Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS PERMINTAAN OBJEK WISATA LAWANG SEWU KOTA SEMARANG,

DENGAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sektor pariwisata mempunyai peranan penting dalam pembangunan sebuah
bangsa, khususnya perekonomian negara karena kegiatan pariwisata merupakan salah
satu sumber pendapatan yang cukup pontensial. Menurut buku tourism industry 2000,
Pariwisata dilihat sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka
pariwisata adalah sebagai suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambahan
terhadap barang dan jasa sebagai satu kesatuan produk yang nyata (real goods)
ataupun yang berupa jasa jasa (services) yang dihasilkan melalui proses produksi.
Yang dimaksud dengan product dalam ilmu ekonomi, adalah sesuatu yang
dihasilkan melalui proses produksi.
Dalam pengertian ini, ditekankan bahwa tujuan akhir dari suatu proses
produksi tidak lain adalah suatu barang (product) yang dapat digunakan untuk
berbagai tujuan guna untuk memenuhi kebutuhan manusia, selain itu dalam
pembangunan suatu daerah, pariwisata menyimpan potensi yang sangat besar. Dengan
itu perkembangan dunia wisata diharapkan akan berdampak pada peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan, hal ini perlu didukung dengan tersedianya fasilitas-fasilitas
umum pendukung industri pariwisata, di samping dengan terus memperbaiki outlook
dari daya tarik wisata yang ditawarkan. Pariwisata juga merupakan komoditas yang
dibutuhkan oleh setiap individu. Karena aktivitas berwisata bagi seorang individu
dapat meningkatkan daya kreatif, menghilangkan kejenuhan kerja, relaksasi,
kesehatan.
Dalam industri pariwisata terbuka peluang untuk meningkatkan perolehan
devisa negara dan meningkatkan perekonomian suatu negara. Dalam perekonomian
suatu negara, apabila dikembangkan secara terpadu dan berencana, maka peran sektor
pariwisata akan melebihi sektor migas serta industri lainnya. Maju dan
berkembangnya pariwisata dapat mengembangkan daerah-daerah miskin menjadi

lokasi baru. Banyak negara bergantung pada industri pariwisata, karena pariwisata
sebagai sumber pajak dan pendapatan bagi pemerintah maupun perusahaan yang
menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, pengembangan industri pariwisata
ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh perusahaan maupun pemerintah untuk
mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan
perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada para wisatawan. Semakin
besar pendapatan seseorang, maka akan semakin besar pula bagian yang disisihkan
untuk berpariwisata (Spillane, 1994).
Perkembangan sektor pariwisata dewasa ini menunjukkan kemajuan yang
cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat wisata yang ada.
Berkembangnya sektor pariwisata juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan
transportasi. Kota Semarang merupakan Ibukota Jawa Tengah sebenarnya menyimpan
begitu banyak keunikan yang dapat dinikmati. Sektor pariwisata di Semarang
mempunyai potensi yang cukup besar di mana Kota Semarang memiliki tempat yang
syarat akan nilai sejarah dan budaya yang berpotensi menjadi daerah tujuan wisata di
Jawa Tengah. Semarang memiliki keunikan dari bentuk geologisnya yang jarang
ditemui di kota-kota lain, Semarang terbagi menjadi daerah dengan dua iklim, yaitu
iklim panas dan sejuk. Iklim yang panas terjadi karena kota berada di pesisir pantai
Semarang yang merupakan dataran rendah, sedangkan iklim yang sejuk didapat
karena sebagian Kota Semarang letaknya berada tidak jauh dari gunung Ungaran.
Kota Semarang selama ini dikenal sebagai kota industri dan bisnis, tetapi
bukan berarti Semarang tidak memiliki tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Kota Semarang memiliki wisata budaya dan wisata sejarah seperti Museum
Ronggowarsito, Museum Mandala Bakti, Museum Nyonya Meneer, Museum Jamu
Jago, Taman Budaya Raden saleh, Museum Rekor Indonesia (MURI). Selain wisata
budaya dan wisata sejarah, ada juga tempat wisata yang menonjolkan keindahan alam
seperti Wisata Alam Goa Kreo, Taman Rekreasi Tanjung Mas, Kampoeng Wisata
Taman Lele, Kebun Binatang Mangkang. Semarang juga memiliki wisata buatan
seperti Kolam Renang Ngalian Tirta Indah,Taman Rekreasi Marina, Taman Ria
Wonderia, Paradise Club ,Water Blaster dan Lawang Sewu. Untuk memenuhi
kebutuhan para wisatawan, terdapat banyak hotel di Semarang dari yang paling murah
hingga hotel berbintang. Transportasi yang mudah dan nyaman dengan biro
perjalanan yang siap memandu perjalanan para wisatawan.

Salah satu objek wisata yang terkenal di Semarang adalah Lawang Sewu.
Objek wisata Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah
yang merupakan kantor dari Nehterlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS.
Dibangun tahun 1904 dan selesai pada 1907.terletak di bundaran Tugu Muda yang
dulu di sebut Whilhelmnaplein.Masyarakat setempat menyebutnya dengan Lawang
Sewu karena memiliki pintu yang sangat banyak, tetapi pada kenyataanya jumlah
pintu tidak sapai seribu.Bangunan ini memilki jendela yang besar dan lebar sehingga
masyarakat sering menggagapnya sebagi pintu (lawang).
Dari waktu ke waktu kini Lawang Sewu bukan saja hanya sebagai tempat
bersejarah,namun juga sebagai tempat yang berpotensi sebagai salah satu tujuan
wisata di Kota Semarang.Saat ini Lawang Sewu memiliki peminat yang cukup besar
terutama di kalangan pemuda di Kota Semarang. Selain tempat bersejarah Lawang
Sewu memiliki potensi yang lain misalnya, sebagai tempat pengambilan foto yang
dikarenakan bangunan kuno yang jarang di temukan di kota-kota lain, selain wisata
sejarah Lawang Sewu memiliki potensi dalam wisata mistis yang di gemari para
pemuda. Dalam hal ini seharusnya pemerintah memiliki perhatian yang khusus
terhadap pengembangan Lawang Sewu yang merupakan salah satu tempat sejarah
yang ada di Indonesia. Berdasarkan potensi wisata yang dimiliki Kota Semarang
maka

kami

tertarik

PERMINTAAN

untuk

melakukan

penelitian

berjudul

ANALISIS

OBJEK WISATA LAWANG SEWU KOTA SEMARANG

DENGAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD .

1.2 Rumusan Masalah


Lawang Sewu bukan saja hanya sebagai tempat bersejarah,namun juga sebagai
tempat yang berpotensi sebagai salah satu tujuan wisata di Kota Semarang.Saat ini
Lawang Sewu memiliki peminat yang cukup besar terutama di kalangan pemuda di
Kota Semarang. Selain tempat bersejarah Lawang Sewu memiliki potensi yang lain
misalnya, sebagai tempat pengambilan foto yang dikarenakan bangunan kuno yang
jarang di temukan di kota-kota lain, selain wisata sejarah Lawang Sewu memiliki
potensi dalam wisata mistis yang di gemari para pemuda. Dalam hal ini seharusnya
pemerintah memiliki perhatian yang khusus terhadap pengembangan Lawang Sewu
yang merupakan salah satu tempat sejarah yang ada di Indonesia.

Dari pernyataan tersebut dapat dirumuskan:


1.Faktor Faktor Apa saja yang mempengaruhi permintaan terhadap objek
wisata Lawang Sewu ?
2.Berapa Nilai Ekonomi yang diperoleh Pengunjung Objek Wisata Lawang
Sewu?

1.3 Tujuan Penelitian


1.Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan objek wisata lawang
sewu.
2.mengetahui Nilai ekonomi yang diperoleh pengunjung objek wisata lawang sewu.
1.4 Manfaat Penelitian
1.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi semua pihak yang
membaca dan tertarik dengan pengembangan obyek pariwisata.
2.Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan atau bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan yang tepat yaitu
dalam memajukan obyek wisata khususnya meningkatkan tingkat kunjungan dan
pendapatan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pariwisata


Beberapa pengertian dasar tentang wisata, pariwisata dan kepariwisataan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan adalah sebagai berikut:
a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan
daya tarik wisata;
b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata;
c. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata
termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang
terkait di bidang tersebut;
d. Kepariwisataan adalah

segala

sesuatu

yang

berhubungan

dengan

penyelenggaraan pariwisata;
e. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyelenggarakan
jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata,
usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut;
f. Obyek dan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran
wisata;
g. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
h. Menteri Pariwisata adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
kepariwisataan.
Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara,
dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam
dan ilmu( Spillane, 1987).

2.2 Permintaan Pariwisata

Permintaan pariwisata berpengaruh terhadap semua sektor perekonomian, perorangan


(individu), Usaha Kecil Menengah, perusahaan swasta, dan sektor pemerintah (Sinclair dan
Stabler, 1997).
Menurut Medlik, 1980 (dalam Raiutama, 2006), faktor-faktor utama dan faktor lain
yang mempengaruhi permintaan pariwisata dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Harga
Harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata akan memberikan imbas atau
timbal balik pada wisatawan yang akan bepergian, sehingga permintaan wisatapun
akan berkurang begitu pula sebaliknya.
2. Pendapatan
Apabila pendapatan suatu negara tinggi, kecenderungan untuk memilih daerah tujuan
wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi calon wisatawan
membuat sebuah usaha pada Daerah Tujuan Wisata jika dianggap menguntungkan.
3. Sosial Budaya
Adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau berbeda dari apa yang ada di
negara calon wisata berasal maka, peningkatan permintaan terhadap wisata akan
tinggi hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian pengetahuan
sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya wisatawan.
4. Sosial Politik
Dampak sosial politik belum terlihat apabila keadaan Daerah Tujuan Wisata dalam
situasi aman dan tenteram, tetapi apabila hal tersebut berseberangan dengan
kenyataan, maka social politik akan sangat terasa dampak dan pengaruhnya dalam
terjadinya permintaan.
5. Intensitas Keluarga
Banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta dalam permintaan wisata hal ini
dapat diratifikasi, jumlah keluarga yang banyak maka keinginan untuk berlibur
dari salah satu keluarga tersebut akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari
kepentingan wisata itu sendiri.
6. Harga Barang Substitusi
Harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan, dimana barangbarang pengganti dimisalkan sebagai pengganti Daerah Tujuan Wisata yang dijadikan
cadangan dalam berwisata seperti: Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia,
akibat suatu dan lain hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi
syarat-syarat Daerah Tujuan Wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan
mengubah tujuannya ke daerah terdekat seperti Malaysia dan Singapura.
7. Harga Barang Komplementer

Barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi, dimana apabila


dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai obyek wisata yang
saling melengkapi dengan obyek wisata lainnya.
Sedangkan Morley, 1990 (dalam Putik Asriani, 2008) mengatakan, permintaan
akan

pariwisata

tergantung

dari

ciri-ciri

wisatawan

atau

tipe wisatawan seperti

penghasilan, umur, tingkat pendidikan, motivasi, watak, kewarganegaraan, jenis kelamin dan
kelompok sosial ekonomi. Ciri-ciri ini masing-masing akan mempengaruhi kecenderungan
orang untuk berpergian dan pilihan tujuan perjalanannya. Permintaan juga ditentukan oleh
sifat-sifat tempat tujuan, perjalanan, daya tariknya, harga dan efektif tidaknya kegiatan
pemasaran tempat tujuan. Kebijakan pemerintah dapat menaikkan atau menurunkan
permintaan akan pariwisata secara langsung dan sengaja dan secara tidak langsung
melalui faktor-faktor yang penting bagi wisatawan seperti keamanan (Salah Wahab, 1989).
Permintaan pariwisata mengandalkan total anggaran yang tersedia untuk belanja dan
pilihan untuk relativitas pariwisata terhadap barang dan jasa lainnya. Pada sebuah kondisi
ekstrim, seseorang dapat mengalokasikan seluruh anggarannya untuk berpariwisata dan selain
itu juga dapat digunakan seluruhnya untuk mengkonsumsi barang lain. Seluruh kemungkinan
kombinasi digambarkan sepanjang budged line, T1 dan G1 adalah contoh kombinasi
seseorang dalam mengkonsumsi kedua barang tersebut. Titik 0T adalah jumlah pariwisata
yang akan dinikmati jika seseorang membelanjakan seluruh anggarannya untuk berwisata,
dan 0G adalah jumlah barang lain yang akan dikonsumsi jika tidak ada pengeluaran untuk
pariwisata, dengan garis TG menunjukkan kombinasi tengah- tengah. Jumlah pariwisata dan
barang lain yang mungkin dikonsumsi atau dinikmati tergantung pada harga relatif pariwisata
dan barang lain sehingga harga pariwisata yang lebih rendah akan membuat lebih banyak
konsumsi pariwisata, dan sebaliknya (Sinclair dan Stabler, 1997).
Kombinasi pariwisata dan barang lain yang diputuskan untuk dibeli seseorang
tergantung dengan preferensi mereka. Kombinasi alternatif antara pariwisata dan barang
lain dapat memberikan tingkat kepuasan yang sama terhadap konsumen, misalnya
konsumsi pariwisata yang rendah dan konsumsi barang lain yang tinggi memberikan
kepuasan yang sama seperti konsumsi pariwisata
lain

yang

rendah,

yang

tinggi

dan

konsumsi

barang

seperti diilustrasikan oleh kurva indiferen II pada Gambar 2.1

Seseorang dapat mengalokasikan anggaran antara untuk pariwisata dan barang lainnya
dengan memilih kombinasi yang memaksimalkan kepuasan. Pada titik D, dimana kurva

indiferen bersinggungan dengan budget line, menghasilkan tingkat pariwisata 0T1 dan
konsumsi 0G1 dari barang lain. Seseorang dengan preferensi yang lebih kuat kepada
pariwisata akan mengambil kombinasi sebelah kiri pada titik D, sedangkan seseorang yang
lebih

banyak

mengkonsumsi barang lain

dan

memiliki

kurva indifferen yang

bersinggungan dengan TG kearah kanan titik D (Sinclair dan Stabler, 1997).


Gambar2.1
KonsumsiPariwisatadanBarangLainnya

Orang harus memutuskan selain tidak hanya kombinasi yang disukai antara
pariwisata (relatif) terhadap barang lain, namun juga kombinasi yang paling disukai antara
berbagai jenis pariwisata. Sebagai contoh, seorang wisatawan dapat membelanjakan seluruh
anggaran berwisatanya untuk berkunjung ke teman dan relatif atau seluruhnya untuk berlibur
di lokasi baru ke luar negeri, selain itu juga dapat memilih beberapa kombinasi dari
keduanya. Posisi optimal sekali lagi tergantung pada anggaran dan preferensi seseorang serta
diasumsikan bahwa anggaran dialokasikan antara jenis-jenis pariwisata yang berbeda agar
memaksimalkan kepuasan. Kombinasi optimal antara mengunjungi teman dan berlibur di luar
negeri dapat diilustrasikan dengan grafik seperti Gambar 2.1. Namun dengan jenis pariwisata
yang berbeda yang diukur pada sumbunya dan ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Pada
kenyataannya, mungkin ada lebih dari dua kombinasi, hal ini dapat ditunjukkan secara
matematis namun tidak dapat ditunjukkan secara diagram (Sinclair dan Stabler, 1997).

Pada jenis kasus pariwisata yang berbeda, seseorang mungkin memilih sebuah
kombinasi dari jenis-jenis pariwisata. Namun, hal ini bukanlah satu- satunya hasil yang
mungkin terjadi sebagai satu jenis pariwisata, mungkin adalah pengganti (substitute) atau
pelengkap (complement) bagi yang lain. Sebagai contoh, beberapa wisatawan Amerika
yang pergi ke Eropa menganggap tujuan ke negara-negara Eropa yang berbeda sebagai
bagian pelengkap dari pengalaman wisatanya daripada sebagai pengganti, misalnya London
dan Paris mungkin dianggap sebagai bagian tetap dan pelengkap dari pengeluaran yang
dialokasikan untuk masing-masing. Masalah ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2,
dimana budget line TPTL menunjukan bagaimana kombinasi pengeluaran yang berbeda
untuk pariwisata dapat dialokasikan untuk dua tujuan. Namun kurva indeferen II berbentuk L
menunjukkan bahwa orang tersebut berharap mengalokasikan bagian-bagian anggaran
untuk masing-masing (Sinclair dan Stabler, 1997).

Gambar2.2
Tujuan Wisata Sebagai Barang Pelengkap

Kasus
alternatif tentang
tujuan

wisata

sebagai
pengganti
(substitute) boleh
diterapkan

pada

liburan di Sydney
New

York,

seperti

yang

dan

diilustrasikan dalam Gambar 2.3.


Budget line-nya, TS TNY, yang menyatakan harga relatif kedua tempat tujuan liburan
tersebut, menunjukkan bahwa bagian-bagian yang berbeda dari anggaran mungkin

dialokasikan untuk pariwisata pada setiap tempat tujuan. Namun, kurva indeferen IBIB
menunjukkan bahwa orang B menganggap kedua tempat tujuan tersebut sebagai substitusi
dan memilih New York sebagai tujuan yang lebih disukai. Orang C yaitu orang yang berbeda,
juga menganggap kedua tempat tujuan tersebut sebagai substitusi namun memiliki
preferensi yang berbeda, diilustrasikan dengan kurva indeferen ICIC, dan memilih Sydney
daripada New York (Sinclair dan Stebler, 1997).
Gambar 2.3
Tujuan Wisata Sebagai Barang Pengganti

Para ekonom berpendapat bahwa permintaan pariwisata terutama dipengaruhi oleh


pendapatan, harga dan informasi tentang seluruh perubahan permintaan dari setiap
variabel tersebut juga penting bagi penyedia dan pembuat kebijakan periwisata. Pada kasus
pendapatan yang naik dengan harga relatif konstan, efeknya pada jenis pariwisata dan daerah
tujuan wisata kemungkinan besar adalah positif. Dengan demikian, kenaikan pendapatan
akan mengakibatkan kenaikan terhadap permintaan pada kebanyakan barang dan jasa
lainnya; contohnya adalah barang normal (normal good) karena permintaan akan barang
tersebut secara positif berhubungan dengan pendapatan. Selain itu, pendapatan yang naik
memungkinkan juga menurunkan permintaan seperti pada produk pariwisata ini adalah
barang inferior (Sinclair dan Stebler, 1997).

Kedua pengaruh tersebut diilustrasikan dalam Gambar 2.4. Sumbu vertikal


menunjukkan pariwisata dan sumbu horizontal menujukkan barang lain. Garis TG dan TG
secara

berturut-turut

budget

line

sebelum

dan

sesudah kenaikan pendapatan, dan

keduanya sejajar karena asumsi harga relatif untuk pariwisata dan barang lain adalah konstan.
Kurva indeferen diikutkan untuk mengilustrasikan preferensi seseorang.

Gambar 2.4
Perubahan Pendapatan Dalam Konsumsi Pariwisata

Jika pariwisata merupakan barang normal, preferensi mungkin diilustrasikan oleh


kurva indeferen I2 I2 sehingga permintaan naik dari 0T1 ke 0T2 pada titik E. Jika pariwisata
merupakan barang inferior, yang dinyatakan dengan kurva indeferen I3
pendapatan menyebabkan penurunan pariwisata dari 0T1

ke 0T3

I3, kenaikan

pada titik F. Jika

permintaan berhubungan secara positif dengan pendapatan dan naik lebih dari nilai
proporsionalnya, maka barang tersebut dikenal dengan barang mewah (luxury) dan jika
permintaan naik kurang dari nilai proporsionalnya, maka barang tersebut dikenal dengan
barang kebutuhan dasar (necessity). Dalam konsep elastisitas, permintaan barang luxury

dikatakan elastis berkaitan dengan perubahan pendapatan dan inelastis untuk necessity
(Sinclair dan Stebler, 1997).
Kasus kedua menyangkut pengaruh permintaan pariwisata atas perubahan harga
relatif dengan asumsi pendapatan konstan. Permintaan dan harga biasanya berhubungan
negatif, sehingga penurunan harga secara normal berhubungan dengan

kenaikan

permintaan, dan sebaliknya. Pengaruh penurunan harga pariwisata digambar dalam

Gambar 2.5
Pengaruh Perubahan Harga Dalam Konsumsi Pariwisata

Karena pariwisata sekarang lebih murah, anggaran seseorang sekarang dapat


membeli pariwisata 0T yang maksimum sebagai ganti 0T, sementara jumlah maksimum
barang lain yang dapat dibeli tetap konstan pada 0G karena harganya dianggap konstan.
Kombinasi pariwisata dan barang lain yang dapat dibeli setelah harga turun ditunjukkan
dengan garis TG. Kombinasi optimal semula dan berikutnya antara pariwisata dan barang
lain secara berturut-turut adalah titik D dan E pada Gambar 2.6, sehingga penurunan harga
pariwisata menghasilkan kenaikan permintaan dan kepuasan seperti orang membeli
pariwisata sebesar 0T2 dan barang lain sebesar 0G2 dibandingkan dengan 0T1 0G1 sebelum
harga turun. Mungkin juga mempertimbangkan pilihan antara dua bentuk pariwisata yang

sama, dimana harga yang satu berubah relatif terhadap harga dari yang lain. Jadi, misalnya,
warga Inggris mungkin sedang memikirkan salah satu dari dua tempat liburan di Mediterania
satu di Perancis dan yang lain di Italia, namun nilai franc Perancis naik terhadap
poundsterling sementara lira tetap tidak berubah, tempat liburan di Italia akan dipilih
(Sinclair dan Stabler, 1997).
Fungsi permintaan pariwisata dapat ditulis sebagai berikut:
D = f (X1, X2, Xn)
(2.1)
Dimana D adalah permintaan pariwisata dan X1, X2, . Xn adalah sebagai variabel
indepnden yang berkedudukan sebagai faktor yang mempengaruhi permintaan.

Untuk

mengidentifikasinya variabel independen akan dimasukkan dalam persamaan dan bentuk


fungsional (bentuk persamaan linier atau log-linier) yang tepat digunakan untuk
mengestimasi persamaan tersebut.
Salah satu contoh dari fungsi permintaan pariwisata, dimana seluruh variabelnya
berdasarkan pada periode waktu tertentu adalah :
Dij = f (Yi, Pij/k, Eij/k, Tij/k, DV) (2.2)
Dimana Dij adalah permintaan pariwisata berdasarkan i terhadap j, Yi adalah pendapatan
pada i, Pij/k adalah harga dari i relatif terhadap j per k, Eij/k adalah perubahan dasar dari i
terhadap j per k, Tij/k adalah biaya transportasi dr i terhadap j per k, DV adalah variabel
dummy (Sinclair dan Stabler, 1997).
Penelitian biasanya dilaksanakan melalui survey kuesioner pengunjung mengenai
biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke lokasi wisata lain
(substitute sites), dan faktor-faktor sosial-ekonomi.

2.3 Jenis Pariwisata


Walaupun banyak jenis pariwisata ditentukan menurut motif tujuan perjalanan yang
terdapat di daerah tujuan wisata yang dapat menarik customer untuk mengunjunginya
sehingga dapat pula diketahui jenis pariwisata yang mungkin layak untuk dikembangkan dan

mengembangkan jenis sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata tersebut.
Jenis-jenis pariwisata tersebut adalah (Spillane, 1987 : 28-31):
1. Pariwisata untuk Menikmati Perjalanan (Pleasure Tourism)
Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk mengetahui
kehendak ingin tahunya, untuk menikmati keindahan alam, untuk mengetahui hikayat
rakyat setempat, untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota,
atau bahkan sebaliknya untuk menikmati hiburan di kota-kota besar ataupun ikut serta
dalam

keramaian

pusat-pusat

wisatawan.

Sementara

orang-orang

mengadakanperjalanan semata-mata untuk menikmati tempat-tempat atau alam


lingkungan yang jelas berbeda antara satu dengan lainnya. Jenis pariwisata ini
menyangkut begitu banyak unsur yang sifatnya berbeda-beda, disebabkan pengertian
pleasure akan selalu berbeda kadar pemuasnya sesuai dengan karakter, cita rasa, latar
belakang kehidupan, serta temperamen masing-masing individu.
2. Pariwisata untuk Rekreasi (Recreation Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki pemanfaatan harihari liburnya untuk beristirahat, untuk memulihkan kembali kesegaran jasmani dan
rohani, yang ingin menyegarkan keletihan dan kelelahannya. Biasanya, mereka
tinggal selama mungkin di tempat- tempat yang dianggapnya benar-benar menjamin
tujuan-tujuan rekreasi tersebut (misalnya di tepi pantai, di pegunungan, di pusat-pusat
peristirahatan atau pusat-pusat kesehatan) dengan tujuan menemukan kenikmatan
yang diperlukan.
3. Pariwisata untuk Kebudayaan (Cultural Tourism)
Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan belajar di pusatpusat pengajaran dan riset, untuk mempelajari adat istiadat, kelembagaan, dan cara
hidup rakyat negara lain, untuk mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan
peradapan masa lalu atau sebaliknya penemuan-penemuan masa kini, pusat-pusat
kesenian, pusat-pusat keagamaan, atau juga untuk ikut festival-festival seni musik,
teater, tarian rakyat dan lain-lain.
4. Pariwisata untuk Olah Raga (Sports Tourism) Jenis ini dapat dibagi menjadi dua
kategori:
Big Sport Events, yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar seperti
Olimpiade Games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia, dan lain- lain
yang menarik perhatian tidak hanya pada olah ragawannya sendiri, tapi juga
ribuan penonton atau penggemarnya.

Sporting Torism of the Practitioners, yaitu pariwisata olah raga bagi mereka
yang

ingin

berlatih

dan

mempraktekan

sendiri,

seperti pendakian

gunung, olah raga naik kuda, berburu, memancing, dan lain- lain.
5. Pariwisata untuk Urusan Usaha Dagang (Business Tourism)
Dalam istilah business tourism tersirat tidak hanya proffesional trips yang dilakukan
kaum pengusaha atau industrialis, tetapi juga mencakup semua kunjungan ke
pameran, kunjungan ke instalasi teknis yang bahkan menarik orang-orang di luar
profesi ini. Juga harus pula diperhatikan bahkan kaum pengusaha tidak hanya
bersikap dan berbuat sebagai konsumen, tetapi dalam waktu-waktu bebasnya, sering
berbuat sebagai wisatawan biasa dalam pengertian sosiologis karena mengambil dan
memanfaatkan keuntungan dari atraksi yang terdapat di negara lain tersebut.
6. Pariwisata untuk Berkonvensi (Convention Tourism)
Peranan jenis pariwisata ini makin lama makin penting. Pariwisata untuk berkonvensi
berhubungan dengan konferensi, simposium, sidang dan seminar internasional.
Menurut Mappi (2001 : 30-33) obyek wisata dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu:
1) Obyek wisata alam, misalnya: laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai,
fauna (langka), flora (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan
alam, dan lain-lain.
2) Obyek wisata budaya, misalnya: upacara kelahiran, tari-tari (tradisional),
musik (tradisional, pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah,
upacara

panen,

cagar

budaya,

bangunan

bersejarah,

peninggalan

tradisional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukkan


(tradisional), adat istiadat lokal, museum, dan lain-lain.
3) Obyek wisata buatan, misalnya: sarana dan fasilitas olah raga, permainan,
(layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan, naik kuda,
taman rekreasi, pusat-pusat pembelanjaan, dan lain-lain.
Menurut Spillane (1987), ada lima unsur industri pariwisata yang sangat penting,
yaitu :
a. Attractions (daya tarik)
Attractions dapat digolongkan menjadi site attractions dan event attractions.
Siteattractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap
yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerah tujuan wisata seperti kebun binatang,
keraton, dan museum. Sedangkan Event Attractions adalah atraksiyang berlangsung

sementara dan lokasinya dapat diubah atau dipindah dengan mudah seperti festivalfestival, pameran, atau pertunjukan-pertunjukan kesenian daerah.
b. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)
Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas
harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat tujuan wisata
wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan
fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan Support Industries yaitu toko
souvenir, toko cuci pakaian, pemandu, daerah festival, dan fasilitas rekreasi (untuk
kegiatan).
c. Infrastrusture (infrastruktur)
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada
infrastruktur

dasar.

Perkembangan

infrastruktur

perlu

untuk

mendorong

perkembangan pariwisata. Infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya dinikmati baik


oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal disana, maka ada keuntungan bagi
penduduk yang bukan wisatawan. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah
suatu cara untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata.
d. Transportations (transportasi)
Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau pengangkutan sangat
dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan
pariwisata. Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun laut merupakan suatu
unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata.

e. Hospitality (keramahtamahan)
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang
memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi. Maka
kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan
serta keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan
merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.

2.4 Valuasi Ekonomi


Secara umum dapat didefinisikan bahwa valuasi ekonomi pada dasarnya
adalah suatu upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar
(market value) tersedia atau tidak (Susilowati, 2002). Akar dari konsep penilaian ini
sebenarnya berdasarkan pada ekonomi neoklasikal (neoclassical economic theory)
yang menekankan pada kepuasan atau keperluan konsumen. Berdasarkan pemikiran
neoklasikal ini dikemukakan bahwa penilaian setiap individu pada barang dan jasa
tidak lain adalah selisih antara keinginan membayar (willingness to pay =WTP),
dengan biaya untuk mensuplai barang dan jasa tersebut. Surplus konsumen
merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu
produk dan kesediaan untuk membayar (Samuelson dan Nordhaus,1990).
Surplus konsumen timbul karena konsumen menerima lebih dari yang
dibayarkan dan bonus ini berakar pada hukum utilitas marginal yang semakin
menurun. Sebab timbulnya surplus konsumen, karena konsumen membayar untuk tiap
unit berdasarkan nilai unit terakhir. Surplus konsumen mencerminkan manfaat yang
diperoleh karena dapat membeli semua unit barang pada tingkat harga rendah yang
sama (Samuelson dan Nordhaus, 1990).

Total Surplus Konsumen adalah bidang di bawah kurva permintaan dan di atas
garis harga Sumber : Djijono, 2002

Keterangan:
OREM = Total utilitas / kemampuan membayar konsumen
ONEM =Biaya barang bagi konsumen
NRE = Total Nilai surplus konsumen
Total economic Value (TEV) pada dasarnya sama dengan net benefit yang
diperoleh dari sumber daya alam, namun didalam konsep ini nilai yang dikonsumsi
oleh seorang individu dapat dikategorikan ke dalam dua komponen utama use value
dan non-use value (Susilowati, 2002).
Komponen pertama, yaitu use value pada dasarnya diartikan sebagai nilai
yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumber daya alam
dimana individu berhubungan langsung dengan sumber daya alam dan lingkungan.
Use value secara lebih rinci diklasifikasikan kembali kedalam direct use value dan
indirect use value. Direct use value merujuk pada kegunaan langsung dari konsumsi
sumber daya seperti penangkapan ikan, pertanian. Sementara indirect use value
merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung kepada masyarakat terhadap
barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Termasuk di
dalam kategori indirect use value ini misalnya fungsi pencegahan banjir dan nursery
ground dari suatu ekosistem(misalnya mangrove).
Komponen kedua, non-use value adalah nilai yang diberikan kepada sumber
daya alam atas keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Non-use
value lebih bersifat sulit diukur (less tangible) karena lebih didasarkan pada preferensi
terhadap lingkungan ketimbang pemanfaatan langsung. Secara detail kategori non-use
value ini dibagi kedalam sub-class yaitu existence value, Bequest value dan option
value. Existence value pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan dengan
terpeliharanya sumber daya alam dan lingkungan. Bequest value diartikan sebagai
nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan
(bequest) sumber daya untuk generasi mendatang (mereka yang belum lahir).
Sementara option value lebih diartikan sebagai nilai pemeliharaan sumber daya
sehingga pilihan untuk memanfaatkan untuk masa yang akan datang tersedia. Nilai ini
merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumber daya alam yang mungkin timbul
sehubungan dengan ketidakpastian permintaan di masa yang akan datang.

2.5 Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)


Konsep dasar dari metode travel cost adalah waktu dan pengeluaran biaya
perjalanan (travel cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk
mengunjungi tempat wisata tersebut yang merupakan hatga untuk akses ke tempat
wisata (Garrod dan Willis, 1999). Itulah yang disebut dengan willingness to pay
(WTP) yang diukur berdasarkan perbedaan biaya perjalanan.
Terdapat

beberapa

pendekatan

yang

digunakan

untuk

memecahkan

permasalahan melalui metode travel cost menurut Garrod dan Willis (1999), yaitu:
1. Pendekatan Zona Biaya Perjalanan (A simple zonal travel cost
approach),menggunakan data sekunder dan pengumpulan data dari para
pengunjung menurut daerah asal.
2. Pendekatan Biaya Perjalanan Individu(An individual travel cost approach),
menggunakan survei data dari para pengunjung secara individu.
Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (Individual
Travel Cost Method) biasanya dilaksanakan melalui survey kuesioner pengunjung
mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke
lokasi wisata yang lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi
(Suparmoko, 1997). Data tersebut kemudian digunakan untuk menurunkan kurva
permintaan dimana surplus konsumen dihitung
.Metode ini telah banyak dipakai dalam perkiraan nilai suatu taman rekreasi
dengan menggunakan berbagai variabel (Suparmoko, 2000). Pertama kali
dikumpulkan data mengenai jumlah pengunjung taman, biaya perjalanan yang
dikeluarkan, serta faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan,
dan mungkin juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data
atau informasi tersebut diperoleh dengan cara mewawancarai para pengunjung taman
rekreasi tersebut mengenai jarak tempuh mereka ke lokasi taman rekreasi tersebut,
biaya perjalanan yang dikeluarkan, lamanya waktu yang digunakan, tujuan perjalanan,
tingkat pendapatan rata-rata, dan faktor sosial ekonomi lainnya.

2.6 Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1 Perbandingan penelitian dengan penelitian sebelumnya:
No

Penulis

Judul Peneltian

Metode

Hasil Penelitian

Irma Afia
Salma dan
Indah
Susilowati

ANALISIS PERMINTAAN
OBJEK WISATA
ALAM CURUG SEWU,
KABUPATEN KENDAL
DENGAN PENDEKATAN
TRAVEL COST

Analisis
Linear
Berganda

Anthony
Fransisko
Siallagan
dan
Evi Yulia
Purwanti

ANALISIS PERMINTAAN
WISATAWAN
NUSANTARA OBJEK
WISATA BATU
KURSI SIALLAGAN,
KECAMATAN
SIMANINDO,
KABUPATEN SAMOSIR

regresi linier
berganda
dengan
pendekatan
OLS
(Ordinary
Least
Square).

1.Dari hasil uji


signifikansi diperoleh
bahwa hanya dua
variabel yang
signifikan
secara statistik yaitu
variabel travel cost ke
Curug Sewu dan
variabel jarak. Jadi
dapat
disimpulkan bahwa
variabel jumlah
kunjungan Curug
Sewu dipengaruhi oleh
variabel
biaya perjalanan ke
Curug Sewu dan Jarak.
2.Sedangkan variabel
biaya perjalanan ke
Simpang Lima,
variabel umur,
variabel pendidikan,
dan variabel
penghasilan tidak
mempengaruhi secara
signifikan terhadap
variabel jumlah
kunjungan.
. Dari ketujuh variabel
yang dianalisis
terdapat empat
variabel yang
signifikan yaitu
variabel pendapatan
individu, variabel lama
perjalanan, variabel
waktu luang dan
variabel keindahan
alam Danau Toba,
sedangkan variabel
biaya perjalanan ke
objek
wisata, variabel

fasilitas-fasilitas dan
variabel karakteristik
masyarakat tidak
signfikan
mempengaruhi jumlah
permintaan objek
wisata Batu Kursi
Siallagan.
3

Adhianto
Pramudhit
o

4
DHITA
TRIANA
DEWI

APLIKASI BIAYA
PERJALANAN (TRAVEL
COST) PADA
WISATA ALAM STUDI
KASUS: AIR TERJUN
JUMOG
KABUPATEN
KARANGANYAR

Analisis
Linear
Berganda

ANALISIS KUNJUNGAN
OBYEK WISATA WATER
BLASTER KOTA
SEMARANG

regresi
berganda
(Multiple
Linear
Regression
Method).

Hasil yang diperoleh


dari analisis biaya
perjalanan di mana
akan
menunjukan surplus
konsumen dan total
manfaat bagi
pengunjung Air
Terjun Jumog. Total
manfaat pengunjung
pada karcis masuk
sama dengan
nol adalah sebesar
Rp74.578.533,33,-,
sedangkan jika surplus
konsumen
per 1000 penduduk
per tahun pada tarif
karcis masuk Rp
3000,- adalah Rp
41.230.347,21,-.
Besaran nilai rata-rata
kesediaan untuk
membayar (WTP)
per pengunjung
terhadap
pengembangan
fasilitas di Air Terjun
Jumog
adalah Rp 7014,06,dan faktor pendapatan
berpengaruh
signifikan.
1.Dari ke lima variabel
yang dianalisis
terdapat empat
variabel yang
signifikan yaitu
variabel fasilitas,
variabel permainan,
variabel penghasilan

rata-rata per bulan


dan variabel jarak,
sedangkan variabel
harga tiket di
obyek wisata lain yang
sejenis dinyatakan
tidak berpengaruh
terhadap
frekuensi jumlah
kunjungan ke obyek
wisata Water Blaster,
dan memiliki
tanda negatif
dikarenakan
wisatawan
menganggap tempat
wisata yang
berbeda sebagai
bagian pelengkap dari
pengalaman
wisatanya.

2.7 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan penenelitian terdahulu dan landasan teori, penilaian ekonomi terhadap
sektot pariwisata di pengaruhi oleh berbagai variabel-variabel. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan variabel dependen jumlah kunjungan objek wisata Lawang Sewu dan variabel
independennya yaitu jumlah biaya perjalanan ke objek wisata Lawang Sewu, jumlah biaya
perjalanan ke objek wisata lain, pendapatan ,umur,jarak yang ditempuh untuk menuju objek
wisata Lawang Sewu dan lama perjalanan menuju Lawang Sewu yang dapat dijabarkan
sebai berikut.

Gambar 2.6
Kerangka Pemikiran

PENDAPATAN

Travel Cost Objek


Wisata Lawang Sewu
Travel Cost Objek
Wisata

Jarak

UMUR

Jumlah Kunjungan
objek wisata Lawang
Sewu

BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Untuk mengurangi dan menghindari terjadinya kekaburan dalam pembahasan,
perlu untuk memberikan pengertian atau definisi operasional dari masing-masing
variabel yang dibahas, variabel-variabel tersebut adalah :
1.Jumlah kunjungan wisatawan (Y) dalam penelitian ini adalah frekuensi
wisatawan dalam melakukan kunjungan ke obyek wisata (Berapa kali
setahun).
2.Pendapatan(pdt) adalah pendapatan dari wisatawan (Rp. Per bulan).
3.Travel cost ke obyek wisata lawang Sewu (tc1)adalah nilai manfaat dari
suatu situs/kawasan akan setara dengan biaya perjalanan yang dilakukan oleh
masyarakat untuk mengunjungi lawang Sewu (Rp. Per Kunjungan).
4.Travel Cost objek wisata lain(tc2) yaitu kawasan Kota lama adalah nilai
manfaat dari suatu situs/kawasan akan setara dengan biaya perjalanan yang
dilakukan oleh masyarakat untuk mengunjungi obyek wisata tersebut (Rp. Per
kunjungan).
5.Jarak(jrk) adalah Jarak tempat tinggal pengunjung untuk sampai objek
wisata Lawang sewu
6.umur (age) adalah umur Pengunjung
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung objek wisata Lawang sewu
yang melakukan rekreasi dengan jumlah yang tidak diketahui secara pasti. Sedangkan
pengambilan sampel dilakukan dengan pertimbangan bahwa populasi yang ada tidak
diketahui jumlahnya secara pasti, sehingga berdasarkan rule of thumb diperoleh

jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden karena dianggap mendekati
kurva normal. Sedangkan metode sampling yang digunakan adalah quoted accidental
sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara sembarang
(ditujukan kepada siapa saja yang ditemui di lokasi) namun dibatasi jumlahnya.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
bebas yaitu: pendapatan, biaya perjalanan, biaya perjalanan ke obyek lain, lama
perjalanan dan fasilitas terhadap variabel terikatnya yaitu kunjungan wisatawan.
Persamaan regresi tobit adalah sebagai berikut :
Y = a + b1pdt + b2 tc1 + b3tc2 + b4jrk + b5age+e
Keterangan :
a = Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5= Koefisien garis regresi
e = error / variabel pengganggu
Y= kunjungan wisatawan
pdt= pendapatan
tc1=travel cost lawang sewu
tc2= travel cost objek wisata lain(Kawasan Kota lama)
jrk= jarak
age=umur
selain itu variabel pendidikan,fasilitas,pelayanan merupakan variabel yang tidak
dijelaskan dalam model

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lawang Sewu


Objek wisata Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa
Tengah yang merupakan kantor dari Nehterlands-Indische Spoorweg Maatschappij
atau NIS. Dibangun tahun 1904 dan selesai pada 1907. Terletak di bundaran Tugu
Muda yang dulu di sebut Whilhelmnaplein. Masyarakat setempat menyebutnya
dengan Lawang Sewu karena memiliki pintu yang sangat banyak, tetapi pada
kenyataanya jumlah pintu tidak sapai seribu. Bangunan ini memilki jendela yang
besar dan lebar sehingga masyarakat sering menggagapnya sebagi pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai
kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau pada masa sekarang
PT Kereta Api Indonesia. Selain itu Lawang Sewu ini pernah dipakai sebagai Kantor
Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan kantor wilayah
(Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini
memiliki catatan sejarah tersenditi yaitu ketika berlangsungnnya pertempuran lima
hari di Semarang (14 Oktober 19 Oktober 1945), dimana di kantor ini terjadi
pertempuran hebat antara pemuda AMKA atau Angktan Muda Kereta Api melayan
Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan
surat keputusan wali kota Nomor.650/50/1992, memasukan Lawang Sewu Ssebagai
salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut
dilindungi.

4.2 Analisis regresi Tobit


Dependent Variable: Y
Method: ML - Censored Normal (TOBIT) (Newton-Raphson / Marquardt
steps)
Date: 01/08/16 Time: 10:32
Sample: 1 100
Included observations: 100
Left censoring (value) at zero
Convergence achieved after 4 iterations
Coefficient covariance computed using observed Hessian
Variable

Coefficient

Std. Error

z-Statistic

Prob.

C
PDT
TC1
TC2
JRK
AGE

2.712325
7.19E-07
-2.19E-05
-4.35E-06
-0.021285
-0.007796

0.558730
6.99E-08
3.16E-06
3.08E-06
0.005545
0.024145

4.854446
10.27805
-6.936825
-1.414268
-3.838844
-0.322896

0.0000
0.0000
0.0000
0.1573
0.0001
0.7468

14.14214

0.0000

Error Distribution
SCALE:C(7)
Mean dependent var
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Avg. log likelihood
Left censored obs
Uncensored obs

0.269076
1.670000
0.278674
7.222324
-10.61764
-0.106176
0
100

0.019027

S.D. dependent var


Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.

Right censored obs


Total obs

0.739301
0.352353
0.534715
0.426158

0
100

Y=-2.712325 -0,0000000719PDT-0,00000219tc1-0,000000435tc2-0,021285jrk0,007796 age

Dari output hasil estimasi regresi tobit ,Variabel pendapatan individu menunjukkan tanda
positif, yang berarti semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin tinggi jumlah
kunjungan wisata ke Lawang Sewu sebagaimana hubungan antara jumlah permintaan dan
pendapatan(income) dalam teori permintaan. Hal ini berarti bahwa Lawang Sewu merupakan
barang normal. Akan tetapi karena nilainya yang sangat kecil ( 0, 0000000719) maka
Lawang Sewu merupakan barang normal yang cenderung inferior.

Dari hasil penghitungan regresi tobit menunjukkan konsistensi terhadap teori bahwa
biaya perjalanan (travel cost) memberikan tanda negatif. Hal ini menjelaskan bahwa
pengunjung wisata Lawang Sewu memilih untuk lebih banyak melakukan kunjungan wisata
pada biaya perjalanan yang lebih rendah sebagaimana hubungan antara harga dan jumlah
barang yang dibeli (hukum permintaan dalam teori ekonomi). Dari persamaan diketahui nilai
koefisien dari variabel biaya perjalanan bertanda negatif yaitu -0,00000219 dan signifikansi
0,0000 yang artinya travel cost mempengaruhi secara positif terhadap jumlah kunjungan
objek wisata Lawang Sewu . Variabel biaya perjalanan dengan nilai koefisien regresi0,00000219 berarti kenaikan biaya perjalanan akan menurunkan jumlah permintaan
sebanyak0,00000219 kali dengan asumsi pendapatan individu, lama perjalanan, waktu luang,
fasilitas-fasilitas, dan biaya perjalanan objek wisata lain dalam keadaan tetap (konstan).
Biaya perjalanan wisatawan meliputi transportasi, konsumsi, akomodasi, retribusi,
dokumentasi, souvenir / oleh-oleh dan biaya lain-lain.
Variabel biaya perjalanan di objek wisata lain yang dalam hal ini dipilih Kawasan
Kota Lama , menunjukkan tanda negatif yang berarti terjadi hubungan komplementer antar
kedua barang. Dari hasil estimasi diatas variabel biaya perjalanan objek wisata lain
menunjukan tanda negatif -0,000000435 yaitu dengan tingkat signifikansi 0.1573

yang

berarti varibael biaya objek wisata lain memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap
permintaan kunjungan Lawang Sewu Semarang.
Sementara itu Variabel Jarak menunjukan tanda negatif -0,007796 dengan tingkat
signifikansi 0,0001 yang artinya semakin jauh jarak perjalanan menuju objek wisata Lawang
sewu dapat menurunkan jumlah permintaan sebesar 0.023201.sehingga jarak memengaruhi
positif terhadap jumlah kunjungan objek wisata lawang sewu
Menurut James J.Spillane (1987:87) salah satu sifat-sifat khusus dari pariwisata
adalah produk wisata tidak dapat dipindahkan sehingga wisatawan harus datang ke objek
wisata untuk dapat bisa menikmati produksi wisata yang ditawarkan. Oleh karena itu,
aksesibilitas ke daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi berpengaruh terhadap jumlah
permintaan dari pariwisata. Dengan tersedianya sarana transportasi yang mendukung
aksesibilitas menjadi semakin mudah untuk menjangkau objek wisata maka akan mengurangi
lama perjalanan yang harus ditempuh dan juga akan berpengaruh terhadap biaya perjalanan
yang dikeluarkan oleh wisatawan. Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan semakin jauh
jarak tempat tinggal wisatawan ke objek wisata lawang sewu maka jumlah permintaan akan

semakin menurun dikarenakan lama perjalanan yang semakin lama dan biaya perjalanan yang
dikeluarkan akan bertambah untuk menjangkau objek wisata.
Variabel umur menunjukkan tanda negatif yaitu -0.007796 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0.7468 artinya variabel umur tidak berpengaruh terhadap jumlah kunjungan objek
wisata Lawang Sewu. Jadi ketika umur semakin sedikit tidak akan mengurangi permintaan
kunjungan Lawang Sewu.

4.3 Valuasi Ekonomi


Y=-2.712325-0,0000000719-0,00000219-0,000000435-0,0212850,007796

Selanjutnya, fungsi permintaan hasil perhitungan regresi digunakan


untuk menghasilkan surplus konsumen sebagai nilai ekonomi. Untuk
menghitung surplus konsumen per individu per tahun digunakan
perhitungan integral dengan batas atas adalah biaya perjalanan tertinggi
dan batas bawah adalah minimum biaya perjalanan. Dari data diperoleh
bahwa biaya perjalanan teringgi adalah Rp 100.000,- dan terendah adalah
Rp 50.000
Dari Hasil perhitungan Integral diperoleh surplus konsumen per
individu per tahun adalah Rp 138,335 .Kemudian untuk memperoleh nilai
ekonomi ,maka nilai surplus konsumen dikali dengan jumlah pengunjung
sebanyak 37.650 pada tahun 2014 sehingga di dapat sebesar
5.208.312.750 sebagai nilai ekonomi .dan kemampuan membayar
masyarakat sebesar 138.335 masih diatas biaya rata rata yaitu sebesar
71.150

BAB V
KESIMPULAN

1. Dari uji signifikansi 5 variabel yang diteliti variabel 3 variabel yang menunjukkan positif
signifikan yaitu pendapatan, travel cost Lawang Sewu dan Jarak
2. Dari hasil estimasi regresi tobit maka objek wisata Lawang Sewu dan Kawasan Kota
Lama memiliki hubungan komplementer antar kedua barang tersebut
3. Surplus konsumen per individu per tahun adalah Rp 138,335 .Kemudian untuk
memperoleh nilai ekonomi ,maka nilai surplus konsumen dikali dengan jumlah pengunjung
yang diwawancarai pada tahun 2015 sehingga di dapat sebesar 5.208.312.750 sebagai nilai
ekonomi .dan kemampuan membayar masyarakat sebesar 138.335 masih diatas biaya rata
rata yaitu sebesar 71.150 .Hal ini berarti Objek Wisata Alam Lawang Sewu memberikan
manfaat yang lebih besar dari apa yang ditawarkan terhadap para pengunjung dan juga dari
biaya yang harus mereka keluarkan agar dapat menikmati Lawang Sewu.

LAMPIRAN
Dx = Qx = 2,712325 0,0000004351
Batas atas = 100.000
Batas bawah

= 50.000

100000

Sk=

( 2,712325 0,0000004351 )

50000

2,712325P

0,0000004351
P
2

2,712325 (100000 )+

100000
| 50000

0,0000004351(100000)2
0,0000004351( 50000)2
2,712325 ( 50000 ) +
2
2

= (271.232,5 + 2175) (135.616,25 + 543,75)


= 273.407,5 135.072,5
= 138.335 per individu per tahun

Total nilai ekonomi = 138.335 x 37.650 = 5.208.312.750


Kemampuan membayar masyarakat sebesar 138.335 masih diatas
biaya rata-rata yaitu sebesar 71.150

DAFTAR PUSTAKA
http://semarangkota.bps.go.id/
http://www.scribd.com/doc/80882234/Teori-Pariwisata-dasar#scribd
http://seputarsemarang.com/daftar-obyek-wisata-di-semarang-9261/
Salma, Irma Afia dan Indah Susilowati. 2004. Analisis Permintaan Objek
Wisata Alam
Curug Sewu, Kabupaten Kendal dengan Pendekatan Travel Cost. Jurnal
Dinamika
Pembangunan, Vol 1 No. 2/Des 2004.
Anthony Fransisko Siallagan
Evi Yulia Purwanti, SE, M.Si.ANALISIS
PERMINTAAN WISATAWAN NUSANTARA OBJEK WISATA BATUKURSI
SIALLAGAN, KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR
Spillane, James.J. 1987. Pariwisata Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Semarang dalam angka 2012-2014 BAPPEDA KOTA SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai