BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sektor pariwisata mempunyai peranan penting dalam pembangunan sebuah
bangsa, khususnya perekonomian negara karena kegiatan pariwisata merupakan salah
satu sumber pendapatan yang cukup pontensial. Menurut buku tourism industry 2000,
Pariwisata dilihat sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka
pariwisata adalah sebagai suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambahan
terhadap barang dan jasa sebagai satu kesatuan produk yang nyata (real goods)
ataupun yang berupa jasa jasa (services) yang dihasilkan melalui proses produksi.
Yang dimaksud dengan product dalam ilmu ekonomi, adalah sesuatu yang
dihasilkan melalui proses produksi.
Dalam pengertian ini, ditekankan bahwa tujuan akhir dari suatu proses
produksi tidak lain adalah suatu barang (product) yang dapat digunakan untuk
berbagai tujuan guna untuk memenuhi kebutuhan manusia, selain itu dalam
pembangunan suatu daerah, pariwisata menyimpan potensi yang sangat besar. Dengan
itu perkembangan dunia wisata diharapkan akan berdampak pada peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan, hal ini perlu didukung dengan tersedianya fasilitas-fasilitas
umum pendukung industri pariwisata, di samping dengan terus memperbaiki outlook
dari daya tarik wisata yang ditawarkan. Pariwisata juga merupakan komoditas yang
dibutuhkan oleh setiap individu. Karena aktivitas berwisata bagi seorang individu
dapat meningkatkan daya kreatif, menghilangkan kejenuhan kerja, relaksasi,
kesehatan.
Dalam industri pariwisata terbuka peluang untuk meningkatkan perolehan
devisa negara dan meningkatkan perekonomian suatu negara. Dalam perekonomian
suatu negara, apabila dikembangkan secara terpadu dan berencana, maka peran sektor
pariwisata akan melebihi sektor migas serta industri lainnya. Maju dan
berkembangnya pariwisata dapat mengembangkan daerah-daerah miskin menjadi
lokasi baru. Banyak negara bergantung pada industri pariwisata, karena pariwisata
sebagai sumber pajak dan pendapatan bagi pemerintah maupun perusahaan yang
menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, pengembangan industri pariwisata
ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh perusahaan maupun pemerintah untuk
mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan
perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada para wisatawan. Semakin
besar pendapatan seseorang, maka akan semakin besar pula bagian yang disisihkan
untuk berpariwisata (Spillane, 1994).
Perkembangan sektor pariwisata dewasa ini menunjukkan kemajuan yang
cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat wisata yang ada.
Berkembangnya sektor pariwisata juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan
transportasi. Kota Semarang merupakan Ibukota Jawa Tengah sebenarnya menyimpan
begitu banyak keunikan yang dapat dinikmati. Sektor pariwisata di Semarang
mempunyai potensi yang cukup besar di mana Kota Semarang memiliki tempat yang
syarat akan nilai sejarah dan budaya yang berpotensi menjadi daerah tujuan wisata di
Jawa Tengah. Semarang memiliki keunikan dari bentuk geologisnya yang jarang
ditemui di kota-kota lain, Semarang terbagi menjadi daerah dengan dua iklim, yaitu
iklim panas dan sejuk. Iklim yang panas terjadi karena kota berada di pesisir pantai
Semarang yang merupakan dataran rendah, sedangkan iklim yang sejuk didapat
karena sebagian Kota Semarang letaknya berada tidak jauh dari gunung Ungaran.
Kota Semarang selama ini dikenal sebagai kota industri dan bisnis, tetapi
bukan berarti Semarang tidak memiliki tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Kota Semarang memiliki wisata budaya dan wisata sejarah seperti Museum
Ronggowarsito, Museum Mandala Bakti, Museum Nyonya Meneer, Museum Jamu
Jago, Taman Budaya Raden saleh, Museum Rekor Indonesia (MURI). Selain wisata
budaya dan wisata sejarah, ada juga tempat wisata yang menonjolkan keindahan alam
seperti Wisata Alam Goa Kreo, Taman Rekreasi Tanjung Mas, Kampoeng Wisata
Taman Lele, Kebun Binatang Mangkang. Semarang juga memiliki wisata buatan
seperti Kolam Renang Ngalian Tirta Indah,Taman Rekreasi Marina, Taman Ria
Wonderia, Paradise Club ,Water Blaster dan Lawang Sewu. Untuk memenuhi
kebutuhan para wisatawan, terdapat banyak hotel di Semarang dari yang paling murah
hingga hotel berbintang. Transportasi yang mudah dan nyaman dengan biro
perjalanan yang siap memandu perjalanan para wisatawan.
Salah satu objek wisata yang terkenal di Semarang adalah Lawang Sewu.
Objek wisata Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah
yang merupakan kantor dari Nehterlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS.
Dibangun tahun 1904 dan selesai pada 1907.terletak di bundaran Tugu Muda yang
dulu di sebut Whilhelmnaplein.Masyarakat setempat menyebutnya dengan Lawang
Sewu karena memiliki pintu yang sangat banyak, tetapi pada kenyataanya jumlah
pintu tidak sapai seribu.Bangunan ini memilki jendela yang besar dan lebar sehingga
masyarakat sering menggagapnya sebagi pintu (lawang).
Dari waktu ke waktu kini Lawang Sewu bukan saja hanya sebagai tempat
bersejarah,namun juga sebagai tempat yang berpotensi sebagai salah satu tujuan
wisata di Kota Semarang.Saat ini Lawang Sewu memiliki peminat yang cukup besar
terutama di kalangan pemuda di Kota Semarang. Selain tempat bersejarah Lawang
Sewu memiliki potensi yang lain misalnya, sebagai tempat pengambilan foto yang
dikarenakan bangunan kuno yang jarang di temukan di kota-kota lain, selain wisata
sejarah Lawang Sewu memiliki potensi dalam wisata mistis yang di gemari para
pemuda. Dalam hal ini seharusnya pemerintah memiliki perhatian yang khusus
terhadap pengembangan Lawang Sewu yang merupakan salah satu tempat sejarah
yang ada di Indonesia. Berdasarkan potensi wisata yang dimiliki Kota Semarang
maka
kami
tertarik
PERMINTAAN
untuk
melakukan
penelitian
berjudul
ANALISIS
BAB II
LANDASAN TEORI
segala
sesuatu
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan pariwisata;
e. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyelenggarakan
jasa pariwisata, menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata,
usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut;
f. Obyek dan Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran
wisata;
g. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata;
h. Menteri Pariwisata adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
kepariwisataan.
Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara,
dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam
dan ilmu( Spillane, 1987).
pariwisata
tergantung
dari
ciri-ciri
wisatawan
atau
penghasilan, umur, tingkat pendidikan, motivasi, watak, kewarganegaraan, jenis kelamin dan
kelompok sosial ekonomi. Ciri-ciri ini masing-masing akan mempengaruhi kecenderungan
orang untuk berpergian dan pilihan tujuan perjalanannya. Permintaan juga ditentukan oleh
sifat-sifat tempat tujuan, perjalanan, daya tariknya, harga dan efektif tidaknya kegiatan
pemasaran tempat tujuan. Kebijakan pemerintah dapat menaikkan atau menurunkan
permintaan akan pariwisata secara langsung dan sengaja dan secara tidak langsung
melalui faktor-faktor yang penting bagi wisatawan seperti keamanan (Salah Wahab, 1989).
Permintaan pariwisata mengandalkan total anggaran yang tersedia untuk belanja dan
pilihan untuk relativitas pariwisata terhadap barang dan jasa lainnya. Pada sebuah kondisi
ekstrim, seseorang dapat mengalokasikan seluruh anggarannya untuk berpariwisata dan selain
itu juga dapat digunakan seluruhnya untuk mengkonsumsi barang lain. Seluruh kemungkinan
kombinasi digambarkan sepanjang budged line, T1 dan G1 adalah contoh kombinasi
seseorang dalam mengkonsumsi kedua barang tersebut. Titik 0T adalah jumlah pariwisata
yang akan dinikmati jika seseorang membelanjakan seluruh anggarannya untuk berwisata,
dan 0G adalah jumlah barang lain yang akan dikonsumsi jika tidak ada pengeluaran untuk
pariwisata, dengan garis TG menunjukkan kombinasi tengah- tengah. Jumlah pariwisata dan
barang lain yang mungkin dikonsumsi atau dinikmati tergantung pada harga relatif pariwisata
dan barang lain sehingga harga pariwisata yang lebih rendah akan membuat lebih banyak
konsumsi pariwisata, dan sebaliknya (Sinclair dan Stabler, 1997).
Kombinasi pariwisata dan barang lain yang diputuskan untuk dibeli seseorang
tergantung dengan preferensi mereka. Kombinasi alternatif antara pariwisata dan barang
lain dapat memberikan tingkat kepuasan yang sama terhadap konsumen, misalnya
konsumsi pariwisata yang rendah dan konsumsi barang lain yang tinggi memberikan
kepuasan yang sama seperti konsumsi pariwisata
lain
yang
rendah,
yang
tinggi
dan
konsumsi
barang
Seseorang dapat mengalokasikan anggaran antara untuk pariwisata dan barang lainnya
dengan memilih kombinasi yang memaksimalkan kepuasan. Pada titik D, dimana kurva
indiferen bersinggungan dengan budget line, menghasilkan tingkat pariwisata 0T1 dan
konsumsi 0G1 dari barang lain. Seseorang dengan preferensi yang lebih kuat kepada
pariwisata akan mengambil kombinasi sebelah kiri pada titik D, sedangkan seseorang yang
lebih
banyak
dan
memiliki
Orang harus memutuskan selain tidak hanya kombinasi yang disukai antara
pariwisata (relatif) terhadap barang lain, namun juga kombinasi yang paling disukai antara
berbagai jenis pariwisata. Sebagai contoh, seorang wisatawan dapat membelanjakan seluruh
anggaran berwisatanya untuk berkunjung ke teman dan relatif atau seluruhnya untuk berlibur
di lokasi baru ke luar negeri, selain itu juga dapat memilih beberapa kombinasi dari
keduanya. Posisi optimal sekali lagi tergantung pada anggaran dan preferensi seseorang serta
diasumsikan bahwa anggaran dialokasikan antara jenis-jenis pariwisata yang berbeda agar
memaksimalkan kepuasan. Kombinasi optimal antara mengunjungi teman dan berlibur di luar
negeri dapat diilustrasikan dengan grafik seperti Gambar 2.1. Namun dengan jenis pariwisata
yang berbeda yang diukur pada sumbunya dan ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Pada
kenyataannya, mungkin ada lebih dari dua kombinasi, hal ini dapat ditunjukkan secara
matematis namun tidak dapat ditunjukkan secara diagram (Sinclair dan Stabler, 1997).
Pada jenis kasus pariwisata yang berbeda, seseorang mungkin memilih sebuah
kombinasi dari jenis-jenis pariwisata. Namun, hal ini bukanlah satu- satunya hasil yang
mungkin terjadi sebagai satu jenis pariwisata, mungkin adalah pengganti (substitute) atau
pelengkap (complement) bagi yang lain. Sebagai contoh, beberapa wisatawan Amerika
yang pergi ke Eropa menganggap tujuan ke negara-negara Eropa yang berbeda sebagai
bagian pelengkap dari pengalaman wisatanya daripada sebagai pengganti, misalnya London
dan Paris mungkin dianggap sebagai bagian tetap dan pelengkap dari pengeluaran yang
dialokasikan untuk masing-masing. Masalah ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2,
dimana budget line TPTL menunjukan bagaimana kombinasi pengeluaran yang berbeda
untuk pariwisata dapat dialokasikan untuk dua tujuan. Namun kurva indeferen II berbentuk L
menunjukkan bahwa orang tersebut berharap mengalokasikan bagian-bagian anggaran
untuk masing-masing (Sinclair dan Stabler, 1997).
Gambar2.2
Tujuan Wisata Sebagai Barang Pelengkap
Kasus
alternatif tentang
tujuan
wisata
sebagai
pengganti
(substitute) boleh
diterapkan
pada
liburan di Sydney
New
York,
seperti
yang
dan
dialokasikan untuk pariwisata pada setiap tempat tujuan. Namun, kurva indeferen IBIB
menunjukkan bahwa orang B menganggap kedua tempat tujuan tersebut sebagai substitusi
dan memilih New York sebagai tujuan yang lebih disukai. Orang C yaitu orang yang berbeda,
juga menganggap kedua tempat tujuan tersebut sebagai substitusi namun memiliki
preferensi yang berbeda, diilustrasikan dengan kurva indeferen ICIC, dan memilih Sydney
daripada New York (Sinclair dan Stebler, 1997).
Gambar 2.3
Tujuan Wisata Sebagai Barang Pengganti
berturut-turut
budget
line
sebelum
dan
keduanya sejajar karena asumsi harga relatif untuk pariwisata dan barang lain adalah konstan.
Kurva indeferen diikutkan untuk mengilustrasikan preferensi seseorang.
Gambar 2.4
Perubahan Pendapatan Dalam Konsumsi Pariwisata
ke 0T3
I3, kenaikan
permintaan berhubungan secara positif dengan pendapatan dan naik lebih dari nilai
proporsionalnya, maka barang tersebut dikenal dengan barang mewah (luxury) dan jika
permintaan naik kurang dari nilai proporsionalnya, maka barang tersebut dikenal dengan
barang kebutuhan dasar (necessity). Dalam konsep elastisitas, permintaan barang luxury
dikatakan elastis berkaitan dengan perubahan pendapatan dan inelastis untuk necessity
(Sinclair dan Stebler, 1997).
Kasus kedua menyangkut pengaruh permintaan pariwisata atas perubahan harga
relatif dengan asumsi pendapatan konstan. Permintaan dan harga biasanya berhubungan
negatif, sehingga penurunan harga secara normal berhubungan dengan
kenaikan
Gambar 2.5
Pengaruh Perubahan Harga Dalam Konsumsi Pariwisata
sama, dimana harga yang satu berubah relatif terhadap harga dari yang lain. Jadi, misalnya,
warga Inggris mungkin sedang memikirkan salah satu dari dua tempat liburan di Mediterania
satu di Perancis dan yang lain di Italia, namun nilai franc Perancis naik terhadap
poundsterling sementara lira tetap tidak berubah, tempat liburan di Italia akan dipilih
(Sinclair dan Stabler, 1997).
Fungsi permintaan pariwisata dapat ditulis sebagai berikut:
D = f (X1, X2, Xn)
(2.1)
Dimana D adalah permintaan pariwisata dan X1, X2, . Xn adalah sebagai variabel
indepnden yang berkedudukan sebagai faktor yang mempengaruhi permintaan.
Untuk
mengembangkan jenis sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata tersebut.
Jenis-jenis pariwisata tersebut adalah (Spillane, 1987 : 28-31):
1. Pariwisata untuk Menikmati Perjalanan (Pleasure Tourism)
Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk mengetahui
kehendak ingin tahunya, untuk menikmati keindahan alam, untuk mengetahui hikayat
rakyat setempat, untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota,
atau bahkan sebaliknya untuk menikmati hiburan di kota-kota besar ataupun ikut serta
dalam
keramaian
pusat-pusat
wisatawan.
Sementara
orang-orang
Sporting Torism of the Practitioners, yaitu pariwisata olah raga bagi mereka
yang
ingin
berlatih
dan
mempraktekan
sendiri,
seperti pendakian
gunung, olah raga naik kuda, berburu, memancing, dan lain- lain.
5. Pariwisata untuk Urusan Usaha Dagang (Business Tourism)
Dalam istilah business tourism tersirat tidak hanya proffesional trips yang dilakukan
kaum pengusaha atau industrialis, tetapi juga mencakup semua kunjungan ke
pameran, kunjungan ke instalasi teknis yang bahkan menarik orang-orang di luar
profesi ini. Juga harus pula diperhatikan bahkan kaum pengusaha tidak hanya
bersikap dan berbuat sebagai konsumen, tetapi dalam waktu-waktu bebasnya, sering
berbuat sebagai wisatawan biasa dalam pengertian sosiologis karena mengambil dan
memanfaatkan keuntungan dari atraksi yang terdapat di negara lain tersebut.
6. Pariwisata untuk Berkonvensi (Convention Tourism)
Peranan jenis pariwisata ini makin lama makin penting. Pariwisata untuk berkonvensi
berhubungan dengan konferensi, simposium, sidang dan seminar internasional.
Menurut Mappi (2001 : 30-33) obyek wisata dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu:
1) Obyek wisata alam, misalnya: laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai,
fauna (langka), flora (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan
alam, dan lain-lain.
2) Obyek wisata budaya, misalnya: upacara kelahiran, tari-tari (tradisional),
musik (tradisional, pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah,
upacara
panen,
cagar
budaya,
bangunan
bersejarah,
peninggalan
sementara dan lokasinya dapat diubah atau dipindah dengan mudah seperti festivalfestival, pameran, atau pertunjukan-pertunjukan kesenian daerah.
b. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)
Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas
harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat tujuan wisata
wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan
fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan Support Industries yaitu toko
souvenir, toko cuci pakaian, pemandu, daerah festival, dan fasilitas rekreasi (untuk
kegiatan).
c. Infrastrusture (infrastruktur)
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada
infrastruktur
dasar.
Perkembangan
infrastruktur
perlu
untuk
mendorong
e. Hospitality (keramahtamahan)
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang
memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi. Maka
kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan
serta keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan
merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.
Total Surplus Konsumen adalah bidang di bawah kurva permintaan dan di atas
garis harga Sumber : Djijono, 2002
Keterangan:
OREM = Total utilitas / kemampuan membayar konsumen
ONEM =Biaya barang bagi konsumen
NRE = Total Nilai surplus konsumen
Total economic Value (TEV) pada dasarnya sama dengan net benefit yang
diperoleh dari sumber daya alam, namun didalam konsep ini nilai yang dikonsumsi
oleh seorang individu dapat dikategorikan ke dalam dua komponen utama use value
dan non-use value (Susilowati, 2002).
Komponen pertama, yaitu use value pada dasarnya diartikan sebagai nilai
yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumber daya alam
dimana individu berhubungan langsung dengan sumber daya alam dan lingkungan.
Use value secara lebih rinci diklasifikasikan kembali kedalam direct use value dan
indirect use value. Direct use value merujuk pada kegunaan langsung dari konsumsi
sumber daya seperti penangkapan ikan, pertanian. Sementara indirect use value
merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung kepada masyarakat terhadap
barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Termasuk di
dalam kategori indirect use value ini misalnya fungsi pencegahan banjir dan nursery
ground dari suatu ekosistem(misalnya mangrove).
Komponen kedua, non-use value adalah nilai yang diberikan kepada sumber
daya alam atas keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Non-use
value lebih bersifat sulit diukur (less tangible) karena lebih didasarkan pada preferensi
terhadap lingkungan ketimbang pemanfaatan langsung. Secara detail kategori non-use
value ini dibagi kedalam sub-class yaitu existence value, Bequest value dan option
value. Existence value pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan dengan
terpeliharanya sumber daya alam dan lingkungan. Bequest value diartikan sebagai
nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan
(bequest) sumber daya untuk generasi mendatang (mereka yang belum lahir).
Sementara option value lebih diartikan sebagai nilai pemeliharaan sumber daya
sehingga pilihan untuk memanfaatkan untuk masa yang akan datang tersedia. Nilai ini
merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumber daya alam yang mungkin timbul
sehubungan dengan ketidakpastian permintaan di masa yang akan datang.
beberapa
pendekatan
yang
digunakan
untuk
memecahkan
permasalahan melalui metode travel cost menurut Garrod dan Willis (1999), yaitu:
1. Pendekatan Zona Biaya Perjalanan (A simple zonal travel cost
approach),menggunakan data sekunder dan pengumpulan data dari para
pengunjung menurut daerah asal.
2. Pendekatan Biaya Perjalanan Individu(An individual travel cost approach),
menggunakan survei data dari para pengunjung secara individu.
Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (Individual
Travel Cost Method) biasanya dilaksanakan melalui survey kuesioner pengunjung
mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke
lokasi wisata yang lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi
(Suparmoko, 1997). Data tersebut kemudian digunakan untuk menurunkan kurva
permintaan dimana surplus konsumen dihitung
.Metode ini telah banyak dipakai dalam perkiraan nilai suatu taman rekreasi
dengan menggunakan berbagai variabel (Suparmoko, 2000). Pertama kali
dikumpulkan data mengenai jumlah pengunjung taman, biaya perjalanan yang
dikeluarkan, serta faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan,
dan mungkin juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data
atau informasi tersebut diperoleh dengan cara mewawancarai para pengunjung taman
rekreasi tersebut mengenai jarak tempuh mereka ke lokasi taman rekreasi tersebut,
biaya perjalanan yang dikeluarkan, lamanya waktu yang digunakan, tujuan perjalanan,
tingkat pendapatan rata-rata, dan faktor sosial ekonomi lainnya.
Penulis
Judul Peneltian
Metode
Hasil Penelitian
Irma Afia
Salma dan
Indah
Susilowati
ANALISIS PERMINTAAN
OBJEK WISATA
ALAM CURUG SEWU,
KABUPATEN KENDAL
DENGAN PENDEKATAN
TRAVEL COST
Analisis
Linear
Berganda
Anthony
Fransisko
Siallagan
dan
Evi Yulia
Purwanti
ANALISIS PERMINTAAN
WISATAWAN
NUSANTARA OBJEK
WISATA BATU
KURSI SIALLAGAN,
KECAMATAN
SIMANINDO,
KABUPATEN SAMOSIR
regresi linier
berganda
dengan
pendekatan
OLS
(Ordinary
Least
Square).
fasilitas-fasilitas dan
variabel karakteristik
masyarakat tidak
signfikan
mempengaruhi jumlah
permintaan objek
wisata Batu Kursi
Siallagan.
3
Adhianto
Pramudhit
o
4
DHITA
TRIANA
DEWI
APLIKASI BIAYA
PERJALANAN (TRAVEL
COST) PADA
WISATA ALAM STUDI
KASUS: AIR TERJUN
JUMOG
KABUPATEN
KARANGANYAR
Analisis
Linear
Berganda
ANALISIS KUNJUNGAN
OBYEK WISATA WATER
BLASTER KOTA
SEMARANG
regresi
berganda
(Multiple
Linear
Regression
Method).
Gambar 2.6
Kerangka Pemikiran
PENDAPATAN
Jarak
UMUR
Jumlah Kunjungan
objek wisata Lawang
Sewu
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden karena dianggap mendekati
kurva normal. Sedangkan metode sampling yang digunakan adalah quoted accidental
sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara sembarang
(ditujukan kepada siapa saja yang ditemui di lokasi) namun dibatasi jumlahnya.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
bebas yaitu: pendapatan, biaya perjalanan, biaya perjalanan ke obyek lain, lama
perjalanan dan fasilitas terhadap variabel terikatnya yaitu kunjungan wisatawan.
Persamaan regresi tobit adalah sebagai berikut :
Y = a + b1pdt + b2 tc1 + b3tc2 + b4jrk + b5age+e
Keterangan :
a = Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5= Koefisien garis regresi
e = error / variabel pengganggu
Y= kunjungan wisatawan
pdt= pendapatan
tc1=travel cost lawang sewu
tc2= travel cost objek wisata lain(Kawasan Kota lama)
jrk= jarak
age=umur
selain itu variabel pendidikan,fasilitas,pelayanan merupakan variabel yang tidak
dijelaskan dalam model
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
PDT
TC1
TC2
JRK
AGE
2.712325
7.19E-07
-2.19E-05
-4.35E-06
-0.021285
-0.007796
0.558730
6.99E-08
3.16E-06
3.08E-06
0.005545
0.024145
4.854446
10.27805
-6.936825
-1.414268
-3.838844
-0.322896
0.0000
0.0000
0.0000
0.1573
0.0001
0.7468
14.14214
0.0000
Error Distribution
SCALE:C(7)
Mean dependent var
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Avg. log likelihood
Left censored obs
Uncensored obs
0.269076
1.670000
0.278674
7.222324
-10.61764
-0.106176
0
100
0.019027
0.739301
0.352353
0.534715
0.426158
0
100
Dari output hasil estimasi regresi tobit ,Variabel pendapatan individu menunjukkan tanda
positif, yang berarti semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin tinggi jumlah
kunjungan wisata ke Lawang Sewu sebagaimana hubungan antara jumlah permintaan dan
pendapatan(income) dalam teori permintaan. Hal ini berarti bahwa Lawang Sewu merupakan
barang normal. Akan tetapi karena nilainya yang sangat kecil ( 0, 0000000719) maka
Lawang Sewu merupakan barang normal yang cenderung inferior.
Dari hasil penghitungan regresi tobit menunjukkan konsistensi terhadap teori bahwa
biaya perjalanan (travel cost) memberikan tanda negatif. Hal ini menjelaskan bahwa
pengunjung wisata Lawang Sewu memilih untuk lebih banyak melakukan kunjungan wisata
pada biaya perjalanan yang lebih rendah sebagaimana hubungan antara harga dan jumlah
barang yang dibeli (hukum permintaan dalam teori ekonomi). Dari persamaan diketahui nilai
koefisien dari variabel biaya perjalanan bertanda negatif yaitu -0,00000219 dan signifikansi
0,0000 yang artinya travel cost mempengaruhi secara positif terhadap jumlah kunjungan
objek wisata Lawang Sewu . Variabel biaya perjalanan dengan nilai koefisien regresi0,00000219 berarti kenaikan biaya perjalanan akan menurunkan jumlah permintaan
sebanyak0,00000219 kali dengan asumsi pendapatan individu, lama perjalanan, waktu luang,
fasilitas-fasilitas, dan biaya perjalanan objek wisata lain dalam keadaan tetap (konstan).
Biaya perjalanan wisatawan meliputi transportasi, konsumsi, akomodasi, retribusi,
dokumentasi, souvenir / oleh-oleh dan biaya lain-lain.
Variabel biaya perjalanan di objek wisata lain yang dalam hal ini dipilih Kawasan
Kota Lama , menunjukkan tanda negatif yang berarti terjadi hubungan komplementer antar
kedua barang. Dari hasil estimasi diatas variabel biaya perjalanan objek wisata lain
menunjukan tanda negatif -0,000000435 yaitu dengan tingkat signifikansi 0.1573
yang
berarti varibael biaya objek wisata lain memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap
permintaan kunjungan Lawang Sewu Semarang.
Sementara itu Variabel Jarak menunjukan tanda negatif -0,007796 dengan tingkat
signifikansi 0,0001 yang artinya semakin jauh jarak perjalanan menuju objek wisata Lawang
sewu dapat menurunkan jumlah permintaan sebesar 0.023201.sehingga jarak memengaruhi
positif terhadap jumlah kunjungan objek wisata lawang sewu
Menurut James J.Spillane (1987:87) salah satu sifat-sifat khusus dari pariwisata
adalah produk wisata tidak dapat dipindahkan sehingga wisatawan harus datang ke objek
wisata untuk dapat bisa menikmati produksi wisata yang ditawarkan. Oleh karena itu,
aksesibilitas ke daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi berpengaruh terhadap jumlah
permintaan dari pariwisata. Dengan tersedianya sarana transportasi yang mendukung
aksesibilitas menjadi semakin mudah untuk menjangkau objek wisata maka akan mengurangi
lama perjalanan yang harus ditempuh dan juga akan berpengaruh terhadap biaya perjalanan
yang dikeluarkan oleh wisatawan. Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan semakin jauh
jarak tempat tinggal wisatawan ke objek wisata lawang sewu maka jumlah permintaan akan
semakin menurun dikarenakan lama perjalanan yang semakin lama dan biaya perjalanan yang
dikeluarkan akan bertambah untuk menjangkau objek wisata.
Variabel umur menunjukkan tanda negatif yaitu -0.007796 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0.7468 artinya variabel umur tidak berpengaruh terhadap jumlah kunjungan objek
wisata Lawang Sewu. Jadi ketika umur semakin sedikit tidak akan mengurangi permintaan
kunjungan Lawang Sewu.
BAB V
KESIMPULAN
1. Dari uji signifikansi 5 variabel yang diteliti variabel 3 variabel yang menunjukkan positif
signifikan yaitu pendapatan, travel cost Lawang Sewu dan Jarak
2. Dari hasil estimasi regresi tobit maka objek wisata Lawang Sewu dan Kawasan Kota
Lama memiliki hubungan komplementer antar kedua barang tersebut
3. Surplus konsumen per individu per tahun adalah Rp 138,335 .Kemudian untuk
memperoleh nilai ekonomi ,maka nilai surplus konsumen dikali dengan jumlah pengunjung
yang diwawancarai pada tahun 2015 sehingga di dapat sebesar 5.208.312.750 sebagai nilai
ekonomi .dan kemampuan membayar masyarakat sebesar 138.335 masih diatas biaya rata
rata yaitu sebesar 71.150 .Hal ini berarti Objek Wisata Alam Lawang Sewu memberikan
manfaat yang lebih besar dari apa yang ditawarkan terhadap para pengunjung dan juga dari
biaya yang harus mereka keluarkan agar dapat menikmati Lawang Sewu.
LAMPIRAN
Dx = Qx = 2,712325 0,0000004351
Batas atas = 100.000
Batas bawah
= 50.000
100000
Sk=
( 2,712325 0,0000004351 )
50000
2,712325P
0,0000004351
P
2
2,712325 (100000 )+
100000
| 50000
0,0000004351(100000)2
0,0000004351( 50000)2
2,712325 ( 50000 ) +
2
2
DAFTAR PUSTAKA
http://semarangkota.bps.go.id/
http://www.scribd.com/doc/80882234/Teori-Pariwisata-dasar#scribd
http://seputarsemarang.com/daftar-obyek-wisata-di-semarang-9261/
Salma, Irma Afia dan Indah Susilowati. 2004. Analisis Permintaan Objek
Wisata Alam
Curug Sewu, Kabupaten Kendal dengan Pendekatan Travel Cost. Jurnal
Dinamika
Pembangunan, Vol 1 No. 2/Des 2004.
Anthony Fransisko Siallagan
Evi Yulia Purwanti, SE, M.Si.ANALISIS
PERMINTAAN WISATAWAN NUSANTARA OBJEK WISATA BATUKURSI
SIALLAGAN, KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR
Spillane, James.J. 1987. Pariwisata Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Semarang dalam angka 2012-2014 BAPPEDA KOTA SEMARANG