberikan landasan untuk hukum-hukum dan organisasi negara
(Becker, 1932: Berlin, 1956; Capaldi, 1967). Pemikiran mereka lebih ditekankan pada
dobrakan utama terhadap pemikiran Abad Pertengahan yang bergaya skolastik atau
dogmatis, di mana perilaku manusia dan onganisasi masyarakat itu sudah dijelaskan
dalam hubungannya dengan kepercayaan-kepercayaan agama (Johnson, 1986: 14).
Sejarawan dan filsuf sosial Islam Tunisia, Ibnu Khaldun (1332-1406), sudah
merumuskan suatu model tentang suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakatmasyarakat halus bentipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras (Chambliss, 1954:
285-312). Karya Ibnu Khaldun tersebut dituangkan dalam bukunya yang benjudul AlMuqaddimah tentang sejarah dunia dan sosial budaya yang dipandang sebagai karya
besar di bidang tersebut (Sharqawi, 1986:144). Dari kajiannya tentang watak masyarakat
manusia, Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan nomaden lebih dahulu ada dibanding
kehidupan kota dan masing-masing kehidupan ini memiliki karakteristik tersendiri.
Menurut pengamatannya, politik tidak akan timbul kecuali dengan penaklukan, dan
penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas. Lebih jauh lagi, ia
mengemukakan bahwa kelompok yang terkalahkan selalu senang mengekor ke kelompok
yang menang, baik dalam slogan, pakaian, kendaraan, dan tradisinya. Selain itu, salah
satu watak seorang raja adalah sikapnya yang menggemari kemewahan, kesenangan, dan
kedamaian. Dan apabila hal- hal ini semuanya mewarnai sebuah negara maka negara itu
akan masuk dalam masa senja. Dengan demikian, kebudayaan itu adalah tujuan
masyarakat manusia dan akhir usia senja (Al-Muqaddimah, 1284 H: 168).

Pendapat Khaldun tentang watak-watak masyarakat manusia dijadikannya sebagai


landasan konsepsinya bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui
empat fase, yaitu fase primitif atau nomaden, fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase
kemunduran yang mengantarkan kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh

337

Khaldun sering di sebut dengan fase pembangun,pemberi gambar gembira,penurut, dan


penghancur (Al-Muqqaddimah, 1284 H:137;Sharqawi, 1986:145)
Jadi, peradaban-peradaban di takdirkan tidak untuk bertahan lama dan tumbuh
tanpa batas, tetapi untuk lebih menjadi mudah ditaklukkan oleh orang nomaden yang
kuat, keras. dan keberaniannya diperkuat oleh rasa solidaritas tinggi. Namun kemudian,
penakluk-penakluk ini pun meniru gaya hidup kebudayaan yang halus yang mereka
taklukkan, dan siklus terus terulang lagi. Model masyarakat yang Khaldun gambarkan
mengenai tipe-tipe sosial dan perubahan sosial diwarnai oleh warisan khusus dari
pengalaman dunia gurun pasir di jazirah Arab. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan
suatu

deskripsi

historis

mengcnai

masyarakat-masyarakat

Arab,

tetapi

untuk

mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang mengatur dinamika


masyarakat dan proses perubahan sosial secara keseluruhan. Semangat atau sikap
ilmiahnya dalam menganalisis sosial budaya, pada umumnya mendekati bentuk
penelitian ilmiah modern, dan isinya secara substantif dapat disejajarkan dengan teori
sosial modern. Namun demikian, Karya Khaldun sudah banyak diabaikan oleh para ahli
teori sosial di Eropa dan Amerika, mungkin antara lain karena dunia Arab saat itu mulai
mundur, sedangkan Eropa dan Amerika semakin mendominasi (Johnson, 1985: 15).
Keadaan semacam itu tidak sekadar melanda dalam sosio1ogi sebab sampai
Menjelang pertengahan abad ke -19, hamper semua ilmu pengetahuan yang dikenal
sekarang ini, pernah menjadi bagian dari filsafat dunia Barat yang berperan sebagai induk
dari ilmu pengetahuan atau Mater Scientiarum ataupun menurut Francis Bacon sebagai
the great mother of the sciences (Rosenberg, 1955:29). Pada waktu itu, filsafat mencakup
segala

usaha-usaha

pemikiran

mengenai

masyarakat.

Lama-kelamaan,

dengan

perkembangan zaman dan tumbuhnya peradaban manusia, berbagai ilmu pengetahuan


yang semula tergabung dalam filsafat memisahkan diri dan berkembang mengejar
tujuan masing-masing. Astronomi (ilmu tentang perbintangan), dan fisika (ilmu alam)
merupakan cabang-cabang filsafat yang paling awal memisahkan diri, kemudian diikuti
oleh ilmu kimia, biologi, dan geologi. Pada abad ke-19 kemudian muncul dua ilmu
pengetahuan baru, yakni psikologi dan sosiologi.Begitu

jugaAstronomi yang pada

mulanya merupakan bagian dari filsafat yang bernama kosmologi, sedangkan alamiah
menjadi fisika, filsafat kejiwaan menjadi psikologi, dan filsafat sosial menjadi sosiologi
(Soekanto. 1986: 3).
338

Dengan demikian, lahirlah sosiologi yang dalam pertumbuhannya

dapat

dipisahkan dari ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti ekonomi, sejarah, politik, dan lain
sebagainya. Lahirnya sosiologi sebagai ilmu sosial tidak lepas peranannya dari seorang
tokoh brilian tetapi kesepian. Ia adalah Auguste Comte (1798-1857), yang tidak hanya
menemukan nama untuk bidang studi yang belum dipraktikkan pada saat itu, tetapi juga
mengklaim status masa depan ilmu pengetahuan tentang hukum yang mengatur
perkembangan progresif, namun teratur dari masyarakat terutama dari hukum dinamika
sosial dan hukum statis sosial (Bauman, 2000: 1032). Pengetahuan yang akan diperoleh
dengan menyebarkan metode ilmiah dan observasi dan eksperimen yang dapat diterapkan
secara universal.
Auguste Comte menulis buku berjudul Course of Positive Philosophy yang
diterbitkan pada tahun antara 1830-1842, yang mencerminkan suatu komitmen yang kuat
terhadap metode ilmiah (Johnson, 1986: 13). Buku tersebut merupakan ensiklopedia
mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang
sistematis tentang filsafat positif, yang semua ini terwujud dalam tahap akhir
perkembangan (Johnson. 1986: 84-85). Singkatnya, dalam hukum itu menyatakan bahwa
masyarakat berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut
cara berpikir yang dominan, terbagi dalam tiga stadium, yaitu (1) tahap teologis, ditandai
oleh kekuatan zat adikodrati Yang Mahakuasa (2) tahap metafisik, ditandai oleh kekuatan
pikiran dan ide-ide abstrak yang absolut; (3) tahap positif yang ditandai dengan kemajuan
ilmu-ilmu positivistik untuk kemajuan dan keteraturan hidup manusia, di mana sosiologi
akan menjadi pendeta agama baru (Lauer, 2003: 73-74).

339

Sosiologi yang lahir tahun 1839, berasal dari kata latin socius yang berarti kawan,
dan logos yang berasal dari bahasa yunani yang berarti kata atau berbicara. Dengan
demikian sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat. Bagi Comte sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan kamasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir dari
perkembangan ilmu pengetahuan.
Tokoh ahli kemasyarakatan lainnya dari Inggris, yaitu Herbert Spencer (18201830), merupakan tokoh yang pertama-tama menulis tentang masyarakat atas dasar data
empiris yang konkret dan dituangkan dalam bukunya yang berjudul Principles of
Sociology. Ia mengemukakan bahwa kunci memahami gejala sosial atau gejala alamiah
itu adalah hukum evolusi universal (Spencer, 1967). Gejala fisik, Biologis, dan sosial itu
semuanya tunduk pada hukum dasar tersebut. Kemudian prinsip-prinsip evolusi tersebut
juga diperluas dari tingkat gilogis ke sosial sehingga semboyan survival of the fittest
dalam Darwinisme sosial itu pun sebenarnya dari Herbert Spencer.

Emile Durkheim (1858-1917) banyak yang mengakui sebagai salah satu bapak
ilmu sosiologi dalam pengembangan disiplin sosiologi sebagai disiplin akademik,
mengikuti tradisi positivistik Prancis dan mengemukakan dalil keberadaan fakta sosial
yang spesifik, yang telah ditinggalkan oleh bentuk studi lainnya. khususnya psikologi
yang merupakan pesaing dari sosiologi yang paling nyata dalam tugas menjelaskan
keteraturan di dalam tindakan manusia yang dapat di amati. Dalam bukunya yang
berjudul The Rules of Sosiological Method, Durkheim mengajukan dalil bahwa fakta

340

sosial itu tidak dapat direduksikan ke fakta individu, melainkan memiliki eksistensi yang
indipenden pada tingkat sosial. Inilah awal yang menegakkan sosiologi sebagai satu
disiplin ilmu tersendiri terlepas dari psikologi, walaupun pendapat tersebut ditentang oleh
tokoh-tokoh lainnya, seperti Max Weber dan George C. Homans dalam karyanya Social
Behavior: Its Elementary Forms, kelompok reduksionis yang mengemukakan bahwa
setiap usaha untuk menjelaskan gejala sosial akhirnya harus didasarkan pada proposisiproposisi mengenai perilaku individu (Homans,1961).
Apa yang membedakan fakta sosial itu dapat dibedakan dengan gejala individual?
Bagi Durkheim, fakta sosial itu memiliki karakteristik yang berbeda dengan gejala
individual.
1. Fakta sosial itu bersifat eksternal terhadap individu yang merupakan cara bertindak,
berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan keberadaannya di luar kesadaran
individu.
2. Fakta sosial itu memaksa kepada individu, walaupun tidak dalam pengertian kepada
hal-hal negatif. Melalui fakta sosial, individu tersebut dipaksa, dibimbing,
diyakinkan, didorong, atau dipengaruhi dalam lingkungan sosialnya.
3. Fakta sosial itu bersifat universal, oleh karenanya tersebar secara luas dalam arti milik
bersama, bukan sifat individu perorangan ataupun hasil penjumlahan individual,
tetapi kolektif.
Dalam buku yang lain, Division of Labour in Society, Durkheim memusatkan
konsep solidaritas sosial sebagai sebuah karya yang menaungi semua karya utamanya.
Singkatnya, solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu
dengan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral serta kepercayaan yang dianut
bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Dalam hal ini, Durkheim
menganalisis pengaruh atau fungsi kompleksitas dan spesialisasi pembagian kerja dalam
struktut sosial dan perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bentuk-bentuk
pokok solidaritas sosial. Dalam arti bahwa pertumbuhan dalam pembagian kerja
meningkatkan suatu peruhahan dalam struktur sosial dari solidaritas sosial mekanik ke
solidaritas sosial organik (Durkheim, 1964a: 79).
Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif (collective
consciousness/conscience) yang mengacu pada totalitas kepercayaandan sentiment
bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang samatersebut. Sedangkan dalam
341

solidaritas organik, terdapat saling ketergantungan yang tinggi dan hal itu muncul karena
pembagian kerja yang bertambah besar sehingga terbentuk spesialisasi dalam pembagian
pekerjaan.Karakteristik dalam timbulnya solidaritas organik tersebut ditandai oleh
pentingnya hokum yang bersifat memulihkan (restrictive) daripada bersifat represif
(Johnson, 1986: 183-184).
Pada saat yang hampir sama, Max Weber (1864-1920) tokoh pendiri akademik
lainnya yang terinspirasi oleh tradisi Geisteswissenchaven dan Kulturlehre dari Jerman,
berusaha membentuk disiplin baru.Sosiologi dibedakan oleh pendekatan dan pandangan
interpretatifnya daripada oleh pernyataan bahwa seperangkat fakta terpisah merupakan
wilayah ekslusif untuk studynya. Bagi Weber, sosiologi dibedakan oleh usahanya untuk
Verstehen (memahami) tingkah laku manusia. Untuk focus kajiannya itu, ia berbeda
dengan Durkheim yang menekankan fakta sosial tersebut. Bagi Weber kenyataan sosial
itu sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan sosial yang
berarti. Dalam arti bahwa tinjauan Weber tersebut berhubungan dengan posisi nominalis
yang berpendirian bahwa hanya individulah yang riil secara obyektif. Sebaliknya,
masyarakat hanyalah satu nama yang mengunjuk pada sekumpulan individu-individu.
Akan tetapi, analisis substantit Weber tidak mencerminkan suatu posisi yang
individualistik

dengan

ekstremnya.

Dia

pun

mengikuti

pentingnya

dinamika

kecenderungan sejarah yang besar pengaruhnya terhadap individu, walaupun posisinya


dapat dilihat sebagai sesuatu yang berhubungan dengan individualisme, metodologis.
Artinya, data ilmiah bagi ilmu sosial akhirnya berhubungan dengan tindakan-tindakan
individu yang bersifat subjektif dan berhubungan dengan berbagai kategori interaksi
manusia. Alasan mengapa dia menekankan pada kajian individu yang serba subjektif?
Karena di masa hidupnya ia sangat menekankan idealisme dan historisme.

342

Max Weber
(http://cache.eb.com)

Dunia ilmu budaya tidaklah dapat di pandang sebagai sesuatu yang sesuai
menurut hokum-hukum ilmu alam saja yang menyatakan hubungan itu bersifat
kausal.Sebaliknya, dunia budaya harus dilihat sebagai dunia kebebasan dalam
hubungannya dengan pengalaman dan pernahaman internal, dimana arti-arti subyektif itu
dapat ditangkap. Sebab pengetahuan yang selalu obyektif mengenai tipe yang dicari
dalam ilmu-ilmu alam tidaklah memadai. Pandangan semacam itu dikembangkan oleh
guru Weber, yakni seorang sejarawan Jerman bernama Wilhelm Dilthey (1883-1911)
yang menekankan tradisi idealis dan ilmu budaya yang menekankan verstehen
(pemahaman subjektif) bertentangan dengan paradigma positivisme dari Prancis atau
Durkheim tersebut (Bauman, 2000:1025).
Namun sebaliknya, Weber pun berpendirian bahwa sosiologi haruslah merupakan
suatu ilmu empirik, harus menganalisis perilaku aktual manusia secara individual
menurut orientasi subjektif mereka sendiri. Hal itu pun yang membedakan secara tajam
dengan kaum idealistik lainnya yang menurut anggapannya hanya menginterpretasikan
perilaku individu ataupun perkembangan sejarah suatu masyarakat sesuai dengan asumsiasumsi apriori yang luas. Di sini pula tinjauan Weber sesuai dengan positivisme karena
menekankan arti pentingnya empirisme, tetapi bedanya Weber tetap tidak menghilangkan
arti penting tentang subjektivisme.
Dalam hal ini, Weber dapat dikatakan selangkah lebih jauh dalam memisahkan
nilai-nilai analisis ilmiahnya. Selain ia terkenal dengan metode verstehen-nya, Weber pun
mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah tidak pernah membenarkan suatu dasar
untuk mcmberikan pertimbangan nilai (value judgment). Ilmu pengetahuan harus bersifat
netral dalam huhungannya dengan menilai posisi-posisi moral yang bertentangan. Inilah
keunggulan Weber, kendatipun pendapat yang terakhir ini banyak mendapat kritik dari
Mazhab frankfurt berikutnya. Selain itu, salah satu sumbangan Weher yang penting
lainnya dalam bidang metodologi adalah ia mengembangkan tipe ideal sebagai suatu cara
untuk memungkinkan perbandingan dan generalisasi-generalisasi empirik (Parson dan
Neil, 1956). Tipe ideal dikonstruksikan,dan digunakan sebagai tonggak pengukur untuk
menilai seberapa jauh gejala itu sesuai dengan tipe ideal sebagai konsep teoretis dalam

343

mengembangkan hipotesis-hipotesis penelitian. Akan tetapi, tipe ideal bukan tidak


mengandung pertimbangan nilai mengenai gejala yang sedang kita amati, jadi digunakan
untuk analisis, bukan untuk evaluasi (Johnson,1986:218). Salah satu tipe ideal yang
paling terkenal dari Weber adalah tentang birokrasi. Berbagai karateristik birokrasi
pembagian kerja dan spesialisasi,hierarki otoritas, penerimaan pegawai berdasarkan
keahlian teknis, tekanan pada peraturan formal, dan impersonalitas membentuk tipe ideal
suatu organisasi birokrasi. Memang dua tokoh ahli sosiologi tersebut (Durkhim dan
Weber) merupakan dua tokoh sosiologi yang paling terkemuka dalam sejarah
perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan.
Sosiologi berkembang dengan pesatnya pada abad ke-20, khususnya di Prancis,
Jerman, dan Amerika Serikat, walaupun arah perkembangan dari ketiga Negara tersebut
berbeda-beda. Untuk perkembangan sosiologi di Inggris, walaupun dipopulerkan oleh
John Stuart Mill dan Herbert Spencer, ternyata sosiologi kurang berkembang pesat di
sana, dan hal ini berbeda dengan di Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat (Soekanto,
1986:4).
Nama-nama, seperti Auguste Comte dan Emile Durkheim (Prancis), Herbert
Spencer (Inggris), Karl Marx, Manheim, Max Weber, Georg Simmel, Ralf Dahrendorf
(Jerman), Vilfredo Pareto (Italia), Pitirim Sorokin (Rusia), Charles Horton Cooley, Talcot
Parsons, George Herbert Mead, Lester F. Ward, Erving Goffman, Lewis Coser, Randall
Collins (Amerika Serikat), beserta tokoh sosiologi di Eropa dan Amerika. Dari kedua
benua inilah sosiologi kemudian menyebar ke benua dan Negara-negara lain, termasuk ke
Indonesia. Singkatnya, para pelapor yang mengembangkan dasar-dasar sosiologi merasa
yakin bahwa mereka hidup dalam masa penting yang menentukan dalam sejarah..
Sejalan dengan berkembangnya analisis yang hidup dan berpengaruh mengenai
revolusi-revolusi ikmu pengetahuan, Thomas Kuhn dalam karyanya The Structure of
Scientific Revolutions, mengacu pada asumsi-asumsi intelektual yang disebutnya dengan
istilah paradigma. Suatu paradigma terdiri dari pandangan hidup (world view atau
weltanschauung) yang dimiliki oleh para ilmuan dalam suatu disiplin ilmu tertentu
(Kuhn, 1970). Kemudian timbul pertanyaan, apakah sosiologi didominasi hanya oleh
satu paradigma saja? Dapat saja secara umum orang menjawabnya iya. Akan tetapi, di
balik pandangan yang umum tersebut terdapat perbedaan yang mencolok dalam asumsiasumsi dasar dari para ahli sosiologi tersebut. Oleh karena itu. George Ritzer dalam
344

Sociology: A Multiple Paradigm Science, menolak anggapan tersebut. Dia membedakan


tiga paradigma yang secara fundamental sangat kontras, yaitu paradigma fakta sosial.
paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial (Ritzer, 1970).
Hal yang mendasar dalam distingsi ini adalah perbedaan-perbedaan dalam asumsi
dasarnya mengenai hakikat kenyataan sosial. Paradigma fakta sosial yang diwakili Emile
Durkheim selama tahap perkembangan teori sosiologi klasik sangat mencolok, dan pada
masa kini dalam fungsionalisme dan teori konflik (Marxis dan iu non-Marxis, seperti
Dahrendorf, Coser, dan Collins) yang menekankan ide bahwa fakta sosial adalah riil atau
sekurang-kurangnya dapat diperlakukan sebagai yang riil, sama seperti fakta individu
(Johnson, 1986: 55). Selain itu, fakta sosial tidak dapat direduksi fakta individu, fakta
sosial memiliki realitasnya sendiri, Struktur sosial dan institusi sosial merupakan salah
satu di antara fakta sosial tersebut yang mendapat pcrhatian khusus dari para ahli
sosiologi.
Paradigma definisi sosial (social definition) menekankan hakikat kenyataan sosial
yang sifatnya subjektif. Pada masa sosiologi klasik, paradigma ini diwakili oleh Max
Weber dan tindakan sosial yang dikembangkan oleh Talcot Parsons di awal
perkembangan kariernya. Begitu pun teori interaksionisme simbolik dalam karya Mead,
Cooley, Thomas, dan sebagainya. Paradigma ini beranggapan bahwa kenyataan sosial
didasarkan pada definisi yang sifatnya subjektif dari penafsiran individu. Kemudian,
paradigma perilaku sosial (social behavior) menekankan pendekatan objektif empiris
terhadap kenyataan sosial. Menurut pandangan ini, data empiris mengenai kenyataan
sosial hanyalah perilaku-perilaku individu yang nyata (overt behavior) dan dapat diukur.
Kelompok ini di wakili oleh Skinner dan Homans.
Faktor-faktor multi paradigmatic ini pula yang mempersubur banyaknya teoriteori sosiologi yang sangat kaya, namun mereka yang mewakili paradigma-paradigma
yang saling bertentangan itu bertolak dari posisi yang berbeda-beda, lama-kelamaan
menuju titik temu yang menyangkut banyak pokok permasalahan yang penting. Hal itu
dapat kita lihat contohnya, mereka yang mewakili paradigma fakta sosial, akhirnya
terpaksa mengakui bahwa fakta sosial tidak hanya bersifat eksternal, tetapi juga ada yang
dalam derajat tertentu memiliki kesadaran subjektif individu yang bersifat internal
(Johnson, 1986: 57) begitu pun dalam kelompok paradigma definisi sosial. Mereka pada
akhirnya mengakui bahwa orang tidak hidup dalam suatu dunia yang seolah-olah tidak
345

ada lagi yang lain dalam kenyataan sosial, kecuali definisi-definisi subjektif mereka.
Setidaknya, untuk berkomunikasi dengan orang lain, di mana individu harus mempelajari
suatu hahasa yang tidak mereka ciptakan secara individual. Disinilah karya Weher
memberikan contoh kuat adanya peralihan dari paradigma definisi sosial ke paradigma
fakta sosial (Johnson. 1986: 58).
Keteraturan sosial lama sudah hancur berantakan dan sedang menghilang dengan
cepat, dan tidak jelas apa yang menggantikannya. Sistem kepercayaan tradisional yang
dahulunya memberikan arti pada hidup, ikut mengarahkan dan mengontrol perilaku,
menjadi rusak oleh munculnya pendekatan ilmiah dan oleh sejumlah ideologi baru.
Berbagai kelompok kepentingan dalam bidang ekonomi, politik, dan nasional mulai
mengejar tujuannya masing-masing, yang tidak terlalu banyak dibatasi oleh tradisi atau
komitmen moral bersama, seperti oleh tekanan-tekanan yang datang dari kelompokkelompok oposisi. Meskipun konteks sosial tertentu bervariasi antara satu negara dengan
lainnya, semua pelopor ahli sosiologi melihat masyarakanya yang sedang mengalami
perubahan pesat, sering tanpa arah yang jelas. Tentu saja gambaran mereka tentang masa
lampau terlalu menekankan stabilitas dan kedamaian. Walaupun demikian, hal itu
memberikan suatu dasar perbandingan dengan masa sekarang (Nisbet, 1966).
Banyak para ahli sosial modern yang menaruh minat serta perhatiannya pada
berbagai perubahan sosial yang terjadi belakangan ini. Beberapa ahli di antaranya
berusaha untuk menunjukkan kecenderungan yang memungkinkan dapat dibuatnya
proyeksi-proyeksi tentang masa depan. Dan, kebangkitan yang paling berkembang serta
mengakibatkan munculnya kritik yang luas dan penolakkan terhadap apa yang disebut
Anthony Giddens sebagai konsensus ortodoks pada tahun 1970-an, yaitu revolusi
fenomenologis. Diawali oleh Berger dan Luckman (1966), revolusi tersebut di topang
oleh melimpahnya reformulasi radikal dari subjek persoalan dan strategi yang tepat dari
karya-karya sosiologi. Karya Alfred Schutz, Life Forms and Meaning Structure
merupakan insprirasi dan otoritas teoretis yang utama. Karya itu telah membuka jalan
bagi pengaruh filsafat kontinental Edmund Huseerl dan Martin Hidegger, dan aplikasi
hermeneutiknya di dalam tulisan-tulisan Paul Ricouer serta Hans GeorgGadamer. Efek
dari pengungkapan fenomenologi adalah pergeseran minat dan batasan struktural
eksternal dan ekstrasubjektif menuju ke interpretasi pengalaman subjektif dari pelaku.
Dan, dari determinasi ke arbitrase antara kebenaran objektif dan opini prasangka,
346

kemudian ke usaha mengungkapkan kondisi pengetahuan yang berakar di dalam tradisi


dan ditransmisikan secara komunal. Etnometodologi dari Harold Garfinkel dalam
karyanya Studies in Ethnomethodology. Dalam karya tersebut, Garfinkel memperlakukan
masyarakat sebagai prestasi dan pelaku atau aktor yang berpengetahuan luas di dalam
kegiatan sehari-harinya. Ia lebih jauh menambahkan daya dorong kepada reorientasi
sosiologi berpindah dan struktur dan sistem objektif menuju keperwakilan (agency)
sosial, refleksi diri serta aksi intensional dan konsekuensinya yang tidak terantisipasi
merupakan sebuah perpindahan yang secara spesifik dideskripsikan dalam karya Giddens
(1976).
Telah muncul keterbukaan yang lebih luas dari sosiologi terhadap perkembangan
dan bentuk-bentuk disiplin sosial lainnya yang secara umum bergerak di bidang
kebudayaan. Terlepas dari fenomenologi dan hermeneutika, pengaruh yang sangat kuat
adalah teori kritis dari Theodor W. Adorno dan Max Horkheimer dalam pemikiran
filsafat kritis The Dialectic of Enlightenment (1949), semiotik dari Levi-Strauss dan
Roland Barthes dalam buku Mithologies (1957) dan Elements of Semiology (1964),
filsafat Pengetahuan dari Mitchel Foucault dalam The Order of Things: An Archeology of
the Human Science (1973) dan Archeology of Knowledge (1969), historiografi dari
Fernand Braudel yang merupakan sejarah soia1 dalam The Medirerranean and the
Mediterranean World in the Age of Philip II (1966), psikoanalisis baru dari Jaques Lacan
dalam Ecrits: A Selection (1966), dan Television: A Challenge to the Psychoanalitic
Establisment,. serta dekonstruksi dan Jaques Derrida mengenai teori tentang tulisan
dalam Of Gramatology (1967). Selain itu. semakin berkembang penulisan sosiologi yang
diwarnai pemikiran karakter transnasional. Contohnya adalah dampak luas dan karya
Jurgen Habermas (1979), teori komunikasi karya Nikolas Luhman. teori sistem ditinjau
kembali karya Ulrich Beck (1992), risiko gesellschaft, analisis Frederick Barth tentang
batas-batas etnis atau gagasan modal kultural. dan habitus dan Pierce Bourdieu (1985).
Mereka pencaya akan adanya indikasi-indikasi bahwa kita ini ada pada jalan
pintas yang dalam jangka panjang dapat menjadi penting untuk masa depan. seperti
halnya Revolusi Industri di masa silam. Sebut saja, Daniel Bell dalam karyanya The
Coming of Post-Industrial Society, ia menganalisis munculnya masyarakat pascaindustri.
Ia berpendapat bahwa dalam masarakat pascaindustri dicirikan suatu tipe masyarakat
yang lebih menekankan pada produki jasa. bukan barang-barang. Hal itu akan mencakup
347

suatu transformasi besar dalam masyarakat dunia umumnya. Jika suatu masyarakat
industri didasarkan pada harta benda sebagai indikatornya maka pengetahuan teoretis
akan menjadi suatu teori nilai kerja sampai kepada suatu teori nilai pengetahuan.
Menurutnya, perubahan dalam dasar kehidupan sosial ini pun ditandai oleh adanya suatu
perubahan dalam struktur kelas. Kelas sosial baru yang dominan bukan lagi suatu kelas
borjuis pemilik harta henda. tetapi suatu inteligensia sosial, yaitu suatu kelas maupun
individu yang mendominasi bentuk-bentuk pengetahuan teoretis, seperti para guru,
dokter. Konsultan, pengacara, ilmuwan, insinyur, dan profesi keilmuan lainnya.
Di Indonesia, walaupun secara formal sebelum kemerdekaan belum berkembang
sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, namun menurut Selo Soemardjan banyak diantara
para pujangga dan pemimpin-pemimpin kita yang telah memasukkan unsur-unsur
sosiologi dalam ajaran-ajarannya (1965).
Sebagai contoh, ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Mangkunegara IV dari
Surakarta, penuh dengan tata hubungan golongan yang berbeda-beda pada masyarakat
Jawa, terutama menyangkut Intergroup Relations. Kemudian ajaran-ajaran Ki Hajar
Dewantara banyak membahas tentang kepemimpinan dan kekeluargaan yang diterapkan
pada pendidikan Taman Siswa (Soemardjan, 1965; Soekanto, 1986:42).
Penjelasan di atas jelas menunjukkan bahwa unsur-unsur sosiologi tidak
digunakan dalam teori murni sosiologis, tetapi sebagai landasan untuk tujuan tertentu,
terutama sebagai tata hubungan antarmanusia dan pendidikan. Begitu pun dalam karyakarya peneliti yang secara khusus meneliti masyarakat Indonesia, seperti Snouck
Hurgronje, C. Van Vollenhoven, ter Haar, Duyvendak, dan lain-lain, begitu tampak
unsur-unsur sosiologis, namun belum meningkat ke sosiologi sebagai ilmu pengetahuan
yang berdiri sendiri.
Rechtshogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum yang berkedudukan di Jakarta
merupakan lembaga perguruan tinggi di Indonesia yang pertama kali memberikan kuliahkuliah sosiologi sebelum meletusnya Perang Dunia II. Substansi sosiologi di sini pun
hanyalah sebagai bagian perlengkapan dalam kajian ilmu hukum. Begitupun yang
mengajar bukan sarjana-sarjana sosiologi, tetapi lebih bersifat filsafat sosial dan teoretis
berdasarkan buku-buku karya Alfred Vierkandt, Lepold von Wise Steinmetz, dan Bierens
de Haan (Soemardjan, 1965; Soekanto, 1986: 43).

348

Setelah kemerdekaan Indonesia dicapai. seorang sarjana Indonesia, yakni Prof.


Dr. Mr. Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya memberikan kuliah sosiologi pada
tahun l948 di Akademi Politik Yogyakarta (kemudian dilebur dalam Universitas Gajah
Mada). Beliau memberikan kuliah dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia, padahal
waktu itu bahasa Indonesia jarang digunakan. kecuali bahasa Belanda. Pada Akademi
Ilmu Politik tersebut. sosiologi pun dijadikan sebagai mata kuliah ilmu pengetahuan pada
jurusan pemerintahan dalam negeri, hubungan luar negeri, dan publisistik. Pada tahun
1950, mulailah beberapa orang Indonesia mempelajari sosiologi secara khusus.
Mr. Djody Gondokusumo merupakan penulis pertama buku sosiologi di Indonesia
setelah terjadinya Revolusi Fisik yang bcrjudul Sosiologi Indonesia. Kemudian pada
tahun 1950, setelah berakhirnya Revolusi Fisik. menyusul diterbitkannya huku sosiologi
oleh Bardosono, yang sebenarnya lebih merupakan diktat yang ditulis oleh seorang
mahasiswa yang mengikuti kuliah-kuliah sosiologi dan seorang guru besar yang tidak
disebutkan namanya (Soemardjan, 1965). Kemudian disusul oleh tulisan Hassan Shadily,
M.A. yang berjudul Sosiologi untiik Masyarakat Indonesia yang diterbitkan tahun 1952
oleh penerbit PT Pembangunan (Shadily, 1952). Buku ini merupakan buku pelajaran
pertama di Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi modern yang dianggap cukup
representatif untuk memenuhi keperluan mahasiswa kita saat itu.
Tidak lama kemudian tahun 1962, Selo Soemardjan menulis buku Social Changes
dalam bahasa Inggris. Sebenarnya buku itu merupakan disertasi untuk mendapatkan gelar
doktor pada Cornell University, Amerika Serikat. Isinya adalah perihal perubahanperubahan sosial dalam masyarakat Yogyakarta sebagai akibat revolusi politik dan sosial
di Yogyakarta. Bersama-sama Soelaeman Soemardi tahun 1964, Selo Soemardjan
menulis buku Setangkai Bunga Sosiologi, oleh para mahasiswa dijadikan bacaan wajib
pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta (Soekanto, 1986: 45).
Sekarang ini, di sejumlah universitas negeri yang memiliki Fakultas limu Sosial
Politik atau Fakultas Ilmu Sosial, di mana sosiologi dijadikan mata kuliah dan tingkat
persiapan sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Namun sayangnya. sampai sekarang ini
belum ada universitas negeri yang memiliki Fakultas Sosiologi. Jurusan Sosiologi baru
terdapat pada Fakultas Sosial dan Politik (UGM) dan Fakultas Ilmu Sosial (UI dan
UNPAD).

349

DAFTAR PUSTAKA
-

Budiardjo, Miriam, 2002, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Daldjoeni, N, 1987, Pokok-pokok Geografi Manusia, Bandung : Alumni
Djasni Salim & Syafril, 2000, IPS: Ekonomi I, Jakarta : Bumi Aksara
Gazalba, Sidi, 1981, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu, Jakarta : Bharata Karya Aksara
Goodman J. Douglas, Ritzer George, 2004, Teori Sosiologi Modern, (Terj.
Alimandan), Jakarta: Kencana.
Hasan, Hamid, 1985, Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan - Universitas Terbuka.
Hoselitz, F Bert (ed.) 1988, PanduanDasar Ilmu-ilmu Sosial . Pemerkaya Pendekatan
Santar Disiplin dan Bacaan Awal Sebelum Memilih Spesialisasi, Jakarta :
Rajawali Pers.
Isaak, A Robert, 1995, Ekonomi Politiklnternasional (Pengantar Mohtar Masoed),
Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Isjwara F, 1999,Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Putra Bardin
Johnson, Doyle Paul, 1981, Sociological Theory: Classical Founders and
Contemporary, John Wiley & Sons, Inc.
Kasdi, Aminudin, 1997, Pengantarllmu Sejarah, Surabaya, University Press IKIP
Surabaya
Koentjaraningrat, 1980, Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta : UI Press.
350

Koentjaraningrat , 1990, Sejarah Teori Antropologi II, Jakarta : UI Press.


Koentjaraningrat, 1990, Pengantar ilmu Antropologi, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Koester, Paul Heinz, 1988, Tokoh-Tokoh Ekonomi Mengubah Dunia(Terj. Titik
Soentoro Efendi), Jakarta: PT. Gramedia.
Lawang, Robert, 1986, Buku Materi PokokPengantar Sosiologi (Modul 1 - 5)
Naylor, David T, et.al, 1987, Elementary an Middle SchoolSocial Studies, New York
Random House
Paryono, Petrus, 1994, Sistem Informasi Geografi, Yogjakarta: Andi Offset
Polak Mayor, 1982, Sosiolog: Pengantar Ringkas, Jakarta: PT Ichtiar Baru.
Saripudin, Didin, 2004, Pengetahuan Sosial Sejarah, Bandung Regina
Suhanadji & Waspodo, 2003, Pendidikan IPS, Surabaya: Insan Cendikia
Sumaatmadja, Nursid, 1986, Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (modul 4 - -6),
Jakarta : Karunia Universitas Terbuka.
Suryadinata, Leo, dkk, 2003, Penduduk Indonesia: Ednis dan Agama dalam Era
Perubahan Politik, Jakarta: LP3ES
Sutjiono, 1996, Pelajaran Ekonomi, Surabaya: Bina Pustaka Tama
Tim Penyusun Buku Geografi, 1994, Geografi SMU, Surabaya : Pustaka Setya
Perkasa

351

Anda mungkin juga menyukai